Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR 2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “HUBUNGAN HUKUM DAN
TANGGUNG JAWAB ANTARA INDUK DAN ANAK PERUSAHAAN DALAM HOLDING
COMPANY BUMN”.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Hukum Ekonomi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang perekonomian nasional pada bidang pertambangan dalam aspek Hukum Ekonomi
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1
Fahmy Hoessein, Pengawasan Manajemen Perusahaan Induk Terhadap Bank sebaga Perusahaan Anak
Dalam Kerangka Holding Company, Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, 1995, Hlm. 196.
2
Ahmad Yani dan Gunawaman Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, Jakarta, PT Rajagrafindo
Persada, 2006, Hlm, 152-153.
Melihat kondisi persaingan usaha di Indonesia pada saat ini, diharapkan kebijakan
Restrukturisasi BUMN dengan pembentukan Holding Company mampu meningkatkan posisi
kompetitif perusahaan melalui penajaman fokus bisnis, perbaikan skala usaha, dan
penciptaan core competencies yang akan menghasilkan BUMN yang memiliki daya saing
dan daya cipta tinggi sehingga diharapkan akan mampu unggul di pasar global. Melalui
pengelompokan BUMN ke dalam holding dimungkinkan terjadinya peningkatan penciptaan
nilai pasar perusahaan yakni untuk melipat gandakan nilai perusahaan yang ada saat ini.
Disamping itu melalui Holding diharapkan pula akan dapat meningkatkan keunggulan
kompetitif, karena akan memberikan fokus dan skala usaha yang lebih ekonomis, mampu
menciptakan corporate leverage sehingga dapat meningkatkan bargaining position.3 Selain
itu dapat pula menciptakan sinergi yang optimal perusahaan-perushaan dalam holding.4
Sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat dan Pemerintah Indonesia siap
mengahadapi persaingan khususnya di pasar global. Tetapi, adapula resiko yang dihadapi
jika sebuah holding company juga semakin beragam, salah satunya mengalami kepailitan.
Sudah menjadi kebutuhan umum, meskipun telah membentuk perusahaan-perusahaan
kecil, salah satu atau sebagian anak perusahaan, bahkan induk perusahaan itu sendiri
dalam holding company akan melakukan pinjaman atau disebut dengan kredit. Apabila
kredit tidak dapat dilunasi dan dapat ditagih karena telah jatuh tempo, tentu perusahaan
tersebut dapat diajukan pailit.
3
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis Berdasarkan Undang-undang Nomor 40
tahun 2007, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008), Hlm. 84-89.
4
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, (Jakarta : Erlangga, 2010), hal.
96
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN berdasarkan Pasal 1
angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan. Salah satu bentuk dari BUMN adalah berupa perseroan terbatas (PT) yang
mana menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang BUMN modalnya terbagi dalam saham
yang seluruh atau paling sedikit sahamnya dimilikib oleh Negara Republik Indonesia.
Perusahaan Induk dalam holding company adalah suatu perusahaan yang berbentuk
Perseroan Tebatas yang menjalankan pimipinan sentral pada perusahaan group untuk
mengendalikan dan mengkoordinasikan anak perusahaan , sehingga tidak terbatas pada
kepemilikan saham pada anak perusahaan saja. 6
5
Kurniawan, “Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Menurut Hukum Positif”, Mimbar
Hukum, Vol.26 No.1, Februari 2014, hlm 77
6
Ni Made Pratiwi Dharnayanti, “Hubungan Hukum Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas dengan
Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer”, Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan Universitas
Udayana 2016-2017, hlm 69.
yakni bahwa anak perusahaan akan menjalankan usaha dari Induk perusahaan, tetapi
dalam hal ini keduanya merupakan suatu entitas yang terpisah.
a. Lebih dari 50% (lima puluh persen) saham dimiliki oleh induk perusahaannya
b. Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk
perusahaannya, dan atau
c. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan
Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.
