Anda di halaman 1dari 17

PENANGANAN NYERI KRONIK

Rainhard Octovianto *, Purwito Nugroho**

ABSTRACT :

Effort to control or reduce the leven of pain has always been one important aspect of
medical therapy. Definition from IASP (International Association for the Study of Pain), pain
has a cognitive component , emotional component and behaviour component. World Health
Organization (WHO) recommended a pain ladder for managing analgesia for any type of
pain. The goal of pain management, especially in chronic pain management is to reduce the
morbidity of pain , increase the patient quality of life and paliative care due to terminal
illness.

Keywords : Chronic pain, Management , Therapy

ABSTRAK :

Usaha untuk mengendalikan atau mereduksi rasa nyeri merupakan salah satu aspek
penting dalam terapi medis. Berdasarkan IASP (International Association for the Study of
Pain), nyeri memiliki komponen sensoris , kognitif , emosional dan tingkah laku. The World
Health Association (WHO) merekomendasikan tangga nyeri yang digunakan untuk semua
jenis nyeri. Tujuan utama dari manajemen nyeri, khususnya nyeri kronik adalah untuk
mengurangi kesakitan , meningkatkan kualitas hidup dan terapi paliatif untuk pasien dalam
kondisi terminal

Kata Kunci : Nyeri Kronik, Manajemen, Terapi

*Coassistant Anestesi FK Untar periode 20 Januari 2014 – 09 Februari 2013

** Dokter Spesialis Anestesiologi di BLU RSUD Kota Semarang

1
PENDAHULUAN

Nyeri adalah mekanisme penting proteksi tubuh yang muncul apalbila jaringan sedang
rusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri tersebut
untuk menghindari kerusakan lebih jauh.1
Berdasarkan International Association for the study of Pain (IASP) nyeri didefinisikan
sebagai sensasi yang tidak menyenangkan , mengganggu dan menimbulkan pengalaman
emosi akibat adanya kerusakan jaringan atau yang berpotensi terjadinya kerusakan jaringan
atau sesuatu yang berarti kerusakan.1
Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri. Pengukuran nyeri
bersifat subjektif dan diukur dengan menggunakan skala FACES yang dimulai dari nilai ‘0’
(tidak dirasakan nyeri pada pasien) hingga ‘5’ (nyeri terburuk yang pernah dirasakan pasien).2
Klasifikasi nyeri secara umum terdiri dari nyeri akut dan nyeri kronik. Banyak data
yanbg menunjukan bahwa pada nyeri akut keluhan berhubungan langsung dengan trauma
jaringan, berbeda dengan nyeri kronik yang sulit memperlihatka bukti adanya kerusakan
jaringan sebagai sumber dari rasa nyeri.3
Penanganan nyeri bergantung dari jenis dan derjat rasa nyeri, serta tanggapan pada
obat analgesik. Pemberian dan penggantian obat analgesik dilakukan secara bertahap.
Tahapan digambarkan dengan Jenjang Analgesik dengan tiga tahap. Langkah pertama
mencakup analgesik non narkotik, misalnya aspirin atau parasetamol. Langkah kedua
mnemberi narkotik lemah, misalnya kodein. Sedangkah pada langkah ketiga diberikan
narkotik kuat, misalnya morfin.4
Praktek pengelolaan nyeri tidak hanya terbatas pada seorang ahli anestesi tetapi juga
meliputi dokter lain seperti dokter praktek dan selain dokter (psikolog , ahli urut , akupuntur ,
hipnosis , dll). Secara jelas, pendekatan yang paling efektif adalah secara multidisiplin. Untuk
dapat memberikan terapi yang tepat maka perlu pemahaman mengeni patofisiologi nyeri dan
langkah-langkah pemberian terapi berdasarkan jenis nyeri.

DEFINISI
Menurut IASP (International Association of the Study of Pain) nyeri didefinisikan
sebagai pengalaman sensoris atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan
yang nyata atau potensi kerusakan jaringan atau yang tergambarkan seperti itu.3

KLASIFIKASI

2
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kategori yaitu
1. Menurut Penyebabnya : nyeri nosiseptik, nyeri non nosiseptik.
2. Menurut Timbulnya nyeri : nyeri akut dan nyeri kronis.
3. Menurut Derajat nyerinya : nyeri ringan, sedang dan berat.

