Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB ANTARA INDUK DAN ANAK

PERUSAHAAN DALAM HOLDING COMPANY BUMN

Diajukan untuk memenuhi tugas makalah kelompok Hukum Perusahaan kelas C

Dosen Pembimbing:

Dr. Hj.R. Kartikasari ,S.H., M.H.

Dr.Anita Afriana ,S.H., M.H

Disusun Oleh:

Vega Noor Raisya 110110180238

Devi Novitasari 110110180271

Anggita Salmia 110110180272

Sharon Wijaya 110110180275

Syifa Afiani 110110180284

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS HUKUM - PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

JATINANGOR 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “HUBUNGAN HUKUM DAN
TANGGUNG JAWAB ANTARA INDUK DAN ANAK PERUSAHAAN DALAM HOLDING
COMPANY BUMN”.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Hukum Ekonomi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang perekonomian nasional pada bidang pertambangan dalam aspek Hukum Ekonomi
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jatinangor, 12 November 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Seiring dengan meluasnya bisnis dari suatu perusahaan maka diperlukan


penggolongan untuk mengelola bisnisnya. Merupakan kebutuhan pula agar bisnis yang
terbagi menjadi beberapa golongan tersebut dikomandoi oleh suatu perusaan yang mandiri.
Holding company atau disebut juga induk perusahaan, merupakan sebuah perusahaan
sentral yang bertujuan untuk memiliki saham pada satu atau lebih perusahaan lain dan/atau
mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.1 Biasanya, suatu perusahaan holding
memiliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang berbeda-beda.
Dengan kata lain kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak-anak
perusahaan dan selanjutnya melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen pada anak-
anak perusahaan.2 Pendirian Holding Company di Indonesia pada dasarnya belum memiliki
aturan yang pasti, karena belum ada ditetapkan mengenai undang-undang tentang holding
company di Indonesia sampai saat ini.

Bentuk holding company di Indonesia sendiri pada umumnya berbentuk Perseroan


Terbatas maka syarat dan ketentuan pendirian holding company tunduk kepada aturan
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
Meskipun tunduk pada UU PT, akan tetapi karena kekhususannya sebagai Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), maka tidak terlepas pula tunduk pada Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN). Hal ini disebut sebagai
sinergitas dan harmonisasi regulasi yang saling mengisi dan melengkapi suatu produk
dalam tataran hukum yang bijak. Tujuan dibentuknya BUMN juga untuk mengurangi
ketergantungan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sekaligus
sebagai pengejawantahan dari Pasal 33 UUD NRI 1945 tentang Perekonomian dan
Kesejahteraan Sosial. Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 kemudian
diimplementasikan dalam wujud BUMN, karena memang sektor penting negara dan hajat
hidup orang banyak menjadi sasaran objek bisnis BUMN. Seperti halnya dengan Perseroan
lain yang berharap dapat memperkokoh kegiatan bisnisnya, BUMN sebagai badan usaha
turut melebarkan sayapnya untuk menguasai sektor pasar dibeberapa bidang, baik sejenis
maupun tidak sejenis.

1
Fahmy Hoessein, Pengawasan Manajemen Perusahaan Induk Terhadap Bank sebaga Perusahaan Anak
Dalam Kerangka Holding Company, Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, 1995, Hlm. 196.
2
Ahmad Yani dan Gunawaman Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, Jakarta, PT Rajagrafindo
Persada, 2006, Hlm, 152-153.
Melihat kondisi persaingan usaha di Indonesia pada saat ini, diharapkan kebijakan
Restrukturisasi BUMN dengan pembentukan Holding Company mampu meningkatkan posisi
kompetitif perusahaan melalui penajaman fokus bisnis, perbaikan skala usaha, dan
penciptaan core competencies yang akan menghasilkan BUMN yang memiliki daya saing
dan daya cipta tinggi sehingga diharapkan akan mampu unggul di pasar global. Melalui
pengelompokan BUMN ke dalam holding dimungkinkan terjadinya peningkatan penciptaan
nilai pasar perusahaan yakni untuk melipat gandakan nilai perusahaan yang ada saat ini.
Disamping itu melalui Holding diharapkan pula akan dapat meningkatkan keunggulan
kompetitif, karena akan memberikan fokus dan skala usaha yang lebih ekonomis, mampu
menciptakan corporate leverage sehingga dapat meningkatkan bargaining position.3 Selain
itu dapat pula menciptakan sinergi yang optimal perusahaan-perushaan dalam holding.4
Sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat dan Pemerintah Indonesia siap
mengahadapi persaingan khususnya di pasar global. Tetapi, adapula resiko yang dihadapi
jika sebuah holding company juga semakin beragam, salah satunya mengalami kepailitan.
Sudah menjadi kebutuhan umum, meskipun telah membentuk perusahaan-perusahaan
kecil, salah satu atau sebagian anak perusahaan, bahkan induk perusahaan itu sendiri
dalam holding company akan melakukan pinjaman atau disebut dengan kredit. Apabila
kredit tidak dapat dilunasi dan dapat ditagih karena telah jatuh tempo, tentu perusahaan
tersebut dapat diajukan pailit.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditemukan permasalahan sebagai


berikut:

1. Bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan (holding company) dan


anak perusahaan (subsidiary company) dalam BUMN?
2. Bagaimana tanggung jawab induk perusahaan (holding company) terhadap
perikatan yang dilakukan anak perusahaan (subsidiary company) dalam
perusahaan kelompok?

