Anda di halaman 1dari 49

BAB III

RITUAL ARUNO LAHITOLO MANANOL DALAM KONTEKS

MASYARAKAT DI NEGERI AMAHAI

Bab ini secara khusus akan menampilkan hasil penelitian tentang aruno

lahitolo mananol di Negeri Amahai. Beberapa hal pokok yang tertuang adalah

gambaran umum negeri, tahapan aruno lahitolo mananol dan nilai spiritual dalam

ritual tersebut dalam pandangan masyarakat Negeri Amahai.

III. 1. GAMBARAN UMUM NEGERI AMAHAI

III. 1.1. Lintasan Sejarah Negeri Amahai1

Lintasan sejarah Negeri Amahai tidak terlepas dari nama Amahai, karena

keduanya berkaitan satu sama lain. Secara etimologi kata Amahai terdiri dari dua

suku kata yaitu: Ama yang artinya bapak dan Mahai yang artinya hidup. Nama

Amahai sendiri telah ada sejak migrasi besar-besaran dari Nunusaku, yaitu kira-

kira pada tahun 1400 SZB2. Hal ini berawal dari serombongan besar orang dari

suku wemale rumpun patasiwa 3 berpindah atau keluar meninggalkan Nunusaku

mengambil jalan ke arah timur kemudian menyebar ke selatan. Mereka terdiri dari

beberapa soa atau hena yang dipimpin oleh seorang Upu. Kumpulan Soa atau

1
Sejarah Negeri Amahai telah buat dalam satu buku bernama Amahai Dalam Lintasan
Sejarah, oleh panitia seminar sejarah Lounusa Maatita pada tahun 1991dan disimpan sebagai arsip
negeri.Buku ini tidak untuk diperjualbelikan, tidak dibagikan secara sembarangan, dan hanya
disimpan atau dimiliki oleh orang-orang yang punya kepentingan dalam urusan pemerintahan
negeri dan atau saniri negeri. Penulis mendapatkan buku ini atas izin dari pemerintah negeri,
namun diluar sana ada beberapa buku yang mengisahkan tentang sejarah lahirnya negeri amahai
dengan versi yang sedikit berbeda namun kurang lebih mirip atau sama. Namun untuk kepentingan
penulisan tesis ini, penulis memakai arsip yang dipegang oleh pemerintah negeri amahai hingga
saaat ini.
2
SZB: Sebelum zaman bersama.
3
Isitilah patasiwa merupakan istilah untuk menyebutkan pembagian kelompok di daerah seram.
Selain patasiwa dikenal juga patalima. Kedua istilah ini berasal dari dua suku kata yaitu pata yang
berasal dari bahasa asli yang seperti juga kata setaraf uli dan keduanya berarti kelompok atau
bagian. Siwa berarti sembilan, dan lima berarti lima. Jadi patasiwa adalah kelompok sembilan, dan
patalima berarti kelompok lima. Lih, Cooley, Mimbar Dan Takhta,118.

52
hena yang dipimpin oleh Upu mempunyai seorang pemimpin tertinggi yang

disebut Upu Latu sebagai atau orang yang pertama dan terutama atau orang yang

dituakan.

Selanjutnya, rombongan ini menyebar pada suatu daerah yang luas, mulai

dari Uwe terus ke Paurita (Kepala Wai Ruata), di teluk Elpaputi sampai Hatumete

di teluk Teluti. Maka pendeta adat atau maweng mengucap syukur pada Upu

Lanite bahwa orang tua mereka adalah Ama atau bapak masih tetap Mahai atau

hidup. Namun meskipun begitu, ada juga yang melafalkan negeri ini dengan

sebutan Amahei yang sesungguhnya berasal dari kalimat Ama Hei Nama

Namakala yang berarti bapak sejak dahulu kala, dan ada sebagian orang yang

menganggap bahwa kata Amahei ini berasal dari kata Emhei yang artinya asing

rasanya. Hal ini tidak muncul dari sebuah kekosongan melainkan dari sebuah

peristiwa pada tahun 1652, tepatnya dua ratus lima puluh tahun setelah migrasi

besar-besaran terjadi. Gubernur Arnold de Vlaming van Oudsgorn melancarkan

penyerangkan dan menaklukan Kerajaan Iha pada perang Hongi.

Sebenarnya sebelum datang kekuasaan asing di Indonesia dan di Maluku,

Amahai belum merupakan sebuah desa seperti saat ini. Amahai pada mulanya

merupakan satu Inama (berasal dari kata Ina yang artinya Ibu, dan ama yang

artinya bapak). Inama adalah suatu kekuasaan besar yang merupakan lembaga

masyarakat adat yang besar. Berdasarkan amarale besar pertama (musyawarah

besar pertama), dari saniri besar wae le telu (saniri besar tiga batang air yaitu tala,

eto, dan sapalewa), maka Pulau Seram dibagi atas empat Inama Besar, yaitu; (1)

Inama Sarimetene. Kepala inama adalah Tuhumetone yang berkedudukan di Eti,

mempunyai daerah kekuasaan dari Eti sampai Sapalewa; (2) Inama Hatumene.

53
Kepala Inama adalah Hahuinai berkedudukan di Muniali mempunyai kekuasaan

dari Sapalewa sampai Wai Makina; (3) Inama Tahisane. Kepala Inamanya adalah

Latu Raja berkedudukan di Kaibobou mempunyai daerah kekuasaan dari Kaibobu

sampai Wai Tala; (4) Inama Halulupesia, yaitu Amahai dan mempunyai daerah

kekuasaan mulai dari Wai Uwe, terus ke Paurita (Kepala Wai Rata) di teluk

Elpaputih sampai di Hatumete di Teluk Taluti.

Inama Halulupesia dikepalai oleh seorang Upu Ama atau Upu Latu, yang

membawahi beberapa orang Upu yang memgepalai “Hena”. Inama Halulupesia

adalah suku Wemale dari rumpun patasiwa. Pada waktu perpindahan pertama dari

Nunusaku mereka mendiami Gunung Lumute dan kemudian menyebar ke Selatan

terus ke daerah kekuasaannya. Upu Ama adalah sebagai pimpinan inama ini

adalah tokoh sakralmagis dan kharsimatis.

Sesudah meninggalkan Nunusaku Inama Halulupesia dan rakyatnya hampir

puluhan tahun mereka mendiami Gunung Lumute dengan sungai-sungai Sune-

Marekuti (Kepala Wai Pia), sebelum mereka mengalahkan Kepitan Marihuni dari

Patalima yang sejak beliau meninggakan Nunusaku telah membawa lari lambang

Patasiwa. Lambang itu bernama Manumeke, yang terdiri dari kus-kus putih

(makele puiro), kasturi raja (manu). Setelah kapitan Marihuni di kalahkan, barulah

mereka dapat memasuki daerah Patalima dan menempati daerah kekuasaan

mereka, menurut pembagian tiap-tiap hena atau soa. Pada waktu itulah mereka

bersumpah agar lambang Patasiwa yang mereka rebut itu akan dijaga baik-baik

agar tidak hilang pada kali yang kedua.

Sebelum Portugis tiba di Maluku (1512) yang membawa pengaruh bara,

maka daerah kekuasaan Inama Halulupesia mengadakan amarale atau Saniri

54
kecil4 dibawah pimpinan Upu Ama sebagai kepala Inama. Amarele atau Saniri ini

dihadiri oleh para Upu dari berbagai hena/soa dan para maweng. Para Upu ini

kemudian bergelar kapitan setelah mendapat pengaruh portugis.

Dalam saniri itu, mauweng mengucapkan doa pada Upu Elo Lanite – Upu

kahuresi leha banua (Tuhan Allah Langit Yang Maha Kuasa atas alam semesta),

karena sampai saat ini Upu Ama masih mahai. Maka Inama Halulupesia disebut

juga Inama Amahai, yang dipangdang sebagai “Inama cadangan”, biasanya

disebut Uli Batai, yang terdiri dari suku latikai, mauwene, matayana, dan suku-

suku lainnya. Suku-suku yang sudah membentuk hena atau soa atau juga Amano,

turun ke pesisir dan mendiami daerah-daerah pesisir Nusa Ina bagian selatan,

yang mudah menerima pengaruh barat/Portugis terutama Agama Kristen yang

dibawah oleh padri Portugis, Fransiscus Xaverius sesudah beliau mundur dari

Maluku utara. Beliau menanam salib-salib hampir sepanjang pantai mulai dari

tanjung kuako daerah kekuasaan Inama Amahai sampai kekuasaan Inama Eti.

Sekitar tahun 1570-an dan 1650-an, yaitu ketika perdagangan rempah-

rempah dengan Portugis dan Belanda, maka terjadi perpindahan besar-besaran

penduduk di Pulai Seran atau Nusa Ina. Dari Huamoal banyak orang berpisah

sebagian besar datang memasuki daerah kekuasaan Amahai dan singgah di

Tanjung Kuako. Dari sana barulah mereka diterima memasuki daerah kekuasaan
5
di Inama Amahai. Sesudah 1605 Amahai menerima kekuasaan Belanda,

4
Ini kurang lebih sama dengan sebuah pertemuan atau rapat.
5
Penulis menemukan sumber lain yaitu buku Sejarah Negeri Amahai; Lima Negeri
Bersaudara. Negeri-Negeri (Desa) Kecamatan Amahei dengan Sistem Adat dan Ulayatnya. Nusa
Ina Ambon Lease oleh B. Lokollo, menjelaskan bahwa pemerintahan Negeri Amahai secara resmi
terbentuk pada tahun 1605. Dalam buku tersebut juga terlihat ada sebuah perhitungan tentang
keberadaan negeri amahai. Bila diperhitungkan dengan rakyat amahai melalui terkumpul selama
satu generasi dari tokohnya yang pertama bernama leripatola tamanusa atau yang disebut sebagai
moyang pertama “bangsa Watimena Lokollo” – bagi bangsa timur secara ilmiah ditetapkan satu
generasi tiga puluh lima tahun, sedangkan bagi bangsa barat 50 tahun. Dengan demikian, Negeri

55
sehingga terbentuklah di Amahai suatu pemerintahan yang namanya “Regen van

Amahai”. Untuk menerima kekuasaan asing ini terjadi berbagai pergantian

kekuasaan Inama dari satu Hena kepada Hena yang lain silih berganti, yang pada

akhir berkesudahan dengan suatu restorasi6 atau pembaharuan di Amahai.

III.1.2. Lokasi Negeri Amahai

Negeri Amahai terletak di Provinsi Maluku, Pulau Seram bagian selatan

pesisir pulau.

III.1.2.1. Letak Astronomis

Amahai secara astronomis terletak pada: 182,56 derajat bujur timur dan

3,215 derajat lintang selatan. Letak inilah yang menyababkan suhu di Negeri

Amahai sama seperti suhu pada negeri-negeri lain di pulau Ambon dan pulau-

pulau Lease. Jadi Amahai mengenal dua musim yaitu: Musim Timur pada bulan

Mei sampai Agustus, dan musim barat dari bulan Desember sampai bulan

Febuary. Kedua musim ini diselingi oleh dua pancaroba, yang pertama dari bulan

September sampai November dan yang kedua dari bulan Maret dan April. Pada

musim timur hujan cukup deras dan pada musim barat panas cukup terik.

III.1.2.2. Letak Geografis

Secara administrasi, Negeri Amahai memiliki batas-batas wilayah;

sebelah Utara berbatasan dengan Negeri/Kelurahan Sehati, kecamatan Amahai;

sebelah Selatan berbatasan dengan Negeri Soahuku, kecamatan Amahai; sebelah

Amahai mulai terbentuk kira-kira tahun 1605 dikurangi tiga puluh lima tahun sama dengan seribu
lima ratus tujuh puluh. Dengan kata lain, negeri amahai telah ada sejak tahun 1570.
6
Restorasi atau pembaharuan yang terjadi berkaitan dengan pihak yang berhak untuk mendapat
dan atau meneruskan tongkat kepemimpinan di Negeri Amahai.

56
Timur berbatasan dengan petuanan Negeri Elpaputih, kecamatan Amahai, sebelah

Barat berbatasan dengan Teluk Elpaputih, Kecamatan Amahai.

