Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI MAKALAH MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN

HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGEMBANGKAN


KEMAMPUAN UTUH SARJANA ATAU PROFESIONAL

Dosen pengampu: Dr. M. Mukhlis Fahruddin, M.S.I

Disusun oleh :

Rohmatul ilmia (220602110030)

PROGAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2023

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................III
BAB I......................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................3
2.1 Konsep dan Urgensi pendidikan Kewarganegaraan dalam Pencerdasan Kehidupan
Bangsa..........................................................................................................................................3
2.2 Pentingnya diperlukan pendidikan Kewarganegaraan......................................................5
2.3 Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan.............................................6
2.4 Argumen tentang Dinamika dan tantangan Pendidikan Kewarganegaraan....................9
BAB III..................................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

II
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, segala puja dan puji yang senantiasa kami ucapkan atas
limpahan rahmat dan nikmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
telah diberikan kepada kami. Sholawat bersamaan dengan salam juga kami hadiahkan kepada
baginda nabi kami Muhammad SAW. Semoga kami bisa mendapat syafa’at Beliau di
Yaumul Mahsyar kelak. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin. Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan semester genap, dengan judul
makalah ini adalah Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan dalam Mengembangkan
Kemampuan Utuh Sarjana atau Profesional.
Pada kesempatan ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak Dr. M.
Mukhlis Fahruddin, M.S.I yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah mendukung sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa
kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kami khususnya dan pihak lain yang
berkepentingan pada umumnya.

Malang, 15 maret 2023

Penyusun

III
IV
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai warga negara dan masyarakat, setiap manusia mempunyai kedudukan, hak
kewajiban yang sama, namun yang paling utama yaitu setiap orang harus terjamin hak
dan kewajibannya, dan mendapat status menjadi warga Negara Indonesia, sehingga
terhindar dari kemungkinan menjadi warga yang tidak memiliki hak kewrganegaraan,
tetapi pada saat yang bersamaan setiap Negara tidak boleh membolehkan sesorang
mendapat dua hak kewarganegaraan.

Belajar tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada dasarnya adalah belajar


tentang keindonesiaan, belajar untuk menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia,
membangun rasa kebangsaan, dan mencintai tanah air Indonesia.Upaya sadar yang
ditempuh secara sistematis untuk mengenalkan dan menanamkan wawasan kesadaran
bernegara untuk bela negara dan memiliki pola piker, pola sikap dan perilaku sebagai
pola tindakan yang cinta tanah berdasarkan Pancasila tetap utuh dan tegaknya NKRI.

Oleh karena itu, seorang sarjana atau profesional sebagai bagian dari masyarakat
Indonesia yang terdidik perlu memahami tentang Indonesia, memiliki kepribadian
Indonesia, memiliki rasa kebangsaan Indonesia, dan mencintai tanah air Indonesia.
Dengan demikian, ia menjadi warga negara yang baik dan terdidik (smart and good
citizen) dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang demokratis.

Setelah megetahui tentang pendidikan Kewarganegaraan, sebagai calon sarjana dan


profesional, diharapkan: bersikap positif terhadap fungsi dan peran pendidikan
kewarganegaraan dalam memperkuat jadi diri keindonesiaan para sarjana dan
profesional; mampu menjelaskan tujuan dan fungsi pendidikan kewarganegaraan dalam
pengembangan kemampuan utuh sarjana atau profesional; dan mampu menyampaikan
argumen konseptual dan empiris tentang fungsi dan peran pendidikan kewarganegaraan
dalam memperkuat jadi diri keindonesiaan para sarjana dan professional.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah pada makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Konsep dan Urgensi pendidikan Kewarganegaraan dalam Pencerdasan
Kehidupan Bangsa?
2. Mengapa diperlukan adanya pendidikan Kewarganegaraan?
3. Mengetahui sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia?
4. Bagaimana argumen tentang Dinamika dan tantangan Pendidikan Kewarganegaraan

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :

1
1. Untuk mengetahui Konsep dan Urgensi pendidikan Kewarganegaraan dalam
Pencerdasan Kehidupan Bangsa
2. Untuk mengetahui alasan diperlukan adanya pendidikan Kewarganegaraan
3. Untuk mengetahui sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia
4. Untuk mengetahui argumen tentang Dinamika dan tantangan Pendidikan
Kewarganegaraan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Urgensi pendidikan Kewarganegaraan dalam Pencerdasan Kehidupan


