Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah yang biasa digunakan pada lahan perkebunan terdiri atas dua
tipe yaitu legum dan non-legum. Tanaman penutup tanah dari golongan legum umum
digunakan di areal tanaman baru atau tanaman ulang biasanya berupa kacangan yang
menjalar. Menurut Risza (1994), tanaman penutup tanah memiliki beberapa fungsi
antara lain mengurangi erosi permukaan tanah, merombak bahan organik dan
cadangan unsur hara, menekan perkembangan gulma, menekan gangguan kumbang,
dan menjaga kelembaban tanah serta memperbaiki aerasi. Selain itu terdapat
keuntungan menggunakan tanaman legum karena bintil akar yang mengandung
bakteri Rhizobium membantu dalam pengikatan nitrogen bebas dari udara. Jenis
tanaman penutup tanah yang umum digunakan di perkebunan kelapa sawit adalah
golongan kacang-kacangan seperti Pueraria javanica, Centrosema pubescens,
Calopogonium muconoides, C. caeruleum, dan jenis lainnya (Syamsulbahri, 1996).

Pueraria javanica (Gambar 2.1), termasuk jenis kacangan yang merambat


dengan batang keras dan berbulu. Pertumbuhannya cepat sehingga pada 5-6 bulan
setelah penanaman penutupannya dapat mencapai 90-100 % dan pada tahun pertama
dapat mendominasi areal perkebunan. Selain itu kacangan ini tahan bersaing dengan
gulma dan dapat menghasilkan banyak serasah, sedikit tahan terhadap naungan dan
kekeringan (Prawirosurokarto et al., 2005).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 P. javanica (Benth.) Benth

2.2 Penambatan Nitrogen oleh Rhizobium

Kurang lebih 80% dari udara di atmosfer adalah gas nitrogen (N 2 ). Namun N 2 tidak
dapat digunakan secara langsung oleh sebagian besar organisme. Kebanyakan
organisme menggunakan nitrogen dalam bentuk NH 3 sebagai penyusun asam amino,
protein, dan asam nukleat. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang mengubah N 2
menjadi NH 3 yang kemudian akan digunakan secara biologi. Proses ini dapat terjadi
secara alamiah oleh mikroba (Lindemann & Glover, 1998).

Mikroba yang fungsi utamanya sebagai penyedia unsur nitrogen melalui


penambatan nitrogen atmosfer dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu mikroba
yang hidup bebas (free-living microbes), artinya bekerja secara non-simbiotik atau
tidak memiliki asosiasi spesifik dengan tanaman tertentu, dan mikroba yang
melakukan hubungan simbiotik dengan tanaman tertentu (Yuwono, 2006). Salah satu
contoh yang saat ini sudah banyak diteliti adalah hubungan simbiotik Rhizobium
dengan tanaman legum.

Rhizobium merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerob, tidak membentuk


spora, berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,5-0,9 µm. Bakteri ini termasuk famili
Rhizobiaceae. Bakteri ini banyak terdapat di daerah perakaran (rizosfer) tanaman
legum dan membentuk hubungan simbiotik dengan inang khusus (Yuwono, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Rhizobium merupakan simbion fakultatif, dapat hidup sebagai komponen
normal dari mikroflora tanah dalam keadaan tidak ada tanaman inang, tetapi tetap
hidup bebas sebagai heterotrof tergantung kehadiran akar tanaman inang. Populasi
Rhizobium pada rhizosfer tanaman legum biasa mencapai 106 sel/gram atau lebih
(Richards, 1987). Di tanah, bakteri ini hidup bebas dan motil, memperoleh nutrisi dari
sisa organisme yang telah mati. Rhizobium yang hidup bebas tidak dapat memfiksasi
nitrogen dan punya bentuk yang berbeda dari bakteri lain yang ditemukan pada bintil
akar tanaman (Burdas, 2002).