III.1.2.3. Kondisi demografi

Dalam konteks masyarakat Amahai, telah terjadi percampuran antara

masyarakat asli dengan para pendatang. Percampuran ini terjadi karena

perkawinan, tenaga kerja, dan lain-lain. Meskipun begitu, melalui data

administratif negeri yang telah terkumpul pada tahun 2017 setidaknya dapat

diketahui bahwa jumlah kepala keluarga di Negeri Amahai adalah 578 KK,

dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1.
Gambaran Jumlah Jiwa yang ada di Negeri Amahai
Jumlah Laki-laki 1139 Orang

Jumlah Perempuan 1213 Orang

Jumlah Total 2353 Orang

Jumlah Kepala Keluarga 578 KK

Sumber data: Statistik Negeri Amahai tahun 2017

III.1.2.4. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan suatu individu dalam masyarakat tentu dapat

mempengaruhi polapikir dan tindakan individu dalam masyarakat. Berikut

dipaparkan gambaran tingkat pendidikan masyarakat Negeri Amahai:

Tabel 2.
Tingkat Pendidikan Masyarakat
No Laki-
Tingkat Pendidikan Perempuan Total
laki

1 SD 110 123 233

2 SMP 122 110 232

57
3 SMU 418 387 805

4 AKADEMI 1 1 2

5 PERGURUAN TINGGI 114 152 266

Total: 765 773 1538

Sumber Data: Statistik Negeri Amahai tahun 2017

Dari pemaparan ini terlihat 52% dari masyarakat Negeri Amahai berijazah

SMU dan 17% berijazah S1 sebagai peringkat kedua tertinggi dari tingkat

pendidikan di Negeri Amahai. Fakta ini menegaskan bahwa masyarakat sampai

tahun 2017 melihat pendidikan sebagai bagian penting danberguna untuk

mengembangkan cara berfikir dan bertindak atas segala situasi,serta dapat

menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Fakta lain dalam hal ini

juga terlihat bahwa banyak anak-anak yang pergi merantau dan menempuh

pendidikan diluar Negeri Amahai demi mendapatkan masa depan yang lebih baik.

III.1.2.5. Mata Pencaharian

Mata pencaharian dari masyarakat Negeri Amahai sampai tahun 2017

adalah sebagai berikut;

Tabel 3.
Mata Pencaharian Masyarakat Negeri Amahai
NO Pekerjaan Laki-laki Perempuan Total

1 Tani 89 9 98

2 Nelayan 7 4 11

3 Guru 9 29 38

4 PNS 70 74 144

5 Pegawai Honorer 26 9 35

6 Penjual Pangan 1 13 14

58
7 Penjual Eceran 0 1 1

8 Kios 43 2 45

9 Industri Kecil 1 0 1

10 TNI/Polri 39 0 39

11 TKBM 13 0 13

12 Tukang Pijat 16 2 18

13 Koperasi 4 0 4

14 Wiraswasta 99 14 113

15 Supir/Ojek 18 0 18

16 Pendeta 2 1 3

17 Pensiunan 43 13 56

18 DLL 104 28 132

Sumber Data: Statistik Negeri Amahai tahun 2017

Dari semua jenis mata pencaharian diatas, presentasi terbanyak adalah

pekerjaan lain-lain memang tidak bisa diprediksikan secara jelas pekerjaan apa

yang menjadi mata pencaharian mereka, namun presentase mata pencaharian

terbanyak kedua di Negeri Amahai adalah Pegawai Negeri Sipil.Hal ini tentu

sangat berpengaruh pada pola pikir individudan masyarakat dimana ia tinggal.

III.1.2.6. Agama

Mayoritas masyarakat Negeri Amahai beragama Kristen Protestan,

termasuk warga Gereja Protestan Maluku Jemaat Amahai-Soahuku, dan sebagian

lagi menjadi warga gereja denominasi seperti Gereja Sidang Jemaat Allah dan

Pentakosta. Meksipun begitu, ada pula penganut agama lain seperti, Islam,

Katolik, dan Hindu. Berikut rinciannya;

59
Tabel 4.
Agama Masyarakat Negeri Amahai
Agama Jumlah (orang)

Islam 8

Kristen 2178

Katolik 160

Hindu 6

Budha -

Jumlah 2352

Sumber Data: Statistik Negeri Amahai tahun 2017

Dari tabel diatas,dapat dilihat bahwa 92% persenmasyarakat Negeri Amahai

beragama Kristen Protestan. Hal ini tentu turut mempengaruhi pandangan

individu tentang apapun yang terjadi dalam masyarakat.

III.1.3. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan di Negeri Amahai pada dasarnya sama dengan sistem

kekerabatan yang berlaku di Maluku, khususnya Maluku Tengah. Sistem

kekeluargaan yang pertama dan yang paling mendasar adalah keluarga batih yang

terdiri dari ayah, ibu, dan anak namun sepanjang perjalanan hidupnya individu

dalam masyarakat membangun hubungan-hubungan kekeluargaan dan

kekerabatan dengan cara menikah dan lain-lain. Masyarakat Amahai

mempraktekan pola patriakhal, termasuk tempat tinggal setelah menikah (harus

mengikuti suami/tempat tinggal ayah) dan sistem marga.Marga lasimnya dikenal

dengan istilahfam. Di Negeri Amahai, fam mengikuti pola patriakhal dan

pengertiannya merujuk pada suatu kesatuan mata-rumah atau klan yang juga

merupakan sistem kekeluargaan yang patriakhal. Dalam mata-rumahanggotanya

60
terdiri dari perempuan dan laki-laki yang belum menikah dan beberapa keluarga

batih. 7 Masing-masing mata-rumah memiliki teon. Teon adalah sebuah sebutan

yang diberikan dari leluhur berdasarkan kejadian tertentu. Menurut beberapa

peneliti yang melakukan penelitian di Maluku Tengah seperi Cooley mencatat

bahwa teon dari tiap individu menandai asal leluhur dan keanggotaan dalam

klennya. Selain teon, ada juga istilah mara yang oleh masyarakat Amahai

merupakan sebuah gelar bagi seorang laki-laki dalam keluarga.8

Tingkatan yang lebih besar dari mata-rumah adalah soa. Soa biasanya

berisi beberapa mata-rumah. Negeri Amahai berisi kurang lebih enam belas mata-

rumah dan empat soa. Nama beberapa soa, mata-rumah dan teon-nya adalah

sebagai berikut:

 Soa Loko

- Tupamahu : teono Maata

- Pelletimu : teono Napalesy

- Sopacua : teono Sitania

- Wattimena : teono Hualesy

- Lokollo : teono Hualesy

- Lernaya : teono Mansama

- Latuny : teono simpele

 Soa Nopu

- Kakiay : teono Maata

7
Karena latar belakang patriakhal yang dianut oleh masyarakat, semua anggota dari suatu
mata-rumah biasanya mengaku berasal dari satu moyang menurut garis keturunan ayah. Karena
itu, meskipun setiap wanita yang telah menikah dan masuk dalam mata-rumah suaminya harus
tetap mempertahankan dan memelihara hubungan baik dengan mata-rumahnya. Lih. Cooley,
Mimbar dan Takhta, 46.
8
Wawancara dengan Sdr. Lisa Hallatu (Staf Pemerintah Negeri) di Kantor Saniri Negeri
tanggal 22 Juni 2018.

61
- Lewenusa :

- Sahalessy : teono Huamahu

 Soa Latu

- Mainassy : teuno

- Lasamahu : teuno Peunu

- Sopacuaperu: teuno Sanahu

- Wattimury : teuno laturessy

 Soa Lessy

- Hallatu : teuno Maserua Rumahauro (untuk puu

Lesy Rumah Iralo), teuno Maserua (untuk puu lesy

Maweng), teuno Uralessy (untuk puu Pele Saparute)

- Hallatukilang : teuno polomahu

- Latarissa

- Sangaji

- Titaley

Negeri Amahai juga memiliki ikatan pela gandong dengan beberapa

negeri. Gandongmerupakan bentuk kekerabatan yang terjalin antar dua atau lebih

negeri adat. Ikatan ini biasanya berasal dari tali persaudaraan para leluhur. Pela

merupakan bentuk kekebatan antar dua atau lebih negeri adat yang biasanya

terjadi karena sebuah kejadian di masa lalu. Negeri Amahai memiliki empat

negeri gandong dan satu pela. Empat negeri gandong dengan Negeri Amahai

biasanya dikenal dengan istilah “lima negeri bersaudara”. Lima negeri bersaudara

dalam urutannya yaitu Negeri Amahei, Negeri Rutah, Negeri Haruru, Negeri

62
Makariki, dan Negeri Soahuku. Sedangkan pela negeri Amahai adalah Negeri

Ihamahu.

III.1.4. Jenis Pernikahan

Jenis pernikahan yang ada di Negeri Amahai yaitu; jenis kawin minta,

kawin lari, dan kawin manoa, yang ketiganya harus berujung berlangsungnya

ritual aruno lahitolo mananol.9 Dari ketiga jenis pernikahan ini, jenis kawin minta

merupakan jenis pernikahan yang sering dilakukan, garis besar tahapan kawin

minta yaitu ada sebuah kesepakatan melalui surat untuk keluarga perempuan

tentang akan adanya proses pelamaran. Setelah itu akan ada balasan dari pihak

perempuan untuk tidak atau disepakatinya tanggal lamaran. Ketika hari H (tanggal

lamaran yang ditentukan), bertamu-lah keluarga laki-laki ke rumah si perempuan.

Dalam proses lamaran itu pun, mereka berembuk tentang tanggal pernikahan dan

beberapa acara adat, termasuk didalamnya kesepakatan harus dilakukannya adat

aruno lahitolo mananol10. Khusus bagi anak perempuan yang adalah anak Negeri

Amahai, ada acara adat penyerahan harta badan dan harta negeri atau yang lazim

disebut dengan istilah “bayar harta”. Setelahnya keluarga perempuan melakukan

pengantaran “peti pakaian” milik perempuan ke kediaman laki-laki. Kemudian

diadakanlah acara pernikahan secara pemerintah dan gereja, dan lalu dilanjutkan

dengan ritual aruno lahitolo mananol.11

9
Wawancara dengan Sdr. Lisa Hallatu (Staf Pemerintah Negeri) di kantor saniri negeri tanggal
22 juni 2018.
10
Hal ini berlaku apabila yang pihak pengantin laki-laki adalah anak negeri amahai. Namun
pembicaraan tentang urutan pelaksanaan, dan hal-hal mengenai ritual aruno lahitolo mananol
dilakukan sendiri oleh mata-rumah laki-laki.
11
Wawancara dengan Sdr. Lisa Hallau (Staf Pemerintah Negeri) di kantor saniri negeri tanggal
22 Juni 2018.

63
Di sisi lain ada jenis kawin lari dan kawin manoa. Pengertian lari pada

hakekatnya sama dengan pengertian kawin lari diberbagai negeri adat di Maluku

Tengah. Namun ada sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak keluarga

laki-laki, yaitu “bayar harta” pada keluarga perempuan yang ketentuannya harus

diserahkan pada hari itu juga.12 Sedangkan kawin manoa yaitu jenis perkawinan

dimana anak laki-laki pergi dari rumah orang tuanya dan pergi tinggal serumah
13
bersama dengan anak perempuan di rumah orang tuanya. Ketiga jenis

pernikahan ini pada akhirnya harus melaksanakan ritual aruno lahitolo mananol

atau prosesi sarung baju mananol. Jika tidak demikian maka, istri dari si anak

laki-laki ini tidak punya hak sepenuhnya atas mata-rumah suaminya.14Pada point

berikut ini akan dijelaskan dengan detail tentang ritual adat aruno lahitolo

mananol.

III.2. Ritual aruno lahitolo mananol dalam pandangan masyarakat Amahai.

Ritual aruno lahitolo mananolmerupakan jenis pernikahan adat di Negeri

Amahai, Maluku Tengah, artinya adalah prosesi sarung baju mananol yang

dikenal masyarakat sebagai ritual perkawinan adat dengan maksud memasukan

dan memperkenalkan mempelai perempuan secara resmi dalam mata-rumah laki-

laki dan Negeri Amahai (jika pengantin perempuan berasal dari Negeri/desa yang

lain).Hal ini terjadi karena hakekat dilaksanakannya ritual ini adalah untuk

memasukan dan memperkenalkan mempelai perempuan ke dalam mata-rumah

12
Wawancara dengan Sdr. Lisa hallatu (staf pemerintah negeri) di kantor saniri negeri tanggal
22 Juni 2018.
13
Wawancara dengan Sdr. Lisa Hallatu (Staf Pemerintah Negeri) di kantor saniri negeri tanggal
22 Juni 2018.
14
Wawancara dengan Opa Toppo Soparue (tokoh adat Negeri Amahai), di rumahnya tanggal
12 Juni 2018.

64
laki-laki, maka para undangan adalah beberapa pihak yang punya hubungan

kekeluargaan dan atau kekerabatan dengan mata-rumah.

