Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA:

PENANGANAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI MELALUI PROGRAM


PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) OLEH DOKTER KELUARGA

Disusun Oleh :
Andi Dewi Sartika Yusuf (XC064182004)
Satria Hijratussyah (XC064182005)
Rayhani Ichsan (XC064182006)
Fahrizal Arrahman Husain (XC064182007)

Supervisor:
dr. Muh. Rum Rahim, M.Kes
Pembimbing :
dr. Fauziah Dachlan, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN IKM / IKK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FEBRUARI 2020
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA: PENANGANAN DIABETES
MELITUS DAN HIPERTENSI MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT
KRONIS (PROLANIS) OLEH DOKTER KELUARGA

Fahrizal Arrahman Husain1*, Rayhani Ichsan1*, Andi Dewi Sartika Yusuf1*, Satria
Hijratussyah1*
1) Bagian Kedokteran Keluarga
*Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

Abstrak: Diabetes melitus dan hipertensi merupakan penyakit kronik dengan angka
kejadian yang tinggi di Indonesia. Sejak tahun 2014 melalui BPJS-kesehatan, pemerintah
menyelenggarakan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) yang bertujuan
untuk memperbaiki kualitas hidup penderita diabetes melitus dan hipertensi. Hasil studi
menunjukkan perkembangan penyakit disebabkan pola makan yang tidak terkontrol,
kurangnya pengetahuan keluarga terhadap kesehatan dan perawatan pasien.
Penerapan praktik kedokteran keluarga secara berkesinambungan dan menyeluruh telah
dijalankan sehingga keluarga dan pasien mulai mencoba untuk menjalani kehidupan
yang lebih sehat. Pada akhir studi, masalah diabetes mellitus dan hipertensi yang
berhubungan dengan pola pemberian nutrisi dan perawatan oleh angota keluarga
kepada pasien masih perlu pembinaan.
Kata kunci: diabetes mellitus tipe 2, kedokteran keluarga, hipertensi, PROLANIS

FAMILY MEDICINE CASE REPORT: MANAGEMENT OF DIABETES MELLITUS AND


HYPERTENSION THROUGH THE CHRONIC DISEASE MANAGEMENT PROGRAM
(PROLANIS) BY FAMILY DOCTORS

Fahrizal Arrahman Husain1*, Rayhani Ichsan1*, Andi Dewi Sartika Yusuf1*, Satria
Hijratussyah1*
1) Department of Community Medicine, *
Diabetes mellitus and hypertension are chronic diseases with a high incidence
in Indonesia. Since 2014 through BPJS-healthcare, the government has
organized a Chronic Disease Management Program (PROLANIS) which aims
to improve the quality of life for people with diabetes mellitus and hypertension.
The study results show the development of the disease due to uncontrolled
eating patterns, lack of family knowledge of patient health and care. The
continuous and comprehensive application of family medicine practices has
been carried out so that families and patients begin to try to live healthier lives.
At the end of the study, the problems of diabetes mellitus and hypertension
related to the pattern of providing nutrition and care by family members to
patients still need coaching.
Keyword: type 2 diabetes mellitus, family medicine, hypertension, PROLANIS
PENGANTAR
Indonesia memiliki berbagai masalah kesehatan. Selain penyakit infeksi, penyakit
degeneratif kronis merupakan salah satu persoalan yang perlu diperhatikan. Transisi
epidemiologi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran pola penyakit, dimana
terjadi peningkatan penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif adalah penyakit tidak
menular yang berlangsung kronis karena kemunduran fungsi organ tubuh akibat proses
penuaan contohnya adalah penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, dan obesitas.
Kontributor utama terjadinya penyakit kronis adalah pola hidup yang tidak sehat seperti
kebiasaan merokok, minum alkohol, pola makan dan obesitas, aktivitas fisik yang kurang,
stres, dan pencemaran lingkungan (Maryani, Herti., Handajani, Adianti., Roosihermiatie,
2010). Pada tahun 2008, penyakit kronis menyebabkan kematian pada 36 juta orang di
seluruh dunia atau setara dengan 36% jumlah kematian di dunia. Berdasarkan hasil
temuan Riskesdas pada tahun 2013, penyakit kronis merupakan salah satu penyebab
utama kematian di Indonesia.
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau
ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya.
Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari
empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para
pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama
beberapa dekade terakhir. (WHO Global Report, 2016).
Kriteria diagnosis Diabetes Melitus (DM) menurut pedoman American Diabetes
Association (ADA) 2019:
1. Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl dengan gejala klasik penyerta;
2. Glukosa 2 jam pasca pembebanan ≥200 mg/dl;
3. Glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl bila terdapat keluhan klasik DM seperti banyak
kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), banyak makan (polifagia), dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak
terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak baik
dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun
masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan. (Infodatin-hipertensi, 2014)
Pemerintah Indonesia memfasilitasi pelayanan penyakit kronis sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 21 Ayat 1,
salah satu manfaat yang didapatkan oleh peserta BPJS Kesehatan yaitu pelayanan
kesehatan promotif dan preventif, salah satunya ialah Prolanis (Sitompul, Suryawati, &
Wigati, 2016). Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) adalah suatu sistem
pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi
yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka
pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang
efektif dan efisien. Tujuan Prolanis yaitu mendorong peserta penyandang penyakit kronis
mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung
ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap
penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat
mencegah timbulnya komplikasi penyakit (BPJS Kesehatan, 2015).
Aktifitas dalam Prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi, home visit,
reminder, aktifitas klub, dan pemantauan status kesehatan (BPJS Kesehatan, 2015).
Peran fasilitas kesehatan tingkat satu sangat penting untuk menangani tingginya
prevalensi penyakit kronis terutama diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi di Indonesia.
Pelaksanaan Prolanis diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan
menurunkan risiko komplikasi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
implementasi Prolanis yang dilaksanakan dokter keluarga dan mengevaluasi kegiatan
yang telah dilaksanakan sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh
BPJS. Akan dipaparkan pula tingkat keefektifan program menurut tim pelaksana Prolanis.
PROLANIS Puskesmas Bara-Baraya

Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) Puskesmas Bara-Baraya


merupakan program pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara terintegrasi yang
melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan, dan BPJS Kesehatan dalam rangka
pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS yang menderita penyakit kronis khususnya
diabetes melitus dan hipertensi. Program ini bertujuan untuk mendorong pesertanya
mencapai kualitas hidup yang optimal, mendapatkan hasil “baik” pada pemeriksaan
spesifik terhadap penyakit kronis yang dideritanya sehingga dapat mencegah timbulnya
komplikasi.

Program PROLANIS di Puskesmas Bara-Baraya dimulai sejak bulan Januari


tahun 2016 yang hingga sekarang dibawahi langsung oleh kepala puskesmas dr. Fauziah
Dachlan, M.Kes dengan penanggung jawab Yuliana Anwar. Hingga saat ini (Februari
2020) jumlah peserta PROLANIS Puskesmas Bara-Baraya mencapai 32 orang. Adapun
peneliti juga menyertakan data jumlah peserta PROLANIS dari tahun 2016 hingga 2019
akan diuraikan pada diagram 1-4.

Diagram 1. Rekapitulasi Penyakit Peserta


PROLANIS
Tahun 2016
30

25
24
20
JUMLAH KASUS

15

10
9
5
6

0
Diabetes Melitus Hipertensi DM+HT
Pada diagram 1 terlihat peserta dengan penyakit diabetes melitus merupakan
yang terbanyak yaitu 24 orang diikuti dengan peserta dengan kombinasi hipertensi dan
diabetes melitus sebanyak 9 orang, dan terakhir dengan hipertensi sebanyak 6 orang.
Sehingga total peserta pada tahun 2016 adalah 39 orang.

Diagram 2. Rekapitulasi Penyakit Peserta PROLANIS


Tahun 2017
25
22

20
JUMLAH KASUS

15

10 8
6
5

0
Diabetes Melitus Hipertensi DM+HT

Pada diagram 2, terhitung total peserta berkurang menjadi 36 orang dengan


peserta yang keluar karena penyakitnya sudah terkontrol sebanyak 3 orang, keluar
karena tidak aktif sebanyak 1 orang dan pasien baru sebanyak 1 orang.