Didalam perseroan milik BUMN, berdasarkan Pasal 2A ayat (2) PP Nomor 72 Tahun
2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan
dan Penatausahaan Modal Negara pada Bahan Usaha Milik Negara dan Perseroan
Terbatas, , dalam hal kekayaan negara berupa saham mililk negara pada BUMN
sebagaimana dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain, maka BUMN
tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki
saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.
a) Proses Residu
Berdasarkan proses residu, perusahaan asal dipecah sesuai dengan masing-masing
dari sektor usahadan terhadap perusahaan yang sudah dipecah-pecah tersebut telah
menjadi perusahaan yang mandiri. Yang kemudian sisa atau residu dari perusahaan
asal dikonversi menjadi perusahaan holding, yang juga memegang saham pada
perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.
b) Prosedur Penuh
Menurut prosedur ini yang menjadi perusahaan holding bukanlah sisa dari
perusahaan asal, melainkan perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri
yang menjadi calon perusahaan holding dapat berupa perusahaan baru, salah satu
dari perusahaan yang telah ada namun kepemilikan masih dalam kepemilikan yang
sama (berhubungan), atau dengan akuisisi dari perusahaan lain yang sudah terlebih
7
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis Berdasarkan Undang-undang Nomor 40
tahun 2007, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008), hlm 103.
dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak memiliki keterkaitan
antara satu dengan lainnya.
c) Proses Terprogram
Menurut proses terpogram, perusahaan holding terbentuk sejak awal perusahaan
didirikan dalam groupnya. Selanjutnya, terhadap setiap bisnis yang akan dibentuk
atau diakuisisi oleh perusahaan lain, dimana kedudukan perusahaan holding sebagai
pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partern bisnis.
Karena bentuk dari Holding Company BUMN berupa Persero, maka dapat
didasarkan kepada Pasal 13 Undang-undang BUMN, bahwa organ dari persero BUMN
terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris.
B. Direksi
Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-undang BUMN, merupakan organ yang
bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan
BUMN, serta mewakili BUMN baik didalam dan diluar pengadilan. Selanjutnya
didalam Pasal 15 Undang-undang BUMN disebutkan bahwa pengangkatan dan
pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS dan karena RUPS diduduki oleh
Menteri maka ditentukan olehnya. Adapun kualifikasi dari Direksi didalam Pasal
16 antara lain :
1) Anggota direksi diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas,
kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik serta dedikasi yang
tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Persero
2) Pengangkatan anggota Diresi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan
dan kepatutan
3) Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan
kepatutan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan
pengangkatannya sebagai anggota Direksi
4) Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
5) Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang
anggota Direksi diangkat sebagai direktur utama.
C. Komisaris
Pada ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-undang BUMN, Komisaris merupakan
organ persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Persero. Terhap
pengangkatan dan pemberhentian Komisaris ditentukan dalam Pasal 27 Undang-
undang BUMN dilakukan oleh RUPS yang dalam hal Menteri yang bertindak
selaku RUPS akan ditetapkan oleh Menteri. Lebih lanjut mengenai persyaratan
pengangkatan Komisaris dapat dilihat dalam Pasal 28 Undang-undang BUMN ,
antara lain :
1) Anggota Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan intergritas, dedikasi,
memahami masalah-masalah manjemen perusahaan yang berkaitan dengan
salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang
usaha Persero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya
2) Komposisi Komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pengembalian keputusan dapat dilakukan secara efektif,
tepat dan cepat, serta dapat bertindak secara independen
3) Masa jabatan anggota Komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
4) Dalam hal Komisaris terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang
anggota Komisaris diangkat sebagai komisaris utama
5) Pengangkayan anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya dengan
pengangkatan anggota Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya
pada waktu pendirian.
Komisaris berdasarkan Pasal 31 Undang-undang BUMN memiliki tugas untuk
mengawasi Direksi dalam mejalankan kepengurusan Persero serta memberikan
nasihat kepada Direksi. Didalam Pasal 32 Undang-undang BUMN disebutkan
wewnang dari Komisaris antara lain:
1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada
Komisaris untuk memberikan persertujuan kepada Direksi dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu
2) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat
melakukan tindakan pengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu.
