KELOMPOK 1 KELAS 1 B
i
DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.Si, MH.
ii
DAFTAR ISI
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yan berjudul “Pendidikan Pancasila Sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian”
dengan tepat waktu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr. H. Husen Sarujin SH, MM, M.Si, MH selaku dosen pengampu mata kuliah
"Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan yang membimbing dan membina kami
dalam penyelesaian penulisan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan baik dan sesuai waktu yang di berikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi ujian akhir semester mata kuliah
Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan. Selain itu makalah ini bertujuan menambah
wawasan bagi pembaca dan juga penulis. Harapan kami semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan masalah ini. Kami menyadari
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1
3. Untuk mengetahui Apa hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
4. Untuk mengetahui Apa fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
5. Untuk mengetahui Apa tujuan Pendidikan Kewarganegaran
6. Untuk mengetahui Apa pentingnya PKn Bagi Mahasiswa
7. Untuk mengetahui Bagaimana peran PKn Sebagai Mata kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK)
2
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi dan pengertian pendidikan kewarganeraaan adalah suatu upaya sadar dan
terencana mencerdaskan warga negara (khususnya generasi muda). Caranya dengan
menumbuhkan jati diri dan moral bangsa agar mampu berpartisipasi aktif dalam
pembelaan negara.
1. Merphin Panjaitan
2. Soedijarto
3. Azyumardi Azra
3
Pendidikan Kewarganegaraan mengkaji dan membahas tentang
pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan
kewajiban negara serta demokrasi. Secara sustantif, pendidikan kewarganegaraan
juga membangun kesiapan menjadi warga dunia.
5. Zamroni
8. Wolhoff
4
Kewarganegaraan ialah keanggotaan suatu bangsa tertentu yakni sejumlah
manusia yang terikat dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupan
social-budaya serta kesadaran nasionalnya.
10. R. Daman
12. R. Parman
13. Soemantri
5
14. Mr. Wiyanto Dwijo Hardjono, S.Pd.
6
pelajaran tatanegara.Isinya hanya membahas tentang cara-cara memperoleh dan
kehilangan kewarganegaraan. Setelah adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu
berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 dan Pidato P.Y.M Presiden Soekarno
pada tanggal 17 Agustus 1959, maka dianggap wajar untuk melakukan pembaruan
pendidikan nasional. Salah satu hal untuk menyempurnakan pendidikan itu adalah usaha
menimbulkan pengertian dan jiwa patriotisme pada diri murid sekolah. Oleh karena itu,
maka dengan Surat Keputusan Nomor 122274/S, tanggal 10 Desember 1959 di
Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan telah dibentuk panitia yang terdiri
atas tujuh orang pegawai Departemen PPdan K, yaitu Mr. Soepardo,
Mr.M.Hoetahoeroek, Soeroyo Warsid, Soemardjo, Chalid Rasyidi, Soekarno dan
Mr.J.C.T Simorangkir yang diberi tugas untuk membuat buku pedoman mengenai
kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga Negara Indonesia disertai dengan hal-hal yang
akan menginsafkan mereka tentang sebab-sebab sejarah dan tujuan revolusi kemerdekaan
bangsa Indonesia.
Buku tersebut adalah Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civic) yang
diterbitkan pada 12 November 1960 dimana kata sambutan diberikan oleh menteri
Pendidikan,Pengajaran dan Kebudayaan (pada waktu itu) Prijono. Buku tersebut
mendapat sambutan dan perhatian besar dari masyarakat serta berbagai instansi.
Selanjutnya istilah “kewarganegaraan” diubah menjadi “kewargaannegara” .Saran ini
dating dari Menteri Kehakiman Mr. Sahardjo yang lebih menekankan pengertian dan isi
serta kewajiban dan tugas serta hak warganegara.
7
seluruh dunia yang besar dan segala macam penindasan dan penjajahan. Dari uraian
tersebut jelaslah bahwa kewarganegaraan (Civic) pada masa itu identik dengan
indoktrinasi karena pelajaran Civic berisikan haluan Negara yaitu Manifesto Politik
USDEK.
