Farmakognosi Farmakognosi Jilid III Untuk Kelas III Cetakan Pertama Disusun
Farmakognosi Farmakognosi Jilid III Untuk Kelas III Cetakan Pertama Disusun
615 1
Ind
f
FARMAKOGNOSI
Jilid III ( untuk kelas III )
Cetakan Pertama
Departemen Kesehatan RI
Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pusdiknakes
2004
FARMAKOGNOSI
Jilid III ( untuk kelas III )
Cetakan Pertama
Tim Penyusun :
1. Dra. Elizabeth Linggiana, Apt.
2. Dra. Titi Lestari, Apt.
3. Zulfahmi
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat dan petunjuk-Nya, buku pegangan untuk siswa Sekolah Menengah Farmasi telah
dapat disusun kembali. Penyusunan kembali ini disesuaikan dengan kurikulum baru yakni
Kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 2001.
Kami sangat menghargai usaha Tim Penyusun buku pegangan ini yang dikoordinir
oleh Sekretariat Bersama Sekolah Menengah Farmasi Se Indonesia dan telah melibatkan
seluruh unsur SMF Se Indonesia.
Kami harapkan buku ini sangat bermanfaat bagi siswa / peserta didik, guru / tenaga
pendidik di sekolah dalam upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilannya,
selanjutnya dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang farmasi
khususnya dan dibidang kesehatan umumnya.
Akhirnya untuk penyempurnaan cetakan selanjutnya kami harapkan adanya saran
perbaikan dan kritik dari semua pembaca.
ii
PENGANTAR DARI SEKBER
Cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang farmasi telah diikuti
dengan perombakan kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 1987 dengan kurikulum Sekolah
Menengah Farmasi 2001. Dalam kurikulum baru ini telah diperjelas kompetensi seorang Asisten
Apoteker berdampingan dengan peran tenaga farmasi lainnya.
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Buku Farmakognosi Jilid III
untuk siswa kelas III Sekolah Menengah Farmasi dapat terbit pada waktunya. Buku Farmakognosi
III ini disusun kembali untuk disesuaikan dengan Garis – Garis Besar Program Pengajaran
Kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 2001 disertai dengan harapan akan menjadi buku pegangan
yang sangat bermanfaat bagi siswa Sekolah Menengah Farmasi.
Perlu kita sadari bahwa buku ini adalah buku pegangan bagi murid dalam menerima
pelajaran, dan tentu saja buku pegangan untuk guru adalah juga beberapa referensi lainnya sehingga
diharapkan para guru dapat memperbaiki kesalahan – kesalahan seperti kesalahan redaksional atau
kesalahan cetak. Untuk itu kami sangat mengharapkan masukan – masukan untuk penyempurnaan
buku ini.
Kami sangat berterima kasih kepada Tim Penyusun, Tim Pembahas dan Editor yang telah
bekerja keras sehingga buku ini dapat terbit pada waktunya.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iv
Bab VI Antibiotika 33
iv
BAB I
SIMPLISIA DARI PHYCOPHYTA, MYOPHYTA
DAN MYCOPHYTA
1. AGAR
Keluarga : * Gelidiaceae
** Sphaerococcaceae
*** Kelas : Rhodophyceae
Cara Jepang :
Ganggang yang dipelihara di dekat pantai
dikeringkan,dipukul – pukul untuk
memisahkan pasir, kerang dan kotoran
lainnya, berganti – ganti dicuci dan dijemur
sampai pucat warnanya, kemudian disari
agarnya
Cara Australia :
Ganggang dibersihkan dari pasir dan
dikelantang, direbus pada suhu 94o – 98o
selama 2 – 4 jam sebagai larutan 4% dan
pH dibuat 5 - 6, bagian – bagian yang
padat dipisahkan secara pemusingan dan
cairan yang telah jernih dicuci dengan norit,
dikentalkan, didiamkan, kotoran – kotoran
organik dibilas dengan aliran air dan
dikeringkan pada suhu 40o – 50o.
2
2. SACCHAROMYCES SICCUM
Keluarga : Ascomycetes
3. SECALE CORNUTUM
3
Lemak terdiri dari trioleinat,
trioksileinat dan fitosterin, lesitin,
ergosterin, asam sfaselin, manit,
trehalosa dan mineral utama asam
fosfat.
4
4. USNEA THALLUS
Keluarga : Usneaceae
5
BAB II
GETAH, DAMAR & MALAM
1. BALSAMUM PERUVIANUM
Keluarga : Papilionaceae
2. BALSAMUM TOLUTANUM
Keluarga : Papilionaceae
7
Pemerian : Bau aromatik mirip buah vanilin rasa
aromatik, jika dihangatkan dan ditekan
diantara 2 lempeng kaca dan diperiksa
dengan kaca pembesar, tampak hablur
asam sinamat.