Bentuk penyertaan modal didalam BUMN berbentuk Persero terbagi dalam saham
yang menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang BUMN saham tersebut
seluruh atau paling sedikit berjumlah 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia dengan tujuan utama mengejar keuntungan.
Kemudian didalam Pasal 2A ayat (2) PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan
Modal Negara pada Bahan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, dalam hal
kekayaan negara berupa saham mililk negara pada BUMN sebagaimana dijadikan
penyertaan modal negara pada BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak
perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak
istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.
Selanjutnya pada Pasal 2A ayat (6) disebutkan, bahwa Anak perusahaan yang
dimaksud sebelumnya pada Pasal 2A ayat (2) kepemilikan sahammnya akan tetap
dimiliki sebagian besar oleh BUMN lain tersebut .Selain itu, karena BUMN dalam bentuk
Perseroan juga tunduk pada Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas oleh karena itu
BAB III
PEMBAHASAN
Peran dan Hubungan Hukum Induk dan Anak Perusahaan Dalam Holding Company
BUMN
8
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, 153
Antara induk perusahaan dan anak anak perusahaan memiliki keterkaitan satu sama
lain. Karena peran dari induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas dalam anak
perusahaan memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk dapat memberikan
instruksi dan pengawasan terhadap anak perusahaan. Keterkaitan induk dan anak
perusahaan dalam kontruksi perusahaan grup juga dapat disebabkan oleh RUPS (Rapat
Umum Pemegang Saham), melalui kontrak, dan penempatan direksi atau komisaris pada
anak perusahaan. Induk perusahaan dan anak perusahaan sama-sama memiliki entitas
hukum , sehingga berlaku pula hak dan kewajiban yang terbatas dalam lapangan harta
kekayaan (limited liability).9 Sehingga, apabila suatu badan hukum tersebut memiliki hutang,
maka pemegang saham tidak dapat untuk dimintai pertanggungjawaban dalam hal
pembayaran hutang tersebut begitu juga sebaliknya. Sebagai anak perusahaan Holding
company BUMN memiliki kekhususan yaitu statusnya dipersamakan dengan BUMN itu
sendiri. Kekhususan yang dimaksud dalam hal ini yaitu anak perusahaan juga menjalankan
bisnis tertentu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan pengertian Badan Usaha Milik Negara, yang
selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan. Yang mana modalnya tersebut terbagi dalam saham
yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh negara dengan tujuan untuk
mengejar keuntungan (pasal 1 ayat (2) UU BUMN). Pemegang saham negara diwakili oleh
seorang menteri yang ditunjuk dengan memperhatikan perundang-undangan. Namun dalam
hal ini menteri tidak berwenang terhadap anak perusahaan BUMN, karena saham yang
dimiliki oleh anak perusahaan BUMN bukan saham yang dimiliki oleh negara secara
langsung dan juga karena status anak perusahaan yang bukan sebagai BUMN. Hal ini
menjadi penegasan bahwa anak perusahaan BUMN bersifat mandiri (subjek hukum mandiri)
walaupun memiliki kedudukan dibawah pengaruh besar dari induk perusahaannya. Terdapat
dua model pengendalian perusahaan induk terhadap anak perusahaannya, yaitu :
9
Chintya Dewi Restyana S, Nikmah Mentari dan Sri Eka Wulandari, “Kepailitan Terhadap Anak Perusahaan
dalam Holding Company Badan Usaha Milik Negara”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 26, No. 2, 2019, p.
357.
Pada model ini, induk perusahaan bukan hanya menanamkan modal tetapi juga
menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan.10
Induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas (lebih dari 50%) pada saham
anak perusahaan memiliki kewenangan lebih besar atas pengurusan dan pengelolaan anak
perusahaan, di antaranya dalam hal mengontrol jalannya anak perusahaan melalui
mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) anak perusahaan. Seperti yang kita
ketahui, RUPS merupakan organ tertinggi dalam perseroan yang tidak diberikan kepada
direksi atau dewan komisaris. Induk perusahaan memiliki kewenangan tersebut dikarenakan
lebih dari 50% suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaan, sebagaimana yang
tercantum pada penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (PT). Walaupun saham induk perusahaan telah dikuasai oleh anak
perusahaannya baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak menjadikan saham
tersebut memiliki hak suara pada RUPS. Pengaturan ini sesuai dengan ketentuan pada
Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Sehingga, hak suara mayoritas masih ada pada induk perusahaan.