Diagram 3. Rekapitulasi Penyakit Peserta PROLANIS


Tahun 2018
25
20
20

15

10
7
6
5

0
Diabetes Melitus Hipertensi DM+HT
Di tahun 2018 peserta kembali berkurang, penderita diabetes menjadi 20 orang,
hipertensi 6 orang, diabetes dengan hipertensi 7 orang, sehingga total peserta 33 orang
dengan peserta keluar terkontrol 1 orang, keluar tidak aktif 1 orang, dan meninggal 1
orang.

Diagram 4. Rekapitulasi Penyakit Peserta PROLANIS


Tahun 2019
25
20
20
JUMLAH PESERTA

15

10
7
5
5

0
Diabetes Melitus Hipertensi DM+HT
DIAGNOSA

Pada tahun terakhir 2019, terlihat pengurangan [eserta sebanyak 1 orang karena
meninggal sehingga total peserta menjadi 32 orang dengan diabetes 20 orang, hipertensi
5 orang, diabetes dengan hipertensi 7 orang.

Rekapitulasi Penyakit Peserta PROLANIS


Tahun 2019
Berdasarkan Jenis Kelamin

44% Laki-Laki
56% Perempuan
Berdasarkan jenis kelamin, pada tahun 2019 terlihat peserta berjenis kelamin
perempuan masih mendominasi dari pada laki-laki yaitu sebanyak 18 orang.

Rekapitulasi Penyakit Peserta PROLANIS


Tahun 2019
Berdasarkan Usia

19

9
0 0 0 3 1

18-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 >75

Sedangkan berdasarkan usia, pasien berusia 55-64 tahun yang paling banyak,
yaitu 19 peserta, diikuti dengan usia 65-74 peserta.

Diagram 5. Rekapitulasi Jumlah Peserta PROLANIS


Tiap Tahun

45 3.5
40 3
35
2.5
30
25 2
20 1.5
15
1
10
5 0.5

0 0
2016 2017 2018 2019

Jumlah Peserta Terkontrol

Akumulasi jumlah peserta dari tahun 2016 hingga 2019 dirangkumkan pada
diagram 5. Terlihat juga pasien dengan penyakit yang sudah terkontrol tertinggi pada
tahun 2017 sebanyak 3 orang.

Adapun kegiatan yang dilakukan baik pelaksana dan peserta PROLANIS


Puskesmas Bara-Baraya, yaitu:

