Teori Relativitas - Rinto Anugraha
Teori Relativitas - Rinto Anugraha
DAN KOSMOLOGI
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, akhirnya buku Teori Relativitas dan Kosmologi ini dapat kami
selesaikan. Buku ini disusun untuk digunakan sebagai bahan perkuliahan mata kuliah Teori
Relativitas di Jurusan Fisika FMIPA UGM. Isi buku ini sedapat mungkin disesuaikan dengan
silabus mata kuliah yang terdapat dalam Buku Panduan FMIPA UGM.
Penyajian buku ini dimulai dari Teori Relativitas Khusus, serta beberapa penerapannya,
baik pada bidang Elektrodinamika, maupun dinamika partikel relativistik. Selanjutnya
ditelaah Teori Relativitas Umum yang diawali dari analisis matematika tensor. Setelah
merumuskan persamaan gravitasi Einstein, disajikan beberapa penerapan Teori Relativitas
Umum, seperti pada lubang hitam, presesi orbit planet, pergeseran cahaya bintang, kosmologi
dan lain-lain. Khusus pembahasan kosmologi disediakan dua bab, yaitu pada Bab V dan VI.
Pada Bab penutup, ditelaah dinamika gerak partikel dan foton baik dalam lubang hitam
maupun di jagad raya.
Meski telah disiapkan cukup lama, kami menyadari bahwa buku ini masih memiliki
banyak kekurangan. Diantaranya, tidak terdapat soal-soal latihan. Barangkali pula di sana sini
masih terdapat salah tulis dan ketik. Karena itu kami dengan tangan terbuka sangat
mengharap masukan positif dari para pembaca, dalam rangka penyempurnaan buku ini.
Akhirnya kami berharap, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pengembangan fisika di
masa depan.
BAB I
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
Fisika adalah ilmu yang berupaya secara ilmiah menelaah gejala alam mulai
dari skala mikro (partikel elementer) hingga skala makro (jagad raya), serta mulai
dari kelajuan rendah hingga kelajuan maksimum. Teori relativitas merupakan salah
satu tulang punggung fisika modern. Sumbangannya terutama dalam bentuk
penataan dan pelurusan konsep−konsep dasar dalam fisika, khususnya yang
berkaitan dengan ruang−waktu, momentum−energi sebagai aspek kinematika semua
gejala alam, yang selanjutnya mengangkat cahaya sebagai pembawa isyarat
berkelajuan maksimum.
Sumbangan teori relativitas, dalam hal ini adalah teori relativitas khusus
adalah mampu menampilkan persamaan Maxwell, yang merupakan persamaan
dasar dalam elektrodinamika, dalam bentuk yang kovarian. Konsekuensi teori
relativitas khusus adalah kelajuan gelombang elektromagnet dalan ruang vakum
sama dengan c (laju cahaya di ruang hampa). Beberapa percobaan menunjukkan
bahwa dalam elektromagnetik, tidak ada kerangka istimewa. Dalam kerangka
inersial, kelajuan cahaya sama dengan c, atau dengan kata lain, c merupakan suatu
besaran invarian. Selain itu sistem persamaan Maxwell berlaku dalam smua
kerangka inersial, yang oleh karena itu konsep ruang−waktu dan momentum−energi
yang mutlak harus diganti.
Ada tiga asas yang melandasi teori relativitas khusus, yaitu :
Asas ke nol (Asas perpadanan / korespondensi) : untuk setiap gerakan berkelajuan
rendah (momentum rendah), konsep−konsep dan hukum−hukum relativistik
yang muncul harus sesuai dengan konsep−konsep yang telah ada dalam teori
Newton.
Asas pertama : Semua hukum alam bersifat tetap bentuknya (kovarian) terhadap
perpindahan peninjauan dari kerangka inersial satu menuju kerangka inersial
yang lain.
___________________________________________________________________
2 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Asas kedua : Laju maksimal yang dapat dimiliki oleh isyarat tidak bergantung
(invarian) dari kerangka acuan inersial yang digunakan.
Nilai kelajuan maksimal c ini merupakan salah satu tetapan alam yang sangat
penting dalam fisika dan memegang peranan utama dalam penelusuran konsep
ruang−waktu serta momentum−energi. Nilainya sebagaimana yang ditetapkan oleh
Badan Umum Internasional mengenai Berat dan Ukuran adalah c = 299792458 m/s.
Hal ini berarti satu meter adalah jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam ruang
vakum selama selang waktu 1/299792458 detik.
Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menelusuri kaedah
transformasi antara besaran−besaran fisis (transformasi Lorentz) dari kerangka
~
inersial yang satu (K) menuju kerangka inersial yang lain (K ) yang bergerak
dengan kecepatan konstan V terhadap K.
Pendekatan pertama yang digunakan bersifat konvensional yaitu dengan
memilih ruang dan waktu sebagai variabel awal yang digunakan dalam
merumuskan kaedah transformasi Lorentz. Dengan pendekatan ini, kaedah
transformasi untuk besaran momentum dan energi baru ditelusuri kemudian.
Pendekatan kedua bersifat pendekatan energetika, yaitu dengan memilih
momentum−energi sebagai variabel awal, yang selanjutnya transformasi untuk
besaran ruang dan waktu baru ditampilkan kemudian. Menurut Muslim (1997),
pendekatan ini tampil lebih ringkas dan lebih sesuai apabila diterapkan untuk proses
mikroskopik pada zarah elementer, mengingat data−data pada proses hamburan dan
spektroskopi biasanya melibatkan besaran momentum dan energi.
Berikut ini akan dijabarkan perumusan kaedah transformasi Lorentz melalui
pendekatan energetika (momentum−energi), mengacu pada Muslim (1997).
___________________________________________________________________
3 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
dapat pula berlaku dalam energetika relativistik (untuk momentum dan energi
relativistik), dengan modifikasi definisi bagi momentum p . Dalam hal ini, F
adalah gaya luar yang melakukan kerja dW pada zarah dalam selang waktu dt,
dengan akibat terjadinya perubahan momentum sebesar dp dan energi sebesar dE
sewaktu zarah tersebut melakukan pergeseran sejauh dr . Perubahan tenaga tersebut
dapat dituliskan sebagai
dp dr
dE = . dr = dp . = v . dp . (1.2)
dt dt
Pada saat zarah dalam keadaan rehat ( v = 0 ), energi zarah bernilai E0 yang
zarah tersebut akan bertambah dengan energi kinetik sebesar Ek menjadi energi
total E yang dirumuskan sebagai
E = E0 + E k . (1.3)
Jika zarah tersebut bergerak lurus maka v // p sehingga
dE = v dp. (1.4)
Untuk foton dengan v = c konstan dan invarian (asas kedua teori relativitas), maka
diperoleh energi foton sebesar
E = ∫ dE = c ∫ dp = pc + konstan . (1.5)
Mengingat tidak ada foton dengan kecepatan nol, maka disimpulkan bahwa tetapan
konstan tersebut sama dengan nol. Jadi diperoleh
E 2 = p 2 c 2 untuk v = c.
(1.6)
bentuk kuadrat momentum p 2 dapat diuraikan ke dalam suatu deret Taylor dalam
Ek = E − E0 yang berbentuk
p 2 = a0 + a1 Ek + a2 Ek2 + ...
(1.7)
sini, perilaku zarah untuk kecepatan rendah diberikan oleh koefisien a1 . Untuk
___________________________________________________________________
4 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
untuk a3 dan seterusnya sama dengan nol. Adapun untuk kelajuan rendah, tentu
saja a1 ≠ 0 . Jadi untuk sembarang daerah kelajuan / energi kinetik, berlaku kaitan
dispersi untuk zarah bebas yang berbentuk
p 2 = p . p = a1Ek + Ek2 / c 2 untuk 0 ≤ v ≤ c.
(1.8)
yang harus = v . dp . Dari sini diperoleh kesamaan
p=v
( 1
2
)
a1 + Ek / c 2 . (1.12)
aE E2
p 2 = v 2 14 a1 + 1 2 k + 4k
(1.13)
c c
a12 v 2 c 2
Ek2 + a1c 2 Ek = (1.16)
4(1 − v 2 / c 2 )
___________________________________________________________________
5 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
1 − v2 / c2 ≈ 1 (1.19)
sehingga
a1v
mv =
2
atau
a1 = 2m . (1.20)
Dengan mengisikan hasil ini ke dalam pers. (1.17) diperoleh vektor momentum
relativistik sebagai
mv
p= = γmv
(1.21)
1− v / c 2 2
dengan
1
γ = ≥ 1. (1.22)
1 − v2 / c2
Selanjutnya dengan mengisikan nilai a1 = 2m ke dalam pers. (1.12) diperoleh
γmv = v(m + Ek / c 2 )
(1.23)
atau
Ek = mc 2 (γ − 1) . (1.24)
Mengingat energi kinetik partikel adalah energi relativistik partikel dikurangi
dengan energi rehatnya, atau yang dituliskan sebagai
E k = E − E0 (1.25)
___________________________________________________________________
6 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
mc 2
E = γmc 2 = (1.26)
1 − v2 / c2
dan
E0 = mc 2 (1.27)
γ − 1 = (1 − v 2 / c 2 ) −1 / 2 − 1 ≈ (1 + v 2 / 2c 2 ) − 1 = v 2 / 2c 2 (1.28)
sehingga tenaga kinetik nonrelativistik menjadi
Ek = mc 2 (v 2 / 2c 2 ) = 12 mv 2 (1.29)
E2 =
m 2c 4
1− v / c
2 2
=
1
1− v / c
2 2
(
m 2c 4 − m 2v 2c 2 + m 2v 2c 2 )
2
m 2 c 4 (1 − v 2 / c 2 ) mv 2
c = m 2 c 4 + p 2 c 2
= + (1.30)
(1 − v / c )
2 2
1− v / c
2 2
sehingga
E= p 2c 2 + m 2c 4 (1.31)
Hubungan antara p, v dan E dapat dituliskan dalam bentuk
Ev
p = γmv = γmc v / c = 2 .
2 2
(1.32)
c
E mc 2
Gambar 1.1
Segitiga siku-siku antara E, pc dan mc 2
___________________________________________________________________
7 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Contoh soal :
Tentukan kecepatan sebuah partikel dalam c atau laju cahaya dalam ruang hampa
agar
p = mv(1 − v 2 / c 2 ) −1 / 2 = mv(1 − β 2 ) −1 / 2
seperti yang terdapat pada persamaan (1.21) diuraikan menggunakan deret,
diperoleh
p = mv(1 + 1 β 2 + 3 β 4 + ...) .
2 8
Dengan demikian rumus Newton yang hanya memuat suku pertama deret di
atau
E k = mc 2 [(1 − β 2 ) −1 / 2 − 1]
yang jika diuraikan ke dalam deret menjadi
E k = 1 mv 2 (1 + 3 β 2 + ...) .
2 4
___________________________________________________________________
8 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Jadi supaya rumus tenaga kinetik klasik masih dapat digunakan dengan
tingkat kesalahan tersebut, maka
β
3 2
≤ 10 −6
4
atau
v ≤ 1,15 × 10 −3 c .
Nilai ini sedikit lebih kecil dari nilai pada (a).
c. Untuk pertanyaan tersebut
mv = 1 mv(1 − v 2 / c 2 ) −1 / 2
2
yang berarti
v = 1 3c.
2
yang berarti
1 + β 2 = (1 − β 2 ) −1 / 2 .
Bentuk ini dapat dituliskan dalam bentuk
(1 + 2 β 2 + β 4 )(1 − β 2 ) = 1 − β 6 − β 4 + β 2 = 1
sehingga
β 2 ( β 4 − β 2 − 1) = 0 .
β 2 = 1 ( 5 − 1)
2
sehingga
E k = mc 2 [(1 − β 2 ) −1 / 2 − 1] = 10mc 2
maka
___________________________________________________________________
9 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
(1 − β 2 ) −1 / 2 = 11
sehingga
120
β2 =
121
atau
1.2 Transformasi Lorentz untuk besaran ( E , p)
~
Ditinjau transformasi Lorentz antara kerangka K dan kerangka K yang
bergerak terhadap K dengan kecepatan V, yang secara linear menghubungkan
~
perangkat besaran ( E , p x , p y , p z ) dan ( E , ~
px , ~
py , ~
p z ) serta sebagai bentuk
pengkhususan dipilih transformasi yang hanya ditinjau ke arah salah satu sumbu
koordinat saja, dalam hal ini dipilih sumbu x. Bentuk transformasi Lorentz tersebut
adalah (Muslim, 1985)
~
E = Γ' ( E + bp x ) ; ~
p x = Γ( p x + aE ) ; ~
p y = p y dan ~
pz = pz . (1.33)
Jadi pada bentuk di atas, komponen momentum ke arah sumbu y dan z tidak
mengalami perubahan, sehingga transformasi hanya melibatkan pasangan ( E , p x ) .
dua kasus khusus yaitu kasus partikel bermassa rehat m yang rehat masing−masing
~ ~
di K dan K . Ilustrasi tentang kerangka K dan K terdapat pada Gambar 1.2.
~
z
~ ~
V O y
O y
x ~
x
~
Gambar 1.2. Kerangka K dan K
___________________________________________________________________
10 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
~
Saat partikel rehat di K , yang berarti
~
px = ~
py = ~
pz = 0 (1.34)
maka memberikan
p y = pz = 0 (1.35)
serta
p x + aE = 0 (1.36)
atau
p x = − aE . (1.37)
Padahal hubungan antara p, v dan E adalah
Ev
p= 2 (1.38)
c
sehingga diperoleh kesimpulan
v
a=− . (1.39)
c2
~
Mengingat partikel tersebut rehat di K , itu berarti partikel tersebut bergerak dengan
kecepatan v = V = V nx di K. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa
V
a=− . (1.40)
c2
Selanjutnya saat partikel rehat di K, yang berarti
px = p y = pz = 0 , (1.41)
serta
2
~ V
p x = ΓaE = − 2 Γmc 2 = −ΓVm. (1.44)
c
~
Partikel tersebut berarti bersama−sama dengan kerangka K bergerak terhadap K
~
dengan kecepatan v = −V = −V nx . Dengan demikian momentum partikel di K
bernilai
___________________________________________________________________
11 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
mV
px = − (1.45)
1 − V 2 / c2
sehingga diperoleh
1
Γ= . (1.46)
1 − V 2 / c2
~ ~
Kemudian dihitung nilai energi E di K menurut
~ mc 2
E= = Γ' (mc 2 + 0) (1.47)
1−V / c 2 2
sehingga diperoleh
1
Γ' = = Γ. (1.48)
1 − V 2 / c2
~
Untuk menentukan tetapan b, ditinjau kembali partikel yang rehat di K ,
~ ~
sehingga transformasi Lorentz untuk energi E di K menghasilkan
~
E = mc 2 = Γ' (Γmc 2 + bΓmV ) (1.49)
atau
bmV =
mc 2
Γ 2
(
− mc 2 = mc 2 1 − V 2 / c 2 − 1 = − mV 2 ) (1.50)
~ E − Vp x
E= ; (1.52)
1 − V 2 / c2
~ p − VE / c 2
px = x ; (1.53)
1 − V 2 / c2
~p =p ; ~ p =p . (1.54)
y y z z
Selanjutnya dilakukan perluasan jika arah V sembarang. Dengan melakukan
substitusi :
___________________________________________________________________
12 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
p x → p// ; (1.55)
p y dan p z → p⊥ ; (1.56)
p xV → p//V = p ⋅ V
(1.57)
diperoleh
E −p⋅V
~
E= ; (1.58)
1 − V 2 / c2
p // − VE / c 2
~
p // = ; (1.59)
1 − V 2 / c2
~
p⊥ = p ⊥
(1.60)
~
Karena K bergerak terhadap K dengan kecepatan − V , maka transformasi balik
~ mc 2 1 mc 2
m
v ⋅V
E= = − (1.64)
1 − v '2 / c 2 1 − V 2 / c2 1 − v2 / c2 1 − v2 / c2
yang dengan membalik pembilang dan penyebut persamaan di atas, kemudian
menyederhanakannya diperoleh
1 − v2 / c2
1 − v' / c = 1 − V / c
2 2 2 2
. (1.65)
1 − v ⋅ V / c2
Jika pada persamaan di atas diisikan v = c, maka v’ juga sama dengan c. Hal ini
berarti kecepatan cahaya di semua kerangka acuan inersial bernilai tetap (invarian)
yang sama dengan c.
___________________________________________________________________
13 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
atau
γ'
= Γ(1 − v ⋅ V / c 2 )
(1.67)
γ
Sementara itu dari pers. (1.63) untuk komponen momentum tegaklurus diperoleh
~
γ ' mv ⊥ = γmv ⊥
(1.68)
yang menghasilkan kaedah kecepatan tegaklurus sebagai
~
v⊥
v⊥ = . (1.69)
Γ(1 − v ⋅ V / c 2 )
___________________________________________________________________
15 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
v // k − V − 0,8c − 0,6c
v ' // k = = iˆ = −0,946c iˆ .
1 − v //V / c 2 1 − (−0,8c)(−0,6c) / c 2
Γ = (1 − 0,6 2 ) −1 / 2 = 1,25
maka
∆t 5
∆t ' = = detik = 4 detik .
Γ 1,25
x µ = ( x 0 , x m ) = ( x 0 , x1 , x 2 , x 3 ) = (ct , x, y, z ) = (ct , r )
(1.84)
Pada metrik pers. (1.83), komponen tensor metrik rank−2 kovarian adalah
− η00 = η11 = η22 = η33 = 1 (1.85)
dan
η µν = 0 untuk µ ≠ ν . (1.86)
− η 00 = η11 = η 22 = η 33 = 1 (1.87)
dan
η µν = 0 untuk µ ≠ ν (1.88)
Kaitan antara waktu pribadi τ dengan elemen garis s adalah
ds 2 = −c 2 dτ 2 (1.89)
___________________________________________________________________
16 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
c
1
dτ 2 = dt 2 −
2
(
dx 2 + dy 2 + dz 2 )
(1.90)
Cartesan
dx dy dz
vx = , vy = , vz = (1.91)
dt dt dt
Dengan substitusi komponen−komponen kecepatan−3 di atas, pers. (1.90) dapat
dituliskan menjadi
2
[ 2
]2 v2
1
dτ = dt 1 − 2 (dx / dt ) + (dy / dt ) + (dz / dt ) = dt 1 − 2
2 2 2
(1.92)
c c
atau
1/ 2
v2 dt
dτ = 1 − 2 dt = , (1.93)
c γ
dengan
1
γ = 2 2 . (1.94)
1− v / c
dx µ dx µ dt
= γ (ct , r ) = γ (c, v )
d
Vµ = =
(1.95)
dτ dt dτ dt
sedangkan komponen vektor kecepatan−4 kovarian Vµ dapat dicari dari V µ dengan
Vµ = η µν V ν = γ (−c, v ) .
(1.96)
γmc 2 E
P µ = mV µ = mγ (c, v ) = , γmv = , p (1.97)
c c
dengan energi :
E = γmc 2 (1.98)
___________________________________________________________________
17 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
dan momentum−3 :
p = γmv .
(1.99)
Hasil pers. (1.98) dan (1.99) berturut-turut sama dengan pers. (1.26) dan (1.21).
Sedangkan vektor momentum−4 kovarian Pµ adalah
Pµ = η µν Pν = (− E / c, p)
(1.100)
dp
f= (1.102)
dt
Sementara itu vektor gaya−4 kovarian Fµ dirumuskan sebagai
dE
Fµ = η µν F ν = γ − , f . (1.103)
c dt
Perkalian dalam (inner product) antara dua vektor kovarian dan kontravarian
akan menghasilkan suatu skalar, seperti misalnya
2 2 v2
µ
VµV = γ (−c, v)γ (c, v) = −γ c + γ v = −γ c 1 − 2 = −c 2
2 2 22
(1.104)
c
dan
Pµ P µ = (− E / c, p)( E / c, p) = −(E / c ) + p 2 = − m 2 c 2
2
(1.105)
0=
d
dτ
( ) dE
mVµV µ = FµV µ + Vµ F µ = γ −
dE
, f γ (c, v) + γ (−c, v)γ
, f
c dt c dt
dE
= 2γ 2 − + f ⋅ v (1.106)
dt
sehingga diperoleh
dE
= f ⋅v (1.107)
dt
___________________________________________________________________
18 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Dengan hasil di atas, vektor gaya−4 kontravarian dan kovarian berturut−turut dapat
dituliskan menjadi
(
F µ = γ f ⋅ v / c, f
) (1.108)
dan
(
Fµ = γ − f ⋅ v / c, f )
(1.109)
x N = ( x1 , x 2 ,..., x N ) . (1.112)
Jika dilakukan transformasi ke koordinat
~
x N = (~
x 1, ~
x 2 ,..., ~
xN ) (1.113)
di dalam ruang tersebut, kaedah transformasi yang mengubungkan vektor
~ ~
kontravarian Aν dan A µ serta antara vektor kovarian Aν dan Aµ berturut−turut
dengan
g µν = η µν (ηmn = δ mn , η00 = −1, η0 m = ηm0 = 0 ) (1.120)
___________________________________________________________________
20 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
~ (Γ − 1) x jV j i ΓV i 0
x ni = x ni +
i i
V ni − x ni (1.127)
V2 c
atau
i (Γ − 1)V iV j j ΓV i 0
x = δ j +
~ i x − x (1.128)
V2 c
Sedangkan penguraian untuk komponen waktu adalah
~ V
c t = Γ(ct − i x i ) (1.129)
c
atau
~ V
x 0 = Γ( x 0 − i x i ) . (1.130)
c
___________________________________________________________________
21 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
~
Dari pers. (1.128) dan (1.130), jika dilakukan derivatif parsial koordinat K
terhadap K, diperoleh
∂~
xi (Γ − 1)V iV j
=δ j +
i
(1.131)
∂x j V2
∂~
xi ΓV i
= − (1.132)
∂x 0 c
∂~
x0 ΓV
=− i (1.133)
∂x i
c
∂~
x0
= Γ. (1.134)
∂x 0
Ditinjau suatu vektor−4 kontravarian di ruang K
S µ = ( S 0 , S m ) = ( S 0 , S)
(1.135)
~
dan vektor−4 kontravarian di ruang K
~ ~ ~ ~ ~
S µ = (S 0 , S m ) = (S 0 , S) . (1.136)
Dengan menggunakan kaedah transformasi untuk komponen vektor kontravarian,
diperoleh :
~ 0 ∂~
x 0 ν ∂~
x 0 0 ∂~ ΓVn n 0 S⋅V
x0 n
S = ν S = 0 S + n S = ΓS −
0
S = Γ S −
(1.137)
∂x ∂x ∂x c c
dan
~ ∂~xm ∂~xm ∂~
xm ΓV m 0 m (Γ − 1)V mVn n
S m = ν Sν = 0 S 0 + n S n = − S + δ n + S
∂x ∂x ∂x c V2
(Γ − 1)S ⋅ V m ΓS 0 m
= S +
m
V − V (1.138)
V2 c
yang jika dinyatakan dalam notasi vektor menjadi
~ (Γ − 1)S ⋅ V ΓS 0
S=S+ V− V. (1.139)
V2 c
Mengingat bentuk
(S ⋅ V )V / V 2 = S // ,
(1.140)
kaedah untuk komponen vektor S yang sejajar V adalah
___________________________________________________________________
22 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
ΓS 0
( )
~
S // = S // + (Γ − 1)S // − V = Γ S // − ( S 0 / c)V .
(1.141)
c
Sementara itu kaedah untuk komponen vektor S yang tegaklurus V adalah
~
S⊥ = S ⊥ .
(1.142)
Selanjutnya ditinjau vektor kecepatan−4 kontravarian :
V µ = (γ c, γ v )
(1.143)
sehingga
S0 = γc (1.144)
dan
S =γv.
(1.145)
Dengan menggunakan hasil pers. (1.137), untuk komponen ke nol, diperoleh
γ v⋅V
~
γ c = Γ γ c + (1.146)
c
γ~ v⋅V
= Γ1 + 2 . (1.147)
γ c
Persamaan di atas menghubungkan faktor dilatasi partikel yang bergerak di kedua
kerangka. Sedangkan dengan menggunakan pers. (1.139) untuk komponen vektor,
diperoleh
Γ − γ ⋅V Γγ c
~ ( 1) v
γ~ v = γ v + −
V V (1.148)
V2 c
yang jika disederhanakan menjadi
(Γ − 1) v ⋅ V
v+ − Γ
V V
~ V2
v= (1.149)
v⋅V
Γ1 − 2
c
___________________________________________________________________
23 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
v // − V
~
v // = (1.150)
v⋅ V
1− 2
c
Sedangkan untuk v ⊥ adalah
~
v⊥
v⊥ = (1.151)
v⋅V
Γ1 − 2
c
atau
~
(
E = Γ E −p⋅V .
) (1.156)
Bentuk (1.156) di atas sama dengan pers. (1.58). Adapun kaedah transformasi
Lorentz untuk vektor momentum−3 adalah
~ (Γ − 1)p ⋅ V ΓE
p=p+ V− 2 V. (1.157)
V2 c
Untuk komponen vektor momentum−3 sejajar dan tegaklurus, kaedahnya adalah
~ ΓE
c
(
p // = p // + (Γ − 1)p // − 2 V = Γ p // − ( E / c 2 )V
) (1.158)
dan
~
p⊥ = p ⊥
(1.159)
Bentuk (1.158) dan (1.159) di atas sama dengan bentuk pers. (1.59) dan (1.60).
Selanjutnya ditinjau vektor gaya−4 kontravarian :
___________________________________________________________________
24 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
(
F µ = γ f ⋅ v / c, f )
(1.160)
sehingga
f ⋅v
S =γ
0
(1.161)
c
dan
S =γ f .
(1.162)
Diperoleh
~ (Γ − 1)γ f ⋅ V Γγ f ⋅ v
~
γ f =γ f + V− V (1.163)
V2 c2
yang dengan menggunakan pers. (1.139), bentuk di atas dapat dituliskan menjadi
(Γ − 1) f ⋅ V Γ f ⋅ v
~ f + 2
V− 2 V
f = V c . (1.164)
v⋅V
Γ1 − 2
c
Kaedah f untuk komponen sejajar dan tegaklurus berturut−turut adalah
Γ f ⋅ v f ⋅v
~ f // + (Γ − 1) f // − 2 V f // − 2 V
f// = c = c
. (1.165)
v⋅V v⋅V
Γ1 − 2 1 − 2
c c
dan
~
f⊥
f⊥ = . (1.166)
v⋅V
Γ1 − 2
c
~
Selanjutnya jika ditinjau kasus khusus dengan v = V , atau partikel rehat di K ,
___________________________________________________________________
25 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
V2
f // 1 − 2
~ 0 c
f// = = f // (1.169)
V2
1 − 2
c
dan
~ 0
f⊥
f⊥ = − 2 = Γ f⊥ .