Menurut Timbulnya Nyeri


1. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang dialami dibawah 3 bulan. Nyeri akut dapat didefinisikan
sebagai nyeri yang disebabkan oleh rangsangan noksius karena kerusakan jaringan , proses
penyakit atau fungsi abnormal dari otot atau organ visera. 1 Berdasarkan penyebabnya nyeri
akut dapat dibagi menjadi :
1.1 Nyeri Somatik Luar
Nyeri tajam di kutis , subkutis , mukosa yang berdurasi pendek , lokalisasi
terpusat , tidak menjalar , biasa disebabkan oleh cidera , laserasi dan suhu panas
atau dingin.

1.2 Nyeri Somatik Dalam


Nyeri tumpul di otot , tulang , sendi , jaringan ikat yang lokalisasi terpust , tidak
menyebar , tidak menjalar , biasa disebabkan oleh cedera , iskemia , pergeseran.

1.3 Nyeri Viseral


Nyeri karena penyakit atau disfungsi organ dalam. Lokalisasi menyebar , menjalar
, biasa disebabkan oleh distensi , iskemia , spasme.

1.4 Nyeri Alih (reffered pain)


Nyeri khusus yang timbul akibat nyeri viseral yang menjalar ke organ lain,
sehingga nyeri dirasakan pada beberapa lokasi.

2. Nyeri Kronik
Merupakan nyeri yang dialami lebih dari 3 bulan. Sangat subjektif dan dipengaruhi
oleh kelakuan , kebiasaan dan lain-lainnya. Bentuk paling umum dari nyeri kronik termasuk
di dalamnya berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal , gangguan viseral krinik , lesi

3
pada saraf perifer , lesi pada radiks saraf , lesi pada ganglion dorsalis (termasuk neuropati
diabetikum , phantom limbs dan neuralgia post herpetica).1,4,5

Berdasarkan penyebabnya nyeri kronik dapat dibagi menjadi 2 yaitu nyeri neuropatik
dan nyeri psikogenik.1

Nyeri Akut Nyeri Somatik Somatik Superfisial


Somatik Dalam
Nyeri Viseral
Nyeri Kronik Nyeri Neuropatik
Nyeri Psikogenik
Tabel 1. Klasifikasi nyeri akut dan kronik. (dikutip dari daftar pustaka no.1)

Nyeri Akut Nyeri Kronik


Penyebab Reaksi inflamasi terhadap Lesi pada saraf perifer , radiks atau
kerusakan jaringan ganglion dorsalis

Psikologis
Durasi < 3 Bulan > 3 Bulan

Nyeri berkurang setelah luka Nyeri bertambah meskipun luka


membaik membaik
Respon Respon minimal hingga tidak ada
terhadap Berespon baik dengan pengobatan respon dengan pengobatan
Pengobatan
Kualitas Tidak berpengaruh terhadap Berpengaruh terhadap kualitas hidup
Hidup kualitas hidup secara jangka secara jangka panjang
panjang
Tabel 2. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronik. (dikutip dari daftar pustaka no.13)

PATOFISIOLOGI
ANATOMI JALUR NYERI

4
Jalur nyeri dimulai dari jalur saraf perifer dari kulit melewati dorsal root ganglion
menuju ke dorsal horn, kemudia menjadi tratus spinotalamicus. Saraf aferen primer
mengandung serat AB , Ao dan C akan berakhir di Cornu Dorsalis pada lamina-lamina
tertentu.4,5
Meningoreceptors AB berakhir di lamina III, IV , V , VI dan laminanya terus menuju
ke dorsal columns untuk nyeri tekan. Serat Ao yang mengandung mechanoreceptors berakhir
pada lamina III dan IV yang mengandung nocireceptors dan cold receptors berakhir di
laminal dan V untuk nyeri tajam yang terlokalisir dengan baik.4,5

Gambar 1 : Anatomi jalur nyeri (dikutip dari daftar pustaka no.5)

Serat C mengandung nocireceptors , thermoreceptors dan mechanoreceptors berakhir


4
di lamina I dan II untuk nyeri tumpul , terbakar dan nyeri tidak terlokalisir dengan baik.

