Anda di halaman 1dari 50

Journal Reading

Epidemiologi COVID-19
“Tugas ini dibuat sebagai salah satu persyaratan dalan mengikuti Kepanitraan
Klinik di SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran UISU ”

Disusun oleh :
Hanita Permata Indah 71180891068
Andri Julaika Putri 71180891052
Ayunda Rizqi Auliani 71180891009

DOKTER PEMBIMBING DOKTER PENGUJI


dr. FARAH DIBA, M. KM dr. RAHMADANI SITEPU, M.KES

KEPANITRAAN KLINIK SMF ILMU ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UISU
2020

Universitas Islam Sumatera Utara Page i


LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

PEMBIMBING

dr. Farah Diba M.KM

Universitas Islam Sumatera Utara Page ii


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan telaah jurnal ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik
Senior di Universitas Islam Sumatera Utara.
Telaah jurnal ini dengan judul “Epidemiologi of COVID-19”bertujuan agar
penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani
Kepaniteraan Klinik Kepaniteraan Klinik Senior di Universitas Islam Sumatera
Utara dan mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dr. Farah Diba, M.KM yang telah
membimbing penulis dalam telaah jurnal ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa telaah jurnal ini masih memiliki
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca telaah jurnal ini. Harapan penulis semoga telaah
jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Medan, 5 Agustus 2020

Penulis

DAFTAR ISI

Universitas Islam Sumatera Utara Page iii


LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii

KATA PENGANTAR......................................................................................iii

DAFTAR ISI....................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................6

1.1 Tujuan Penelitian ................................................................................8

1.2 Manfaat Penelitian...............................................................................8

1.2.1 Bagi Peneliti...............................................................................8

1.2.2 Bagi Masyarakat.........................................................................8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................9

2.1 Definisi Epidemiologi..........................................................................9

2.2 Kegunaan / Manfaat Epidemiologi..................................................11

2.3 Peranan Epidemiologi......................................................................13

2.4 Transisi Epidemiologi.....................................................................15

2.5 Definisi dan Epidemiologi Covid-19..............................................17

2.6 Virologi dan Etiologi.......................................................................22

2.7 Transmisi Covid-19.........................................................................22

2.8 Gejala Covid-19..............................................................................23

2.9 Diagnosis Covid-19.........................................................................23

2.10 Penatalaksanaan Covid-19.............................................................25

Universitas Islam Sumatera Utara Page iv


2.11 Pencegahan Covid-19....................................................................36

2.12 Hipotesa...........................................................................................40

BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................42

3.1 Desain Penelitian.................................................................................42

3.2 Populasi Penelitian..............................................................................42

3.3 Periode Penelitian................................................................................42

3.4 Kriteria Seleksi....................................................................................42

3.5 Teknik Pengumplan Data....................................................................42

3.6 Analisis Statistik..................................................................................42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN................................44


4.1 Hasil Penelitian....................................................................................44
4.2 Kesimpulan..........................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................48

Universitas Islam Sumatera Utara Page v


BAB I

PENDAHULUAN

Epidemiologi berarti Ilmu yang mempelajari tentang penduduk {EPI =


pada/tentang ; DEMOS = penduduk ; LOGOS = ilmu}. Sedangkan dalam
pengertian modern pada saat ini EPIDEMIOLOGI adalah :
“ Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) masalah
kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor –
factor yang Mempengaruhinya) (Gertsman, 2013).

Terdapat tiga hal Pokok epidemiologi yaitu Frekuensi masalah kesehatan


distribusi masalah kesehatan dan determinan masalah kesehatan pada masyarakat
(Gertsman,2013).

Coronavirus (CoVs) adalah genom RNA untai tunggal yang berukuran


sekitar 26 - 32 kb. Dari tujuh virus corona, tiga HCoV (Human CoVs) telah
ditemukan yang menyebabkan pneumonia parah seperti Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan baru-
baru ini yang diakui SARS-CoV-2, yang memiliki derajat mematikan di seluruh
dunia dan kebetulan merupakan bioterorisme dalam hal wabah baru-baru ini
melalui penularan dari manusia ke manusia dari China ke seluruh dunia. Studi
epidemiologis dan klinis pada SARS-COV-2 baru-baru ini dilaporkan di seluruh
dunia tetapi kurangnya data tentang faktor prognosis termasuk obat atau vaksin
yang efektif belum disetujui secara klinis untuk mencegah penyakit menular ini.
(Bandyopadhyay, 2020).

Pandemi virus corona 2019 (COVID-19), yang disebabkan oleh SARS-CoV-2,


telah memengaruhi 5.701.337 orang di seluruh dunia dan menyebabkan 357.688
kematian pada Mei 2020. Sementara sebagian besar fokusnya adalah pada peradangan
sistemik dan komplikasi paru, termasuk pneumonia interstisial. dan sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS), komplikasi kardiovaskular terkait COVID-19 juga dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang parah. (Gatta, 2020).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 6


Virus corona milik keluarga besar virus RNA yang diselimuti dan
menyebabkan penyakit menular bernama penyakit coronavirus atau COVID-19. Virus
COVID-19 menyebar terutama melalui tetesan air liur atau cairan dari hidung saat
orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Ini dapat menyebabkan berbagai gejala seperti
kenaikan suhu, kesulitan bernafas termasuk infeksi paru-paru dan gejala seperti
pneumonia (Hossain, 2020).
Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan
di Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui
pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan.1 Tanggal 18
Desember hingga 29 Desember 2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Sejak 31 Desember 2019 hingga
3 Januari 2020 kasus ini meningkat pesat, ditandai dengan dilaporkannya
sebanyak 44 kasus. Tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di
berbagai provinsi lain di China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Pada 6
Februari 2020, total 28.276 kasus yang dikonfirmasi dengan 565 kematian secara
global didokumentasikan oleh WHO, yang melibatkan setidaknya 25 negara.
Patogen wabah tersebut kemudian diidentifikasi sebagai beta-coronavirus baru,
bernama 2019 novel coronavirus (2019) -nCoV) dan mengingat kembali ingatan
buruk tentang sindrom pernafasan akut yang parah (SARS-2003, yang
disebabkan oleh beta-coronavirus) yang terjadi 17 tahun lalu. (Wu, 2020).
Sejak 31 Desember 2019 sampai 09 Agustus 2020, 19.624.044 kasus COVID-
19 (sesuai dengan definisi kasus yang diterapkan dan strategi pengujian di negara-
negara yang terkena dampak) telah dilaporkan, termasuk 726.953 kematian. Kasus
telah dilaporkan dari: Afrika: 1.037.135 kasus; kasus terbanyak adalah Afrika Selatan
(553188), Mesir (95.314), Asia: 4.886.417 kasus; kasus terbanyak adalah India
(2.153.010), Iran (324.692), Amerika: 10615855 kasus; kasus terbanyak adalah
Amerika Serikat (4 998.017), Brazil (3.012 412), Eropa: 3.062 kasus; kasus
terbanyak adalah Rusia (882 347), Spanyol (314362), Inggris (309 763), Oceania:
22.677 kasus; kasus terbanyak adalah Australia (20.698), Selandia Baru (1.219),
Lainnya: 696 kasus telah dilaporkan dari alat angkut internasional di Jepang. (ECDC,
2020).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 7


Di Indonesia sampai dengan 9 Agustus 2020, Pemerintah Republik
Indonesia telah melaporkan 125.396 orang terkonfirmasi COVID-19. Ada 5.723
kematian terkait COVID-19 yang dilaporkan dan 80.952 pasien telah pulih dari
penyakit tersebut. (WHO, 2020).

Dimedan sampai dengan 9 agustus 2020 jam 17.00, terdapat 4.819


terkonfirmasi, 565 suspek, 2.070 pasien dinyatakan pulih, 225 dinyatakan
meninggal. (bpbd sumut, 2020).

1.1 Tujuan penelitian

Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui epidemiologi covid-19 pada tahun


2020 di beberapa Negara.