(1.170)
ΓΓ
~
Jadi untuk kerangka rehat partikel di K , kaedah transformasi Lorentz untuk vektor
gaya−3 adalah
~ 0 ~ 0 ~ 0
f = f// + f⊥ = f // + Γf ⊥ .
(1.171)
j = ρv .
(1.172)
Persamaan kontinuitas muatan dirumuskan sebagai
∂ρ
+ ∇. j = 0
(1.173)
∂t
Dalam elektrodinamika dikenal skalar potensial listrik φ dan vektor
potensial listrik−3 A yang mana gabungan keduanya bersama−sama membentuk
A µ = ( A0 , A m ) = (φ / c, A )
(1.174)
Mengikuti sistem satuan SI, terdapat perumusan−perumusan berikut
1 ∂φ
+ ∇ =0
. A (1.175)
c 2 ∂t
1 ∂2A
− 2 2 + ∇ 2 A = −µ0 j
(1.176)
c ∂t
1 ∂ 2φ
− + ∇ 2φ = − µ 0 ρc 2 (1.177)
c 2 ∂t 2
___________________________________________________________________
26 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
j µ = ( j 0 , j ) = ( ρ c, j ) .
(1.179)
Operator skalar−4 ∆ didefinisikan sebagai
µ 1 ∂2 1 ∂2 ∂2 ∂2 ∂2
∆ = ∂µ∂ = − 2 2 + ∇ = − 2 2 + 2 + 2 + 2
2
(1.180)
c ∂t c ∂t ∂x ∂y ∂z
Operator turunan koordinat−4 kovarian dan kontravarian masing-masing
dirumuskan sebagai
∂ ∂ ∂ 1 ∂
∂µ = µ
= 0 , m = ,∇ (1.181)
∂x ∂x ∂x c ∂t
1 ∂
∂ µ = η µν ∂ν = − ,∇ (1.182)
c ∂t
Bentuk syarat Lorentz pers. (1.175) dapat dituliskan sebagai
∂ µ Aµ = 0 (1.183)
( )
~
j// = Γ j// − ρV ,
(1.188)
___________________________________________________________________
27 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
dan
~
j⊥ = j⊥ .
(1.189)
Sementara itu kaedah transformasi Lorentz untuk komponen vektor
potensial−4 adalah
~
φ φ A ⋅V
= Γ −
(1.190)
c c c
atau
~
(
φ = Γ φ − A⋅V , )
(1.191)
serta
~ (Γ − 1) A ⋅ V Γφ
A=A+ V− 2 V, (1.192)
V2 c
~ φ
A // = Γ A // − 2 V , (1.193)
c
dan
~
A⊥ = A⊥ .
(1.194)
~
Jika kita ingin mencari transformasi balik dari kerangka K ke kerangka K,
hal itu dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan substitusi V = − V . Dengan
___________________________________________________________________
28 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Energi : (
~ ~
E = Γ E +p⋅V ) (1.198)
Vektor momentum−3 :
~ ~
~ (Γ − 1)p ⋅ V ΓE
p=p+ V + V (1.199)
V2 c2
~
~ E
p // = Γ p // + 2 V
(1.200)
c
~
p⊥ = p⊥
(1.201)
Vektor gaya−3 :
~ ~
~ (Γ − 1) f ⋅ V Γ f ⋅ ~ v
f + V + V
f=
V2 c 2
(1.202)
~
v⋅V
Γ1 + 2
c
~ ~
~ f ⋅v
f// + 2 V
f // =
c (1.203)
~
v ⋅ V
1 +
c 2
~
f⊥
f⊥ =
~ . (1.204)
v⋅V
Γ1 + 2
c
~
j ⋅V
Rapat muatan ρ = Γ ρ~ + 2 (1.205)
c
Vektor rapat arus
~
~ (Γ − 1) j ⋅ V
j= j+ V + Γρ~V
2
(1.206)
V
~
j// = Γ j// + ρ~V
(1.207)
~
j⊥ = j⊥ .
(1.208)
~ ~
Skalar potensial listrik : φ = Γ φ + A ⋅ V (1.209)
___________________________________________________________________
29 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
30 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
1. Sebuah pesawat bergerak ke arah timur dengan laju 0,8 c diukur menurut
menara yang diam. Pesawat tersebut melepaskan peluru dengan laju 0,6 c
terhadap pesawat. Carilah masing-masing laju dan arah gerak peluru terhadap
menara jika arah peluru terhadap pesawat adalah
(a) timur
(b) utara
(c) barat
(d) timur laut.
(a) momentum dan tenaga kinetik dan tenaga total partikel menurut
kerangka I.
(b) kecepatan, momentum, tenaga kinetik dan tenaga total partikel menurut
kerangka II.
(b) 0,99 c
(c) Untuk kedua nilai kelajuan tersebut, tentukan faktor peningkatan tenaga
kinetik maupun momentum elektron.
(a) Tentukan besar dan arah kecepatan partikel beta menurut kerangka K.
(b) Jika partikel beta tersebut tetap dipancarkan dengan kelajuan 0,75 c di
K 0 , namun arahnya dilihat dari K sejajar dengan sumbu y, tentukan
arah pancaran diamati dari inti dan kelajuan partikel beta diamati di K.
~
K yang bergerak terhadap K dengan kecepatan V = V î (diketahui
(c 2 + v A v B ) − (c 2 − v A
2
)(c 2 − vB2 )
V= .
vA + v B
7. Di kerangka K, sebuah partikel bergerak dengan kecepatan u . Di K tersebut
juga terdapat medan E dan B . Bagaimanakah cara menentukan gaya Lorentz
pada partikel tersebut di kerangka K’, dimana K’ bergerak dengan kecepatan
V terhadap K ? Jika gaya Lorentz di K’ tersebut telah diperoleh, bagaimana
cara menguji bahwa nilai yang diperoleh itu benar ?
___________________________________________________________________
32 Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
: X µ = γ (Y / c , c Z ) γ=
8. Diketahui vektor−4 kontravarian dengan
9. Jelaskan bahwa gaya Lorentz yang dirasakan oleh sebuah partikel di kerangka
K menjadi gaya Coulomb di kerangka diam K’. Bagaimana dengan
sebaliknya, gaya Coulomb di K’ menjadi gaya Lorentz di K ?
___________________________________________________________________
33 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
BAB II
PENERAPAN TEORI RELATIVITAS KHUSUS
Teori Relativitas Khusus sebagai salah salah satu pilar fisika modern memiliki
beberapa kegunaan dalam menelaah secara lebih kompak dan terpadu berbagai
gejala alam. Berikut ini akan disajikan beberapa penerapan teori relativitas khusus
pada beberapa fenomena, diantaranya adalah persoalan paradoks kembar, gerak
partikel relativistik dalam medan gaya konstan dan medan gravitasi seragam, efek
hamburan Compton dan sebagainya.
Bumi Bintang
Gambar 2.1
Perjalanan pulang pergi bumi-bintang
Teori relativitas khusus menyatakan bahwa jika Mary bergerak terhadap John, maka
selang waktu dalam kerangka inersial Mary mengalami dilatasi sebesar γ yang
dirumuskan
γ = 1 − V 2 / c2 . (2.1)
___________________________________________________________________
34 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Jadi pada akhir perjalanan Mary, dia lebih muda daripada John. Paradoks muncul
dari kenyataan bahwa (dengan mengabaikan selang waktu saat Mary bergerak
dipercepat dan diperlambat), Mary berada dalam kerangka inersial, dan selanjutnya
dari prinsip relativitas, Mary dapat mengklaim bahwa Johnlah yang bergerak, bukan
dia. Kalau demikian selang waktu John seharusnya yang mengalami dilatasi, bukan
Mary, sehingga saat Mary kembali, ia menjumpai saudara kembarnya itu lebih
muda daripadanya. Manakah yang benar ?
Untuk menyederhanakan kasus ini, diasumsikan perjalanan Mary terjadi saat
ia lahir (yang juga berarti saat John lahir). Pada saat itu, berarti waktu lokal T = 0
dan posisi X = 0. Selanjutnya akan dibandingkan jarak bumi−bintang menurut
kedua orang tersebut. Jarak antara bumi dan bintang diukur oleh pengamat yang
stasioner di bumi (John) adalah DJ . Jarak bumi − bintang yang diukur oleh Mary
adalah
DM = DJ / γ . (2.2)
Perumusan ini disebabkan oleh adanya kontraksi Lorentz. Indeks J dan M berturut-
turut menunjukkan pengukuran menurut John dan Mary. Akan diukur umur relatif
John dan Mary. Caranya, pertama dengan melakukan penghitungan dalam kerangka
John dan selanjutnya penghitungan dikerjakan dalam kerangka Mary. Nanti akan
ditunjukkan bahwa dua penghitungan tersebut akan memperoleh hasil yang sama.
Kesamaan ini menunjukkan tidak adanya perbedaan antara dua kerangka inersial
yang ditinjau.
Sekarang penghitungan dilakukan dalam kerangka John. Mary menempuh
perjalanan total (menuju bintang dan kembali ke bumi) sejauh 2 DJ dengan
waktu yang ditunjukkan oleh jam milik John ( TJ ) dan waktu yang ditunjukkan oleh
Mary ( TM ) sebagai
VX J
TM = γ [TJ − ] (2.3)
c2
___________________________________________________________________
35 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
VX
TJ = γ TM − 2M . (2.11)
c
Dan dengan penurunan selanjutnya dapat ditunjukkan kaitan untuk selang waktu
masing-masing jam sebagai
∆ TM
∆ TJ = (2.12)
γ
yang berarti jam milik John bergerak lebih lambat daripada jam milik Mary dengan
faktor 1/γ. Sekilas nampak adanya paradoks atau kontradiksi dengan ungkapan
sebelumnya yang menyatakan bahwa jam Mary bergerak lebih lambat daripada
John. Namun demikian yang sebenarnya tidak demikian, karena hal ini disebabkan
relativitas khusus menyatakan bahwa kita tidak dapat menghubungkan waktu yang
ditunjukkan oleh jam pada tempat yang berbeda (yang dalam hal ini umur orang
kembar yang terpisah) sampai kemudian kedua orang tersebut bertemu kembali.
Ketika mereka berdua bertemu kembali, baru tampaklah siapa yang lebih tua atau
lebih muda dengan cara membandingkan selang waktu yang ditunjukkan oleh jam
masing-masing.
Menurut Mary, perjalanannya memakan waktu 2 DM / V , sehingga selama
perjalanan, umur Mary adalah
2 DM
AM = . (2.13)
γ
Perlu diingat bahwa telah diasumsikan bahwa waktu untuk mempercepat dan
memperlambat roket telah diabaikan. Karena jam John bergerak lebih lambat
dengan faktor 1/γ, John berumur
2 DM 1
AJ = . (2.14)
V γ
Jika dilatasi waktu menjadi satu-satunya faktor dalam penghitungan, Mary
dapat mengklaim bahwa dirinya berusia lebih tua dari John dengan selisih umur
mereka adalah
1 2D 1 2 DJ 1
AM − AJ = 1 − M = 1 − (2.15)
γ V γ V γ
___________________________________________________________________
37 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
1 2 DJ 1 2VDJ 2 DJ 1 V 2 2 DJ
AJ − AM = − 1 + 2 = + − . (2.19)
γ V γ c V γ 2 c 2 Vγ
Karena
1 V2
+ =1 (2.20)
γ2 c2
maka
2 DJ 2 D J 1 2 DJ
AJ − AM = − = 1 − . (2.21)
V Vγ γ V
___________________________________________________________________
38 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Ternyata dalam kerangka Mary, selisih umur antara John dan Mary juga sama
seperti yang telah dihitung pada kerangka John. Dari dua penghitungan tersebut
ditunjukkan bahwa setelah kembali ke bumi, Mary yang menempuh perjalanan
berusia lebih muda daripada saudara kembarnya, John.
2.2 Tinjauan Gerakan Partikel Relativistik yang dikenai Gaya Konstan dan
Medan Gravitasi Seragam
Salah satu latihan yang cukup mudah dalam persoalan mekanika klasik
elementer adalah menyelesaikan problem gerakan sebuah partikel dalam dua
dimensi yang dikenai suatu gaya konstan. Untuk gerakan nonrelativistik, gaya yang
bekerja pada partikel dalam medan gravitasi seragam (uniform) bersifat konstan,
dan persamaan trayektori / lintasan partikel tersebut berbentuk parabola.
Dalam tinjauan teori relativitas khusus, gaya gravitasi yang berkaitan dengan
medan gravitasi seragam tidaklah bersifat konstan, namun merupakan fungsi
kecepatan partikel yang diperoleh dengan menetapkan massa gravitasi sama dengan
massa inersial. Berikut ini akan dicari penyelesaian eksak untuk gerakan pada kasus
tersebut dan juga gerakan dengan gaya konstan.
___________________________________________________________________
39 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
( )
d
mcγ β = mg (2.24)
dt
dengan
V 1
β= dan γ = . (2.25)
c 1− β 2
dengan
gt
σ= . (2.30)
c
Dengan mengingat bahwa
1
γ = , (2.31)
1 − β x2 − β y2
adalah
β 0γ 0 cos θ
βx = (2.32)
γ 02 − (2 β 0γ 0 sin θ )σ + σ 2
β 0γ 0 sin θ − σ
βy = (2.33)
γ 02 − (2 β 0γ 0 sin θ )σ + σ 2
dan
___________________________________________________________________
40 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
γ = γ 02 − (2 β 0γ 0 sin θ )σ + σ 2 . (2.34)
y=
c2
g
(
γ 0 − γ 02 − (2 β 0γ 0 sin θ )σ + σ 2 . ) (2.36)
γ = γ 02 − 2 β 0γ 0σ + σ 2 (2.41)
β 0γ 0 − σ
βy = (2.42)
γ 02 − 2 β 0γ 0σ + σ 2
dan
y=
c2
g
(
γ 0 − γ 02 − 2 β 0γ 0σ + σ 2 ) (2.43)
σ = β 0γ 0 sin θ . (2.45)
Substitusi hasil ini ke pers. (2.36) dihasilkan
ymax
c2
(
= γ 0 1 − 1 − β 02 sin 2 θ .
g
) (2.46)
Untuk θ = π / 2 , berarti
c2
ymax = (γ 0 − 1) (2.47)
g
yang dalam limit non−relativistik akan tereduksi menjadi
v02
ymax = . (2.48)
2g
Hasil di atas sama dengan hasil tinggi maksimum partikel yang ditembakkan tegak
lurus ke atas dengan kecepatan awal v0 dalam medan gravitasi g.
Sementara itu jarak maksimum pada arah x positif, dalam hal ini y = 0
sehingga dari pers. (2.36) diperoleh
σ = 2 β 0γ 0 sin θ . (2.49)
c 2 β 0γ 0 cos θ 1 + β 0 sin θ
xmax = ln . (2.50)
g 1 − β 0 sin θ
Dari persamaan di atas, tampak bahwa xmax merupakan fungsi β 0 dan θ . Nilai
atas ke θ kemudian hasilnya diisikan sama dengan nol. Hasilnya nilai θ max yang
Ternyata nilai θ max yang menyebabkan xmax masih merupakan fungsi kecepatan
v02 sin 2 θ
ymax = (2.52)
2g
dan
___________________________________________________________________
42 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
v02 sin 2θ
xmax = . (2.53)
g
( )
d
γmcβ = γmg . (2.54)
dt
Dengan memilih
g = − g ˆj (2.55)
maka komponen-komponen pers. (2.54) adalah
d
(γmcβ x ) = 0 (2.56)
dt
dan
d
dt
( )
γmcβ y = −γmg . (2.57)
diperoleh
γ
dγ γ + γ 2 −α 2
σ = −∫ = − ln (2.60)
γ 2 −α2 γ + γ 2 −α2
γ0 0 0
dengan
α 2 = γ 02 (1 − β 02 sin 2 θ ) . (2.61)
Kemudian dari pers. (2.60) :
γ 0 1 + β 0 sin θ
γ = + eσ (1 − β 0 sin θ ) . (2.62)
2 σ
e
Dari pers. (2.58) :
___________________________________________________________________
43 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
2 β 0 cos θ
βx =
[e −σ
]
(1 + β 0 sin θ ) + eσ (1 − β 0 sin θ )
. (2.63)
e −σ (1 + β 0 sin θ ) − eσ (1 − β 0 sin θ )
βy = . (2.64)
e −σ (1 + β 0 sin θ ) + eσ (1 − β 0 sin θ )
Gerakan partikel dapat ditelusuri dengan mengintegralkan pers. (2.63) dan
(2.64) yang hasilnya adalah
c 2 e −σ (1 + β 0 sin θ ) + eσ (1 − β 0 sin θ )
y=− ln . (2.66)
g 2
Seperti halnya pada telaah di atas, untuk β 0 dan σ kecil, pers. (2.63)−(2.66)
v y = v0 sin θ − gt (2.68)
x = v0 cos θ t (2.69)
dan
y = v0 sin θ t − 12 gt 2 . (2.70)
γ =
γ0
2
[e −σ
(1 + β 0 ) + eσ (1 − β 0 ) ] (2.71)
e −σ (1 + β 0 ) − eσ (1 − β 0 )
βy = (2.72)
e −σ (1 + β 0 ) + eσ (1 − β 0 )
x=0 (2.73)
dan
___________________________________________________________________
44 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
c 2 e −σ (1 + β 0 ) + eσ (1 − β 0 )
y = − ln . (2.74)
g 2
Dalam limit non−relativistik, pers. (2.72) dan (2.74) tereduksi ke
v y = v0 − gt (2.75)
dan
y = v0t − 12 gt 2 . (2.76)
βy = 0 (2.77)
v02
ymax = . (2.81)
2g
Jangkauan partikel maksimum pada arah sumbu x atau xmax dapat diperoleh
dengan mengisikan
y=0 (2.82)
ke dalam pers. (2.66) dan untuk nilai σ yang bersangkutan diperoleh
1 + β 0 sin θ
σ = ln . (2.83)
1 − β 0 sin θ
Substitusi hasil ini ke pers. (2.65) dihasilkan jangkauan maksimum
___________________________________________________________________
45 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Kembali di sini xmax adalah fungsi β 0 dan θ . Untuk nilai β 0 tertentu, nilai
xmax dapat diperoleh sehingga untuk kondisi tersebut nilai sudut proyeksi θ max
adalah solusi persamaan berikut :
1 + β 0 sin θ
sin θ max tan −1 − tan −1 1 − β 0 sin θ
1 + β sin θ
1 − β 0 sin θ 0 (2.85)
= β 0γ 02 cos 2 θ max 1 − β 02 sin 2 θ max
v02 sin 2 θ
ymax = (2.86)
2g
dan
v02 sin 2θ
xmax = . (2.87)
g
Selanjutnya ditinjau gerak sebuah partikel pada dua dimensi (x, y) yang
memiliki momentum awal p0 dalam arah sumbu x yang dikenai gaya konstan f
sepanjang sumbu y. Akan dicari bagaimanakah trayektori partikel tersebut secara
relativistik. Dimulai dari persamaan gerak zarah
dp
=F (2.88)
dt
untuk mana komponen-komponen gaya F adalah
dp x
Fx = 0 = (2.89)
dt
dan
dp y
Fy = f = . (2.90)
dt
Penyelesaian dua persamaan terakhir di atas memberikan
p x = p0 (2.91)
dan
___________________________________________________________________
46 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
f t = py (2.92)
dan
E 2 = p 2 c 2 + m 2 c 4 = f 2 c 2t 2 + p02 c 2 + m 2 c 4 . (2.94)
Untuk mengolah kedua hasil di atas lebih lanjut, hubungan antara momentum,
energi dan kecepatan relativistik dapat dituliskan sebagai
p = γmv = (γmc 2 / c 2 ) v = Ev / c 2 (2.95)
atau
c2
v= p (2.96)
E
sehingga jika diambil komponen-komponennya adalah
dx c 2 p0
vx = = (2.97)
dt f 2 c 2t 2 + p02 c 2 + m 2 c 4
dan
dy Fc 2t
vy = = . (2.98)
dt F 2 c 2t 2 + p02 c 2 + m 2 c 4
sehingga
f 2 c 2t 2 + p02 c 2 + m 2 c 4 = ( p02 c 2 + m 2 c 4 )(1 + sinh 2 u ) = ( p02 c 2 + m 2 c 4 ) cosh 2 u (2.100)
dan
p02 c 2 + m 2 c 4
dt = cosh u du . (2.101)
cf
Jadi
c 2 p0 p02 c 2 + m 2 c 4 cp0
dx = cosh u du = du (2.102)
cosh u p02 c 2 + m 2c 4 cf f
cp0
x= u + C. (2.103)
f
Untuk syarat batas,
x(t = 0) = 0 (2.104)
serta mengingat bahwa untuk t = 0 maka u = 0 sehingga diperoleh C = 0 :
f
u= x (2.105)
cp0
yang memberikan hubungan antara t dan x secara
p02 c 2 + m 2 c 4 f x
t= sinh . (2.106)
cf cp
0
Selanjutnya dengan mengingat
dy dy / dt v y f p02 c 2 + m 2 c 4 f x
= = = t= sinh (2.107)
dx dx / dt v x p0 cp0 cp0
sehingga
p02 c 2 + m 2 c 4 f x
y ( x) = cosh + C . (2.108)
f cp0
Untuk syarat batas
y ( x = 0) = 0 (2.109)
maka
p02 c 2 + m 2 c 4
C=− (2.110)
f
sehingga
p02 c 2 + m 2 c 4 f x
y ( x) = cosh − 1 (2.111)
f cp
0
Jadi persamaan trayektori partikel tersebut berbentuk kurva cosinus hiperbolik yang
melalui titik (0, 0).
Adapun jika ingin dicari kaitan y sebagai fungsi t, dapat digunakan identitas
dalam trigonometri hiperbolik :
___________________________________________________________________
48 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
sehingga dengan menggunakan pers. (2.112), bentuk pers. (2.111) dapat ditulis
menjadi
2
p02 c 2 + m 2 c 4
y (t ) = 1 + cf t − 1
f
p02 c 2 + m 2 c 4
p02 c 2 + m 2 c 4 p02 c 2 + m 2 c 4 + c 2 f 2t 2
= − 1
f p02 c 2 + m 2 c 4
=
1
f
( p02 c 2 + m 2 c 4 + c 2 f 2t 2 − )
p02 c 2 + m 2 c 4 . (2.113)
(e u − e − u ) 1 u2 u2 1
sinh u = = 1 + u + + ... − 1 − u + − ... ≈ (2u ) = u (2.116)
2 2 2 2 2
serta mengingat
m 2 c 2 + p02 c 2 ≈ mc 2 (2.117)
maka
mc 2 f x m x
t≈ = (2.118)
cf cp0 p0
atau
p0
x(t ) = t = v0 t (2.119)
m
dengan v0 adalah kecepatan awal partikel pada arah sumbu x. Gerak yang diberikan
oleh persamaan di atas melukiskan gerak lurus beraturan (GLB) yang tak memiliki
percepatan.
___________________________________________________________________
49 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
y (t ) =
1 2
f
[
mc 1 + ( p0 c + c f t ) / m c
2 2 2 2 2 2 4
]1/ 2
[
− mc 2 1 + p02 c 2 / m 2 c 4 ]
1/ 2
≈
1
f
( [ ] [
mc 2 1 + ( p02 c 2 + c 2 f 2t 2 ) / 2m 2 c 4 − mc 2 1 + p02 c 2 / 2m 2 c 4 ])
f 2
= t = 1
2
at 2 (2.121)
2m
dengan a adalah percepatan ke arah sumbu y yang besarnya sama dengan gaya ke
arah sumbu y dibagi massa partikel. Gerak yang diberikan oleh persamaan di atas
melukiskan gerak lurus berubah beraturan (GLBB) dengan percepatan a searah
sumbu y.
Dari dua persamaan di atas, hubungan non-relativistik antara y dan x dapat
dituliskan sebagai
fm 2 a
y= 2
x = 2 x2 . (2.122)
2 p0 2v0
Hubungan di atas dapat pula dicari dari rumus (2.111) yang untuk gerak non-
relativistik berlaku
f x
<< 1 (2.123)
cp0
sehingga dengan mengingat untuk u << 1 :
e u + e − u 1 u2 u2
cosh u = = 1+ u + + ... + 1 − u + + ... ≈ 1 + 12 u 2 (2.124)
2 2 2 2
mc 2 1 f x fm
2
y ( x) ≈ 1 + − 1 = 2 x 2 (2.125)
f 2 cp0 p0
Gerak yang diberikan pada persamaan di atas melukiskan gerak parabola.