3. BENZOINUM / BENZOE
Keluarga : Styracaceae
8
tahun dibuat luka dekat asal cabang yang
terendah.
Cairan yang pertama keluar adalah yang
terbersih, menghasilkan kemenyan yang
paling putih, dan bau yang paling enak.
Pembuatan luka dapat diulangi tiap tahun.
4. CHRYSAROBINUM
Keluarga : Papilionaceae
5. GUMMI ACACIAE
Keluarga : Papilionaceae
9
Penggunaan : Bahan penolong pada pembuatan sediaan
obat misalnya suspensi, emulsa, trokisi,
basila, pil dan tablet.
10
6. GUMMI ARABICI DESENZYMATUM
Keluarga : Papilionaceae
7. M Y R R H A
Keluarga : Burseraceae.
8. O P I U M
Keluarga : Papaveraceae
12
Pemerian : Masa padat, coklat, bau khas kuat rasa
khas sangat pahit.
13
pipih,dibungkus kertas putih.
9. PA PAINUM
Keluarga : Caricaceae
14
Zat berkhasiat : Enzima proteolitik
utama / Isi
Penggunaan : Membantu pencernaan zat putih telur,
dan diberikan dalam bentuk serbuk, pil,
tablet, eliksir.
10. TR AGACANTHA
Keluarga : Papilionaceae
15
BAB III
PENGOLAHAN BAHAN NABATI
1. Aloe ( E.F.I )
2. Camphora ( F.I )
3. Carbo Adsorbens ( F.I )
4. Catechu ( E.F.I )
5. Colophonium ( E.F.I )
6. Gallae
7. Glycyrrhizae Succus ( F.I )
8. Ichthammolum ( F.I )
9. Natrii Alginas ( E.F.I )
10. Pix Carbonis ( E.F.I )
1. ALOE
Keluarga : Liliaceae
Penggunaan : Pencahar
2. CAMPHORA
Keluarga : Lauraceae
3. CARBO ADSORBENS
Penggunaan : Antidota
4. CATECHU
Keluarga : Rubiaceae
5. COLOPHONIUM
Keluarga : Pinaceae
Keluarga : Fagaceae
7. GLYCYRRHIZAE SUCCUS
Keluarga : Papilionaceae
20
Zat berkhasiat : Gliserizin sampai 15 %, gula, lendir zat
utama / Isi putih telur, air, zat yang dapat disari 49%
dan yang tidak dapat larut dalam air 5%.
8. ICHTHAMMOLUM
21
9. NATRII ALGINAS
Keluarga : Lessoniaceae
Penggunaan : Emulgator
22
BAB IV
SIMPLISIA DARI HEWAN
1. ADEPS LANAE
Keluarga : Bovidae
2. ADEPS SUILLUS
Keluarga : Suidae
3. CERA ALBA
Keluarga : Apidae
24
Zat berkhasiat : Mirisin (Mirisilpalmitat), terdapat pula
Utama/Isi asam serotinat, serasin (campuran parafin),
asam melisinat, seril-alkohol.
4. CERA FLAVA
Keluarga : Apidae
25
5. CETACEUM
Keluarga : Physeteridae
6. GELATINUM
7. MEL DEPURATUM
Keluarga : Apidae
27
Bagian yang : Madu
diambil
Cara memperoleh : Madu yang diperoleh dari sarang apis ini,
dimurnikan dengan pemanasan dibawah
suhu 800, didiamkan, kotoran yang
mengapung diambil, kemudian madu
diencerkan dengan air secukupnya hingga
bobot per ml memenuhi persyaratan.
8. THYROIDUM
28
BAB V
SIMPLISIA DARI MINYAK MINERAL
1. PARAFFINUM LIQUIDUM
29
2. PARAFFINUM SOLIDUM
3. VASELINUM ALBUM
4. VASELINUM FLAVUM
32
BAB VI
ANTIBIOTIKA
Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh jasad renik, dan dalam kadar
yang sangat kecil mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan jasad renik lain (virus, riketsia, bacteria, protozoa, cendawan).
Dewasa ini pengertian antibiotika juga mencakup senyawa-senyawa kimia yang
bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan atau yang bersifat
bakterisida (membunuh kuman) dan diperoleh secara sintesia murni (misalnya
kloramfenikol dan tetrasiklina) atau secara semi sintesia (misalnya ampisilina dan
kloksasilina).