3
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis Berdasarkan Undang-undang Nomor 40
tahun 2007, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008), Hlm. 84-89.
4
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, (Jakarta : Erlangga, 2010), hal.
96
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Prinsip Limited Liability dalam Perseroan Terbatas

Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN berdasarkan Pasal 1
angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan. Salah satu bentuk dari BUMN adalah berupa perseroan terbatas (PT) yang
mana menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang BUMN modalnya terbagi dalam saham
yang seluruh atau paling sedikit sahamnya dimilikib oleh Negara Republik Indonesia.

Dalam perseroan terbatas, dikenal adanya prinsip pertanggungjawaban terbatas


atau limited liability. Prinsip ini dapat ditemukan didalam Pasal 3 ayat (1) Undang-
undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa pemegang saham
perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama
perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang
dimiliki. Para pemegang saham memiliki imunitas dari kewajiban dan tanggung jawab
dari persero dengan pemegang saham terdaoat perbedaan dan pemisahan (legal
personality). 5Prinsip ini kemudian menjadi ciri dari perseroan sesuai dengan penjelasan
pasal yang ada didalam Undang-undang tersebut.

Perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas dalam mewujudkan prinsip limited


liability, dapat mendirikan anak perusahaan atau subsidiary company.

2. Pengertian Induk Perusahaan dan Anak Perusahaan

Perusahaan Induk dalam holding company adalah suatu perusahaan yang berbentuk
Perseroan Tebatas yang menjalankan pimipinan sentral pada perusahaan group untuk
mengendalikan dan mengkoordinasikan anak perusahaan , sehingga tidak terbatas pada
kepemilikan saham pada anak perusahaan saja. 6

Sedangkan Anak perusahaan atau subsidiary company, merupakan perseroran yang


mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya. Hubungan diantara keduanya

5
Kurniawan, “Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Menurut Hukum Positif”, Mimbar
Hukum, Vol.26 No.1, Februari 2014, hlm 77
6
Ni Made Pratiwi Dharnayanti, “Hubungan Hukum Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas dengan
Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer”, Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan Universitas
Udayana 2016-2017, hlm 69.
yakni bahwa anak perusahaan akan menjalankan usaha dari Induk perusahaan, tetapi
dalam hal ini keduanya merupakan suatu entitas yang terpisah.

Didalam penjelasan Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang


Perseroan Terbatas, anak perusahaan dapat terjadi karena :

a. Lebih dari 50% (lima puluh persen) saham dimiliki oleh induk perusahaannya
b. Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk
perusahaannya, dan atau
c. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan
Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.

Didalam perseroan milik BUMN, berdasarkan Pasal 2A ayat (2) PP Nomor 72 Tahun
2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan
dan Penatausahaan Modal Negara pada Bahan Usaha Milik Negara dan Perseroan
Terbatas, , dalam hal kekayaan negara berupa saham mililk negara pada BUMN
sebagaimana dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain, maka BUMN
tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki
saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.

3. Proses Terbentuknya Holding Company

Didalam proses pembentukan perusahaan holding dikenal adanya tiga prosedur


antara lain7:

a) Proses Residu
Berdasarkan proses residu, perusahaan asal dipecah sesuai dengan masing-masing
dari sektor usahadan terhadap perusahaan yang sudah dipecah-pecah tersebut telah
menjadi perusahaan yang mandiri. Yang kemudian sisa atau residu dari perusahaan
asal dikonversi menjadi perusahaan holding, yang juga memegang saham pada
perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.

b) Prosedur Penuh
Menurut prosedur ini yang menjadi perusahaan holding bukanlah sisa dari
perusahaan asal, melainkan perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri
yang menjadi calon perusahaan holding dapat berupa perusahaan baru, salah satu
dari perusahaan yang telah ada namun kepemilikan masih dalam kepemilikan yang
sama (berhubungan), atau dengan akuisisi dari perusahaan lain yang sudah terlebih

7
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis Berdasarkan Undang-undang Nomor 40
tahun 2007, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008), hlm 103.
dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak memiliki keterkaitan
antara satu dengan lainnya.

c) Proses Terprogram
Menurut proses terpogram, perusahaan holding terbentuk sejak awal perusahaan
didirikan dalam groupnya. Selanjutnya, terhadap setiap bisnis yang akan dibentuk
atau diakuisisi oleh perusahaan lain, dimana kedudukan perusahaan holding sebagai
pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partern bisnis.