___________________________________________________________________
50 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
a' =
( )
a + Γ −1 − 1 (n ⋅ a ) n − V × (a × v ) / c 2
(2.126)
Γ 2 (1 − V ⋅ v / c 2 )3
dengan V = V n = kecepatan kerangka K’ terhadap K, v = kecepatan partikel di
kerangka K dan Γ = (1 − V 2 / c 2 ) −1 / 2
a' = a 0 = 2
a + γ −1 − 1 a
(
=
)
a
(2.129)
γ (1 − v ⋅ v / c 2 )3 (1 − v 2 / c 2 ) 3 / 2
Selain itu mengingat
dt dt 1 1
= = = . (2.130)
dt ' dt 0 γ (1 − v / c ) (1 − v / c 2 )1 / 2
2 2 2
Jadi :
t v (t ) v (t )
dt 1
t = ∫ dt = ∫ dv = ∫ dv
t =0 v =0
dv v=0
a
v (t )
1 dv v
=
a0 ∫ (1 − v / c ) 2
2 3/ 2
=
a0 1 − v 2 / c 2
(2.131)
v =0
___________________________________________________________________
51 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
vm
tm = . (2.132)
a0 1 − vm2 / c 2
Sementara itu
t0 t v (t )
1 dv
t0 = ∫ t0 = ∫ 1 − v 2 / c 2 dt = ∫
v =0 1 − v / c
2 2
t0 =0 t =0
a0
v(t )
c 1 1 c c+v
= ∫ + dv =
1− v / c 1+ v / c
ln
2a0 c − v
. (2.133)
v =0
2 a0
kerangka K 0 adalah
c c + vm
t0 m = ln . (2.134)
2 a 0 c − vm
λ λ'
θ
e φ
___________________________________________________________________
52 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Dengan menggunakan komponen tensor metrik (+1, −1, −1, −1) maka bentuk
momentum−4 kontravarian foton awal tersebut adalah
P µ γ = ( hν / c , − ℏ k ) . (2.149)
Sedangkan momentum−4 kovarian dan kontravarian foton akhir γ’ tersebut
berturut-turut adalah
Pµγ ' = ( Eγ ' / c, pγ ' ) = (hν ' / c, ℏ k ' ) . (2.150)
dan
P µ γ ' = ( hν ' / c , − ℏk ' ) . (2.151)
___________________________________________________________________
54 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Untuk elektron awal e yang berada dalam keadaan rehat, momentum−4 awal
kovarian dan kontravarian berturut-turut adalah
Pµe = ( Ee / c, p e ) = (mc,0) (2.152)
dan
P µ e = (mc,0) . (2.153)
dan
Pµ e'
= ( p 2 + m 2 c 2 , −p ) . (2.155)
dan
Pµ γ + Pµ e = Pµ γ ' + Pµ e'
(2.157)
Dua persamaan di atas dapat ditulis menjadi
Pµγ + Pµe − Pµγ ' = Pµe ' (2.158)
dan
P µ γ + P µ e − P µ γ ' = P µ e' (2.159)
Dengan mengalikan masing-masing ruas persamaan di atas dengan diperoleh
(2.160)
− Pµe P µ γ ' − Pµγ ' P µ γ − Pµγ ' P µ e + Pµγ ' P µ γ ' = Pµe ' P µ e '
Mengingat
h 2 ℏ 2 (2π ) 2
Pµγ P µ γ = (hν / c) 2 − (ℏ k ) 2 = 2 − =0, (2.161)
λ 2
λ
hν hmc
Pµγ P µ e = mc + 0 = (2.162)
c λ
___________________________________________________________________
55 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
hν hmc
Pµe P µ γ = mc +0= (2.164)
c λ
Pµe P µ e = (mc)(mc) + 0 = m 2 c 2 , (2.165)
hν ' hmc
Pµe P µ γ ' = mc +0= (2.166)
c λ'
hν ' hν νν ' kk ' cos θ h2
Pµγ ' P µ γ = − ℏ 2k ⋅ k ' = h 2 2 − = (1 − cos θ ) (2.167)
c c c (2π ) 2 λλ '
hν ' hmc
Pµγ ' P µ e = mc + 0 = (2.168)
c λ'
h 2 ℏ 2 (2π ) 2
Pµγ ' P µ γ ' = (hν ' / c) 2 − (ℏ k ' ) 2 = 2 − = 0, (2.169)
λ' λ '2
Pµe ' P µ e ' = (p 2 + m 2 c 2 ) − p 2 = m 2 c 2 , (2.170)
maka
h2 h2
0 +
hmc
− (1 − cosθ ) +
hmc
+ m 2c 2 −
hmc
− (1 − cosθ ) − hmc + 0 =
λ λλ ' λ λ' λλ ' λ'
m2c 2
atau
2
1 1 2h
2hmc − = (1 − cos θ ) . (2.171)
λ λ ' λλ '
λλ '
Dengan mengalikan masing-masing ruas di atas dengan , diperoleh
2hmc
perumusan efek Compton
h
λ' − λ = (1 − cos θ ) . (2.172)
mc
Selanjutnya akan dihitung berapakah tenaga kinetik elektron yang terpental
oleh tumbukan foton tersebut. Sebelum tumbukan energi foton dan elektron
berturut-turut adalah
hc
Eγ = (2.173)
λ
___________________________________________________________________
56 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
dan
Ee = mc 2 . (2.174)
Setelah terjadi tumbukan, energi foton adalah
hc hc
Eγ ' = = (2.175)
λ ' λ + (h / mc)(1 − cosθ )
Menggunakan asas kekekalan energi, energi elektron setelah tumbukan adalah
hc hc
Ee' = Eγ + Ee − Eγ ' = + mc 2 − . (2.176)
λ λ + λ0 (1 − cos θ )
Dari nilai energi tersebut, tenaga kinetik elektron yang terpental tersebut adalah
energi elektron dikurangi energi rehatnya yang bernilai
hc 1 hc λ0 (1 − cos θ )
Te ' = 1 − = . (2.177)
λ 1 + (λ0 / λ )(1 − cos θ ) λ λ + λ0 (1 − cos θ )
Hubungan antara sudut pentalan foton (θ ) dengan sudut pentalan elektron
(φ ) dan panjang gelombang foton datang (λ) dapat ditelusuri dengan dengan
menggunakan hukum kekekalan momentum. Untuk komponen ke arah y,
h
sin θ = pe ' sin φ . (2.178)
λ'
Momentum elektron setelah tumbukan dirumuskan sebagai
2
1 1 2 hc hc
pe ' = Ee2' − m 2 c 4 = mc + − − m 2 c 4
c c λ λ + λ0 (1 − cos θ )
2
1 2 hc λ0 (1 − cos θ )
= mc + − m c
2 4
c λ λ + λ0 (1 − cos θ )
___________________________________________________________________
57 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
θ θ θ
sin θ = 2 sin cos dan 1 − cos θ = 2 sin 2 (2.181)
2 2 2
maka akhirnya diperoleh
cos(θ / 2)
sin φ =
(λ0 / h )(mcλ2 + λ0 (h + mcλ ) sin 2 (θ / 2))
. (2.182)
___________________________________________________________________
58 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
x x + 3a
t= .
a 3c
___________________________________________________________________
59 Penerapan Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
7. Tunjukkan bahwa sebuah benda yang bergerak lurus di bawah pengaruh gaya
1 1 1 1 + γ 1 1 1 1 + γ 2
x= − ln − − ln
α γ 1 2 1 − γ 1 γ 2 2 1 − γ 2
dengan
γ 1 = (1 − v12 / c 2 ) −1/ 2
dan
γ 2 = (1 − v 22 / c 2 ) −1 / 2 .
___________________________________________________________________
61 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
BAB III
ANALISIS TENSOR DAN
TEORI RELATIVITAS UMUM
Untuk setiap sistem fisis, setiap hukum yang menghubungkan besaran fisis
tidak akan bergantung kepada pemilihan sistem koordinat. Hal ini berarti,
persamaan gerak sistem (baik zarah maupun medan) akan memiliki bentuk yang
tetap (tidak berubah) di dalam semua sistem koordinat. Persamaan yang tidak
berubah bentuknya terhadap transformasi koordinat dikatakan memiliki sifat
kovarian terhadap transformasi tersebut. Sifat inilah yang menyebabkan tensor
banyak digunakan untuk menelaah suatu sistem fisis.
Tensor adalah besaran yang merupakan perluasan dari vektor, seperti halnya
vektor merupakan perluasan dari besaran skalar. Tensor memiliki komponen-
komponen seperti halnya vektor. Besaran vektor sangat penting di dalam fisikan
karena ia menyatakan objek dengan kaedah-kaedah yang tetap sama meskipun
kerangka acuan yang dipilih berubah-ubah. Perubahan kerangka acuan memang
menyebabkan nilai komponen tensor berubah pula, namun kaedah-kaedah yang
berlaku bagi komponen tensor tetap tidak berubah.
Teori Relativitas Umum adalah salah satu teori fisika modern yang cukup
besar peranannya dalam menerangkan struktur ruang-waktu dan jagad raya. Teori
ini adalah teori yang indah, memiliki daya pikat ramalan terhadap gejala alam
yang cukup menarik, namun memiliki persyaratan matematik berupa analisis
tensor. Karena itulah dalam hand out ini akan disajikan analisis tensor sebagai
jembatan untuk memahami teori relativitas umum.
∂ µ menyatakan ∂ / ∂x µ .
( A1 , A2 ,..., AN ) , (3.7)
__________________________________________________________________
63 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
N
∂x µ N
Aν = ∑ ν
Aµ = ∑ ∂ν x µ Aµ (3.9)
µ =1 ∂x µ =1
kovarian. Karena jumlah rank tensor lebih dari satu maka dimungkinkan terdapat
indeks yang terletak di atas dan di bawah. Tensor seperti ini dinamakan tensor
µ
campuran (mixed tensor) Sebagai contoh Dαβ dinamakan tensor rank−3
campuran. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa vektor dan skalar tak lain
merupakan tensor rank−1 dan rank−0.
Persamaan transformasi untuk tensor kontravarian serupa dengan bentuk
produk (3.2) yaitu
N
∂x µ ∂xν αβ
B µν = ∑ α βB . (3.10)
α , β =1 ∂x ∂x
Pers. (3.10), (3.11) dan (3.12) dapat dikembangkan untuk tensor dengan peringkat
yang lebih tinggi.
Selanjutnya untuk mempersingkat penulisan akan digunakan kesepakatan
penjumlahan Einstein meliputi indeks berulang yang menyatakan bahwa jika di
__________________________________________________________________
64 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
dalam sebuah bentuk terdapat sepasang indeks yang sama dengan salah satu
terletak di atas dan yang lainnya di bawah, maka penjumlahan harus dilakukan
terhadap bentuk tersebut meliputi jangkauan indeks berulang tersebut. Jadi dari
pers. (3.1) sampai dengan (3.12), tanda Σ tidak perlu dituliskan. Namun jika
bentuk yang memuat indeks berulang tersebut tidak ingin dijumlahkan, hal
tersebut harus ditegaskan secara eksplisit.
2. Perkalian luar
Terhadap dua tensor atau lebih yang memiliki indeks yang berbeda, dapat
dilakukan perkalian luar seperti
Aαβ Bµν = Cαµν
β
. (3.14)
3. Kontraksi
Proses menyamakan sepasang atau lebih pasangan indeks kovarian dan
kontravarian, seperti
β kontraksi (α , β )
β
Cαµν
→ C βµν = C µν (3.15)
5. Hukum pembagian
__________________________________________________________________
65 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
66 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
Gambar 3.1
Ruang datar (kiri) dan ruang lengkung dua dimensi (kanan)
__________________________________________________________________
67 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
dengan µ ,ν = 1, 2, …, N dan
g11 ⋯ g N1
g = det g µν = ⋮ ⋮ (3.24)
g N 1 ⋯ g NN
kerangka K adalah
∂x µ ∂xν
gαβ = g µν (3.25)
∂x α ∂x β
Pers. (3.23) dapat diubah bentuknya menjadi
ds 2 = 1
2
(( g µν + gνµ ) + ( g µν − gνµ ) ) dx µ dxν (3.26)
Dengan mengambil
( g µν − gνµ ) dx µ dxν = 0 (3.27)
maka
g µν = gνµ (3.28)
dx µ dxν 2
ds 2 = g µν dt (3.29)
dt dt
sehingga jarak antara kedua titik adalah
1/ 2
dx µ dxν
t2
s = ∫ g µν
dt . (3.30)
t1 dt dt
__________________________________________________________________
68 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
kovarian g µν menghasilkan
1, α = ν
g αµ g µν = δνa = (3.31)
0, α ≠ ν
dengan δνα adalah delta Kronecker. Jadi untuk mendapatkan tensor metrik metrik
Perumusan di atas dapat diperluas untuk tensor, seperti jika akan ditentukan suatu
besaran skalar B dari tensor kontravarian rank−2 B µν maka berlaku persamaan
B = g µν B µν (3.36)
α α
Γµν = = g αβ [ µν , β ]. (3.40)
µν
Kedua lambang Christoffel tersebut bukan merupakan tensor.
Kedua lambang Christoffel tersebut digunakan untuk mendefinisikan
turunan kovarian. Turunan kovarian suatu vektor kontravarian A µ didefinisikan
sebagai
A µ;ν = ∂ν A µ + Γαν
µ α
A (3.41)
penurunan kovarian pers. (3.41) dan (3.42) untuk tensor dengan rank yang lebih
tinggi adalah sebagai berikut.
1. Tensor kontravarian rank n
µ1 αµ 2 ...µ n
A µ;ν1 µ 2 ...µ n = ∂ν A µ1 µ 2 ...µ n + Γνα A µ n µ1 µ 2 ...µ n −1α
+ ... + Γνα A (3.43)
__________________________________________________________________
70 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
( β
Aµ ;να = ∂α Aµ ;ν − Γµα ) β
Aβ ;ν − Γαν Aµ ; β (3.47)
( η
Aµ ;αν = ∂ν ∂α Aµ − Γµν )
β
Aη − Γµν ( η
∂α Aβ − Γβα β
Aη − Γνα ) ( η
∂ β Aµ − Γµβ Aη (3.49) )
Jika pers. (3.49) dikurangi pers. (3.48) akan dihasilkan
( η
Aµ ;αν − Aµ ;να = ∂α Γµν η
− ∂ν Γµα η
+ Γβα β
Γµν η
− Γβν β
Γµα Aη ) (3.50)
Karena Aµ ;αν − Aµ ;να adalah tensor kovarian rank−3 dan Aη adalah tensor rank−1
sembarang kovarian maka ungkapan yang terdapat dalam kurung pada persamaan
di atas haruslah merupakan suatu tensor campuran rank−1 kontravarian dan rank−3
kovarian. Hal ini dapat dibuktikan melalui hukum pembagian. Dengan demikian
pers. (3.50) dapat dituliskan menjadi
η
Aµ ;αν − Aµ ;να = Rµαν Aη (3.51)
η
dengan Rµαν adala tensor Riemann-Christoffel yang dirumuskan sebagai
η η η η β η β
Rµαν = ∂α Γµν − ∂ν Γµα + Γβα Γµν − Γβν Γµα (3.52)
Pada ruang Euclid selalu dapat dipilih suatu sistem koordinat dengan
η
µν = η µν sehingga semua nilai lambang Christoffel lenyap. Nilai Rµαν juga
__________________________________________________________________
71 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
R = g µα Rµα (3.55)
Syarat stasioner bagi jarak kedua titik itu agar s12 bernilai ekstrem akan
dipenuhi jika
t2
δs12 = δ ∫ F dt = 0 . (3.59)
t1
dengan δs12 adalah variasi dari s12 . Bentuk (3.59) merupakan integral aksi fungsi
d ∂ F ∂ F
−
dt ∂xɺ µ ∂x µ = 0 (3.60)
maka
d 1 ∂F 1 ∂F 1 d ∂F ∂F 1 ∂F dF
− = − µ − = 0 (3.61)
dt 2 F ∂xɺ µ 2 F ∂x
µ
2 F dt ∂xɺ µ ∂x 2 F ∂xɺ µ dt
Di sini t dapat diambil sama dengan jarak s12 sepanjang kurva lintasan. Untuk
kasus ini karena s parameter sembarang maka
dF dx µ dx µ dxν
= 0, xɺ µ = , F = g µν (3.62)
ds ds ds ds
__________________________________________________________________
72 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
sehingga diperoleh
∂F
µ
= 2 g µν xɺν (3.63)
∂xɺ
dan
∂F ∂gαβ
µ
= xɺα xɺ β . (3.64)
∂x ∂x µ
Pers. (3.61) menjadi
d ∂F ∂F d 2 xν ∂g µν dxη dxν ∂gαβ dxα dx β
− = 2 g µν +2 η − µ =0 (3.65)
ds ∂xɺ µ ∂x µ ds 2 ∂x ds ds ∂x ds ds
Dengan menggunakan lambang Christoffel jenis pertama serta mengalikannya
dengan g µη , persamaan di atas pada akirnya dapat dituliskan menjadi
d 2 xη α
η dx dx
β
+ Γαβ =0. (3.66)
ds 2 ds ds
Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan geodesik. Persamaan ini digunakan
untuk menelaah gerakan jatuh bebas partikel dalam ruang bermetrik tertentu.
Lintasan partikel dalam ruang lengkung dari titik A ke B diilustrasikan pada
Gambar 3.2.
Gambar 3.2
Lintasan lengkung dalam ruang lengkung
__________________________________________________________________
73 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
lain, efek gravitasi haruslah merambat dengan kelajuan takhingga, sesuatu yang
bertentangan dengan TRK.
Einstein berkali-kali mencoba merumuskan teori gravitasi yang konsisten /
kompatibel dengan Teori Relativitas Khusus. Upayanya di tahun 1915
menghasilkan Teori Relativitas Umum (TRU). Ia mengemukakan saran yang
cukup revolusioner bahwa gravitasi bukanlah seperti gaya-gaya yang lain, namun
gravitasi merupakan efek dari kelengkungan ruang-waktu karena adanya
penyebaran massa dan energi di dalam ruang-waktu tersebut. Teori Relativitas
Umum ini dibangun di atas dua asas, yaitu pertama, asas kesetaraan (principle of
equivalence) dan kedua, kovariansi umum (general covariance) (Krane, 1992 ;
Weinberg, 1972).
Untuk menjelaskan asas kesetaraan ini perlu diberikan penggambaran
sebagai berikut (Krane, 1992). Misalnya seorang astronot berada di dalam roket
yang masih berada pada landasannya di permukaan bumi. Sebuah benda yang
dilepaskan teramati jatuh ke bawah dengan percepatan g = 9,8 m/s2 (Gambar 3.3a).
Kemudian diandaikan roket tersebut berada di ruang angkasa dengan medan
gravitasi amat kecil sehingga dapat diabaikan. Mesin peluncur kemudian
dinyalakan sehingga memberikan percepatan yang dikendalikan tepat sebesar g =
9,8 m/s2. Sekali lagi benda tersebut dilepaskan. Maka benda tersebut akan
meluncur ke bawah dengan percepatan a = 9,8 m/s2 (Gambar 3.3b). Kedua
percobaan yang bersifat angan-angan tersebut memberikan hasil sama.
Einstein menggunakan hasil percobaan angan-angan itu untuk
mengemukakan asas kesetaraan yang berbunyi, “Tidak ada percobaan yang dapat
dilakukan dalam daerah kecil (lokal) yang dapat membedakan medan gravitasi
dengan sistem dipercepat yang setara”. Pernyataan daerah kecil ini perlu
disebutkan karena alasan berikut. Seandainya kita melepaskan dua benda yang
terpisah sejauh jarak kecil r, maka di dekat permukaan bumi setiap benda bergerak
sepanjang lintasan jari-jari menuju pusat bumi sehingga kedua benda tersebut
makin lama makin dekat. Namun jika lebar roket cukup kecil, perbedaannya tidak
akan teramati. Hal ini persis seperti percobaan di dalam roket yang meluncur di
ruang angkasa yang dilepaskan dengan percepatan tertentu (Krane, 1992).
__________________________________________________________________
75 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
Salah satu implikasi asas kesetaraan adalah kesamaan massa inersia dan
massa gravitasi (Wospakrik, 1987). Sifat ini memungkinkan kita untuk
menghilangkan efek gravitasi yang muncul dengan menggunakan kerangka acuan
dipercepat yang sesuai. Sebenarnya hal ini sebagai konsekuensi dari medan
gravitasi yaitu semua benda yang berada di dalamnya akan merasakan percepatan
yang sama serta tidak bergantung dari ukuran maupun massanya. Misalnya sebuah
benda yang bermassa m jatuh di dalam medan gravitasi dengan percepatan
gravitasi sebesar g. Dengan memilih koordinat (y, t), menurut mekanika Newton,
persamaan gerak benda tersebut adalah
d2y
mI = mG g . (3.68)
dt 2
Melalui persamaan transformasi :
y ' = y − 12 gt 2 dan t ' = t (3.69)
__________________________________________________________________
76 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
d 2 y'
mI + m I g = mG g (3.70)
dt ' 2
Karena massa inersial m I sama dengan massa gravitasi mG maka
d 2 y'
m 2 =0 (3.71)
dt '
Dengan demikian kita dapat memilih kerangka acuan inersial ( y ' , t ' ) untuk
menghilangkan efek gravitasi pada kerangka (y, t). Atau dengan kata lain,
kerangka (y, t) adalah kerangka dipercepat dengan percepatan sebesar g terhadap
kerangka inersial ( y ' , t ' ) pada daerah tanpa medan gravitasi. Contoh penerapan
persamaan di atas adalah bahwa sebuah sistem pengamatan jatuh bebas dalam
medan gravitasi bumi seperti misalnya sebuah elevator yang kabel gantungnya
putus adalah kerangka inersial lokal. Seorang pengamat dalam elevator tersebut
dapat melepaskan sebuah benda dari keadaan rehat (dalam kerangka pengamat)
dan akan mendapati bahwa benda tersebut tetap rehat. Kesimpulannya adalah
hukum gerak pada kerangka inersial dalam daerah tanpa medan gravitasi sama
dengan hukum gerak pada kerangka jatuh bebas di dalam medan gravitasi.
Sebenarnya medan gravitasi nyata tidaklah sepenuhnya sama dengan medan
gravitasi yang setara dengan kerangka dipercepat. Pada tempat yang jauh dari
sumber, medan gravitasi nyata selalu lenyap, sementara medan gravitasi yang
setara dengan suatu kerangka dipercepat selalu memiliki nilai tertentu. Sebaliknya
medan gravitasi yang setara dengan kerangka dipercepat akan segera lenyap begitu
percepatan kerangka dilenyapkan. Sedangkan medan gravitasi nyata tidak dapat
dihilangkan oleh pemilihan kerangka acuan manapun.
Berkait dengan elevator yang jatuh bebas tersebut sebenarnya terdaat
takhingga banyakbya kerangka acuan inersial. Kemudian kita dapat menggunakan
transformasi Lorentz untuk mengaitkan kerangka-kerangka inersial tersebut.
Dengan kata lain, hukum alam yang berlaku pada kerangka inersial menurut asas
kovariansi TRK, harus pula berlaku pada kerangka tak-inersial (seperti kerangka
jatuh bebas dalam medan gravitasi). Inilah yang dimaksud dengan asas kovariansi
umum yang berbunyi, “Hukum alam harus memiliki bentuk yang tetap terhadap
sebarang pemilihan transformasi koordinat”.
__________________________________________________________________
77 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
Implikasi penerapan asas ini akan menuntun kita kepada beberapa ramalan
yang mengbah cara pandang kita tentang ruang-waktu (Krane, 1992). Andaikata
seberkas cahaya ditembakkan menembus roket dari sebuah sumber yang rehat
dalam ruang dengan medan gravitasi yang dapat diabaikan (Gambar 3.4a). Jika
roket dalam keadaan rehat terhadap sumber, lintasan berkas cahaya dalam roket
menurut pengamat di dalam roket akan berbentuk garis lurus. Kemudian roket
tersebut bergerak dengan laju tetap terhadap sumber dengan arah tegak lurus pada
arah rambat cahaya (Gambar 3.4b). Pengamat di dalam roket tersebut akan melihat
lintasan cahaya di dalam roket berupa garis lurus miring yang membentuk sudut
v/c (v << c) terhadap arah horisontal. Jika roket tersebut mengalami percepatan,
maka v akan selalu berubah sehingga v/c juga selalu berubah (Gambar 3.4c).
Pengamat dalam roket tersebut akan melihat berkas cahaya melintasi suatu lintasan
lengkung.
Jika asas kesetaraan benar, perilaku berkas cahaya dalam roket yang
dipercepat haruslah sama seperti dalam medan gravitasi. Berarti, berkas cahaya
harus pula menempuh lintasan lengkung dalam medan gravitasi.
Gambar 3.4 (a) Roket dalam keadaan rehat terhadap sumber cahaya
(b) Roket bergerak dengan laju v konstan (c) Roket bergerak
dipercepat dengan percepatan a konstan
terdapat benda lain yang menempuh kedua titik tadi dalam selang waktu yang
lebih singkat, yang dengan demikian lebih cepat dari cahaya, dan hal ini
bertentangan dengan relativitas khusus. Jika berkas cahaya menempuh lintasan
lengkung sebagai lintasan terpendek antara dua titik dalam ruang, maka ruang itu
tentulah lengkung, serta penyebab kelengkungannya adalah medan gravitasi.
Karena medan gravitasi ditimbulkan oleh materi, diperoleh kesimpulan bahwa
kelengkungan ruang-waktu terjadi karena adanya penyebaran materi di dalam
ruang-waktu tersebut. Jika materi tersebut dilenyapkan, ruang-waktu menjadi
datar.
Lintasan terpendek yang menghubungkan dua buah titik dalam geometri
lengkung disebut geodesik. Dalam ruang datar, lintasan geodesiknya adalh garis
lurus, sedangkan pada permukaan bola, lintasannya berupa busur lingkaran besar.
Penegertian tersebut akan lebih mudah dipahami dengan contoh berikut. Sebuah
batu di atas bumi akan jatuh karena adanya tarikan gravitasi. Menurut Newton,
batu tersebut akan bergerak menuju pusat bumi. Tetapi, apakah benda tersebut
mengetahui letak pusat bumi ?
Ini merupakan masalah mendasar dari gerakan benda oleh pengaruh
gravitasi. Apa yang diterangkan menurut teori Newton bersifat spekulatif, batu
tersebut dianggap mengetahui kemana arah yang hendak dituju. Sementara
menurut Einstein, batu tersebut sama sekali tidak mengetahui dimana pusat bumi,
namun ia hanya mengikuti garis kelengkungan setempat dari ruang-waktu. Garis
itu ada dimana-mana seperti halnya garis gaya medan listrik yang ditimbulkan oleh
muatan listrik (Krane, 1992).
Dengan konsep yang baru, teori relativitas umum benar-benar memberikan
pandangan yang baru sama sekali mengenai ruang−waktu. Konsep bahwa ruang-
waktu dapat melengkung jika di dalamnya terdapat materi massif memberikan
beberapa implikasi baru. Diantaranya, jika cahaya bintang melewati sebuah benda
langit massif seperti matahari, maka ramalan teori relativitas umum adalah cahaya
bintang tersebut akan dibelokkan di sekitar matahari tersebut. Membeloknya
cahaya bintang tersebut bukan disebabkan oleh tertariknya cahaya bintang karena
pengaruh gaya gravitasi bumi, melainkan ruang-waktu di sekitar matahari tersebut
__________________________________________________________________
79 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
melengkung. Jika bukan konsep teori relativitas umum yang digunakan, tetapi
konsep teori relativitas khusus dan gravitasi Newton, yang dalam hal ini cahaya
bintang dianggap memiliki massa yang sebanding dengan energinya, memang
penghitungan menunjukkan adanya pembelokan, namun sayangnya nilai
ramalannya hanya setengah dari ramalan teori relativitas umum. Pengamatan
astronomi menunjukkan bahwa ternyata ramalan teori relativitas umumlah yang
lebih sesuai.