5
Reseptor-reseptor ini diaktifkan oleh adanya rangsangan-rangsangan dengan intensitas tinggi,
misalnya berupa rangsangan termal, mekanik , elektrik dan rangsangan kimiawi.6,7

PATOFISIOLOGI NYERI
Berdasarkan penyebabnya nyeri dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan non
nosiseptif. Pada nyeri niosiseptif (somatic pain) nyeri berhubungan dengan kerusakan
hjaringan perifer. Rangsangan nosiseptif ditimbulkan oleh mediator nyeri yang dilepas pada
kerusakan jaringan perifer, misalnya nyeri pasca bedah karena sayatan operasi , luka
bakar,dll.4 Sedangkan nyeri non nosiseptif tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan,
melainkan pada disfungsi tau kerusakan pada neuron itu sendiri, mislkan pada beuropathic
diabeticum atau neuralgia post herpetica.4,8
Patofisiologi nyeri dibagi kedalam 4 rangkaian fase elektrofisiologik yaitu fase
transduksi , transmisi , modulasi dan persepsi.

1. Transduksi
Konversi stimulus menjadi impuls listrik terjadi pada tingkat jaringan yang
meradang. Pada fase ini didapatkan adanya protein transducer spesifik yang
diekspresikan dalam neuron dan dikonversi menjadi stimulus noksious yang
menembus membran , membentuk depolarisasi dan mengaktifkan terminal perifer.
Neuron transduksi diperankan oleh sutu nosireseptor berupa serabut Ao dan
serabut C yang memiliki kemampuan yang berbeda dalam mendeteksi suatu stimulus.
Serabut Ao mentransmisikan nyeri tajam dan tusukan, sedangkan serabut C
menghantarkan sensasi berupa sentuhan , getaran , suhu dan tekanan halus. Walaupun
ada perbedaan, kedua serabut ini memiliki jalur yang sama dalam menghantarkan
impuls.9,10
Seain dari peran serabut Ao dan C, disebutkan juga peran dari neuroregulator
yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek transmisi stimulus saraf ,
biasanya substansi ini ditemukan pada nosireseptor yaitu akhir saraf dalam kornu
dorsalis , medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik.
Neuroregulator ada dua macam, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator.
Neurotransmitter mengirimkan impuls listrik melewati celah sinaptik antara 2 serabut
saraf dan neuromodulator berfungsi memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur
transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung siyal saraf melalui
sinaps.4,11,12

6
2. Transmisi
Pada fase ini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron
di kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan diteruskan ke otak.
Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amini decarboxic glutamate, juga peptida
seperti substansia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-sinaptik.
Selanjutnya akan menungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas ,
durasi , lokasi dari stimuli perifer yang berbeda lokasi.
Secara umum ada dua cara bagaimana sensasi dapat mencapai susunan saraf
pusat, yaitu melalui traktus neospinothalamic untuk “nyeri cepat” dan traktus
neospinothalamic untuk “nyeri lambat”.12,13
Pada traktus neospinothalamik nyeri secara cepat ditransmisikan melalui
serabut saraf kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan
kemudian bersinapsis dengan dendrit pada thalamus melalui bantuan neutransmitter.
Akson dari neuron ini kemudian menuju ke otak dan menyebrang ke sisi lain melalui
comisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral yang kontralateral.
Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal dan bersinapsis dengan
dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepat-spontan ini dirasakan dalam waktu
1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam , tusuk dan gores.12,13
Pada traktus paleospinotalamik nyeri ditransmisikan ke serabut C ke lamina II
dan III dari cornu dorsalis yang dikenal dengan substansia gelatinosa. Impuls
kemudian dibawa oleh serabut saraf yang berakhir pada lamina V yang bersinaps
dengan neuron yang bergabung dengan serabut dari jalur cepat, menyebrangi sisi
berlawanan melalui comissura alba. Neuron kemudian berakhir dalam batang otak
dengan sepersepuluh serabut berhenti di thalamus dan lainnya pada medulla , pons
dan substansia grisea sentralis dari tectum mesencephalon.12,13
Traktus Spinoreticular membawa jalur aferen dan viscerosensorik yang
berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesenchepalik
mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang berbeda dalam
nukleus diencephali. Traktus spinolimbic termasuk bagian spinothalamic yang
mencapai kedua bagian lateral dan medial dari hypothalamus dan kemudian traktus
sponoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dan membawa signal ke
thalamus.10,12

7
3. Modulasi
Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan sistem inhibisi dari
transmisi berupa analgetik endogen. Konsep dari sistem ini yaitu berdasarkan suatu
sifat , fisiologik dan morfologik dari sirkuit yang termasuk koneksi antara
periaqueductal grey matter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar
dan menuju ke medulla spinalis. Analgesik endogen meliputi opiat endogen ,
serotonergik dan noradrenergik.4,12
Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di
kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak. Proses modulasi ini
dipengaruhi kepribadian , mnotivasi , pendidikan , status emosional dan kultur
seseorang.