4. Dasar Hukum Holding Company


Hingga saat ini belum ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
secara khusus perihal holding company. Namun holding company dapat ditemukan pada
beberapa ketentuan berikut antara lain :
a. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
b. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
c. Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
d. PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005
tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Bahan
Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas

5. Struktur Kepengurusan Holding Company BUMN

Karena bentuk dari Holding Company BUMN berupa Persero, maka dapat
didasarkan kepada Pasal 13 Undang-undang BUMN, bahwa organ dari persero BUMN
terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris.

A. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)


Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Undang-undang BUMN, merupakan organ
persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam persero dan memegang
segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Dalam
BUMN berdasarkan Pasal 14 Undang-undang BUMN, Menteri bertindak sebagai
RUPS dalam hal seluruh saham persero dimiliki negara dan bertindak selaku
pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh
sahamnya dimiliki oleh negara. Dalam hal ini menteri tidak diperbolehkan
memberikan kuasa dengan hak subtitusi kepada perorangan atau badan hukum
untuk mewakilinya dalam RUPS. Adapun yang dimaksud sebagai pihak yang
menerima kuasa wajib terlebih dulu mendapat persetujuan Menteri untuk
mengambil keputusan dalam RUPS mengenai :
a) Perubahan modal
b) Perubahan anggaran dasar
c) Rencana penggunaan laba
d) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran
persero
e) Investasi dan pembiayaan jangka panjang
f) Kerja sama Persero

B. Direksi
Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-undang BUMN, merupakan organ yang
bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan
BUMN, serta mewakili BUMN baik didalam dan diluar pengadilan. Selanjutnya
didalam Pasal 15 Undang-undang BUMN disebutkan bahwa pengangkatan dan
pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS dan karena RUPS diduduki oleh
Menteri maka ditentukan olehnya. Adapun kualifikasi dari Direksi didalam Pasal
16 antara lain :
1) Anggota direksi diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas,
kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik serta dedikasi yang
tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Persero
2) Pengangkatan anggota Diresi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan
dan kepatutan
3) Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan
kepatutan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan
pengangkatannya sebagai anggota Direksi
4) Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
5) Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang
anggota Direksi diangkat sebagai direktur utama.

Mengenai kewajiban dari Direksi, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 21


Undang-undang BUMN, antara lain :

1) Direksi wajib menyiapkan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang


merupakan penjabatan tahunan dari rencana jangka panjang
2) Direksi wajib menyampaikan rancangan kerja dan anggaran perusahaan
kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan
Terhadap jabatan Direksi menurut Pasal 25 Undang-undang BUMN, anggota
dilarang memiliki jabatan rangkap sebagai anggota Direksi pada BUMN, BUMD,
Badan Usaha Milik Swasta dan jabatan yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan, jabatan structural dan fungsional lainnya pada instansi atau
lembaga pemerintah pusah dan daerah atau jabatan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Komisaris
Pada ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-undang BUMN, Komisaris merupakan
organ persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Persero. Terhap
pengangkatan dan pemberhentian Komisaris ditentukan dalam Pasal 27 Undang-
undang BUMN dilakukan oleh RUPS yang dalam hal Menteri yang bertindak
selaku RUPS akan ditetapkan oleh Menteri. Lebih lanjut mengenai persyaratan
pengangkatan Komisaris dapat dilihat dalam Pasal 28 Undang-undang BUMN ,
antara lain :
1) Anggota Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan intergritas, dedikasi,
memahami masalah-masalah manjemen perusahaan yang berkaitan dengan
salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang
usaha Persero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya
2) Komposisi Komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pengembalian keputusan dapat dilakukan secara efektif,
tepat dan cepat, serta dapat bertindak secara independen
3) Masa jabatan anggota Komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
4) Dalam hal Komisaris terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang
anggota Komisaris diangkat sebagai komisaris utama
5) Pengangkayan anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya dengan
pengangkatan anggota Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya
pada waktu pendirian.
Komisaris berdasarkan Pasal 31 Undang-undang BUMN memiliki tugas untuk
mengawasi Direksi dalam mejalankan kepengurusan Persero serta memberikan
nasihat kepada Direksi. Didalam Pasal 32 Undang-undang BUMN disebutkan
wewnang dari Komisaris antara lain:
1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada
Komisaris untuk memberikan persertujuan kepada Direksi dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu
2) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat
melakukan tindakan pengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu.

Anggota Komisaris berdasarkan Pasal 33 Undang-undang BUMN juga dilarang


merangkap jabatan. Adapun terhadap jabatan yang dimaksud antara lain sebagai
anggota Direksi pada BUMN, BUMD, Badan Usaha Milik Swasta dan jabatan lain
yang menimbulkan benturan kepentingan, serta jabatan lain yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undagan.