Ramalan teori relativitas umum yang lain, bahwa orbit planet mengelilingi
matahari mengalami presesi. Lagi-lagi ramalan tersebut dibuktikan oleh
pengamatan. Selain itu teori relativitas umum juga menyajikan gagasan adanya
gelombang gravitasi (gravitational waves) yang muncul akibat terjadinya
pergerakan materi massif di dalam ruang-waktu. Cukup banyak orang yang
mencoba mengamati adanya gelombang gravitasi di jagad raya ini.
Salah satu implikasi yang cukup spektakuler adalah munculnya gagasan
lubang hitam (black hole) yang dibatasi oleh event horizon dimana segala
peristiwa yang terjadi di dalam event horizon tidak dapat diamati dari luar. Lubang
hitam adalah sebuah konsep matematik yang muncul dari solusi persamaan
gravitasi Einstein dengan memiliki sifat-sifat fisis tertentu. Karena itulah orang
berupaya untuk mencari, adakah lubang hitam di jagad raya ini.
Perkembangan lebih lanjut mengenai telaah lubang hitam diantaranya adalah
kajian tentang lubang putih (white hole). White hole adalah solusi lain dari
persamaan gravitasi Einstein, dimana sifat-sifatnya berlawanan dengan sifat-sifat
lubang hitam. Kalau pada lubang hitam, mater-materi di sekitarnya akan ditarik
masuk ke dalam, maka pada konsep lubang putih, materi-materi akan dilontarkan
keluar. Orang kemudian menciptakan gagasan bahwa lubang hitam dan lubang
putih disatukan melalui suatu kerongkongan (throat). Materi yang diserap oleh
lubang hitam akan dikeluarkan melalui lubang putih. Gabungan lubang hitam
dengan lubang putih tersebut dikenal dengan nama lubang ulat (worm hole).
Implikasi selanjutnya menghasilkan gagasan tentang time machine dan time travel
yang dilakukan dengan wahana lubang ulat.
__________________________________________________________________
80 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
Implikasi teori relativitas umum yang lain adalah mengenai jagad raya.
Solusi persamaan gravitasi Einstein untuk objek jagad raya memberikan hasil-hasil
yang sama sekali tak terduga dari pandangan orang sebelumnya. Diantaranya
ternyata jagad raya bersifat dinamik, ia mengalami pengembangan (dan mungkin
saja mengalami pengerutan). Jika jagad raya mengalami pengembangan / ekspansi,
tentunya pada masa lalu ia berukuran lebih kecil dari sebelumnya. Jikaterus ditarik
ke belakang, ada saat dimana jagad raya berukuran sangat kecil, bersuhu amat
tinggi dengan rapat energi amat tinggi. Analisis ini jika digabungkan dengan fakta-
fakta dalam fisika partikel tentulah amat menantang. Menarik untuk dikaji,
bagaimana jagad raya pada masa lalu sebagai media untuk melakukan penciptaan
dan pemusnahan partikel yang biasanya dikaji dalam fisika partikel. Hal menarik
lain adalah bagaimana masa depan jagad raya di masa depan.
dan
R µν − 12 g µν R = −κT µν . (3.78)
Salah satu keunggulan teori relativitas umum adalah teori yang kovarian ini
akan tereduksi menjadi hukum gravitasi Newton pada medan gravitasi lemah. Sifat
ini dikenal sebagai asas korespondensi. Dalam ruang-waktu yang berisi medan
gravitasi, geometri yang digunakan adalah geometri Riemann, sedangkan dalam
ruang-waktu tanpa medan gravitasi, geometri yang digunakan adalah geometri
__________________________________________________________________
82 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
Euclid. Pada ruang Euclid, metrik ruang-waktu diberikan oleh metrik Minkowski
yang dirumuskan sebagai
ds 2 = η µν dx µ dxν = −dt 2 + dx 2 + dy 2 + dz 2 . (3.82)
Karena itu dalam medan gravitasi lemah, metrik ruang-waktu yang digunakan
tidak berbeda jauh dari metrik di atas. Tensor metrik g µν dalam medan gravitasi
dengan η µν adalah tensor metrik Minkowski dan hµν kecil ( << 1).
Ditinjau sebuah partikel yang bergerak dalam medan gravitasi lemah, dengan
tensor metrik diberikan oleh persamaan di atas. Partikel tersebut dalam ruang-
waktu menempuh lintasan yang dinamakan sebagai lintasan geodesik. Persamaan
geodesik lintasan tersebut dirumuskan sebagai
d 2 xµ α
µ dx dx
β
+ Γαβ = 0. (3.84)
ds 2 ds ds
Melalui kaitan
ds 2 = −dτ 2 (3.85)
persamaan di atas menjadi
d 2xµ α
µ dx dx
β
+ Γαβ =0 (3.86)
dτ 2 dτ dτ
Dengan mengisikan α = β = 0 diperoleh
d 2xµ
2
µ dt
+ Γ00 = 0. (3.87)
dτ dτ
2
lenyap, sehingga
µ
Γ00 = − 12 g µν ∂ν h00 . (3.88)
dan
d 2t
= 0. (3.90)
dτ 2
Pers. (3.90) menyatakan bahwa dt / dτ bernilai konstan. Dengan membagi kedua
ruas pers. (3.89) dengan ( dt / dτ ) 2 , diperoleh percepatan gerak benda
d 2x 1
= ∇h00 . (3.91)
dt 2 2
Di sisi lain, jika φ adalah potensial gravitasi Newton pada jarak r dari titik
massa M yang besarnya
GM
φ =− (3.92)
r
maka percepatan benda itu sama dengan − ∇φ . Dihubungkan dengan pers. (3.91),
diperoleh hasil
h00 = − 2φ + tetapan. (3.93)
Pada tempat yang jauh dari sumber medan gravitasi, sistem koordinatnya
menjadi sistem koordinat Minkowski, sehingga h00 lenyap. Demikian pula dengan
__________________________________________________________________
84 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
Jika nilai perkalian hµν diabaikan, nilai tensor Ricci untuk µ = µ = 0 bernilai
∂hβ 0 ∂hνβ ∂h ∂h ∂h ∂h
= ∂ 0 12 ηνβ ν + 0 − 0βν − ∂ν 12 ηνβ β00 + 00β − 00
∂x ∂x ∂x
∂x ∂x ∂x β
(
= 12 ηνβ ∂ 0 ∂ 0 hνβ + ∂ν ∂ β h00 − ∂ 0 ∂ β h0ν − ∂ 0 ∂ν h0 β . ) (3.97)
Jika distribusi materi bersifat statis maka hµν bukan fungsi t atau
∂ 0 hµν = 0 (3.98)
dengan
∂2 ∂2 ∂2
∇2 = + + . (3.100)
∂x 2 ∂y 2 ∂z 2
Dengan menggunakan pers. (3.73) dan (3.93), pers. (3.99) menjadi
R00 = −∇ 2φ = −4πGρ . (3.101)
Tensor energi-momentum fluida sempurna dirumuskan sebagai
Tµν = ( ρ + p )VµVν + g µν p (3.102)
sehingga seluruh komponen Tµν lenyap kecuali T00 = ρ . Skalar T dapat dihitung
dengan perkalian dalam antara tensor metrik kontravarian dengan tensor energi-
momentum kovarian untuk dust sebagai
ρ
T = g µν Tµν = g 00T00 = − . (3.105)
1 + 2φ
__________________________________________________________________
85 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
ρ
R00 = κ (12 g 00T − T00 ) = κ 12 . − (1 + 2φ ). −
− ρ = − 12 κρ (3.106)
1 + 2φ
Dihubungkan dengan pers. (3.101), akhirnya diperoleh
κ = 8πG (3.107)
sehingga persamaan gravitasi Einstein (3.76) menjadi
Rµν − 12 g µν R = −8πGTµν (3.108)
__________________________________________________________________
86 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
T 11 = −T 22 = 1 dan T 12 = T 21 = 0 .
~
Jika pada kerangka K yang berkoordinat
~
x1 = ~
x = x + y dan ~
x 2 = ~y = x − y ,
ds 2 = dx 2 − dy 2 ,
tuliskan tensor metrik di K, kemudian carilah seluruh komponen Tαβ .
~
(d) carilah metrik dan tensor metrik di K , tuliskan kaedah transformasi
~ ~
antara Tαβ dengan Tµν , serta tentukan seluruh komponen Tµν .
x µ = (θ , φ ) dirumuskan sebagai
ds 2 = dθ 2 + sin 2 dφ 2 .
Tunjukkan bahwa R12 = R21 = 0 . Gunakan persamaan geodesik untuk
menentukan lintasan terpendek antara titik (θ 1 , φ1 ) dan (θ 2 , φ 2 ) .
__________________________________________________________________
87 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
ds 2 = eα (dx 2 + dy 2 + dz 2 ) − e β dt 2
dengan α , β adalah hanya fungsi z . Tunjukkan bahwa persamaan gravitasi
Einstein memberikan
eα = A(k − z ) 4
dan
e β = B(k − z ) −2
dengan A, B dan k tetapan.
R µν + Λg µν = κ ( 12 Tg µν − T µν ) .
6. Di dalam suatu bola cairan homogen bergravitasi statik, rapat massa pribadi
adalah ρ (tetapan) dan tekanan p. Komponen tensor energi−momentum
lenyap kecuali untuk
ds 2 = a dr 2 + r 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) − b c 2 dt 2
dengan a = exp α dan b = exp β . Tunjukkan bahwa solusi persamaan
Einstein memberikan
d
[r (1 − exp(−α ))] = κ c 2 ρ r 2 ,
dr
__________________________________________________________________
88 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
dβ exp α − 1
= + κrp exp α ,
dr r
2
d 2β 1 dβ 1 dα dβ 2 dα
+ − − = κ ( p − c 2 ρ ) exp α .
dr 2 2 dr 2 dr dr r dr
Asumsikan α = 0 untuk r = 0 dan p = 0 untuk r = a (permukaan bola),
kemudian tunjukkan bahwa
exp(−α ) = 1 − q r 2
dengan
q = κ c2 ρ / 3
dan
1 − qr 2 − 1 − qa 2
p=c ρ 2
.
3 1 − qa 2 − 1 − qr 2
7. Sebuah atom yang stasioner pada suatu jarak koordinat Schwarzschild r dari
pusat ), memancarkan cahaya berfrekuensi ν yang diamati oleh seorang
pengamat stasioner pada koordinat R (> r) dari pusat O. Tunjukkan bahwa
frekuensi yang diamati adalah ν − δν dengan
1 1
δν / ν = m −
r R
sampai dengan orde pertama dalam m.
8. Diketahui Aij adalah suatu tensor kovarian. Jika Bij = A ji , tunjukkan bahwa
A1 = 1 dan A 2 = 2.
__________________________________________________________________
89 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
Bij = ∂Ai / ∂x j − ∂A j / ∂x i
g ij g jk = δ ki
∂g im ∂g jk
= − g mk g ij ,
∂x l ∂x l
serta tunjukkan pula berlakunya
∂g im m i
+ g ij + g mj = 0 .
∂x l j l j l
12. Jika θ dan φ adalah sudut azimut dan sudut polar pada permukaan
lingkaran dengan jari-jari 1, diperoleh metrik
ds 2 = dθ 2 + sin 2 θ dφ 2
untuk permukaan tersebut. Tunjukkan bahwa lambang Christoffel yang tak
lenyap adalah
θ
= − sin θ cos θ
φ φ
dan
φ φ
= = cot θ .
θ φ φ θ
__________________________________________________________________
90 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
sebuah bidang Euclidean. Aij adalah sebuah medan tensor simetrik yang
A rr = 2 , A rθ = Aθ r = (2 cot 2θ ) / r , Aθθ = −2 / r 2 .
14. x, y, z adalah koordinat Kartesan datar dalam ruang tiga dimensi. Persamaan
parametrik untuk parabolida hiperbolik diberikan dalam bentuk x = u + v ,
y=u −v, z = uv . Sebuah medan tensor kovarian pada permukaan
parabolida hiperbolik tersebut memiliki komponen
__________________________________________________________________
91 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
u = 12 ( x 2 − y 2 ) , v = xy .
du 2 + dv 2
ds 2 = .
2 u +v
2 2
xAx − yA y
Au =
x2 + y2
serta carilah perumusan untuk Av .
17. Pada permukaan bola beruji satu dengan θ dan φ adalah koordinat azimut
dan kutub, tunjukkan bahwa geodesik permukaan bola memiliki bentuk
tan θ = tan α sin(φ + β )
dengan α , β adalah tetapan sembarang.
ds 2 = dx 2 + dy 2 + e 2θ dz 2 − e 2φ dt 2
dengan θ , φ adalah fungsi z saja. Tunjukkan bahwa tensor Riemann-
Christoffel lenyap, jika dan hanya jika
2
d 2φ dφ dθ dφ
− + = 0.
dz 2 dz dz dz
φ = 12 ln(a + bz ) ,
__________________________________________________________________
92 Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
ds 2 = e λ (dr 2 + dz 2 ) + r 2 e − ρ dφ 2 − e ρ dt 2
dengan λ , ρ adalah fungsi r dan z saja, tunjukkan bahwa persamaan medan
gravitasi Einstein dalam ruang kosong Rij = 0 mempersyaratkan bahwa λ
∂λ ∂ρ r ∂ρ ∂ρ
2 2
+ = − ,
∂r ∂r 2 ∂r ∂z
∂λ ∂ρ ∂ρ ∂ρ
+ =r ,
∂z ∂z ∂r ∂z
∂2ρ ∂2ρ 1 ∂ρ
+ + = 0,
∂r 2
∂z 2 r ∂r
1 ∂ρ
2 2
∂ 2λ ∂ 2λ ∂2ρ ∂2ρ ∂ρ
+ + + + + = 0.
∂r 2 ∂z 2 ∂r 2 ∂z 2 2 ∂r ∂z
R = g ij Rij ,
tunjukkan bahwa
Rij = 12 Rg ij .
__________________________________________________________________
93 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
BAB IV
PENERAPAN TEORI RELATIVITAS UMUM
_______________________________________________________________________________
94 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
dimana metrik di atas akan kembali ke metrik Minkowski jika sumber medan
gravitasi dilenyapkan. Dari metrik di atas, komponen tensor metrik kovarian yang
tak lenyap adalah
g tt = − B(r ) , g rr = A(r ), gθθ = r 2 , gφφ = r 2 sin 2 θ (4.6)
dengan fungsi A(r ) dan B (r ) ingin dicari untuk dapat menyelesaikan persamaan
medan gravitasi. Mengingat g µν bersifat diagonal, komponen tensor metrik
kontravarian bernilai
1 1 1 1
g tt = − , g rr = , g θθ = 2 , g φφ = 2 2 . (4.7)
B(r ) A(r ) r r sin θ
Selanjutnya determinan matriks yang menyajikan komponen tensor metrik adalah
g yang bernilai
g = − A(r ) B (r )r 4 sin 2 θ (4.8)
sehingga elemen volume invarian adalah
dV = g dr dθ dφ = A(r ) B(r ) r 2 sin θ dr dθ dφ . (4.9)
Hubungan affine (affine connection) atau lambang Christoffel dapat
dihitung dengan menggunakan formula
λ ∂g ρµ ∂gνρ ∂g µν
Γµν = 12 g λρ ν + µ − ρ . (4.10)
∂x ∂x ∂x
Dengan rumus di atas dan metrik yang diberikan oleh pers. (4.6) dan (4.7),
komponen-komponen lambang Christoffel yang tak lenyap bernilai
1 dA(r )
Γrrr = , (4.11)
2 A(r ) dr
r
Γθθ
r
=− , (4.12)
A(r )
r sin 2 θ
Γφφ = −
r
, (4.13)
A(r )
1 dB (r )
Γttr = , (4.14)
2 A(r ) dr
1
Γrθθ = Γθθ r = Γφφ r = Γrφφ = , (4.15)
r
_______________________________________________________________________________
95 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
θ
Γφφ = − sin θ cos θ , (4.16)
φ φ
Γφθ = Γθφ = cot θ , (4.17)
dan
1 dB(r )
Γtrt = Γrtt = . (4.18)
2 B(r ) dr
Lebih lanjut, dibutuhkan besaran tensor Ricci yang dirumuskan sebagai
λ λ
∂Γµλ ∂Γµκ η λ η η
Rµκ = − + Γµλ Γκη − Γµκ Γλη . (4.19)
∂xκ ∂x λ
Dari lambang-lambang Christoffel di atas, komponen-komponen tensor Ricci
diberikan sebagai
B' ' (r ) 1 B' (r ) A' (r ) B' (r ) 1 A' (r )
Rrr = − + − , (4.20)
2 B(r ) 4 B(r ) A(r ) B (r ) r A(r )
1 r A' (r ) B' (r ) 1
Rθθ = −1 + − + + , (4.21)
2 A(r ) A(r ) B(r ) A(r )
transformasi rotasi pada metrik tersebut. Sementara itu Rrt lenyap akibat
konsekuensi adanya invariansi bentuk metrik ketika dilakukan transformasi
pembalikan waktu t → −t .
Selanjutnya persamaan medan gravitasi Einstein akan diterapkan untuk
metrik isotropik statik tersebut. Persamaan medan gravitasi Einstein untuk ruang
kosong tersebut berbentuk
_______________________________________________________________________________
96 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
Rµν = 0 . (4.25)
Dari pers. (4.20) dan (4.23), hubungan antara Rrr dan Rtt dapat ditulis menjadi
Dengan syarat batas ini hubungan antara A(r ) dan B (r ) dapat dituliskan secara
lebih eksplisit dalam bentuk
1
A(r ) = . (4.30)
B(r )
Adapun komponen tensor Ricci yang lain pada pers. (4.20) − (4.21) dapat
dituliskan menjadi
Rθθ = −1 + B ' (r )r + B (r ) (4.31)
dan
B ' ' B ' Rθθ '
Rrr = + = (4.32)
2 B rB 2rB
yang dengan mengingat bahwa Rθθ = 0 maka
rB ' + B =
d
(rB ) = 1 . (4.33)
dr
Solusi persamaan diferensial di atas adalah
rB (r ) = r + tetapan. (4.34)
Untuk menentukan nilai tetapan integrasi di atas, kita ingat bahwa untuk jarak
yang cukup jauh dari pusat massa M yang terletak di pusat koordinat O,
_______________________________________________________________________________
97 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
c r c r
bumi adalah sekitar 9 mm, karena itu tidak ada persoalan jika metrik ini
diterapkan untuk bumi. Namun ada keadaan tertentu jika radius Schwarzschild
cukup besar, untuk mana hal ini terjadi jika M bernilai cukup besar, sementara ruji
partikel tersebut cukup kecil, hal mana yang dapat terjadi pada lubang hitam
(black holes) . Penggambaran radius Schwarzschild dalam lubang hitam dapat
dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1
lubang hitam Schwarzschild bermassa M beradius rS
(
ρ = 12 r − m + r 2 − 2mr ) (4.41)
( )
2 4
1 − m / 2r 2 2 m
ds 2 = − c dt + 1 + dρ + ρ (dθ + sin φ dθ ) .
2 2 2 2 2
(4.43)
1 + m / 2r 2r
Dapat pula dibentuk koordinat harmonik
X 1 = R sin θ cos φ (4.44)
dengan
R =r −m (4.48)
yang menghasilkan metrik
( )
2
1− m / R 2 2 m 2 1+ m / R m 2
2
ds 2 = − c dt + 1 + d X + 4 X ⋅ dX (4.49)
1+ m / R R 1− m / R R
dengan
R 2 = X2 . (4.50)
Metrik Schwarzschild dapat juga dinyatakan dalam bentuk koordinat kuasi-
Minkowski dengan mendefinisikan
x1 = r sin θ cos φ (4.51)
x 3 = r cos θ (4.53)
dan
t =t (4.54)
sehingga diperoleh
−1 (x ⋅ dx ) 2
2m 2 2 2 2m
ds 2 = −1 − c dt + d x + 1 − − 1 2
. (4.55)
r r r
Adapun jika dilakukan transformasi
2 3/ 2
u =v+ r (4.56)
3a
dan
r +a
v = t + 2a r − a 2 ln
(4.57)
r −a
dihasilkan metrik
4 µ2
ds = − dv +
2 2
du 2 + µ 2 (u − v) 4 / 3 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) (4.58)
9 (u − v) 2/3
dengan
a 2 = 2m (4.59)
dan
_______________________________________________________________________________
100 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
9a 2
µ3 = . (4.60)
4
2m 2 1 dr 2
2
dτ 2 = 1 − dt − + r 2
( dθ 2
+ sin 2
θ dφ ) (4.61)
r c 2 1 − 2m / r
dengan koordinat-4 tetap berbentuk
x µ = ( x 0 , x m ) = (ct , r ,θ ,φ ) . (4.62)
Dengan menggunakan persamaan geodesik berikut (Lawden, 1982)
d dx β ∂g µν dx µ dxν
2 gαβ − α
dτ dτ ∂x dτ dτ = 0 , (4.63)
diperoleh set persamaan geodesik sebagai berikut
dθ 2 dφ
2 2 2 2
d r dr m dr mc 2 dt
+ − r − r sin θ + =0
dτ r − 2m dτ (r − 2m) 2 dτ dτ dτ r 2 dτ
(4.64)
d 2 dθ 2 dφ
2
r − r sin θ cosθ = 0 (4.65)
dτ dτ dτ
d 2 2 dφ
r sin θ =0 (4.66)
dτ dτ
dan
_______________________________________________________________________________
101 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
d r − 2m dt
=0. (4.67)
dτ r dτ
Bentuk metrik Schwarzschild (4.61) dapat dituliskan menjadi
r dr
2
2 dθ
2
2 dφ
2
c 2 (r − 2m) dt
2
+ r + sin θ − = −c .
2
(4.68)
r − 2 m dτ dτ dτ r dτ
_______________________________________________________________________________
102 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
2
du c2 2mc 2
+ u 2 = 2 (k 2 − 1) + 2 u + 2mu 3 . (4.76)
dφ h h
Dengan menurunkan persamaan terakhir di atas ke φ , akhirnya dihasilkan
persamaan orbit planet mengelilingi matahari bermassa M dalam bentuk
d 2u mc 2
+ u = 2 + 3mu 2 . (4.77)
dφ 2
h
Sementara itu dalam mekanika klasik, persamaan orbit planet menurut
mekanika Newton adalah
d 2u GM
+u = 2 (4.78)
dφ 2
h
dengan M adalah massa matahari dan h adalah momentum sudut konstan
persatuan massa partikel planet yang dirumuskan sebagai
dφ
r2 = h. (4.79)
dt
Jika variabel waktu t dalam mekanika klasik bersesuaian dengan swawaktu
(proper time) τ dalam teori relativitas, pers. (4.71) dan (4.79) menjadi identik dan
pemilihan nilai h yang terdapat dalam pers. (4.71) dapat diterima. Selanjutnya
juga diperoleh
GM
m= (4.80)
c2
hal mana yang juga telah diperoleh sebelumnya dari pers. (40). Pers. (4.77) yang
diperoleh secara relativistik ternyata bersesuaian dengan hasil dari mekanika
klasik [pers. (4.78)] dengan adanya suku tambahan sebesar 3mu 2 . Perbandingan
antara suku tambahan ini yang sebesar 3mu 2 dengan bentuk awal dalam
untuk planet Merkurius adalah 7,7 ×10 −8 . Nilai ini sangat kecil, namun efek ini
bersifat akumulatif sehingga untuk rentang waktu yang cukup panjang, perubahan
nilai dapat diamati secara signifikan.
Penyelesaian untuk persamaan klasik (4.78) adalah
µ
u= {1 + e cos(φ − ω )} (4.82)
h2
dengan e = eksentrisitas orbit dan ω = longitude perihelion.
Dari solusi klasik tersebut, suku tambahan relativistik bernilai
3mµ 2
3mu 2 = 4
{1 + e cos(φ − ω )}2 . (4.83)
h
Pers. (4.77) dapat dituliskan menjadi
d 2u µ 3mµ 2
+ u = 2 + 4 {1 + e cos(φ − ω )}2 . (4.84)
dφ 2
h h
Dengan adanya suku tambahan yang telah diisikan di atas, diperoleh penyelesaian
yaitu penyelesaian mula-mula yang berbentuk pers. (4.83) ditambah dengan
penyelesaian khusus yang berbentuk
3mµ 2
h4
[ ]
1 + 12 e 2 − 16 e 2 cos 2(φ − ω ) + eφ sin(φ − ω ) . (4.85)
_______________________________________________________________________________
104 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
3mµ 3µ 2 3µ
δω = 2
φ = 2 2
φ= 2 φ (4.88)
h c h c l
dengan
h2
l= (4.89)
µ
untuk matahari, c = 3 × 108 dan l = 5,79 × 1010 untuk Merkurius, maka nilai
prediksi presesi orbit perihelion planet Merkurius selama seratus tahun (satu abad)
adalah
43
43′′ = derajat .
3600
Prediksi ini ternyata bersesuaian dengan hasil eksperimen yang telah
dilakukan oleh Clemence pada tahun 1943 (Weinberg, 1972). Clemence
menemukan bahwa presesi planet Merkurius dalam jangka waktu 1 abad sebesar
(43,11 ± 0,45)' ' . Ilustrasi presesi orbit planet yang bersifat kumulatif ini disajikan
pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2
Presesi Orbit Planet
yang mana angka menurut prediksi teori newton tersebut meliputi 5025' ' yang
berasal dari rotasi bumi berdasarkan sistem kerangka koordinat astronomik, dan
_______________________________________________________________________________
105 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
sekitar 532' ' karena gangguan gravitasi yang dihitung oleh teori gangguan
Newtonian dari gerakan planet lain, seperti Venus, bumi dan Jupiter. Selisih
antara hasil eksperimen dengan prediksi Newtonian itulah yang murni akibat
digunakannya relativitas umum.
Adapun data perbandingan presesi beberapa planet antara prediksi relativitas
umum dengan hasil eksperimen diberikan pada tabel di bawah ini (Weinberg,
1972)
Tabel 4.1 Perbandingan presesi beberapa planet antara
relativitas umum dengan hasil eksperimen
r dr
2
2 dθ
2 2
2 dφ c
2
dt
2
+ r + sin θ − (r − 2m) = 0 . (4.93)
r − 2 m dλ dλ dλ r dλ
_______________________________________________________________________________
106 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
dengan
1
u= . (4.95)
r
Pada pendekatan pertama untuk solusi pers. (4.94), suku kanan diabaikan
terlebih dahulu. Bentuk penyelesaiannya adalah
1
u= cos(φ + α ) (4.96)
R
dengan R adalah tetapan integrasi. Ini adalah persamaan polar untuk garis lurus,
dimana jarak tegak lurus dari pusat atraksi adalah R.