4. Persepsi
Fase ini merupakan titik kesdaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu
menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang
kompleksi. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga
kemudia individu ini dapat bereaksi.11
Fase ini dimulai saat sinyal dari formatio reticularis dan thalamus dilanjutkan
ke area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang bisa mengatur emosi ini. Area ini
akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat
cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat dihindari.9.12

PENATALAKSANAAN
JENIS-JENIS OBAT ANTI NYERI

8
Gambar 2 : target obat analgetik (dikutip dari daftar pustaka no.7).
1. Golongan Opioid
Opiat berasal dari biji-bijian opium, opioid yang berarti mirip opiat
(opiatelike) adalah derivat opium termasuk opium natural dan sintetis. Opioid
merupakan obat penghilang nyeri terkuat, sayangnya masih banyak pemahaman yang
salah mengenai opioid sehingga menyebabkan banyaknya tulisan resep dokter yang
tidak tepat.14
Ada 5 grup reseptor opiat yang tersebar di dalam tubuh (otak , medulla
spinalis , saraf perifer , ganglion , medulla adrenal dan usus). Reseptor yang berbeda
akan memberikan efek farmakologis yang berbeda. Sebagian besar reseptor opioid di
otak berada pada PAG (periaqueductal grey). Stimulasi pada reseptor ini
mengaktifkan serabut desenden yang akan memodulasi neurotransmitter analgesik
endogen (nor epinephrine dan serotonin).14

2. Golongan Non-Opioid
Yang termasuk golongan non-opioid adalah golongan anti inflamasi non
steroid , golongan acetaminophen dan golongan tramadol.14
2.1 Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)

9
OAINS kerja memalui penghambatan enzim COX yang mencegah pemecahan
asam arakhidonat membentuk prostaglandin (PG). Prostaglandin akan memicu
reaksi inflamasi dan secara langsung akan mensensitisasi terminal saraf serabut C
di perifer terhadap stimulus termal , mekanis dan kimia. Karena sensitisasi ini
maka mediator kimia seperti bradikinin , histamin akan memberi efek yang lebih
besar terhadap reseptor nyeri.
OAINS akan menyebabkan iritasi lokal pada mukosa lambung secara
langsung dan tidak langsung. Dosis tinggi akan menurunkan sintesis PGE1 dan
PGI2 yang berguna menghambat sekresi asam lambung dan merangsang
pembentukan sito-protektif mukosa intestinal. Karena itu dapat menyebabkan
erosi gaster dan perdarahan gastr sekunder terutama ulcus pepticum, riwayat
perdarahan lambung , alkoholik dan usia lanhjut. Profilaksis dapat dilakukan
dengan pemberian H2 antagonis dananalog prostaglandin.14

Gambar 3 : jenis obat anti inflamasi non steroid (dikutip dari daftar pustaka no.5)

2.2 Obat acetaminophen


Acetaminophen adalah derivat parasetamol dan berbeda dengan OAINS
karena tidak mempunyai efek anti inflamasi. Obat ini baik untuk menghilangkan
nyeri sedang yang tidak memerlukan anti inflamasi. Obat ini sering dikombinasi
dengan narkotik (codein).14

10
Cara kerjanya masih belum jelas. Analgesia disebabkan oleh inhibisi NO
dalam medulla spinalis. NO adalah neurotransmitter yang dirilis pada kornu
dorsalis medula spinalis bila ada aktivasi dari serabut C. Dengan adanya NO pada
celah sinaptik akan terjadi aktivasi neuron traktus spinotalamikus. Selain itu
asetaminophen akan menginhibisi COX di otak, yang akan menyebabkan efek anti
piretik.

2.3 Obat tramadol


Tramadol menyebabkan analgesik melalui dua mekanisme yaitu melalui
ikatan lemah pada receptor MU karena merupakan agonis opioid yang lemah dan
memudahkan rilis dan reuptake serotonin atau norepinephrin. Tramadol lebih
banyak diserap melalui gastrointestinal dan parenteral, sehingga efek samping
yang paling sering terjadi adalah mual , muntah dan sakit kepala.14

2.4 Adjuvan
Obat adjuvan adalah obat yang digunakan untuk penanggulangan nyeri
walaupun mungkin tidak mempunyai efek analgetik. Obat ini menghilangkan
nyeri sebagai suatu sindrom atau potensiasi obat analgetika lain. Umumnya obat
ini digunakan seiring perkembangan pengetahuan fisiologi yang mendasari
nyeri.15