6. Modal dalam Perseroran Holding Company BUMN

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang


Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut sebagai UU BUMN), BUMN adalah
badan usaha yang seluruhnya atua sebagian besar modalnya dimiliki oleh negeara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan. Peran BUMN diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor
perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur,
pertambangan, keuangan, telekomunikasi, listrik, industri dan perdagangan, serta
kontruksi.

Untuk menjalankan usahanya, sebagai badan usaha, BUMN tentu membutuhkan


modal. Modal BUMN terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan dan terbagi atas
saham-saham. Penyertaan modal ini akan menjadi bagian ekuitas BUMN yang terwakili
dalam saham BUMN. Modal sangat dibutuhkan oleh perusahaan karena dijadikan
sebagai sumber dana untuk melaksanakan kegiatan operasional, investasi dan
pembiayaan perusahaan.

Modal dari BUMN berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003


tentang BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penyertaan modal
negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)


b. Kapitalisasi cadangan
c. Sumber lainnya
Selanjutnya didalam Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan
Modal Negara pada Bahan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Penyertaan
Modal Negara yang berasal dari APBN meliputi kekayaan Negara berupa dana segar,
barang milik negara, piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas, dan/atau
aset negara lainnya. Terhadap sumber pernyetaan modal negara yang berasal dari
sumber lainnya tersebut meliputi antara lain keuntungan revaluasi aset, dan/atau agio
saham.

Berdasarkan Undang-Undang BUMN, salah satu tujuan BUMN adalah menghasilkan


keuntungan dalam usaha meningkatkan nilai perusahaannya. Oleh karena itu, salah
satu tujuan pemberian PMN adalah agar BUMN mampu meningkatkan kinerjanya dan
juga tetap memberikan layanan dan barang kepada masyarakat sesuai amanat Undang-
Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bentuk penyertaan modal didalam BUMN berbentuk Persero terbagi dalam saham
yang menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang BUMN saham tersebut
seluruh atau paling sedikit berjumlah 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia dengan tujuan utama mengejar keuntungan.

Kemudian didalam Pasal 2A ayat (2) PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan
Modal Negara pada Bahan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, dalam hal
kekayaan negara berupa saham mililk negara pada BUMN sebagaimana dijadikan
penyertaan modal negara pada BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak
perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak
istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.

Selanjutnya pada Pasal 2A ayat (6) disebutkan, bahwa Anak perusahaan yang
dimaksud sebelumnya pada Pasal 2A ayat (2) kepemilikan sahammnya akan tetap
dimiliki sebagian besar oleh BUMN lain tersebut .Selain itu, karena BUMN dalam bentuk
Perseroan juga tunduk pada Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas oleh karena itu
BAB III

PEMBAHASAN

Peran dan Hubungan Hukum Induk dan Anak Perusahaan Dalam Holding Company
BUMN

Holding company merupakan suatu perusahaan induk yang membawahi beberapa


perusahaan dibawahnya yang berada dalam satu grup perusahaan. Holding company
berperan sebagai pemegang saham dalam anak perusahaannya sehingga dapat mengatur
anak perusahaan tersebut. Dalam hal perencanaan, pengembangan, dan pengendalian
kerja merupakan peranan penting dari holding company terhadap anak perusahaannya
dalam rangka untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Perlu
diperhatikan bahwa perusahaan-perusahaan yang terkait dalam perusahaan grup harus
berupa perusahaan yang berstatus badan hukum seperti halnya PT (Perseroan Terbatas)
sehingga, dengan begitu memiliki kedudukan sebagai entitas hukum yang mandiri dan
independen sebagai subjek hukum.

Terkait pengaturan holding company BUMN di Indonesia belum terdapat peraturan


khusus dalam perundang-undangan yang mengatur hal tersebut sehingga Indonesia masih
berpedoman dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, hal
ini sejalan dengan ketentuan pasal 11 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.
Holding Company atau yang dapat disebut sebagai induk perusahaan adalah suatu
perusahaan yang melakukan kegiatan utama yaitu melaksanakan investasi pada anak
perusahaannya dan juga melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen anak
perusahaannya.8 Dapat diartikan bahwa induk perusahaan berperan sebagai pimpinan
sentral yang melaksanakan hak atau menggambarkan suatu kemungkinan pengaruh yang
bersifat menentukan dan memiliki kewenangan dalam mengoordinasikan dan
mengendalikan anak perusahaan. Kewenangan tersebut diperoleh oleh holding company
karena sifatnya sebagai pemegang saham mayoritas pada anak-anak perusahaannya.
Holding company BUMN merupakan salah satu langkah yang dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Jika dalam perusahaan grup bergerak dalam
bidang bisnis yang berbeda maka dapat disebut sebagai holding secara vertikal, sedangkan
apabila perusahaan grup tersebut bergerak dalam bisnis yang sama maka dapat disebut
sebagai holding secara horizontal.

