Anda di halaman 1dari 20

Tugas Mata Kuliah Metode Kuantitatif

Rangkuman Bab 5
Programa Linier : Primal Dual dan Analisis Sensitivitas Pada Metode Simpleks

Disusun oleh kelompok 5

1. Talitha Nabilah Putri (20013010162)


2. Rahmat Aziz Syaifullah (20013010172)
3. Nia Wardatul Auliya (20013010179)
4. Ahmad Fiki Juliansyah (20013010188)
5. Gita Sekar Melati Putri (20013010192)
6. Fariz Isyraqi Aryasandi (20013010202)

KELAS F
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UPN VETERAN JAWA TIMUR
2021
Konsep Dasar Primal Dual
Persoalan programa linier memiliki suatu persoalan kedua yang saling berhubungan.
Persoalan pertama yang mengacu pada formulasi awal masalah programa linier disebut
sebagai primal. Sementara itu, persoalan kedua yang pada dasarnya berhubungan dengan
persoalan pertama dianamakan dengan dual.
Sifat fundamental hubungan primal dual adalah bahwa solusi optimal pada masalah primal
atau dual juga memberikan solusi optimal pada masalah yang lainnya. Dalam kasus, di mana
masalah primal dan berbeda dalam bentuk kesukaran perhitungan, maka dapat memilih
masalah yang lebih mudah untuk diselesaikan.

Hubungan Primal Dual


Hubungan primal dan dual dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Setiap pembatas pada persoalan pertama berhubungan dengan variabel pada persoalan
kedua.
2. Elemen ruas kanan pada pembatas menjadi koefisien fungsi tujuan pada persoalan
kedua.
3. Koefisien fungsi tujuan pada persoalan pertama menjadi ruas kanan pada persoalan
kedua.
4. Jika persoalan pertama maksimasi, maka persoalan kedua berbentuk minimasi dan
sebaliknya.
5. Jika persoalan maksimasi mempunyai tanda pembatas ≤, maka persoalan minimasi
mempunyai tanda pembatas ≥.
Jika pembatas pada persoalan maksimasi meempunyai tanda pembatas =, maka pada
persoalan minimasi yang berhubungan dengan pembatas tersebut menjadi tidak bertanda
(unresticted).
Untuk mempermudah dalam memahami hubungan Primal Dual tersebut,perhatikan Tabel 5.1
dan Tabel 5.2

Tabel 5.1

Hubungan Primal Dual

P
R FT Maksimasi FT Minimasi
I Fungsi Tujuan Ruas Kanan
M
A Pembatas Variabel
L

Tabel 5.2
Hubungan Primal Dual

V Minimasi Maksimasi
A ≥0 ≤
R ≤0 ≥
I
A
B Unrestricted
E
L

K ≥ ≥0
E ≤ ≤0
N
D
A Unrestricted
L
A

Contoh 1
Persoalan Primal
FT Maksimasi = Xo = 5X1 + 12X2 + 4X3
Kendala/Pembatas:

X1 + 2X2 + X3 ≤ 5
2X1 - X2 + 3X3 = 2
X1,X2,X3 ≥ 0
Buatlah bentuk dual dari persoalan primal tersebut.

Penyelesaian :
FT Minimasi = Yo = 5Y1 + 2Y2

Kendala/Pembatas:
Y1 + 2Y2 ≥ 5
2Y1 - Y2 ≥ 12
Y1 + 3Y2 ≥ 4
Y1 ≥ 0
Y2 unrestricted (tidak bertanda)

Keterangan:

 FT Primal (Maksimasi), sehingga FT Dual (Minimasi).