10
Rosida Diani, “Tanggung Jawab Holding Company Terhadap Pihak Ketiga Yang Terikat Hubungan Hukum
Dengan Anak Perusahaan”, file:///C:/Users/USER/Downloads/49-129-1-SM.pdf, diakses pada 11 November
2020 pukul 09.00 WIB.
11
Zainal Asikin dan L. Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perushaan, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2019, hlm. 82.
didominasi oleh induk perusahaan, maka penunjukkan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris dilakukan oleh induk perusahaan. Dengan penunjukkan tersebut, induk
perusahaan ikut mengendalikan kegiatan dan pengelolaan anak perusahaannya. Selain itu,
berdasarkan Pasal 19 UU PT Tahun 2007, pada RUPS juga dibahas perubahan anggaran
dasar. Dari anggaran dasar inilah, hak suara induk perusahaan yang mendominasi dapat
mempengaruhi jalannya anak perusahaan karena anggaran dasar menentukan operasional
suatu perusahaan.
Pada dasarnya, induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat oleh anak perusahaan, dan
tidak bertanggung jawab atas kerugian anak perusahaan melebihi saham yang dimilikinya.
Ketentuan ini terdapat pada Pasal 3 ayat (1) UU PT Tahun 2007 dan Pasal 40 ayat (2) Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Anak perusahaan merupakan badan hukum
mandiri, yang artinya ia beroperasi secara bebas tanpa campur tangan perusahaan lain
selama tidak bertentangan dengan anggaran dasar, dan terdapat pemisahan harta
kekayaan antara kekayaan perusahaan dan kekayaan pribadi. Ini merupakan prinsip
separate legal entity, yang mana induk perusahaan dan anak perusahaan adalah badan
hukum mandiri. Sehingga, perikatan yang dibuat oleh anak perusahaan dengan pihak ketiga
merupakan kewenangan anak perusahaan itu sendiri, dan tidak ada campur tangan dari
induk perusahaan. Hal ini yang dikenal dengan konsep tanggung jawab terbatas atau limited
liability. Artinya, tanggung jawab induk perusahaan hanya sebatas dengan jumlah saham
yang dimilikinya pada anak perusahaan.
Namun, terdapat pengecualian terhadap Pasal 3 ayat (1) UU PT Tahun 2007 yang
diatur pada Pasal 3 ayat (2) UU PT Tahun 2007. Pada pasal tersebut ada yang dinamakan
dengan prinsip piercing the corporate veil. Pengertian prinsip tersebut secara terjemahan
adalah merobek tudung perusahaan. Artinya, Induk perusahaan dapat dimintai
pertanggungjawaban di luar limited liability apabila pemegang saham terlibat dalam hal yang
dapat mengakibatkan kerugian pada perseroan12:
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan
itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh perseroan
12
Chintya Dewi Restyana S., Op.Cit, hlm. 362.
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan
perseroan menjadi tiak cukup untuk melunasi utang perseroan
Mengenai anak perusahaan yang merupakan badan hukum mandiri, kemandirian itu
dapat hilang maknanya jika induk perusahaan secara berlebihan mengatur kegiatan
operasional anak perusahaannya. Memang, secara tidak langsung induk perusahaan
berperan besar pada anak perusahaan dikarenakan hak suara yang dimilikinya
mendominasi di RUPS. Tetapi, hal tersebut bukan berarti setiap kegiatan anak perusahaan
diatur oleh induk perusahaan. Perlu ditekankan kembali bahwa antara induk perusahaan
dan anak perusahaan terdapat prinsip separate legal entity. Menurut teori ilmu hukum,
keterlibatan induk perusahaan terhadap kegiatan anak perusahaannya dibatasi dengan
pengangkatan direksi dan komisaris, dan melakukan hubungan kontraktual selama
keduanya tidak bertentangan dengan anggaran dasar. Jika ditemukan bahwa terjadi
perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan dengan pihak ketiga atas dasar instruksi
induk perusahaan yang menimbulkan kerugian pada pihak ketiga itu, berlaku prinsip
enterprise liability.13 Enterprise liability adalah tanggung jawab beberapa perusahaan
terhadap suatu kegiatan bersama. Prinsip tersebut menganggap induk perusahaan sebagai
pimpinan sentral yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Dengan demikian, makna
kemandirian pada anak perusahaan hilang.