Bangsa
Dalam hakikatnya pendidikan kewarganegaraan dapat mengembangkan kemampuan
utuh sarjana atau professional.Oleh karena itu kita harus mengetahui konsep dan urgensi
pendidikan kewarganegaraan dan apa itu sarjana atau professional.Dalam kedudukannya
seorang sarjana atau profesional dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara bila
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan maka berstatus
sebagai warga negara.Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012
tentang pendidikan Tinggi, program sarjana merupakan jenjang pendidikan akademik bagi
lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui penalaran Ilmiah. Lulusan program sarjana di harapkan
akan menjadi intelektual dan menciptakan lapangan kerja serta mampu mengembangkan diri
menjadi professional.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen di kemukakan bahwa professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dapat menjadi
sumber penghasilan, perlu keahlian, kemahiran, atau kecakapan, memiliki standar mutu, ada
norma dan di peroleh melalui pendidikan profesi

Konsep warga negara dalam arti negara modern atau negara kebangsaan (nation-
state) mulai dikenal sejak adanya perjanjian Westphalia 1648 di Eropa sebagai suatu
kesepakatan yang mengakhiri perang selama 30 tahun di Eropa.Berbicara warga negara, di
Indonesia “Warga Negara” adalah terjemahan dari istilah Bahasa Belanda,
staatsburger.Selain itu staatsburger dalam Bahasa Belanda dikenal pula istilah
onderdaan.Menurut Soetoprawiro (1996) istilah onderdaan tidak sama dengan warga negara
melainkan bersifat semi warga negara atau kawula negara.Munculnya istilah tersebut karena
Indonesia memiliki budaya kerajaan yang bersifat feodal sehingga dikenal istilah kawula
negara sebagai terjemahan dari onderdaan.Namun setelah Indonesia merdeka, istilah tersebut
tidak digunakan lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan diganti dengan
“Civic”, “Citizen” dan “civicus”.Apabila ditulis dengan mencantmkan “s” di belakang maka
menjadi “civics” yang artinya disiplin ilmu kewarganegaraan.

Konsep dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam pencerdasan


kehidupan bangsa ada dua hal yang perlu diketahui terlebih dahulu tentang istilah PKn. Apa
yang dimaksud dengan konsep PKn dan apa urgensinya? Untuk menelusuri konsep PKn,
maka harus mengkajinya secara etimologis, yuridis, dan teoretis. Bagaimana konsep PKn
secara etimologis? Untuk mengerti konsep PKn, kita harus menganalisis PKn secara kata per
kata. PKn dibentuk oleh dua kata, ialah kata “pendidikan” dan kata “kewarganegaraan”.
Untuk mengerti istilah pendidikan, dapat dililihat pada Kamus Umum Bahasa Indonesia
(KUBI) atau secara lengkap lihat definisi pendidikan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (1) adalah
sebagai berikut :

3
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU
No. 20 Tahun 2003 Pasal 1).

Secara konseptual, istilah kewarganegaraan tidak bisa dipisahkan dengan istilah warga
negara. Selanjutnya ia juga sangat berkaitan dengan istilah pendidikan kewarganegaraan.
Dalam literatur Inggris ketiganya disebut dengan istilah citizen, citizenship dan citizenship
education. Lalu apa hubungan dari ketiga istilah tersebut? Perhatikan pernyataan yang
dikemukakan oleh John J. Cogan, & Ray Derricott dalam buku Citizenship for the 21st
Century: An International Perspective on Education (1998), berikut ini:

A citizen was defined as a ‘constituent member of society’. Citizenship on the other hand,
was said to be a set of characteristics of being a citizen’. And finally, citizenship education
the underlying focal point of a study, was defined as ‘the contribution of education to the
development of those charateristics of a citizen’.