Tanpa kehilangan generalisasi, nilai α diisikan sama dengan nol. Dengan
mengisikan
cos φ
u= (4.97)
R
pada ruas kanan pers. (4.94), bentuk persamaan tersebut menjadi
d 2u 3m
+ u = 2 cos 2 φ . (4.98)
dφ 2
R
Penyelesaian dalam penghampiran kedua dalam bentuk persamaan polar sinar
cahaya adalah
1 m
u= cos φ + 2 (2 − cos 2 φ ) . (4.99)
R R
Pada akhir sinar, nilai
u=0 (4.100)
sehingga
m 2m
cos 2 φ − cos φ − = 0. (4.101)
R R
Dengan asumsi
_______________________________________________________________________________
107 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
m
<< 1 , (4.102)
R
persamaan kuadrat tersebut memiliki akar yang kecil dan akar yang besar. Untuk
akar yang kecil, penghampiran nilainya adalah
2m
cos φ = − (4.103)
R
sehingga
π 2m
φ = ± + (4.104)
2 R
pada keadaan awal dan akhir lintasan cahaya. Maka nilai sudut pembelokan
cahaya bintang yang melintasi massa massif yang diletakkan di pusat koordinat
yang menimbulkan medan Schwarzschild adalah
4m
. (4.105)
R
Untuk cahaya yang melintas dekat matahari : R = jari-jari matahari = 6,95 ×
108 m dan m = 1,5 × 103 m, sehingga nilai prediksi pembelokan adalah
4m 1,77
= 8,62 × 10−6 radian = 1,77' ' = derajat. (4.106)
R 3600
Ilustrasi pembelokan cahaya bintang di sekitar massa massif terdapat pada
Gambar 4.3.
θ
matahari
Gambar 4.3
Pembelokan cahaya bintang di sekitar matahari
_______________________________________________________________________________
108 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
109 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
pengamatan tersebut bervariasi dari 1,3 hingga 2,7 detik, namun paling banyak di
antara 1,7 hingga 2 detik. Eksperimen terbaru pada hasil tersebut adalah 1,70 ±
0,10 detik, yang cukup baik kesesuaiannya dengan prediksi teori relativitas umum.
Hasil eksperimen ini semakin menguatkan kebenaran teori relativitas umum,
setelah bukti pertama di atas, yaitu prediksi presisi sudut orbit planet yang
berevolusi memutari matahari.
dengan hµν < < 1 dan suku derajat dua atau lebih tinggi dari hµν atau
_______________________________________________________________________________
110 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
dengan
h'να = hνα − 12 δνα hββ . (4.116)
k µ = g µν k ν . (4.121)
_______________________________________________________________________________
111 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
4.5 −Szekeres
Lubang hitam Schwarzschild dan Kruskal−
Geometri ruang−waktu Schwarzschild yang diberikan oleh metrik
2m 2 2 dr 2
ds 2 = −1 − c dt + + r 2 (dθ 2 + r 2 sin 2 dφ 2 ) (4.123)
r 1 − 2m / r
tampak memiliki sifat singularitas saat r = 2m , karena pada keadaan tersebut g tt
menjadi lenyap dan g rr bernilai takhingga. Daerah tersebut sering disebut sebagai
jari-jari Schwarzschild, permukaan Schwarzschild, horison Schwarzschild, bola
Schwarzschild atau singularitas Schwarzschild.
Pada daerah di sekitar r = 2m , ada sifat yang berbeda untuk koordinat r dan
t. Pada daerah r > 2m, pada t direction atau ∂ / ∂t bersifat bak−waktu (timelike)
karena g tt < 0 , sedangkan r direction atau ∂ / ∂r adalah bak−ruang (spacelike)
g rr < 0 .
Dengan sifat di sekitar r = 2m ini, Kruskal dan Szekeres melakukan
transformasi koordinat yang menghubungkan antara koordinat r dan t dengan
koordinat radial takberdimensi u dan koordinat waktu takberdimensi v yang
dirumuskan sebagai
u = r / 2m − 1 e r / 4 m cosh(t / 4m)
} untuk r > 2m (4.124)
v = r / 2m − 1 e r / 4m
sinh(t / 4m)
Dengan transformasi koordinat ini, metrik Schwarzschild berubah menjadi
ds 2 = (32m 3 / r )e − r / 2 m (− dv 2 + du 2 ) + r 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) (4.125)
Metrik di atas dikatakan sebagai geometri Schwarzschild dalam koordinat
Kruskal-Szekeres. Di sini, besaran r dapat dinyatakan dalam fungsi u dan v
sebagai
(r / 2m − 1) e r / 2 m = u 2 − v 2 . (4.126)
_______________________________________________________________________________
112 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
2m 2 dr 2
0 = −1 − dt + . (4.129)
r 1 − 2m / r
Untuk gerak foton keluar, dilakukan transformasi
~
U =t −r* (4.130)
sedangkan untuk gerak foton masuk, persamaan transformasinya adalah
~
V =t +r* (4.131)
Di sini r* diberikan sebagai
r
r* = r + 2m ln −1 . (4.132)
2m
Untuk gerakan radial foton keluar (outgoing), metrik Schwarzschild pada
pers. (4.123) menjadi
2m ~ 2 ~
0 = −1 − dV + 2dV dr . (4.133)
r
Persamaan di atas memiliki dua akar, yaitu
~
dV
=0 (4.134)
dr
dan
~
dV 2
= . (4.135)
dr 1 − 2m / r
_______________________________________________________________________________
113 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
114 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
1 ~ ~ r r t
u= (v − u ) = − 1 exp cosh (4.146)
2 2m 4m 4m
dan
1 ~ ~ r r t
v= (v + u ) = − 1 exp sinh (4.147)
2 2m 4m 4m
sehingga diperoleh pula
dv 2 − du 2 = dv~ du~ . (4.148)
Akhirnya diperoleh metrik berkoordinat Kruskal−Szekeres yang berbentuk
32m3
ds 2 = exp −
(
r 2 2
)
du − dv + r (dθ + sin θ dφ ) .
2 2 2 2
(4.149)
r 2 m
Ilustrasi metrik berkoordinat Kruskal−Szekeres disajikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4
Ilustrasi ruang−waktu bermetrik Kruskal−Szekeres
_______________________________________________________________________________
115 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
dengan :
p = tekanan pribadi (proper pressure),
ρ = rapat energi total pribadi (proper total energy density), dan
Uµ = vektor kecepatan−4,
yang memenuhi persamaan
g µν U µUν = −1 . (4.153)
dan
1
Ut = − = − B(r ) . (4.155)
−g tt
Diasumsikan bahwa sistem yang ditinjau tak gayut waktu t serta bersifat simetri
bola yang membawa konsekuensi bahwa tekanan p dan rapat energi ρ hanya
fungsi koordinat radial r.
Dengan menggunakan nilai-nilai komponen tensor metrik, tensor energi-
momentum fluida sempurna ke dalam tensor Ricci dan persamaan gravitasi
Einstein, diperoleh persamaan-persamaan berikut :
_______________________________________________________________________________
116 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
r A' B ' 1
Rθθ = −1 + − + + = −4πG ( ρ − p )r
2
(4.157)
2A A B A
dan
B ' ' B ' A' B ' B '
Rtt = − + + − = −4πG ( ρ + 3 p ) B . (4.158)
2 A 4 A A B rA
Tanda aksen yang terdapat pada persamaan di atas menunjukkan d / dr.
Sebagai tambahan analisis, persamaan yang menyatakan keseimbangan
hidrostatik (hydrostatic equilibrium) diberikan oleh (Weinberg, 1972)
B' 2 p'
=− . (4.159)
B p+ρ
Langkah pertama untuk menyelesaikan persamaan-persamaan di atas adalah
mencari nilai A(r ) , yaitu dengan membentuk persamaan berikut
Rrr Rθθ Rtt A' 1 1
+ 2 + = − 2 − 2 + 2 = −8πGρ . (4.160)
2A r 2B rA r Ar
Persamaan di atas dapat dituliskan menjadi
d r
= 1 − 8πGρr .
2
(4.161)
dr A
Penyelesaian persamaan diferensial di atas dengan syarat A(r = 0) berhingga
diberikan dalam bentuk
−1
2GΜ (r )
A(r ) = 1 − (4.162)
r
dengan
r
~ 2 ρ (~
r ) d~
Μ (r ) =
~
∫ 4πr r. (4.163)
r =0
Untuk mengeliminasi A(r ) dan B (r ) dari pers. (4.157), digunakan pers. (4.159)
dan (4.162) yang kemudian menjadi
2GΜ rp ' GΜ
− 1 + 1 − 1 − + − 4πGρr 2 = −4πG ( ρ − p )r 2 . (4.164)
r ρ + p r
_______________________________________________________________________________
117 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
∞ 2G −1
r ) ~
(~ ~ ~
B (r ) = exp− ∫ 2 Μ ( r ) + 4πr p (r ) 1 −
3
)
2GΜ (~
~ dr (4.167)
r~ = r r r
p(r ) + ρ 1 − 8πGρR 2 / 3
= . (4.172)
3 p(r ) + ρ 1 − 8πGρr 2 / 3
Untuk mencari tekanan p, rapat energi ρ dinyatakan dalam massa bintang secara
3M
ρ= untuk r < R (4.173)
4πR 3
_______________________________________________________________________________
118 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
3M 1 − (2GM / R) − 1 − (2GMr / R
2 3
p(r ) = . (4.174)
4πR 3 1 − (2GMr 2 / R 3 − 3 1 − (2GM / R)
Komponen tensor metrik A(r ) dapat dihitung menggunakan pers. (4.162) :
−1
2GMr 2
A(r ) = 1 − 3
(4.175)
R
sedangkan komponen tensor metrik B (r ) dapat dihitung dengan menggunakan
pers. (4.174) ke dalam integral (4.167) yang memberikan
2
1 2GM 2GMr 2
B(r ) = 3 1 − − 1− 3
. (4.176)
4 R R
_______________________________________________________________________________
119 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
32m 3 (du 2 − dv 2 )
ds 2 = + r 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 )
r exp(r / 2m)
dengan r diberikan dalam bentuk u dan v oleh persamaan
u 2 − v 2 = (r / 2m − 1) exp(r / 2m) .
Tunjukkan bahwa persamaan lintasan foton yang bergerak radial adalah
u ± v = tetapan.
u = v + 2r 3 / 2 / 3a ,
v = t + 2a r − a 2 ln[( r + a) /( r − a ) ]
4 µ 2 du 2
2
ds = + µ 2 (u − v) 4 / 3 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) − dv 2
2/3
9(u − v)
dengan µ 3 = 9a 2 / 4 .
_______________________________________________________________________________
120 Penerapan Teori Relativitas Umum
_________________________________________________________________________________________
11. Buktikan bahwa jika peristiwa pembelokan cahaya bintang hanya dipandang
sebagai tarikan foton relativistik oleh medan gravitasi Newton benda massif,
maka sudut pembelokan cahaya bintang tersebut hanya bernilai setengah
dari ramalan relativitas umum.
_______________________________________________________________________________
121 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
BAB V
KOSMOLOGI : SEJARAH JAGAD RAYA
5.1 Pendahuluan
Sebagaimana ditulis oleh Krane (1992), setiap kemajuan baru di dalam
pemahaman jagad raya ternyata semakin memperkecil peran kita di dalamnya.
Walaupun demikian, setiap kemajuan ini selalu menimbulkan rasa kekaguman
baru. Astronomi abad ke tujuh belas mengungkapkan fakta bahwa bumi bukanlah
pusat tata surya melainkan salah satu dari beberapa planet yang mengitari
matahari. Pada abad ke sembilan belas, para astronom mengarahkan teleskopnya
ke bintang-bintang dan menggunakan peralatan spektroskopi yang dikembangkan
untuk mengukur berbagai panjang gelombang cahaya bintang. Ditemukan fakta
bahwa matahari kita ternyata hanya sebuah bintang biasa yang kedudukannya
tidaklah istimewa dalam skala galaksi. Matahari kita ternyata adalah satu dari
sekitar 1011 bintang dalam galaksi kita yang dikenal dengan nama galaksi Bima
Sakti.
Dari teleskop para astronom, terungkap pula beberapa objek aneh seperti
gumpalan nebula redup yaitu sepotong cahaya lebar yang melebihi ukuran bintang.
Beberapa nebula ini kemudian dapat disimpulkan sebagai kabut gas dalam galaksi,
yang dapat menyatakan materi baru dari mana bintang dibentuk, atau sisa dari
bintang yang mengakhiri hidupnya dengan ledakan dahsyat.
Selain itu diperoleh pula nebula yang agak redup. Namun hal ini masih
menimbulkan pertanyaan, bagaimana sebenarnya hakikat nebula yang agak redup
ini. Kepastian tentang pertanyaan ini hanya dapat terpecahkan bila cahaya semua
objek redup dapat dipisahkan menjadi bintang-bintang tunggal. Hal ini adalah
persoalan eksperimental yang amat sulit, karena memerlukan pencahayaan sebuah
pelat foto sepanjang malam, pada saat mana para astronom bergulat dalam
kedinginan malam di atas puncak gunung untuk menjaga fokus teleskopnya tetap
mengarah ke nebula, sebagai akibat rotasi bumi dan perubahan suhu yang
menyebabkan perubahan ukuran teleskop. Pada tahun 1920−an, Edwin Hubble
__________________________________________________________________
122 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
berhasil memisahkan cahaya berbagai bintang dalam galaksi tetangga kita, serta
menyimpulkan ukuran, kecemerlangan dan jaraknya dari kita.
Semakin banyak nebula dan galaksi yang ditemukan, semakin pula
kedudukan kita di jagad raya. Matahari kita tidak saja hanya satu dari sekitar 1011
bintang dalam galaksi Bima Sakti, melainkan mungkin galaksi Bima Sakti sendiri
merupakan satu di antara 1011 galaksi yang ada di jagad raya.
Pengamatan Hubble juga menghasilkan pernyataan yang menarik : setiap
galaksi bergerak menjauhi kita (dan menjauhi yang lainnya) dengan kelajuan yang
amat tinggi. Semakin jauh sebuah galaksi dari kita, semakin tinggi lajunya.
Kesimpulan mengesankan ini akan menuntun kita ke model standar jagad raya
beserta asal usulnya. Jika semua galaksi bergerak saling menjauhi, maka mereka
sebelumnya tentulah berdekatan. Jika kita kembali cukup jauh ke masa lampau,
semua materi tentulah berasal dari sebuah titik singularitas berkerapatan takhingga
yang mengalami ledakan dahsyat. Peristiwa itu dikenal sebagai Big Bang (Ledakan
Besar).
Informasi yang lebih menghebohkan datang menyusul. Pada tahun 1965, dua
astronom yang bernama Arno Penzias dan Robert Wilson menemukan pijaran
radiasi latar belakang gelombang mikro dari sisa-sisa ledakan besar yang mengisi
seluruh jagad raya dan terus menghujami bumi, meskipun telah mengalami
pendinginan selama kurang lebih 15 milyar tahun.
Karya eksperimental yang telah dirintis oleh Hubble, Penzias dan Wilson
merupakan landasan untuk berspekulasi mengenai asal mula, evolusi dan masa
depan jagad raya. Semua teori ini termasuk dalam bidang kajian kosmologi yang
berasaskan pada teori relativitas umum dengan paduan bidang astronomi, fisika
partikel, fisika statistik, termodinamika dan elektrodinamika. (Krane, 1992)
Di dalam jagad raya paling tidak terdapat empat jenis interaksi dasar
(mungkin dapat ditambah satu lagi yaitu interaksi maha lemah atau superweak).
Keempat interaksi tersebut masing-masing adalah interaksi kuat, lemah,
elektromagnetik dan gravitasi. Interaksi elektromagnetik (EM) bermediator foton
dan berjangkauan jauh terjalin antara zarah−zarah bermuatan listrik dan/atau
bermomen magnet dan berlangsung secara makro dan mikro dalam atom inti dan
__________________________________________________________________
123 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
galaksi melihat struktur skala besar jagad raya yang sama untuk seluruh waktu.
Berdasarkan fakta-fakta, ditemui bahwa yang lebih tepat adalah asas pertama,
bukan asas kedua.
(
u = ( x1 )1 + ( x 2 ) 2 + ( x 3 )3 )
1/ 2
(5.9)
__________________________________________________________________
126 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
dan
S = u 2 + (x 4 ) 2 (5.10)
sehingga
u 2 du 2
dl 2 = du 2 + u 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) + (5.11)
S 2 − u2
du 2
= + u 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) . (5.12)
1 − (u / S ) 2
Dengan substitusi
u = Sr (5.13)
diperoleh
dr 2
dl 2 = S 2 + r 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) . (5.14)
1− r
2
Jika pada pers. (5.3), S 2 diganti dengan − S 2 , pers. (5.14) menjadi
dr 2
dl 2 = S 2 + r 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) . (5.15)
1+ r
2
Kedua metrik di atas dapat dituliskan sekaligus dalam ungkapan
dr 2 2
dl 2 = S 2 + r 2
( dθ 2
+ sin 2
θ dφ ) (5.16)
1 − kr 2
dengan k = 1 untuk pers. (5.14) dan k = −1 untuk pers. (5.15). Jika diisikan k = 0 ,
dihasilkan ruang Euclid tiga dimensi.
__________________________________________________________________
127 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
∂x j ∂x k ∂x j
gi0 = g jk = g j0
∂x i ∂x 0 ∂x i
yang menggambarkan bahwa g i 0 menentukan arah tertentu pada ruang tiga
dimensi. Hal ini bertentangan dengan asumsi kedua di atas sehingga ditarik
kesimpulan bahwa g i 0 = 0 untuk i = 1, 2, 3. Bentuk metrik jagad raya tereduksi ke
bentuk
ds 2 = g 00 (dx 0 ) 2 + g ij dx i dx j (5.18)
ds 2 = − dt 2 + g ij dx i dx j (5.20)
__________________________________________________________________
128 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
maka cahaya tersebut akan sampai pada kita pada saat t 0 yang diberikan oleh
persamaan
t0
dt
∫S = f (r1 ) (5.25)
t1
dengan
r1
sin −1 r1 k = +1
dr
f (r1 ) = ∫ = r1 k =0 (5.26)
0 1 − kr 2 sinh −1 r k = −1
1
Galaksi tersebut memiliki koordinat (r1 ,θ1 , φ1 ) konstan sehingga f (r1 ) tak
gayut waktu. Selanjutnya jika cahaya berikutnya meninggalkan r1 pada waktu
t1 + δt1 , cahaya tersebut akan sampai kepada kita pada waktu t0 + δt0 dengan
hubungan sebagai
t 0 + δt 0
dt
∫ S
= f (r1 ) (5.27)
t 1 + δt 1
__________________________________________________________________
129 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
(
= S (t0 ) 1 − H 0 (t0 − t1 ) − 12 q0 H 0 (t 0 − t1 ) 2 − ... ) (5.34)
__________________________________________________________________
130 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
SSɺɺ
q=− (5.36)
Sɺ 2
Dengan substitusi pers. (5.34) − (5.36) ke (5.32) diperoleh hasil
galaksi, ekspansi z di atas menghasilkan nilai H 0 dan q0 saat ini yang besarnya
masing-masing adalah (Weinberg, 1972)
H 0 = 75 km/sMpc (5.38)
dengan f ( r1 ) seperti pada pers. (5.26). Laju pergerakan galaksi tersebut terhadap
kita diberikan sebagai
dS Sɺ
v = dɺ = f ( r1 ) = f ( r1 ) S = Hd (5.42)
dt S
yaitu hukum Hubble.
Bagaimanakah hukum Hubble melukiskan ekspansi jagad raya ? Ditinjau
kiasan jagad raya yang digambarkan oleh sistem koordinat tiga dimensi pada
Gambar 5.1 yang mana setiap titik mewakili sebuah galaksi. Galaksi Bima Sakti
dipilih pada titik O. Jarak mula-mula suatu galaksi terhadap Bima Sakti adalah d.
Setelah jagad raya mengembang yang digambarkan oleh menjauhnya semua titik
tersebut, jarak tersebut menjadi d’. Diasumsikan pengembangan tersebut terjadi
__________________________________________________________________
132 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
sedemikian sehingga seluruh jarak ukur bertambah dengan faktor pengali konstan
k pada waktu t. Rumus yang berlaku adalah x ' = kx . Jadi d ' = kd . Dengan
demikian jika dalam selang waktu t galaksi tersebut menempuh jarak d '− d
menjauhi Bima Sakti, laju pergerakannya adalah
d '−d d ( k − 1)
v= = . (5.43)
t t
Jika kita bandingkan antara kelajuan galaksi 1 dan 2 diperoleh
v1 d1
= (5.44)
v2 d 2
yang identik dengan hukum Hubble. Pers. (5.44) di atas sekaligus menunjukkan
bahwa makin jauh jarak galaksi dari kita, makin cepat pula ia meninggalkan kita.
Gambar 5.1.
Kiasan pengembangan jagad raya dengan kiasan kawat
__________________________________________________________________
133 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
kerapatan dan temperatur takhingga besar. Teori ini dikenal sebagai hipotesis Big
Bang (Ledakan Besar) yang dikemukakan oleh George Gamow dkk pada tahun
1948. Teori kedua, kerapatan jagad raya selalu konstan. Sewatu galaksi-galaksi
bergerak saling menjauhi, dalam ruang antargalaksi terus diciptakan materi baru
agar kerapatan jagad raya selalu konstan. Galaksi atau materi baru yang diciptakan
akan menyebabkan jagad raya tampak sama sepanjang masa, baik pada masa
lampau, sekarang maupun masa depan. Teori ini dikenal dengan hipotesis Steady
State (Keadaan Ajeg) yang dikemukakan oleh Hoyle dkk pada tahun 1960. Teori
kedua ini menggunakan asas kosmologi sempurna, sebagaimana tersebut pada
pasal 2. Pengamatan dengan teleskop radio yang dilakukan oleh Penzias dan
Wilson di tahun 1965 berhasil menyingkap adanya suatu radiasi latar belakang
kosmik pada daerah gelombang mikro yang diyakini sebagai sisa-sisa radiasi Big
Bang. Dengan demikian pengamatan tunggal ini mengunggulkan teori Big Bang
dari semua model kosmologi lainnya.
__________________________________________________________________
134 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
2. Pada T ≈ 1012 K, jagad raya berisi foton, muon, antimuon, elektron, positron,
neutrino dan antineutrino. Terdapat percampuran nukeon dalam jumlah amat
kecil, dengan neutron dan proton berjumlah kurang lebih sama. Semua
partikel masih berada dalam kesetimbangan suhu.
12
3. Ketika T < 10 K, muon dan antimuon mengalami proses pelenyapan
(annihilation). Setelah seluruh muon lenyap, pada T ≈ 1,3 × 1011 K, neutrino
dan antineutrino mengalami ketidakgandengan (decoupled) dengan partikel
lain. Partikel e ± , γ dan sebagian kecil nukleon berada pada kesetimbangan
suhu dengan T ∝ S −1.
4. Ketika T < 10 11
K atau t ≈ 10−2 s, perbedaan massa proton dan neutron
menyebabkan terjadinya perubahan percampuran nukleon sehingga proton
lebih banyak daripada neutron.
5. Ketika T < 5 × 109 K atau t ≈ 4 s, pasangan elektron-positron mengalami
pelenyapan sehingga melenyapkan seluruh positron dan menyisakan sedikit
elektron. Jagad raya hanya didominasi oleh foton, neutrino dan antineutrino
dengan suhu foton lebih tinggi 40,1 % daripada suhu neutrino-antineutrino.
Perbandingan neutron terhadap proton kira-kira 1 : 5.
6. Pada T ≈ 109 K atau t ≈ 180 s, terjadi fusi antara proton dengan neutron yang
membentuk inti yang lebih berat seperti deuterium dan helium.
7. Ekspansi bebas foton, neutrino dan antineutrino terus berlanjut dengan Tγ =
1,401 Tν ∝ S −1 . Pada 103 K < T < 105 K, nilai rapat energi foton, neutrino-
antinuetrino menjadi di bawah rapat energi rehat hidrogen dan helium. Atom
hidrogen terbentuk kira-kira pada T ∝ 4000 K setelah elektron bergabung
dan inti atom membentuk atom hidrogen. Dimulailah masa dominasi radiasi.
Pada tabel 5.1 di bawah ini disajikan beberapa partikel elementer penyusun
jagad raya beserta energi rehat dan suhu ambang yang berkaitan suhu tersebut.
Nilai suhu ambang tersebut diperoleh melalui kaitan persamaan
E
T= (5.45)
k
dengan k adalah tetapan Boltzmann.
__________________________________________________________________
135 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
Tabel 5.1.
Partikel utama penyusun jagad raya beserta energi dan suhu ambang
3 e− , e+ 0,511 5,9
5 π −, π + 140 1620
6 p, p 938 10880
7 n, n 940 10910
Kali ini akan ditelaah sejarah suhu jagad raya secara lebih rinci, dimulai dari
1012 K > T > 1,3 × 1011 K ketika moun ( µ + ) dan antimuon ( µ − ) cukup jarang.
e − + µ + ←→ν e + ν µ (5.46)
ν e + µ − ←→ν µ + e − (5.47)
ν µ + µ + ←→ν e + e + (5.48)
e + + µ − ←→ν e + ν µ (5.49)
ν e + µ + ←→ν µ + e + (5.50)
ν µ + µ − ←→ν e + e − . (5.51)
Pada masa dominasi radiasi berlaku kaitan antara rapat energi (ρ) dengan
suhu (T) jagad raya yang dirumuskan sebagai
__________________________________________________________________
136 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
ρ ∝T4. (5.52)
Sedangkan juga pada masa dominasi radiasi, hubungan antara rapat energi dengan
ruji atau faktor skala kosmik (S) jagad raya dirumuskan sebagai
T ∝ S −1 . (5.53)
Ketika T turun hingga 1,3 × 1011 K, ν µ dan ν µ (mungkin juga ν e dan ν e )
7 aT 4
ρ e − = ρ e + = 2 ρν = . (5.56)
8
Rapat energi untuk elektron dan positron bernilai dua kali rapat energi neutrino
karena elektron dan positron memiliki dua keadaan spin. Rapat energi total jagad
raya saat rentang suhunya 1012 K > T > 5 × 109 K adalah jumlah rapat energi
neutrino, elektron, positron dan foton sebesar
__________________________________________________________________
137 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
9aT 4
ρ total = . (5.57)
2
Berikutnya saat T di bawah suhu 1010 K, partikel yang berperan penting di
dalam kesetimbangan suhu hanyalah e ± dan γ. Neutrino dan antineutrino tidak
mengalami pemanasan ketika pelenyapan elektron-positron sehingga suhu
keduanya turun sebanding dengan S −1 . Selanjutnya untuk T < 5 × 109 K, suhu
neutrino dan antineutrino ( Tν ) harus dibedakan dengan suhu foton dan partikel
bermuatan lainnya (T). Suhu foton lebih besar daripada suhu neutrino dengan
faktor sebesar
T 11
=3 = 1,401 . (5.58)
Tν T < 10 K
9 4
Untuk T < 109 K, partikel yang tersisa di kesetimbangan suhu adalah sejumlah
kecil nukleon dan elektron setelah seluruh pasangan e + e − mengalami proses
K, yaitu saat suhu yang memungkinkan terbentuknya atom hidrogen. Suhu foton
ini akan terus menurun mengikuti S −1 .