Kemudian, terdapat tanggung jawab induk perusahaan yang lebih khusus, yakni
karena adanya kontrak yang bersifat kebendaan dan bersifat personal. Pada kontrak
kebendaan yang dilakukan induk perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan anak
perusahaan, induk perusahaan bertanggung jawab sampai batas-batas tertentu. Misalnya,
dalam hal aset-aset dari induk perusahaan ikut menjadi collateral (agunan) terhadap utang-
utang anak perusahaan.14 Sedangkan pada kontrak yang bersifat personal, induk
perusahaan melakukan penjaminan terhadap utang-utang anak perusahaan. Hal ini dapat
dilakukan melalui corporate guarantee, personal guarantee, atau garansi terbatas.15
Contoh Kasus
13
Skripsi: Rizky Aprilia Puspita Sari, Tanggung Jawab Hukum Bagi Induk Perusahaan Terhadap Kerugian Yang
Ditimbulkan Oleh Anak Perusahaan, 2016, hlm. 52-53,
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/78540
14
http://eprints.ums.ac.id/27051/7/02._NASKAH_PUBLIKASI2.pdf
15
Ibid.
PT Dunia Pangan sebagai holding usaha di divisi beras milik PT Tiga Pilar Sejahtera
Food Tbk (AISA)/TPS Food telah diputuskan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang,
kemarin Senin 6 Mei. Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISSI) menilai biasanya
investor pemegang saham TPS Food tak akan memperoleh apapun dari perusahaan yang
sudah dinyatakan pailit.
Ketua MISSI Sanusi mengatakan biasanya dalam kasus seperti ini, investor di
bagian induk usaha tak akan memperoleh apa-apa dari perusahaan sebab yang mengalami
kepailitan adalah anak usahanya. Sementara, jika ada kelebiihan dana saat penjualan aset,
maka dana tersebut akan masuk ke perusahaan induk.
Pemegang saham tidak dapat apa apa, karena yang pailit anak usaha. Kalau ada
lebih uang akan masuk ke perusahaan induk, Anak usaha TPS Food di divisi beras telah
dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang karena tak mampu membayarkan
pinjamannya ke sejumlah kreditor.
Diperkirakan utang tersebut nilainya mencapai Rp 3,8 triliun, senilai Rp 1,4 triliun
merupakan utang kepada kreditur separatis dan Rp 2,5 triliun utang kepada kreditor
konkruen. Adapun terdapat empat perusahaan divisi beras yang dinyatakan pailit, yakni PT
Dunia Pangan bersama dengan tiga anak usahanya PT Jatisari Rejeki, PT Indo Beras
Unggul dan PT Sukses Abadi Inti Karya.
Terkait putusan hakim Pengadilan Negeri Semarang atas Dunia Pangan dan anak
usaha tersebut, manajemen TPS Food menyatakan sedang menyiapkan langkah hukum
untuk merespons putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Semarang.16
Analisis Kasus
Terkait kasus tersebut, maka terdapat hubungan antara induk perusahaan dan anak
perusahaan dalam hal apabila anak perusahaan telah dinyatakan pailit. Pasal 3 ayat (1) UU
PT Tahun 2007 menetapkan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas
pada saham yang dimilikinya pada suatu perseroan. Induk perusahaan menyetorkan modal
kepada anak perusahaan, sehingga dalam hal ini anak perusahaan akan mengeluarkan
surat saham kepada induk perusahaan sebagai tanda kepemilikan atas perusahaan
tersebut. Dengan demikian, modal yang disetorkan induk perusahaan kepada anak
perusahaan itu sepenuhnya akan menjadi harta kekayaan anak perusahaan yang terpisah
dari kekayaan milik induk perusahaan. Sehingga, berdasarkan hal tersebut apabila anak
perusahaan dinyatakan pailit, maka atas setoran modal dari induk perusahaan tersebut akan
16
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190507180853-17-71066/anak-usaha-tps-food-pailit-
bagaimana-nasib-investor
masuk ke dalam boedel pailit atau termasuk sebagai objek harta pailit yang
penyelesaiannya tunduk pada UU KPKPU.