Selanjutnya secara yuridis, istilah kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan di


Indonesia jika ditinjau dalam peraturan perundangan berikut ini :

Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.
(Undang-Undang RI No.12 Tahun 2006 Pasal 1 Ayat 2) Pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air. (Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003, Penjelasan Pasal
37)

Sedangkan secara politis, Untuk menelusuri konsep PKn menurut para ahli, dapat dilihat dari
karya M. Nu’man Somantri, 2001; Abdul Azis Wahab dan Sapriya, 2011; Winarno, 2013,
dan lain-lain. Berikut ini ditampilkan satu definisi PKn menurut M. Nu’man Somantri (2001)
sebagai berikut:

Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi


politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh
positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses
guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis
dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Untuk mengetahui bagaimana urgensi pendidikan kewarganegaraan di negara


Indonesia maka kita telusuri pentingnya pendidikan kewarganegaraan menurut para ahli dan
peraturan perundangan.Tujuan pendidikan kewarganegaraan di mana pun umumnya
bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik (good citizen). Kita dapat mencermati
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 Ayat (1) huruf b yang
menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan
kewarganegaraan. Demikian pula pada ayat (2) huruf b dinyatakan bahwa kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan kewarganegaraan. Bahkan dalam UU No. 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi lebih eksplisit dan tegas dengan menyatakan nama
mata kuliah kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib. Dikatakan bahwa mata kuliah

4
kewarganegaraan adalah pendidikan yang mencakup Pancasila, UndangUndang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka
Tunggal Ika untuk membentuk mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.

Setiap negara menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan namun dengan istilah


yang beragam, karena bagi suatu negara sangat penting dalam mengetahui pendidikan
kewarganegaraan untuk perkembangan negara tersebut.Contohnya di USA disebut dengan
Civicis, Civic Education, di UK disebut Citizenship Education, di Timteng disebut Ta’limatul
Muwwatanah, Tarbiyatul Watoniyah, di Mexico disebut Education Civicas, di Jerman disebut
Sachunterricht, di Australia disebut Civics, social studies.

2.2 Pentingnya diperlukan pendidikan Kewarganegaraan


Setiap negara memiliki pendidikan kewarganegaraan yang harus diajarkan kepada
setiap peserta didik untuk menjadikan warga negara yang sadar akan bela negara yang
berlandaskan pemahaman politik kebangsaan , dan kepekaan mengembangkan jati diri dan
moral bangsa dalam perikehidupan bangsa. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu
pembelajaran yang berfokus dalam membentuk warga negara Indonesia yang baik dan
cerdas. Dengan tujuan mulia tersebut serta untuk menjawab kebutuhan zaman, membuat
Pendidikan Kewarganegaraan menjadi keilmuan yang memiliki pendekatan interdispiliner
multidispliner, bahkan transdisipliner. Selaras dengan Kariadi (2016: 18) yang menegaskan
bahwa “pendidikan kewarganegaraan apabila ditinjau dari perspektif kurikuler pendidikan
berwawasan global, serta untuk mengatasi kemajuan zaman, maka kurikulumnya perlu
bersifat interdisipliner, multidispliner, serta transdisipliner”. Tidak bisa dimungkiri berbagai
potensi ancaman baik yang bersifat internal maupun eksternal, turut membuat kajian
perkembangan ilmu dan pengetahuan di Indonesia, khususnya yang berorientasi pada
pembentukan karakter warga negara, semakin dinamis dan kompleks, karena sebagai bentuk
sumbangsihnya dalam menjaga keberlangsungan hidup bangsa serta meningkatkan kualitas
sumber daya manusia Indonesia.

Pendidikan Pancasila sangat berkaitan dengan peran dan kedudukan serta kepentingan
warga negara sebagai individu, anggota keluarga , anggota masyarakat dan sebagai warga
negara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan bersedia untuk mewujudkannya dalam
kehidupan sehari-hari.Hal-hal penting yang dapat ditemui dalam materi pendidikan
kewarganegaraan adalah pendidikan kewarganegaraan mengajarkan untuk mampu
memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara sopan santun, jujur, dan demokratis
serta ikhlas sebagai warga negara terdidik dalam kehidupannya selaku warganegara Republik
Indonesia yang bertanggungjawab bersama.Selain itu, juga diajarkan tentang saling
memahami sesame warga negara, saling tenggang rasa, toleransi dan saling menghormati
satu sama lainnya.Bukan hanya itu, pendidikan kewarganegaraan juga memberikan
pengetahuan mengenai sistem pemerintahan dan tentang peraturan negara yang berlaku baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis.juga untuk membuka kesadaran kita akan pentingnya
bela negara dan cinta tanah air karena kita hidup disini dan secara bersama.

Secara filosofis Pendidikan Kewarganegaraan memilki visi holistikeklektis yang


memadukan secara serasi pandangan perenialisme, esensialisme, progresifisme, dan
sosiorekonstruksionisme dalam konteks keindonesiaan. Secara sosiopolitik dan kultural

5
pendidikan kewarganegaraan memiliki visi pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa yakni menumbuhkembangkan kecerdasan kewarganegaraan (civic intelligence)
merupakan prasyarat untuk pembangunan demokrasi dalam arti luas, yang mempersyaratkan
terwujudnya kebudayaan kewarganegaraan atau civic culture sebagai salah satu determinan
tumbuh-kembangnya negara demokrasi. Bertolak dari visinya tersebut, maka pendidikan
kewarganegaraan mengemban misi mutidimensional, sebagai berikut :

a. Mengembangkan potensi peserta didik (misi psikopedagogis)

b. Menyiapkan peserta didik untuk hidup dan berkehidupan dalam masyarakat negara bangsa
(misi psikososial)

c. Membangun budaya kewarganegaraan sebagai salah satu detereminan kehidupan yang


demokratis (misi sosiokultural)

Secara holistik pendidikan kewarganegaraan bertujuan agar setiap warga negara muda
(young citizens) memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral
Pancasila, nilai dan norma Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
nilai dan komitmen Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen bernegara kesatuan Republik
Indonesia. Oleh karena itu secara sadar dan terencana peserta didik sesuai dengan
perkembangan dan psikologis dan konteks kehidupannya secara sistemik difasilitasi untuk
belajar berkehidupan demokrasi secara utuh, yakni belajar tentang demokarsi (learning about
democracy), belajar dalam iklim dan melalui proses demokrasi (learning through democracy)
dan belajar untuk membangun demokarsi (learning for democracy).

2.3 Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan


Sumber pendidikan kewarnageraan di Indonesia dibagi menjadi tiga yaiu berdasarkan
sumber historis, sosiologis, dan juga politis.Sumber-sumber ini tumbuh, berkembang dan
berkontribusi dalam pembangunan pencerdasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara sehingga dapat dirasakan bahwa ternyata bangsa Indonesia membutuhkan
pendidikan kewarganegaraan.

2.3.1 Sumber Historis

Pertama, Secara historis pendidikan kewarganegaraan dalam arti substansi telah


dimulai jauh sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka. Dalam sejarah
kebangsaan Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati sebagai
Hari Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa Indonesia mulai
tumbuh kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia. Setelah berdiri
Boedi Oetomo, berdiri pula organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan lain seperti Syarikat
Islam, Muhammadiyah, Indische Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi lainnya yang tujuan
akhirnya ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Pada tahun 1928, para pemuda yang
berasal dari wilayah Nusantara berikrar menyatakan diri sebagai bangsa Indonesia, bertanah
air, dan berbahasa persatuan bahasa Indonesia.

Indonesia merdeka setelah melalui perjuangan panjang dan pengorbanan jiwa raga,
yaitu tepat pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia
menyatakan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan,
melepaskan diri dari penjajahan, bangsa Indonesia masih harus berjuang mempertahankan
6
kemerdekaan karena ternyata penjajah belum mengakui kemerdekaan dan belum ikhlas
melepaskan Indonesia sebagai wilayah jajahannya. Oleh karena itu, periode pasca
kemerdekaan Indonesia, tahun1945 sampai saat ini, bangsa Indonesia telah berusaha mengisi
perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui berbagai cara, baik perjuangan fisik
maupun diplomatis. Meskipun Perjuangan mencapai kemerdekaan dari penjajah telah selesai, namun
tantangan untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang hakiki belumlah selesai, masih
banyak hal-hal yang harus diperjuangkan untuk tetap mempertahankan kemerdekaan
Indonesia.