Pada tahun 1968, istilah Civic di sekolah diberi nama “Pendidikan Kewargaan
Negara”. (Catatan : istilah Pendidikan Kewargaan Negara, dengan meletakkan akhiran
-an di tengah-tengah, dimaksudkan bahwa tekanannya pada warga Negara, bukan pada
Negara. Dewasa ini istilah tersebut diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan , dengan
meletakkan akhiran -an pada akhir kata, sesuai dengan saran dari Lembaga Bahasa,
bahwa akhiran -an harus diletakkan pada bagian akhir kata). Apabila ditelaah maksud
dari pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara, baik di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Menengah Atas serta sekolah lainnya, maksudnya tidak lain dari
mengembangkan dan menumbuhkan warga negara yang baik. Isi bahan pelajaran
mengandung elemen-elemen nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama,
kebudayaan, pokoknya segala sesuatu yang dianggap baik menurut moral Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945 dan keputusan-keputusan lembaga legislatif serta
pemerintah.Nilai-nilai tersebut dalam pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara tidak
dapat disangkal adalah baik sekali, hanya saja dalam susunan pelajaran di sekolah terlalu
menekankan kepada soal-soal kenegaraan, sedangkan kebutuhan pribadi pelajar kurang
diperhatikan.
Dari gambaran tersebut di atas jelaslah bahwa walaupun nama mata pelajarannya
Pendidikan Kewargaan Negara, namun belum menyentuh kebutuhan serta motivasi para
pelajar untuk menerapkannya dalam praktek. Mata pelajaran lebih bersifat hafalan dan
kurang diminati para pelajar.
8
Pada tahun 1975, pemerintah mengganti istilah Pendidikan Kewargaan Negara
menjadi pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dimana pemerintah menganggap
mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara kurang mampu mengembangkan perilaku
warga negara yang mendukung garis kebijakan Orde Baru, pertahanan keamanan
nasional serta pembangunan nasional sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah. Di
sisi lain, dalam Pidato Kenegaraan di depan DPR pada tanggal 16 Agustus 1978 Presiden
Soeharto menegaskan, “Tiidak perlu diragukan lagi bahwa kita dengan sungguh-sungguh,
dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga, dan kalau perlu mempertaruhkan apa saja, untuk
mewujudkan kehidupan bangsa kita dalam bernegara dan berpemerintahan sesuai dengan
falsafah dan ideologi Negara Pancasila dan konstitusi Negara Undang-Undang Dasar
1945”.
9
akan tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P-4 dan sumber resmi lainnya.
Menurut kurikulum 1994, PPKn diartikan sebagai mata pelajaran yang digunakan sebagai
wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada
budaya bangsa Indonesia.
Nilai luhur dan moral tersebut diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk
perilaku kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat dan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
a. Kewarganegaraan (1956)
b. Civics (1959)
c. Kewarganegaraan (1962)
d. Pendidikan Kewarganegaraan (1968)
e. Pendidikan Moral Pancasila (1975)
10
f. Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)
g. Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003)
Dari uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia masih kabur dan masih menimbulkan kebingungan pada guru-guru Pendidikan
Kewarganegaraan, karena terjadinya perubahan-perubahan politik serta kebijakan-
kebijakan pemerintah. Dari penggunaan istilah tersebut sangat terlihat jelas
ketidakajegannya dalam mengorganisir pendidikan kewarganegaraan, yang berakibat
pada krisis operasional, dimana terjadinya perubahan konteks dan format pendidikannya.
Menurut Kuhn (1970) krisis yang bersifat konseptual tersebut tercermin dalam
ketidakajekan konsep atau istilah yang digunakan untuk pelajaran PKn. Krisis
operasional tercermin terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran yang
tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak dari penekanan pada proses
kognitif memorisasi fakta dan konsep. Kedua jenis krisis tersebut terjadi karena memang
sekolah masih tetap diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih belum
efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya
suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai
secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.
11
bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945.
12
Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah
dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan
mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga
menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap
tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu mengapa
Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat penting untuk kita pelajari. Sebagai contoh
adalah demonstrasi yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh mahasiswa. Tidak
ada yang melarang siapapun untuk berdemonstrasi, tapi tentu saja semua itu ada
aturannya. Kekacauan yang terjadi selama ini adalah mereka tidak mengetahui secara
jelas aturan – aturan yang berlaku ( tidak tahu ilmunya ) sehingga mereka cenderung
seenaknya sendiri dalam mengungkapkan aspirasinya atau mungkin saja mereka tahu tapi
tidak mau tahu ( pengamalan yang salah ). Pada akhirnya hal tersebut bukannya
memperbaiki keadaan malah menjadiakan keadaan semakin terpuruk.
Karena itu pada intinya perlu adanya keseimbangan antara ilmu dan amal. Ketika
semua warga negara sudah mengerti betul apa yang harus dilakukan, memiliki kesadaran
tinggi untuk mengetrapkannya dan akhirnya benar – benar melaksanakannya sesuai
aturan yang berlaku, saya percaya bahwa negara ini akan menjadi negara yang aman,
tentram, damai seperti apa yang sudah diidam – idamkan sejak dulu.
13
PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan memiliki
fungsi yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang
memiliki keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Numan
Somantri (2001:166) memberikan pemaparan mengenai fungsi PKn sebagai berikut:
“Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan
kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan
pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang
diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari”.
Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga
negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara
Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai
dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945.
14
menjadi tanggungjawab semua pihak atau komponen bangsa, pemerintah, lembaga
masyarakat, lembaga keagamaan dan msyarakat industri (Hamdan Mansoer, 2004: 4)
Searah dengan perubahan pendidikan ke masa depan dan dinamika internal bangsa
Indonesia, program pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
harus mampu mencapai tujuan:
Menurut Branson (1999) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara
bagian, maupun nasional. Tujuan PKn dalam Depdiknas (2006) adalah untuk
memberikan kompetensi sebagai berikut :
a). Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b). Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c). Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lain.
d). Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995) adalah sebagai berikut :
15
a Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian
Pendidikan Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,
memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan
rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.”
b Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai
golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama
di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran
pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta
perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh
rakyat Indonesia.
Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara
yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia
terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, Pancasila sejati” (Somantri, 2001).
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus
dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi :
16
a Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep, dan generalisasi teori.
b Keterampilan intelektual:
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks
seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis,
mensintesiskan, dan menilai.
2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan
bertanya dan mengetahui masalah; (b) keterampilan merumuskan
hipotesis; (c) keterampilan mengumpulkan data; (d) keterampilan
menafsirkan dan mneganalisis data; (e) keterampilan menguji hipotesis;
(f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan
mengkomunikasikan kesimpulan.
c Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal
afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
d Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam
keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada
siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta
bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty (Numan Somantri,
1975) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci
dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep
dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi
tes beserta penilaiannya.
a Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai
falsafah, dasar ideologi, dan pandangan hidup negara RI.
b Melek konstitusi (UUD NKRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas.
d Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan
kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005) bahwa tujuan negara
mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi
17
warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki
kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual;
memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Setiap kali kita mendengar kata kewarganegaraan, secara tidak langsung otak
merespon dan mengaitkan kewarganegaraan dengan pelajaran kewarganegaraan pada saat
18
sekolah, dan mata kuliah kewarganegaraan pada saat kita kuliah. Bisa jadi kata
kewarganegaraan di dalam memori otak tersimpan kuat karena setiap tahun dari sekolah
dasar hingga sekolah menengah atas ada pelajaran kewarganegaraan yang harus
dipelajari, dan ternyata saat kuliah juga ada. Dan di dalam bangku perkuliahan kita akan
mempelajari lebih dalam seberapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang di mana pada masanya nanti bibit ini
akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan
akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan
tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembenahan, pembekalan,
penentuan, dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang,
diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara.
Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari
masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat
19
loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat tercipta
rasa persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki. Masyarakat harus disadarkan untuk
segera mengabdikan dirinya pada negaranya, bersatu padu dalam rasa yang sama untuk
menghadapi krisis budaya, kepercayaaan, moral dan lain-lain. Negara harus
menggambarkan image pada masyarakat agar timbul rasa bangga dan keinginan untuk
melindungi serta mempertahankan Negara kita. Pendidikan kewarganegaraan adalah
sebuah sarana tepat untuk memberikan gambaran secara langsung tentang hal-hal yang
bersangkutan tentang kewarganegaraan pada mahasiswa.
Seperti yang pernah diungkapkan salah satu rektor sebuah universitas, ?tanpa
pendidikan kewarganegaraan yang tepat akan lahir masyarakat egois. Tanpa penanaman
nilai-nilai kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam
artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu
terkait dengan strategi kebudayaan.?
Beliau menambahkan bahwa ada tiga fenomena pasca perang dunia II,yaitu :
20
Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan
moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi
kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Sehingga dengan
mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang tata Negara, menumbuhkan
kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka takkan sulit untuk
menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia.
21
lebih luas juga tecakup dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun pengembangan
tersebut bisa dipelajari tanpa menempuh Pendidikan Kewarganegaran, akan lebih baik
lagi jika Pendidikan ini di manfaatkan untuk pengambangan diri seluas-luasnya.
Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah
dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan
mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga
menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap
tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu mengapa
Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat penting untuk kita pelajari.
Selain itu, mengingat Visi Pkn di perguruan tinggi menjadi sumber nilai
dan pedoman penyelenggaraan program studi untuk mengantarkan mahasiswa
mengembangkan kepribadiannya selaku WNI yang berperan aktif menegakkan
demokrasi menuju masyarakat madani.
22
Untuk itulah mengapa disetiap Perguruan Tingga ada mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Karena dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan inilah doktrin-doktrin Pancasila mulai ditanamkan didalam
jiwa setiap Mahasiswa, agar Mahasiswa mengenal, memahami, dan mengamalkan
nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar atau azas baginya nanti dalam berkarya
setelah lulus dari Perguruan Tinggi.
Kita ketahui bersama bahwa para kaum akademisi, atau para Mahasiswa
dan Mahasiswi yang saat ini duduk di bangku Perguruan Tinggi baik itu
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ataupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) kelak
akan menjadi seseorang yang memimpin bangsa ini dengan bidang keahliannya
masing-masing. Mereka akan berkarya dan membuat suatu karya yang akan
menentukan nasib bangsa ini kedepannya. Untuk itulah diperlukan penanaman
dan pemahaman nilai-nilai dasar Pancasila. Pancasila itu sendiri sifatnya empirik
karena digali oleh pengalaman nenek moyang bangsa Indonesia, telah mendarah
daging dalam diri insan Pancasilais, dan oleh karena itu terkristalisasi oleh nilai-
nilai luhur yang memancar pada sila-sila Pancasila.
23
2. Kepmendiknas No.045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
menetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan kelompok Mata Kuliah Pegembangan
Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program
studi/kelmpok program studi.
3. Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 43/Dikti/Kep/2006 tentang rambu-
rambu pelaksanaan pembelajaran kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian di perguruan tinggi, menetapkan status dan beban studi kelompok
mata kuliah Pengembangan Kepribadian. Bahwasannya beban studi untuk
Mata Kuliah Pendidikan Agama, Kewarganegaraan dan Bahasa masing-
masing sebanyak 3 sks.
24
Keempat kompetensi program pembelajaran KBK tersebut di atas
dikembangkan dengan menempatkan MPK sebagai dasar nilai pengembangan
ilmu, yaitu sebagai pedoman dan dasar kekaryaan. Seorang lulusan pendidikan
tinggi diharapkan mampu menerapkan bekal pendidikannya sebagai cara-cara
penemuan, pisau analisis (a method of inquiry) dalam memerankan dirinya
sebagai pencerah masyarakat, kehidupan berbangsa dan bernegara (Hamdan
Mansoer, 2004: 5).
25
yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pergeseran nilai dapat terjadi disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor eksternal adalah pengaruh dari adanya globalisasi
yang masuk kedalam bangsa kita. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang
bersumber dari bangsa Indonesia sendiri.
Sedangkan contoh dari faktor internal adalah faktor yang bersumber dari
bangsa Indonesia sendiri. Hal seperti ini dapat terjadi karena kurangnya
pemahaman seorang warga negara dalam memahami Pancasila. Pancasila
dianggap sebagai sebuah alat legitimasi kekuasaan Orde Baru yang tidak dapat
menyelesaikan krisis yang sedang dihadapi oleh negara. Pemikiran seperti ini
membuat semakin banyak orang yang menganggap remeh Pancasila, bahkan
menjadi anti Pancasila. Kesalahpahaman seperti ini menjadikan masyarakat telah
26
kehilangan sumber dan sarana orientasi terhadap nilai sikap anti Pancasila seperti
ini dapat menimbulkan masalah baru dalam masyarakat, yaitu berkurangnya sikap
nasionalisme.
27
Pancasila adalah falsafah yang identik dengan Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia juga sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai hsil
perenungan yang mendalam dari para tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia yang
semul untuk merumuskan dasar Negara yang akan merdeka adalah merupakan
suatu sistem filsafat, karena telah memenuhi ciri-ciri pokok filsafat. Untuk itu,
maka nilai-nilai dasar Pancasila yang telah mereka dapatkan di bangku Perguruan
Tinggi harus dijadikan sebagai Pedoman dan Sumber Orientasi. Sehingga disaat
mereka mencapai masa untuk berkarya, maka para Mahasiswa tersebut memiliki
pedoman yang jelas, yaitu nilai-nilai Pancasila. Sehingga terlaksana dengan
sempurnalah proses pengembangan kepribadian yang telah mereka jalani di
bangku Perguruan Tinggi.
1) Nilai Ketuhanan dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa : dalam Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak memberikan ruang sedikitpun bagi
faham Ateisme, Fundamentalisme, dan Ekstrimisme Keagamaan,
Sekularisme keilmuan, Antroposentrisme dan Kosmosentrisme. Sehingga
jelas yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah, keyakinan
dan pengakuan yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan terhadap suatu
Dzat Yang Maha Tunggal tiada duanya yang Sempurna sebagai Penyebab
Pertama.[8] Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini juga menempatkan
manusia dalam alam sebagai bagiannya dan bukan sebagai pusatnya. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa ini juga melengkapi ilmu pengetahuan
menciptakan perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara akal
dan fikiran. Sehingga, moral Pancasila yang pertama adalah Keyakinan
dan Kerukunan sebagai wujud nyata dari ketaqwaam dam keimanan.[9]
Karena hasil karya yang baik, selalu datang dari orang-orang yang berlatar
belakang baik.
Adapun perwujudan dari Ketuhanan Yang Maha Esa ini ialah sikap hidup,
pandangan hidup, dan taat kepada Tuhan dengan dibimbing ajaran
28
agamaNya, yang telah diwahyukan kepada orang-orang tertentu yang
biasa disebut para Rasul dan Nabi.[10]
2) Nilai Kemanusiaan dalam Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab :
Pengembangan Ilmu harus didasari pada tujuan awal ditemukan ilmu atau
fungsinya semula, yaitu untuk mencerdaskan, mensejahterakan, dan
memartabatkan manusia, ilmu tidak hanya untuk kelompok dan lapisan
tertentu. Untuk itu, maka Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
memberi arah dan pengendalian Ilmu Pengetahuan. Keadilan yang
dimaksud adalah keadilan yang benar bukan Keadilan yang tidak
berlandaskan pada kebenaran.[11]
3) Nilai Persatuan dalam Sila Persatuan Indonesia : Solidaritas pada
Subsistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas,
tetapi tidak mengganggu integrasi. Nilai Persatuan dalam Sila Persatuan
Indonesia sensinya adalah pengakuan Kebhinekaan dalam Persatuan:
Koeksistensi, Kohesivitas, Kesetaraan, Kekeluargaan, Supremasi Hukum.
Sila Persatuan Indonesia juga memiliki nilai yang mengkomplementasikan
universalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga supra sistem tidak
mengabaikan sistem dan sub sistem.
4) Nilai Kerakyatan dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan: Eksperimentasi
penerapan dan penyebaran Ilmu Pengehatuan harus demokratis dapat
dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian, dan
penerapan masal. Nilai Kerakyatan dalam Sila ke 4 ini esensinya adalah
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berkeadaban. Tidak
memberi ruang bagi egoisme keilmuan (puritanisme, otonomi keilmuan),
liberalisme dan individualism dalam konteks kehidupan. Nilai Kerakyatan
dalam Sila ke 4 ini juga mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan
teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa.
5) Nilai Keadilan dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,
menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan
kontributif, dan keadilan komulatif. Keadilan sosial juga menjaga
29
keseimbangan kepentingan antara individu dan masyarakat, karena
kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu.
Individualitas merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya
kreativitas dan inovasi. Dalam arti lain, keadilan bermakna melindungi
dan membantu yang tidak berdaya, tidak ada rasa cemburu sosial yang
tinggi karena tidak ada kelompok tertentu diberlakukan istimewa yang
didasarkan atas norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.[12]
30
2. berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara;
3. berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa-bangsa lainnya;
4. berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi (Standar Kompetensi Kewarganegaraan SMA/Aliyah Tahun
2003).
Selain itu, dari sisi teori dan implementasinya mata pelajaran PKn mempunyai
peran yang sangat penting dalam pendidikan untuk mengembangkan
pembangunan karakter melalui peran guru PKn. Sesuai dengan salah satu misi
mata pelajaran PKn paradigma baru yaitu sebagai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang perlu didukung dengan baik dan
nyata, dengan pendidikan karakter yang tepat akan dihasilkan output generasi
muda yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas secara lahir maupun
batin.
PKn sebagai salah satu mata pelajaran yang memiliki muatan dalam pendidikan
moral dan nasioalisme, merupakan sebuah mata pelajaran yang wajib mengambil
bagian dalam proses pendidikan karakter melalui peran guru PKn. Dengan
menerapkan metode pengajaran yang tepat dan didukung oleh semua jajaran
personel dilembaga pendidikan tersebut, maka guru PKn dapat mengambil
inisiatif untuk menjadi pendorong berlangsungnya program pembelajaran karakter
tersebut. Sebagai output dari pembelajaran PKn ini akan diperoleh generasi yang
memiliki sumber daya manusia yang benar-benar berkualitas sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
31
1. Dalam pembelajaran PKn sebaiknya dilakukan dengan pendekatan
komprehensif, baik komprehensif dalam isi, metode, maupun dalam
keseluruhan proses pendidikan. Isi pendidikan PKn hendaknya meliputi
semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan nilai pribadi sampai
nilai-nilai etika yang bersifat umum. Selain itu, guru PKn juga perlu
memahami dengan baik mengenai konsep dan indikator karakter yang
hendak diinternalisasikan kepada peserta didik supaya guru PKn dapat
membuat silabus dan RPP dengan baik sehingga dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif.
2. Metode pembelajaran PKn yang digunakan oleh guru PKn, harus
mengembangkan pembelajaran aktif dengan menggunakan banyak metode
belajar seperti penanaman nilai melalui studi pustaka, klarifikasi nilai
melalui mengamati/mengobservasi, analisis nilai melalui pemecahan
masalah/kasus, maupun diskusi kelas untuk menanamkan nilai berpikir
logis, kritis, kreatif dan inovatif.
3. Guru PKn hendaknya menjadi model atau contoh bagi peserta didik
sebagai guru yang berkarakter. Jadi dalam setiap sikap dan tindakan guru
PKn harus menggambarkan karakter yang diinternalisasikan kepada
peserta didiknya.
4. Untuk mewujudkan PKn sebagai bagian dari pendidikan karakter maka
harus menciptakan kultur sekolah yang kondusif bagi pengembangan
karakter peserta didik. Sehingga, kultur sekolah yang berupa norma-
norma, nilai-nilai, sikap, harapan-harapan, dan tradisi yang ada di sekolah
yang telah diwariskan dan dipegang bersama yang mempengaruhi pola
pikir, sikap, dan pola tindakan seluruh warga sekolah. Karena kultur
sekolah yang positif dan sehat akan berdampak pada motivasi, prestasi,
produktivitas, kepuasan serta kesuksesan siswa dan guru.
Dalam mencapai tujuan ini tentunya Pendidikan PKn tidak dapat berdiri sendiri,
tetapi harus bisa berkolaborasi dengan mata pelajaran yang lain, seperti mata
pelajaran agama. Pekerjaan ini memang bukan hanya bertumpu pada mata
pelajaran PKn tetapi mata pelajaran PKn akan menjadi dasar dan motor dalam
32
setiap kegiatan dan aktivitas yang ada, dan guru PKn akan menjadi pengontrol
dan pembimbing dalam pelaksanaannya. Tentu saja, untuk mewujudkan tujuan
ini, guru PKn harus didukung dan dibantu oleh semua warga sekolah melalui
kerjasama yang baik antara semua pihak, baik oleh kepala sekolah, guru, siswa,
serta komite sekolah.
33
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dalam era globalisasi diperlukan adanya suatu pola pendidikan yang mengarah
pada pembentukan karakter agar terciptanya manusia yang berkepribadian serta
berkarakter. Jadilah warga Negara Indonesia yang baik. Taat pada hukum dan norma-
norma yang berlaku, taat pada pancasila dan taat pada undan – undang dasar 1945.
34
DAFTAR PUSTAKA
Maswardi M. Amin (2011). Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta: Baduose Media.
http://biasamembaca.blogspot.co.id/2015/05/perkembangan-pendidikan-kewarganegaraan.html
Diakses pada 19-11-2016 pukul 20.00
http://nurdiansyahgundar.blogspot.co.id/2013/04/hakikat-mempelajari-pendidikan_1.html
diakses pada 19-11-16 pukul 21.00
http://dodirullyandapgsd.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-tujuan-dan-ruang-
lingkup_85.html diakses pada 19-11-16 pukul 22-30
35