 Ruas kanan pembatas primal (5 dan 2) menjadi koefisien fungsi tujuan pada persoalan
dual.
 Koefisien fungsi tujuan primal (5, 12, dan 4) menjadi ruas kanan pembatas pada
persoalan dual.
 Semua variabel (X1,X2, dan X3) pada persoalan primal memiliki tanda ≥, sehingga
semua pembatas pada persoalan dual memiliki tanda ≥ (lihat Tabel 5.2)
 Pembatas pertama pada persoalan primal memiliki tanda ≤, sehingga variabel pertama
(Y1) bertanda ≥ (lihat Tabel 5.2)
 Pembatas kedua pada persoalan primal memiliki tanda =, sehingga variabel kedua
(Y2) bertanda unrestricted (lihat Tabel 5.2)

Contoh 2:

Persoalan Primal
FT maksimasi = Z = 3X1 + X2 + 4X3
Kendala/pembatas:
6X1 + 3X2 + 5X3 ≤ 25
3X1 + 4X2 + 5X3 ≤ 20
X1,X2,X3 ≥ 0
Buat bentuk dual dari persoalan primal tersebut.

Penyelesaian:
Persoalan Dual
FT minimasi = Z = 25Y1 + 20Y2
Kendala/pembatas:
6Y1 + 3Y2 ≥ 3

3Y1 + 4Y2 ≥ 1
5Y1 + 5Y2 ≥ 4
Y1 , Y2 ≥ 0

Contoh 3:
Persoalan Primal
FT maksimasi = Z = 2X1 + 3X2 + 5X3 + 2X4 + 3X5
Kendala/pembatas:

X1 + X2 + 2X3 + X4 + 3X5 ≥ 4
2X1 – 2X2 + 3X3 + X4 + X ≥ 3
X1 ; X2 ; X3 ; X4 ; X5 ≥0
Buat bentuk dual dari persoalan primal tersebut.
Penyelesaian :
Persoalan Dual
FT Minimasi = Z = 4Y1 + 3Y2
Kendala/pembatas:
Y1 + 2Y2 ≥ 2

Y1 – 2Y2 ≥ 3
2Y1 + 3Y2 ≥ 5
Y1 + Y2 ≥ 2
3Y1 + Y2 ≥ 3
Y1,Y2 ≤ 0

Solusi Optimum Persoalan Dual

1. Main Duality Theorem

Pada dasarnya, baik persoalan primal maupun persoalan dual akan memiliki solusi optimal
yang sama. Dalam bentuk standar, pembatas mempunyai tanda (=). Jika pembatas pada
persoalan primal (dual) memiliki tanda (=). Maka akan menjadi variabel yang tidak memiliki
tanda (unrestricted) pada persoalan dual (primal).

Contoh:

Persoalan Primal
FTMaksimasi = Z = 5X1 + 12X2 + 4X3

Kendala/pembatas:

X1 + 2X2 + X3 < 5
2X1 - X2 + 3X3 = 2
X1,X2,X3 > 0

Tentukan:

a. Solusi optimal pada persoalan primal.


b. Solusi optimal pada persoalan dual.

Penyelesaian:

Solusi Optimal pada Persoalan Primal

Tabel Awal

EV
Basis Z X1 X2 X3 S1 R2 Solusi Rasio
-
Z 1 S+2M 12+2M -4-3M 0 0 -2M
S1 0 1 2 1 1 0 5 5
R1 0 2 -1 3 0 1 2 0,67 LV

Ilustrasi 1. X3 masuk, R1 keluar

EV
Basis Z X1 X2 X3 S1 R2 Solusi Rasio
Z 1 5/3 40/3 0 0 4/3+M 8/3
S1 0 1/3 7/3 0 1 -1/3 -1/3 1,63 LV
X3 0 2/3 -1/3 1 0 1/3 1/3 -1

Ilustrasi 2. X2 masuk, S1 keluar

EV
Basis Z X1 X2 X3 S1 R2 Solusi Rasio
Z 1 3/7 0 0 40/7 -4/7+M 192/7
X2 0 1/7 1 0 3/7 -1/7 13/7 1,86
X3 0 5/7 0 1 1/7 2/7 7/7 1 LV

Ilustrasi 3. X1 masuk, X3 keluar

Variabel Basis Variabel Non-basis


Basis Z X1 X2 X3 S1 R2 Solusi
Z 1 0 0 3/5 29/5 2/5+M 28,2
X2 0 0 1 -1/5 2/5 -1/5 1,6
X3 0 1-Jan 0 7/5 1/5 2/5 1,8

Variabel basis sudah tidak ada yang negative, sehinga persoalan tersebut sudah optimal, di
mana

X1 + 1,8; X2 + 1,6; X3 = 0; dan Z = 28,2.