1. Pemeriksaan tekanan darah setiap minggu diikuti senam pagi


2. Pemeriksaan GDP dilakukan setiap bulan
3. Kontrol di poliklinik setiap bulan, dengan pengambilan obat secara gratis
4. Pemeriksaan HbA1c setiap 6 bulan
5. Mengikuti penyuluhan dan kegiatan PROLANIS yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun puskesmas.
Ilustrasi Kasus
Bapak A, umur 59 tahun, ditemui saat kunjuan rumah petugas PROLANIS
Puskesmas Bara-Baraya. Pasien diketahui memiliki riwayat penyakit diabetes melitus
sejak 30 tahun yang lalu dan hipertensi sejak 3 tahun yang lalu.
Pasien di diagnosa dengan DM tipe 2 ketika dibawa ke rumah sakit Haji dengan
keluhan nyeri pada perut kanan atas dan didiagnosa utama dengan Hepatitis. Saat
dilakukan pemeriksaan darah lengkap, ditemukan GDS pasien saat itu 320mg/dl. Setelah
itu pasien rutin mengkonsumsi Acarbose, namun walaupun diabetes terkontrol, pasien
mengeluhkan penurunan berat badan sebesar 10kg sehingga di hentikan. Pengobatan
di lanjutkan dengan Metformin, namun kadar gula darah pasien belum terkontrol (GDS
berada di kisaran 300mg/dl). Pada tahun 2016, pasien dibawa ke rumah sakit dengan
penurunan kesadaran, didapatkan GDS 450mg/dl dan tekanan darah 190/100mmHg dan
didiagnosa hipertensi. Sejak saat itu pasien rutin mengkonsumsi Metformin dengan
tambahan insulin injeksi untuk penyakit diabetes melitusnya, sedangkan untuk penyakit
hipertensi pasien mengkonsumsi Amlodipin 10mg setiap hari.
Saat ini pasien sering merasakan kebas pada ektrimitas atas dan sakit kepala.
Keluhan dirasakan tidak terus-menerus dan membaik dengan sendirinya. Pasien
merupakan peserta PROLANIS yang biasanya mengikuti senam setiap minggu dan rutin
mengambil obat dari apotik yang telah disediakan setiap bulan.
Riwayat merokok ada, setengah pack sehari. Riwayat minum alkohol ada, sejak
umur 20 tahun namun sekarang sudah berhenti. Pasien menyangkal penyakit jantung,
asma, maupun alergi. Pasien mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi dari ayah,
dan DM dari ibu. Pasien mempunyai saudara dengan keluhan serupa.
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum baik, compos mentis,
sakit ringan dengan karnofsky 80%. Tinggi badan: 168cm, berat badan: 65kg, BMI 23.2.
Status vital: tekanan darah 170/90mmHg, nadi 80kali/menit, pernapasan 20kali/menit,
suhu 36.3C. Pemeriksaan GDS saat kunjungan 190mg/dl, pemeriksaan HbA1c 6 bulan
yang lalu 9%, asam urat 5,9mg/dL.
Pasien berusia 59 tahun merupakan anak kedua dari 7 bersaudara. Pasien
memiliki ayah kandung yang menderita hipertensi dan ibu kandung dengan diabetes
melitus. Dari enam saudara pasien, adik laki-laki pasien juga menderita penyakit diabetes.
Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Istri pasien berusia 54 tahun,
sedangkan anak pasien masing-masing berusia 19 tahun dan 16 tahun. Pasien tinggal di
jl. Kalampeto, Kelurahan Barana. Keadaan rumah pasien masuk ke dalam lorong kecil
dan sempit, namun di dalam rumah pasien terlihat cukup bersih. Sinar matahari tidak
dapat masuk ke dalam rumah pasien sehingga udara terasa lembab. Pada saat
kunjungan, sedang terjadi hujan deras sehingga jalan masuk di depan rumah pasien
tergenang air hingga mata kaki. Terdapat 3 kamar tidur dan 1 kamar mandi dengan
jamban tertutup. Fasilitas dapur cukup bersih, ruang tengah yang terlihat sedikit
berantakan dan gelap.
Pasien tidak bekerja, dan ekonomi keluarga bergantung pada usaha istri yang
berjualan makanan di depan rumahnya. Aktifitas sehari-hari pasien sangat kurang selain
makan, tidur dan mandi serta membantu istri berjualan.
Pasien merupakan anggota PROLANIS Puskesmas Bara-Baraya sejak tahun
2016 dan rutin melakukan kontrol di puskesmas setiap bulannya dan mengambil obat di
apotik yang disediakan. Namun, pasien mengakui hanya mengikuti senam setiap 2
sampai 3 minggu sekali. Pasien dan keluarga selalu konsultasi ke poliklinik puskesmas
jika ada masalah kesehatan.
Dalam upaya evaluasi status kesehatan pasien secara komprehensif, digunakan
konsep Mandala of Health. Genogram keluarga Bapak A tertanggal 20 Februari 2020
menunjukan pasien tinggal serumah dengan istrinya dan kedua anaknya. Pasien memiliki
riwayat penyakit hipertensi dari ayah dan diabetes melitus dari ibu. Saudara laki-laki
pasien juga memiliki penyakit diabetes melitus. Istri dan anak-anak pasien tidak memiliki
penyakit serupa. (Gambar 5)
Gambar 5. Genogram Keluarga Bapak A

Secara subjektif, fungsionalitas kelurga pasien dievaluasi menggunakan Family


APGAR. Dimana pasien mendapatkan dukungan penuh dalam aspek adaptasi,
kemitraan, pertumbuhan, kasih sayang dan kebersamaan dalam menangani penyakitnya.
Maka hasilnya adalah 10 dari total 10 yang mengindikasikan fungsi keluarga yang baik
(highly functional family). (Tabel 1)

Tabel 1. Fungsionalitas keluarga berdasarkan Family APGAR


Sering/ Jarang/
Kadang-
No. Pernyataan Selalu Tidak
kadang (1)
(2) (0)
Saya puas bahwa saya dapat kembali kepada
1 √
keluarga saya, bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara2 keluarga saya
2 √
membahas serta membagi masalah dengan saya
Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan
3 mendukung keinginan saya melaksanakan kegiatan √
dan ataupun arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara2 keluarga saya
4 menyatakan rasa kasih sayang dan menanggapi √
emosi
Saya puas dengan cara2 keluarga saya membagi
5 √
waktu bersama

