TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman penutup tanah yang biasa digunakan pada lahan perkebunan terdiri atas dua
tipe yaitu legum dan non-legum. Tanaman penutup tanah dari golongan legum umum
digunakan di areal tanaman baru atau tanaman ulang biasanya berupa kacangan yang
menjalar. Menurut Risza (1994), tanaman penutup tanah memiliki beberapa fungsi
antara lain mengurangi erosi permukaan tanah, merombak bahan organik dan
cadangan unsur hara, menekan perkembangan gulma, menekan gangguan kumbang,
dan menjaga kelembaban tanah serta memperbaiki aerasi. Selain itu terdapat
keuntungan menggunakan tanaman legum karena bintil akar yang mengandung
bakteri Rhizobium membantu dalam pengikatan nitrogen bebas dari udara. Jenis
tanaman penutup tanah yang umum digunakan di perkebunan kelapa sawit adalah
golongan kacang-kacangan seperti Pueraria javanica, Centrosema pubescens,
Calopogonium muconoides, C. caeruleum, dan jenis lainnya (Syamsulbahri, 1996).
Kurang lebih 80% dari udara di atmosfer adalah gas nitrogen (N 2 ). Namun N 2 tidak
dapat digunakan secara langsung oleh sebagian besar organisme. Kebanyakan
organisme menggunakan nitrogen dalam bentuk NH 3 sebagai penyusun asam amino,
protein, dan asam nukleat. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang mengubah N 2
menjadi NH 3 yang kemudian akan digunakan secara biologi. Proses ini dapat terjadi
secara alamiah oleh mikroba (Lindemann & Glover, 1998).
Rhizobium yang efektif pada bintil akar mampu memenuhi seluruh atau
sebagian kebutuhan N bagi tanaman. Berdasarkan kemampuan tersebut Rhizobium
memiliki andil yang cukup besar dalam peningkatan produktivitas pertanian terutama
kacang-kacangan (Arimurti et al., 2000). Dalam jaringan bintil akar bakteri tersebut
memfiksasi nitrogen dan mengubahnya menjadi ammonium yang selanjutnya
dimanfaatkan oleh tanaman. Hal ini menyebabkan kondisi pertumbuhan tanaman
berbintil akar lebih baik dibandingkan tanpa bintil akar (Martani & Margino, 2005).
Tidak semua jenis tanaman kacangan yang diuji sejauh ini telah membentuk
nodul, kira-kira sekitar 10% dari jenisnya telah diperiksa. Genus Rhizobium yang
termasuk famili Rhizobiaceae terdiri dari beberapa spesies legum tapi tidak dengan
yang lain. R. leguminosarum misalnya, mampu membentuk nodul yang efektif pada
akar Pisum sativum, Vicia dan Lithyrus, tapi tidak pada Trifolium, Medicago sativa
dan banyak legum lainnya. R. trifolii membentuk nodul pada berbagai jenis clover tapi
tidak pada Pisum sativum, bean dan lainnya (Tabel 2.1). Kelompok dari jenis tanaman
yang berbeda yang mungkin nodul dengan jenis Rhizobium yang sama disebut cross-
inoculation groups (Mulder & Woldendorp, 1969). Beberapa spesies Rhizobium dan
tanaman simbiosisnya (Rao, 1994):
Simbiosis Rhizobium dengan tanaman legum dicirikan oleh pembentukan bintil akar
pada tanaman inang (Gambar 2.2) . Pembentukan bintil akar diawali dengan sekresi
produk metabolisme tanaman ke daerah perakaran (nod factors) yang menstimulasi
pertumbuhan bakteri, berupa liposakarida (Burdas, 2002). Eksudat akar yang
dihasilkan tanaman legum tersebut memberikan efek yang menguntungkan untuk
pembelahan Rhizobium di tanah (Mulder & Woldendorp, 1969).
Pelekatan Rhizobium pada rambut akar juga dapat terjadi karena pada
permukaan sel Rhizobium terdapat suatu protein pelekat yang disebut rikodesin.
Senyawa ini adalah suatu protein pengikat kalsium yang berfungsi dalam pengikatan
kompleks kalsium pada permukaan rambut akar (Yuwono, 2006).
Menurut Yuwono (2006), secara umum pembentukan bintil akar pada tanaman
legum terjadi melalui beberapa tahapan:
1. Pengenalan pasangan sesuai antara tanaman dengan bakteri yang diikuti oleh
pelekatan bakteri Rhizobium pada permukaan rambut akar tanaman.
Efisiensi dan efektivitas dari suatu strain Rhizobium pada bintil akar dapat
diamati dari warna kemerahan yang tampak pada bintil akar (Richards, 1987).
Lahan yang ditanami dengan tanaman legum terkadang masih membutuhkan inokulasi
tambahan Rhizobium. Bagaimanapun juga, inokulasi pada tanaman tidak selalu dapat
berkompetisi dengan baik dengan mikroba alami tanah atau terhadap kondisi tanah
yang kurang mendukung pertumbuhan dari strain yang ditambahkan (Ladha et al.,
1988). Kehadiran mikroba alami yang yang tidak efektif dalam jumlah yang besar
dapat mengganggu keberhasilan praktek inokulasi. Pada kondisi yang kurang
menguntungkan seperti yang terjadi di daerah bertanah masam di Sumatera jumlah
dari Rhizobium alami lebih rendah atau tidak ada sama sekali (Waluyo et al., 2005).
Inokulan padat dari material seperti kompos, arang dan vermiculite sudah
banyak digunakan sebagai medium pembawa dalam inokulasi legum. Beberapa
medium pembawa memiliki kapasitas memegang kelembaban yang tinggi,
menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan Rhizobium dan mendukung daya tahan
Rhizobium selama pendistribusian inokulan kepada petani dan setelah inokulasi pada
biji (Materon & Weaver, 1984).
Kompos Tandan Kosong Sawit (TKS) merupakan kompos yang terbuat dari
tandan kosong kelapa sawit yang dicacah kemudian disiram dengan limbah kelapa
sawit cair dan dibiarkan untuk beberapa waktu. Proses pengomposannya sendiri
bersifat aerobik dan tanpa memerlukan mikroorganisme tambahan dari luar (Ispandi &
Munip, 2005). Kompos masak memiliki perbandingan C/N sebesar 15 (Tabel 2.2)
dengan standar rasio C/N yang efektif berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Kandungan
hara kompos juga dapat diperkaya dengan unsur-unsur tertentu sesuai dengan
kebutuhan tanaman dan diharapkan dapat meningkatkan daya hidup Rhizobium.
Kandungan nutrisi kompos tandan kosong kelapa sawit (Darnoko & Sutarta, 2006):