Menurut Suprapto (1999), ada beberapa faktor yang mempengaruhi


pertumbuhan Rhizobium, antara lain: pH tanah, suhu, sinar matahari, dan unsur hara
tanah. Menurut Martani & Margino (2005), kebanyakan Rhizobium tumbuh optimum
pada pH netral. Reaksi optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan Rhizobium
pada pH 5,5-7,0 dengan batas kecepatan reaksi pada pH 3,2-5,0 pada keadaan asam,
dan 9,0-10,0 pada keadaan alkali. Meskipun begitu ada beberapa strain Rhizobium
yang toleran masam. Pada strain ini pertumbuhannya terlihat lebih luas dan
mempunyai lendir yang lebih banyak (Elfiati et al., 2006). Suhu tanah juga sangat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri ini. Zahran (1999), menyatakan bahwa sebagian
besar Rhizobium memiliki temperatur optimum antara 28-31oC dan umumnya tidak
dapat tumbuh pada 37oC. Temperatur pembatas bagi pertumbuhan bakteri adalah 0-
50oC dan temperatur titik kematian pada 60oC-62oC (Sutedjo et al., 1991).

Rhizobium yang efektif pada bintil akar mampu memenuhi seluruh atau
sebagian kebutuhan N bagi tanaman. Berdasarkan kemampuan tersebut Rhizobium
memiliki andil yang cukup besar dalam peningkatan produktivitas pertanian terutama
kacang-kacangan (Arimurti et al., 2000). Dalam jaringan bintil akar bakteri tersebut
memfiksasi nitrogen dan mengubahnya menjadi ammonium yang selanjutnya
dimanfaatkan oleh tanaman. Hal ini menyebabkan kondisi pertumbuhan tanaman
berbintil akar lebih baik dibandingkan tanpa bintil akar (Martani & Margino, 2005).

Universitas Sumatera Utara


2.3 Spesifisitas Nodulasi Rhizobium

Bakteri Rhizobium hanya dapat bersimbiosis dengan tumbuhan legum dengan


menginfeksi akarnya dan membentuk bintil akar di dalamnya (Rao, 1994). Dalam
banyak kasus pemberian inokulan Rhizobium indigenous terkadang tidak efektif pada
tanaman yang diperkenalkan (Richards, 1987). Prinsip pengelompokan inokulasi
silang didasarkan pada kemampuan isolat Rhizobium untuk membentuk bintil akar
pada genus terbatas dari spesies legum yang satu sama lain berkerabat dekat. Semua
Rhizobium yang dapat membentuk bintil akar pada perakaran tipe legum tertentu
secara kolektif dimasukkan dalam satu spesies (Rao, 1994). Beberapa tingkat
spesifisitas dalam nodulasi dan legum dapat disusun dalam beberapa kelompok,
anggota dari salah satu grup biasanya membentuk nodul dengan legum yang diberikan
tetapi kemampuannya untuk memfiksasi N adalah suatu fungsi dari keduanya yaitu
tanaman inang dan bakteri itu sendiri (Richards, 1987).

Tidak semua jenis tanaman kacangan yang diuji sejauh ini telah membentuk
nodul, kira-kira sekitar 10% dari jenisnya telah diperiksa. Genus Rhizobium yang
termasuk famili Rhizobiaceae terdiri dari beberapa spesies legum tapi tidak dengan
yang lain. R. leguminosarum misalnya, mampu membentuk nodul yang efektif pada
akar Pisum sativum, Vicia dan Lithyrus, tapi tidak pada Trifolium, Medicago sativa
dan banyak legum lainnya. R. trifolii membentuk nodul pada berbagai jenis clover tapi
tidak pada Pisum sativum, bean dan lainnya (Tabel 2.1). Kelompok dari jenis tanaman
yang berbeda yang mungkin nodul dengan jenis Rhizobium yang sama disebut cross-
inoculation groups (Mulder & Woldendorp, 1969). Beberapa spesies Rhizobium dan
tanaman simbiosisnya (Rao, 1994):