8
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, 153
Antara induk perusahaan dan anak anak perusahaan memiliki keterkaitan satu sama
lain. Karena peran dari induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas dalam anak
perusahaan memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk dapat memberikan
instruksi dan pengawasan terhadap anak perusahaan. Keterkaitan induk dan anak
perusahaan dalam kontruksi perusahaan grup juga dapat disebabkan oleh RUPS (Rapat
Umum Pemegang Saham), melalui kontrak, dan penempatan direksi atau komisaris pada
anak perusahaan. Induk perusahaan dan anak perusahaan sama-sama memiliki entitas
hukum , sehingga berlaku pula hak dan kewajiban yang terbatas dalam lapangan harta
kekayaan (limited liability).9 Sehingga, apabila suatu badan hukum tersebut memiliki hutang,
maka pemegang saham tidak dapat untuk dimintai pertanggungjawaban dalam hal
pembayaran hutang tersebut begitu juga sebaliknya. Sebagai anak perusahaan Holding
company BUMN memiliki kekhususan yaitu statusnya dipersamakan dengan BUMN itu
sendiri. Kekhususan yang dimaksud dalam hal ini yaitu anak perusahaan juga menjalankan
bisnis tertentu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan pengertian Badan Usaha Milik Negara, yang
selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan. Yang mana modalnya tersebut terbagi dalam saham
yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh negara dengan tujuan untuk
mengejar keuntungan (pasal 1 ayat (2) UU BUMN). Pemegang saham negara diwakili oleh
seorang menteri yang ditunjuk dengan memperhatikan perundang-undangan. Namun dalam
hal ini menteri tidak berwenang terhadap anak perusahaan BUMN, karena saham yang
dimiliki oleh anak perusahaan BUMN bukan saham yang dimiliki oleh negara secara
langsung dan juga karena status anak perusahaan yang bukan sebagai BUMN. Hal ini
menjadi penegasan bahwa anak perusahaan BUMN bersifat mandiri (subjek hukum mandiri)
walaupun memiliki kedudukan dibawah pengaruh besar dari induk perusahaannya. Terdapat
dua model pengendalian perusahaan induk terhadap anak perusahaannya, yaitu :

a. Investment holding company;


Pada model ini, perusahaan induk hanya sebatas menanamkan sahamnya pada
anak perusahaan, tanpa melakukan kegiatan pendukung atau kegiatan
operasional.
b. Operating holding company

9
Chintya Dewi Restyana S, Nikmah Mentari dan Sri Eka Wulandari, “Kepailitan Terhadap Anak Perusahaan
dalam Holding Company Badan Usaha Milik Negara”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 26, No. 2, 2019, p.
357.
Pada model ini, induk perusahaan bukan hanya menanamkan modal tetapi juga
menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan.10

Kehadiran anak perusahaan dalam holding company dilakukan untuk memperkuat


induk perusahaan itu sendiri khususnya bagi kepentingan ekonomi. Berdasarkan prinsip
kemandirian badan hukum, anak perusahaan sebagai subjek hukum yang mandiri memiliki
hak dan kewajiban serta memiliki kekayaan yang terpisah dengan harta kekayaan
pemegang sahamnya secara yuridis. Dalam prinsip kemandirian ini juga menjelaskan bahwa
dalam hal manajemen bisnis yang dilakukan oleh anak perusahaan, induk perusahaan tidak
berwenang secara hukum untuk ikut campur. Namun, induk perusahaan dapat terlibat dalam
hal manajemen bisnis yang dilaksanakan oleh anak perusahaan melalui direktur dan
komisaris yang diangkat oleh induk perusahaan sebagai pemegang saham pada anak
perusahaan dan dapat juga melalui hubungan kontraktual selama tidak bertentangan
dengan anggaran dasar perusahaan.

Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Anak Perusahaan

Induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas (lebih dari 50%) pada saham
anak perusahaan memiliki kewenangan lebih besar atas pengurusan dan pengelolaan anak
perusahaan, di antaranya dalam hal mengontrol jalannya anak perusahaan melalui
mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) anak perusahaan. Seperti yang kita
ketahui, RUPS merupakan organ tertinggi dalam perseroan yang tidak diberikan kepada
direksi atau dewan komisaris. Induk perusahaan memiliki kewenangan tersebut dikarenakan
lebih dari 50% suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaan, sebagaimana yang
tercantum pada penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (PT). Walaupun saham induk perusahaan telah dikuasai oleh anak
perusahaannya baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak menjadikan saham
tersebut memiliki hak suara pada RUPS. Pengaturan ini sesuai dengan ketentuan pada
Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Sehingga, hak suara mayoritas masih ada pada induk perusahaan.