2.4.1 Obat Anti Depresan


Obat anti depresan sering digunakan untuk sindroma nyeri ytang
bersifat kronis. Obat anti depresan akan menginhibisi reuptak amine
biogenik kembali ke terminal saraf sehingga meningkatkan konsentasi dan
durasi kerja neurotransmitter pada sinaps. Neuron serotonergik dan
noradrenergik dalam batang otak akan mengihibisi input serabut C ke
medula spinalis. Obat anti depresan akan mengaktifkan neuron inhibisi
dsenden yang juga daktifkan oleh opioid. Anti depresan akan berpotensiasi
dengan serotonin dan norepinephrin yang dirilis oleh opioid.15

11
2.4.2 Obat Anti Konvulsan
Obat anti konvulsan efektif digunakan untuk penganggulangan
sindroma nyeri yang bersifat intermiten-tajam, neuropatik dan kontinu.
Obat yang sering digunakan adalah golongan carbamazepine , gabapentin
dan phenytoin. Cara kerja obat ini umumnya dengan memblok Sodium
Channel yang akan menekan fokus ektopik dalam otak , karenanya dapat
mencegah kejang dan mengurangi pelepasan fokus ektopik dari cidera
saraf perifer yang diperkirakan merupakan sebab dari nyeri intermiten
yang tajam.15

2.4.3 Obat antagonis alfa-1 dan agonis alfa-2


Sistem saraf simpatis terlibat dalam banyak sindroma nyeri kronis.
Terminal saraf perifer bertindak sebagai reseptor alfa yang menjadi aktif
pada keadaan nyeri neuropatik. Saraf akan melepas norepinefrin yang
menstimuli reseptor ini dan menyebabkan rasa nyeri, Alfa-2 agonis akan
menghambat pelepasan NE. Dengan cara ini obat membuat
simpatektomi.15
2.4.4 Obat Anti Aritmia
Obat anti aritmia berguna dalam penggunalangan sindroma nyeri yang
bersifat intermiten-tajam, tetapi juga untuk nyeri yang bersifat allodinia
dan dysesthetik. Obat yang poaling sering digunakan adalah golongan
Bretylium , Guanetidin dan Lidokain. Cara kerja obat ini sama seperti anti
konvulsan.15

ALGORITMA OBAT ANTI NYERI


Dalam menentukan jenis obat yang akan digunakan perlu dilakukan evaluasi
mengenai penyebab nyeri dan juga evaluasi derajat nyeri. Berikut algoritma penggunaan obat
anti nyeri :

12
Gambar 4 : algoritma obat anti nyeri (dikutip dari daftar pustaka no.14)

PENATALAKSANAAN NYERI KRONIK

Metode pengobatan untuk pasien dengan nyeri kronis adalah multimodal dan
termasuk penggunaan medikasi nyeri bukan narkotik seperti OAINS, analgetik opiod, anti
depressi, anti konvulsi dan beberapa prosedur penanganan nyeri. Beberapa prosedur
penanganan nyeri yang tersering adalah terdapat dalam tabel 2. sebagai tambahan , terapi
fisik, evaluasi psikiatrik dan penatalaksanaan, dan penanganan bedah yang selalu
dikoordinasikan melalui klinik nyeri. Dokter nyeri juga terkait dengan keterlibatan isu-isu
perawatan akhir hidup.

Prosedur Target Mekanisme Indikasi Sindrom


nyeri
Injeksi steroid Akar saraf Injeksi steroid untuk Diskus
epidural mengurangi inflamasi herniasi,stenosis
disekitar akar saraf spinal, stenosis
foraminal
Blokir cabang medial Ramus dorsal Injeksi anesetik lokal Tes diagnostik untuk
cabang medial menentukan jika
antropati facet
penyebab LBP
Ablasi radiofrekuensi Cabang medial Destruksi koagulatif cabang Intervensi terapatik
divisi posterior saraf medial jika antropati facet