Lalu timbul pertanyaan akan sejauh apa induk perusahaan dapat dimintai
pertanggungjawaban. Untuk itu, dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (1) UU PT Tahun 2007 yang
menentukan tanggung jawab terbatas atau limited liability pemegang saham (dalam kasus
ini adalah induk perusahaan). Ia tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat oleh anak perusahaan, dan tidak bertanggung jawab atas kerugian anak perusahaan
melebihi saham yang dimilikinya. Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila hal-hal yang
dicantumkan pada Pasal 3 ayat (2) UU PT Tahun 2007 dapat dibuktikan kebenarannya
dalam kasus ini dengan prinsip yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Maka, induk
perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban melebihi jumlah saham yang dimilikinya
BAB IV
KESIMPULAN
Antara induk perusahaan dan anak anak perusahaan memiliki keterkaitan satu sama
lain. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam kontruksi perusahaan grup juga dapat
disebabkan oleh RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), melalui kontrak, dan
penempatan direksi atau komisaris pada anak perusahaan. Induk perusahaan dan anak
perusahaan sama-sama memiliki entitas hukum , sehingga berlaku pula hak dan kewajiban
yang terbatas dalam lapangan harta kekayaan (limited liability). Kehadiran anak perusahaan
dalam holding company dilakukan untuk memperkuat induk perusahaan itu sendiri
khususnya bagi kepentingan ekonomi. Dalam hal manajemen bisnis yang dilakukan oleh
anak perusahaan, induk perusahaan tidak berwenang secara hukum untuk ikut campur.
Namun, induk perusahaan dapat terlibat dalam hal manajemen bisnis yang dilaksanakan
oleh anak perusahaan melalui direktur dan komisaris yang diangkat oleh induk perusahaan
sebagai pemegang saham pada anak perusahaan dan dapat juga melalui hubungan
kontraktual selama tidak bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan.
Ahmad Yani dan Gunawaman Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, Jakarta, PT
Rajagrafindo Persada, 2006
Chintya Dewi Restyana S, Nikmah Mentari dan Sri Eka Wulandari, “Kepailitan Terhadap
Anak
Perusahaan dalam Holding Company Badan Usaha Milik Negara”, Jurnal Hukum Ius
Quia Iustum, Vol. 26, No. 2, 2019
Fahmy Hoessein, Pengawasan Manajemen Perusahaan Induk Terhadap Bank sebagai
Perusahaan Anak Dalam Kerangka Holding Company, Skripsi Sarjana Universitas
Indonesia, 1995
Kurniawan, “Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Menurut Hukum
Positif”, Mimbar Hukum, Vol.26 No.1, Februari 2014
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis Berdasarkan Undang
undang Nomor 40 tahun 2007, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008
Rosida Diani, “Tanggung Jawab Holding Company Terhadap Pihak Ketiga Yang Terikat
Hubungan Hukum Dengan Anak Perusahaan”, diakses pada 11 November 2020
pukul 09.00 WIB. file:///C:/Users/USER/Downloads/49-1291-SM.pdf,
Rizky Aprilia Puspita Sari, Skripsi: Tanggung Jawab Hukum Bagi Induk Perusahaan
Terhadap Kerugian Yang Ditimbulkan Oleh Anak Perusahaan, 2016,
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/78540
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, Jakarta
:Erlangga, 2010
Zainal Asikin dan L. Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perushaan, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2019
http://eprints.ums.ac.id/27051/7/02._NASKAH_PUBLIKASI2.pdf
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190507180853-17-71066/anak-usaha-tps-food-
pailit-bagaimana-nasib-investor