Radiasi kosmik latar belakang gelombang mikro yang ditemukan orang
memiliki suhu saat ini sebesar
Tγ 0 = 2,7 K. (5.59)
Karena itu seharusnya suhu radiasi benda hitam neutrino dan antineutrino sebesar
Tγ 0
Tν 0 = 3
= 1,9 K. (5.60)
11 / 4
Dari saat T ≈ 109 K hingga saat ini, rapat energi foton, neutrino dan
antineutrino yang membentuk rapat energi radiasi adalah
ρ R = 1,45 aTγ4 . (5.61)
__________________________________________________________________
138 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
3
t= + tetapan. (5.62)
32πGρ
Tabel 5.2
Deskripsi suhu, usia dan ruji jagad raya
T (K) T / Tν S / S0 T (detik)
1 × 1012 1,000 1,9 × 10−12 0
6 × 1011 1,000 3,2 × 10−12 1,94 × 10−4
3 × 1011 1,000 6,4 × 10−12 1,13 × 10−3
2 × 1011 1,000 9,6 × 10−12 2,61 × 10−3
1 × 1011 1,000 1,9 × 10−11 1,08 × 10−2
6 × 1010 1,000 3,2 × 10−11 3,01 × 10−3
3 × 1010 1,001 6,4 × 10−11 0,121
−11
2 × 10 10
1,002 9,6 × 10 0,273
1 × 1010 1,008 1,9 × 10−10 1,103
6 × 109 1,022 3,1 × 10−10 3,14
3 × 109 1,081 5,9 × 10−10 13,83
2 × 109 1,159 8,3 × 10−10 35,2
1 × 109 1,346 2,6 × 10−9 1,82 × 102
3 × 108 1,401 9,0 × 10−9 2,08 × 103
1 × 108 1,401 2,7 × 10−8 1,92 × 104
1 × 107 1,401 2,7 × 10−7 1,92 × 106
1 × 106 1,401 2,7 × 10−6 1,92 × 108
1 × 105 1,401 2,7 × 10−5 1,92 × 1010
1 × 104 1,401 2,7 × 10−4 1,92 × 1012
4 × 103 1,401 6,3 × 10−4 1,20 × 1013
Semenjak 1012 K > T > 5 × 109 K, rapat energi dirumuskan oleh pers. (5.57)
sehingga diperoleh (nilai c diisikan)
__________________________________________________________________
139 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
c2
t= + tetapan
48πGaT 4
2
1010 K
= 1,09 × detik + tetapan.
(5.63)
T
Jika t = 0 dimulai saat T = 1012 K (tentu saja yang benar tidak demikian), maka
diperlukan waktu 0,0107 detik agar suhu turun ke 1011 K dan selanjutnya sebesar
1,07 detik untuk turun ke 1010 K.
Adapun dari 109 K > T > Tγ 0 , waktu yang diperlukan adalah
c2
t= + tetapan
15,5πGaTγ4
2
1010 K
= 1,92 × + tetapan.
(5.64)
T
Waktu yang diperlukan agar suhu turun dari 109 K menuju 108 K adalah sekitar 5,3
jam. Jika radiasi terus lebih dominan daripada materi sampai terbentuknya atom
hidrogen pada T = 4000 K, usia jagad raya saat itu sekitar 400.000 tahun.
Pada Tabel 5.2 disajikan deskripsi suhu usia, usia dan ruji jagad raya dengan
sumber dari Weinberg (1972).
__________________________________________________________________
140 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
Rapat energi radiasi total untuk seluruh panjang gelombang diperoleh dari hukum
Stefan-Boltzmann yaitu dengan mengintegralkan pers. (5.65) yang hasilnya
∞
8π 5 k 4 4
ρ= ∫ u ( λ ) dλ = T . (5.67)
λ =0 15c 3h 3
Ketika jagad raya mengembang, suhu T turun sehingga nilai λmax membesar.
Persamaan di atas menyatakan kerapatan energi foton. Jika nilai di atas dibagi E,
hasilnya menyatakan jumlah foton berenergi E persatuan volume atau n(E) yang
dirumuskan sebagai
8πE 2 dE
n( E ) dE = . (5.70)
h c exp( E / kT ) − 1
3 3
Jumlah foton untuk seluruh rentang energi persatuan volume atau N dapat dicari
dengan mengintegralkan persamaan di atas yang nilainya adalah
__________________________________________________________________
141 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
∞ ∞
8πk 3T 3 x 2 dx
N = ∫ n( E ) dE = 3 3 ∫ exp( x) − 1 (5.71)
E =0 hc x =0
__________________________________________________________________
142 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
Gambar 5.2
Distribusi radiasi benda hitam pada radiasi latar belakang gelombang mikro
__________________________________________________________________
143 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
Sianogen atau CN. Tingkat energi molekul adalah gabungan dari keadaan
elektronik, vibrasi dan rotasi. Pada keadaan dasar, molekuk CN menyerap energi
radiasi pada panjang gelombang λ = 387,46 nm pada ujung biru spektrum tampak.
Keadaan rotasi pertama memiliki energi sebesar 4,70 × 10−4 eV di atas keadaan
dasar. Pada keadaan ini, panjang gelombang garis serapnya adalah 387,40 nm. Jika
kita mengukur spektrum serap, perbandingan intensitas kedua garis serap ini
merupakan ukuran perbandingan jumlah molekul pada keadaan dasar dan dalam
keadaan rotasi pertamanya.
Jika CN berada pada T = 0, semua molekulnya harus berada dalam keadaan
dasar. Pada suhu T, populasi keadaan eksitasi ditentukan oleh faktor Boltzmann
exp(− E / kT ) . Bobot statistik tingkat tersebut dirumuskan sebagai
N1 2 L1 + 1
= exp[− ( E1 − E2 ) / kT ] . (5.76)
N 2 2 L2 + 1
Oleh karena itu penentuan jumlah relatif molekul pada kedua tingkat tersebut
adalah suatu cara untuk menentukan suhu gas. Pengamatan terhadap intensitas
kedua garis serap gas CN di atas menunjukkan bahwa sekitar 25 % molekulnya
berada dalam keadaan tereksitasi. Persamaan di atas menjadi
25 % 2 × 1 + 1
= exp(−4,70 × 10 − 4 eV / kT ) (5.77)
75 % 2 × 0 + 1
yang berarti
T = 2,5 K. (5.78)
Hal ini berarti bahwa pada ruang antar bintang yang amat dingin, terdapat sesuatu
yang memanasi molekul-molekul gas CN sehingga memiliki suhu tersebut (Krane,
1992).
Pengamatan terhadap radiasi kosmik menunjukkan bahwa radiasi tersebut
bersifat isotrop (merata) pada seluruh arah hingga ketelitian 10−3. Sifat ini sesuai
dengan asas kosmologi.
Suhu T = 2,7 K ini dapat dikatakan sebagai suhu jagad raya. Hal ini tentu
saja berlaku untuk skala besar (large scale). Dengan menggunakan suhu ini, dapat
dihitung bahwa dalam setiap volume satu meter kubik ruang di jagad raya, terdapat
sekitar 4 × 108 buah foton. Sumbangannya bagi rapat energi jagad raya adalah
__________________________________________________________________
144 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
sekitar 2,5 × 105 eV m−3 atau kira-kira setengah dari energi rehat sebuah elektron.
Jadi setiap foton memiliki energi rata-rata sebesar 6,3 × 10−4 eV.
Mengingat fenomena di atas, pantaslah jika Big Bang merupakan salah satu
teori yang cukup menerangkan gejala penciptaan jagad raya dan ekspansinya.
Namun demikian terdapat teori baru yang mampu memberikan tambahan
penjelasan yang belum mampu dijelaskan oleh teori Big Bang, diantaranya adalah
teori jagad raya yang mengalami inflasi (inflationary universe). Hal-hal yang
belum dapat dijelaskan oleh teori Big Bang adalah, mengapa jagad raya nampak
begitu datar dan seragam, darimanakah munculnya ketidakteraturan rapat massa
jagad raya pada skala kecil, dan sebagainya. Namun demikian telaah jagad raya
yang mengalami inflasi tersebut tidak akan dibahas di sini.
__________________________________________________________________
145 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
raya saat ini adalah sekitar 10 −12 (jari-jari jagad raya saat ini sekitar 10 26
m)?
R (t ) = R0t 2 / 3 .
6. Asumsikan jagad raya bersifat isotropik dan datar secara spasial. Metrik
jagad raya tersebut dapat mengambil bentuk
ds 2 = − dt 2 + a 2 (t )(dr 2 + r 2 dθ 2 + r 2 sin 2 θ dφ 2 )
__________________________________________________________________
146 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
λ − λe
Z= 0 ,
λe
adalah
a
Z = 0 −1
ae
__________________________________________________________________
147 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
9. Carilah panjang gelombang dari puncak spektrum radiasi benda hitam yang
bersuhu 2,7 K.
10. Keadaan rotasi pertama sianogen berada pada energi 4,70 × 10 −4 eV di atas
keadaan dasar. Hitunglah populasi relatif keadaan dasar dan ketiga keadaan
rotasi pertama pada suhu T = 2,7 K.
11. Kapankah suhu jagad raya berada di bawah suhu ambang bagi
(a) Penciptaan nukleon
(b) Penciptaan meson π
(c) Terbentuknya atom hidrogen
13. Andaikata rapat jumlah neutrino saat terjadi Big Bang sama dengan rapat
jumlah foton sekarang, hitunglah energi diam seluruh neutrino yang dapat
memberikan kerapatan kritis yang diperlukan untuk menghasilkan jagad raya
tertutup.
14. Karena kita belum memiliki teori kuantum gravitasi, kita tidak dapat
menganalisis jagad raya sebelum waktu Planck, sekitar 10 −43 detik. Jika kita
menganggap bahwa sifat jagad raya selama masa iu ditentukan oleh teori
kuantum, relativitas dan grvitasi, waktu Planck haruslah ditentukan oleh
tetapan dasar dari ketiga teori ini : h, c dan G. Jadi kita dapat menuliskan
t P = hα c β G γ .
(a) Lakukan analisis dimensi untuk menentukan α , β dan γ .
(b) Hitunglah waktu Planck tersebut.
__________________________________________________________________
148 Kosmologi : Sejarah Jagad Raya
_________________________________________________________________________________________
(c) Kita dapat pula melakukan hal yang sama untuk menentukan panjang
Planck l P dan massa Planck mP . Tentukan pula panjang Planck dan
massa Planck.
15. Mengapa suhu neutrino lebih rendah daripada suhu radiasi latarbelakang
gelombang mikro?
__________________________________________________________________
149 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
BAB VI
KOSMOLOGI : DINAMIKA JAGAD RAYA
Interaksi antar materi pada skala besar jagad raya saat ini hanya dipengaruhi
oleh gravitasi. Karena itu, pemecahan persamaan medan gravitasi Einstein akan
sanggup memberikan deskripsi jagad raya secara klasik, baik pada asperk kualitatif
maupun kuantitatif. Ada beberapa model jagad raya yang dapat disajikan sebagai
penyelesaian persamaan Einstein.
α ∂gνβ ∂g βµ ∂g µν
Γµν = 12 g αβ µ + ν − β (6.12)
∂x ∂x ∂x
Dari pers. (6.7), (6.8) dan (6.12), nilai-nilai lambang Christoffel jenis kedua
yang tak lenyap adalah
∂g mn 1 dS a 1 kr
Γmn
0
= 1
, Γma 0 = Γ0am = δ m , Γ11 = , Γ22
1
= − r (1 − kr 2 ) , Γ33
2
=
2
∂t S dt 1 − kr 2
1
Γ33
1
sin 2 θ , Γ122 = Γ21
2
= Γ133 = Γ31
3
= , Γ33
2
= − 12 sin 2θ , Γ23
3
= Γ32
3
= cot θ (6.13)
r
Tensor Ricci dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)
ν ν
∂Γµν ∂Γµα ν β ν β
Rµα = α
− ν
+ Γβα Γµν − Γβν Γµα (6.14)
∂x ∂x
___________________________________________________________________
151 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
∂Γ0νν ∂Γ00
ν
R00 = 0 − ν + Γβν 0 Γ0βν − Γβν
ν β
Γ00
∂x ∂x
∂ 1 ∂ ν
= (Γ01 + Γ02
2
+ Γ03
3
) − ν (0) + Γ10
1 1
Γ01 + Γ20
2 2
Γ02 + Γ30
3 3
Γ03 − Γβν .0
∂t ∂x
3 d 2S
= (6.15)
S dt 2
∂Γ1νν ∂Γ11
ν
ν β ν β ∂ ∂Γ110 ∂Γ11
1
R11 = − + Γ Γ − Γ Γ = ( Γ1
+ Γ 2
+ Γ 3
) − +
∂x1 ∂xν
β 1 1ν βν 11
∂x1
11 12 13 ∂x 0 ∂x1
(
= Γ01Γ11 + Γ110 Γ10
1 0 1
+ Γ11Γ11 + Γ21
1 1
Γ12 + Γ31
2 2
Γ13
3 3
)
− Γ01
1 0
(
Γ11 + Γ02
2 0
Γ11 + Γ03
3 0
Γ11 + Γ11Γ11 + Γ122 Γ11
1 1 1
+ Γ133 Γ11
1
)
1 S d 2S dS
2
=− + 2 + 2 k (6.16)
1 − kr 2 dt 2 dt
∂Γ2νν ∂Γ22ν
R22 = − ν
+ Γβν 2 Γ2βν − Γβν
ν β
Γ22
∂x 2
∂x
∂Γ22
( )
1
∂Γ23
3 2
∂Γ22
= − 0 + 1 + Γ02
2 0
Γ22 + Γ122 Γ22
1
+ Γ32
3 3
Γ23
∂x 2
∂x ∂x
(
− Γ22
0 1
Γ01 + Γ22
0 2
Γ02 + Γ22
0 3
Γ03 + Γ22
1 1
Γ11 + Γ22
1 2
Γ12 + Γ22
1 3
Γ13 )
S d 2S dS
2
= − r2 + 2 + 2k (6.17)
dt 2
dt
∂Γ3νν ∂Γ33ν
R33 = − ν
+ Γβν 3Γ3βν − Γβν
ν β
Γ33
∂x 3
∂x
∂ ∂Γ33
0
∂Γ33
1 2
∂Γ33
= 3 (0) − 0 + 1 + 2
∂x ∂x ∂x ∂x
(
+ Γ03
3 0
Γ33 + Γ133 Γ33
1
+ Γ23
3 2
Γ33 + Γ33
0 3
Γ30 + Γ33
1 3
Γ31 + Γ33
2 3
Γ32 )
− (Γ 01Γ33
1 0
+ Γ02
2 0
Γ33 + Γ03
3 0
Γ33 + Γ11Γ33 + Γ122 Γ33
1 1 1
+ Γ133 Γ33
1
+ Γ23
3 2
Γ33 )
___________________________________________________________________
152 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
S d 2S dS
2
= − r sin θ
2 2
+ 2 + 2 k (6.18)
dt 2 dt
Nilai skalar kelengkungan adalah
R = g µν Rµν = g 00 R00 + g 11R11 + g 22 R22 + g 33 R33
6 S d 2 S dS 2
=− + +k (6.19)
S2 dt 2
dt
Kini persamaan Einstein yang berbentuk
Rµν − 12 g µν R − g µν Λ = −8πGTµν (6.20)
3 d 2S 6 S d 2 S dS 2
− 1
(−1) . − 2 + + k − Λ.(−1) = − 8πGρ
S dt 2 2
S dt 2 dt
atau
2
dS
dt + k − 3 ΛS = 3 πGρS .
1 2 8 2
(6.21)
S d 2S dS
2 2
6 S d 2 S dS
2
−
1 + 2 + 2 k −1 S . − + + k − Λ.(−1)
1 − kr 2 dt 2 dt 2 1 − kr 2 S 2
dt 2 dt
8πGpS 2
=−
1 − kr 2
atau
2
2 S d 2 S dS
+ + k − ΛS 2 = −8πGpS 2 . (6.22)
dt 2 dt
Untuk komponen−22 dan −33 juga diperoleh hasil yang sama dengan seperti pada
komponen−11.
___________________________________________________________________
153 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
154 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
dp d [ S 3 ( ρ + p )]
S3 = . (6.33)
dt dt
Pers. (6.33) dikenal sebagai persamaan kekekalan energi. Sementara itu pers. (6.32)
dapat dibentuk menjadi
d ( ρS 3 ) d (S 3 ) ɺ
Sɺ = −p S (6.34)
dt dt
atau
d ( ρS 3 )
= −3 pS 2 . (6.35)
dS
Dengan menyatakan persamaan keadaan p = p ( ρ ) , persamaan terakhir dapat
digunakan untuk menyatakan ρ sebagai fungsi S. Sebagai contoh jika rapat energi
jagad raya didominasi oleh materi non-relativistik dengan pengabaian nilai tekanan
(p ≈ 0 ), pers. (6.35) memberikan
ρS 3 = konstan. (6.36)
Pada keadaan dimana rapat energi didominasi oleh partikel relativistik (radiasi)
maka p = 13 ρ (Weinberg, 1972) sehingga dari (6.35) diperoleh
ρS 4 = konstan. (6.37)
Dengan mengetahui ρ sebagai fungsi S, dapat ditentukan S(t) untuk seluruh
waktu t. Model jagad raya dengan metrik Robertson-Walker ini dikenal dengan
model Friedmann.
Dinamika jagad raya di masa lalu, sekarang dan masa depan dapat dianalisis
melalui persamaan-persamaan yang telah disebutkan di atas. Pers. (6.27)
menunjukkan bahwa “percepatan” Sɺɺ / S bernilai negatif karena besaran ρ + 3 p
selalu positif. Karena menurut definisi S > 0 dan Sɺ / S juga > 0 (karena yang
nampak pergeseran merah, bukan pergeseran biru), maka kurve S(t) dengan t
haruslah berbentuk kurve cekung dan memiliki nilai S(t) = 0 pada suatu waktu
tertentu di masa lalu. Didefinisikan pada saat itu sebagai awal waktu t = 0 sehingga
S (t = 0) = 0 (6.38)
___________________________________________________________________
155 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
Waktu saat ini (t 0 ) disebut usia jagad raya sejak t = 0. Jika Sɺɺ = 0 untuk 0 ≤ t ≤ t 0
Karena Sɺɺ selalu negatif untuk 0 ≤ t ≤ t 0 maka usia jagad raya haruslah lebih kecil
definit negatif maka S (t ) akan membesar lalu mencapai nilai maksimum (saat Sɺ (t )
= 0) lalu mengecil sampai S = 0 pada suatu waktu yang terhingga di masa depan.
Jadi secara kualitatif, model dan nasib jagad raya di masa depan ditentukan oleh
tanda kelengkungan ruang. Jika k = −1 atau 0, jagad raya akan berekspansi selama-
lamanya. Sedangkan jika k = +1, ekspansi terseut akan berhenti dan kemudian
mengalami kontraksi balik menuju keadaan singular S = 0.
3(k / S 02 + H 02 )
ρ0 = (6.42)
8πG
dan
___________________________________________________________________
156 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
k / S 02 + (1 − 2q0 ) H 02
p0 = − (6.43)
8πG
Disini, S 0 adalah faktor skala kosmik untuk saat sekarang (t = t0 ) , H 0 dan q0
berturut-turut adalah konstanta Hubble dan parameter perlambatan, dengan nilai
masing-masing 75 km(s Mpc)−1 dan 1,2. Dari pers. (6.42), nilai kelengkungan ruang
k / S 02 dapat bernilai positif, nol atau negatif, sehingga ρ 0 dapat bernilai lebih
besar, sama atau lebih kecil dari rapat kritis (critical density) yang dirumuskan
sebagai
3H 02
ρc = = 1,1 × 10−26 kg/m3 (6.44)
8πG
untuk mana telah diisikan nilai k = 0.
Akan terlihat nanti bahwa nilai
p0 << ρ 0 (6.45)
sehingga dapat diambil nilai p0 = 0. Hal ini menunjukkan bahwa rapat energi jagad
raya saat ini didominasi oleh materi non-relativistik. Pers. (6.43) menjadi
k
2
= (2q0 − 1) H 02 (6.46)
S0
dan (6.42) memberikan perbandingan rapat energi saat ini dengan rapat kritis (6.44)
sebagai
ρ0
= 2q0 (6.47)
ρc
atau
3q0 H 02
ρ0 = . (6.48)
4πG
Pers. (6.48) di atas memberikan informasi bahwa q0 tidak pernah bernilai
1
negatif. Maka untuk q0 > 2
, kelengkungan jagad raya bernilai positif (k = +1),
rapat energi jagad raya saat ini sama dengan rapat kritis maka ruang-waktu bersifat
datar yang berkorelasi dengan nilai q0 = 12 .
___________________________________________________________________
157 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
yang berimplikasi pada model jagad raya terbuka dengan kelengkungan ruang
bernilai negatif. Namun, nilai q0 ini tidak sesuai dengan hasil analisis q antara
___________________________________________________________________
158 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
2SSɺɺ + Sɺ 2 + k = 0 . (6.53)
Bentuk terakhir ini dapat dituliskan menjadi
d ( SSɺ 2 )
= − kSɺ . (6.54)
dt
Jika persamaan tersebut diintegralkan, dihasilkan bentuk
SSɺ 2 = C − kS (6.55)
dengan C suatu tetapan integrasi. Dengan substitusi (6.55) ke (6.51) diperoleh
3C
ρS 3 = = tetapan (6.56)
8πG
yang menunjukkan bahwa C adalah suatu tetapan positif. Pers. (6.56) melukiskan
bahwa selama masa dominasi materi, berlaku persamaan kekekalan massa-energi
dengan bentuk yang serupa dengan pers. (6.12).
Pada saat sekarang ini, jagad raya didominasi oleh materi. Pers. (6.52) dapat
dituliskan menjadi
2
SSɺɺ Sɺ
= −2 2 − = (2q0 − 1)H 02
k
(6.57)
S 02 Sɺ 0 S 0
k
atau S 02 = . (6.58)
(2q0 − 1)H 02
dengan indeks−0 menyatakan keadaan pada masa sekarang. Pers. (6.55) dapat
dituliskan sebagai
C = S 0 Sɺ02 + kS0 = S 03 H 02 + kS0 . (6.59)
2q0
• Untuk k = +1, q0 > 12 : C = (6.60)
H 0 (2q0 − 1)3 / 2
• Untuk k = 0, q0 = 1
2
: C = S 03 H 02 (6.61)
2q0
• Untuk k = −1, q0 < 12 : C = (6.62)
H 0 (1 − 2q0 )3 / 2
___________________________________________________________________
159 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
Pers. (6.55) akan diselesaikan untuk menentukan nilai S dan t sebagai fungsi
suatu parameter θ yang dikenal dengan sudut pengembangan jagad raya
(development angel)
6.3.1 Untuk k = + 1
Pers. (6.55) menjadi
SSɺ 2 = C − S . (6.63)
Melalui persamaan transformasi
C (1 − sin θ )
S= (6.64)
2
diperoleh
Cθɺ sin θ
Sɺ = (6.65)
2
sehingga pers. (6.63) menjadi
C (1 − cos θ )θɺ
= 1. (6.66)
2
Dengan mengintegralkan ke t diperoleh
C (θ − sin θ )
t= +D (6.67)
2
dengan D suatu tetapan integrasi. Dari syarat awal S(t) = 0 dihasilkan D = 0.
Dengan substitusi nilai C dari pers. (6.60) akhirnya diperoleh
q0
S= (1 − cos θ ) (6.68)
H 0 (2q0 − 1) 3 / 2
dan
q0
t= (θ − sin θ ) . (6.69)
H 0 (2q0 − 1)3 / 2
Pers. (6.68) dan (6.69) melukiskan kurva S sebagai fungsi t dengan parameter
θ yang berbentuk sikloid. Kurva tersebut ditampilkan pada Gb. 1. Jagad raya yang
dilukiskan oleh nilai k = +1 ini adalam jagad raya yang berhingga (finite universe).
Jagad raya pada model ini berekspansi dari keadaan singular
S = t =θ = 0, (6.70)
lalu ketika θ = π mencapai ruji maksimum sebesar
___________________________________________________________________
160 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
2q0
S maks = (6.71)
H 0 (2q0 − 1)3 / 2
pada saat
πq0
t= (6.72)
H 0 (2q0 − 1) 3 / 2
kemudian kembali berkontraksi menuju singularitas ketika θ = 2π pada saat
2πq0
t= . (6.73)
H 0 (2q0 − 1) 3 / 2
Jika pers. (6.68) dan (6.69) diturunkan ke θ akan diperoleh laju pertambahan
ruji jagad raya sebesar
dS
dS dθ 1 + cos θ
= = . (6.74)
dt dt sin θ
dθ
Laju pertambahan ruji jagad raya pada saat awal ketika jagad raya mulai
berekspansi yaitu saat t → 0 + atau θ → 0 + adalah
dS
lim →∞. (6.75)
dt
t → 0+
Keanehan nilai tersebut sudah dapat diduga, mengingat adanya asumsi
pengabaian tekanan. Padahal pada masa awal, jagad raya didominasi oleh radiasi
sehingga pengabaian tersebut tidak benar. Namun demikian asumsi tersebut dapat
dibenarkan untuk masa sekarang ini. Dapat dihitung pula laju pengerutan ruji jagad
raya ketika mengakhiri masa kontraksi menuju keadaan singularitas adalah sebesar
dS
lim → −∞ . (6.76)
− dt
θ → 2π
Adapun laju pengembangan ruji jagad raya pada ruji maksimum tentu saja sama
dengan nol, yang terjadi saat θ = π .