Tabel 2.1 Kelompok inokulasi silang Rhizobium

Rhizobium spp. Kelompok inokulasi silang Tipe legum


R. leguminasorum Kelompok ercis Pisum, Vicia, Lens
R. phaseoli Kelompok kacang Phaseolus
R. trifolii Kelompok semanggi Trifolium
R. melioti Kelompok alfalfa Medicago, Melilotus, Trigonella
R. lupini Kelompok lupini Lupinus, Ornithopus
R. japonicum Kelompok kedelai Glycine
Rhizobium sp. Kelompok cowpea Vigna, Arachis

Universitas Sumatera Utara


2.4 Mekanisme Pembentukan Bintil Akar

Simbiosis Rhizobium dengan tanaman legum dicirikan oleh pembentukan bintil akar
pada tanaman inang (Gambar 2.2) . Pembentukan bintil akar diawali dengan sekresi
produk metabolisme tanaman ke daerah perakaran (nod factors) yang menstimulasi
pertumbuhan bakteri, berupa liposakarida (Burdas, 2002). Eksudat akar yang
dihasilkan tanaman legum tersebut memberikan efek yang menguntungkan untuk
pembelahan Rhizobium di tanah (Mulder & Woldendorp, 1969).

Gambar 2.2 Bintil akar P. javanica

Nodulasi dan fiksasi nitrogen tergantung pada kerjasama dari faktor-faktor


yang berbeda yaitu kehadiran strain Rhizobium yang efektif pada sel akar, peningkatan
jumlah sel Rhizobium di rizosfer, infeksi akar oleh bakteri, pertumbuhan, dan aktivitas
Rhizobium itu sendiri (Mulder & Woldendorp, 1969).

Pelekatan Rhizobium pada rambut akar juga dapat terjadi karena pada
permukaan sel Rhizobium terdapat suatu protein pelekat yang disebut rikodesin.
Senyawa ini adalah suatu protein pengikat kalsium yang berfungsi dalam pengikatan
kompleks kalsium pada permukaan rambut akar (Yuwono, 2006).

Menurut Yuwono (2006), secara umum pembentukan bintil akar pada tanaman
legum terjadi melalui beberapa tahapan:

1. Pengenalan pasangan sesuai antara tanaman dengan bakteri yang diikuti oleh
pelekatan bakteri Rhizobium pada permukaan rambut akar tanaman.

Universitas Sumatera Utara


2. Invasi rambut akar oleh bakteri melalui pembentukan benang-benang infeksi
(infection thread).
3. Perjalanan bakteri ke akar utama melalui benang-benang infeksi.
4. Pembentukan sel-sel bakteri yang mengalami deformasi, yang disebut sebagai
bakteroid, di dalam sel akar tanaman.
5. Pembelahan sel tanaman dan bakteri sehingga terbentuk bintil akar.

2.5 Mekanisme Penambatan Nitrogen pada Bintil Akar

Peran utama Rhizobium adalah memfiksasi nitrogen dengan adanya aktivitas


nitrogenase. Tinggi rendahnya aktivitas nitrogenase menentukan banyak sedikitnya
pasokan ammonium yang diberikan Rhizobium kepada tanaman (Martani & Margino,
2005). Aktivitas nitrogenase Rhizobium ditentukan oleh 2 jenis enzim yaitu enzim
dinitrogenase reduktase dan dinitrogenase. Dinitrogenase reduktase dengan kofaktor
protein Fe berperan sebagai penerima elektron untuk selanjutnya diteruskan ke protein
MoFe, sedangkan enzim dinitrogenase yang memiliki protein MoFe berperan dalam
pengikatan N 2 (Hughes, 1996 dalam Martani & Margino, 2005). Richards (1964)
menyederhanakan reaksi penambatan nitrogen pada bintil akar legum dalam
persamaan sebagai berikut:
N2 + 8 H+ + 8 e- + 16 Mg-ATP 2NH3 + H2 +16 Mg-ADP + 16 Pi

Menurut Arimurti (2000), kemampuan Rhizobium dalam menambat nitrogen


dari udara dipengaruhi oleh besarnya bintil akar dan jumlah bintil akar. Semakin besar
bintil akar atau semakin banyak bintil akar yang terbentuk, semakin besar nitrogen
yang ditambat. Semakin aktif nitrogenase semakin banyak pasokan nitrogen bagi
tanaman, sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman (Martani & Margino,
2005). Jumlah N 2 yang dapat difiksasi oleh tanaman legum sangat bervariasi,
tergantung pada jenis tanaman legum, kultivar, jenis bakteri dan tempat tumbuh
bakteri tersebut dan terutama pH tanah (Islami & Utomo, 1995).

Efisiensi dan efektivitas dari suatu strain Rhizobium pada bintil akar dapat
diamati dari warna kemerahan yang tampak pada bintil akar (Richards, 1987).

Universitas Sumatera Utara


Pigmen merah ini disebut Leghaemoglobin (LHb), dijumpai pada bintil akar antara
bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah LHb dalam bintil
akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rahmawati,
2005). Pada bintil akar yang sudah tua, aktivitas nitrogenasenya sudah berkurang
karena kehilangan bakteroid. Keadaan ini biasanya ditandai oleh warna bintil yang
berwarna kuning sampai coklat, menandakan dimulainya proses penuaan (Islami &
Utomo, 1995). Leghaemoglobin hanya ditemukan pada bintil akar yang sehat,
sedangkan tanaman yang tidak sehat mempunyai bintil akar berwarna putih karena
tidak mempunyai LHb sehingga penambatan nitrogen tidak dapat terjadi pada bintil
akar tersebut (Yuwono, 2006).

Penambatan nitrogen sangat peka terhadap keberadaan oksigen. Oksigen pada


konsentrasi di atas 0,5 atm dapat menghambat penambatan nitrogen akibat
penonaktifan kompleks enzim nitrogenase. Penelitian menunjukkan bahwa membran
bakteroid pada bintil akar berperan dalam memisahkan bakteroid dari sistem
penyangga oksigen. LHb berfungsi mengatur konsentrasi oksigen karena bakteroid
bersifat aerobik. Dalam hal ini LHb berfungsi sebagai fasilitator pengambilan oksigen
oleh enzim oksidase terminal dan meningkatkan produksi ATP untuk aktivitas
nitrogenase, sekaligus berperan dalam menciptakan suasana anaerob di sekitar
nitrogenase dengan cara bergabung dengan oksigen membentuk oksihaemoglobin
(OLHb), sehingga oksigen menjadi tersedia di permukaan membran sel bakteri dan
menyediakan ATP untuk penambatan nitrogen tetapi sekaligus melindungi kompleks
enzim nitrogenase dari pengaruh oksigen. Konsentrasi LHb dapat digunakan untuk
memperkirakan efisiensi bintil akar dalam penambatan nitrogen (Yuwono, 2006).

Hampir seluruh nitrogen yang difiksasi secara langsung ditransfer ke tanaman.


Nitrogen yang dihasilkan sebagian kecil dilepaskan ke tanah dan dimanfaatkan oleh
tanaman non-legum. Bagaimanapun nitrogen pada akhirnya akan dikembalikan ke
tanah untuk tanaman tetangga ketika vegetasi legum tersebut mati dan terdekomposisi
(Mulder & Woldendorp, 1969).

Menurut Yutono (1985), Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum


mampu memfiksasi nitrogen 100-300 kg/hektar dalam suatu musim tanam dan

Universitas Sumatera Utara


meninggalkan sejumlah nitrogen untuk tanaman berikutnya. Rhizobium mampu
mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi
antara 10-25%. Tanggapan tanaman untuk memfiksasi nitrogen dari udara tergantung
pada kondisi medium tumbuh dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002 dalam
Rahmawati, 2005).

2.6 Pemanfaatan Rhizobium sebagai Biofertilizer

Lahan yang ditanami dengan tanaman legum terkadang masih membutuhkan inokulasi
tambahan Rhizobium. Bagaimanapun juga, inokulasi pada tanaman tidak selalu dapat
berkompetisi dengan baik dengan mikroba alami tanah atau terhadap kondisi tanah
yang kurang mendukung pertumbuhan dari strain yang ditambahkan (Ladha et al.,
1988). Kehadiran mikroba alami yang yang tidak efektif dalam jumlah yang besar
dapat mengganggu keberhasilan praktek inokulasi. Pada kondisi yang kurang
menguntungkan seperti yang terjadi di daerah bertanah masam di Sumatera jumlah
dari Rhizobium alami lebih rendah atau tidak ada sama sekali (Waluyo et al., 2005).

Secara umum inokulasi dilakukan dengan memberikan biakan Rhizobium ke


dalam tanah agar bakteri berasosiasi dengan tanaman mengikat N 2 bebas dari udara.
Seringkali tanah-tanah bekas tanaman legum baik yang diberi inokulasi maupun tanpa
tambahan inokulasi dapat digunakan sebagai sumber inokulan (Suharjo, 2001).
Praktik pemberian kultur Rhizobium yang disiapkan secara artifisial ke biji legum
sebelum menyebarkannya dapat juga dianggap sebagai inokulasi legum (Rao, 1994).

Inokulan padat dari material seperti kompos, arang dan vermiculite sudah
banyak digunakan sebagai medium pembawa dalam inokulasi legum. Beberapa
medium pembawa memiliki kapasitas memegang kelembaban yang tinggi,
menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan Rhizobium dan mendukung daya tahan
Rhizobium selama pendistribusian inokulan kepada petani dan setelah inokulasi pada
biji (Materon & Weaver, 1984).

Universitas Sumatera Utara


Dalam penyiapan inokulasi legum, umumnya digunakan tanah gambut yang
digiling halus dan dinetralkan sebagai medium pembawa. Gambut dapat diartikan
sebagai tanah organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan,
bersifat tidak mampat dan atau hanya sedikit mengalami perombakan (Noortasiah,
2001).

Tanah gambut sebagai pembawa memiliki keuntungan-keuntungan


dibandingkan agar atau tanah. Selain memiliki kapasitas memegang kelembaban yang
tinggi dan kandungan materi organik yang tinggi yang sangat penting untuk
kehidupan naungan kultur bakteri yang lebih baik, tanah gambut meningkatkan
kelestarian sel-sel Rhizobium pada kulit biji, terutama di dalam kondisi tanah yang
kering (Rao, 1994).

Kompos Tandan Kosong Sawit (TKS) merupakan kompos yang terbuat dari
tandan kosong kelapa sawit yang dicacah kemudian disiram dengan limbah kelapa
sawit cair dan dibiarkan untuk beberapa waktu. Proses pengomposannya sendiri
bersifat aerobik dan tanpa memerlukan mikroorganisme tambahan dari luar (Ispandi &
Munip, 2005). Kompos masak memiliki perbandingan C/N sebesar 15 (Tabel 2.2)
dengan standar rasio C/N yang efektif berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Kandungan
hara kompos juga dapat diperkaya dengan unsur-unsur tertentu sesuai dengan
kebutuhan tanaman dan diharapkan dapat meningkatkan daya hidup Rhizobium.
Kandungan nutrisi kompos tandan kosong kelapa sawit (Darnoko & Sutarta, 2006):

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi TKS dan kompos (% berat kering)

Uraian TKS Kompos


P (%) 0,068 0,022
K (%) 2,18 3,45
Ca (%) 0,4 0,72
Mg (%) 0,13 0,54
C (%) 48,44 29,76
N (%) 0,74 1,98
C/N 64,46 15,03
Air 69,96 54,39

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai