Anda di halaman 1dari 19

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Penilaian Kinerja

2.1.1. Pengertian Penilaian Kinerja

Salah satu upaya yang dilakukan organisasi dalam rangka mencapai tujuan

organisasi secara keseluruhan adalah performance appraisal, yang disebut juga

penilaian prestasi kerja, penilaian pelaksanaan pekerjaan, penilaian kondite, dan

sebagainya, kebutuhan akan penilaian prestasi kerja bertujuan untuk mengetahui

kualitas dan kuantitas kinerja, kendala serta sikap karyawan dalam kaitannya

dengan keberadaan karyawan dalam suatu organisasi.

Menurut Rivai dan Basri dalam Januari (2015) “penilaian kinerja

merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan

secara formal yang dikaitkan dengan standar kinerja yang yang telah ditentukan

oleh perusahaan”.

Sedangkan Menurut Dessler dalam Syahyuni (2018) menyinpulkan


bahwa:
Penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan / atau
di masa lalu relative standar kinerjanya. Penilaian kinerja mengasumsikan
bahwa karyawan memahami apa standar kinerja mereka, dan juga
memberikan karyawan umpan balik, pengembangan, dan insentif yang
diperlukan untuk membantu orang yang bersangkutan menghilangkan
kinerja yang kurang baik atau melanjutkan kinerja yang baik.
Menurut Mathis dan Jackson dalam Evita (2017) “Penilaian kinerja adalah

proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika

7
8

dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan

informasi tersebut pada karyawan.

Berdasarkan definisi menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

penilaian kinerja adalah sistem formal yang digunakan untuk mengevaluasi

kinerja karyawannya agar sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan.

2.1.2. Langkah-langkah Penilaian Kinerja Karyawan

Evaluasi kinerja karyawan harus dilakukan secara terbuka, jujur dan

objektif. Artinya penilai harus menganalisis seluruh aspek yang berpengaruh

terhadap kinerja karyawan. Evaluasi yang dilakukan secara menyeluruh terbuka,

jujur dan objektif akan mampu menghasilkan informasi-informasi yang sangat

bermanfaat bagi ogranisasi dan individu karyawan. Langkah-langkah penilaian

kinerja karyawan menurut Suparyadi (2015:314) adalah:

1. Melakukan pengukuran pencapaian sasaran-sasaran yang ditetapkan.

2. Apabila terdapat sebagian atau seluruh sasaran yang tidak sesuai dengan yang

telah ditentukan, maka dilakukan evaluasi terhadap perilaku atas tindakan-

tindakan yang dilakukan kayawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Evaluasi

akan mendapatkan dua kemungkinan informasi, yaitu karyawan sudah

melakukan pekerjaannya dengan baik dan pelaksanaan pekerjaan belum baik.

3. Apabila ternyata karyawan sudah melakukan pekerjaannya dengan baik, tetapi

sasaran-sasaran yang telah ditetapkan tidak tercapai, maka dapat disimpulkan

bahwa menjadi penyebab tidak tercapainya sasaran adalah faktor situasi

lingkungan strategis.
4. Apabila karyawan melakukan pekerjaannya tidak sesuai dengan yang

seharusnya, maka yang menjadi penyebab dapat datang dari kompetensi yang

tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan atau kurangnya dukungan

organisasional.

5. Selanjutnya evaluasi terus dilakukan untuk mengidentifikasi aspek-asek

kompetensi atau dukungan organisasional yang menjadi penyebab tidak

tercapainya sasaran, apakah aspek kompetensi intelektual, emosional dan

spititual, atau pimpinan, rekan kerja, peraturan dan kebijakan organisasi.

2.1.3. Syarat Efektifnya Penilaian Kinerja

Syarat yang dapat digunakan sebagai alat ukur dalam mengukur efektif

atau tidaknya sistem penilaian menurut Cascio dalam Suwatno (2016:198) sebagai

berikut:

1. Penilai (Supervisor)

Mengukur kemampuan dan motivasi penilai dalam melakukan penilaian secara

terus-menerus, merumuskan kinerja karyawan secara objektif dan memberikan

umpan balik bagi karyawan.