1.2 Manfaat penelitian


1.2.1 Bagi peneliti
 Untuk menambah wawasan tentang epidemiologi COVID-19
 Dapat mempelajari dan menerapkan ilmu epidemiologi pada
COVID-19
1.2.2 Bagi masyarakat umum
 Untuk menambah pengetahuan tentang epidemiologi COVID-19
 Sebagai data dan acuan informasi

Universitas Islam Sumatera Utara Page 8


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Epidemiologi

Epidemiologi berarti Ilmu yang mempelajari tentang penduduk {EPI =


pada/tentang ; DEMOS = penduduk ; LOGOS = ilmu}. Sedangkan dalam
pengertian modern pada saat ini EPIDEMIOLOGI adalah :
“ Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) masalah
kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor –
factor yang Mempengaruhinya) (Gertsman, 2013).

Dari definisi tersebut di atas, dapat dilihat bahwa dalam pengertian epidemiologi
terdapat 3 hal Pokok yaitu :

1. Frekuensi masalah kesehatan


Frekuensi yang dimaksudkan disini menunjuk pada besarnya masalah
kesehatan yang terdapat pada sekelompok manusia/masyarakat. Untuk
dapat mengetahui frekwensi suatu masalah kesehatan dengan tepat, ada 2
hal yang harus dilakukan yaitu :
a. Menemukan masalah kesehatan yang dimaksud.
b. Melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemukan
tersebut.
2. Distribusi ( Penyebaran ) masalah kesehatan
Yang dimaksud dengan Penyebaran/Distribusi masalah kesehatan adalah
menunjuk kepada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu
keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksudkan dalam epidemiologi
adalah :
a. Menurut Ciri – ciri Manusia ( MAN ) siapakah yang menjadi sasaran

Universitas Islam Sumatera Utara Page 9


penyebaran penyakit itu atau orang yang terkena penyakit.
b. Menurut Tempat ( PLACE ) , di mana penyebaran atau terjadinya
penyakit.
c. Menurut Waktu ( TIME ) , kapan penyebaran atau terjadinya penyakit
tersebut.

3. Determinan ( Faktor – faktor yang mempengaruhi )


Determinan adalah menunjuk kepada factor penyebab dari suatu penyakit /
masalah kesehatan baik yang menjelaskan Frekwensi, penyebaran ataupun
yang menerangkan penyebab munculnya masalah kesehatan itu sendiri.
Dalam hal ini ada 3 langkah yang lazim dilakukan yaitu :
a. Merumuskan Hipotesa tentang penyebab yang dimaksud.
b. Melakukan pengujian terhadap rumusan Hipotesa yang telah disusun.
c. Menarik kesimpulan.

Adapun definisi Epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000
menyatakan bahwa EPIDEMIOLOGI adalah : “ Studi yang mempelajari
Distribusi dan Determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta
penerapannya untuk pengendalian masalah – masalah kesehatan”. Dengan
demikian dapat dirumuskan tujuan Epidemiologi adalah : (Gertsman, 2013).

1. Mendeskripsikan Distribusi, kecenderungan dan riwayat alamiah suatu


penyakit atau keadaan kesehatan populasi.
2. Menjelaskan etiologi penyakit.
3. Meramalkan kejadian penyakit.
4. Mengendalikan distribusi penyakit dan masalah kesehatan populasi.

Sebagai ilmu yang selalu berkembang, Epidemiologi senantiasa mengalami


perkembangan pengertian dan karena itu pula mengalami modifikasi dalam
batasan atau definisinya.

Pengertian Epidemiologi Ditinjau Dari Berbagai Aspek

Universitas Islam Sumatera Utara Page 10


1. Aspek Akademik Secara Akademik
Epidemiologi berarti Analisa data kesehatan, sosial-ekonomi, dan trend
yang terjadi untuk mengindentifikasi dan menginterpretasi perubahan-
perubahan kesehatan yang terjadi atau akan terjadi pada masyarakat umum
atau kelompok penduduk tertentu.
2. Aspek Klinik
Ditinjau dari aspek klinik, Epidemiologi berarti Suatu usaha untuk
mendeteksi secara dini perubahan insidensi atau prevalensi yang dilakukan
melalui penemuan klinis atau laboratorium pada awal timbulnya penyakit
baru dan awal terjadinya epidemi.
3. Aspek Praktis
Secara praktis epidemiologi berarti ilmu yang ditujukan pada upaya
pencegahan penyebaran penyakit yang menimpa individu, kelompok
penduduk atau masyarakat umum.
4. Aspek Administrasi
Epidemiologi secara administratisi berarti suatu usaha mengetahui keadaan
masyarakat di suatu wilayah atau negara agar dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan
masyarakat

2.2 Kegunaan / Manfaat Epidemiologi

Apabila Epidemiologi dapat dipahami dan diterapkan dengan baik, akan


diperoleh berbagai manfaat yang jika disederhanakan adalah sebagai berikut :

1. Membantu Pekerjaan Administrasi Kesehatan.


Epidemiologi membantu pekerjaan dalam Perencanaan ( Planning ) dari
pelayanan kesehatan, Pemantauan ( Monitoring ) dan Penilaian
(Evaluation ) suatu upaya kesehatan. Data yang diperoleh dari pekerjaan
epidemiologi akan dapat dimanfaatkan untuk melihat apakah upaya yang
dilakukan telah sesuai dengan rencana atau tidak (Pemantauan) dan
ataukah tujuan yang ditetapkan telah tercapai atau tidak (Penilaian).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 11


2. Dapat Menerangkan Penyebab Suatu Masalah Kesehatan.
Dengan diketahuinya penyebab suatu masalah kesehatan, maka dapat
disusun langkah – langkah penaggulangan selanjutnya, baik yang bersifat
pencegahan ataupun yang bersifat pengobatan.
3. Dapat Menerangkan Perkembangan Alamiah Suatu Penyakit.
Salah satu masalah kesehatan yang sangat penting adalah tentang penyakit.
Dengan menggunakan metode Epidemiologi dapatlah diterangkan Riwayat
Alamiah Perkembangan Suatu Penyakit (Natural History of Disease).
Pengetahuan tentang perkembangan alamiah ini amat penting dalam
menggambarkan perjalanan suatu penyakit. Dengan pengetahuan tersebut
dapat dilakukan berbagai upaya untuk menghentikan perjalanan penyakit
sedemikian rupa sehingga penyakit tidak sampai berkelanjutan. Manfaat /
peranan Epidemiologi dalam menerangkan perkembangan alamiah suatu
penyakit adalah melalui pemanfaatan keterangan tentang frekwensi dan
penyebaran penyakit terutama penyebaran penyakit menurut waktu.
Dengan diketahuinya waktu muncul dan berakhirnya suatu penyakit, maka
dapatlah diperkirakan perkembangan penyakit tersebut. Dapat
Menerangkan Keadaan Suatu Masalah Kesehatan.

Perpaduan ciri- ciri ini pada akhirnya memetakan 4 (empat) Keadaan Masalah
4
Kesehatan yaitu :

1. Epidemi
Keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit ) yang
ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada
dalam frekwensi yang meningkat.
2. Pandemi
Suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit )
yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat
memperlihatkan peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah
mencakup suatu wilayah yang amat luas.

Universitas Islam Sumatera Utara Page 12


3. Endemi
suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang
frekwensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang
lama.
4. Sporadik
Suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit )
yang ada di suatu wilayah tertentu frekwensinya berubah – ubah menurut
perubahan waktu.

2.3 Peranan Epidemiologi

Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal


ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja
tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-
penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai
studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya.
Epidemiologi, mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian
determinan-determinan penyakit tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta
determinan-determinan yang:

1. Mencakup semua penyakit

Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun


penyakit non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi
(malnutrisi), kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa
dan sebagainya. Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini
mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.

2. Populasi
Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari
penyakit- penyakit individu maka epidemiologi ini memusatkan
perhatiannya pada distribusi penyakit pada populasi (masyarakat) atau
kelompok.
Universitas Islam Sumatera Utara Page 13
3. Pendekatan ekologi
Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada
keseluruhan lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis, maupun
sosial. Hal inilah yang dimaksud pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit
pada seseorang dikaji dari manusia dan total lingkungannya.