Dapat diambil kesimpulan bahwa proses perjuangan untuk menjaga eksistensi negara-
bangsa, mencapai tujuan nasional sesuai cita-cita para pendiri negara-bangsa (the founding
fathers), belumlah selesai bahkan masih panjang. Oleh karena itu, diperlukan adanya proses
pendidikan dan pembelajaran bagi warga negara yang dapat memelihara semangat
perjuangan kemerdekaan, rasa kebangsaan, bela negara dan cinta tanah air.

2.3.2 Sumber Sosiologis

Secara sosiologis, dapat diketahui bahwa pendidikan kewarganegaraan pada saat


permulaan atau awal kemerdekaan lebih banyak dilakukan pada tataran sosial kultural dan
dilakukan oleh para pemimpin negara danbangsa. Dalam pidato-pidatonya, para pemimpin
mengajak dan menyeru seluruh rakyat untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia.
Seluruh pemimpin bangsa membakar semangat rakyat untuk mengusir penjajah yang hendak
kembali menguasai dan menduduki Indonesia yang telah dinyatakan merdeka. Pidato-pidato
yang dilakukan oleh para pejuang, serta kyai-kyai di pondok pesantren yang mengajak umat
berjuang mempertahankan tanah air merupakan Pendidikan kewarganegaraan dalam dimensi
sosial kultural. Inilah sumber Pendidikan kewarganegaraan dari aspek sosiologis.

Pendidikan kewarganegaraan dalam dimensi sosiologis sangat diperlukan oleh


masyarakat dan akhirnya negara-bangsa untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankan
eksistensi negara-bangsa. Upaya yang dilakukan dalam pendidikan kewarganegaraan pasca
kemerdekaan tahun 1945 belum dilaksanakan di sekolah sehingga terbitnya buku Civics
pertama kali di Indonesia yang “berjudul Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia (Civics)”
yang disusun bersama oleh Mr. Soepardo, Mr. M. Hoetaoeroek, Soeroyo Warsid, Soemardjo,
Chalid Rasjidi, Soekarno, dan Mr. J.C.T. Simorangkir.Kemudian Pada cetakan kedua,
Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, Prijono (1960), dalam sambutannya
menyatakan pendapatnya bahwa setelah keluarnya dekrit Presiden kembali kepada UUD
1945 sudah 14 sewajarnya dilakukan pembaharuan pendidikan nasional. Tugas yang
diberikan kepada kelompok penulis yaitu membuat buku pedoman yang berkaitan tentang
kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga negara Indonesia dan sebab-sebab sejarah serta
tujuan Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Menurut pendapat Prijono, buku yang
berjudul “Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia” tersebut ternyata identik dengan istilah
“Staatsburgerkunde” (Jerman), “Civics” (Inggris), atau “Kewarganegaraan” (Indonesia).

2.3.3 Sumber Politis

Sedangkan Secara politis, pendidikan kewarganegaraan awal mulanya dikenal dalam


pendidikan sekolah dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana
dapat diikelompokkan dari pernyataan Somantri (1972) yang menyatakan bahwa pada masa

7
Orde Lama mulai dikenal istilah: (1) Kewarganegaraan (1957); (2) Civics (1962); dan (3)
Pendidikan Kewargaan Negara (1968). Pada masa awal Orde Lama sekitar tahun 1957, isi
mata pelajaran PKn membahas cara pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan,
sedangkan dalam Civics (1961) lebih banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan
Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan untuk "nation and
character building” bangsa Indonesia.

Selanjutnya sumber politis Pendidikan kewarganegaraan pada saat Indonesia telah


memasuki era baru atau yang kita kenal dengan Orde Baru yaitu menggunakan Kurikulum
sekolah yang berlaku dinamakan Kurikulum 1968. Dalam kurikulum tersebut di dalamnya
terdapat peenyataan tentang mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara. Dalam mata
pelajaran tersebut materi maupun metode yang digunakan dan bersifat indoktrinatif
dihilangkan dan diubah dengan materi dan metode pembelajaran baru yang dikelompokkan
menjadi Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila, sebagaimana yang telah tercantum dalam
Kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1968 sebagai berikut :

“Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila ialah Kelompok segi pendidikan yang terutama
ditujukan kepada pembentukan mental dan moral Pancasila serta pengembangan manusia
yang sehat dan kuat fisiknya dalam rangka pembinaan Bangsa. Sebagai alat formil
dipergunakan segi pendidikan-pendidikan: Pendidikan Agama, Pendidikan Kewargaan
Negara, pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan Olahraga. Pendidikan Agama
diberikan secara intensif sejak dari kelas I sampai kelas VI dan tidak dapat diganti
pendidikan budi pekerti saja. Begitu pula, Pendidikan Kewarga Negaraan, yang mencakup
sejarah Indonesia, Ilmu Bumi, dan Pengetahuan Kewarga Negaraan, selama masa
pendidikan yang enam tahun itu diberikan terus menerus. Sedangkan Bahasa Indonesia
dalam kelompok ini mendapat kedudukan yang sangat penting sekali, sebagai alat pembina
cara berpikir dan kesadaran nasional. Sedangkan Bahasa Daerah digunakan sebagai
langkah pertama bagi sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa
pengantar sampai kelas III dalam membina jiwa dan moral Pancasila. Olahraga yang
berfungsi sebagai pembentuk manusia Indonesia yang sehat rohani dan jasmaninya
diberikan secara teratur semenjak anak-anak menduduki bangku sekolah”.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa: (l) P4 merupakan sumber dan
tempat berpijak, baik isi maupun cara evaluasi mata pelajaran PMP melalui pembakuan
kurikulum 1975; (2) melalui Buku Paket PMP untuk semua jenjang pendidikan di sekolah
maka Buku Pedoman Pendidikan Kewargaan Negara yang berjudul Manusia dan Masyarakat
Baru lndonesia (Civics) dinyatakan tidak berlaku lagi; dan (3) bahwa P4 tidak hanya
diberlakukan untuk sekolah-sekolah tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya melalui
berbagai penataran P4.

Dengan berkembangnya zaman, tentu juga iptek dan tuntutan serta kebutuhan
masyarakat semakin berkembang sehingga kurikulum pada sekolah harus mengalami
perubahan menjadi kurikulum 1994. Bukan hanya itu, Pelajaran PMP pun mengalami
perubahan nama yaitu menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang
terutama didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada ayat 2 undang-undang tersebut dikemukakan
bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (1) Pendidikan

8
Pancasila; (2) Pendidikan Agama; dan (3) Pendidikan Kewarganegaraan. Pasca Orde Baru
sampai saat ini, nama mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan kembali mengalami
perubahan. Perubahan tersebut dapat dikelompokkan dari dokumen mata pelajaran PKn
(2006) menjadi mata pelajaran PPKn (2013).

Dari pernyataan diatas mengenai sumber historis, sosiologis dan politis dapat ditarik
kesimpulan bahwa secara historis, Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia selalu
mengalami perubahan baik secara istilah maupun substansi sesuai dengan perkembangan
peraturan perundangan, iptek, perubahan masyarakat, dan tantangan global. Secara
sosiologis, Pendidikan kewarganegaraan, Indonesia sudah sewajarnya mengalami perubahan
mengikuti perubahan yang terjadi di masyarakat. Sedangkan Secara politis, Pendidikan
kewarganegaraan Indonesia akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perubahan
sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, terutama perubahan konstitusi.

2.4 Argumen tentang Dinamika dan tantangan Pendidikan Kewarganegaraan


Perlu diketahui bahwa ternyata Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah mengalami
beberapa kali perubahan baik dalam segi tujuan, orientasi, substansi materi, metode
pembelajaran bahkan sistem evaluasinya. Semua perubahan tersebut dapat teridentifikasi atau
dikelompokkan dari dokumen kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia sejak proklamasi
kemerdekaan hingga saat ini.

Dinamika dan tantangan pendidikan kewarganegaraan sangat erat kaitannya dengan


perkembangan sejarah di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat yaitu diantaranya :