Solusi Optimal pada Persoalan Dual

Persoalan Dual
FTMaksimasi = Yo = 5Y1 + 2Y2

Kendala/pembatas:

Y1 + 2Y2 > 5
2Y2 - Y2 > 12
Y1 + 3Y2 > 4
Y1 > 0
Y2 unrestricted (tidak bertanda)

Pada persoalan di atas, variabel Y2 tidak bertanda, sehingga Y2 diganti dengan Y2’ – Y2
Dalam hal ini variabel Y2’> 0 dan Y2 > 0

Bentuk Standar

FTMaksimasi = Z = 5Y1 + 2Y2 + MR1 + MR2 + MR3, sehingga Z – 5Y1 – 2Y2 – MR1 – MR2
– MR3

Kendala/pembatas:

Y1 + 2Y2 – S1 + R1 = 5
2Y1 – Y2 – S2 + R2 = 12
Y1 + 3Y2 – S3 + R3 = 4
Y1, Y2, S1, S2, S3, R1, R2, R3 >0

Bentuk Standar Awal

Basis Z Y1 Y2' Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3 Solusi


Z 1 5 2 2 0 0 0 -M -M -M 0
R1 0 1 2 2 1 0 0 1 0 0 5
R2 0 2 1 -1 0 -1 0 0 1 0 12
R3 0 1 3 3 0 0 -1 0 0 1 4

Persamaan Z Baru

Basis Z Y1 Y2' Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3 Solusi


Z
lama 1 5 2 2 0 0 0 -M -M -M 0
R1
(M) 0 1M 2M 2M M 0 0 M 0 0 5M
R2
(M) 0 2M 1M 1M 0 M 0 0 M 0 12M
R3
(M) 0 M 3M 3M 0 0 M 0 0 1 4M
Z - 2-
baru 1 5+4M 2+4M 4M -M -M -M 0 0 0 21M

Tabel Awal

Basis Z Y1 Y2' Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3 Solusi


- - 2-
Yo 1 5+4M 2+4M 4M -M -M -M 0 0 0 21M
R1 0 1 2 -2 1 0 0 1 0 0 5
R2 0 2 -1 1 0 -1 0 0 1 0 12
R3 0 1 3 1 0 0 -1 0 0 1 4

Berdasarkan tabel awal terseut, dilakukan literasi seperti pada metode (artificial variable).
Dan diperoleh nilai optimal pada fungsi tujuan, yaitu:

Solusi Optimal

Basis Z Y1 Y2' Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3 Solusi


9/5- 8/5-
Yo 1 0 0 0 9/5 8/5 0 M m -M 28,2
R1 0 0 0 0 -7/5 1/5 1 7/5 1/5 0 0,6
R2 0 0 1 1 2/5 1/5 0 2/5 1/5 0 0,4
R3 0 1 3 0 -1/5 2/5 0 1/5 2/5 0 5,8

Nilai optimal dual adalah:

Y1 = 5,8, Y2’ = 0, Y2 = 0,4, dan Yo = 28,2


Y2 = Y2’ – Y2 = 0 – 0,4= 0,4

Kesimpulan :
Solusi Opimal Primal = Solusi Optimal Dual = 28,2.

B. Weak Theorem Of Complementary Slackness

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah :


1. Jika suatu variable prima Xj* bernilai positif, maka kendala dual akan dipenuhi
sebagai suatu persamaan pada keadaan optimum ( variable slack atau surplus pada
kendala dual=0).
2. Jika suatu kendala primal berupa pertidaksamaan murni pada keadaan optimum
(variable slack atau surplus pada kendala primal > 0), maka variable dual yang
berhubungan dengan Yi* harus sama dengan nol pada kondisi optimum.
3. Jika suatu variable dual Yi* bernilai positif, maka kendala primal yang berhubungan
akan memenuhi persamaan pada keadaan optimum (variable slack atau surplus pada
kendala primal=0).
4. Jika suatu kendala dual berupa pertidaksamaan murni (variable slack atau surplus
pada kendala dual > 0), maka variable primal yang berhubungan Xj* = 0.