Peranan epidemiologi, khususnya dalam konteks program Kesehatan dan

Keluarga Berencana adalah sebagai tool (alat) dan sebagai metode atau
pendekatan. Demikian pula pendekatan pemecahan masalah tersebut selalu
dikaitkan dengan masalah, di mana atau dalam lingkungan bagaimana penyebaran
masalah serta bilaman masalah tersebut terjadi. Kegunaan lain dari epidemiologi
khususnya dalam program kesehatan adalah ukuran-ukuran epidemiologi seperti
prevalensi, point of prevalence dan sebagainya dapat digunakan dalam
perhitungan-perhitungan : prevalensi, kasus

Peranan Epidemiologi Dalam Pemecahan Masalah Kesehatan Masyarakat

Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari pengetahuan ilmu


kesehatan masyarakat yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan
penyakit dan masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat. Epidemiologi
menekankan upaya bagaimana distribusi penyakit dan bagaimana berbagai faktor
menjadi faktor penyebab penyakit

1. Menerangkan tentang besarnya masalah dan ganguan kesehatan (termasuk


penyakit) serta penyebarannya dalam suatu penduduk tertentu.

2. Menyiapkan data/informasi yang esensial untuk keperluan perencanaan,


pelaksanaan program, serta evaluasi berbagai kegiatan pelayanan (kesehatan) pada
masyarakat, baik bersifat pencegahan dan penanggulangan penyakit maupun
bentuk lainnya serta menentukan skala prioritas terhadap kegiatan tersebut.
Epidemiologi mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat berupa:

Universitas Islam Sumatera Utara Page 14


3. Mengidentifikasi berbagai faktor yang menjadi penyebab masalah atau faktor
yang berhubungan dengan terjadinya masalah tersebut. Dalam melakukan
peranannya, epidemiologi tidak dapat melepaskan diri dalam keterkaitannya
dengan bidang-bidang disiplin Kesmas lainnya seperti Administrasi Kesehatan
Mayarakat, Biostatistik, Kesehatan Lingkungan, dan Pendidikan Kesehatan/Ilmu
Perilaku. Misalnya, peranan epidemiologi dalam proses perencanaan kesehatan.
Tampak bahwa epidemiologi dapat dipergunakan dalam proses perencanaan yang
meliputi identifikasi masalah memilih prioritas, menyusun objektif, menerangkan
kegiatan, koordinasi dan evaluasi. Selain itu, dalam mempersiapkan suatu
intervensi pendidikan kesehatan, epidemiologi dapat dipergunakan dalam
membuat suatu “Diagnosis Epidemiologi” dari masalah yang memerlukan
intervensi itu. Sebagai contoh peranannya sebagai alat diagnosis keadaan
kesehatan masyarakat, epidemiologi dapat memberikan gambaran atau diagnosis
tentang masalah yang berkaitan dengan kemiskinan (poverty) berupa malnutrisi,
overpopulasi, kesakitan ibu, rendahnya kesehatan infant, alcoholism, anemia,
penyakit-penyakit parasit dan kesehatan mental.

2.4 Transisi Epidemiologi

Yang dimaksud dengan transisi epidemiologi adalah perubahan pola


kesehatan dan pola penyakit yang berinteraksi dengan demografi, ekonomi, dan
sosial. Transisi epidemiologi berkaitan dengan transisi demografi, begitu juga
dengan transisi teknologi. Misalnya pergantian dari penyakit infeksi ke penyatit
man-made disease atau lifestyle Pergeseran penyakit ini dapat dibuktikan dengan
berubahnya pola penyakit penyebab kematian tertinggi antara tahun 1960, dengan
wabah penyakit pneumonia, tuberkulosis, dan diare, dengan 1990 penyakit
jantung, neoplasma, dan penyakit otak- pembuluh darah.

Penyebab terjadinya transisi epidemiologi antara lain :

1. Teknologi kedokteran

2. Perubahan standar hidup

Universitas Islam Sumatera Utara Page 15


3. Angka kelahiran

4. Peningkatan gizi

5. Kontrol vektor dan sanitasi

6. Perubahan gaya hidup

Berikut adalah tiga model transisi epidemiologi :

1. Model Klasik, contohnya di Eropa Barat


2. Model Dipercepat, contohnya di Jepang
3. Model Lambat, contohnya di negara berkembang

Proposisi-proposisi dalam transisi epidemiologi

1. Mortalitas adalah faktor fundamental


2. Pergeseran pola kematian penyakit pandemi penyakit infeksi secara
bertahap diganti penyakit degeneratif
3. Perubahan pola penyakit pada anak-anak dan wanita muda, keselamatan
anak- anak dan wanita muda meningkat.
4. Pergeseran pola kesehatan dan penyakit pada masa transisi erat
hubungannya dengan transisi demografi dan sosioekonomi.

Pola kematian yang timbul tiga periode transisi epidemiologi : (Gertsman,2013)

1. Tahap 1
o -  Tahap kesengsaraan dan paceklik
o -  Mortalitas tinggi tidak ada pertambahan penduduk
o -  Angka harapan hidup 20—40 tahun
2. Tahap 2
o -  Penyakit infeksi menghilang
o -  Penurunan mortalitas

Universitas Islam Sumatera Utara Page 16


o -  Angka harapan hidup 30—50 tahun
o -  Pertambahan jumlah penduduk secara eksponensial
3. Tahap 3
o -  Penyakit degeneratif turun
o -  Angka pertumbuhan penduduk tergantung angka fertilitas
4. Transisi epidemiologi yang lambat dapat memicu ledakan penduduk.
Faktor transisi negara berkembang :
o Faktor Ekobiologi
Terjadi keseimbangan antarkomponen dalam segitiga epidemiologi
o Faktor Sosial, Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Pada faktor ini kelompok yang rentan menjadi korban adalah
kelompok usia balita
o Faktor Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan

2.5 Definisi dan Epidemiologi Covid-19


Coronavirus (CoVs) adalah golongan Coronaviridae. Coronavirus
diselimuti dengan untai tunggal, memiliki genom RNA berukuran sekitar 26-32
kb, yang merupakan genom terbesar untuk virus RNA). Dari golongan
Coronavirus , tujuh diketahui menginfeksi populasi manusia. Diantaranya (229E,
NL63, Oc43 dan HKU1) diketahui menyebabkan flu yang jarang menyebabkan
kematian. Tetapi tiga HCov lainnya (CoVs Manusia) telah ditemukan bahwa telah
menyebabkan pneumonia parah seperti Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan yang terakhir
dikenal dengan SARS-CoV-2 yang memiliki derajat mematikan diseluruh dunia
(Bandyopadhyay, 2020).
Menurut penelitian sebelumnya tentang SARS CoV dan MERS CoV,
investigasi epidemiologi alami mereka adalah kalelawar, sedangkan musang
palem atau anjing rakun merupakan inang perantara untuk SARS CoV dan unta
untuk MERS CoV. Secara teoritis jika orang memakan hewan yang tertular, maka
mereka dapat tertular. Namun untuk menghasilkan penularan dari orang ke orang
dalam skala besar seperti pada wabah SARS sebelumnya, virus harus efisien.
Awalnya wabah CoV 2019 dilaporkan sebagai penularan terbatas dari orang ke

