Bila berjalan-jalan ke Kota Solo, maka tak sah rasanya bila belum melintas di Jalan
Slamet Riyadi. Bagaimana tidak, jalan ini merupakan jalan poros utama Kota Solo,
sekaligus dikenal sebagai jalan teramai dan jantung Kota Solo. Bila sudah melintas ke
sana, kita tentu sempat melihat sebuah patung seorang pria yang tengah
mengacungkan pistol persis di ujung jalan ini.
Itulah sosok Brigadir Jenderal Ignatius Slamet Riyadi, pahlawan nasional yang
namanya diabadikan sebagai jalan utama dan terpanjang yang berada di tengah kota
Solo dan juga sebuah monumen berupa patung yang letaknya berada di tengah-
tengah kota Solo yang kita kenal sebagai Monumen Slamet Riyadi.
Monumen Slamet Riyadi dibangun pada tanggal 18 Februari 2006, yang menjadi
tanggal peletakan batu pertamanya. Pembangunan memakan waktu sekitar 19
bulan, hingga akhirnya patung ini diresmikan pada 12 November 2007 oleh Kepala
Staf TNI Angkatan Darat, Djoko Susanto dan wali kota Solo saat itu, Joko Widodo,
yang saat ini menjabat sebagai Presiden RI. Pembangunan ini menghabiskan dana
sekitar Rp.350.000.000.
Secara ukuran, monumen patung Slamet Riyadi memiliki bentuk visual dengan tinggi
7 meter ditambah landasannya memiliki 4 meter, sehingga total keseluruhan
tingginya adalah 11 meter. Ternyata tinggi patung Slamet Riyadi ini harus mengikuti
aturan dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Pasalnya, pihak keraton menghendaki
agar tinggi itu tidak melebihi tinggi gapura keraton Surakarta.
Monumen ini menggambarkan sosok Slamet Riyadi yang sedang berdiri dengan
tegak dan gagah sambil mengacungkan sebuah pistol. Dalam proses pembuatan
monumen, ide pose mengacungkan pistol telah disetujui oleh TNI dan I Nyoman
Nuarta (designer konsep monumen). Menurut Letkol Inf Adi Sadputro (mantan
dandim Surakarta), pose itu dipilih karena menandakan sang Brigjen tengah
memberikan aba-aba komando kepada pasukan walaupun sebenarnya pose itu
hanya rekaan saja, yaitu tidak diambil dari sebuah momen tertentu dalam sejarah
hidup Slamet Riyadi.
Singkat cerita, Slamet Riyadi lahir dengan nama Sukamto di Donokusuman Solo, 28
Mei 1926 putra dari Idris Prawiropralebdo, seorang anggota legium Kasunanan
Surakarta. Mengenyam pendidikan di HIS kemudian MULO Afd B dan pada akhirnya
ke Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT).
Sebagai lulusan terbaik dan berhak menyandang ijazah navigasi kemudian ditambah
beberapa kursus navigator maka beliau menjadi navigator dari kapal kayu yang
berlayar antar pulau Nusantara. Sejak penjajahan Jepang, beliau melakukan
pemberontakan keberaniannya memelopori perebutan kekuasaan politik dan militer
di kota Solo dari tangan Jepang yang dipuncaki pada peristiwa penyerangan markas
tentara Jepang saat akan diadakannya peralihan kekuasaan di Solo oleh Jepang yang
dipimpin oleh Tyokan Watanabe yang merencanakan untuk mengembalikan
kekuasaan sipil kepada kedua kerajaan yang berkedudukan di Surakarta yaitu
Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran.
Perjuangan Slamet Riyadi dalam membela tanah air memang harus diacungi jempol.
Bangsa Indonesia harus meneruskan perjuangannya dengan membangun Indonesia
menjadi bangsa yang makmur dan sejahtera. Indonesia memberikan penghargaan
tertinggi kepada Slamet Riyadi dengan dibangun monumen dan patung Slamet Riyadi
di tengah kota Solo yang dibangun di ujung jalan Slamet Riyadi sebelah timur yang
berbatasan dengan Kawasan Gladak dan dekat dengan Kraton Kasunanan Surakarta.
Bagi beberapa pihak menyambut positif pembangunan monumen ini. Namun ada
segelintir pihak yang menyayangkan lokasi pembangunan monumen yang
bertentangan dengan budaya masyarakat Solo. Posisi patung yang membelakangi
kraton dinilai kurang santun/sopan terhadap kraton sebagai pusat budaya Solo.
Masalah ini memang belum meluas namun diharapkan tata bangun monumen dan
patung dikembalikan kepada budaya kota Solo pada tahap renovasi ke depan.
2. Monumen 45 Banjarsari.
Disisi sebelah selatan Monumen 45 Banjarsari yang juga menjadi gerbang pintu
masuk Taman Banjarsari terdapat tulisan Villa Park Banjarsari. Monumen 45
Banjarsari ini persisnya terletak di Kelurahan Setabelan, Kecamatan Banjarsari.
Taman ini sangat dekat dengan Pasar Legi. Ke arah barat, monumen ini sangat dekat
dengan Stasiun Solo Balapan, sedangkan ke arah selatan menuju kawasan
Mangkunegaran. Ke arah utara menuju Terminal Tirtonadi.
Dengan adanya pemeliharaan yang baik dari Pemerintah Kota, semoga dapat
dimanfaatkan masyarakat sebagai wahana edukasi sejarah sekaligus sebagai area
publik untuk berolahraga dan berekreasi.