Contoj :
Persoalan Primal

FTMinimasi Z = 8X1 + 18X2 + 15X3 + 10X4


Kendala/Pembatas :
X1 + 3X2 + 2X3 + 5X4 ≥ 4
X1 + 2X2 + 5X3 - X4 ≥ 3
X1 ; X2 ; X3 ; X4 ≥ 0

Tentukan solusi optimal pada persoalan dual.

Penyelesaian :

Persoalan Dual

FTMaksimasi = Z= 4Y1 + 3Y2


Kendala/Pembatas :
1Y1 + 1Y2 ≤ 8
3Y1 + 2Y2 ≤ 18
2Y1 + 5Y2 ≤ 15
5Y1 - 1Y2 ≤ 10
Y1, Y2 ≥ 0

Karena persoalan diatas terdiri dari 2 variabel (Y1 dan Y2), maka persoalan tersebut
dapat diselesaikan dengan menggunakan Metode Grafik (lihat pembahasannya pada
Bab 2). Dengan menggunakan metode grafik, solusi optimal terletak pada titik yang
merupakan perpotingan antara pembatas (3) dan pembatas (4), dimana nilai Y1=
65/27 ; Y2=55/27 ; dan Z=425/27.

Persoalan Primal
Solusi optimal pada persoalan primal diperoleh dengan memasukkan nilai optimal
yang telah diperoleh (persoalan dual) pada masing-masing pembatas pada persoalan
dual.

Karena Y1*, Y2* > 0, sehingga :


2X3 + 5X4 =4 dan 5X3 – X4 = 3

Dengan melakukan prosesn eliminasi/subtitusi, diperoleh X3 = 19/27 ; X4 = -10/27 ;


X1 =0 ; X2=0 ; dan Z=425/27

SIFAT-SIFAT PRIMAL DUAL


Sifat-sifat primal dual dapay dijelaskan sebagai berikut :

SIFAT I

Pada setiap iterasi secara metode simpleks, baik pada primal maupun pada dual,
matriks dibawah variable basis awal (tidak termasuk koefisien fungsi tujuan), dapat
digunakan untuk mendapatkan koefisien fungsi tujuan yang berhubungan dengan
variable basis awal yang ada pada iterasi tersebut.
Tahapan yang dilakukan adalah :
1. Menentukan koefisien awal fungsi tujuan sesuai dengan variable-variabel basis
pada iterasi yang sedang dilakukan dan disusun dalam bentuk vector baris sesuai
dengan urutannya pada table simpleks.
2. Kalikan vector yang diperoleh pada tahap 1 dengan matriks dibawah variable
basis tersebit. Matriks yang diperoleh pada tahap ini disebut simpleks multiplier
3. Hasil yang diperoleh pada tahap 2 dikurangi dengan koefisien variable basis awal
yang diperoleh pada fungsi tujuan.

SIFAT II
Pada setiap iterasi secara metode simpleks, dengan mensubstitusikan simpleks
multiplier kepada variable-variabel pembatas dual ( primal), koefisien fungsi tujuan
primal (dual) pada iterasi tersebut dapat ditentukan dengan perbedaan ruas kiri dan
ruas kanan pembatas dual (primal) yang berhubungan dengan variable-variabel primal
(dual) tersebut.

SIFAT III

Pada setiap iterasi secara metode simpleks, baik pada primal maupun dual, nilai
variable basis pada iterasi tersebut dapat ditentukan dengan mengalikan matriks
dibawah variable basis awal (tidak termasuk koefisien fungsi tujuan) dengan vector
kolom yang berisi elemen dari ruas kanan pembatas-pembatas.

SIFAT IV

Pada setiap iterasi secara metode simpleks, baik pada primal maupun pada dual,
koefisien-koefisien fungsi pembatas pada iterasi tersebut dapat ditentukan dengan
cara mengalikan matriks dibawah variable basis awal dengan vector kolom dari
koefisien fungsi pembatas pada table awal.

