Anda di halaman 1dari 2

PERAN BAKTERI RHIZOBIUM DALAM PERTANIAN ORGANIK

Bakteri Rhizobium merupakan salah satu jenis bakteri penambat nitrogen yang mampu
bersimbiosis dengan tanaman, terutama pada tanaman leguminosae. Untuk memanfaatkan
simbiosis bakteri rhizobium dengan tanaman leguminosae dalam konsep pertanian organik
berkelanjutan, dibutuhkan pemahaman mengenai proses asosiasi antara rhizobium dengan
tanaman inang.
Kebanyakan bakteri rhizobium hidup dalam akar tanaman, terutama tanaman
leguminosae yang menjadikan hubungan ini sebagai bentuk simbiosis mutualisme. Bakteri
melakukan penetrasi ke dalam akar tanaman melalui akar serabut dan kulit akar-akar halus,
kemudian melakukan fiksasi atau penambatan terhadap nitrogen bebas di udara dan membentuk
bintil akar. Karena itulah, bakteri ini dalam dunia pertanian disebut juga sebagai bakteri bintil
akar. Nitrogen bebas di udara yang telah diikat oleh bakteri tersebut kemudian dilepas menjadi
bentuk tersedia di dalam tanah.
Tanaman inang akan mendapatkan tambahan nitrogen yang dihasilkan dari proses fiksasi
tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk menopang pertumbuhannya. Pada saat yang sama,
tanaman inang juga akan memberikan karbohidrat yang merupakan sumber energi utama bagi
bakteri rhizobium.
Secara umum, dalam kondisi yang optimal, potensi penambatan nitrogen oleh rhizobium
berkisar antara 90-100 kg per hektar. Namun, dalam beberapa penelitian, potensi penambatan
nitrogen dapat mencapai 160 kg per hektar. Angka ini tergolong sangat tinggi, mengingat
pemupukan nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman secara umum berkisar antara 120-180 kg
nitrogen per hektar.
Dengan potensi tersebut, penggunaan bakteri rhizobium dalam konsep pertanian organik
mampu mencukupi kebutuhan nitrogen setara dengan 217 kg pupuk urea. Efektifitas penambatan
nitrogen oleh rhizobium dalam pertanian organik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah strain bakteri, jumlah tanaman kalsium aktif, kondisi tanaman inang, kelembaban, suhu,
dan kondisi lingkungan lain.
Bakteri rhizobium dapat dikenali secara visual dengan adanya bintil akar pada tanaman
kacang-kacangan. Jika bintil akar tersebut dibelah, terdapat warna kemerahan, dan jika dijepit
atau ditekan, akan keluar cairan berwarna kemerahan.
Fiksasi nitrogen terbesar oleh bakteri yang bersimbiosis dengan tanaman leguminosae
terjadi pada fase generatif, yaitu sekitar 88%, sedangkan sisanya terjadi pada vase vegetatif.
Bakteri ini juga akan melakukan penambatan nitrogen secara optimal jika kondisi tanah di areal
pertanaman miskin kandungan nitrogen. Sehingga pemupukan nitrogen justru akan mengurangi
efektifitas serapan nitrogen oleh bakteri rhizobium.

Bakteri dapat bertahan di dalam tanah selama beberapa tahun, sehingga pola penanaman
berseling dengan tanaman kacang-kacangan dapat meningkatkan penambatan nitrogen dari
waktu ke waktu. Aplikasi rhizobium untuk menunjang program pertanian organik perkelanjutan
dapat dilakukan dengan menggunakan produk-produk inokulasi bakteri rhizobium yang sudah
banyak beredar di pasaran.
Untuk meningkatkan peran bakteri, maka bibit kacang-kacangan yang akan ditanam
terlebih dahulu dicampur dengan inokulasi rhizobium. Agar lebih efektif, pencampuran dapat
dilakukan dengan merendam bibit kacang-kacangan, ke dalam air bersih (bukan air PDAM),
kemudian ditiriskan beberapa saat. Setelah tuntas, bibit kacang-kacangan tersebut bisa dicampur
dengan tepung inokulasi rhizobium. Bibit yang telah dicampur dengan inokulasi rhizobium
sebaiknya segera ditanam di lahan.
Kendala yang sering dialami dalam pemanfaatan rhizobium melakukan fiksasi nitrogen
adalah kondisi pH tanah yang terlalu rendah. pH tanah yang rendah, atau asam, tidak cocok
sebagai lingkungan hidup bakteri. Untuk mengatasi kendala tersebut, harus dilakukan
pengapuran pada lahan pertanian yang akan ditanami kacang-kacangan.

(Kurnianti, Novik. 2013. Peran Bakteri Rhizobium Dalam Pertanian Organik.


http://www.tanijogonegoro.com/2013/09/peran-bakteri-rhizobium.html Diakses pada 19
Mei 2014 pukul 18:45 wib)

Anda mungkin juga menyukai