Adapun diagnostik holistik yang ditegakkan pada pasien adalah sebagai berikut.
Pada aspek I pasien dengan keluhan sakit kepala dan kebas pada ekstrimitas atas
dengan riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Pasien ingin mengetahui
apakah penyakit kronis yang diderita terkontrol atau tidak. Harapan pasien agar penyakit
yang diderita tidak menimbulkan keluhan yang lebih berat sehingga mengganggu aktifitas
sehari-hari. Pada aspek 2, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang,
terdapat diagnosa klinis Diabetes mellitus tipe 2 (E11) dan Hipertrensi (I10).
Aspek 3 adanya hubungan genetik dari orang tua pasien merupakan salah satu
faktor resiko pada pasien ini. Selain itu, rendahnya aktifitas dan kurangnya olahraga serta
pola makan yang tidak dijaga juga memperburuk keluhan pasien. Pasien sampai
sekarang sangat sulit untuk menghentikan kebiasaan merokok yang dilakukannya sedari
muda.
Pada aspek 4, faktor eksternal yang paling mempengaruhi keadaan pasien
merupakan faktor ekonomi pasien. Kurangnya pemasukan dikeluhkan pasien sebagai
halangan utama untuk menerapkan gaya hidup yang sehat teeutama dari segi makanan
dan tempat tinggal lingkungan social dengan keluarga dan masyarakat sekitar sekitar
kesan baik, Aspek 5, skala fungsional pasien digolongkan dalam derajat 1(satu) yaitu
pasien masih mampu melakukan aktifitas seperti biasanya. (Gambar 6)
Gambar 6. Mandala of Health
Pasien merupakan peserta PROLANIS yang rutin melakukan pemeriksaan dan
pengambilan obat secara gratis. Selain itu, pasien dipantau tekanan darah setiap minggu
dan GDS setiap bulan di Puskesmas Bara-Baraya. Tidak hanya farmakologis, intervensi
berbentuk edukasi juga sangat penting. Terutama berkaitan dengan gaya hidup pasien
yang kurang beraktifitas, pola makanan yang tidak teratur, olahraga yang tidak rutin dan
kebiasaan merokok. Pasien juga diberikan semangat untuk tetap optimis agar keluhan-
keluhan yang dirasakan dapat berkurang. Selain pasien, keluarga lain (istri) juga
diberikan edukasi untuk bersikap suportif kepada pasien dan menjadikan pasien sebagai
tolak ukur agak kedua anak-anaknya tidak mengalami penyakit yang sama. Istri pasien
juga diharapkan dapat mendukung pasien dalam hal pengawasan minum obat.
Pembahasan
Penelitian tentang PROLANIS bersifat deskriptif dengan pendekatan potong
lintang dengan data dikelola menggunakan Excel, selain itu peneliti juga melakukan
observasi dan wawancara dengan Kepala Puskesmas Bara-Baraya dr. Fauziah Dachlan,
M.Kes dan Penanggung Jawab PROLANIS Yuliana Anwar.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa operasional BPJS Kesehatan
dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014. (BPJS Kesehatan, 2015) PROLANIS di Puskesmas
Bara-Baraya sendiri mulai diselenggarakan pada Januari 2016 dan sudah berlangsung
hingga saat ini.
Jumlah peserta PROLANIS di Puskesmas Bara-Baraya tiap tahunnya semakin
berkurang, terlihat tahun 2016 dengan anggota terbanyak 39 orang dan tahun 2019
dengan peserta paling sedikit sebanyak 32 orang. Salah satu penyebab berkurangnya
jumlah peserta tiap tahunnya adalah beberapa pasien dengan penyakit DM dan
hipertensi yang sudah terkontrol sehingga dapat melakukan pengobatan secara mandiri.
Namun, tidak hanya terkontrolnya kesehatan peserta yang menjadi penyebab
berkurangnya jumlah keanggotaan, banyaknya peserta yang tidak aktif membuat
pelaksana memberikan keputusan untuk mengeluarkan dari program jika tidak aktif
selama 3 bulan berturut-turut.
Pada tahun 2019 dengan anggota 32 orang, peserta PROLANIS terbanyak
dengan kasus diabetes melitus 20 orang, diikuti dengan kombinasi diabetes dan
hipertensi sebanyak 7 orang dan dengan hipertensi saja berjumlah 5 orang.
Menurut dr. Fauziah Dachlan, penyelenggraan PROLANIS di Puskesmas Bara-
Baraya diharapkan dapat menjadi wadah bagi para penderita penyakit kronis khususnya