Diketahui, satu mata-rumah memiliki beberapa kepala keluarga dan beberapa

mara. Satu mata-rumah juga terhimpun dalam satu soa, dimana satu soa terdiri

dari beberapa mata-rumah. Dari fakta ini dapat diketahui bahwa satu mata-rumah

sudah pasti punya hubungan kekeluargaan dan atau kekerabatan dengan mata-

rumah dan soa yang lain, karenanya secara tidak langsung satu mata-rumah

punya hubungan kekeluargaan dan atau kekerabatan dengan hampir semua

individu atau masyarakat Amahai. Hal ini juga yang disampaikan oleh informan;

Yang terjadi di Amahai ini, dong samua punya hubungan kekerabatan


dan ada hubungan kekeluargaan yang terjadi satu sama lain. Karna itu
kalo ada acara bagini bisa saja dari satu-satu keluarga atau mata-
rumah di Amahai ni diundang.15
Pengakuan informan ini menegaskan fakta bahwa mayoritas masyarakat Negeri

Amahai menjalin hubungan kekeluargaan dengan banyak pihak dalam negeri.

Karena itu bukan hal aneh jika dalam setiap proses ritual adat khususnya ritual

aruno lahitolo mananol setiap keluarga atau perwakilannya pasti diundang.

Realitas ini telah terjadi bertahun tahun sejak diadakannya ritual aruno

lahitolo mananol, kira-kira sejak tahun 1605 tepat ketika soa dan pemerintahan

negeri telah ada. Sebelum masuknya agama dan terbentuknya Negeri, acara

pernikahan masyarakat Amahai dilangsungkan dengan cara kawin minta dengan

menggunakan tempat siri, seperti yang dituturkan oleh seorang informan:

Sebelum agama masuk acara kaweng seng sama kaya sakarang. Dong
biking kaweng masominta, jadi dong bawa tampa siri. Kalau keluarga
parampuang ambil tempat siri berarti pihak keluarga parampuang

15
Wawancara dengan Opa Toppo Soparue (tokoh adat Negeri Amahai), di rumahnya tanggal
12 Juni 2018. Informan menggunakan bahasa sehari-hari masyarakat maluku. Kata dong artinya
mereka.

65
stuju par masuk minta. Selesai abis tampa siri itu kalar, keluarga
parampuang bicara, Itu ada hari yang dong tentukan, lalu dong
keluarga parampuang kaskabar kalo dong bersedia. Lalu keluarga
laki-laki pigi ambel. Itu berarti proses perkawinan su jalan. Yang pi
ambel pengantin parampuang ini parampuang-parampuang mananol
atau dong pung anana mantu parampuang, sedangkan pengantin laki-
laki tunggu di rumah. Keluarga laki-laki yang pigi ambel parampuang
itu bawa tampa siri yang sama yang dong pigi kasi akang par keluarga
parampuang tuh. Lalu ada penghormatan kaya biasa, lalu dong
kasmaso di mata rumah, kapala mata rumah disitu untuk sombayang,
lalu dong kaspakemempelai parampuang tuh pung baju langsung dia
dudu.16

Setelah masuknya agama dan pemerintahan, aruno lahitolo mananol

dipisahkan namun tetap dijalankan demi menjaga sistem kekeluargaan masyarakat

Amahai secara keseluruhan.17 Ritual ini dianggap sebagai hal pokok yang harus

dilaksanakan oleh anak adat laki-laki Negeri Amahai. Artinya berbagai bentuk

perkawinan yang telah dijelaskan diatas harus berakhir dengan terselenggaranya

ritual adat ini18. Alasannya adalah; (a) Ritual ini merupakan suatu bentuk inisiasi

dalam masyarakat dan keluarga mempelai laki-laki; (b) Dalam ritual ini ada

pembelajaran saling menghargai dan beberapa hal tertentu mengenai kehidupan

setiap hari yang diatur dan dapat dimaknai dalam ritual ini; 19 (c) Ritual ini

16
Wawancara dengan Opa Toppo Soparue (tokoh adat Negeri Amahai), di rumahnya tanggal
12 juni 2018. Informan menggunakan bahasa sehari-hari masyarakat maluku. Kata seng sama kaya
sakarangmerujuk pada pengertian “tidak seperti sekarang” seng merujuk pada kata “tidak”; kata
kalar merujuk pada pengertian “selesai”; kata penghormatan yang dipakai merujuk pada
pengertian “salam” yang biasanya dipakai dalam sebuah acara; kata sombayang biasanya dipakai
untuk menjelaskan kegiatan doa baik secara pribadi maupun persekutuan, namun yang dimaksud
dalam kalimat ini adalah persekutuan doa (ibadah); sedangkan kaspake merujuk pada sebuah kata
kerja aktif yaitu “memakaikan”.
17
Wawancara dengan Opa Toppo Soparue (tokoh adat Negeri Amahai), di rumahnya tanggal
12 Juni 2018.
18
Kecuali kawin manoa karena dalam bentuk perkawinan ini, pengantin laki-laki yang
mengikuti istrinya. Hal ini disampaikan oleh sdri lisa (staf pemerintah negeri) dalam wawancara
yang dilakukan di kantor negeri amahai tanggal 22 Juni 2018.
19
Wawancara dengan Bpk. S. N. Lernaya (kepala saniri Negeri Amahai) di kantor saniri Negeri
Amahai tanggal 13 Juni 2018.

66
berguna untuk memperkenalkan hubungan-hubungan persaudaraan,

mempersatukan keluarga, dan mempererat tali persaudaraan.20

Seiring perkembangan zaman, eksistensi aruno lahitolo mananolserta nilai

dan makna yang terkandung didalamnya mulai melemah. Ritual ini mulaidilihat

sebagai bentuk kewajiban yang harus dipenuhi sehingga masyarakat terperangkap

dalam tradisi tanpa mengenal nilai-nilai penting yang ada didalamnya.21 Hal ini

tergambar dalam pernyataan informan yang berstatus perempuan mananol

mengungkapkan jika kehadirannya dalam ritual ini (jika diundang) hanya untuk

memenuhi dan menghargai undangan dari pihak yang mengundang.22 Selain itu

beberapa keluarga hanya melihat ritual ini sebagai bentuk kewajiban dan

dilakukan agar tidak mendapat sanksi sosial.23 Mereka “mempraktiskan” ritual ini

dengan mensimbolisasikannya melalui doa bersama pendeta. Keadaan ini

diperparah dengan beberapa pandangan tentang ritual aruno lahitolo mananol

sebagai bentuk penyembahan pada roh nenek moyang dan tidak sejalan dengan

ajaran agama.24 Pandangan ini tidak lagi menjadi rahasia di kalangan masyarakat.

Meskipun begitu, menurut beberapa informan ritual ini sama sekali tidak

mengandung unsur penyembahan kepada nenek moyang. Berikut ada beberapa

tanggapan dari beberapa informan terkait hal di maksud;

Sebenarnya ritual ini tidak bertentangan dengan ajaran gereja dan


aturan pemerintah. Dalam ritual adat ini tidak ada penyembahan-
penyembahan cuma karena memang ritual itu biking akang dengan
bahasa tanah makanya orang kira itu penyembahan. Padahal kalo
20
Wawancara dengan Bpk. R.A. Latuny (laumula puuno/penguasa laut), di rumahnya tanggal
15 Juni 2018.
21
Wawancara dengan Pdt. M. Patirane (KMJ Jemaat Gpm Amahai-Soahuku) di pastori jemaat
GPM Amahai-Soahuku Tanggal 19 Juni 2018.
22
Wawancara dengan mama En Lasamahu (perempuan mananol) di rumahnya tanggal 15 Juni
2018.
23
Wawancara dengan Bpk. H. Patiasina (tokoh pemuda) dirumahnya pada tanggal 22 Juni
2019.
24
Dalam hal ini ajaran Alkitab, karena mayoritas masyarakat negeri amahai beragama kristen.

67
katong terjemahkan akang dalam bahasa indonesia itu bukan
penyembahan. Ritual itu tetap dipertahankan karena punya tujuan
baik.25

Mananol itu bukan penyembahan par tete nene moyang, yang bahasa-
bahasa tanah itu cuma kaya penghormatan biasa lalu sebutkan nama
teon negeri, teon mata rumah, deng bilang maksud datang. misalnya;
hormatenya (yang terhormat)Upu Latu (bapak raja) lounusa maatita
(nama teon Negeri Amahai) pu’u lessy rumah iralo (nama mara atau
nama gelar laki-laki) teuno maserua rumahauro (nama teon mata-
rumah), dan seterusnya.26

Intinya tidak ada penyembahan dalam ritual ini, yang ada hanya
simbol untuk sebuah tanggung jawab deng legitimasi sebagai
masyarakat Negeri Amahai. Dolo-dolo itu tidak ada pencatatan sipil
tapi sifatnya sama dengan ritual mananol. Dalam mananol dikukuhkan
sebagai “warga negara” atau menjadi bagian dan mempunyai
tanggung jawab dari mata-rumah laki-laki dan warga masyarakat.27

Penyataan senada juga diungkapkan oleh upu latu (Raja Negeri Amahai),

beliau mengatakan bahwa;

Hal ini bukanlah suatu bentuk kepercayaan diluar Tuhan. Sebaliknya


ritual ini mengandung nilai-nilai luhur karena itu merupakan suatu
tradisi yang baik. Memang benar alasan untuk diwakili dengan berdoa
yaitu yang penting untuk diakui dan dilihat oleh Tuhan. Saya sangat
menghargai jika keyakinan mereka memang seperti itu, tetapi ada
baiknya dilakukan, jangan sampai hilang.28

25
Wawancara dengan Bpk. S. N. Lernaya (kepala saniri negeri amahai) di kantor saniri negeri
amahai tanggal 13 Juni 2018. Informan menggunakan bahasa sehari-hari maluku. kata biking
akang merupakan kata kerja aktif yang berarti mengerjakan, membuat, atau melaksanakan
sedangkan akang sama dengan kata “tersebut” yang berarti merujuk pada subjek yang dibicarakan
yaitu ritual aruno lahitolo mananol; kata bahasa tana adalah penyebutan kepada bahasa asli negeri
amahai.
26
Wawancara dengan Bpk. Emu hallatu (tokoh adat Negeri Amahai) di rumahnya tanggal 12
Juni 2018. Informan memakai bahasa sehari-hari masyarakat ambon. Kata tete nene moyang
merujuk pada leluhur. Tete sebagai opa, nene sebagai oma, oyang adalah moyang-moyang. Jadi
tete-nene moyang merujuk pada para orang tua yang sudah ada sejak dulu. Kata bahasa tanah
diartikan sebagai bahasa asli masyarakat negeri Amahai.
27
Wawancara dengan Bpk. M. Kakiay (kepala soa nopu) di kantor saniri Negeri Amahai,
tanggal 13 Juni 2018.
28
Wawancara dengan Bpk. F. Hallatu (Upu latu/Raja Negeri Amahai) di rumahnya tanggal 12
Juni 2018.

68
Dari beberapa pernyataan ini, dapat diketahui bahwa mereka yang pada

umumnya turut terlibat, mengetahui, dan mengerti rangkaian prosesi ritual ini

tidak menemukan sebuah bentuk penyembahan dalam ritual adat ini. Karena

alasan keagamaan, maka penulis mencoba menanyakan perihal tersebut pada

seorang pendeta;

Ritual adat itu merupakan sebuah tanda persekutuan dalam keluarga.


sebaiknya masyarakat harus terbuka dan mencoba untuk menerima
niali-nilai penting dalam masyarakat.29

Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh seorang pendeta senior yang sudah

berkali-kali mengikuti ritual adat ini. Beliau mengatakan bahwa;

Itu bukan sebuah bentuk penyembahan, tapi sebuah adat yang baik.
Adat ini punya nilai persekutuan dan Yesus juga ingin orang-orang
hidup dalam persekutuan dan bisa saling menerima. Mananol bukan
hanya sebuah adat melainkan sebuah keharusan sebagai anak-anak
adat untuk menjalaninya supaya ada kesadaran untuk tau kalo oh io
beta sudah masuk dalam keluarga itu dan beta telah diterima dalam
keluarga itu.30
Senada dengan pernyataan Pendeta Sar Latuny, seorang tokoh pemuda

menuturkan bahwa;

Aruno lahitolo mananol hanya sebuah jenis ritual untuk kepentingan


sistem kekerabatan. Selain itu, dalam ritual ini ada juga unsur doa
kepada Tuhan. Jika ditemukan adanya maksud untuk memanggil
leluhur, pemanggilan ini hanya merupakan bentuk upaya untuk
memperkenalkan dan memasukan mananol dengan semua orang.
Memang baik menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan, namun
berproses bersama sesama manusia juga penting. Bagaimana katong
mau mengabaikan manusia dalam proses bersama dengan Tuhan? Apa
gunanya berdoa dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan tapi pas
masuk mata-rumahbakubakalai dengan ipar?31

29
Wawancara dengan Pdt. M. Patirane (Ketua majelis jemaat GPM Amahai-Soahuku) di
pastori jemaat GPM Amahai-Soahuku tanggal 19 Juni 2018.
30
Wawancara dengan Pdt. Sar Latuny selaku seorang pendeta tua yang sudah berulang kali
mengikuti ritual adat ini. Wawancara dilakuan di rumahnya pada tanggal 20 Juni 2018.
31
Wawancara dengan Bpk. H. Pattiasina (tokoh pemuda) dilakukan di rumahnya tanggal 22
juni 2018. Informan memakai bahasa sehari-hari masyarakat ambon. Kata katong berarti kita; kata
pas merujuk pada kata “ketika”; kata bakubakalai identik konflik yang dapat berupa fisik maupun
batin seperti perkelahian atau keributan.