2. Keterkaitan (Relavance)

Megukur keakuratan atau kecermatan sistem penilaian kinerja yang dapat

membedakan karyawan yang berprestasi dan yang tidak berprestasi, serta

sistem harus dapat digunakan untuk tujuan administrasi karyawan.

3. Keterandalan (Reliability)

Mengukur keandalan dan konsistensi alat ukur yang digunakan.


4. Kepraktisan (Praticality)

Mengukur alat penilaian kinerja yang mudah digunakan dan dimengerti oleh

penilai dan bawahannya.

5. Dapat diterima (Acceptability)

Mengukur kemampuan penilai dalam melakukan penilaian sesuai dengan

kemampuan tugas dan tanggung jawab bawahannya. Mengkomunikasikan dan

mendefinisikan dengan jelas standar dari unsur-unsur penilaian yang harus

dicapai.

2.1.4. Proses penyusunan penilaian kinerja

Proses penilaian kinerja menurut Mondy dan Noe dalam Suwatno

(2016:200) sebagai berikut:

\
Identifikasi Tujuan Menyusun sistem penilaian kinerja
Menetapkan standar
terhadap suatu
jabatan

Mendiskusikan hasil penilaian dengan karyawan


Menilai kinerja karyawan

Sumber: Mondy dan Noe (1993:398)

Gambar II.1

Proses Penyusunan Penilaian Kinerja


Berdasarkan gambar II.1 di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sistem penilaian

kinerja yaitu harus digali terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh

organisasi dengan adanya sistem penilaian kinerja yang akan disusun. Hal ini

menjadi penting karena dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai akan

lebih memudahkan dalam menentukan dsain penilaian kinerja.

2. Langkah yang kedua, menetapkan standar yang diharapkan dari suatu jabatan,

sehingga akan diketahui dimensi-dimensi apa saja yang akan diukur dalam

penilaian kinerja. Dimensi-dimensi tersebut tentunya harus sangat terkait

dengan pelaksanaan tugas pada jabatan itu. Tahap ini biasanya dapat

dilakukan dengan menganalisa jabatan (job analysis) atau menganalisa uraian

tugas masing-masing jabatan.

3. Setelah tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian kinerja

diketahui, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan desain yang sesuai

untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Penentuan desain penilaian kinerja

ini harus selalu dikaitkan dengan tujuan penilaian. Hal ini karena tiap-tiap

desain penilaian kinerja memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-

masing. Sebagai contoh, penilaian kinerja yang dilakukan untuk menentukan

besaran gaji karyawan dengan penilaian kinerja bertujuan hanya untuk

mengetahui kebutuhan pengembangan tentunya memiliki desain yang

berbeda.

4. Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian kinerja terhadap karyawan

yang menduduki suatu jabatan. Penilaian ini dilakukan oleh atasan saja, atau

dengan sistem 360 derajat. Penilaian dengan sistem 360 derajat maksudnya
adalah penilaian satu karyawan dilakukan oleh atasan, rekan kerja yang

sejajar atau setingkat, dan bawahannya.

5. Hasil dari penilaian kinerja, selanjutnya dianalisa dan dikomunikasikan

kembali kepada karyawan yang dinilai agar mereka mengetahui kinerjanya

selama ini serta mengetahui kinerja yang diharapkan oleh organisasi. Evaluasi

terhadap sistem penilaian kinerja yang telah dilakukan juga dilaksanakan

pada tahap ini. Apakah penilaian kinerja tersebut sudah dapat mencapai

tujuan dari diadakannya penilaian kinerja atau belum. Apabila ternyata

belum, maka harus dilakukan revisi atau mendesain ulang sistem penilaian

kinerja.