Sifat-sifat Primal Dual dalam bentuk table berikut ini :

Tabel 5.3

Sifat-sifat Primal Dual

Basis Z X1 X2 X3 Variabel Basis Awal Solusi


Z SIFAT II SIFAT I
Matriks dibawah basis SIFAT
SIFAT IV awal III

Contoh:

Persoalan primal

FT maksimal = Z = 5X1 + 12X2 + 4X3

Kendala / pembatas:

X1 + 2X2 + X3 ≤ 5

2X1 – X2 + 3X3 = 2

X1 ; X2 ; X3 ≥ 0
Persoalan Dual

FT minimal = Yo = 5Y1 + 2Y2

Kendala/pembatas

Y1 + 2Y2 ≥ 5

2Y2 – Y2 ≥ 12

Y1 + 3Y2 ≥ 4

Y1 ≥ 0

Y2 unrestricted (tidak bertanda)

Sifat 1

Tahap 1

Varibael basis dari literasi kedua dari persoalan primal tersebut adalah X2 dan X3(sibawah
kolom baris). Vektor barisnya, yaitu koefisien awal pada fungsi tujuan, yaitu (12.,4).

Tahap 2

Tahap 3

Iterasi Optimal untuk primal

Koefisien dari S1 = 40/7 – 0 = 40/7

Koefisien dari R1 = -4/7 – (-M) = -4/7 + M


Iterasi optimal dual

Koefisien dari R1 = 9/5 – (M) = 9/5 – M

Koefisien dari R2 = 8/5 – (M) = 8/5 – M

Koefisien dari R3 = 0 – (M) = -M

Cat: nilai yang diperoleh pada tahap 2 disebut simpleks multiplier

Sifat 2

Jika diambil iterasi kedua primal, maka simpleks multipliernya adalah 40/7 dan -4/7

1. Pembatas dual yang sesuai dengan X1 adalah Y1 + 2Y2 ≥ 5


2. Untuk X2 pembatas dual adalah 2Y1 – Y2 ≥12
Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai X1 adalah negatif, sehingga solusi belum optimal.
Sebaliknya pada posisi awal dual tidak feasible dan akan terus tidak feasible sampai kondisi
optimal tercapai atau dengan kata lain persoalan primal mencari kondisi optimality,
sedangkan dual mencari kondisi feasibility.

Sifat 3

Catatan: hasil yang sama dengan nilai pada tabel optimal dual.

Sifat 4
Pada tabel awal primal, vektor kolom untuk variabel non-basis adalah:

Koefisien X1 dan X2 pada iterasi ketiga adalah 55.

DUAL SIMPPLEKS METHOD

Sifat 2 primal dan dual menerangkan bahwa dual simpleks method digunakan untuk
menyelesaikan persoalan dual yaitu dimulai pada kondisi dual yang tidak feasible. Syaratnya
adalah bahwa semua pembatas yang ada harus mempunyai tanda ketidaksamaan atau dalam
bentuk kanonik.

Fungsi tujuan dapat berupa maksimasi atau dalam bentuk minimasi. Setelah variabel slack
ditambahkan dan persoalan disusun dalam bentuk tabel, maka jika ada elemen-elemen ruas
kanan yang mempunyai tanda-tanda negatif dan persoalan berada dalam kondisi optimality,
maka persoalan dapat diselesaikan dengan Metode Dual Simpleks.

Contoh:

Persoalan Dual

FT minimasi = Xo = 2 X1 + X2

Kendala/pembatas:

3X1 + X2 ≥ 3

4X1 + 32 ≥ 6
X1 + 2X2 ≤ 3

X11 ≥ 0

X2 ≥0

Tentukan nilai X1, X2, dan X0.

Penyelesaian:

Tabel awal persoalan di atas adalah:

Baris XD X1 X2 S1 S2 S3 Solusi
XD 1 -2 -1 0 0 0 0
S1 0 -3 -1 1 0 0 -3
S2 0 -4 -3 0 1 0 -6
S3 0 1 2 0 0 1 3

Solusi awal adalah S1 = -3, S2= -6, dan S3= 3. Solusi tidak feasible, karena ada nilai
variabel basis yang negatif, yaitu S1 dan S2, sedangkan persamaan X0 optimal, karena semua
koefesien non-negatif.