Universitas Islam Sumatera Utara Page 17


orang dan sumber yang terkontaminasi dari hewan liar yang terinfeksi, saat ini
tidak ada bukti penularan melalui udara (Wu, 2020).
Awal penyakit dari kasus infeksi Covid 19, yang dikonfirmasi
laboratorium pertama adalah pada 1 Desember 2019 di Wuhan, China. Awalnya,
wabah yang melibatkan pasar lokal, pasar makanan laut Huanan, dengan
sedikitnya 41 orang. Pada tanggal 31 Desember 2019, dinas kesehatan setempat
mengeluarkan peringatan epidemiologi, dan pada tanggal 1 Januari 2020 pasar
tersebut telah ditutup. Pada hari berikutnya kasus semakin bertambah dan
menyebar dari Wuhan ke provinsi Hubei. Kasus pertama terjadi di Thailand pada
13 Januari 2020, namun penyakit tersebut menyebar dengan cepat dan global.
Pada tanggal 6 Februari 2020, total 28.276 kasus yang terkonfirmasi dengan 565
kematian didokumentasikan oleh WHO, yang melibatkan setidaknya 25 negara.
WHO mengeluarkan peringatan darurat kesehatan masyarakat dari perhatian
Internasional (PHEIC) pada tanggal 30 Januari 2020 (Wu, 2020).
Pada tanggal 2 Januari 2020, 41 pasien rumah sakit yang dirawat telah
diidentifikasi memiliki infeksi COVID-19 yang dikonfirmasi di laboratorium, 19
pasien ini memiliki penyakit yang mendasari, termasuk diabetes, hipertensi, dan
penyakit kardiovaskular. Pasien-pasien ini diduga terinfeksi di rumah sakit
tersebut, kemungkinan besar karena terinfeksi nosocomial. Disimpulkan bahwa
Covid-19 bukanlah virus yang disebarkan oleh satu pasien ke banyak pasien lain,
tetapi cenderung menyebar karena banyak pasien terinfeksi di berbagai lokasi di
seluruh rumah sakit melalui mekanisme yang tidak diketahui. Selain itu, hanya
pasien yang sakit secara klinis yang dilakukan pemeriksaan, sehingga banyak
pasien yang tidak menunjukkan gejala klinis tidak dapat terkonfirmasi(Rothan,
2020).
Kasus terkonfirmasi laboratorium ada 728 (34,1%) dan 1407 (65,9% kasus
dugaan. Usia rata-rata semua pasien adalah 7 tahun, dan 1.208 pasien kasus
(56,6%) adalah laki-laki. Lebih dari 90% dari semua pasien memiliki kasus
asimtomatik, ringan, atau sedang. Waktu rata-rata dari onset penyakit hingga
diagnosis adalah 0-42 hari). Ada peningkatan penyakit yang cepat pada tahap
awal epidemi, dan kemudian ada penurunan bertahap dan stabil. Penyakit ini
dengan cepat menyebar dari provinsi Hubei ke provinsi sekitarnya dari waktu ke

Universitas Islam Sumatera Utara Page 18


waktu. Kasus anak terinfeksi lebih banyak di provinsi Hubei dibandingkan
provinsi lain (Dong, 2020).
Kasus COVID-19 pada anak-anak mencakup dari segala usia. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin yang signifikan. Manifestasi klinis kasus COVID-19
pada anak-anak tidak separah pasien dewasa. Distribusi kasus COVID-19 pada
anak bervariasi dan sebagian kasus terkonsentrasi di Wuhan. Lebih lanjut hasil
penelitian ini memberikan bukti kuat penularan dari manusia ke manusia karena
kemungkinan kecilnya anak-anaknya mengunjungi pasar grosis makanan laut
huanan, tempat dimana awal pasien COVID-19 dilaporkan (Dong, 2020).
Data epidemiologi sebelumnya dari tahun 2002-2003 untuk epidemi SARS
dan MERS menunjukkan bahwa mungkin ada perbedaan tergantung jenis kelamin
dalam hasil penyakit. Dari analisis laporan terbaru dari otoritas kesehatan
Tiongkok, yang megkonfirmasi jumlah SARS-CoV-2 di daratan China telah
mencapai 76.936, dan 2.442 orang telah meninggal. Pada 23 Februari 2020 dan
diantara pasien yang meninggal sebagian besar berusia tua dan dua pertiga adalah
laki-laki, yang mungkin meningkatkan masalah reseptor ACE2, yang terletak di
kromosom X dan akhirnya menunjukan bias jenis kelamin (Bandyopadhyay, 2020).
Sementara, menggunakan pengurutan sel tunggal, penelitian melaporkan
korelasi positif dengan ekspresi ACE2 dan ditemukan memiliki frekuensi yang
lebih tinggi pada pria Asia, yang pada gilirannya dapat dianggap sebagai alasan
untuk prevalensi SARS-CoV-2 yang lebih tinggi di subkelompok ini, pasien
dibandingkan pada wanita. Selain itu dengan menggunakan data Genotype Tissue
Expression (GTEx) yang besar melaporkan ekspresi ACE2 positif yang kuat dari
Quantitative Loci (eQtl) pada wanita Asia Timur yang sekali lagi menunjukkan
bahwa wanita Asia lebih terlindungi dari SARS-CoV. Wanita memiliki tingkat
basal ACE 2 yang sangat tinggi. Infeksi SARS CoV-2 menurunkan level ACE2
pada wanita tetapi represi ACE 2 dapat diatasi dengan level ACE2 basal yang
lebih tinggi ini dapat diinduksi oleh hormon estrogen dan androgen yang
melindungi mereka dari penyakit menular ini. Meskipun memiliki kerentanan
yang sama seperti laki-laki, pada akhirnya membuka pertanyaan tentang statu
morbiditas perempuan menopause mengenai status kadar hormon seks
(Bandyopadhyay, 2020).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 19


Semua data yang disebutkan diatas menunjukkan bahwa laki-laki lebih
banyak morbiditas dan mortalitas oleh SARS-CoV-2 daripada perempuan. Salah
satu alasannya karena perbedaan imunulogi berdasarkan jenis kelamin atau
mungkin karena pola gaya hidup seperti prevalensi merokok. Studi sebelumnya
menegaskan bahwa perbedaan dalam prevalensi dan keparahan penyakit ini terkait
dengan ekspresi ACE2 yang lebih tinggi, karena ACE 2 adalah reseptor sel inang
untuk SARS CoV-2 (Bandyopadhyay, 2020).
Sejak 31 Desember 2019 dan 09 Agustus 2020, terdapat 19.624.044 kasus
Covid-19 yang telah dilaporkan termasuk 726.953 jumlah kematian.
Kasus telah dilapor dari, Afrika 1.037.135 kasus, lima negara yang melaporkan
kasus terbanyak adalah Afrika Selatan (553.188), Mesir (95.314), Nigeria
(46.140), Ghana (40.533) dan Aljazair (34.693).
Asia 4.886.417 kasus, lima negara yang melaporkan kasus terbanyak adalah India
(2.153.010), Iran (324.692), ArabSaudi (287.262), Pakistan (284.121) dan
Bangladesh (255.113).
Amerika 10.615.855 kasus, lima negara yang melaporkan kasus terbanyak adalah
Amerika Serikat (4.998.017), Brazil (3.012.412), Meksiko (475.902), Peru
(471.012) dan Kolombia (376.870).
Eropa 3.062 kasus, lima negara yang melaporkan kasus terbanyak adalah Rusia
(882.347), Spanyol (314.362), Inggris (309.763), Italia (250.1030, dan Jerman
(215.891).
Oceania 22.677 kasus, lima negara yag melaporkan kasus terbanyak adalah
Australia (20.698), Selandia Baru (1.219), Guam (412), Papua Nugini (188) dan
Polinesia Prancis (62) (ECDC, 2020).
Data kematian telah dilaporkan dari, Afrika 22.916 kematian, lima negara
yang melaporkan kematian terbanyak adalah Afrika Selatan (10.210), Mesir
(4.992), Aljazair (1.293), Nigeria (942) dan Sudan (773).
Asia (106.711) kematian, lima negara yang melaporkan kematian terbanyak
adalah India (43.379), Iran (18.264), Pakistan (6.082), Turki (5.829) dan
Indonesia (5.658).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 20


Amerika 389.793 kematian, lima negara yang melaporkan kematian terbanyak
adalah Amerika Serikat (162.425), Brasil (100.477), Meksiko (52.006), Peru
(20.884) dan kolombia (12.540).
Eropa 207.215 kematian, lima negara yang melaporkan terbanyak adalah Inggris
(46.566), Italia (35.203), Prancis (30.324), Spanyol (28.503) dan Rusia (14.854).
Oceania 311 kematian, enam negara yang melaporkan kematian adalah Australia
(278), Selandia Baru (22), Guam (5), Papua Nugini (3) dan Kepulauan Mariana
Utara (2) (ECDC, 2020).
Sampai dengan 9 Agustus 2020, pemerintah Republik Indonesia telah
melaporkan 125.396 orang dengan Covid-19 yang dikonfirmasi. Ada 5.723
kematian terkait Covid-19 yang dilaporkan dan 80.952 pasien telah pulih dari
penyakit tersebut. WHO bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk
memantau situasi dan mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut (WHO,2020).
Jumlah kasus Covid-19 yang terkonfirmasi pada tanggal 10 Agustus 2020
sebanyak 4.948 orang. Pasien yang sembuh berjumlah 2.097, pasien yang
meninggal berjumlah 226 (BPBD Sumut, 2020).
Tingkat kasus terkonfirmasi harian memuncak periode ketiga dan
kemudian menurun diseluruh wilayah geografis dan kelompok jenis kelamin dan
usia, kecuali untuk anak-anak dan remaja, yang tingkat terkonfirmasi terus
meningkat. Tingkat kasus harian yang dikonfirmasi selama seluruh periode paka
pekerja medis (130,5 per juta orang) lebih tinggi daripada populasi umum (41,5
per juta orang). Proporsi kasus kritis menurun dari 53,1% menjadi 10,3% selama
5 periode. Resiko keparahan meningkat seiring bertambahnya usia dibandingkan
dengan mereka yang berusia 20 hingga 39 tahun. Lansia lebih dari 80 tahun
memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit kritis (Pan, 2020).
Pada 16 Mei 2020, ada 4.602.900 kasus yang dikonfirmasi dengan
307.135 kematian yang dikonfirmasi secara global, diterjemahkan menjadi case
fatality rate (CFR) sebesar 6,67%. Saat ini, ada 116.635 kasus yang dikonfirmasi
dengan 6.902 kematian di Iran menghasilkan CFR yang sama ( laporan
harian WHO ). Karena penyebaran global Covid-19 yang cepat, kami
memperkirakan bahwa analisis kasus terbaru di satu provinsi di Iran, yang terdiri
dari sekitar 6,5 juta populasi, mungkin membantu untuk mendefinisikan secara