69
Berbagai pernyataan diatas memberikan pemahaman bahwa serangkaian ritual

adat seperti aruno lahitolo mananol yang tetap dipertahankan bukan merupakan

bentuk penyembahan kepada berhala melainkan sebuah doa yang dinaikan secara

kontekstual. Selebihnya hanya merupakan suatu upaya positif untuk individu dan

masyarakat. Seperti pengakuan perempuan mananol berikut;

Acara kasi pake baju itu bagus karena memumpuk kekeluargaan,


kebersamaan dalam keluarga, sesoa, semarga dan senegeri, ketika
pake baju disitu adat sudah mengikat kita.32

Konon ini menjadi latar belakang diselenggarakan kembali ritual-ritual adat

pada zaman dulu pasca peperangan. Tokoh adat pada zaman itu tidak peduli

dengan banyaknya makanan atau materi yang disiapkan, melainkan tentang

konsep anak adat yang harus menggunakan dan melestarikan kebiasaan baik

dalam Negeri Amahai.33Hal ini dilihatUpu Latu sebagai sebuah cara mewujudkan

keharmonisan masyarakat karena dalam ritual ini individu dan masyarakat

berusaha menjaga dan mewujudkannya.34Hal ini juga dilihat oleh salah satu tokoh

adat;

Nilai adat istiadat lebih banyak positif daripada negatif, tatanan adat
istiadat sudah dilakukan oleh nenek-moyang, mereka telah
memberikan nilai positif dan nilai hidup yang baik.35

Selain itu, ritual aruno lahitolo mananolyang telah dipraktekan sejak dulu,

memiliki beberapa konsekuensi jika hal ini tidak dilakukan, antara lain; mempelai

perempuan tidak mendapat hak dan menjadi bagian dari mata-rumah suaminya.

Hak perempuan mananol yang dimaksudkan adalah mendapat gelar dari mata-
32
Wawancara dengan mama En Lasamahu (perempuan mananol) di rumahnya tanggal 15 Juni
2018.
33
Wawancara dengan Opa Toppo Soparue (tokoh adat Negeri Amahai), di rumahnya tanggal
12 Juni 2018.
34
Wawancara dengan Bpk. F. Hallatu (upu latu/Raja Negeri Amahai) di rumahnya tanggal 12
Juni 2018.
35
Wawancara dengan Bpk. R.H. Latuny (laumuala puuno/penguasa laut), di rumahnya tanggal
15 Juni 2018.

70
rumah.36 Penjelasan ini muncul dari informan yang menjelaskan fakta pada waktu

dulu;

Untuk orang tua dulu-dulu ketika sudah ikuti mananol mereka tidak
lagi memanggil nama asli wanita itu, namun dipanggil dengan sebutan
ina atau nona (ditujukan pada perempuan) dan disambung dengan
gelar mata-rumah suami yang di sandang, itu satu kehormatan.37

Jika tidak mendapat gelar mata-rumah suaminya, mempelai perempuan tidak di

perkenankan terlibat dalam acara adat yang dilaksanakan oleh mata-rumah suami

apalagi naik baileu dari pintu soa suami.38 Selain itu, mempelai perempuan juga

tidak diperbolehkan untuk makan diatas meja makan bersama keluarga suami.

Sedangkan pada beberapa kasus, keluarga besar dalam hal ini mata-rumah dan

soa dengan mempelai perempuan tidak saling kenal, dan tidak mengerti hubungan

seperti apa yang terjalin diantara mereka.

Ritual aruno lahitolo mananoljuga mempunyai beberapa aturan penting.

Pertama, harus dilaksanakan pada hari kamis. Hal ini dilakukan karena baju

mananol harus dipakai oleh mempelai perempuan selama tiga hari dan dibuka

tepat pada hari ke tiga yaitu hari minggu karena mempelai perempuan dan

suaminya harus masuk gereja dan memberikan natzar sebagai bentuk pengucapan

syukur atas terselenggaranya ritual dan kehidupan mereka kedepan.

Diberlakukannya aturan tiga hari merupakan pengaruh masuknya kekristenan di

Negeri Amahai yang berkaitan dengan konsep ketritunggalan, kematian,

36
Gelar mata rumah adalah sebuah nama teon mata rumah tersebut.
37
Wawancara dengan Bpk. S. N. Lernaya (Kepala saniri Negeri Amahai) di kantor saniri
Negeri Amahai tanggal 13 Juni 2018.
38
Pada baileu Negeri Amahai terdapat empat pintu yang mewakili empat soa yang berada
dalam negeri amahai. semua anggota mata-rumah dan soa diharapkan naik melalui pintu soa-nya
masing-masing.

71
kebangkitan dan kenaikan Yesus. Hal ini terkandung dalam argumen informan

yang mengatakan bahwa;

Orang tua dolo-dolo tu,dong mempergunakan angka tiga yang


berhubungan dengan kematian sampe kebangkitan karena dong lihat
Yesus dinobatkan sebagai kepala adat yang diagungkan.39

Sedangkan pemaknaan natzar yang harus dimasukan di gereja melambangkan

sebuah pengucapan syukur keluarga kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

lancarnya ritual ini.

Kedua, ritual ini dipraktekan oleh anak adat laki-laki, baik yang menikah

dengan sesama anak Negeri Amahai, maupun yang tidak. Jika mempelai

perempuan merupakan sesama anak Negeri Amahai, maka ritual hanya sampai

pada prosesi duduk lesa mananol, tetapi jika mempelai perempuan berasal dari

negeri lain, maka ia harus digiring ke baileu sebagai bentuk inisiasi.

Pernikahan adat ini harus terjadi atas sepengetahuan dan kehadiran keluarga

besar, Lembaga adat, dan Badan Saniri Negeri. Komposisi keluarga besar itu

adalah mereka yang punya hubungan dengan mata-rumah, soa, dan hubungan

kekeluargaan atau kekerabatan yang terjalin. Hubungan-hubungan ini bersifat

patrilineal. Meskipun begitu, pihak keluarga ibu dari mempelai laki-laki pun turut

ambil bagian dalam ritual ini. Hal ini dijelaskan oleh informan;

Orang yang datang itu pasti keluarga, yang punya keterikatan darah
juga hadir. Tapi kebiasaan orang Amahai juga selain yang punya
hubungan keluarga deng kerabat, lingkungan juga diundang dan yang
terjadi sekarang memang bagitu. Jadi kalo undang samua berarti
bukan satu soa saja tetapi ada banyak soa disitu, karena undang satu
lingkungan itu, tetap diperkenalkan.40

Berikut ini adalah beberapa tahapan ritul aruno lahitolo mananol;

39
Wawancara dengan Bpk. Ben Lasamahu (tokoh adat) dirumahnya tanggal 12 Juni 2018.
40
Wawancara dengan Sdr. Lisa Hallatu (Staf Pemerintah Negeri Amahai) di kantor Saniri
Negeri tanggal 22 Juni 2018.

72
1. Nok

Nok adalah cara mengundang yang disampaikan secara langsung. 41

Sebelum prosesi diselenggarakan, pihak mata-rumah laki-laki mengadakan

pertemuan dengan anggota mata-rumah. Berita tentang pertemuan ini tidak

diberikan menggunakan undangan tertulis namun disampaikan secara lisan.

Tindakan ini sering disebut dengan buang suara atau nok. Hal ini telah

dilakukan sejak dulu karena pada zaman itu belum mengenal undangan tertulis.

Namun hingga kini masyarakat masih mempraktekannya. Dengan datang

mengunjungi dan mengundang secara lisan, individu dalam masyarakat (orang

yang diundang) merasa dihormati, diakui, dan diingini untuk dapat menghadiri

undangan tersebut.Nok dilakukan untuk mengundang beberapa orang yang

dituakan untuk ada dalam rapat rapat mata-rumah dan keseluruhan orang

basudara untuk menghadiri ritual aruno lahitolo mananol.

2. Rapat mata-rumah

Mereka yang datang dalam rapat mata-rumah itu adalah anggota mata-

rumah, orang yang dituakan dalam mata-rumah, dan saniri soa. Ketika mereka

datang, percakapan yang terbangun dalam pertemuan ini dilihat sebagai

percakapan antar orang basudara. Mereka mengatur jalannya ritual, membagi

tugas kepada para mananolmata-rumah; siapa yang menggandeng mempelai

perempuan, siapa yang berdoa, dan segala hal yang berkaitan dengan ritual ini,

termasuk beberapa tanggung jawab anggota mata-rumah dalam hal materi,

seperti si A membawa singkong, si B membawa ikan, dll. Setelah semua hal

41
Penyebutan untuk cara mengundang orang ini di beberapa negeri adat berbeda-beda tetapi
untuk Negeri Amahai disebut nok.

73
telah diatur, mereka memberitahukan hasilnya kepada keluarga besar mempelai

perempuan.42

Pada hari rabu (H-1 ritual) malam, satu pasangan yang telah ditentukan

dalam pertemuan dan bertugas sebagai kepala mata-rumah menyiapkan segala

sesuatu yang berhubungan dengan apapua. 43 Apapua biasanya terdiri dari siri,

pinang, kapur, tabaku, sopi dan sageru. Apapua ini biasanya di letakan didalam

atiting atau keranjang berukuran sedang dan ditutup dengan kain merah. Setelah

itu, keluarga mata-rumah, mempelai perempuan, dan keluarganya berkumpul

untuk berdoa bersama pendeta untuk melandasi pelaksanaan ritual di esok hari.

Setelah itu, mempelai kembali ke rumahnya karena ketika ritual ini dilakukan

mempelai perempuan tidak boleh ada didalam rumah mempelai laki-laki.

Keesokan harinya, keluarga laki-laki berkumpul bersama undangan lain,

staf pemerintah negeri, saniri negeri dan pendeta. “Undangan lain” yang

dimaksudkan adalah mereka yang mempunya hubungan kekeluargaan dan

kekerabatan dengan mempelai laki-laki dan mata-rumah-nya. Mereka semua

diundang dengan menggunakan cara nok. Dalam ritual ini dikenal istilah kurhaji

atau yang dikenal dengan juru bicara tetapi menggunakan bahasa adat. Kurhaji

dalam ritual ini berjumlah tiga orang. Penulis mengandaikan ketiga kurhaji ini

dengan kurhaji A, B, dan C, karena memiliki tugas masing-masing. Kurhaji A

adalah bapak kepala mata-rumahyang bertanggung jawab penuh dengan mata-

rumah, kurhaji B adalah orang yang pergi menjemput dan mengantar mempelai

42
Wawancara dengan opa Toppo Soparue (tokoh adat), di rumahnyanya tanggal 12 juni 2018.
43
Wawancara dengan Sdri. I. Sopacuaperu (perempuan mananol) tanggal 14 Juni 2018 di
rumahnya.

74
perempuan ke rumah mempelai laki-laki dan baileu, sedangkan kurhaji C adalah

kurhaji yang berasal dari mata-rumah perempuan.

3. Penjemputan Mempelai perempuan

Setelah semua terkumpul dan keluarga mempelai perempuan telah

siap,ritual dimulai di rumah mempelai laki-laki. Hal ini ditandai dengan

penghormatan adat yang disampaikan oleh kurhaji B kepada para tamu undangan.

Penghomatan ini bersifat umum, seperti ungkapan selamat datang para tamu

sekalian, dll namun diucapkan menggunakan bahasa adat Negeri Amahai. Setelah

penghormatan, kurhaji B menjelaskan bahwa ia ingin pergi untuk mengambil

calon mananol. Setelah itu, kurhaji B bersama paramananolmata-rumah44pergi

ke rumah mempelai perempuan. Biasanya ada beberapa orang dari pihak

mempelai laki-laki mengikuti rombongan ini ke rumah mempelai perempuan.

Mananolmata-rumah adalah perempuan yang menikah dengan laki-laki dari mata

rumahyang dimaksud dan telah lebih dulu memakai baju mananol. Sebagai

sesama perempuan yang masuk dalam satu mata-rumah yang sama, perempuan

mananol mata-rumah diwajibkan untuk pergi menjemput calon mananol atau

yang lebih dikenal dengan sebutan uru mananol.

Selanjutnya, prosesi ini dilanjutkan di rumah mempelai perempuan. Ketika

rombongan dari rumah mempelai laki-laki sampai, kurhaji C dari mata-rumah

perempuan telah menunggu didepan pintu rumah. Karena itu, kurhaji B juga

memberikan penghormatan dan menjelaskan maksud kedatangan mereka.

44
Perlu dipahami bahwa ritual mananol sama dengan ritual sarung baju sebagai bentuk
legitimasi dan integrasi ke dalam mata-rumah atau negeri. Karenanya mereka yang menyandang
gelar mananol adalah para istri dari anak laki-laki dari negeri amahai. Dalam paham ini, maka
hubungan mananol lama dengan si anak laki-laki adalah tante atau ua dan ipar, yang jika
dipasangkan dalam hubungan dengan uru mananol adalah hubungan ua atau tante, mama, ataupun
konyadu. Konyadu ini adalah sebutan untuk hubungan antar ipar.

75
Penghormatan dilakukan dengan menyebut teon mata rumah dan teon negeri.

Teon mata rumah diartikan sebagai sebuah nama kebesaran dari mata-rumah,

sedangkan teon negeri adalah nama kebesaran negeri atau nama negeri adat yang

diambil berdasarkan bahasa daerah setempat. Penghormatan ini tidak dialamatkan

kepada ayah saja melainkan juga teon mata rumah dan negeri dari ibu mempelai

perempuan. 45 Setelah kurhaji B memberikan penjelasan, kurhaji C membalas

penghormatan itu dan mempersilahkan rombongan masuk dan menjemput

mempelai perempuan. Simbol penjemputan perempuan mananol secara khusus

pun terjadi. Mempelai perempuan digandeng di sisi kiri dan kanan oleh

mananolmata rumah dan dibawa keluar rumah.

Mempelai perempuan pun digiring ke rumah mempelai laki-laki.

Sesampainya disana, kurhaji B yang mengambil mempelai perempuan kembali

memberikan penghormatan kepada para undangan dan menjelaskan bahwa

mempelai perempuan telah sampai. Setelah itu, pasangan suami istri yang

merupakan kepala mata-rumah, menjemput mempelai perempuan dari depan

pintu dan dibawa masuk ke dalam kamar yang telah disediakan untuk

mengenakan baju mananol. Penjemputan pasangan suami-istri yang dipahami

sebagai kepala mata-rumah merupakan suatu bentuk penerimaan dari mata-

rumah.46

45
Wawancara dengan Bpk. Emu hallatu (tokoh adat) dirumahnya tanggal 12 Juni 2018.
46
Pasangan suami istri yang dipandang sebagai kepala mata-rumah biasanya telah dipilih
dalam rapat awal untuk pelaksanaan ritual ini. Si suami biasanya adalah anak mata-rumah dan
istrinya adalah seorang perempuan mananol. Pasangan ini biasanya adalah para “tua-tua” yang
telah mengetahui dengan pasti hubungan dan relasi antara satu dengan yang lain dalam hubungan
kekeluargaan maupun kekerabatan.

76
4. Penyematan baju mananol

Sebelum penyematan baju mananol terjadi didalam kamar, bapak kepala

mata-rumah harus berdoa untuk menyerahkan kelancaran prosesi sarung baju

yang akan berlangsung untukuru mananol dan memohon kepada Tuhan agar

mengizinkan mereka berbicara kepada para nenek moyang untuk menyaksikan

dan memperkenalkan perempuan mananol yang baru.47 Mereka meminta Tuhan

untuk menjaga dan menolong perempuan mananol baru dalam tugasnya yang

baru. 48 Setelah itu, bapak kepala mata-ruma keluar kemudian ibu mata-rumah

mulai menyarungkan baju mananol dengan segala ornamennya. Mengapa ibu

kepala mata-rumah? Alasannya adalah; (a) Karena Ibu kepala mata-rumah adalah

seorang perempuang mananol yang jugabertanggung jawab kepada uru

mananolyang nantinya akan berdampingan dengan dia; (b) Ibu kepala mata-

rumah dilihat sebagai representasi keluarga besar mempelai laki-laki.

Proses ini dimulai dengan membuka kebaya dan menggantikannya dengan

baju mananol berwarna hitam polos, memasangkan mustika mata-rumah49, diikuti

dengan kain salele 50 tanpa melepaskan kain sarung si mempelai perempuan.

Setelah penyematan ini dilakukan mempelai perempuan keluar kamar dan

statusnya berubah dari uru mananol menjadi perempuan mananolmata-rumah

laki-laki. Dengan kata lain, perempuan mananol baru mendapat gelar mata-rumah

47
Wawancara dengan Bpk. Emu Hallatu (tokoh adat) di rumahnya tanggal 12 Juni 2018.
48
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (tokoh adat) di rumahnya tanggal 12 Juni 2018.
49
Mustika mata rumah adalah sebuah kain dengan lambang dan warna dari masing-masing
soa yang telah ditentukan dan dijahit berbentuk bulat atau oval. Biasanya dipakaikan pada bahu
perempuan mananol.
50
Kain salele yang dimaksud dalam ritual ini adalah kain sarung dengan corak warna merah,
yang jika dipakaikan ke perempuan mananol harus selutut si mempelai.

77
atau yang biasa disebut teon mata-rumah. Gelar mata-rumah ini merupakan suatu

bentuk penghormatan dari mata-rumah laki-laki kepada perempuan mananol.51

5. Jamuan apapua

Ritual lalu dilanjutkan dengan makan apapua dan minum sopi atau sageru

yang dilayani langsung oleh mempelai perempuan. Hal ini perlu dilakukan

sebagai sebuah lambang untuk mengikat perempuan mananol yang baru dengan

para undangan yang kapasitasnya sebagai bagian integral mata-rumah. Pandangan

tersebut dikemukakan oleh informan;

Bage apapua deng sopi sageru itu untuk mengikat, kalau tidak antar
apapuaberarti orang seng bisa kanal dia (perempuan mananol yang
baru), harus ada jembatan untuk basa-basi untuk bisa berkenalan atau
memperkenalkan dia punya diri kepada orang yang datang.52

Sopi dan sageru itu dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi


dan bersilahturahmi atau duduk bersama, sageru itu bisa katong liat
sebagai simbol air susu karena dapat dari alam dan dapat
dipergunakan untuk hal-hal baik.53

Dalam melayani para undangan, si mempelai akan ditemani oleh ibu kepala

mata-rumah dan parempuan mananol lama, namun ketika mempelai perempuan

mengantarkan minuman, si mempelai laki-laki harus terlibat. Sambil mempelai

perempuan mengantarkan makanan (apapua) yang terdiri dari siri, pinang, dan

kapur pada setiap undangan, ibu kepala mata-rumah harus memperkenalkan dan

menjelaskan seperti apa hubungan yang terjalin antara mempelai perempuan

dengan orang yang sedang dijamu lengkap dengan panggilan atau sapaan yang

tepat. Pengetahuan tentang jenis hubungan kekeluargaan apa yang terjalin antara

51
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (tokoh adat) di rumahnya tanggal 12 Juni 2018.
52
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (tokoh adat) di rumahnya tanggal 12 Juni 2018.
Informan menggunakan bahasa sehari-hari masyarakat Ambon. Kata bage merujuk pada sebuah
kata kerja yakni membagikan.
53
Wawancara dengan Bpk. Ben Lasamahu tanggal 13 Juni 2018 di rumahnya.

78
mananol baru dengan para keluarga yang datang harus diketahui oleh mananol

lama. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut;

Mananol lama yang antar mananol baru harus tau parsis, bentuk
hubungan seperti apa yang terjalin antar mananol baru dengan orang
yang dikenalkan, karena mananol lama itu dia yang nanti kasi
kanalmananol baru untuk keluarga yang datang. Par bisa tau jenis
hubungannya apa, bisa katong kanal dari sapaan. Contohnya ini ua
(saudara perempuan ayah), atau wate (suami dari saudara perempuan
ayah), konyadu, ipar, dan lain-lain.54

Dalam acara seperti itu harus memperkenalkan mananol, sehingga


mananol tau dia punya keluarga yang mana, mengapa sampai dia ada
di acara, kenapa dia harus duduk sama-sama deng beta (dalam lesa
mananol), kanapa sampai beta harus panggel ua atau konyadu atau
ipar.55

Setelah pembagian makanan selesai, dilanjutkan dengan pembagian sopi dan

sageru didampingi mempelai laki-laki. Pada saat prosesi ini, mempelai laki-laki

bertugas untuk menuangkan sedangkan mempelai perempuan yang memberikan

sopi atau sageru sesuai minat orang yang dijamu.

6. Duduk bersama di lesa mananol.

Sementara kedua mempelai sedang menjamu para undangan, beberapa

orang menyiapkan lesa mananol. Mereka bahu membahu membuka tikar,

mengatur piring-piring, dan menyajikan makanan. Lesa Mananol dilihat sebagai

meja persekutuan, meja diperuntukan bagi para perempuanmananol yang telah

ditentukan pada saat pertemuan awal yang rata-rata hubungan mereka adalah

hubungan ber-konyadu.56 Umumnya mata-rumah mengutamakan perempuan yang

dituakan dalam mata-rumah tersebut, ditambah dengan seorang anak perempuan

54
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (tokoh adat) di rumahnya tanggal 12 Juni 2018.
Informan menggunakan bahasa sehari-hari masyarakat ambon. Kata tau parsis merujuk pada kata
mengetahui dengan pasti; Kata kasi kanal merujuk pada kata kerja memperkenalkan; kata par
berarti “untuk” atau “agar”, jadi kata par bisa tau artinya “agar dapat mengetahui.
55
Wawancara dengan Sdr. Lisa Hallatu (staf pemerintah Negeri Amahai) di kantor saniri
negeri tanggal 22 Juni 2018.
56
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (tokoh adat) di rumahnya tanggal 12 Juni 2018.

79
dari adik laki-laki si ibu kandung mempelai laki-laki yang nantinya akan mewarisi

baju mananol dari mempelai perempuan.

Di lesa mananol, mempelai perempuan dilayani secara khsusus oleh ibu

kepala mata-rumah. Makanan yang disediakan pada lesa mananol merupakan

makanan khas masyarakat Maluku, atau yang biasa dikenal dengan istilah

makanang hari-hari seperti jenis ubi-ubian, papeda, sayur hijau, beberapa jenis

olahan ikan dan buah-buahan seperti pisang. 57 Di meja itu menurut informan,

dapat dijadikan sebagai sarana memberi nasihat;

Kepala mata-rumah dan orang tua yang dituakan yang ada disitu
memberi nasihat dan mengingatkan hubungan bersaudara, bakonyadu,
dia punya kewajiban untuk menasihatkan dan mengingatkan mananol
baru agar tetap menjaga hubungan keluarga yang telah terjalin, intinya
pada saat itu, secara tidak langsung ada nasihat-nasihat dan
pengenalan disampaikan.58

Semua jenis makanan ini, harus dicicipi oleh mempelai perempuan tanpa

terkecuali. Untuk mensiasati hal tersebut oleh ibu kepala mata-rumah, makanan

itu disajikan sedikit-sedikit didalam piring mempelai perempuan. Suasana dalam

lesa mananol itu dibuat senyaman mungkin agar si mempelai menjadi terbiasa

dengan perempuan mananol-mananol lain, dan dapat mengerti proses yang

sedang berlangsung. Tak jarang ada beberapa perkenalan dan basa-basi untuk

mengingatkan ikatan-ikatan yang dibangun pada saat itu.

Duduk bersama dalam lesa mananol adalah tahapan terakhir dari ritual ini

apabila mempelai perempuan adalah sesama anak Negeri Amahai. Namun jika

mempelai perempuan bukan berasal dari Negeri Amahai, maka ritual ini harus

dilanjutkan dengan menggiring mempelai perempuan ke baileu Negeri Amahai

57
Wawancara dengan oma Tet Hallatu (perempuan mananol) dirumahnya tanggal 12 Juni
2018.
58
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (tokoh adat) di rumahnya tanggal 12 Juni 2018.

80
yang temani oleh pasangan kepala mata-rumah, perempuan mananol lama yang

menggandeng mempelai perempuan, kurhaji B, keluarga mempelai perempuan,

dan undangan yang hadir di rumah mempelai laki-laki. Dalam hal ini, staf

pemerintahan negeri dan badan saniri negeri telah lebih dulu pergi ke baileu untuk

menyiapkan acara disana. Mempelai perempuan harus dibawa ke baileu agar

mendapat legitimasi sebagai anak adat Negeri Amahai, dengan kata lain adanya

pengakuan dari negeri sebagai anak adat. Hal ini disampaikan oleh informan;

Baileu itu diibaratkan sebagai negeri kecil. Disini ada lembaga adat,
saniri negeri, dan masyarakat yang memakai tempat ini untuk
berkumpul.59

Dia harus dibawa ke baileu, karena baileu dilihat sebagai mansifestasi


Negeri Amahai secara keseluruhan yang mencerminkan perempuan
itu telah diperkenalkan kepada seluruh Negeri Amahai termasuk pada
leluhur. Yah istilahnya negeri kanaldong.60

Ketika sampai di baileu, penjaga baileu atau yang disebut matokeswano

telah menunggu mereka di depan pintusoa yang ada di baileu. Baileu Negeri

Amahai sesungguhnya memiliki empat pintu yang melambangkan empat soa yang

ada dalam Negeri Amahai, jika individu ingin masuk di Baileu pada saat ritual

adat berlangung, ia diharuskan naik melalui pintu soanya sendiri. Ketika sampai

di depan pintu soa, tanya jawab tentang maksud kedatangan para rombongan

terjadi disini antara matokeswano dengan kurhaji B sebagai perwakilan dari

rombongan. Setelah mendapat kejelasan dari kurhaji B tentang maksud

kedatangan mereka, matokeswano mempersilahkan rombongan untuk naik ke

Baileu. Setelah naik, kurhaji B menjelaskan maksud apa yang dibawa oleh

59
Wawancara dengan Bpk. Ben Lasamahu (anggota saniri negeri) tanggal 13 Juni 2018
dikediamannya.
60
Wawancara dengan Bpk. S. N. Lernaya (kepala saniri Negeri Amahai) di kantor saniri
Negeri Amahai tanggal 13 Juni 2018.

81
rombongan (dalam hal ini apapua). Setelah itu apapua diletakan di jantung

negeri61 atau di tengah-tengah baileu dan rombongan dipersilahkan duduk.Setelah

duduk, mempelai perempuan dibantu oleh ibu kepala mata-rumah dan beberapa

mananol lain menyipkan siri, pinang, kapor, sopi dan sageru dalam tempat siri

khusus raja dan memberikannya kepada Upu Latu. Setelah itu, dilanjutkan dengan

pembagian apapua tersebut kepada semua orang yang naik di atas baileu.

Pengaturan pembagian apapua sama dengan pembagian apapua ketika

rombongan masih berada di rumah.

Setelah makan dam minum selesai, kurhaji B memberikan kesempatan

kepada Upu Latu untuk memberikan wejangan atau nasihat kepada kedua

mempelai. Wejangan yang diberikan ini berupa nasihat dalam menjalani

kehidupan pernikahan, mengingat kapasitas diri sebagai bagian dari Negeri

Amahai yang juga bertanggung jawab untuk menjaga nilai-nilai positif dalam

negeri, persekutuan dan persaudaraan, dan wejangan khusus yang diberikan

kepada si mempelai perempuan yang telah menjadi anggota baru dalam kehidupan

satu mata-rumah, semuanya harus diingat agar dapat diketahui oleh generasi-

generasi selanjutnya62. Setelah semua itu selesai, akan ada doa penutupan oleh

pendeta adat atau maweng dan dilanjutkan dengan kurhaji B yang berpamitan

mewakili rombongan dan sekaligus mengundang staf pemerintah negeri dan

badan saniri untuk mengambil bagian dalam acara makan bersama yang telah

disiapkan oleh keluarga (hal ini bersifat situasional). Jika ada acara makan

61
Jantung negeri adalah sebuah pahatan berbentuk jantung yang diletakan dan menonjol
dibagian bawah sebuah meja yang diletakan tepat di tengah-tengah baileu Negeri Amahai.
62
Wawancara dengan Bpk. F. Hallatu (Upu latu/Raja negeri Amahai) di rumahnya tanggal 12
Juni 2018.

82
bersama yang dilakukan oleh keluarga, maka acara tersebut akan dibuka dengan

doa oleh pendeta.

Aturan yang harus tetap dijalankan oleh mempelai perempuan setelah

ritual ini dilaksanakan adalah ia tidak boleh keluar rumah selama tiga hari dan

tidak diizinkan melepaskan pakaian tersebut selama tiga hari. Setelah tiga hari

memakai baju itu, tepat pada hari minggu baju hitam yang dipakai mempelai

perempuan dilepas oleh ibu mata-rumah dan diberikan kepada sepupu perempuan

si mempelai laki-laki dengan cara menggantungkan baju hitam itu dilehernya.

Sedangkan kain sarung menjadi milik sendiri dan tidak boleh digunakan oleh

siapapun selain mempelai perempuan. Setelah itu, kedua mempelai pergi ke gereja

dan memasukan nakzar pengucapan syukur.

III. 3. Falsafah orang basudara dalam Aruno lahitolo mananol

Falsafah orang basudara lahir dari pengertianya menurut masyarakat

Amahai yang tidak terbatas pada keluarga batih melainkan kolektivitas mata-

rumah yang punya hubungan kekerabatan dan kekeluargaan dengan mereka. Hal

ini disampaikan oleh seorang informan bahwa;

Ritual ini dilakukan untuk menjaga sehingga istri tidak hanya


memandang keluarga atau orang basudara sebatas laki punya mama
dan lain-lain, tetapi dia harus tau bahwa laki punya sepupu, laki punya
sudara-sudara deng yang punya hubungan keluarga.63

Ritual ini penting par keluarga, kalau seng ada ritual sarung baju
katong keluarga sandiri dan katong pung bini cuma tau keluarga-
keluarga yang dekat atau yang satu fam saja, acara-acara bagini bagus
supaya dong tau keluarga tuh yang mana. Karena dari situ bisa saling
bakubantu kalo ada susah, laeng lia laeng.64

63
Wawancara dengan Bpk. H. Pattiasina (tokoh pemuda) dilakukan di rumahnya tanggal 22
juni 2018.
64
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (Tokoh Adat) di rumahnya tanggal 12 Juni 2018.

83
Artinya, mempelai perempuan juga harus mengetahui bahwa hubungan orang

basudara tidak hanya berdasar pada hubungan darah atau gen melainkan melebihi

ikatan itu. Pemaknaan ini juga seharusnya tidak hanya dirasakan oleh mempelai

perempuan saja melainkan keseluruhan individu yang hadir, yang berarti

pemaknaan orang basudara kembali diaktualisasikan lewat setiap rangkaian

ritual. Hal ini tertuang juga dalam pernyataan seorang informan bahwa mananol

adalah upaya kumpul orang basudara dalam kesadaran sebagai orang basudara
65
yang saling menghargai satu sama lain, dan menjadi sebuah media

mempersatukan kembali orang basudara.66

Untuk lebih memahami, berikut ini akan dibahas beberapa nilai dan makna

yang terkandung dalam ritual aruno lahitolo mananol yang secara tidak langsung

akan menjelaskan tentang falsafahorang basudaradi Negeri Amahai:

III.3.1. Nilai-nilai spiritual dalam ritual Aruno Lahitolo Mananol

Rangkaian tahapan aruno lahitolo mananol pada umumnya mengandung

faslafah orang basudarayang identik dengan nuansa kumpul dan gayahidop orang

basudara yang didasarkan pada hakekat pelaksanaan ritual yakni mengumpullkan

orang basudara untuk memperkenalkan mempelai perempuan. Hakekat

mengandung makna dan nilai spiritualitas orang basudara;

1. Saling memiliki. Nilai ini muncul dalam tahapan pertama ritual yakni

nok. Nokatau buang suara bagi masyarakat Amahai adalah cara

mengundang orang untuk menghadiri suatu acara tertentu, biasanya

65
Wawancara dengan Bpk. H. Pattiasina (tokoh pemuda) dilakukan di rumahnya tanggal 22
juni 2018.
66
Wawancara dengan Pdt. Sar Latuny selaku seorang pendeta senior yang sudah berulang kali
mengikuti ritual adat ini. Wawancara dilakukan dirumahnya pada tanggal 20 Juni 2018.

84
dilakukan oleh seseorang (dari yang punya hajatan) dengan menggunakan

baju cele67. Cara ini dipraktekan oleh masyarakat Maluku sejak dahulu,

namun tidak banyak komunitas masyarakat yang tetap mempertahankan

cara ini. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh perkembangan zaman yang

membuat orang banyak menggunakan undangan tertulis untuk

mengundang orang.

Dalam konteks pelaksanaan ritual aruno lahitolo mananol, nok di

pakai untuk mengumpulkan beberapa pihak mata-rumah dalam rapat dan

mengundang sanak saudara yang lain untuk hadir dalam ritual aruno

lahitolo mananol. Artinya, nok tidak hanya berlaku bagi keluarga inti

mata-rumah melainkan pada komunitas dan atau orang basudara suatu

mata-rumah. Komunitas dan orang basudaramata-rumah tidak terbatas

pada individu yang hanya berhubungan darah, melainkan setiap individu

yang punya hubungan kekerabatan dan kekeluargaan seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya.

Dalam konteksnya, sebelum melakukan nok pihak mata-rumah

harus kembali mengidentifikasidengan jeli hubungan-hubungan

kekerabatan dan kekeluargaan (basudara) yang terjalin dengan individu

lain dalam hal ini pihak yang diundang. Tindakan ini memberikan suatu

wadah untuk individu dalam mata-rumah mengetahui, mengingat kembali

serta punya ingatan bersama sebagai orang basudara. Hal ini tentu saja

berpeluang sangat besar utntuk menghindari dan mengantisipasi

perpecahan orang basudara yang marak terjadi akibat individualisme.

67
Baju cele adalah baju khas masyarakat Maluku yang identik dengan warna merah bercorak
kotak-kotak. Baju ini biasanya dipakai dalam acara-acara adat.

85
Pandangan ini juga dituturkan oleh Upu Latu bahwa dengan

menggunakan cara memanggil atau mengundang seperti itu maka

masyarakat akan saling mengenal dan mengetahui status individu dan

keluarga.Selain itu, individu juga memahami dan mengenal diri dalam

hubungan antar satu dengan yang lain, ia akan merasa dihargai, dianggap

ada, dimiliki dan memiliki orang basudara.68

2. Bakukele. Kata bakukele yang dipakai dalam nilai ini mengadopsi

tindakan ber-tanggung jawab dan perasaan senasib sepenanggungan

(solider) yang keduanya berkaitan satu sama lain. Nilai ini muncul

ketikamata-rumah mempelai laki-laki mengadakan rapat untuk membahas

pelaksanaan ritual itu.

Rapat mata-rumah membicarakan banyak hal terkait kelancaran

ritual, mulai dari alur yakni; pembagian tugas kepala mata-rumah; tugas

perempuan mananol untuk menjemput dan menggiring mempelai

perempuan ke mata-rumah dan ke baileu, untuk membantu menjamu

orang basudara yang hadir, sampai hidangan yang nanti akan di sajikan.

Dalam konteks ini muncul sebuah keunikan yakni orang basudara yang

hadir bersedia untuk membantu mempelai laki-laki dalam konsumsi dan

tenaga dalam pelaksanaan ritual. Hal ini berarti individu yang hadir

merasa menjadi bagian dari mata-rumah yang dimaksud dan merasa

senasip dan sepananggungan sebagai orang basudara. Seorang informan

mengatakan bahwa;

Orang banyak liat ritual ini dari sisi ekonomi sehingga putuskan
seng usah biking. Tapi sebenarnya nilai hidop orang basudara tu di
68
Wawancara dengan Bpk. F. Hallatu (Upu Latu/Raja Negeri Amahai), di rumahnya tanggal
12 Juni 2018.

86
situ, orang tatua dolo-dolo biking akang. Karna ritual itu jadi jua
atas kesepakatan keluarga. Kalo ada kurang bahan, nanti dong
datang bawa sesuai dong kebutuhan. Biar akang patatas saisi tapi
dong saling menopang, saling bakutopang supaya ritual itu tetap
dijalankan.69
Artinya informan memberikan penegasan pada gaya hidup orang

basudara yang telah dipraktekan sejak dulu oleh leluhur Negeri Amahai.

Tindakan mereka di dasarkan pada sebuah pengenalan diri serta perasaan

senasip dan sepenanggungan sebagai orang basudara. Dalam pemaknaan

ini, setiap individu yang diberikan tanggung jawab akan turut

melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Individu dalam bingkai

pemaknaan ini diharuskan memaksimalkan potensi dan peran mereka.

Artinya, individu dapat menyadari bahwa masing-masing mereka

memiliki kemampuan dan dapat berguna bagi diri sendiri dan orang di

sekeliling mereka.

Selanjutnya, pembagian tugas yang diberikan dalam rapat mata-

rumahadalahtanggung jawab yang harus dilakukan oleh individu, namun

sesungguhnya tidak hanya diberikan kepada individu tertentu dalam

mata-rumah melainkan juga kepada totalitas orang basudara yang

menerima mempelai perempuan. Artinyaketika mempelai perempuan

masuk dalam mata-rumah laki-laki dan menerima gelar mata-rumah, ada

sebuah tanggungjawab baru yang diemban orang basudara yaitu,

69
Wawancara dengan Pdt. Sar Latuny anak negeri amahai yang sudah bertahun-tahun
mengikuti dan melayani dalam ritual aruno lahitolo mananol. Wawancara ini dilakukan di
rumahnya tanggal 20 Juni 2018. Wawancara menggunakan bahasa sehari-hari masyarakat Maluku.
Kata orang tatua dolo-dolo merujuk pada para leluhur karena kata orang tatua berarti “orang tua
yang terdahulu; Kata patatas dan saisi merupakan dua kata berbeda, patatas adalah jenis ubi-ubian
yang ada di Maluku, sedangkan saisi merujuk pada jumlah buah tersebut yang berarti satu buah,
atau buah yang sedikit.

87
menghargai, mengajar dan menjaga mempelai perempuan. Hal ini

sampaikan oleh Upu Latu;

Ketika perempuan diterima dalam mata-rumah laki-laki, disitu


perempua dihargai dengan aturan adat. Pihak laki-laki dan
keluarganya harus melindungi perempuan itu. Ketika dia sudah
bergabung dalam lesa mananol dan bahkan sudah ke baileu, berarti
dia sudah menjadi bagian Negeri Amahai. Oleh karna itu aturan
adat untuk menghargai dan menghormati dia diberlakukan untuk
melindungi dia.70

Sepakat dengan pendapat tersebut, Nik Sedubun menjelaskan bahwa

perempuan seyogianya dianggap sebagai sebuah lambang kehidupan,

karena ia yang nantinya akan memberikan dan mewariskan hidup itu

(dalam hal keturunan/anak), sehingga individu maupun komunitas yang

menerima harus bertanggungjawab dan menjaganya.71

Disisi lain, tanggungjawab juga diberikan kepada mempelai

perempuan yang memasuki komunitas orang basudara. Pemberian status

mananol mata-rumah mengharuskannya mengetahui alur ritual aruno

lahitolo mananol agar dilain kesempatan ia juga bisa bertanggungjawab

mengurus uru mananol (calon perempuan mananol) yang lain. Selain itu,

seorang istri, dan ibu ia harus mengenal dan memahami gaya hidup dan

tinggal berdampingan dengan orang basudara agar ia dapat mewariskan

nilai hidup orang basudara kepada anak-anaknya.72

Seiring perkembangan zaman kebiasaan yang yang mengajarkan

tindakan bertanggungjawab mulai menghilangdan pembagian tugas

70
Wawancara dengan Bpk. F. Hallatu (Upu Latu/Raja Negeri Amahai), di rumahnya tanggal
12 Juni 2018.
71
Wawancara dengan Bpk. N. Sedubun (Mph Sinode GPM) tanggal 10 Juli 2018 di Kantor
Sinode Gereja Protestan Maluku.
72
Wawancara dengan Bpk. S.N. Lernaya (Kepala Saniri Negeri Amahai), tanggal 13 Juni 2018
di kantor saniri Negeri Amahai.

88
menjadi formalitas semata karena dinilai menyusahkan keluarga. Hal ini

disampaikan oleh seorang informan yang mengatakan bahwa:

Ada beberapa masyarakat yang memutuskan untuk tidak


melaksanakan ritual ini karena masalah ekonomi, padahal budaya
itu ada untuk saling bantu lewat sumbangan-sumbangan, namun
karena modernitas dan pemikiran tidak usah bikin repot keluarga
dan terpengaruh dengan pikiran-pikiran ini yang akan bikin sampai
kedua pengantin harus tanggong sandiri, makanya jadi seperi itu.73

Artinya pola pikir individualis mempengaruhi sebagian besar masyarakat,

sedangkan beberapa individu yang mengetahui aturan, makna dan nilai

ini tetapi tidak berani mengangkatnya kembali karena merasa terancam

dengan konsekuensi yang akan diterima. Meskipun demikian, rasa solider

dan tanggung jawab seperti yang dijelaskan sebaiknya diberdayakan dan

diwariskanterus-menerus untuk kepentingan orang basudara dikemudian

hari.

3. Menyatukan. Ketika individu diterima dalam mata-rumah secara tidak

langsung dia sudah diterimadan mengalami suatu penyatuan dengan

komunitas mata-rumah tersebut. Tahapan penjemputan mempelai

perempuan oleh mata-rumah laki-laki merupakan awal dari simbol

menerima dan menyatukan.

Tindakan menggandeng yang dilakukan perempuan mananol mata-

rumah kepada mempelai perempuan dilihat sebagai bentuk ajakan untuk

masuk dalam persekutuan mananol dan mata-rumah dalam paham orang

basudara. Penyatuan ini ditegaskan kembali ketika mempelai perempuan

tiba di rumah mempelai laki-laki. Pada saat itu ibu kepala mata-rumah

73
Wawancara dengan Bpk. R. A. Latuny (laumula puuno/penguasa laut) di rumahnya tanggal
15 Juni 2018.

89
menggandeng mempelai perempuan dan mengantarnya masuk ke dalam

rumah, berdoa bersamanya, dan memakaikan baju mananol lengkap

dengan mustika mata-rumah dan kain salele.Artinya, mempelai

perempuan telah menyatu dengan kolektivitas mata-rumah dan

sebaliknya.

Baju mananol harus dipakai selama tiga hari dan harus

menyerahkannya kepada sepupu perempuan mempelai laki-laki dari pihak

ibu pada hari ketiga. Tindakan ini punya makna tertentu, seperti yang

dijelaskan informan;

Baju yang diberikan sebagai simbol membentuk sebuah


persekutuan dan kekeluargaan dengan mereka yang jauh. Dimana
bersaudara bukan dengan yang dekat saja, tetapi juga dengan yang
jauh.74

Artinya, persekutuan orang basudara luas dan tidak terbatas pada

persekutuan mata-rumah yang patriakhal, tetapi persekutuan orang

basudara mencakup semua elemen keluarga.

Pada point sebelumnya telah dijelaskan jika mempelai perempuan

berasal dari luar Negeri Amahai, ia harus dibawa ke baileu dan

melakukan acara inisiasi ke dalam Negeri Amahai. Hal ini disampaikan

juga oleh informan;

Bawa nai ke baileu untuk kasi masuk dia sebagai bagian dari
Negeri Amahai dan memberi nama teon negeri Lounussa Maatita,
atau sebagai anak negri tete-nene-moyang su kanal dia bagian dari
keluarga besar Amahai.75

Artinya, pemberian nama teon memberikan penegasan pada setiap

masyarakat baik yang hadir maupun yang tidak bahwa mempelai

74
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (Tokoh Adat), tanggal 12 Juni 2018 di rumahnya.
75
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (Tokoh Adat), tanggal 12 Juni 2018 di rumahnya.

90
perempuan telah menjadi bagian dari Negeri Amahai. Selain itu, diatas

baileu juga terjadi beberapa proses yakni; menjamu orang basudara yang

ada dalam baileu dengan apapua yang menjadi simbol ikatan dan

persekutuan dan juga pemberian nasihat oleh Upu Latu. Tahapan ini

merupakan penegasan kembali tentang penerimaan dan penyatuan

mempelai perempuan dengan keutuhan orang basudara Negeri Amahai,

termasuk leluhur Negeri. Hal tersebut disampaikan oleh Upu Latu;

Pada saat su biking mananol itu, dia juga harus melihat keluarga.
yang dimaksudkan adalah bukan saja laki-laki dan perempuan yang
dipersatukan dalam pernikahan tetapi juga ketika menikah itu
saudara-saudara juga merupakan bagian dari keluarga besar
tersebut.76

Pesan ini berarti mempelai perempuan harus menjaga tali persaudaraan

yang diikat dengan tidak memandang individu dalam persekutuan orang

basudara sebagai musuh atau saingan melainkan sebagai bagian dari

dirinya sendiri.

4. Menuntun dan menopang. Nilai ini sudah tersirat sejak diadakannya

rapat mata-rumah ketika orang basudara bersepakat untuk membantu

menopang kelancaran ritual dengan cara membawa bahan makanan.

Namun lebih nampak ketika jamuan apapua mempelai perempuan

dibimbing oleh ibu kepala mata-rumah untuk mengenal dan mengetahui

hubungan persaudaraan yang terjalin antara mempelai perempuan dan

orang yang dijamunya. Membimbing dalam aruno lahitolo

mananoladalah kata kiasan untuk menjelaskan kewajiban seseorang

seperti ibu kepala mata-rumah yang berkewajiban mengambil peran

76
Wawancara dengan Bpk. F. Hallatu (Upu Latu/Raja Negeri Amahai), di rumahnya tanggal
12 Juni 2018.

91
orang-tua dalam memberikan contoh yang baik kepada anak-anak, salah

satunya dengan mengenal hubungan persaudaraan yang tercipta. Tindakan

ini menurut M. Pattirane, merupakan bentuk pewarisan nilai yang positif

dan aktif yang berdampak baik pada individu dan masyarakat.77

Seorang informan mengatakan bahwa;

Ada beberapa keluarga yang tidak memperkenalkan hubungan-


hubungan kekeluargaan saat membagi apapua karena tidak
mengenal saudara yang datang. Orang tua tidak memperkenalkan
karena orang tua jarang mengikuti ritual ini. ini sangat fatal karena
jika orang tua tidak tau keluarga, dia tidak bisa memberi tau
anaknya.78

Penyataan informan mengungkapkan kekesalannya pada perilaku

individu bernotabene sebagai orang tua karena tidak menjalankan

kewajibannya sebagai orang tua yang harus membimbing anak-anak

tentang hidop orang basudara yang mengenal saudaranya. Menurutnya

hal ini terjadi karena kurangnya interaksi antara orang tua dengan

saudara, dan ketidakpedulian orang-tua dengan acara-acara yang

mempertemukan orang bausdara seperti dalam aruno lahitolo mananol.

Karenanya tugas membimbing yang digambarkan dalam proses

perkenalan mempelai perempuan dengan para undangan menggambarkan

penekanan sikap yang harus lebih dilihat dan dimiliki oleh orang tua.

Tindakan membimbing juga ada ketika sesi nasihat di atas baileu oleh

Upu Latu. Dari pengakuan informan isi petuah atau nasihat Upu Latu

yaitu;

77
Wawancara dengan Pdt. M. Patirane (KMJ Jemaat Gpm Amahai-Soahuku) di pastori Jemaat
GPM Amahai-Soahuku tanggal 19 Juni 2018.
78
Wawancara dengan Sdr. Lisa Hallatu (Staff Pemerintah Negeri Amahai) di kantor Negeri
Amahai tanggal 22 Juni 2018.

92
Bapa Raja kasi nasihat agar masyarakat bisa menerima perempuan
mananol dan sebaliknya, kehidupan harus baik dengan keluarga,
kaweng suami berarti kaweng samua, kasi erat ikatan persaudaraan
lalu jangan hilangkan adat.79

informan mengungkapkan isi petuah yang disampaikan Upu Latu

kepadanya dan semua individu yang hadir. Dapat dilihat ritual ini

memberikan ruang bagiUpu Latu untuk memberikan arahan sebagai

bentuk bimbingannya kepada masyarakat ditengah kesibukan dan

modernitas yang ada agar kekerabatann dan kekeluargaan tetap terjaga

dan tidak terpecah.

Di sisi lain tidak hanya diperkenalkan melalui tindakan ibu kepala

mata-rumah namun melalui tindakan para mananol mata-rumah yang

turut mengantar bahkan punya peranan yang sangat besar ketika

mempelai perempuan menjamu para undangan. Sikap yang digambarkan

mananol mata-rumah pada saat itu adalah bentuk penopangan80, karena

tanpa bantuan dan penopangan dari mananol mata-rumah mempelai dan

ibu kepala mata-rumah akan kelabakan. Perempuan mananol dan setiap

individu yang mengikuti ritual itu digiring untuk memaknai makna cara

hidop orang basudara yang harus saling menopang satu sama lain.

tindakan ini juga seharusnya dapat memacu kesadaran setiap individu

untuk melihat sesamanya sebagai orang basudara dan bukan saingan

apalagi musuh.

5. Menghargai. Nilai ini berbanding lurus dengan menghormati dan

mengasihi satu sama lain. Faktor yang turut menopang nilai ini adalah

79
Wawancara dengan mama En Lasamahu (perempuan mananol), dirumahnya tanggal 15 Juni
2018.
80
Wawancara dengan Pdt. Sar Latuny, di rumahnya tanggal 20 Juni 2018.

93
identitas diri yang merujuk pada pengenalan diri individu ketika berada

bersama orang lain. Aruno lahitolo mananol punya cara untuk

mengungkapkan identitas diri seseorang yaitu melalui sapaan yang

melaluinya individu mengetahui siapa dirinya bagi orang lain, tata-krama,

dan batasan-batasan tertentu. Perihal ini memang dilindungi dalam

aturan-aturan adat yang berlaku di Negeri Amahai. Sapaan

disosialisasikan ketika proses menjamu undangan dengan apapua dan

sopi. Dalam tahapan ini, ibu kepala mata-rumah harus mendampingi

mempelai perempuan untuk menjamu, sambilmemperkenalkan orang

yang dijamu dan menjelaskan hubungan dan sapaan antar keduanya.81

Masyarakat Amahai memiliki konsep sapaan mama, papa, ipar,

konyadu, ua, wate dan beberapa sapaan lainnya untuk menjelaskan

seberapa dekat hubungan antar individu tersebut. Konyadu adalah sapaan

antar ipar, sedangkan ipar adalah sapaan istri kepada saudara suami atau

sebaliknya. Ua adalah sapaan anak kepada saudara ayah atau ibunya

sedangan wate adalah sapaan anak kepada suami saudara perempuan ayah

atau ibu. Selain itu, ada juga perbedaan saudara ayah dan ibu antara yang

lebih tua dan yang muda. Anak menyapa saudara laki-laki yang lebih tua

dengan sebutan papa tua dan saudara laki-laki yang lebih muda dengan

sapaan om, saudara perempuan yang lebih tua dengan sapaan ua dan yang

lebih muda dengan sapaan tante.

Bentuk sapaan memberikan sebuah identitas dan aturan-aturan

tertentu yang berlaku dalam masyarakat. Hal itu bertujuan agar individu

81
Wawancara dengan Bpk. H. Pattiasina (tokoh pemuda) dilakukan di rumahnya tanggal 22
juni 2018.

94
dapat saling menghargai satu sama lain, seperti yang disampaikan Upu

Latu;

Dalam hal ini ada beberapa aturan yang mengikat sehingga


keluarga laki-laki tidak boleh sabarang memperlakukan istrinya
(perempuan mananol). Disini ada nilai saling menghargai
contohnya ketika adik laki-laki dari suami atau katakanlah ipar
melihat perempuan mananol ini memakai kain dada maka akan
kena denda apalagi sampai mengeluarkan kata-kata kasar.82

Pernyataan Upu Latu menegaskan sapaan dapat menunjukan identitas dan

penegasan hubungan antar individu yang turut mengarahkannya pada

aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat.

Penegasan identitas melalui sapaan dalam ritual aruno lahitolo

manano membuat individu tau sudara (dibaca: mengenal saudara) dan

mampu menjelaskan, mempertahankan, dan mempererat rasa saling

menyayangi dan saling mengerti sebagai orang basudara.83 Hal penting

karena realitas kekinian orang basudara selalu identik dengan gaya hidup

modernitas sehingga tak jarang dapat menimbulkan dampak negativ

seperti persaingan antar individu. Salah satu informan menegaskan

bahwahal ini juga dapat terjadi dalam hubungan berkonyadu, beripar,

hubungan mertua dengan menantu, atau antar menantu, hingga membuat

hubungan mereka sering tidak harmonis dan menimbulkan kesenjangan


84
diantara mereka. Karenanya nilai saling menghargaiakan mampu

meminimalisir konflik bahkanmenghapus “gengsi” dari tiap individu,

seperti yang dijelaskan informan lainnya;

82
Wawancara dengan Bpk. Toppo Soparue (Tokoh Adat), tanggal 12 Juni 2018 di rumahnya.
83
Wawancara dengan Bpk. F. Hallatu (Upu Latu/Raja Negeri Amahai), di rumahnya tanggal
12 Juni 2018.
84
Wawancara dengan Bpk. H. Pattiasina (tokoh pemuda) dilakukan di rumahnya tanggal 22
juni 2018.

95
Dalam ritual ini, katong bisa tau silsilah keluarga, kalo katong tau
silsilah keluarga itu maka katong akan tau katong punya sudara.
Nah ini bagus dan berguna untuk katong kerukunan, dalam artian
mananol bisa merekatkan deng bisa mengingatkan dong tentang
orang basudara.85

Kalau ana-cucu deng orang tatua seng tau sudara, dong seng ada
sopan santun, makanya bisa saja ada konflik. Hal ini pernah terjadi,
padahal ketika baktutanya-bakutanya ternyata ini dong punya
sodara sandiri.86

Kedua pernyataan ini saling berkaitan dan menekankan pentingnya ritual

dalam rangka memahami kesadaran diri sebagai bagian dari orang

basudara yang saling mengenal dan saling menghargai satu sama lain.

6. Cinta kasih. Menikah berarti keduanya memutuskan untuk saling

menerima satu sama lain apapun keadaannya, karena terjadi

penggabungan dan penyatuan yang mengharuskan penerimaan secara

utuh, baik kedua mempelai maupun orang basudara.

Tahapan lesa mananol selalu dianggap masyarakat sebagai meja

perempuan mananol karena hanya diduduki oleh mananol mata-rumah.

Meski begitu, lesa mananol juga dianggap tempat perkenalan keseharian

keluarga, karena pada moment ini mempelai perempuan diperkenalkan

pada makanan yang diasumsikan sebagai konteks keseharian orang

basudara yang sederhana namun penuh cinta kasih.87

Lesa mananol tidak menggunakan meja melainkan tikar dan diletakan

di lantai, makanan yang biasanya tersedia diatasnya yaitu hasil kebun

85
Wawancara dengan Bpk. Ben Lasamahu (Anggota Saniri Negeri) tanggal 13 Juni 2018 di
rumahnya.
86
Wawancara dengan Bpk. S.N. Lernaya (Kepala Saniri Negeri Amahai) tanggal 13 Juni 2018
di kantor saniri Negeri Amahai. Beberapa kata-kata informan merupakan bahasa sehari-hari
masyarakat Maluku, kata bakutanya-bakutanya diartikan dengan sikap mencari tahu sesuatu yang
berhubungan dengan subjek yang dibicarakan.
87
Wawancara dengan Pdt. Sar Latuny, di rumahnya tanggal 20 Juni 2018.

96
yang dikenal dengan istilah makanang hari-hari atau makanang kampong

seperti papeda, nasi, aneka olahan ikan, sayuran hijau seperti kankung,

ubi-ubian, dan pisang. Jenis makanan ini melambangkan sebuah

kesederhanaan karena melambangkan “keseharian” keluarga. Mempelai

perempuan dan setiap individu pada saat itu dilatih untuk hidop apa-

adanya, tidak banyak mengeluh dan mampu bersyukur, serta memiliki

kasih sayang dan perhatian antar orang basudara. Keharusan untuk

mencicipi semua makanan juga mengisyaratkan penyatuan mempelai

perempuan dan pengenalan dasar persekutuan orang basudara yang

sederhana tetapi saling mendukung dan saling menopang. Hal ini

disampaikan oleh informan bahwa;

Persekutuan itu ada dengan makanan hari-hari, makanya mempelai


perempuan jua diperkenalkan dengan makanang hari-hari yang
sangat sederhana. Istilahnya memperkenalkan kalo ini katong
makanan di keluarga, makanan apa adanya. Pertama mulai makan
dari tampa garam yang melambangkan persekutuan, karena semua
orang yang makan diatas meja makan itu, mengambil garam hanya
dari tempat garam itu. terkhusus bagi perempuan mananol baru,
suasana yang terbangun disitu juga suasana yang tenang dan
senang saja. Perempuan mananol itu harus belajar untuk menikmati
makanan-makanan yang sederhana, yang mungkin saja tidak biasa
dimakan olehnya.88

Pendapat diatas menggambarkan bahwa lesa mananol dilihat sebagai

konstruk budaya Negeri Amahai yang mengajarkan dan mempertemukan

basudara. Individu dan masyarakat yang mempunyai budaya ini

sejatinya selalu menampakan ciri khas tersendiri sebagai simbolisasi

yang mudah dikenali. Makanang hari-hari yang dihidangkan dan harus

dinikmati oleh para mananol mata-rumah menjurus pada suatu

88
Wawancara dengan Pdt. Sar Latuny selaku seorang pendeta tua yang sudah berulang kali
mengikuti ritual adat ini. wawancara dilakuan di rumahnya pada tanggal 20 juni 2018.

97
pemaknaan hidup orang basudara yang tidak selalu berfokus pada

kelimpahan ekonomi, melainkan dalam sebuah kesederhanaan dan

kehangatan. Sedangkan tampa garam diatas lesa mananol

melambangkan sebuah persekutuan karena semua mengambil garam

dalam satu tempat.

Disisi lain, lesa mananol juga berfungsi sebagai media penegasan juga

pemulihan orang basudara.89 Hal ini dapat terjadi karena lesa mananol

diduduki oleh para perempuan yang berstatus mananol mata-rumah.

Artinya dengan duduk dan berbincang bersama, satu tampa garam, satu

ikatan persaudaraan dapat meruntuhkan dinding pemisah antar satau

sama lain dan dapat kembali menegaskan kembali ikatan mereka sebagai

orang basudara.

III.4. Rangkuman

Bab ini telah membahas hasil temuandi lokasi penelitian, adapun beberapa

hal penting dari bab ini adalah sebagai berikut;

1. Aruno lahitolo mananol merupakan bentuk ritual inisiasi mempelai

perempuan ke dalam mata-rumah laki-laki, mempertemukan dan

memperkenalkan orang basudara, pengaktulisasian kembali relasi dan

falsafah orang basudara yang dapat menciptakan dan mewujudkan

hubungan harmonis.

2. Makna filosofis dalam ritual ini adalah orang basudara yang dilihat

sebagai kata sifat yang mengartikan suatu keadaan dan gaya berkehidupan

sebagai orang basudara. Mengapaorang basudara? Alasannya adalah; (a)

89
Wawancara dengan mama En Lasamahu (perempuan mananol), di rumahnya tanggal 15 Juni
2018.

98
Karena hasil penelitian mengungkapkan kolektivitas mata-rumah disebut

sebagai orang basudara yang tidak hanya berasal dari integral mata-

rumah dalam hal ini pihak yang berasal dari gen yang sama atau hubungan

kekeluargaan seperti saudara sepupu saja, melainkan setiap individu yang

berasal dan punya hubungan kekereabatan dan kekeluargaan dengan pihak

mata-rumah termasuk para leluhur. (2) Dalam kenyataan ini, lahirlah

lingkaran orang basudara yang tidak terbatas pada satu marga atau

keluarga inti namun dapat mencapai setengah jumlah penduduk Negeri

Amahai, mereka kemudian mengalami pengalaman bersama yang pada

akhirnya melahirkan ikatan emosional orang basudara dan gaya hidop

orang basudara.

3. Adapun nilai spiritual dalam ritual ini adalah; nilai memiliki sebagai orang

basudara;bakukelesebagai orang basudara yang punya rasa solider dan

bertanggung jawab, menyatukanorang basudara, menuntun dan menopang

sebagai gaya berkehidupan orang basudara,menghargai antar sesama

orang basudara, cinta kasih yang dapat menerima orang basudara apapun

kondisinya.

4. Filosofi dan nilai spiritual tertuang dalam tahapan ritual sebagai berikut;

a. Nok : Cara mengundang orang basudara secara lisan tanpa

undangan tertulis. Hal ini dilakukan untuk mengundang beberapa

pihak yang dituakan untuk mengatur jalannya prosesi ritual dan kepada

kolektivitas orang basudara.

b. Rapat mata-rumah : Dilakukan untuk membicarakan dan

merencakan jalannya ritual.

99
c. Penjemputan Mempelai perempuan

d. Penyematan baju

e. Menjamu orang basudara

f. Duduk bersama di lesa mananol :Ini adalah prosesterakhir dari

rangkaian ritual aruno lahitolo mananol apabila mempelai perempuan

juga berasal dari Negeri Amahai. Tetapi apabila mempelai perempuan

bukan berasal dari Negeri Amahai maka prosesi ini harus dilanjutkan

di Baileu Negeri Amahai. Tahapan di atas baileu mulai dari

penyapaan, makan dan minum bersama (apapua, sopi dan sageru),

nasehat oleh Upu Latu, dan doa bersama. Setelah itu, apabila dari

pihak keluarga menyediakan makanan, maka semua masyarakat dan

orang basudara beserta staf pemerintah negeri dan badan saniri negeri

kembali ke rumah mempelai dan dipersilahkan makan.

100

Anda mungkin juga menyukai