a. Pendidikan Kewarganegaraan pertama kali muncul pada tahun 1957 dengan nama
"Kewarganegaraan" yang hanya membahas hak dan kewajiban warga negara serta
cara memperoleh dan kehilangan status kewarganegaraan. Namun sejak munculnya
Orde Baru, isi mata pelajaran ini hampir seluruhnya dibuang karena dianggap idak
sesuai lagi dengan tuntutan yang sedang berkembang.
b. Pada kurikulum 1968, mata pelajaran ini muncul dengan nama "Kewargaan negara".
sesuai dengan ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran ini diberubah nama
menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP), materi yang sangat dominan disini
adalah mengenai materi P-4.
c. Pada kurikulum 1984 maupun Kurikulum 1994, Pendidikan Moral Pancasila berganti
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Dalam era reformasi,
tantangan PPKn semakin berat. P4 dipermasalahkan substansinya, karena tidak
memberikan gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan.
Dengan adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun
2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal
Pendidikan Kewarganegaraan.
d. kurikulum 2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan/
pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi
PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral. Pada
kurikulum 2013 yang baru saja disahkan akhir tahun 2013 lalu, nama pendidikan
kewarganegaraan diganti lagi dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKN). Dalam kurikulum tersebut penekan tentang sikap (afeksi) begitu ditonjolkan.

9
Permasalah yang dihadapi sekarang adalah bagaimana menemukan pendekatan yang
terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep Pendidikan kewarganegaraan agar siswa dapat
menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana membuka wawasan
berfikir dan beragam dari seluruh siswa agar konsep yang dipelajarinya dapat dikaitkan
dengan kehidupan nyata. Inilah tantangan Pndidikan kewarganageraan kedepannya. Seiring
dengan perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri diharapkan supaya nantinya
akan semakin meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kewaganegaraan dan warga
negara sehingga dapat semakin memperbaiki moral bangsa ini.

Dinamika dan tantangan Pendidikankewarganegaraan ternyata sangat erat kaitannya


dengan perjalanan sejarah praktik kenegaraan/pemerintahan RI karena hal itu merupakan ciri
khas Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata kuliah dibandingkan dengan mata kuliah
lain. Ontologi Pendidikan kewarganegaraan adalah sikap dan perilaku warga negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Status warga negara dapat meliputi
penduduk yang berkedudukan sebagai pejabat negara sampai dengan rakyat biasa. Tentu
peran dan fungsi warga negara berbeda-beda, sehingga sikap dan perilaku mereka sangat
dinamis. Oleh karena itu, mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan harus selalu
menyesuaikan atau sejalan dengan dinamika dan tantangan sikap serta perilaku warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dinamika perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang telah


mempengaruhi Pendidikan kewarganegaraan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan
serta tantangan kehidupan yang telah mempengaruhi PKn di Indonesia dapat kita kaji dalam
perkembangan praktik ketatanegaraan dan sistem pemerintahan RI menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia, yakni: (1) Periode I (1945 s.d. 1949); (2) Periode II (1949
s.d. 1950); (3) Periode III (1950 s.d. 1959); (4) Periode IV (1959 s.d. 1966); (5) Periode V
(1966 s.d. 1998); (6) Periode VI (1998 s.d. sekarang). Selain itu, dinamika dan tantangan
Pendidikan kewarganegaraan juga selalu mengikuti periodisasi pelaksanaan UUD (konstitusi)
.Menurut pernyataan Aristoteles (1995) yang mengemukakan bahwa secara konstitusional
“...different constitutions require different types of good citizen... because there are different
sorts of civic function.”Dari pernyataan Aristoteles tersebut dapat disimpulkan Secara
implisit, bahwa setiap konstitusi mensyaratkan kriteria warga negara yang baik karena setiap
konstitusi memiliki ketentuan tentang warga negara. Artinya, konstitusi yang berbeda akan
menentukan profil warga negara yang berbeda. Hal ini akan berdampak pada model
pendidikan kewarganegaraan yang tentunya perlu disesuaikan dengan konstitusi yang
berlaku.

Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya berlandaskan pada konstitusi negara yang


bersangkutan, tetapi juga tergantung pada tuntutan perkembangan zaman dan masa depan.
Contohnya, kecenderungan masa depan bangsa meliputi isu tentang HAM, pelaksanaan
demokrasi, dan lingkungan hidup. Sebagai warga negara muda, mahasiswa perlu memahami,
memiliki kesadaran dan partisipatif terhadap gejala demikian. Apa saja dinamika perubahan
dalam kehidupan masyarakat baik berupa tuntutan maupun kebutuhan? Pendidikan
Kewarganegaraan yang berlaku di suatu negara perlu memperhatikan kondisi masyarakat.
Walaupun tuntutan dan kebutuhan masyarakat telah diakomodasi melalui peraturan
perundangan, namun perkembangan masyarakat akan bergerak dan berubah lebih
cepat.Contoh perubahan masyarakat yang terkait dengan masalah kewarganegaraan seperti
pada peristiwa yaitu Asas kewarganegaraan yaitu asas Ius Soli maupun asas Ius Sanguinis

10
merupakan asas yang bisa digunkan setiap negara, tergantung kebijakan negara tersebut
menggunakannya. Tidak ada hukum khusus yang mengatur penggunaannya dalam setiap
negara.Oleh karena itu dalam penetapan yang berbeda-beda dalam setiap negara dalam
mempergunakan asas tersebut dapat menimbulkan beberapa masalah antara lain, ialah
seseorang bisa tersebut bisa apatride (tidak memiliki kewarganegaraan) atapun bipatride
(memiliki kewarganegaraan ganda).

Dalam hal ini dapat menimbulkan beberapa masalah mengenai pewarganegaraan di


negara Indonesia khususnya bagi warga negara Indonesia yang memiliki keturunan China. Di
negara China dalam peraturan pewarganegaraannya menggunakan asas Ius Sanguinis, namun
di negara Indonesia menggunakan asas Ius soli.Hal ini menyebabkan beberapa masalah
dalam pewarganegaraan yaitu adanya kewarganegaraan ganda pada keturunan China yang
bertempat tinggal di Indonesia.

Dengan adanya persoalan mengenai kewarganegaraan ganda yang dimiliki oleh


keturunan China yang tinggal di Indonesia, dimana pada saat ini jumlah keturunan China
yang menetap di Indonesia adalah kurang lebih 2 juta jiwa. Hal ini menimbulkan kesulitan
bagi negara Indonesia dan China untuk mengatasinya, namun kedua negara ini sepakat untuk
segera menyelesaikan masalah tersebut.Adanya sikap saling menghormati antar negara sangat
diperlukan dalam menyelesaikan maslaha ini, dan harus adanya kesadaran bahwa masing-
masing negara memiliki posisi dan kedudukan yang sama, saling memberi manfaat dan tidak
ikut campu tangan mengenai politik di negara masing-masing adalah prinsip yang harus
dijaga, ditegakkan serta sebagai landasan dalam menyelesaikan masalah.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata “pendidikan” dan
“kewarganegaraan” pemdidikan yang berarti usaha sadar dan terancam dalam mewujudkan
proses pembelajaran agar peserta didik bias aktif untuk mengembangkan potensi yan ada
dalam dirinya, sedangkan kewarganegaraan adalah segala hal yg berhubungan dengan warga
negara.

1. Secara yuridis pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta


didik agar memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air
2. Secara terminologis pendidikan kewarga negaraan adalah program pendidikan yang
berintikan demokrasi politik, dan di perluas dengan sumber-sumber lain; Contohnya
seperti pengaruh positif dan pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua.
a. Negara perlu menyelaggarakan pendidikan kewarga negaraan karena setiap
generasi itu adalah orang baru yang harus dapat pengetahuan, termasuk
ssikap/nilai maupun keterampilan agar mereka mampu menjadi warga negara
yang memiliki karakter yang baik dan juga cerdas untuk hidup dalam
kehidupan masyarakat.
3. Secara historis, PKn di Indonesia awalnya di selenggarakan oleh organisasi
pergerakan dengan tujuan untuk membangun rasa kebangsaan dan cita-cita Indonesia
merdeka
4. Pendidikan kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam
sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan
bernegara
5. PKnIndonesia untuk masa deapan sangat di tentukan oleh pandangan bangsa
Indonesia sendiri, eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan dinamika perkembangan
bangsa.

12
DAFTAR PUSTAKA
Nanggala, A. (2020). Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan multikultural. Jurnal
Soshum Insentif, 3(2), 197-210.

Putri, S. B., & Dewi, D. A. (2021). Reaktulisasi Pendidikan Kewarganegaraan bagi Generasi
Milenial. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 3(2), 42-49.

Sinamo, Nomensen.(2010). Pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan tinggi. Jakarta:


Bumi Intitama Sejahtera.

13

Anda mungkin juga menyukai