Sama seperti pada metode simpleks biasa, dua simpleks method didasarkan pada
kondisi optimality dan feasibility. Kondisi optimality menjamin solusu tetap optimal,
sedangkan kondisi feasibility mengharuskan solusi-solusi basis masuk ke dalam solution
space.

Kondisi Feasibility:

Leaving variable adalah variabel yang mempunyai nilai negatif terbesar. Jika variabel basis
menjadi non- negatif, maka proses diakhiri dan solusi feasible (optimal) sudah tercapai.

Kondisi Optimality:

Entering varible dipilih di antara variabel-variabel non-basisi dengan cara sebagai berikut:

1. Buat rasio antara koefesien ras kiri persamaan X0 dengan koefesien leaving variabe.
Dengan mengabaikan rasio yang mempunyai penyebut positif atau nol, maka jika
persoalan adalah minimasi maka entering variable yang dipilih adalah variabel yang
mempunyai rasio terkecil. Sedangkan, jika persoalan adalah maksimasi, maka pilih
rasio yang nilai absolutnya terkecil. Jika semua penyebut mempunyai nilai positif atau
nol, maka persoalan tidak mempunyai solusi feasible.
2. Setelah entering variable dan leaving variabble dipilih, dilakukan operasi baris biasa
sampai solusi feasible dn optimal tercapai.

Untuk persoalan pada tabel awal tersebut,leaving variable (S2) =6 , sedangkan


entering variable memiliki nilai sebagai berikut:

variabel X1 X2 S1 S2 S3
Persamaan -2 -1 0 0 0
X0
Persamaan -4 -3 0 1 0
S2
Rasio 1/2 1/3 - - -

Nilai X2 memiliki nilai rasio paling kecil, sehingga diperoleh tabel baru, yaitu:

EV
Basis X0 X1 X2 S1 S2 S3 Solusi
X0 1 -2/3 0 0 -1/3 0 2
S1 0 -5/3 0 1 -1/3 0 -1 LV
X1 0 4/3 1 0 -1/3 0 2
S3 0 -5/3 0 0 2/3 1 -1

Solusi di atas tetap optimal,tetapi tidak feasible (S1 =-1, S2 = -1). Jika kemudian S1 menjadi
leaving variable dan X1 menjadi enteringvariable, maka diperoleh:

Basis X0 X1 X2 S1 S2 S3 Solusi
X0 1 0 0 -2/5 -1/5 0 12/5
X1 0 1 0 -3/5 1/5 0 3/5
X2 0 0 1 4/5 -3/5 0 6/5
S3 0 0 0 -1 1 1 0

Pada tabel di atas sudah tercapai kondisi optimal yang feasible.

Dual simpleks method sering digunakan pada analisis sensitivitas,yaitu apabila suatu
pembatas baru ditambahkan pada persoalan pada saat solusi optimal sudah didapatkan. Jika
pembatas baru tersebut tidak ditambahkan pada persoalan pada saat solusi optimal sudah
didapatkan. Jika pembatas baru tersebut tidak memenuhi kondisi optimal, maka persoalan
kembali menjadi tidak feasiblle. Jadi, dual simpleks method digunakan untuk menghilangkan
ketidak-feasible an suatu persoalan.

ANALISIS SENSTIVITAS PADA METODE SIMPLEKS

Perubahan atau variasi masalah programa linier dipelajari melalui post optimality analysis
atau analisis sensitivitas. Melalui analisis sensitivitas dapat dievaluasi pengaruh perubahan-
pperubahan parameter dengan sedikit tambahan perhitungan berdasarkan tabel simpleks
optimum .Dalam membicarakan analisis sensitivitas, perubahanperubahan parameter dapat
dikelompokkan menjadi:

1. Perubahan koefesien fungsi tujuan.


2. Perubahan pada ruas kanan pembatas.
3. Penambahan variabel baru.
4. Penambahan pembatas baru.
Contoh:

FT maksimasi Xo = 5X1 + 12X2 + 4X3

Kendala/pembatas:

X1 + 2X2 + X3 ≤ 5

2X1 + X2 + 3X3 = 2

X1 : X2 : X3 ≥0

Tabel Solusi Optimal

Basis X0 X1 X2 X3 S1 R1 Solusi
X0 1 0 0 3/5 29/5 -1/5 + M 28 1/5
X2 0 0 1 -1/5 2/5 -1/5 8/5
X1 0 1 0 7/5 1/5 2/5 9/5

1. Perubahan Koefesien Fungsi Tujuan

a. Perubahan pada koefesien variabel basisi


Jika pada soal di atas, fungsi tujuan X1 dan X2 berubah dari 5 dan 12 menjadi 4 dan
10.
Perubahan yang terjadi adalah:

Nilai koefesien S1 dan R1 fungsi tujuan:


Koefesien S1 = 24/5 – (0) = 24/5 >0
Koefesien R1= -2/5 – (-M) = -2/5 + M > 0
Dengan sifat II, nilai koefesien fungsi tuuan adalah:
X1 = 1 (24/5) + 2 (-2/5) - 4 = 0
X2 = 2 (24/5) + -1 (-2/5) - 10 = 0
X3 = 1 (24/5) +3 (-2/5) – 4 = -2/5 < 0
Nilai Z baru = 4(9/5) + 10(8/5) – 4(0) = 116/5
Tabel solusi yang baru adalah:
Basis Z X1 X2 X3 S1 R1 Solusi
Z 1 0 0 -2/5 24/5 -2/5 + 116/5
M
X2 0 0 1 -1/5 2/5 -1/5 8/5
X1 0 1 0 7/5 1/5 2/5 9/5

1. Perubahan Koefisien Fungsi Tujuan


a. Perubahan pada koefisien variable basis
Pada soal di atas, fungsi tujuan X1 dan X2 berubah dari 5 dan 12 menjadi 4 dan
10. Perubahan yang terjadi adalah:
2 1

(10 ; 4) [5 5] = ((20 + 4) ; (− 10 + 8)) = (24 ; − 2)
1 2 5 5 5 5 5 5
5 5
Nilai koefisien S1 dan R1 pada fungsi tujuan:
Koefisien S1 = 24/5 – (0) = 24/5 > 0
Koefisien R1 = -2/5 – (-M) = -2/5 + M > 0

Dengan sifat II, nilai koefisien fungsi tujuan adalah:


X1 = 1(24/5) + 2(-2/5) – 4 =0
X2 = 2(24/5) + -1(-2/5) – 10 =0
X3 = 1(24/5) + 3(-2/5) – 4 = -2/5 < 0

Nilai Z baru = 4(9/5) + 10(8/5) – 4(0) = 116/5

Tabel solusi optimal


Basis Z X1 X2 X3 S1 R1 Solusi
Z 1 0 0 -2/5 24/5 2/5 + M 116/5
X2 0 0 1 -1/5 2/5 4/5 8/5
X1 0 1 0 7/5 1/5 2/5 9/5

Karena X3 masih negatif, maka harus dilakukan proses iterasi untuk mendapatkan
solusi optimal yang baru, di mana X3 menjadi EV dan X1 menjadi LV.

b. Perubahan pada koefisien variable non-basis


Jika koefisien fungsi tujuan X3 pada persoalan primal berubah menjadi 8.
Pembatas dual yang berhubungan dengan X3 berubah dari Y1 + 3Y2 ≥ 4 menjadi
Y1 + 3Y2 ≥ 8. Simpleks multiplier Y1 = 29/5 dan Y2 = -2/5.
Koefisien baru X3 pada persamaan X0 = 1(29/5) + 3(-2/5) – 8 = -17/5. Ini
merubah table optimal dan X3 akan menjadi EV dan X1 menjadi LV seperti table
berikut:

Basis Z X1 X2 X3 S1 R1 Solusi
Z 1 0 0 -17/5 29/5 -2/5 + 116/5
M
X2 0 0 1 -1/5 -1/5 -1/5 8/5
X1 0 1 0 7/5 1/5 2/5 9/5

2. Perubahan pada Ruas Kanan Pembatas


Jika nilai ruas kanan pembatas primal berubah dari:
3
[5] menjadi [ ]
2 10
Pengaruh perubahan ini terhadap solusi optimal dapat dilihat dari sifat III. Nilai baru
dari variable-variable basis menjadi:
𝑋2 2/5 −1/5 3 −4/5
[ ]= [ ][ ] = [ ]
𝑋1 1/5 2/5 10 23/5

Terlihat X2 menjadi tidak feasible (<0) yang berarti pembatas pertama tidak
terpenuhi. Nilai baru X0 = 5(23/5) + 12(-4/5) + 0 = 67/5
Perubahan table optimal adalah sebagai berikut:

Basis Z X1 X2 X3 S1 R1 Solusi
Z 1 0 0 3/5 29/5 -2/5 + 67/5
M
X2 0 0 1 -1/5 2/5 -1/5 -4/5
X1 0 1 0 7/5 1/5 2/5 23/5

Metode dual simpleks digunakan untuk menyelesaikan persoalan, sehingga X2


menjadi variable leaving dan X3 menjadi variable entering.

3. Penambahan Variable baru


Jika ditambahkan variable baru X4, di mana koefisien X4 pada fungsi tujuan = 30,
dan koefisien teknis fungsi pembatas pertama dan kedua adalah 5 dan 7. Pembatas
dual yang berhubungan dengan X4 adalah 5Y1 + 7Y2 ≥ 30. Koefisien X4 pada
persamaan X0 = 5(29/5) + 7(-2/5) – 30 = -19/5. Variable X4 tidak memenuhi syarat
pembatas dan merubah table optimal. Nilai variable basis pada kolom X4 dapat
dihitung dengan sifat IV.

Table optimal baru


Basis Z X1 X2 X3 X4 S1 R1 Solusi
Z 1 0 0 3/5 -19/5 29/5 -2/5 + 281/5
M
X2 0 0 1 -1/5 3/5 2/5 -1/5 8/5
X1 0 1 0 7/5 19/5 1/5 2/5 9/5

Nilai X4 masih negative, sehingga harus dilakukan iterasi uneuk mendapatkan solusi
optimal yang baru, di mana X4 menjadi EV dan X1 menjadi LV.

4. Penambahan Pembatas Baru


Jika ditambahkan pembatas baru sebagai berikut:
4X1 + 15X2 +2X3 ≤ 12

Dengan solusi optimal X1 = 9/5, X2 = 8/5, dan X3 = 0, maka pembatas baru ini tidak
memenuhi syarat solusi optimal yang ada dan menyebabkan solusi optimal menjadi
tidak feasible. Untuk menghilangkan kondisi tersebut, maka pembatas baru harus
masuk ke dalam table optimal. Setelah ditambahkan slack variable, maka table
optimal baru:
Basis Z X1 X2 X3 S1 R1 S3 Solusi
Z 1 0 0 3/5 29/5 -2/5+M 0 28/5
X2 0 0 1 -1/5 2/5 -1/5 0 8/5
X1 0 1 0 7/5 1/5 2/5 0 9/5
S3 0 4 15 2 0 0 1 12

Karena X1 dan X2 adalah solusi basis, makam koefisien-koefisien pada pembatas


yang ditambahkan (S3) harus 0. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan.

S3 baru = ((-4) × persamaan X1 + (-15) × persamaan X2) + S3 lama

X1 baru = ((-4) × 1) + ((-15) × 0) + 4 = 0


X2 baru = ((-4) × 0) + ((-15) × 1) + 15 =0
X3 baru = ((-4) × 7/5) + ((-15) × -1/5) + 2 = -3/5
S1 baru = ((-4) × 1/5) + ((-15) × 2/5) + 0 = -34/5
R1 baru = ((-4) × 2/5) + ((-15) × -1/5) + 0 = 7/5
S3 baru = ((-4) × 0) + ((-15) × 0) + 1 = 1

Maka diperoleh table baru:

Basis Z X1 X2 X3 S1 R1 S3 Solusi
Z 1 0 0 3/5 29/5 -2/5+M 0 28/5
X2 0 1 0 -1/5 2/5 -1/5 0 8/5
X1 0 0 1 7/5 1/5 2/5 0 9/5
S3 0 0 0 -3/5 -34/5 7/5 1 -96/5

Solusi optimal tercapai pada saat X1 = 9/5 ; X2 = 0 ; dan Z = 28/5

Anda mungkin juga menyukai