diabetes melitus dan hipertensi agar dapat meningkatkan kualitas hidup dan merupakan
tempat saling berbagi sesama penderita. Adapun kegiatan peserta PROLANIS antara
lain pemeriksaan tekanan darah setiap minggu diikuti dengan senam, pemeriksaan GDS
setiap bulan, kontrol di poliklinik setiap bulan disertai dengan pengambilan obat,
pemeriksaan HbA1c setiap bulan, mengikuti penyuluhan maupun kegiatan lainnya yang
dilaksakan pemerintah.
Bapak A adalah salah satu penderita diabetes melitus dan hipertensi yang juga
merupakan peserta PROLANIS di puskesmas Bara-Baraya sejak 2016. Bapak A usia 59
tahun dengan keluhan sakit kepala dan kebas pada tangan. Pasien memilki gula darah
terkontrol rutin setiap bulan. Diagnosa DM tipe 2 ditegakan karena adanya keluhan klasik
DM dan riwayat diagnosa dari RS Haji 30 tahun yang lalu setelah didiagnosa dengan
Hepatitis, serta catatan hasil cek GDS ≥200mg/dl pada beberapa kali pemeriksaan;
diagnosa juga ditegakan karena onset pertama terjadi pada usia dewasa dan fungsi sel
beta yang dapat dibantu dengan obat oral antidiabetes, terbukti dari respon kontrol
glukosa yang relatif baik. (IDI, 2014) Pasien juga mengeluhkan cepat lelah, badan terasa
lemas, penglihatan yang kabur dan kaku pada tengkuk dirasakan saat pasien bangun
tidur. Hipertensi sering dijuluki sebagai silent killer atau pembunuh diam-diam karena
penyakit ini sering berjalan tanpa gejala, dan baru muncul saat terjadi komplikasi pada
organ-organ seperti otak, ginjal dan jantung (Yogiantoro, 2014). Tekanan darah yang
didapatkan saat pemeriksaan fisik yaitu 170/90mmHg, sehingga menurut The Seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC 8), diagnosa hipertensi grade II dapat ditegakkan.
Pasien memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi dari ibu dan diabetes melitus
dari ayah. Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik
(faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam,
konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-minuman
beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen. (Infodatin, 2014)
Pasien memiliki aktivitas fisik minimal. Berdasarkan literatur, kurangnya kegiatan
jasmani dapat mempengaruhi kerja insulin pada tingkat reseptor yang mengakibatkan
terjadinya resistensi insulin. Sebaliknya, aktivitas fisik menurunkan angka kejadian
hipertensi, kegemukan, stroke, osteoporosis dan PJK. Tipe latihan fisik yang cocok untuk
pasien adalah yang melibatkan ayunan tangan, melangkah pendek, dan aerobik dengan
intensitas ringan sampai moderat (Desi, PS. et al, 2013)
Adapun target pencapaian pengelolaan DM, didasarkan dari hasil pemeriksaan
kadar glukosa, HbA1C dan profil lipid. Sasaran pengendalian DM mencakup: IMT normal
(18,5 -22.9), tekanan darah <140/90 mmHg, glukosa darah preprandial kapiler normal
(80-130 mg/dL), glukosa darah 1-2 jam PP kapiler normal (<180mg/dL), HbA1C<7%,
kolestrol LDL <100mg/dL, kolestrol HDL >40 (laki-laki) atau >50 (perempuan), trigliserida
<150mg/dL. (Perkeni, 2015)
Pencapaian target DM di atas bertumpu berat pada persepsi dari sikap terhadap
perawatan diri dalam mengatasi penyakit. Contohnya, dimulai dari kesadaran untuk
mengkonsumsi makanan dan obat yang tepat untuk mengontrol sistem metabolik dengan
baik dan menghindari keperluan untuk mengeluarkan uang bila terjadi komplikasi yang
berlanjut; hingga kesadaran dalam perlunya monitor kondisi secara rutin, walaupun
memberikan rasa nyeri pada saat pengecekan darah. Maka pasien dapat menggunakan
bantuan dari keluarga maupun tenaga medis dalam pembentukan persepsi dan sikap
terhadap pengelolaan DM (Paleeratana, W. 2019)
Setelah keberhasilan dalam menontrol tekanan darah selama setahun,
terutama bila terjadi modifikasi gaya hidup yang bermakna, pasien hipertensi tanpa
komplikasi dapat dipertimbangkan untuk menjalani terapi pengurangan, meliputi :

- Pengurangan obat harus dilakukan secara perlahan dengan tindak lanjut


yang ketat
- Pasien harus selalu diperiksa secara teratur karena hipertensi dapat kembali
setelah beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah obat dihentikan
Terapi yang adekuat secara bermakna menurunkan risiko terjadinya
penyakit jantung, stroke, dan gagal jantung kongestif. Keberhasilan terapi
bergantung pada pendidikan pasien, pemilihan obat yang tepat, tindak lanjut yang
cermat, dan pembahasan strategi secara berulang bersama pasien. (Mansjoer,
2014)

Kesimpulan
Bapak A 59 tahun dengan keluhan sakit kepala dan kebas pada ekstrimitas atas
dengan riwayat penyakit kronis yaitu diabetes melitus sejak 30 tahun yang lalu dan
hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien. Pada kunjungan kali ini didapatkan TD
170/90mmHg, dan GDS 190mg/dL. Pasien merupaan anggota PROLANIS yang
dilaksanakan oleh Puskesmas Bara-Baraya. Pada pasien ini, diberikan obat
antihipertensi dan obat hiperglikemik oral setiap bulannya pada apotik yang telah
disediakan sebagai salah satu program kerja PROLANIS itu sendiri. Selain terapi
farmakologis, olahraga yang cukup, pola makan yang baik, gaya hidup yang sehat
merupakan penunjang agar penyakit yang diderita tidak menimbulkan komplikasi di masa
depannya. Edukasi berbentuk penyuluhan di puskesmas bahkan kunjungan rumah
seperti ini juga tidak kalah pentingnya agar pengetahuan penderita dan masyarakat
setempat mengenai penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi bertambah dan
diharapkan mengurangi angka kejadian penyakit ini.
Daftar Pustaka

1. American Diabetes Association. (2019). Diabetes care: Standards of medical care


in diabetes 2019. USA
2. BPJS Kesehatan (2015). Panduan Praktis: PROLANIS (Program Pennggulangan
Penyakit Kronis. Indonesia
3. Desi, PS. et al. (2013) Upaya penanganan perilaku pasien penderita diabetes
mellitus tipe 2 di Puskesmas Maccini Sawah Kota Makassar tahun 2013. Makassar.
4. Ikatan Dokter Indonesia. (2014). Panduan praktis klinis bagi dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan primer. Jakarta.
5. Infodatin, (2014), Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Hipertensi.
Pusat Data dan Informasi, Jakarta Selatan.
6. Infodatin, (2015), Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Diabetes
Melitus. Pusat Data dan Informasi, Jakarta Selatan.
7. JNC 8 (2014). The Eighth Report of the Joint National Committee: Evidence-Based
Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults. JAMA, United
States.
8. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, et al. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 4 Jilid I. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI; 2014
9. Paleeratana, W. (2019). Predicting diabetic self-care management based on the
theory of planned behavior among elderly with type 2 diabetic in Thailand. Russia:
Russian Associaion of Endocrinologists, 22(4).
10. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2015) Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
11. Wardiah, Esi, E. (2016). Faktor risiko diabetes melitus pada wanita usia reproduktif
di wilayah Puskesmas Langsa Lama Kota Langsa. Medan: Departemen ilmu
kesehatan masyarakat institut kesehatan Helvetia.
12. WHO, (2016). Classification Of Diabetes Mellitus. World Health Organization,
Switzerland.
13. Yogiantoro M, (2014). Pendekatan Klinis Hipertensi. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Departemen Ilmu Penyakin Dalam FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai