Dosen Pengampu :
1. Yusnedi,SH.M.HUM
2. Fitria Ningsih,SE.M.SI
DI SUSUN OLEH :
1. M.Ilham Taryananda
2. Nurmayana
3. Sandi Andreansah Prananda
4. Septi Suliani
5. Wandi Shaputra
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat - NYA
sehingga makalah ini yang berjudul "Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
dalam mengembangkan kemampuan utuh Sarjana atau Profesional" dapat
tersusun hingga selesai. Makalah ini diajukan guna memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Tidak lupa kami juga mengucapkan
Terimakasih banyak kepada Bapak Yusnedi,SH.M.HUM dan ibu Fitria
Ningsih,SE.M.SI selaku Dosen mata kuliah ini yang telah membimbing hingga
dapat terselesaikannya makalah ini.
Tim Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Perumusan masalah.......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Kesimpulan.................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan masalah
Adapun yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah konsep dan urgensi
pendidikan kewarganegaraan, pentingnya pendidikan kewarganegaraan, sumber
pendidikan kewarganegaraan Negara Indonesia, dinamika dan tantangan
pendidikan kewarganegaraan, esensi pedidikan kewarganegaran untuk masa
depan dan hakikat pendidikan kewarganegaran. Kelompok kami mengambil
pokok bahasan tersebut sebagai kepedulian atas pentingnya pendidikan
kewarganegaraan untuk diterapkan hingga jenjang pendidikan perguruan tingggi
sebagai pedoman utuh sarjana dan juga profesional. Sehingga nantinya dapat
diterapkan dengan baik oleh seorang sarjana dan professional.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
tertulis. Juga untuk membuka kesadaran kita akan pentingnya bela dan cinta tanah
air. Karena kita hidup disini dan secara bersama.
Dalam hakikatnya pendidikan kewarganrgaraan dapat mengembangkan
kemampuan utuh sarjana atau professional. Oleh karena itu sebelum kita
mempelajari konsep dan urgensi pendidikan kewarganearaan kita harus
mengetahui apa itu sarjana atau professional. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, program sarjana
merupakan jenjang pendidikan akademik bagi lulusan pendidikan menengah atau
sederajat sehingga mampu mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
penalaran ilmiah. Lulusan program sarjana diharapkan akan menjadi intelektual
dan ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan menciptakan lapangan kerja,
serta mampu mengembangkan diri menjadi profesional. Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan
bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dapat menjadi sumber
penghasilan, perlu keahlian, kemahiran, atau kecakapan, memiliki standar mutu,
ada norma dan diperoleh melalui pendidikan profesi.
Konsep Kewaranegaraan dikaji menjadi tiga yaitu, secara etimologis, yuridis,
dan teoritis. Secara etimologis PKN dibentuk oleh dua kata, yaitu kata
“pendidikan” dan kata “kewarganegaraan”. Dimana menurut Kamus Besar Bhasa
Indonesia (KBBI) Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan; proses; perbuatan; cara mendidik. Sedangkan
menurut UUD No. 20 Tahun 2003 pasal 1 Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Secara konseptual, istilah kewarganegaraan tidak bisa dilepaskan dengan
istilah warga negara. Selanjutnya ia juga berkaitan dengan istilah pendidikan
kewarganegaraan.
5
B. Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
6
tertulis. Juga untuk membuka kesadaran kita akan pentingnya bela dan cinta tanah
air. Karena kita hidup disini dan secara bersama.
7
yang kuat. Secara histories, sejak zaman kerajaan unsur Pancasila sudah
muncul dalam kehidupan bangsa kita. Agar nilai-nilai Pancasila selalu
melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka . nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan
disahkan menjadi dasar Negara. Sebagai sebuah dasar Negara, Pancasila
harus selalu dijadikan acuan dalam bertingkah laku dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Semua peraturan perundang-
undangan yang ada juga tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila.
2. Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila
Sosiologi dipahami sebagai ilmu tentang kehidupan antarmanusia.
Didalamnya mengkaji, antara lain latar belakang, susunan dan pola
kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat,
disamping juga mengkaji masalah-masalah sosial, perubahan dan
pembaharuan dalam masyarakat. Soekanto (1982:19) menegaskan bahwa
dalam perspektif sosiologi, suatu masyarakat pada suatu waktu dan tempat
memiliki nilai-nilai yang tertentu. Melalui pendekatan sosiologis ini pula,
Anda diharapkan dapat mengkaji struktur sosial, proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial, dan masalah-masalah sosial yang patut
disikapi secara arif dengan menggunakan standar nilai-nilai yang mengacu
kepada nilai-nilai Pancasila. Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa
Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan
melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan
kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukan hanya
hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil karya besar bangsa
Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri
negara (Kaelan, 2000: 13).
3. Sumber Politik Pendidikan Pancasila
Salah satu sumber pengayaan materi pendidikan Pancasila adalah
berasal dari fenomena kehidupan politik bangsa Indonesia. Pola pikir
8
untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak
dilakukan sesuai dengan kelima sila yang mana dalam berpolitik harus
bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Etika
politik Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah perilaku
politik Negara, terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar
atau slaah sebuah kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara
menelaah kesesuaian dan tindakan pemerintah itu dengan makna sila-sila
Pancasila.
Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut
terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para
pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum
harus menyadari bahwa legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga
harus berdasarkan pada legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila mutlak
harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur
pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti
yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan
nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan
narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi
momok masyarakat. Dalam penerapan etika politik Pancasila di Indonesia
tentunya mempunyai beberapa kendala-kendala, yaitu :
1) Etika politik terjebak menjadi sebuah ideologi sendiri. Ketika
seseorang mengkritik sebuah ideologi, ia pasti akan mencari
kelemahan-kelemahan dan kekurangannya, baik secara konseptual
maupun praksis. Hingga muncul sebuah keyakinan bahwa etika
politik menjadi satu-satunya cara yang efektif dan efisien dalam
mengkritik ideologi, sehingga etika politik menjadi sebuah ideologi
tersendiri.
2) Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat yang lebih lengkap
disbanding etika politik Pancasila, sehingga kritik apa pun yang
9
ditujukan kepada Pancasila oleh etika politik Pancasila tidak
mungkin berangkat dari Pancasila sendiri karena kritik itu tidak
akan membuahkan apa-apa.
10
2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal
Pendidikan Kewarganegaraan.
4. kurikulum 2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan
kewarganegaraan / pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga
diikuti dengan perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan
yakni politik, hukum dan moral. Pada kurikulum 2013 yang baru saja
disahkan akhir tahun 2013 lalu, nama pendidikan kewarganegaraan diganti
lagi dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Dalam
kurikulum tersebut penekan tentang sikap (afeksi) begitu ditonjolkan.
11
gunakan dalam kehidupan sehari-hari, karena kita harus tahu tentang hak &
kewajiban yang di dapat sebagai warga Negara Indonesia.
Hal-hal yang harus bisa para Mahasiswa/Mahasiswi lakukan saat telah sudah
mendapatkan Mata Kuliah Pendidikan Pancasila saat di Perguruan Tinggi :
12
Pentingnya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah untuk menjawab
tantangan dunia dengan mempersiapkan warga negara yang mempunyai
pengetahuan, pemahaman, penghargaan, penghayatan, komitmen, dan pola
pengamalan Pancasila. Hal tersebut ditujukan untuk melahirkan lulusan yang
menjadi kekuatan inti pembangunan dan pemegang estafet kepemimpinan bangsa
dalam setiap tingkatan lembaga-lembaga negara, badan-badan negara, lembaga
daerah, lembaga infrastruktur politik, lembaga-lembaga bisnis, dan profesi lainnya
yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata
“pendidikan” dan kata “kewarganegaraan”. Pendidikan berarti usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya, sedangkan kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang
berhubungan dengan warga negara.
2. Secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.
3. Secara terminologis, pendidikan kewarganegaraan adalah program
pendidikan yang berintikan demokrasi politik, diperluas dengan
sumber-sumber pengetahuan lainnya: pengaruh-pengaruh positif dari
pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua. Kesemuanya itu
diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis,
bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup
demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
4. Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena
setiap generasi adalah orang baru yang harus mendapat pengetahuan,
sikap/nilai dan keterampilan agar mampu mengembangkan warga
negara yang memiliki watak atau karakter yang baik dan cerdas (smart
and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sesuai dengan demokrasi konstitusional.
5. Secara historis, PKn di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh
organisasi pergerakan yang bertujuan untuk membangun rasa
kebangsaaan dan cita-cita Indonesia merdeka. Secara sosiologis, PKn
Indonesia dilakukan pada tataran sosial kultural oleh para pemimpin
di masyarakat yang mengajak untuk mencintai tanah air dan bangsa
Indonesia. Secara politis, PKn Indonesia lahir karena tuntutan
14
konstitusi atau UUD 1945 dan sejumlah kebijakan Pemerintah yang
berkuasa sesuai dengan masanya.
6. Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika
perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta
tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
7. PKn Indonesia untuk masa depan sangat ditentukan oleh pandangan
bangsa Indonesia, eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan dinamika
perkembangan bangsa.
15
DAFTAR PUSTAKA
16