Menurut Bangun dalam Irawan (2018) menyatakan bahwa standar

pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar

penilaian setiap pekerjaan. Untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan,

standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan

dapat diukur melalui dimensi-dimensi diantaranya:

1. Jumlah Pekerjaan

Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau

kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap

pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan

harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun

kemampuan yang sesuai.

2. Kualitas Pekerjaan

Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk

dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan


tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus

disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan.

3. Ketepatan Waktu

Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan

tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas

pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagia tertentu tidak selesai

tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga

mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan.

4. Kehadiran

Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam

mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang

menuntut kehadiran karyawan selama 8 (delapan) jam sehari untuk 5 (lima)

hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran

karyawan dalam mengerjakannya.

5. Kemampuan Kerjasama

Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja.

Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang

karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerjasama antar karyawan sengat

dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama

dengan rekan sekerja lainnya.

2.1.5. Persiapan Sistem Penilaian Prestasi Kerja

Siagian (2016:229) menyatakan bahwa secara kategorikal terciptanya

suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik sangat tergantung pada persiapan

yang benar-benar matang. Matang berarti memenuhi empat persyaratan, yaitu


keterkaitan langsung dengan pekerjaan, praktis, kejelasan standar dan adanya

kriteria yang objektif. Yang dimaksud dengan keterkaitan langsung dengan

pekerjaan seseorang ialah bahwa penilaian ditujukan pada perilaku dan sikap yang

menentukan keberhasilan menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.

Suatu sistem yang praktis adalah cara penilaian yang dipahami dan

diterima oleh pihak penilai dan yang dinilai. Berarti adanya persepsi yang sama

antara dua belah pihak tentang segi-segi pekerjaan yang dinilai dan teknik

penilaian yang digunakan merupakan hal yang sangat penting. Perbedaan persepsi

mengenai hal tersebut akan berakibat pada perbedaan tentang interpretasi

hasilnya.

Aspek penting lainnya dari suatu sistem penilaian prestasi kerja ialah

standar yang jelas. Sasaran utama dari adanya standar tersebut ialah

teridentifikasinya unsur-unsur kritikal suatu pekerjaan. Standar itulah yang

merupakan tolak ukur seseorang melaksanakan pekerjaannya. Perlu ditekankan

bahwa penentuan standar tersebut bukanlah bersifat “karangan” akan tetapi

bersumber pada analisis pekerjaan yang harus dipahami dan diterima oleh para

pegawai sebelum diterapkan, bukan sesudahnya. Agar mempunyai nilai tinggi,

standar itu harus pula mempunyai nilai komparatif dalam arti bahwa dalam

penerapannya harus berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja

seorang pekerja dengan pekerja yang lain yang melakukan pekerjaan sejenis.

Tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam mempersiapkan suatu

sistem penilaian prestasi kerja ialah adanya takaran-takaran yang digunakan untuk

mengukur prestasi kerja seseorang. Agar benar-benar bermanfaat, takaran-takaran


tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan seperti mudah digunakan, handal

dan memberikan tentang informasi yang kritikal yang menentukan keberhasilan

dalam pelaksanaan pekerjaan.

2.1.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja

Menurut Mathis dan Jakcson dalam Kaswan (2015:155-156) ada tiga faktor

yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah:

1. Kemampuan individu melakukan pekerjaan

a. Talenta

b. Keterampilan

c. Kecerdasan

d. Pengetahuan

e. Minat

f. Karakteristik

g. Kepribadian

2. Usaha yang dilakukan

a. Motivasi

b. Etika kerja

c. Kehadiran

d. Pergantian pegawai

e. Desain pekerjaan

3. Dukungan organisasi

a. Pelatihan dan pengembangan

b. Peralatan dan teknologi


c. Manajemen dan rekan kerja

Faktor-faktor tersebut secara luas diakui dalam literatur manajemen sebagai

berikut: performance (P) = Effort (E) x Support (S)

Enam karakteristik karyawan yang memiliki motif berprestasi tinggi menurut

menurut Clelland dalam Hamali (2018:79)

1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.