RUPS mempunyai kewenangan untuk menetapkan kebijaksanaan umum perseroan,


mengangkat dan memberhentikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris, serta
mengesahkan laporan tahunan direksi dan komisaris. 11 Karena hak suara pada RUPS

10
Rosida Diani, “Tanggung Jawab Holding Company Terhadap Pihak Ketiga Yang Terikat Hubungan Hukum
Dengan Anak Perusahaan”, file:///C:/Users/USER/Downloads/49-129-1-SM.pdf, diakses pada 11 November
2020 pukul 09.00 WIB.
11
Zainal Asikin dan L. Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perushaan, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2019, hlm. 82.
didominasi oleh induk perusahaan, maka penunjukkan anggota direksi dan anggota dewan
komisaris dilakukan oleh induk perusahaan. Dengan penunjukkan tersebut, induk
perusahaan ikut mengendalikan kegiatan dan pengelolaan anak perusahaannya. Selain itu,
berdasarkan Pasal 19 UU PT Tahun 2007, pada RUPS juga dibahas perubahan anggaran
dasar. Dari anggaran dasar inilah, hak suara induk perusahaan yang mendominasi dapat
mempengaruhi jalannya anak perusahaan karena anggaran dasar menentukan operasional
suatu perusahaan.

Pada dasarnya, induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat oleh anak perusahaan, dan
tidak bertanggung jawab atas kerugian anak perusahaan melebihi saham yang dimilikinya.
Ketentuan ini terdapat pada Pasal 3 ayat (1) UU PT Tahun 2007 dan Pasal 40 ayat (2) Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Anak perusahaan merupakan badan hukum
mandiri, yang artinya ia beroperasi secara bebas tanpa campur tangan perusahaan lain
selama tidak bertentangan dengan anggaran dasar, dan terdapat pemisahan harta
kekayaan antara kekayaan perusahaan dan kekayaan pribadi. Ini merupakan prinsip
separate legal entity, yang mana induk perusahaan dan anak perusahaan adalah badan
hukum mandiri. Sehingga, perikatan yang dibuat oleh anak perusahaan dengan pihak ketiga
merupakan kewenangan anak perusahaan itu sendiri, dan tidak ada campur tangan dari
induk perusahaan. Hal ini yang dikenal dengan konsep tanggung jawab terbatas atau limited
liability. Artinya, tanggung jawab induk perusahaan hanya sebatas dengan jumlah saham
yang dimilikinya pada anak perusahaan.

Namun, terdapat pengecualian terhadap Pasal 3 ayat (1) UU PT Tahun 2007 yang
diatur pada Pasal 3 ayat (2) UU PT Tahun 2007. Pada pasal tersebut ada yang dinamakan
dengan prinsip piercing the corporate veil. Pengertian prinsip tersebut secara terjemahan
adalah merobek tudung perusahaan. Artinya, Induk perusahaan dapat dimintai
pertanggungjawaban di luar limited liability apabila pemegang saham terlibat dalam hal yang
dapat mengakibatkan kerugian pada perseroan12:

a. Persyaratan perseoran sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi

b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan
itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh perseroan

12
Chintya Dewi Restyana S., Op.Cit, hlm. 362.
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan
perseroan menjadi tiak cukup untuk melunasi utang perseroan

Mengenai anak perusahaan yang merupakan badan hukum mandiri, kemandirian itu
dapat hilang maknanya jika induk perusahaan secara berlebihan mengatur kegiatan
operasional anak perusahaannya. Memang, secara tidak langsung induk perusahaan
berperan besar pada anak perusahaan dikarenakan hak suara yang dimilikinya
mendominasi di RUPS. Tetapi, hal tersebut bukan berarti setiap kegiatan anak perusahaan
diatur oleh induk perusahaan. Perlu ditekankan kembali bahwa antara induk perusahaan
dan anak perusahaan terdapat prinsip separate legal entity. Menurut teori ilmu hukum,
keterlibatan induk perusahaan terhadap kegiatan anak perusahaannya dibatasi dengan
pengangkatan direksi dan komisaris, dan melakukan hubungan kontraktual selama
keduanya tidak bertentangan dengan anggaran dasar. Jika ditemukan bahwa terjadi
perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan dengan pihak ketiga atas dasar instruksi
induk perusahaan yang menimbulkan kerugian pada pihak ketiga itu, berlaku prinsip
enterprise liability.13 Enterprise liability adalah tanggung jawab beberapa perusahaan
terhadap suatu kegiatan bersama. Prinsip tersebut menganggap induk perusahaan sebagai
pimpinan sentral yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Dengan demikian, makna
kemandirian pada anak perusahaan hilang.