Hasil dua persamaan di atas menunjukkan bahwa ada suatu masa tertentu
dimana laju pengembangan / pengerutan ruji jagad raya melebihi laju cahaya di
ruang hampa yang dirumuskan sebagai
___________________________________________________________________
161 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
dS 1 + cos θ
= >1= c (6.77)
dt sin θ
sehingga diperoleh
0 < θ < π / 2 atau 3π / 2 < θ < 2π . (6.78)
Hal ini berarti setengah dari sudut sudut pengembangan jagad raya ketika
berekspansi atau setengah dari sudut pengerutan jagad raya ketika berkontraksi
menyebabkan laju pertambahan / pengerutan ruji jagad raya lebih besar daripada
laju cahaya di ruang hampa.
Selanjutnya akan ditentukan ruji dan usia jagad raya saat ini. Pers. (6.64)
dapat dituliskan sebagai
2S0 1
cos θ 0 = 1 − = −1 (6.79)
C q0
sehingga
1
θ 0 = cos −1 − 1 (6.80)
q0
dan
2q0 − 1
sin θ 0 = . (6.81)
q0
Jika hasil ini diisikan ke dalam pers. (6.68) dan (6.69) dihasilkan nilai-nilai
1
S0 = (6.82)
H0 2q0 − 1
dan
q0 −1 −1 1
t0 = cos (q0 − 1) −
3/ 2
. (6.83)
H 0 (2q0 − 1) 2q0 − 1
dan
Usia jagad raya = t 0 = 7 milyar tahun (6.85)
___________________________________________________________________
162 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
3H 02 (2q0 − 1) 3
ρ= . (6.87)
4πGq02 (1 − cos θ ) 3
3H 02 (2q0 − 1) 3 3H 02 q0
ρ0 = = (6.88)
4πGq02 (2 − q0−1 ) 3 4πG
6.3.2 Untuk k = 0
Pers. (6.55) menjadi
SSɺ 2 = C. (6.90)
Dengan mengintegralkan pers. (6.90) terhadap t kemudian menggunakan pers.
(6.61) akan dihasilkan
2/3
S 3H 0 t
= (6.91)
S0 2
Grafik S versus t terdapat pada Gb. 1. Limit t → ∞ menghasilkan nilai S → ∞ . Jadi
jagad raya dengan k = 0 adalah model jagad raya terbuka (open universe). Nilai S
___________________________________________________________________
163 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai ruji jagad raya karena jagad raya menurut
model ini tidak bertepi. Oleh karena itu S(t) lebih tepat disebut sebagai suatu faktor
skala kosmik yang menyatakan pengembangan jagad raya. Nilai maksimum S(t)
tidak bermakna.
Usia jagad raya saat ini ketika S = S 0 adalah
2
t0 = (6.92)
3H 0
6.3.3 Untuk k = −1
Pers. (6.55) menjadi
SSɺ 2 = C + S . (6.97)
Melalui persamaan transformasi
___________________________________________________________________
164 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
C (cosh ψ − 1) q0
S= = (cosh ψ − 1) (6.98)
2 H 0 (1 − 2q0 ) 3 / 2
diperoleh
C (sinh ψ − ψ ) q0
t= = (sinh ψ − ψ ) (6.99)
2 H 0 (1 − 2q0 ) 3 / 2
Pada Gb. 1 ditunjukkan kurva S sebagai fungsi t. Seperti halnya pada model k
= −1, jika t → ∞ atau ψ → ∞ maka S → ∞ . Jadi S di sini adalah faktor skala
kosmik, bukan ruji jagad raya karena nilainya tak memiliki makna. Ini dapat juga
dipahami dari nilai kelengkungan ruang yang negatif.
Jika (6.98) dan (6.99) masing-masing diturunkan ke ψ akan diperoleh laju
pengembangan jagad raya sebesar
dS dS / dψ cosh ψ + 1
= = . (6.100)
dt dt / dψ sinh ψ
S k = −1
k=0
k = +1
O t
Gambar. 6.1
Kurva S sebagai fungsi t untuk tiga nilai k
___________________________________________________________________
165 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
dS
lim =1= c . (6.102)
dt
t→∞
Hal ini menunjukkan bahwa laju pengembangan jagad raya pada model k = −1
sepanjang waktu selalu lebih besar dari laju cahaya di ruang hampa.
Dengan menggunakan hasil (6.97) dan (6.100), terdapat ungkapan
2S 1
cosh ψ 0 = 1 + = −1 (6.103)
C q0
sehingga
1
ψ 0 = cosh −1 − 1 (6.104)
q0
dan
1
sinh ψ 0 = . (6.105)
q0 (1 − 2q0 )3 / 2
Jika hasil ini dimasukkan ke dalam pers. (6.99) akan dihasilkan bentuk
1 1 q0 cosh −1 (q0−1 − 1)
t0 = − . (6.106)
H0 1 − 2q (1 − 2q0 )
0
Dengan anggapan bahwa rapat massa-energi jagad raya hanya terkonsentrasi di
galaksi, maka nilai q0 = 0,0014. Dengan H 0−1 = 13 milyar tahun, diperoleh
3H 02 (1 − 2q0 ) 3
ρ= . (6.109)
4πGq02 (cosh ψ − 1) 3
atau ψ → ∞ maka ρ → 0 . Nilai rapat energi saat ini sebesar ρ 0 dapat dihitung
sebesar
___________________________________________________________________
166 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
3H 02 (1 − 2q0 )3 3H 02 q0
ρ0 = = (6.110)
4πGq02 (q0−1 − 2) 3 4πG
___________________________________________________________________
167 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
dengan
2πq0
t max = untuk k = +1 (6.119)
H 0 (2q0 − 1)3 / 2
dan
t max = ∞ untuk k = 0 atau −1. (6.120)
2π − cos −1 (q0−1 − 1)
d E = S 0 (θ max − θ 0 ) = (6.121)
H 0 2q0 − 1
___________________________________________________________________
168 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
atau
2ρ
A= (6.125)
3
sehingga pers. (6.124) menjadi
2 ρη mn
<E E >+<B B >=
m n m
. n
(6.126)
3
Nilai komponen tensor energi−momentum medan elektromagnetik T µν
dirumuskan sebagai
___________________________________________________________________
169 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
µν ρ S
T =
mn
(6.127)
S T
dengan
T 00 = ρ = 1
2
(E
)
+ B 2 adalah rapat energi medan elektromagnetik
2
(6.128)
T 0m = T m 0 = S m = (E × B) m adalah komponen ke−m vektor Poynting (6.129)
T mn (
) ( )
= 12 η mn E 2 + B 2 − E m E n + B m B n adalah tensor tegangan Maxwell. (6.130)
Akan dihitung nilai rata-rata komponen T µν dari nilai di atas. Dari pers.
(6.130) diperoleh
(
) (
< T mn > = 12 < η mn > E 2 + B 2 − < E m E n > + < B m B n > ) (6.131)
Jika i ≠ j maka
< T mn > = 0. (6.132)
Sedangkan untuk i = j berlaku
2ρ 1 ρ
< T mn > =< T 11 > =< T 22 > =< T 33 > = − + 2 .2 ρ = (6.133)
3 3
Selanjutnya mengingat radiasi bersifat ajeg (steady), laju aliran energi pada
sembarang arah bernilai nol sehingga nilai rata-rata vektor Poynting lenyap yang
dirumuskan sebagai
< S m > = < T 0m > = < T m0 > = 0 (6.134)
Sementara itu
< T 00 > = ρ . (6.135)
___________________________________________________________________
170 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
d ( SSɺ )
SSɺɺ + Sɺ 2 = =0 (6.143)
dt
Melalui dua kali pengintegralan dihasilkan
___________________________________________________________________
171 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
A
Sɺ = dan S 2 = 2 At (6.144)
S
dengan A tetapan positif. Substitusi hasil terakhir ini ke pers. (6.140) akan
dihasilkan
3 1
ρ= (6.145)
32πG t 2
Jika diasumsikan bahwa selama masa ini, radiasi berada dalam kesetimbangan
suhu dengan materi, maka spektrum radiasi tersebut memenuhi aturan spektrum
radiasi benda hitam. Kaitan antara suhu T dengan rapat energi ρ diberikan dalam
hukum Stefan-Boltzmann (disini nilai c diisikan) dengan perumusan (Lawden,
1982)
ρ = aT 4 (6.146)
dengan
8π 5 k 4
a= 3 3
= 7,5.10 −16 Jm − 3 K − 4 (6.147)
15c h
adalah tetapan Stefan-Boltzmann. Besaran k, h dan c berturut-turut adalah tetapan
Boltzmann, tetapan Planck dan laju cahaya di ruang hampa. Akhirnya dengan
menyamakan pers. (6.145) dan (6.146) dihasilkan kaitan antara usia t dan suhu
jagad T pada masa dominasi radiasi yaitu
3c 2 1
T =
32πGa t
= 1,52 × 1010 t −1 / 2 (6.148)
Jika diamati, persamaan di atas berisi tiga tetapan dasar dalam teori kuantum
gravitasi yaitu G, c dan h. Persamaan di atas juga menceritakan bahwa ketika jagad
raya berusia satu detik, suhunya kira-kira 1,52 × 1010 K . Ketika waktu t bertambah,
maka suhunya menurun.
___________________________________________________________________
172 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
Tabel 6.1
Data fisis jagad raya (k = +1)
___________________________________________________________________
173 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
mengetahui kapan dan bagaimana peristiwa itu akan terjadi, kecuali Tuhan yang
telah menciptakan jagad raya ini.
___________________________________________________________________
175 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
du 2
2
ds = + u 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) − c 2 (1 − H 2 u 2 / c 2 ) dT 2
2 2 2
1− H u / c
melalui persamaan transformasi
u exp(− HT ) ln(1 − H 2 u 2 / c 2 )
r= , t =T + .
A 1 − H 2u 2 / c 2 2H
SSɺ 2 = c 2 ( D − kS + ΛS 3 / 3)
___________________________________________________________________
176 Kosmologi : Dinamika Jagad Raya
___________________________________________________________________________________________
5. Suatu jagad raya yang berisi radiasi berapat energi U memiliki persamaan
keadaan
2 SSɺɺ + Sɺ 2 + kc 2 − c 2 ΛS 2 = − 13 κc 2US 2 ,
3( Sɺ 2 + kc 2 ) − c 2 ΛS 2 = κc 2US 2 .
Tunjukkan bahwa
S 2 Sɺ 2 = c 2 ( D − kS 2 + 13 ΛS 4 )
3D = κUS 4 .
6. Untuk jagad raya yang berisi radiasi, jika k = 1, Λ = 3 / 4 D dan S = 0 pada t =
0, tunjukkan bahwa pada sembarang t berlaku
S 2 = 2 D[1 − exp(−ct / D )] .
___________________________________________________________________
177 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
BAB VII
DINAMIKA GERAK PARTIKEL DAN FOTON
___________________________________________________________________
178 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
konsep lubang hitam yang dibatasi oleh horison peristiwa, dimana setiap
partikel/foton yang berada di dalam horison peristiwa tidak dapat keluar darinya.
Belakangan ditemukan salah satu sifat lubang hitam yang ternyata dapat
melepaskan sebagian materi, jika konsep kuantum diisikan ke dalamnya (Hawking,
1974). Yang jelas, lubang hitam telah menjadi salah satu objek fisis dan matematis
yang memancing rasa keingintahuan orang untuk mengetahui karakteristiknya lebih
dalam.
Pada bab ini dikaji berbagai perilaku gerak foton dan partikel (yang
bermassa jauh lebih kecil dari massa lubang hitam Schwarszchild) di sekitar lubang
hitam Schwarszchild.
___________________________________________________________________
179 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
d 2xµ µ dx α dx β
+ Γαβ =0 (7.4a)
ds 2 ds ds
yang dapat diubah bentuknya menjadi
d dxν ∂ gαβ dx α dx β
2 g µν − = 0. (7.4b)
ds ds ∂ x µ ds ds
2
Dinamika gerak untuk foton dapat diperoleh dengan mengisikan ds = 0 pada
metrik ruang-waktu.
dθ 2 dφ
2 2 2 2
d r dr m dr mc 2 dt
+ − r − r sin θ + =0,
ds r − 2m ds (r − 2m) 2 ds ds ds r 2 ds
(7.5a)
d 2 dθ dφ
2
− r sin θ cos θ = 0 ,
2
r (7.5b)
ds ds ds
d 2 dφ
r sin θ =0,
2
(7.5c)
ds ds
dan
d r − 2m dt
= 0. (7.5d)
ds r ds
Persamaan metrik
ds 2 = g µν dx µ dxν (7.6a)
___________________________________________________________________
180 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
dx µ dxν
g µν =1, (7.6b)
ds ds
sehingga persamaan (7.2) menjadi
r dr
2
2 dθ
2 2
2 dφ c 2 (r − 2m) dt
2
+ r + sin θ − = 1. (7.7)
r − 2m ds ds ds r ds
r dr
2
2 dθ
2 2
2 dφ c 2 (r − 2m) dt
2
+ r + sin θ − = −c .
2
(7.9)
r − 2 m dτ dτ dτ r dτ
Ditinjau partikel yang jatuh bebas pada daerah r > 2m secara radial dengan θ
dan φ konstan, yang berarti dθ = dφ = 0 . Persamaan (7.5d) di atas dapat dituliskan
menjadi
dt / dτ = kr /(r − 2m) , (7.10)
dengan k merupakan suatu suatu tetapan. Jika kita mengambil keadaan awal saat
t = 0, r = R > 2m
dan
dr / dt t =0 = u
___________________________________________________________________
181 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
r 3 / 2 ( R − 2m) 3 / 2 dr
t r
Terlihat dari integral (7.12) di atas, jika batas atas integrasi r → 2m, maka t → ∞.
Hal ini mengindikasikan bahwa rentang waktu t digelar menuju takhingga.
Untuk kasus khusus dimana partikel dilepaskan dalam keadaan rehat (u = 0),
persamaan (7.11) tereduksi menjadi
(dr / dt ) 2 = 2mc 2 (1 − 2m / R ) −1 (1 − 2m / r ) 2 (r −1 − R −1 ) , (7.13)
atau
dr / dt = ± c 2m /(1 − 2m / R) (1 − 2m / r ) (1 / r − 1 / R) . (7.14)
(1 / r − 1 / R) , karena
Dari integral (7.16) di atas tampak bahwa nilai t → ∞ saat r → 2m. Ini berarti dalam
koordinat Schwarzschild, partikel tersebut membutuhkan koordinat waktu (t) yang
tak terhingga untuk mencapai horison peritiwa berupa bola beruji 2m.
___________________________________________________________________
182 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
Kini yang diukur adalah waktu pribadi (τ) partikel tersebut. Jika persamaan
(7.10) diisikan ke dalam persamaan (7.9) untuk gerak radial, diperoleh
2 2
r dr c 2 ( r − 2m ) c 2 ( R − 2 m) 3 r
− = −c
2
r − 2 m dτ r R{c ( R − 2m) − u R } r − 2m
2 2 2 2
atau
2
dr c 2 2mc 2 ( R − r )( R − 2m) 2 + u 2 R 3 (r − 2m)
= . (7.17)
dτ Rr c 2 ( R − 2 m) 2 − u 2 R 2
Dengan mengisikan syarat batas :
r = R saat τ = 0 ,
persamaan (7.17) memberikan
R1 / 2 r 1 / 2 {c 2 ( R − 2m) 2 − u 2 R 2 }1 / 2 dr
r
cτ = ∫ . (7.18)
R {2 mc ( R − r )( R − 2 m) + u R ( r − 2 m)}
2 2 2 3 1/ 2
Untuk kasus khusus keadaan awal partikel adalah keadaan rehat (u = 0),
persamaan (7.17) tereduksi menjadi
(dr / dτ ) 2 = 2mc 2 (1 / r − 1 / R ) . (7.19)
atau
dr / dτ = ±c 2m (1 / r − 1 / R) . (7.20)
Sama halnya pada telaah untuk nilai dr/dt di atas, agar nilai dr / dτ tidak imaginer
harus dipenuhi syarat
(1 / r − 1 / R ) > 0 atau r < R
yang menunjukkan bahwa gerak partikel tersebut menuju ke arah lubang hitam.
Karena itu juga dipilih tanda minus sehingga (7.20) menjadi
dr / dτ = −c 2m (1 / r − 1 / R) . (7.21)
Pengintegralan dengan syarat batas :
τ = 0 saat r = R
memberikan hasil
cτ = ( R 3 / 2m) ( ρ−ρ 2
+ 12 cos −1 (2 ρ − 1) , ) (7.22)
dengan
___________________________________________________________________
183 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
ρ =r/R
dan nilai invers cosinus dapat diambil untuk kuadran satu atau dua. τ adalah waktu
yang dihitung oleh jam yang ikut bergerak bersama partikel. Berbeda dengan nilai t,
ternyata nilai τ tetap berhingga, walaupun r → 2m.
µ ∂g βν ∂g ∂g αβ
Γαβ = 12 g µν α + να β
− ν
(7.24)
∂x ∂x ∂x
Untuk metrik pada persamaan (7.23) digunakan lambang
x 0 = t , x1 = r dan x 2 = φ ,
maka nilai lambang Christoffel yang tak lenyap adalah
Γ01
0
= Γ100 = Γ11
1
= mr −2 (1 − 2m / r ) −1 , Γ00
1
= c 2 m(1 − 2m / r )r −1 ,
Γ22
1
= − r (1 − 2m / r ) , Γ122 = Γ21
2
= r −1 . (7.25)
Dengan menggunakan persamaan geodesik (7.4a), diperoleh set persamaan
d 2t dt dr
2
+ 2Γ100 =0 (7.26a)
ds ds ds
1 dφ
2 2 2
d 2r 1 dt 1 dr
+ Γ00 + Γ11 + Γ22 =0 (7.26b)
ds 2 ds ds ds
d 2φ dφ dr
2
+ 2Γ21
2
=0 (7.26c)
ds ds ds
Selanjutnya ditinjau kurva orbit foton di sekitar lubang hitam dengan r
= r0 = konstan. Dalam rangka melihat dinamika gerak yang berhubungan dengan
swawaktu, dilakukan substitusi s → τ, yang selanjutnya persamaan (7.26a), (7.26b)
dan (7.26c) memberikan
___________________________________________________________________
184 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
d 2t
=0 (7.27a)
dτ 2
1 dφ
2 2
1 dt
Γ00 + Γ22 = 0 (7.27b)
dτ dτ
d 2φ
=0 (7.27c)
dτ 2
Penyelesaian persamaan (7.27a) dan (7.27c) adalah
t = k1τ + k 2 (7.28a)
dan
φ = k 3τ + k 4 (7.28b)
∆τ = c −1 ∫ c 2 (1 − 2m / r0 ) − c 2 m / r0 dt = 1 − 3m / r0 ∆t . (7.31)
dengan tetapan Ec 2 dapat diartikan sebagai energi total partikel (mencakup energi
potensial gravitasi) per satuan massa lubang hitam. Dengan menggunakan dua
tetapan di atas, persamaan (7.23) untuk ds 2 = 0 dapat dinyatakan sebagai
( Ec) 2 = (dr / dτ ) 2 + ( L / r ) 2 (1 − 2m / r ) (7.34)
Persamaan (7.34) di atas dapat dibaca sebagai persamaan gerak partikel
dengan total energi sama dengan 1
2
( Ec) 2 yang bergerak dalam potensial efektif satu
dimensi sebesar
V (r ) = 12 ( L / r ) 2 (1 − 2m / r ) . (7.35)
dV L2 L2 m
= − 3 (1 − 2m / r ) + 4 = 0
dr r r
atau
r = 3m (7.36)
yang mana nilai r tersebut tak gayut terhadap L.
0 = −(1 − 2m / r )c 2 dt 2 + (1 − 2m / r )−1 dr 2
atau
dr / dt = c(1 − 2m / r ) . (7.37)
Nilai dr / dt dapat dikatakan sebagai laju foton pada daerah di sekitar lubang
hitam. Tampak dari persamaan (7.37) di atas bahwa untuk daerah di luar lubang
hitam (r > 2m) , nilai laju foton selalu kurang dari c. Bahkan saat foton tepat berada
di horison peristiwa r = 2m , laju foton tepat sama dengan nol. Ini berarti ketika
horison peristiwa berimpit dengan foton yang tepat gagal melepaskan diri dari
lubang hitam (pada r = 2m ). Dari persamaan (7.37) disimpulkan bahwa nilai laju
___________________________________________________________________
186 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
foton hanya sama dengan c ketika foton berada di tempat jauh tak berhingga
r → ∞ , (arti fisisnya : pengaruh lubang hitam tidak mengenai foton tersebut) atau
jika lubang hitam tersebut dilenyapkan ( m = 0 ) dengan arti fisis : ruang−waktu
menjadi datar (Minkowski) sehingga laju foton = c di sembarang tempat.
penyelesaian persamaan itu hanya berisi 4 komponen saja. Akan tetapi di dalam 4
komponen penyelesaian tersebut biasanya berisi suku persamaan diferensial orde 2
yang tak linier sehingga banyak kasus sulit diselesaikan secara analitik. Kasus yang
dapat diselesaikan secara analitik harus memiliki persyaratan simetri ruang−waktu.
Akan dikaji gerak foton dan partikel bermassa di dalam jagad raya yang
bermetrik Robertson−Walker. Dalam konteks teori relativitas umum, gerak foton
dapat ditinjau dengan nolnya selang waktu pribadi yang dimilikinya. Sedangkan
gerak partikel dapat ditelaah dengan menggunakan persamaan geodesik untuk gerak
jatuh bebas. Persamaan geodesik yang digunakan untuk menelaah gerakan partikel
berbentuk persamaan diferensial non linear orde 2 yang menggabungkan beberapa
___________________________________________________________________
187 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
observabel, seperti empat koordinat polar (r, t, θ, φ), parameter k yang menentukan
jenis kelengkungan ruang, faktor jarak S dan elemen garis s.
Untuk memperoleh hasil persamaan (7.39) dan (7.40) telah diasumsikan jagad
raya bersifat homogen isotrop dengan gas galaksi seperti fluida sempurna (perfect
fluid) dengan tensor energi-momentum kovarian rank-2 yang bersangkutan adalah
Tµν = ( ρ + p )V µ Vν + g µν p (7.43)
dan kecepatan-4 kovarian gas yang ikut bergerak bersama pengamat di dalam
kerangka Robertson-Walker adalah
___________________________________________________________________
188 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
Vµ = (−1,0) .
(7.44)
d dxν ∂ g αβ dx α dx β
2 g µν − = 0. (7.45)
dτ dτ ∂ x µ dτ dτ
2
Adapun dinamika gerak foton dapat diperoleh dengan mengisikan ds = 0 pada
metrik tersebut.
dengan S = faktor skala jagad raya, t = usia jagad raya, dan H 0 = tetapan Hubble.
2. Model Einstein
Pada model ini nilai faktor skala adalah
S = konstan (7.47)
dengan S = faktor skala jagad raya.
3. Model de Sitter
Pada model ini nilai H sebagai salah satu papameter jagad raya selalu konstan setiap
saat sehingga penyelesaian persamaan gravitasi Einstein untuk faktor skala kosmik
sebagai fungsi waktu t adalah
S = S 0 exp( Ht ) (7.48)
dengan S = faktor skala jagad raya, t = umur jagad raya, dan H = tetapan Hubble.
1. Model debu (Λ = 0 dan p = 0) dengan k = 0
___________________________________________________________________
189 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
Kini ditinjau gerakan partikel secara jatuh bebas di jagad raya bermodel debu
datar. Pada model ini jagad raya bersifat datar (flat) dengan kelengkungan ruang
sama dengan nol. Akan ditinjau dua jenis gerakan partikel pada jagad raya model
ini yaitu gerakan radial (r sebagai fungsi t) dan sudut polar φ sebagai fungsi t.
Dari persamaan (7.46) dengan menurunkan S ke t diperoleh
dS S0 H 0
= . (7.49)
dt (3H 0 t / 2)1 / 3
dt ∂ g11 dr ∂ g 22 dθ ∂ g 33 dφ
2 2 2
d
µ=0⇒ 2 g 00 − − − =0
dτ dτ ∂ t dτ ∂t dτ ∂ t dτ
atau
d 2t dr 2 2 dθ
2
2 dφ
2
+ S 0 H 0 (3H 0 t / 2) + r + r sin θ = 0
1/ 3 2
(7.50)
dτ 2 dτ dτ dτ
dr ∂ g 22 d θ ∂ g 33 dφ
2 2
d
µ=1⇒ 2 g11 − − =0
dτ dτ ∂ r dτ ∂r dτ
atau
2 dθ 2 dφ
2 2
d 2 dr
+ S r + S r sin θ =0
2
S (7.51)
dτ dτ dτ dτ
dθ ∂ g 33 dφ
2
d
µ=2⇒ 2 g 22 − =0
dτ dτ ∂ θ dτ
atau
d 2 2 dθ dφ
2
+ S r sin θ cos θ = 0
2 2
S r (7.52)
dτ dτ dτ
d dφ d dφ
µ=3⇒ 2 g 33 = − 2 S r sin θ
2 2 2
=0 (7.53)
dτ dτ dτ dτ
Ditinjau gerakan partikel secara radial sehingga dθ = dφ = 0 . Persamaan
(7.50) dan (7.51) tereduksi ke bentuk
___________________________________________________________________
190 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
2
d 2t 1/ 3 dr
+ S 0 H 0 (3H 0 t / 2) =0 (7.54)
dτ 2 dτ
dan
d 2 dr
S = 0. (7.55)
dτ dτ
Dari persamaan (7.55) maka
dr A A
= 2 = 2 2 . (7.56)
dτ S S 0 H 0 (3H 0 t / 2) 4 / 3
Jika bentuk di atas dibawa ke persamaan (7.54) diperoleh
d 2t B
+ =0 (7.57)
dτ 2
t 7/3
dengan
A2
B= . (7.58)
S 0 3 H 0 3 (3H 0 / 2) 7 / 3
Melalui substitusi
dt
p=
dτ
maka
d 2t dp
=p
dτ 2
dt
sehingga persamaan (7.57) dapat dituliskan menjadi
pdp = − Bt −7 / 3 dt .
Dengan melalukan pengintegralan diperoleh
2
dt 3B − 4 / 3
= t +C (7.59)
dτ 2
atau
dt 3B − 4 / 3
= t +C (7.60)
dτ 2
dengan C tetapan integrasi.
___________________________________________________________________
191 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
2 2/3 3(3 / 2) 2 / 3 S 0 3 / 2 H 0 8 / 3 5 / 3
τ=
3B ∫
t dt = t + konstanta (7.62)
5A
Jika hasil (7.60) diisikan ke persamaan (7.52) diperoleh
dr 3B − 4 / 3 At −4 / 3
t +C = 2 2
dt 2 S 0 H 0 (3H 0 / 2) 4 / 3
atau
A t −4 / 3 dt
r=
S 0 2 H 0 2 (3H 0 / 2) 4 / 3
∫ 3B − 4 / 3
(7.63)
t +C
2
yang juga sulit diselesaikan secara analitik jika C ≠ 0. Jika dipilih C = 0 maka
penyelesaian analitik persamaan di atas adalah
2A −2 / 3
r= 2 2
3 B S 0 H 0 (3H 0 / 2) 4/3 ∫t dt
1/ 6
128
= t 2
+ konstanta. (7.64)
3S 3 H 4
0 0
Persamaan (7.63) maupun (7.64) sama-sama menyatakan hubungan antara
koordinat r dalam jagad raya dengan model di atas sebagai fungsi waktu
koordinatnya (t).
Selanjutnya ditinjau gerakan pada r konstan = r0 pada bidang planar θ = π /
___________________________________________________________________
192 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
1 / 3 1 / 3 dφ
2
d 2t
+ S 0 H 0 r02 (3H 0 / 2) t =0 (7.65)
dτ 2 dτ
dφ
2
=0
2
S r0 (7.66)
dτ
dφ A
= 2. (7.67)
dτ S
Untuk penyelesaian dengan memperhitungkan persamaan (7.66) terlebih
dahulu, diperoleh nilai φ = konstanta sehingga nilai tetapan A = 0, dan dari
persamaan (7.65) : t = τ + konstanta. Namun jika hanya diperhitungkan set
persamaan (7.65) dan (7.67) maka kalau hasil (7.67) diisikan ke (7.65) akan
diperoleh
d 2t (2 / 3) 7 / 3 r02 A 2 1 d 2t D
+ = + = 0. (7.68)
dτ 2
S 03 H 04 / 3 t 7/3
dτ 2
t 7/3
dt 3D − 4 / 3
= t +C (7.70)
dτ 2
dengan C tetapan integrasi.
Persamaan di atas dapat diatur sebagai
dt
τ =∫ . (7.71)
3D
+C
2t 4 / 3
Lagi-lagi integral pada persamaan (7.71) di atas sulit diselesaikan secara
analitik, sehingga diperlukan komputasi numerik. Kecuali jika pada integral (7.34)
di atas diambil nilai C = 0 maka integral di atas dapat diselesaikan yaitu
2 3(3 / 2) 2 / 3 S 03 / 2 H 02 / 3 5 / 3
τ=
3D ∫
t 2/3
dt = t + konstanta (7.72)
5 Ar0
___________________________________________________________________
193 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
dφ dt dφ 3D − 4 / 3 A
= t +C = atau
dt dτ dt 2 S 02 (3H 0 t / 2) 4 / 3
A t −4 / 3 dt
φ= ∫ + konstanta (7.73)
S 02 (3H 0 / 2) 4 / 3 3D − 4 / 3
t +C
2
yang juga sulit diselesaikan secara analitik, kecuali jika telah dipilih nilai tetapan
integrasi C = 0. Untuk kasus pemilihan tetapan C = 0 maka
1/ 6
144t 2
φ = 3 4 6
+ konstanta (7.74)
S 0 H 0 r0
Persamaan (7.74) di atas menyatakan hubungan antara sudut polar φ sebagai fungsi
waktu t untuk partikel yang bergerak pada r konstan di bidang planar.
Dari dua model gerakan di atas masing-masing untuk r dan φ sebagai fungsi t,
dθ 2 dφ
2 2 2
1 d 2r 2kr dr
− − + 2r + 2r sin θ = 0 (7.76)
1 − kr 2 dτ 2 (1 − kr ) dτ
2 2
dτ dτ
Untuk µ = 2 diperoleh
d 2θ
dr dθ dφ
2
−r 2
− 2r + r 2 sin θ cosθ = 0 (7.77)
dτ 2
dτ dτ dτ
Sedangkan untuk µ = 3 diperoleh
dφ B
= 2 (7.78)
dτ r sin 2 θ
___________________________________________________________________
194 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
dengan B = konstanta.
Sekarang ditinjau gerakan radial sehingga dθ = dφ = 0 . Persamaan (7.77) dan
(7.78) berturut-turut menyatakan 0 = 0 dan B = 0. Persamaan (7.76) menjadi
2
d 2r dr
(1 − kr )
2
+ 2kr = 0 (7.79)
dτ 2 dτ
Dengan mengisikan (7.75) ke (7.79) diperoleh
2
d 2r dr
(1 − kr 2 ) + 2kr = 0 (7.80)
dt 2 dt
Dilakukan substitusi v = dr / dt , maka persamaan (7.80) dapat dituliskan
menjadi
dv
v (1 − kr 2 ) + 2krv = 0 (7.81)
dr
dengan dua penyelesaian
dv 2kr
v = 0 dan = 2 dr (7.82)
v kr − 1
Penyelesaian pertama memberikan nilai
r = konstan (7.83)
sedangkan dari penyelesaian kedua diperoleh untuk ketiga nilai k berturut-turut
adalah
1 + D exp( Et )
k = 1 ⇒ v = dr / dt = C (r 2 − 1) ⇒ r = (7.84)
1 − D exp( Et )
k = 0 ⇒ v = 0 ⇒ r = konstan (7.85)
k = −1 ⇒ v = dr / dt = C (r 2 + 1) ⇒ r = tg ( Dt + E ) . (7.86)
dengan C, D dan E adalah tetapan integrasi. Jadi penyelesaian untuk jagad raya
model Einstein untuk gerakan radial adalah persamaan trayektori persamaan (7.84)
− (7.86) yang bergantung pada nilai k.
3. Model de Sitter
Persamaan faktor skala jagad raya sebagai fungsi waktu untuk model de Sitter
ini adalah
S = S 0 exp( Ht ) (7.87)
___________________________________________________________________
195 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
2 dθ 2 dφ
2 2
d 2 dr
µ =1⇒ − 2S + 2S r + 2S r sin θ = 0
2
(7.89)
dτ dτ dτ dτ
2 2 dθ dφ
2
d
µ =2⇒ − 2S r + 2S r sin θ cosθ = 0
2 2
(7.90)
dτ dτ dτ
dφ B
µ =3⇒ = 2 2 (7.91)
dτ S r sin 2 θ
dengan B suatu konstanta.
Kembali ditinjau gerakan radial, sehingga dθ = dφ = 0 . Untuk jenis gerakan
ini, persamaan (7.89) menjadi
dr A
= 2 (7.92)
dτ S
dengan A suatu tetapan. Dengan mengisikan persamaan (7.92) ke persamaan (7.88)
diperoleh
d 2t
+ C exp(−2 Ht ) = 0 (7.93)
dτ
dengan
AH
C= .
S 04
Dilakukan substitusi
dt
p=
dτ
sehingga
d 2t dp
= p .
dτ 2
dt
Persamaan (7.93) dapat dituliskan menjadi
pdp = −C exp(−2 Ht )dt
yang jika diintegralkan bernilai
___________________________________________________________________
196 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
2
dt
= CH exp(−2 Ht ) + D (7.94)
dτ
atau
dt
dτ = . (7.95)
CH exp(−2 Ht ) + D
1 CH exp(−2 Ht ) + D + D
= ln + konstanta (7.96)
2 H D CH exp(−2 Ht ) + D − D
dr A D + ( AH / S 0 ) exp(−2 Ht )
2 4
= (7.97)
dt S 02 exp(−2 Ht )
atau
A
r=
S 02
∫ exp(2Ht ) D + ( AH 2 / S 04 ) exp(−2 Ht ) dt (7.98)
A3 / 2
r= exp( Ht ) + konstanta. (7.99)
S 04
Persamaan (7.99) di atas menyatakan hubungan antara r sebagai fungsi t untuk
gerakan partikel jatuh bebas dalam jagad raya bermodel de Sitter.
___________________________________________________________________
197 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
t −2 / 3 dt
dr = (7.101)
S 0 (3H 0 / 2) 2 / 3
yang jika diintegralkan akan menghasilkan
3
r= 2/3
t 1 / 3 + konstanta. (7.102)
S 0 (3H 0 / 2)
Dengan cara yang sama dapat diperoleh nilai φ sebagai fungsi t untuk gerakan pada
r konstan = r0 di bidang planar θ = π / 2 yaitu
3
φ= 2/3
t 1 / 3 + konstanta. (7.103)
S 0 r0 (3H 0 / 2)
___________________________________________________________________
198 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
2. Model Einstein
Untuk model ini, bentuk persamaan gerakannya lebih sederhana lagi karena
nilai S yang konstan. Untuk ketiga gerakan foton jatuh bebas seperti halnya pada
model debu di atas, diperoleh penyelesaian berturut-turut sebagai berikut :
1. gerakan radial
k = +1 ⇒ r = sin(t / S + C ) (7.105)
k =0 ⇒ r =t/S +C (7.106)
k = −1 ⇒ r = tg (t / S + C ) (7.107)
ds 2 = g µν dx µ dxν
dr 2
= − (1 − r 2 / R 2 )c 2 dt 2 + + r 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) . (7.110)
1− r / R
2 2
dengan R konstan.
Lambang Christoffel dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)
α = 1 g αβ ∂g
Γµν 2
( ν µ β
βµ / ∂x + ∂gνβ / ∂x − ∂g µν / ∂x . ) (7.111)
Dari nilai-nilai lambang Christoffel, dapat dicari nilai tensor Ricci Rµα yang
∂Γνµν ∂Γνµα β β
Rµα = − + Γνβα Γµν − Γνβν Γνα . (7.112)
α ν
∂x ∂x
Untuk menelaah gerakan partikel jatuh bebas, dirumuskan persamaan
geodesik lintasan partikel dalam ruang bermetrik sebagai (Lawden, 1982)
___________________________________________________________________
199 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
d dx β ∂g µν dx µ dxν
2 gαβ − =0. (7.113)
ds ds ∂xα ds ds
x µ = ( x 0 , x1 , x 2 , x 3 ) = (ct , r , θ , φ ) . (7.114)
Tampak bahwa koordinat−3 spatial dipilih dalam bentuk koordinat bola. Dari
metrik persamaan (7.110), nilai komponen tensor metrik kovarian yang tak lenyap
adalah :
Adapun nilai g µν untuk µ ≠ ν bernilai lenyap. Nilai komponen tensor metrik dari
persamaan (7.115) di atas bersifat simetri. Mengacu pada persamaan (7.115) di atas,
untuk r → R, tensor metrik mengalami singularitas.
Sementara itu relasi antara tensor metrik kovarian dan kontravarian adalah
1, α = µ
gαβ g βµ = δ αµ = , (7.116)
0, α ≠ µ
Hubungan di atas memungkinkan untuk mendapatkan komponen tensor metrik
kontravarian yang tak lenyap dengan nilai-nilai sebagai berikut :
g 00 = R 2 /(r 2 − R 2 ) , g11 = 1 − (r 2 / R 2 ) ,
___________________________________________________________________
200 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
1
Γ22 = r (r 2 − R 2 ) / R 2 ; Γ21
2 2
= Γ12 1
= 1 / r ; Γ33 = r sin 2 θ (r 2 − R 2 ) / R 2 ;
3
Γ13 3
= Γ31 2
= 1 / r ; Γ33 = −(1 / 2) sin 2θ ; Γ23
3 3
= Γ32 = cot θ . (7.118)
3( R 2 − r 2 ) 3 3r 2 sin 2 θ
R00 = ; R11 = ; R 33 = R 22 sin θ = −2
. (7.119)
R4 r 2 − R2 R2
Untuk r → R, nilai R11 → ∞ , sementara R22 dan R33 lenyap untuk r = 0.
R = g µν R µν = −
12
. (7.120)
R2
Sesuai sifatnya, skalar kelengkungan di atas bernilai konstan, bukan merupakan
fungsi variabel koordinat.
dσ 2 = −c −2 ds 2 = 0 , (7.121)
sehingga metrik de Sitter pada persamaan (7.110) untuk gerak foton menjadi
c 2 (r 2 − R 2 )dt 2 R 2 dr 2
+ + r 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) = 0 . (7.122)
2 2 2
R R −r
Akan diambil kasus khusus : pada t = 0, foton berada di r = r0 dan
selanjutnya bergerak keluar sepanjang garis lurus secara radial dengan θ = konstan
dan φ = konstan. Ini menyebabkan dθ = dφ = 0 sehingga persamaan (7.122)
menjadi
___________________________________________________________________
201 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
2
dr c 2 (R 2 − r 2 )2
= . (7.123)
dt R4
Jika diambil akar positif (mengingat untuk t positif, r bergerak keluar) diperoleh
dr c dt
= . (7.124)
R2 − r 2 R2
Pengintegralan menghasilkan
1 R+r ct
ln = +k, (7.125)
2R R − r R 2
dengan k tetapan integrasi. Dengan mengingat syarat batas : r (t = 0) = r0 , untuk
1 R + r0
k= ln , (7.126)
2 R R − r0
R ( R + r )( R − r0 )
t= ln . (7.127)
2c ( R − r )( R + r0 )
R R+r
t= ln . (7.128)
2c R − r
Persamaan di atas menunjukkan bahwa nilai t hanya valid untuk daerah 0 ≤ r < R .
Untuk r → R maka t → ∞ . Persamaan (7.128) dapat dinyatakan dalam ungkapan
exp(2ct / R ) − 1
r=R . (7.129)
exp(2ct / R ) + 1
Selanjutnya diambil kasus khusus : foton bergerak dengan r = r0 = konstan
c R 2 − r02
dθ = dt , (7.131)
r0 R
___________________________________________________________________
202 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
c R 2 − r02
θ (t ) = θ 0 + t. (7.132)
r0 R
Gerakan foton pada kasus ini adalah berupa gerakan azimut melingkar pada
r = r0 = konstan dengan kecepatan sudut azimut konstan sebesar
( c / r0 R )( R 2 − r02 )1 / 2 .
tidak tak hingga, juga r0 ≠ R agar kecepatan sudutnya tidak lenyap. Ini berarti,
2 2
dφ c R − r0
= = konstan. (7.133)
dt r0 sin θ 0 R
c R 2 − r02
φ (t ) = φ 0 + t. (7.134)
r0 sin θ 0 R
Mirip dengan gerakan foton secara azimut di atas, pada gerakan foton polar ini,
syarat agar gerakan stabil adalah r0 ≠ 0 , r0 ≠ R , θ 0 ≠ 0 dan θ 0 ≠ π . Kecepatan
r 2 − R 2 c dt 2 R 2 dr 2 2 2
+ + r 2 dθ 2 dφ
+ sin θ = 1. (7.135)
R 2 ds R 2 − r 2 ds ds ds
Dengan menggunakan persamaan geodesik (7.113) maka diperoleh set persamaan
diferensial berikut :
___________________________________________________________________
203 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
dt k R2
= , (7.136)
ds c (r 2 − R 2 )
d R 2 dr ∂ r 2 − R 2 c dt ∂ R 2 dr
2 2
2 − − 2
ds R 2 − r 2 ds ∂r R 2 ds ∂r R − r 2 ds
( ) ( )
2 2
∂ 2 dθ ∂ 2 2 dφ
− r − r sin θ = 0, (7.137)
∂r ds ∂r ds
( )
2
d 2 dθ ∂ 2 2 dφ
2 r − r sin θ = 0 . (7.138)
ds ds ∂θ ds
dφ l
= . (7.139)
ds r 2 sin 2 θ
dengan k dan l tetapan integrasi.
Ditinjau gerakan partikel secara radial, sehingga dθ = dφ = 0 . Persamaan
(7.135) tereduksi ke bentuk
r 2 − R 2 c dt 2 R 2 dr 2
+ =1.
R 2 ds R 2 − r 2 ds
(7.140)
Dengan mengisikan nilai dt / ds dari persamaan (7.136) ke persamaan (7.140) di
atas, diperoleh
2
k 2R2 R2 k 2R4 dr
+ = 1, (7.141)
r 2 − R2 R 2 − r 2 c 2 (r 2 − R 2 ) 2 dt
yang jika disederhanakan menjadi
2
dr c 2 [(k 2 + 1) R 2 − r 2 ][ R 2 − r 2 ]2
= . (7.142)
dt k 2R6
Dari persamaan di atas, diambil akar positif yang memberikan ungkapan
dr c dt
= . (7.143)
2 2 2 2 2 1/ 2
[−r + R ][− r + (k + 1) R ] kR 3
Ruas kiri persamaan di atas dapat diintegralkan dengan menggunakan rumus
(Abramowitz dkk, 1965) untuk bc > ad
___________________________________________________________________
204 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
1 (k 2 + 1) R 2 − r 2 + kr ct
ln = +K, (7.145)
2kR 2 (k 2 + 1) R 2 − r 2 − kr kR 3
R (k 2 + 1) R 2 − r 2 + kr
t= ln . (7.146)
2c (k 2 + 1) R 2 − r 2 − kr
A 2σ 2 exp(2cT / R )
ct = cT − R ln1 − (7.148)
R 2
r = Aσ exp(cT / R ) (7.149)
dengan A tetapan positif. Melalui transformasi tersebut metrik de Sitter menjadi
cT = ct + R ln 1 − r 2 / R 2 . (7.153)
atau
exp(−cT / R) = exp(−cT0 / R) − ( Aσ / R) . (7.156)
Dengan menyederhanakan bentuk di atas, diperoleh
ln[1 − ( Aσ / R ) exp(cT0 / R )] .
R
T = T0 − (7.157)
c
___________________________________________________________________
206 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
Dari hasil terakhir di atas, selang waktu yang diperlukan menurut pengamat di
ruang de Sitter bagi foton untuk menempuh gerakan tersebut adalah
ln[1 − ( Aσ / R ) exp(cT0 / R )] .
R
∆T = T − T0 = − (7.158)
c
Untuk nilai di atas, tentu saja harus dipenuhi
1 − ( Aσ / R) exp(cT0 / R) > 0 (7.159)
atau
σ < ( R / A) exp(−cT0 / R) . (7.160)
___________________________________________________________________
207 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
ds 2 = dx 2 + dy 2 + dz 2 − x 2 dt 2 .
Sebuah partikel pada saat t = 0 berada pada posisi (1, 0, 0). Jika partikel
tersebut dilepaskan dan bergerak jatuh bebas, tunjukkan bahwa ia bergerak
sepanjang sumbu x dengan persamaan gerakan x = sech t . Sebuah foton
dipancarkan dari titik (1, 0, 0) pada t = 0 pada arah sumbu y positif.
Tunjukkan bahwa pada saat tersebut
dx / dt = dz / dt = 0 , dy / dt = 0
A =1 − r 2 / R2
dan R tetapan. Saat t = 0, sebuah foton meninggalkan pusat r = 0 dan bergerak
keluar sepanjang garis lurus dengan θ = tetapan dan φ = tetapan. Carilah
koordinat r pada waktu t dan tunjukkan bahwa
r = R / 2 saat t = ( R ln 3) / 2c
serta
r → R saat t → ∞ .
ds 2 = r 2 (dr 2 + dθ 2 ) + r (dz 2 − dt 2 ) .
Sebuah partikel diletakkan pada titik r = 1 , θ = z = 0 pada medan tersebut
___________________________________________________________________
208 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
r = 1 + 14 θ 2
pada bidang z = 0.
ds 2 = exp(2ct / R )(dx 2 + dy 2 + dz 2 ) − c 2 dt 2
dengan R suatu tetapan, dan x, y, z dapat diperlakukan sebagai koordinat
Kartesan tegaklurus. Tunjukkan bahwa trayektori partikel jatuh bebas dan
foton adalah garis lurus. Sebuah partikel ditempatkan pada pusat saat t = 0
dengan kecepatan V sepanjang sumbu x positif. Tunjukkan bahwa koordinat x
pada waktu t diberikan oleh
x = ( R / V )[c − c 2 − V 2 (1 − exp(2ct / R ) ] .
r 2 dr 2 r dt 2
ds 2 = + r 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 ) − .
(r + 1) 2 r+2
___________________________________________________________________
209 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
5 − cos( 8 / 3 φ )
r= .
3 + cos( 8 / 3 φ )
6. Carilah persamaan gerakan foton yang bergerak secara radial di dalam bola
Schwarzschild dan tunjukkan bahwa foton tersebut bergerak keluar dari pusat
O mengambil koordinat waktu t yang tak hingga untuk mencapai bola
tersebut. Buktikan pula bahwa foton yang bergerak menuju pusat O dari
r = R < 2m membutuhkan waktu t = T yang diberikan oleh
cT = − R − 2m ln(1 − R / 2m)
untuk mencapai O.
7. Sebuah partikel bergerak sepanjang garis radial menuju O dalam daerah r >
2m. Untuk kondisi awal t = 0, r = R, dr / dt = 0 , buktikan bahwa
2 −1 2
dr 2 2m 2m 1 1
= 2mc 1 − 1 − − .
dt R r r R
Selanjutnya tunjukkan pula bahwa
1/ 2 R
R r 3 / 2 dr
ct = − 1
2m
∫ (r − 2m)( R − r )1/ 2
r
2 m( R − r )
γ= .
r ( R − 2 m)
___________________________________________________________________
210 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
dengan α = ln 5 + 21 .
2 1 − 2m / R R − 2m
R − r + 2m ln .
c r − 2m
10. Sebuah foton dipancarkan dari titik (r , θ , φ ) sepanjang radius menuju pusat
pada waktu t dalam jagad raya de Sitter. Tunjukkan bahwa waktu yang
diperlukan untuk mencapai pusat O adalah
ln(1 − ( HAr / c) exp( Ht )
− .
H
dr 2 + r 2 dθ 2 r 2 dr 2
ds 2 = − (r > a),
r 2 − a2 (r 2 − a 2 ) 2
tunjukkan bahwa persamaan diferensial lintasan geodesik dapat dituliskan
dalam bentuk
2
2 dr
2 2 2 4
a +a r =k r
dθ
ds 2 = dr 2 + r 2 sin 2 α dφ 2 .
Tunjukkan bahwa keluarga lintasan geodesik diberikan oleh
r = a sec(φ sin α − β )
dengan α , β adalah tetapan sembarang.
ds 2 = λ dr 2 + r 2 (dθ 2 + sin 2 θ dφ 2 )
dengan λ merupakan fungsi r saja. Tunjukkan bahwa sepanjang lintasan
geodesik untuk θ = π / 2 serta dθ / ds = 0 saat s = 0, berlaku
φ = ∫ λ dψ
dengan r = b secψ .
ds 2 = e 2kx (dx 2 + dy 2 + dz 2 − dt 2 )
dengan k tetapan, serta
1 − v 2 = (1 − V 2 )e 2kx
dengan v = V untuk x = 0.
ds 2 = α 2 (dx 2 + dy 2 + dz 2 ) − α c 2 dt 2
___________________________________________________________________
212 Dinamika Gerak Partikel dan Foton
___________________________________________________________________________________________
V 2 − v 2 = kc 2 x
dengan v = V untuk x = 0.
ds 2 = α 2 (dx 2 + dy 2 + dz 2 ) − kα dt 2
dengan α adalah fungsi x saja dan k tetapan, carilah persamaan diferensial
yang membangun lintasan garis dunia partiel yang bergerak jatuh bebas. Jika
x, y dan z diinterpretasikan sebagai koordinat Kartesan tegaklurus oleh
seorang pengamat dan t adalah variabel waktunya, tunjukkan bahwa terdapat
suatu persamaan energi untuk partikel tersebut dalam bentuk
1 v 2 − k = tetapan.
2 2α
___________________________________________________________________
213 Daftar Pustaka
_______________________________________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
Anugraha, R., 1997 : Teori Relativitas Umum Einstein dan Penerapannya pada
Model Standar Alam Semesta pada keadaan awal, sekarang dan masa
depan, Skripsi, Fakultas MIPA UGM, Yogyakarta.
Bose, S.K., 1980 : An Introduction to General Relativity, cetakan ke 10, Wiley
Eastern Limited.
Farmer, G., 1966, Derivation of Compton Scattering Relation in Covariant
Notation, American Journal of Physics, Vol. 34, p. 614.
Hawking, S., 1974 : Black Hole Explosion ? Nature, vol. 248, p. 30 − 33.
Krane, K., 1992 : Fisika Modern, UI Press, Jakarta.
Lapidus, I.R., 1972, Motion of a Relativistic Particle Acted Upon by a Constant
Force and a Uniform Gravitational Field, American Journal of Physics, Vol.
40, p. 984 − 988.
Lawden, D.F., 1982 : An Introduction to Tensor Calculus, Relativity and
Cosmology, John Wiley & Sons, New York.
Misner, C.W., Thorne, K.S., Wheeler, J.A., 1973 : Gravitation, W.H. Freeman &
Company, New York.
Muller, R.A., 1972, The Twin Paradox in Special Relativity, American Journal of
Physics, Vol. 40, p. 966 − 969.
Muslim, 1985 : Teori Relativitas Khusus, Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Muslim, 1986 : Analisis Vektor dan Tensor dalam Fisika Matematik, Fakultas
Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Muslim, 1997 : Teori Relativitas Khusus, Produk dan Eksponen Paradigma
Simetri, Unifikasi dan Optimasi dalam Fisika Modern, Lab Atom−Inti
FMIPA UGM, Yogyakarta.
Peebles, P.J.E., 1971 : Physical Cosmology, Princeton University Press
Siemon, R.E., Snider, D.R., Elastic Collisions as Lorentz Transformations with
Application to Compton Scattering, American Journal of Physics, Vol. 34,
p. 614 − 615.
Weinberg, S., 1972 : Gravitation and Cosmology : Principles and Applications of
the General Theory of Relativity, John Wiley & Sons, New York.
Wospakrik, H.J., 1987 : Berkenalan dengan Teori Kerelatifan Umum dan Biografi
Albert Einstein, ITB, Bandung.
Zahara, M., Muslim, 1992 : Relativitas Khusus dan Mekanika Kuantum Sebagai
Sokoguru Fisika Masa Kini, Berkala Ilmiah MIPA, No. 2, Tahun IV,
FMIPA UGM Yogyakarta.
_______________________________________________________________________________