2. Berani mengambil resiko.

3. Memiliki tujuan yang realistis.

4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan

tujuannya.

5. Memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam seluruh kegiatan kerja yang

dilakukannya.

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang diprogramkan.

Karyawan akan mampu mencapai kinerja maksimal jika memiliki motif

berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh karyawan harus

ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari lingkungan kerja. Hal ini karena

motif berpretasi yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan mmbentuk suatu

kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja tutut menunjang maka pencapaian

kinerja akan lebih mudah. Motif berprestasi dalam diri harus dikembangkan dan

dimanfaatkan oleh seorang karyawan, serta menciptakan situasi yang ada pada

lingkungan kerja guna mencapai kinerja maksimal.

Orang percaya prestasi kerja individu merupakan gabungan dari tiga faktor,

hal ini dikemukakan oleh Seers dalam Hamali (2018:70) adalah:

1. Kemampuan, perangai dan minat seorang pekerja.


2. Kejelasan dan penerimaan atas oenjelasan peranan seorang pekerja.

3. Tingkat motivasi kerja.

Dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor lingkungan

individu dan faktor lingkungan, hal ini dikemukakan oleh Byar dan Rue dalam

Hamali (2018:79)

1. Usaha (effort) yang menunjukan sejumlah sinergi fisik dan mental yang

digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.

2. Kemampuan (abilities), yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk

melaksanakan suatu tugas.

3. Persepsi peran atau persepsi tugas (role atau task perception), yaitu segala

perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan

sutu pekerjaan.

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja seorang

karyawan yang dikemukakan oleh Hamali (2018:80) adalah:

1. Kondisi fisik

2. Peralatan

3. Waktu

4. Material

5. Pendidikan

6. Supervisi

7. desain organisasi

8. pelatihan

9. keberuntungan
2.1.7. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Setiap perusahaan yang melakukan suatu kegiatan tertentu mempunyai

tujuan. Perusahaan melakukan kegiatan penilaian kinerja dengan tujuan utamanya

untuk mengukur kinerja para karyawan dan mengetahui kelebihan dari para

karyawan tersebut.

Tujuan penilaian kinerja menurut Sedarmayanti dalam Ainnisya (2018:134)

sebagai berikut:

1. Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan.

2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan

kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.

3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal

mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang atau rencana kariernya, kenaikan

pangkat dan kenaikan jabatan.

4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan

bawahan.

5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian,

khususnya kinerja karyawan dalam bekerja.

6. Secara pribadi, karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga

dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih

memperlihatkan dan mengenal bawahan atau karyawannya, sehingga dapat

lebih memotivasi karyawan

7. Hasil penelitian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan

pengembangan di bidang kepegawaian.


Selain tujuan penilaian kinerja menyimpulkan bahwa banyak manfaat yang

didapat dari penilaian kinerja yaitu :

1. Meningkatkan prestasi kerja.

Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh

umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaannya atau prestasiny.

2. Memberi kesempatan kerja adil.

Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan

menempati posisi pekerjaan sesuai kemampuannya.

3. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Melalui penilaian kinerja, terdetektesi karyawan yang kemampuannya rendah

sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan

kemampuan mereka.

4. Penyesuaian kompensasi.

Melalui penilaian, pemimpin dapat mengambil keputusan dalam menentukan

perbaikan pemberian kompensasi dan sebagainya.

5. Keputusan promosi dan demosi.

Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan

untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan.

6. Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan.

Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain

pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan tersebut.

7. Menilai proses rekrutmen dan seleksi.

Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya

penyimpangan proses rekrutmen dan seleksi.


2.1.8. Pendekatan penilaian kinerja

Beberapa pendekatan dapat digunakan dalam melaksanakan kegiatan

penilaian kinerja pegawai. Kreitner dan Kinicki dalam Priansa (2017:64)

mengklasifikasikan penilaian kinerja menjadi tiga pendekatan utama, yaitu :

Tabel II.1
Pendekatan penilaian kinerja
No Pendekatan Penjelasan

Pendekatan penilaian kinerja yang lebih terfokus

pada orang. Pendekatan ini melakukan

Pendekatan perengkingan terhadap karakteristik individu.

1 karateristik Misalnya, inisiatif, loyalitas dan kemampuan

(trait) pengambilan keputusan. Pendekatan ini memiliki

kelemahan karena ketidakjelasan kinerja yang

diukur secara nyata.

Pendekatan Pendekatan ini leboh terfokus pada proses

2 Perilaku melakukan kinerja yang didasarkan atas perilaku

(behaviour) yang tampak dan mendukung kinerja pegawai.

Pendekatan yang terfokus pada pncapaian atau

Pendekatan pembentukan produk. Metode penilaian kinerja

3 Hasil yang menggunakan pendekatan hasil misalnya

(outcomes) manajemen berdasarkan tujuan atau Management

By Objective (MBO)

Sumber: Kreitner dan Kinicki (2005)


2.1.9. Dimensi Penilaian Kinerja

Penilaian Kinerja dilakukan dengan melalui beberapa komponen atau

faktor-faktor penilaian. Masing-masing komponen memiliki bobot atau nilai

tersendiri yang telah ditentukan sesuai dengan beban dan tanggung jawab yang

diemban oleh suatu perusahaan. Menurut Kasmir dalam Ainnisya (2018:134)

untuk memudahkan pemahaman komponen penilaian yang umum diberikan

adalah:

1. Absensi

Merupakan keberadaan atau bukti kehadiran karyawan pada saat masuk kerja

sampai dengan pulang kerja. Jumlah kehadiran karyawan akan

mempengaruhi kinerjanya, artinya jika kehadiran sesuai aturan atau standar

yang telah ditetapkan maka kinerjanya dihitung baik atau baik sekali.

Demikian pula sebaliknya jika tinggat kehadirannya kurang tentu pengaruh

kinerjanya kurang baik atau buruk. Dampak dari kinerja ini dapat

mempengaruhi kompensasi.

4. Kejujuran

Merupakan perilaku karyawan selama bekerja dalam suatu periode. Nilai

kejujuran seorang karyawan biasanya dinilai berdasarkan ukuran yang telah

ditetapkan sebelumnya. Sama seperti halnya dengan absensi, kejujuran juga

memiliki standar minimal yang harus dibuat. Penilaian terhadap kejujuran

karyawan biasanya dilakukan dengan indikator yaitu perbuatan dan

komunikasi. Masing-masing indikator dinilai kemudian dijumlahkan

sehingga menghasilkan suatu nilai tertentu. Makin memenuhi standar

kejujuran maka akan memengaruhi kinerja demikian pula sebaliknya.


5. Tanggung Jawab

Adalah karyawan bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya.

Tanggung jawab tersebut dapat berupa kerugian langsung akibat dari

perbuatannya atau kerugian tidak langsung.

6. Kemampuan (hasil kerja)

Merupakan ukuran bagi seorang karyawan untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan. Penilaian terhadap kemampuan karyawan biasanya didasarkan

kepada waktu untuk mengerjakan, jumlah pekerjaan dan kualitas pekerjaan

itu sendiri.

7. Loyalitas

Merupakan kesetiaan seseorang karyawan terhadap perusahaan. Seorang

karyawan harus selalu setia membela kepentingan perusahaan. Loyalitas

seorang karyawan dapat pula dilihat dari pernah tidaknya seseorang

melakukan pengkhianatan misalnya dengan memberikan informasi rahasia

perusahaan kepada pihak lain.

8. Kepatuhan

Merupakan ketaatan karyawan dalam mengikuti seluruh kebijakan atau

peraturan perusahaan dan ketaatan untuk tidak melanggar atau melawan yang

sudah diperintahkan.

9. Kerjasaman

10. Merupakan saling membantu diantara karyawan baik antar bagian atau

dengan bagian lain. Kerjasama ini bertujuan untuk mempercepat atau

memperlancar suatu kegiatan


11. Kepemimpinan artinya yang dinilai adalah kemampuan seseorang dalam

memimpin.

2.2. Pegawai

2.2.1. Sumber-sumber Pegawai

Suatu badan usaha yang membutuhkan tenaga kerja selain harus

menetapkan kualifikasi para pegawai yang dibutuhkan, harus pula menentukan

dari mana calon-calon pegawai tersebut harus ditarik. Dengan kata lain harus

ditetapkan terlebih dahulu sumber-sumber pegawai sehingga dapat dipusatkan

perhatian terhadap sumber yang bersangkutan. Sumber-sumber pegawai menurut

Manullang (2015:119-122) adalah:

1. Dari dalam perusahaan itu sendiri

Bahwa bila perusahaan membutuhkan tenaga baru atau bila suatu jabatan

dalam perusahaan lowong, maka pegawai-pegawai dari perusahaan itulah yang

dipilih untuk memangku jabatan yang lowong itu. Tindakan semacam itu lazim

disebut promotion from within, mempromosikan pegawai untuk memangku

jabatan yang setingkat lebih tinggi dari jabatan semula mengandung beberapa

segi-segi positif. Hal ini terutama akan mempertinggi efesiensi pegawai dan

moral pegawai perusahaan.

2. Teman-teman pegawai perusahaan

Merupakan sumber pegawai yang penting pula. Hal ini bukan saja membawa

kebaikan kepada pegawai-pegawai perusahaan, tetapi juga bagi perusahaan itu

sendiri. Terdapatnya hubungan baik sebelumnya antar pegawai perusahaan

sehingga memudahkan dalam merealisasikan tujuan perusahaan. Tetapi dapat


pula sebaliknya, bila sempat timbul klik sistem yang menghasilkan kelompok-

kelompok-kelompok pegawai dimana masing-masign kelompok mengutmakan

anggota-anggota kelompoknya. Oleh karenanya, dalam memilih sumber ini

sebagai sumber pegawai bagi perusahaan, maka kebaikan dan keburukan di

atas harus ditelaah masing-masing.

3. Jawatan penempatan kerja

Pada sumber semacam ini tercatat berbagai macam tenaga kerja yang

membutuhkan pekerjaan. Selain itu, karena badan semacam ini tidak mencari

keuntungan, maka biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mencari tenaga

kerja dengan bantuan badan ini relatif murah. Di indonesia, badan seperti ini

belum mensuplai tenaga ahli seperti sarjana, khususnya megister dan doktor.

4. Lembaga-lembaga pendidikan

Merupakan sumber tenaga kerja yang tidak kurang pentingnya. Ada penulis

yang berpendapat bahwa sumber ini merupaka sumber tenaga kerja yang

terbaik. Hal ini disebabkan karena sumber ini dapat mensuplai tenaga kerja

dari yang berpendidikan rendah hingga mereka yang berpendidikan universitas.

Khusus lembaga-lembaga pendidikan tinggi merupakan sumber yang sangat

baik, selain karena tenaga kerja yang disediakannya, juga karena tenaga kerja

dari sumber ini lebih mudah dididik.

5. Iklan

Iklan tidak memperlihatkan variasinya, sering pula dipergunakan oleh

perusahaan sebagai tempat untuk menarik tenaga kerja yang dibutuhkannya.

Dengan penyusunan kata-kata yang menarik, iklan tidak hanya dapat menarik

tenaga kerja dari tempat yang jauh, tetapi dapat pula menarik tenaga kerja yang
kompeten dan berpengalaman. Lebih-lebih lagi bila perusahaan membutuhkan

tenaga kerja dalam jumlah besar, bantuan dari iklan sangat besar.

Anda mungkin juga menyukai