Kemudian, terdapat tanggung jawab induk perusahaan yang lebih khusus, yakni
karena adanya kontrak yang bersifat kebendaan dan bersifat personal. Pada kontrak
kebendaan yang dilakukan induk perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan anak
perusahaan, induk perusahaan bertanggung jawab sampai batas-batas tertentu. Misalnya,
dalam hal aset-aset dari induk perusahaan ikut menjadi collateral (agunan) terhadap utang-
utang anak perusahaan.14 Sedangkan pada kontrak yang bersifat personal, induk
perusahaan melakukan penjaminan terhadap utang-utang anak perusahaan. Hal ini dapat
dilakukan melalui corporate guarantee, personal guarantee, atau garansi terbatas.15

Contoh Kasus

13
Skripsi: Rizky Aprilia Puspita Sari, Tanggung Jawab Hukum Bagi Induk Perusahaan Terhadap Kerugian Yang
Ditimbulkan Oleh Anak Perusahaan, 2016, hlm. 52-53,
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/78540
14
http://eprints.ums.ac.id/27051/7/02._NASKAH_PUBLIKASI2.pdf
15
Ibid.
PT Dunia Pangan sebagai holding usaha di divisi beras milik PT Tiga Pilar Sejahtera
Food Tbk (AISA)/TPS Food telah diputuskan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang,
kemarin Senin 6 Mei. Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISSI) menilai biasanya
investor pemegang saham TPS Food tak akan memperoleh apapun dari perusahaan yang
sudah dinyatakan pailit.

Ketua MISSI Sanusi mengatakan biasanya dalam kasus seperti ini, investor di
bagian induk usaha tak akan memperoleh apa-apa dari perusahaan sebab yang mengalami
kepailitan adalah anak usahanya. Sementara, jika ada kelebiihan dana saat penjualan aset,
maka dana tersebut akan masuk ke perusahaan induk.

Pemegang saham tidak dapat apa apa, karena yang pailit anak usaha. Kalau ada
lebih uang akan masuk ke perusahaan induk, Anak usaha TPS Food di divisi beras telah
dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang karena tak mampu membayarkan
pinjamannya ke sejumlah kreditor.

Diperkirakan utang tersebut nilainya mencapai Rp 3,8 triliun, senilai Rp 1,4 triliun
merupakan utang kepada kreditur separatis dan Rp 2,5 triliun utang kepada kreditor
konkruen. Adapun terdapat empat perusahaan divisi beras yang dinyatakan pailit, yakni PT
Dunia Pangan bersama dengan tiga anak usahanya PT Jatisari Rejeki, PT Indo Beras
Unggul dan PT Sukses Abadi Inti Karya.

Terkait putusan hakim Pengadilan Negeri Semarang atas Dunia Pangan dan anak
usaha tersebut, manajemen TPS Food menyatakan sedang menyiapkan langkah hukum
untuk merespons putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Semarang.16

Analisis Kasus

Terkait kasus tersebut, maka terdapat hubungan antara induk perusahaan dan anak
perusahaan dalam hal apabila anak perusahaan telah dinyatakan pailit. Pasal 3 ayat (1) UU
PT Tahun 2007 menetapkan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas
pada saham yang dimilikinya pada suatu perseroan. Induk perusahaan menyetorkan modal
kepada anak perusahaan, sehingga dalam hal ini anak perusahaan akan mengeluarkan
surat saham kepada induk perusahaan sebagai tanda kepemilikan atas perusahaan
tersebut. Dengan demikian, modal yang disetorkan induk perusahaan kepada anak
perusahaan itu sepenuhnya akan menjadi harta kekayaan anak perusahaan yang terpisah
dari kekayaan milik induk perusahaan. Sehingga, berdasarkan hal tersebut apabila anak
perusahaan dinyatakan pailit, maka atas setoran modal dari induk perusahaan tersebut akan

16
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190507180853-17-71066/anak-usaha-tps-food-pailit-
bagaimana-nasib-investor
masuk ke dalam boedel pailit atau termasuk sebagai objek harta pailit yang
penyelesaiannya tunduk pada UU KPKPU.

Selanjutnya, untuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan kepada induk


perusahaan, perlu dilihat dari hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan
serta landasan hukumnya. Perusahaan kelompok ini masing-masing secara yuridis adalah
badan hukum mandiri dan entitas hukum yang terpisah (separate legal entity), tetapi
terdapat hubungan yang erat di bidang ekonomi. Karena adanya hubungan ekonomi yang
erat tersebut berupa induk perusahaan sebagai pemilik modal mayoritas, maka berdasarkan
penjelasan Pasal 29 UU PT Tahun 1995, induk perusahaan memiliki kewenangan lebih
besar atas pengurusan anak perusahaannya. Dari sini dapat dilihat bahwa terdapat
pengaruh cukup besar dari induk perusahaan terhadap kegiatan anak perusaahan. Dengan
menggunakan prinsip enterprise liability, induk perusahaan jelas dapat dimintai
pertanggungjawaban karena induk perusahaan dianggap sebagai pimpinan sentral yang
menghasilkan kegiatan operasional yang dijalankan oleh anak perusahaan.

Lalu timbul pertanyaan akan sejauh apa induk perusahaan dapat dimintai
pertanggungjawaban. Untuk itu, dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (1) UU PT Tahun 2007 yang
menentukan tanggung jawab terbatas atau limited liability pemegang saham (dalam kasus
ini adalah induk perusahaan). Ia tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat oleh anak perusahaan, dan tidak bertanggung jawab atas kerugian anak perusahaan
melebihi saham yang dimilikinya. Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila hal-hal yang
dicantumkan pada Pasal 3 ayat (2) UU PT Tahun 2007 dapat dibuktikan kebenarannya
dalam kasus ini dengan prinsip yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Maka, induk
perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban melebihi jumlah saham yang dimilikinya
BAB IV

KESIMPULAN

Antara induk perusahaan dan anak anak perusahaan memiliki keterkaitan satu sama
lain. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam kontruksi perusahaan grup juga dapat
disebabkan oleh RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), melalui kontrak, dan
penempatan direksi atau komisaris pada anak perusahaan. Induk perusahaan dan anak
perusahaan sama-sama memiliki entitas hukum , sehingga berlaku pula hak dan kewajiban
yang terbatas dalam lapangan harta kekayaan (limited liability). Kehadiran anak perusahaan
dalam holding company dilakukan untuk memperkuat induk perusahaan itu sendiri
khususnya bagi kepentingan ekonomi. Dalam hal manajemen bisnis yang dilakukan oleh
anak perusahaan, induk perusahaan tidak berwenang secara hukum untuk ikut campur.
Namun, induk perusahaan dapat terlibat dalam hal manajemen bisnis yang dilaksanakan
oleh anak perusahaan melalui direktur dan komisaris yang diangkat oleh induk perusahaan
sebagai pemegang saham pada anak perusahaan dan dapat juga melalui hubungan
kontraktual selama tidak bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan.

Anak perusahaan merupakan badan hukum mandiri, yang artinya ia beroperasi


secara bebas tanpa campur tangan perusahaan lain selama tidak bertentangan dengan
anggaran dasar, dan terdapat pemisahan harta kekayaan antara kekayaan perusahaan dan
kekayaan pribadi. Ini merupakan prinsip separate legal entity, yang mana induk perusahaan
dan anak perusahaan adalah badan hukum mandiri. Sehingga, perikatan yang dibuat oleh
anak perusahaan dengan pihak ketiga merupakan kewenangan anak perusahaan itu
sendiri, dan tidak ada campur tangan dari induk perusahaan. Hal ini yang dikenal dengan
konsep tanggung jawab terbatas atau limited liability. Kemudian, terdapat tanggung jawab
induk perusahaan yang lebih khusus, yakni karena adanya kontrak yang bersifat kebendaan
dan bersifat personal. Pada kontrak kebendaan yang dilakukan induk perusahaan yang
berhubungan dengan kegiatan anak perusahaan, induk perusahaan bertanggung jawab
sampai batas-batas tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani dan Gunawaman Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, Jakarta, PT
Rajagrafindo Persada, 2006
Chintya Dewi Restyana S, Nikmah Mentari dan Sri Eka Wulandari, “Kepailitan Terhadap
Anak
Perusahaan dalam Holding Company Badan Usaha Milik Negara”, Jurnal Hukum Ius
Quia Iustum, Vol. 26, No. 2, 2019
Fahmy Hoessein, Pengawasan Manajemen Perusahaan Induk Terhadap Bank sebagai
Perusahaan Anak Dalam Kerangka Holding Company, Skripsi Sarjana Universitas
Indonesia, 1995
Kurniawan, “Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Menurut Hukum
Positif”, Mimbar Hukum, Vol.26 No.1, Februari 2014

Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis Berdasarkan Undang
undang Nomor 40 tahun 2007, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008

Ni Made Pratiwi Dharnayanti, “Hubungan Hukum Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan


Terbatas dengan Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer”, Jurnal
Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan Universitas Udayana 2016-2017

Rosida Diani, “Tanggung Jawab Holding Company Terhadap Pihak Ketiga Yang Terikat
Hubungan Hukum Dengan Anak Perusahaan”, diakses pada 11 November 2020
pukul 09.00 WIB. file:///C:/Users/USER/Downloads/49-1291-SM.pdf,

Rizky Aprilia Puspita Sari, Skripsi: Tanggung Jawab Hukum Bagi Induk Perusahaan
Terhadap Kerugian Yang Ditimbulkan Oleh Anak Perusahaan, 2016,
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/78540
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, Jakarta
:Erlangga, 2010

Zainal Asikin dan L. Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perushaan, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2019
http://eprints.ums.ac.id/27051/7/02._NASKAH_PUBLIKASI2.pdf
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190507180853-17-71066/anak-usaha-tps-food-
pailit-bagaimana-nasib-investor

Anda mungkin juga menyukai