Contoh dari antibiotika golongan penisilia yang diperoleh dari biakan jasad renik
dan yang diperoleh dengan cara semisintesa adalah sebagai berikut :
Perkataan antibiotika berasal dari 2 perkataan Yunani, yaitu : anti yang berarti
melawan dan bio yang berarti kehidupan. Antbiotika “Broad spectrum” adalah antibiotika
yang efektif berbagai kelompok jasad renik (kelompok virus, riketsia, kuman dan lain
sebagainya) dan berfaedah untuk pengobatan infeksi ganda.
Antibiotika yang termasuk “Broad spectrum” antara lain adalah ampisilina,
karbensilina, kloramfenikol, klortetrasiklina, demitilklortetrasiklina, doksisiklina,
gentamisina, kanamisina, neomisina, oksitetrasiklina dan derivatnya, rolitetrasiklina dan
tetrasiklina.
Antibiotika yang cocok untuk pengobatan terhadap infeksi kuman-kuman gram
positif antara lain adalah basitrasina, penisilina dan derivatnya, gramisidin, linkomisina,
novohiosina, natrium fusidat, spiramisina, triasetiloleandomisina, tirotrisina dan
vankomisina.
Antibiotika untuk pengobatan infeksi kuman gram negatif, antara lain adalah
kolistina, polimiksina B dan sulfokmiksina.
Untuk pengobatan tuberkulosa dan lepra digunakan sikloserinadihidrostrep tomisina,
streptomisina, rifamisina dan viomisina untuk pengobatan infeksi protozoa digunakan
paranomisina.
33
atau hampir tidak berbau, rasa pahit.
3. CEPHALEXINUM (F.I)
34
Sediaan : Chloramphenicoli Capsule, Chloramphenicoli
Ucolentum, Chloramphenicoli Unguentum,
Chloramphenicoli Palmitas, Chloramphenicoli
Palmitatis Suspensio.
6. CHLORTETRACYCLINI HYDROCHLORIDUM
= Kloratetrasiklalina Hidroklorida (F.I)
Sumber : Kloratetrasiklina hidroklorida adalah garam
hidroklorida zat anti mikroba yang dihasilkan
oleh biakan pilihan Streptomyces aureofaciens
(Familia streptomycetaceae) atau diperoleh
dengan cara lain
Pemerian :
Serbuk hablur warna kuning, tidak berbau, rasa
pahit.
9. DOXYCYCLINUM (F.I)
35
10. ERYTHOMYCINUM = Eritromisina (F.I)
36
Pemerian : Serbuk warna putih sampai kuning gading pucat,
tidak berbau tidak berasa, umumnya ukuran
zarah maksimum sampai 5 µm, boleh terdapat
beberapa zarah berukuran lebih dari 30 µm.
37
16. NATRII BENZYPENICILLINUM (F.I)
38
Streptomycetaceae).
39
24. OXYTETRACYCLINI HYDROCHLORIDUM
= Oxytetrasiklina Hidroklorida (F.I)
40
Pemerian : Zat padat warna putih atau hampir putih, tidak
berbau atau berbau lemah, rasa agak pahit
41
31. VIOMYCINISULFAS = Viomisina Sulfas (F.I)
42
BAB VII
IMMUNOSERA
Imunoserum
Pemerian :
Imunoserum cair : Tidak keruh, hampir tidak berwarna
atau kuning sangat lemah, hampir tidak
berbau kecuali bau bakterisida yang
ditambahkan.
Persyaratan berikut berlaku untuk imunoserum cair dan imunoserum kering beku yang
direkonstitusi.
1. IMUNOSERUM ANTIDIPHTHERICUM
= Imunoserum Antidifteri = Antitoksin Difteri
43
2. IMUNOSERUM ANTIRABIENICUM
= Imunoserum Antirabies = Antitoksin Rabies
3. IMUNOSERUM ANTITETANICUM
= Imunoserum Antitetanus = Antitoksin Tetanus
44
BAB VIII
VACCINA
Vaksina adalah sediaan mengandung antigen, dapat berupa kuman mati, kuman
inaktif, kuman hidup yang dilumpuhkan virulensinya tanpa merusak potensi antigennya,
digunakan untuk menimbulkan kekebalan aktif dan khas terhadap infeksi kuman atau
toksinnya.
Vaksin dibuat dari bakteri, riketsia, virus atau toksin dengan cara berbeda-beda
sesuai jenisnya seperti tertera pada masing-masing monografi, sedemikian rupa sehingga
masih tetap identitasnya dan bebas cemaran jasad renik.
Zat tambahan yang cocok dapat ditambahkan sewaktu pembuatan, tetapi penisilina
atau streptomisina tidak boleh digunakan pada setiap tahap pembuatan atau dalam hasil
akhir. Jika streptomisina digunakan dalam pembuatan biakan sel untuk vaksin virus, harus
dibebaskan dari medium pembenihannya sewaktu hendak ditunasi virus.
Hasil akhir diwadahkan secara teknik aseptik ke dalam wadah steril dan akhirnya
ditutup kedap untuk menghilangkan cemaran. Bakterisida yang cocok dapat ditambahkan
ke dalam vaksin inaktif steril dan selalu ditambahkan, kecuali dinyatakan lain, jika sediaan
yang diedarkan dalam wadah tertutup kedap kemungkinan akan terjadi kemunduran
aseptiknya dalam kondisi yang berbeda.
Untuk vaksin yang kering dibekukan, cara pengeringbekuan harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan mengurangi kadar air hingga tidak kurang dari 2,0 %. Jika vaksin
mengandung fenol, kadar tidak boleh lebih dari 0,5 % b/v. Penambahan fenol tidak
diharuskan.
Sterilitas semua vaksin steril harus memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada
uji keamanan hayati. Penyimpanan kecuali dinyatakan lain, vaksin cair disimpan pada suhu
20 hingga 100, hindarkan terjadinya pembekuan, vaksin kering disimpan pada suhu tidak
lebih dari 200, terlindung dari cahaya.
Vaksin Bakteri
Biakan bakteri dapat ditumbuhkan pada medium perbenihan padat. Kuman dipanen
dari perbenihan menggunakan larutan klorida P atau zat pembawa lain yang cocok.
Medium perbenihan cair dapat juga digunakan untuk biakan bakteri sebagian atau
seluruhnya. Biakan dapat digunakan untuk membuat vaksin yang dapat dilakukan secara
kimia, fisika atau biokimia. Untuk vaksin steril, kuman dimatikan sedemikian rupa
sehingga harus tetap menguasai potensi pengebal.
Dapat ditetapkan jumlah bakteri yang hidup atau yang mati per ml species atau
varietas bakteri yang terdapat dalam sediaan. Dapat juga ditetapkan derajat kesuburan.
Pemerian suspensi : umumnya putih dalam cairan tak berwarna atau cairan agak berwarna.
Toksisitas abnormal memenuhi syarat toksisitas abnormal yang tertera pada uji keamanan
hayati.
45
Vaksin Virus dan Vaksin Riketsia
Vaksin dibuat dari jaringan darah yang diperoleh dari hewan yang terinfeksi dari
biakan perbenihan telur atau biakan jaringan. Kuman dapat dimatikan sebagian atau
seluruh biakan yang dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia, atau biokimia.
Bakterisida yang cocok dapat ditambah ke dalam vaksin steril vaksin virus hidup
atau vaksin riketsia hidup asalkan bakterisida itu tidak mempunyai keaktifan terhadap virus
atau riketsia.
Toksida Bakteri
Dibuat dari toksin yang dihasilkan biakan bakteri dengan menghilangkan atau
setidaknya mengurangi toksisitasnya hingga batas serendah mungkin dengan cara kimia,
fisika atau biokimia tanpa menghilangkan atau mengurangi daya pengebalannya.
Pemerian cairan jernih : tidak berwarna atu suspensi, zarah putih atau abu-abu dalam
cairan tidak berwarna atau kuning.
Toksisitas abnormal memenuhi syarat toksisitas abnormal yang tertera dalam uji keamanan
hayati.
Vaksin Campur
Merupakan campuran dua vaksin tunggala atua lebih.
Pemerian : cairan jenuh atau suspensi dengan berbagai opelesennya : umumnya putih
dalam cairan tidak berwarna atau agak berwarna.
Toksistas abnormal memenuhi syarat toksisitas abnormal yang tertera pada uji keamanan
hayati.
46
2. VACCINUM CHOLERAE = Vaksin Kolera
.
4. VACCINUM DIPHTHERIAE PERTUSSIS ET TETANI ADSORBATUM =
Vaksin Difteri Pertusis Tetanus Jerap
= Vaksin DPT Jerap
47
Identifikasi : Memenuhi aktifitas khas membentuk antitoksin
yang dapat menetralkan toksin Corynetacterium
diphteriae dan toksin Clostridium tetani serta
membentuk zat anti terhadap Bordetella pertusis.
48
1 x 106 TC LD50 tipe 2 per ml.
49
Pemerian : Sterilitas : Penyimpanan : Penandaan memenuhi
syarat yang tertera pada vaccina.
50
mematikan seperti tertera pada vaccinum
Cholerae, Typhosa et Paratyphi.
51