13
dari saraf ditentukan sebagai
spinal penyebab low back
pain setelah blokir
cabang medial.
Injeksi poin pemacu Poin-poin Blokir anestetik local Nyeri miofasial
pemacu sensasi dari poin pemacu
Stimulator saraf Saraf tunjang 1. Menurunkan input Nyeri
tunjang kolum nosiseptif dan neuropati,angina,
posterior hipereksitibilitas nyeri iskemik
melalui peningkatan peripheral
neurotransmitter
( seperti GABA dan
adenonisin) dalam
nyeri neuropati.
2. Meningkatkan
aliran darah koroner
melalui perubahan
tonus simpatetik
Pompa intratekal Ruang Mengurangi dosis sistemik Pasien dengan nyeri
intratekal seperti opiod, jadi kanker
menurunkan efek samping
Blok neurolitik Pleksus keliak, Destruksi saraf/pleksus Pasien dengan
ganglion melalui fenol, alcohol atau perawatan paliatif
trigeminal, RFA
rantai
simpatetik
lumbar
Blok ganglion stelat Ganglion stelat Blokir eferen saraf Sindorma nyeri
simpatetik dengan anestetik kompleks regional
local
Tabel 2 : prosedur non-medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan nyeri kronik (dikutip dari
daftar pustaka no.14)

14
Gambar 5 : Perbedaan penggunaan obat anti nyeri pada pasien dengan nyeri akut dan nyeri kronik (dikutip
dari daftar pustaka no.15)

KESIMPULAN

Nyeri bukan hanya suatu modalitas sensorik akan tetapi merupakan pengalamnan.
Rasa nyeri merupajkan masalah yang unik, disatu pihak bersifat melindungi dan di pihak laon
merupakan suatu siksaan. Secara klinis penting untuk membagi nyeri menjadi dua kategori :
nyeri akut dan kronik.

Terdapat empat proses patofisioogi nyeri yang terjadi yaitu transduksi , transmisi ,
modulasi dan persepsi. Beberapa serabu aferen yang terlibat adalah serabut AB , Ao dan C.

Peran ahli anestesi selain diruang operasi juga di dalam mengelola nyeri akut maupun
kronik di klinik maupun di rumah sakit. Manajemen terapi nyeri merupakan hal yang
berkaitan dengan ilmu lain. Praktek dari terapi nyeri ini tidak terbatas pada ahli anestesiologi
saja melainkan melibatkan disiplin ilmu lain dan tenaga kesehatan lain baik medis maupun
non medis.

Manajemen nyeri, khususnya nyeri kronik melibatkan semua proses pengobatan yang
ada, farmakologis , intervensi diluar farmakologis seperti invernsi psikologis , tindakan
anestesi regional. Tujuan utama dari manajemen ini untuk mengurangi kesakitan ,
meningkatkan kualitas hidup dan terapi paliatif pada pasien dengan nyeri kronis.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan Ge, Mikhail Ms. Pain management. In : Clinical Anesthesiology. 4th ed.
United State of America: McGraw-Hill Companies, 2006: 359-411.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997:
760-765.
3. Australian and New Zealand College of Anesthesis and Faculty of Medicine. Chronic
Pain Management. Victoria. Australian Goverment NHMRC,2005: 1-6
4. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat. 2009: 25-
60.
5. Anatomi Jalur Nyeri. Available from: http://physioworks.com.au/FAQRetrieve.aspx?
ID=30895#.UO2UdqypIXI. Diunduh pada tanggal 2 Februari 2014.
6. Gede M. Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Denpasar: Bagian Anestesiologi dan terapi
Intensif Universitas Udayana. 2010: 217-227.
7. Soenarjo dkk, Anestesiologi. Semarang: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUP Kariadi; 2010: 295-305.
8. Rasa Nyeri. Available from: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=560.Diunduh pda
tanggal 2 Februari 2014.
9. Holdcroft A, Jaggar S. Core Topics in Pain. London: Cambridge University, 2005:
223.
10. Marwoto. Masalah Nyeri : Anatomi , Fisiologi dan Manajemen Nyeri Secara
Rasional. Semarang: Bagian/SMF Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. 2003: 1-6.
11. Budiman G. Basic Neuroanatomical Pathway. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2005: 5-11.
12. Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2004: 27-33.
13. Erna M. Penatalaksanaan Nyeri Kronik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2003: 12-15.
14. WHO Analgesic Ladder. Available from:
http://whatworksforpain.com/2010/02/understanding-chronic-pain. Diunduh pada
tanggal 2 Februari 2014.

16
15. Three step analgesic ladder for pain. Available from :
http://www.medicine.ox.ac.uk.bandolier/booth/painpag/wisdom/493HJM.html.
Diunduh pada tanggal 2 Februari 2014.

17

Anda mungkin juga menyukai