Universitas Islam Sumatera Utara Page 21


lebih spesifik tentang karakteristik klinis Covid-19. Karenanya, kami
melaporkannya di sini karakteristik demografis dan klinis dari pasien Covid-19
yang parah membandingkan mereka yang meninggal dengan mereka bertahan di
Masyhad, Iran (Goshayeshi, 2020).
Manifestasi klinis Covid-19 bervariasi dari infeksi asimtomatik hingga
pneumonia virus berat dengan multi-kegagalan organ yang menyebabkan
kematian [3, 15]. Manifestasi klinis yang paling umum termasuk, tetapi tidak
terbatas pada, demam, batuk non produktif, mialgia, kelelahan dan
sesak. Radiografi dada menunjukkan infiltrasi paru bilateralindikasi pneumonia
dan tes darah menghasilkan peningkatan laju sedimentasi C-Reactive Protein dan
limfositopenia. Pada kasus yang parah, sindrom gangguan pernapasan akut,
kerusakan akut pada jantung dan ginjal serta syok dapat terjadi dan dengan pasien
menderita serangkaian cedera organ yang tidak dapat disembuhkan yang
menyebabkan kematian (Goshayeshi, 2020).

2.6 Virologi dan Etiologi


Coronavirus (CoVs) adalah golongan Coronaviridae. Coronavirus
diselimuti dengan untai tunggal, memiliki genom RNA berukuran sekitar 26-32
kb, yang merupakan genom terbesar untuk virus RNA). Dari golongan
Coronavirus , tujuh diketahui menginfeksi populasi manusia. Diantaranya (229E,
NL63, Oc43 dan HKU1) diketahui menyebabkan flu yang jarang menyebabkan
kematian. Tetapi tiga HCov lainnya (CoVs Manusia) telah ditemukan bahwa telah
menyebabkan pneumonia parah seperti Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan yang terakhir
dikenal dengan SARS-CoV-2 yang memiliki derajat mematikan diseluruh dunia
(Bandyopadhyay, 2020).
SARS-CoV-2 termasuk dalam kategori betaCoVs. Bentuknya bulat atau
elips dan sering kali pleomorfik, dan diameternya kira-kira 60-140 nm. Seperti
CoV lainnya, virus ini sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Dalam hal ini,
meskipun suhu tinggi menurunkan replikasi spesies virus apa pun. Saat ini, suhu
inaktivasi SARS-CoV-2 harus dijelaskan dengan baik. Tampaknya virus ini dapat

Universitas Islam Sumatera Utara Page 22


dinonaktifkan pada suhu sekitar 27 ° C. Sebaliknya, dapat menahan dingin bahkan
di bawah 0 ° C. (Marco Cascella,dkk, 2020)

2.7 Transmisi Covid-19


Transmisi SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak
tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui sekresi
seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran napas yang
keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi.
Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak
erat (berada dalam jarak 1 meter) dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-
gejala pernapasan (seperti batuk atau bersin) atau yang sedang berbicara atau
menyanyi; dalam keadaan-keadaan ini, droplet saluran napas yang mengandung
virus dapat mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan dan dapat
menimbulkan infeksi. Transmisi kontak tidak langsung di mana terjadi kontak
antara inang yang rentan dengan benda atau permukaan yang terkontaminasi
(transmisi fomit) juga dapat terjadi. (WHO,2020)

2.8 Gejala Klinis Covid-19


COVID-19 memiliki masa inkubasi rata-rata 5 hari (interval kepercayaan
95%, 4–7) .Infeksi ini akut tanpa status karier. Gejala biasanya dimulai dengan
sindrom nonspesifik, termasuk demam, batuk kering, dan kelelahan. Beberapa
sistem mungkin terlibat, termasuk pernapasan (batuk, sesak napas, sakit
tenggorokan, rinorea, hemoptisis, dan nyeri dada), gastrointestinal (diare, mual,
dan muntah), muskuloskeletal (nyeri otot), dan neurologis (sakit kepala atau
kebingungan) . Tanda dan gejala yang lebih umum adalah demam (83% -98%),
batuk (76% -82%), dan sesak napas (31% -55%). Ada sekitar 15% dengan
demam, batuk, dan sesak napas. Setelah onset penyakit, gejala agak ringan dan
waktu rata-rata untuk masuk rumah sakit pertama adalah 7 hari (4-8). Tetapi
penyakit berkembang menjadi sesak napas (±8 hari), sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS) (±9 hari), dan ventilasi mekanis (±10 hari) pada sekitar
39% pasien. Pasien dengan penyakit fatal berkembang menjadi ARDS dan
memburuk dalam waktu singkat dan meninggal karena kegagalan beberapa organ.

Universitas Islam Sumatera Utara Page 23


Angka kematian pada seri awal pasien rawat inap adalah 11% -15%, tetapi
statistik selanjutnya adalah 2% -3%. (Wu, 2020).

2.9 Diagnosis Covid-19


Diagnosis di tegakkan dengan anamnesis, pada anamnesis gejala yang
dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam, batuk kering (sebagian kecil
berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu dicatat bahwa demam dapat
tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri atau pada
mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri kepala,
nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat terjadi tanda
dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory Infection-
SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan riwayat demam
(suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan
di rumah sakit. Tidak adanya demam tidak mengeksklusikan infeksi virus.
- Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada
pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan
groundglass. Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil
dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru
dan kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass
dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan
konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi pleura (jarang).
2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah ● Saluran napas
atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring) ● Saluran napas
bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal
tube dapat berupa aspirat endotrakeal)
3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah

Universitas Islam Sumatera Utara Page 24


● Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan normal atau
menurun; hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED
dan CRP meningkat.
● Analisis gas darah
● Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat)
● Fungsi ginjal
● Gula darah sewaktu
6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah.
Kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi
antibiotik. Namun, jangan menunda terapi antibiotik dengan menunggu
hasil kultur darah)
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan
penularan). (PDPI,2020).
2.10 Penatalaksanaan Covid-19

A. Terapi Etiologi/Definitif

Walaupun belum ada obat yang terbukti meyakinkan efektif melalui uji klinis,
China telah membuat rekomendasi obat untuk penangan COVID-19 dan
pemberian tidak lebih dari 10 hari. Rincian dosis dan administrasi sebagai berikut:

 IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari secara inhalasi;

 LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2 kapsul/hari per oral;

 RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan dikombinasikan dengan
IFN-alfa atau LPV/r;

 Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/ hari per oral;

 Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap minum, 3 kali/ hari per oral.

Selain China, Italia juga sudah membuat pedoman penanganan COVID-19


berdasarkan derajat keparahan penyakit:
Universitas Islam Sumatera Utara Page 25
1. Asimtomatis, gejala ringan, berusia <70 tahun tanpa

faktor risiko: observasi klinis dan terapi suportif.

2. Gejala ringan, berusia >70 tahun dengan faktor risiko dan bergejala
demam, batuk, sesak napas, serta rontgen menunjukkan
pneumonia: LPV/r 200 mg/50 mg, 2 x 2 tablet per hari; atau
Darunavir/ritonavir (DRV/r) 800 mg/100 mg, 1 x 1 tablet per hari;
atau Darunavir/cobicistat 800 mg/150 mg, 1 x 1 tablet per hari;
DAN klorokuin fosfat 2 x 500 mg/hari atau hidroksiklorokuin
(HCQ) 2 x 200 mg/hari. Terapi diberikan selama 5-20 hari
berdasarkan perubahan klinis.

3. Pada kasus membutuhkan terapi oksigen atau perburuk secara


cepat, terapi poin 2 dihentikan dan diganti remdesivir (RDV) 200
mg (hari 1) dilanjutkan 100 mg (hari 2-10) dan klorokuin 2 x 500
mg/hari atau HCQ 200 mg, 2 kali perhari. Obat selama 5-20 hari,
berdasarkan perubahan klinis. Jika nilai Brescia- COVID
respiratory severity scale (BCRSS) ≥2, berikan deksametason 20
mg/hari selama 5 hari dilanjutkan 10 mg/hari selama 5 hari
dan/atau tocilizumab.

4. Pneumonia berat, ARDS/gagal napas, gagal hemodinamik, atau


membutuhkan ventilasi mekanik: RDV 200 mg (hari 1), 100 mg
(hari 2-10); DAN klorokuin fosfat 2 x 500 mg/hari atau HCQ 2 x
200 mg/ hari. Kombinasi diberikan selama 5-20 hari. Jika RDV
tidak tersedia, berikan suspensi LPV/r 5 mL, 2 kali per hari atau
suspensi DRV/r; DAN HCQ 2 x 200 mg/hari.

5. Terapi ARDS: deksametason 20 mg/hari selama 5 hari dilanjutkan


10 mg/hari selama 5 hari atau tocilizumab. Rekomendasi dosis
tocilizumab adalah 8 mg/kgBB pada ≥ 30 kg dan 12 mg/kgBB pada
< 30 kg. Dapat diberikan sebanyak 3 kali dengan jarak 8 jam bila
dengan satu dosis dianggap tidak ada perbaikan.
Universitas Islam Sumatera Utara Page 26
WHO sedang merencanakan uji klinis tidak tersamar dan multinasional
terkait COVID-19 bernama SOLIDARITY. Uji tersebut akan membuat empat
kelompok, yaitu kelompok LPV/r dan IFN-beta, kelompok LPV/r, kelompok CLQ
atau HCQ, dan kelompok remdesivir. Daftar uji klinis yang sedang berlangsung
dapat dilihat pada Lampiran.

Berikut adalah obat-obat yang diduga dapat bermanfaat untuk COVID-19:

1. Lopinavir/Ritonavir (LPV/r)

Chu, dkk. menunjukkan kombinasi RBV dan LPV/r menurunkan angka


kematian ARDS pada SARS-CoV dibandingkan RBV pada hari ke-21 pasca onset

gejala. Kemudian, Cao, dkk.93 melakukan uji klinis tak tersamar pada 199 subjek
untuk menilai LPV/r dibandingkan pelayanan standar pada pasien COVID-19.
Tidak terdapat perbedaan bermakna pada waktu perbaikan klinis. Pada penilaian
mortalitas 28-hari didapatkan angka yang lebih rendah pada kelompok LPV/r
(19.2% vs 25.0%).

Baden, dkk. berpendapat bahwa LPV/r memiliki kemampuan inhibisi


replikasi, bukan supresi jumlah virus Oleh karena itu, mereka mengusulkan perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menyimpulkan efektivitasnya.

2. Remdesvir (RDV)

Remdesivir adalah obat antivirus spektrum luas yang telah digunakan


secara luas untuk virus RNA, termasuk MERS/SARS-CoV, penelitian in vitro
menunjukkan obat ini dapat menginhibisi infeksi virus secara efektif. Uji klinis
fase 3 acak tersamar terkontrol plasebo pada pasien COVID-19 telah dimulai di
China. Studi ini membandingkan remdesivir dosis awal 200 mg diteruskan dosis
100 mg pada 9 hari dan terapi rutin (grup intervensi) dengan plasebo dosis sama
dan terapi rutin (grup kontrol). Uji klinis ini diharapkan selesai pada April 2020.
Obat ini juga masuk dalam uji klinis SOLIDARITY.

3. Klorokuin (CQ/CLQ) dan Hidroksiklorokuin (HCQ)

Universitas Islam Sumatera Utara Page 27


Klorokuin, obat antimalaria dan autoimun, diketahui dapat menghambat
infeksi virus dengan meningkatkan pH endosomal dan berinteraksi dengan
reseptor SARS-CoV. Efektivitas obat ini semakin baik karena memiliki aktivitas
immunomodulator yang memperkuat efek antivirus. Selain itu, klorokuin
didistribusi secara baik di dalam tubuh, termasuk paru.

Yao, dkk. mengajukan HCQ sebagai alternatif klorokuin. Studi in vitro


tersebut menelaah efektivitas kedua obat. Hasil studi menunjukkan HCQ lebih
baik dalam pengobatan yang dibuktikan dengan nilai EC yang lebih rendah (0.72
vs 5.47 μM). Selain itu, HCQ lebih ditoleransi. Penelitian pada manusia
direkomendasikan dengan dosis anjuran yang memiliki potensi tiga kali lipat
dibandingkan klorokuin, yaitu hidroklorokuin 400 mg dua kali sehari sebagai
dosis awal dilanjutkan 200 mg dua kali sehari selama 4 hari sebagai dosis
lanjutan.

Uji klinis tak tersamar tanpa acak yang dilaporkan Gautret, dkkmeneliti
efektivitas HCQ terhadap jumlah virus SARS-CoV-2 yang dilakukan evaluasi
setiap harinya sampai 6 hari pasca perekrutan. Total sampel 42 dengan rincian 26
masuk kelompok HCQ. Dari 20 kelompok HCQ, enam diantaranya mendapat
azitromisin sebagai profilaksis bakteri. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
perbedaan bermakna kadar virus pada kelompok HCQ dan kelompok dengan
tambahan azitromisin menunjukkan supresi virus sebanyak 100% dibandingkan
kelompok HCQ. Hasil yang menjanjikan ini dapat menjadi landasan penggunaan
HCQ sebagai pengobatan COVID-19. Namun, hasil ini perlu diwaspadai juga
karena 6 dari pengguna HCQ lost to follow-up dan tidak dianalisis (termasuk 1
meninggal dan 3 dipindahkan ke perawatan intensif). Perlu juga diperhatikan
interaksi obat HCQ dan azitromisin, karena penggunaan bersama dapat
menyebabkan pemanjangan gelombang QT.

4. Favipiravir (FAVI)

Favipiravir merupakan obat baru golongan inhibitor RNA-dependent RNA


polymerase (RdRp) yang dapat menghambat aktivitas polimerasi RNA. Hasil
penelitian sementara di China menunjukkan bahwa favipiravir lebih poten
Universitas Islam Sumatera Utara Page 28
dibandingkan LPV/r dan tidak terdapat perbedaan signifikan reaksi efek samping.
Studi uji klinis tanpa acak tak tersamar menunjukkan favipiravir lebih baik dalam
median waktu bersihan virus dibandingkan LPV/r (4 hari vs 11 hari). Selain itu,
favipiravir juga lebih baik dalam perbaikan gambaran CT scan dan kejadian lebih
sedikit efek samping.

5. Umifenovir (Arbidol®)

Obat antivirus ini merupakan terapi rutin pada kasus influenza yang telah
diketahui kemampuan inhibisinya pada SARS-CoV-2 berdasarkan penelitian in
vitro. Chen, dkk. telah melakukan komparasi LPV/r dan umifenovir pada
tatalaksana COVID-19, dan menemukan tidak terdapat perbedaan bermakna pada
perbaikan gejala atau kadar virus.

6. Oseltamivir

Guan, dkk menemukan bahwa dari 1.099 pasien di China, 393 (35.8%)
diberikan oseltamivir dan 36 di antaranya masuk ICU, menggunakan ventilator
atau meninggal. Studi ini tidak melanjutkan dengan analisis sehingga tidak dapat
disimpulkan manfaat dari oseltamivir. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa
kelompok inhibitor neuraminidase tidak memiliki aktivitas antivirus pada
coronavirus.

7. Interferon-α (IFN-α)

IFN-α terbukti menghambat produksi SARS-CoV secara in vitro.Uji klinis


penggunaannya sedang berlangsung.

8. Tocilizumab (inhibitor reseptor IL-6)

Obat ini telah dicoba pada 21 pasien COVID-19 berat atau kritis di China
dalam studi observasi. Tocilizumab digunakan bersamaan dengan terapi standar
lainnya, yaitu LPV/r dan metilprednisolon. Dilaporkan bahwa demam pada semua
pasien hilang dalam satu hari setelah mendapatkan tocilizumab, diikuti dengan
perbaikan klinis dan radiologis. Demikan juga dengan kadar CRP, kebutuhan dan
Universitas Islam Sumatera Utara Page 29
saturasi oksigennya. Laporan ini tentunya menjanjikan, tetapi perlu disikapi
dengan cermat karena studi masih dalam skala kecil dan tidak ada kelompok
pembanding.

9. Meplazumab/antibodi anti-CD147

Antibodi anti-CD147 diketahui mampu menghambat kemotaksis sel T


yang diinduksi CyPA dan berdampak berkurang inflamasi. Selain itu, antibodi ini
juga dapat menghambat replikasi SARS-CoV-2 berdasarkan studi in vitro yang
membuat pengetahuan baru, ada kemungkinan virus masuk melalui reseptor
CD147. Bian, dkk. menunjukkan penambahan meplazumab mempercepat waktu
rawat, perbaikan klinis dan bersihan virus.

10. Nitazoxanide

Wang, dkk. melakukan uji in vitro guna mengetahui efektivitas


nitazoxanide. Obat antiprotoza ini diketahui memiliki potensi antivirus karena
dapat menghambat SARS-CoV-2 (EC50=2.12 μM) dengan meningkatkan regulasi

mekanisma antivirus bawaan via amplifikasi jalur IFN tipe I dan sensing
sitoplasmik RNA. Dosis yang diajukan 600 mg, 2 kali sehari atau 500 mg, 3 kali
sehari selama 7 hari.

11.Direct-actingAntiviral(DAA)

Sofosbuvir, salah satu obat DAA yang biasanya digunakan untuk terapi
HCV, diketahui memiliki kemampuan untuk menempel pada tempat aktif RdRp,

bersaing dengan nukleotida fisiologis. Efilky105 melakukan uji genetik untuk


melihat kekuatan afinitas sofosbuvir dan obat lainnya. Hasilnya menunjukkan
bahwa sofosbuvir memiliki afinitas yang kuat terhadap COVID-19 dan SARS-
CoV dan atas dasar ini sofosbuvir berpotensi sebagai antivirus SARS-CoV-2.

Universitas Islam Sumatera Utara Page 30


12. Imunoglobulin Intravena (IVIg)

Cao W, dkk. melaporkan serial kasus COVID-19 yang menambahkan


IVIg (dosis 0,3-0,5 g/kgBB) selama lima hari pada terapi standar. Seluruh pasien
yang diberikan merupakan pasien kategori berat. Hasil terapi menunjukkan
terdapat percepatan perbaikan klinis demam dan sesak napas serta perbaikan
secara CT-scan.

13. Obat Lain

Obat lain yang sedang dalam uji klinis dan berpotensi dalam penanganan
SARS-CoV-2 adalah darunavir, type II transmembrane serine protease inhibitor
(TMSPSS2) dan BCR-ABL kinase inhibitor imatinib. Darunavir terbukti
menghambat replikasi virus pada penelitian in vitro. TMPSPSS2 bekerja dengan
menghambat jalur masuk virus dan imatinib menghambat fusi virus dengan
membran endosomal namun untuk dua obat ini belum terdapat studinya.
Penggunaan obat-obatan secara bersamaan harus diperhatikan karena interaksi
satu sama lain. Lopinavir/ ritonavir menyebabkan peningkatan konsentrasi
klorokuin atau HCQ. Tidak diperbolehkan mengombinasikan klorokuin dan HCQ
karena efek samping jantung berupa pemanjangan QT atau interval PR. Oleh
karena itu, setiap pemberian klorokuin atau HCQ perlu dilakukan pemantauan
elektrokardiografi secara berkala.

Oseltamivir diketahui tidak memiliki interaksi dengan obat COVID-19


lainnya. Penggunaan bersamaan dengan metotreksat harus berhati-hati karena
meningkatkan efek samping. Penggunaan bersama dengan klopidogrel dapat
menurunkan kadar oseltamivir dalam darah. Interaksi minor terjadi pada
penggunaan bersama dengan probenecid dan warfarin.

B. Manajemen Simtomatik dan Suportif 1. Oksigen

Pastikan patensi jalan napas sebelum memberikan oksigen. Indikasi


oksigen adalah distress pernapasan atau syok dengan desaturase, target kadar
saturasi oksigen >94%. Oksigen dimulai dari 5 liter per menit dan dapat
Universitas Islam Sumatera Utara Page 31
ditingkatkan secara perlahan sampai mencapai target. Pada kondisi kritis, boleh
langsung digunakan nonrebreathing mask.

2. Antibiotik

Pemberian antibiotik hanya dibenarkan pada pasien yang dicurigai infeksi

bakteri dan bersifat sedini mungkin. Pada kondisi sepsis, antibiotik harus

diberikan dalam waktu 1 jam. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik empirik

berdasarkan dengan profil mikroba lokal.

3. Kortikosteroid

Shang, dkk. merekomendasikan pemberian kortiksteroid. Landasannya


adalah studi Chen, dkk. pada 401 penderita SARS yang diberikan kortiksteroid,
152 di antaranya termasuk kategori kritis. Hasil studi menunjukkan kortikosteroid
menurunkan mortalitas dan waktu perawatan pada SARS kritis. Dosis yang
diberikan adalah dosis rendah-sedang (≤0.5-1 mg/kgBB metilprednisolon atau
ekuivalen) selama kurang dari tujuh hari. Dosis ini berdasarkan konsensus ahli di
China.

Russel CD, dkk. justru merekomendasikan untuk menghindari pemberian


kortikosteroid bagi pasien COVID-19 karena bukti yang belum kuat dan penyebab
syok pada COVID-19 adalah sekuens non-vasogenik. Hal ini didukung studi
telaah sistematik Stockman, dkk.yang menyatakan bahwa belum dapat
disimpulkan apakah terapi ini memberi manfaat atau justru membahayakan.

Australia melaporkan studi observasional terapi kortikosteroid pada 11


dari 31 pasien yang berasal dari China. Tidak didapatkan hubungan kortikosteroid
dengan waktu pembersihan virus, lama perawatan dan durasi gejala. Pedoman di
Italia merekomendasikan deksametason 20 mg/hari selama 5 hari dilanjutkan 10
Universitas Islam Sumatera Utara Page 32
mg/hari selama 5 hari pada kasus pasien COVID-19 dengan ARDS. Society of
Critical Care Medicine merekomendasikan hidrokortison 200 mg/hari boleh
dipertimbangkan pada kasus COVID-19 yang kritis.

4. Vitamin C

Vitamin C diketahui memiliki fungsi fisiologis pleiotropik yang luas.


Kadar vitamin C suboptimal umum ditemukan pada pasien kritis yang berkorelasi
dengan gagal organ dan luaran buruk. Penurunan kadar vitamin C disebabkan oleh
sitokin inflamasi yang mendeplesi absorbsi vitamin C. Kondisi ini diperburuk
dengan peningkatan konsumsi vitamin C pada sel somatik. Oleh karena itu,
dipikirkan pemberian dosis tinggi vitamin C untuk mengatasi sekuens dari kadar
yang suboptimal pada pasien kritis. CITRIS-ALI merupakan studi terbaru yang
menilai efektivitas dosis tinggi vitamin C pada sepsis dan gagal napas. Hasil studi
menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara grup vitamin C dengan dosis 50
mg/kgBB setiap 6 jam selama 96 jam dengan plasebo pada penurunan skor
SOFA. Namun, terdapat perbedaan bermakna pada mortalitas 28-hari, bebas ICU
sampai 28 hari dan bebas perawatan rumah sakit sampai 60 hari. Oleh karena itu,
dosis tinggi vitamin C dapat dipertimbangkan pada ARDS walaupun perlu
dilakukan studi pada populasi khusus COVID-19. Saat ini, terdapat satu uji klinis
yang melihat efektivitas vitamin C dosis 12 gram terhadap waktu bebas ventilasi
pada COVID-19.

5. Ibuprofen dan Tiazolidindion

Muncul kontroversi akibat artikel yang menuliskan ibuprofen dan


golongan tiazolidindion dapat meningkatkan ekspresi ACE2 sehingga
dikhawatirkan akan terjadi infeksi yang lebih berat. Pernyataan ini dibuat tanpa
sitasi bukti yang sahih sehingga saat ini tidak ada rekomendasi untuk melarang
penggunaan kedua obat ini.

6. Profilaksis Tromboemboli Vena

Universitas Islam Sumatera Utara Page 33


Profilaksis menggunakan antikoagulan low molecular-weight heparin
(LMWH) subkutan dua kali sehari lebih dipilih dibandingkan heparin. Bila ada
kontraindikasi, WHO menyarankan profilaksis mekanik, misalnya dengan
compression stocking.

7. Plasma Konvalesen

Plasma dari pasien yang telah sembuh COVID-19 diduga memiliki efek
terapeutik karena memiliki antibodi terhadap SARS-CoV-2. Shen C, dkk.
melaporkan lima serial kasus pasien COVID-19 kritis yang mendapatkan terapi
plasma ini. Seluruh pasien mengalami perbaikan klinis, tiga diantaranya telah
dipulangkan. Biarpun studi masih skala kecil dan tanpa control. plasma
konvalesen telah disetujui FDA untuk terapi COVID-19 yang kritis. Donor
plasma harus sudah bebas gejala selama 14 hari, negatif pada tes deteksi SARS-
CoV-2, dan tidak ada kontraindikasi donor darah.

8. Imunoterapi

Wang C, dkk melakukan identifikasi antibodi yang berpotensial sebagai


vaksin dan antibodi monoklonal. Mereka menggunakan ELISA untuk menemukan
antibodi yang sesuai, sampel berasal dari tikus percobaan. Hasil akhir menemukan
bahwa antibodi 47D11 memiliki potensi untuk menetralisir SARS-CoV-2 dengan
berikatan pada protein S. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk mempelajari
perannya dalam COVID-19 (Wang,2020).

C. Manajemen Pasien COVID-19 yang Kritis

Median waktu onset gejala sampai masuk intensive care unit (ICU) adalah 9 –
10 hari dengan penyebab utama ARDS. Faktor risiko meliputi usia di atas 60
tahun, memiliki komorbid, umumnya hipertensi, penyakit jantung dan diabetes
melitus, dan neonatus. Umumnya anak memiliki spektrum penyakit ringan.
Tatalaksana pasien kritis COVID-19 memiliki prinsip penanganan yang sama
dengan ARDS pada umumnya. Pedoman penangan meliputi:

Universitas Islam Sumatera Utara Page 34


 Terapi cairan konservatif;
 Resusitasi cairan dengan kristaloid;
 Norepinefrin sebagai lini pertama agen vasoaktif

pada COVID-19 dengan syok;

 Antibiotik spektrum luas sedini mungkin pada

dugaan koinfeksi bakteri sampai ditemukan bakteri spesifik;

• Pilihan utama obat demam adalah acetaminofen

• Penggunaan imunoglobulin intravena (IVIg) dan plasma konvalesen COVID-19


telah dilaporkan, tetapi belumdirekomendasikan rutin
• Mobilisasi pasien setiap 2 jam untuk mencegah ulkus dekubitus
• Berikan nutrisi enteral dalam 24-48 jam pertama.

Pada kondisi pelayanan tidak memadai untuk ventilasi invasif, dapat


dipertimbangkan pemberian oksigen nasal dengan aliran tinggi atau ventilasi
noninvasif dengan tetap mengutamakan kewaspadaan karena risiko dispersi dari
aerosol virus lebih tinggi.

D. Ventilasi Mekanik pada COVID-19

Saat melakukan ventilasi mekanik invasif, operator wajib waspada, mengenakan


alat pelindung diri lengkap, dan memakai masker N95 ketika prosedur intubasi.
Upayakan rapid sequence intubation (RSI). Strategi ventilasi yang
direkomendasikan Society of Critical Care Medicine pada Surviving Sepsis
Campaign:

• Pertahankan volume tidal rendah (4-8 mL/kg berat- badan prediksi);

• Target plateau pressure (Pplat) < 30 cm H2O;

• PEEP lebih tinggi pada pasien ARDS berat, waspada barotrauma;


• Ventilasi posisi pronasi selama 12-16 jam (dikerjakan tenaga ahli);

Universitas Islam Sumatera Utara Page 35


• Agen paralitik dapat diberikan pada ARDS sedang/ berat untuk proteksi ventilasi
paru. Hindari infus kontinu agen paralitik. Bolus intermiten lebih dipilih; • Untuk
hipoksemia refrakter, dipertimbangkan venovenous extracorporeal membrane
oxygenation.
Ventilasi mekanik noninvasif dapat dipertimbangkan jika didukung dengan sistem
fasilitas kesehatan yang dapat memastikan tidak terjadi penyebaran secara luas
dari udara ekshalasi pasien. Teknik ini dapat digunakan pada pasien derajat tidak
berat dan patut dipertimbangkan mengganti ke ventilasi mekanik noninvasif jika
tidak terdapat perbaikan.

2.11 Pencegahan

COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh karena itu

pengetahuan terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci pencegahan meliputi


pemutusan rantai penularan dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan proteksi
dasar.

Vaksin

Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan vaksin


guna membuat imunitas dan mencegah transmisi. Saat ini, sedang berlangsung 2
uji klinis fase I vaksin COVID-19. Studi pertama dari National Institute of Health
(NIH) menggunakan mRNA-1273 dengan dosis 25, 100, dan 250 μg. Studi kedua
berasal dari China menggunakan adenovirus type 5 vector dengan dosis ringan,
sedang dan tinggi.

Deteksi dini dan Isolasi

Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah berkontak


dengan pasien yang positif COVID-19 harus segera berobat ke fasilitas kesehatan.
WHO juga sudah membuat instrumen penilaian risiko bagi petugas kesehatan
yang menangani pasien COVID-19 sebagai panduan rekomendasi tindakan

Universitas Islam Sumatera Utara Page 36


lanjutan. Bagi kelompok risiko tinggi, direkomendasikan pemberhentian seluruh
aktivitas yang berhubungan dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan infeksi
SARS-CoV-2 dan isolasi. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan
pemantuan mandiri setiap harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14
hari dan mencari bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat masyarakat, usaha
mitigasi meliputi pembatasan berpergian dan kumpul massa pada acara besar
(social distancing).

Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi

Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah


melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan
alkohol atau sabun dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala
batuk atau bersin, melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki
keluhan yang sesuai kategori suspek. Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah
satu meter. Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberi
jarak minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan
etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan. Perilaku cuci tangan harus
diterapkan oleh seluruh petugas kesehatan pada lima waktu, yaitu sebelum
menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur, setelah terpajan cairan tubuh,
setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh lingkungan pasien. Air sering
disebut sebagai pelarut universal, namun mencuci tangan dengan air saja tidak
cukup untuk menghilangkan coronavirus karena virus tersebut merupakan virus
RNA dengan selubung lipid bilayer. Sabun mampu mengangkat dan mengurai
senyawa hidrofobik seperti lemak atau minyak. Selain menggunakan air dan
sabun, etanol 62-71% dapat mengurangi infektivitas virus. Oleh karena itu,
membersihkan tangan dapat dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau
sabun dan air. Berbasis alkohol lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak
kotor sedangkan sabun dipilih ketika tangan tampak kotor. Hindari menyentuh
wajah terutama bagian wajah, hidung atau mulut dengan permukaan tangan.
Ketika tangan terkontaminasi dengan virus, menyentuh wajah dapat menjadi
portal masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tisu satu kali pakai ketika bersin
atau batuk untuk menghindari penyebaran droplet.

Universitas Islam Sumatera Utara Page 37


Alat Pelindung Diri

SARS-CoV-2 menular terutama melalui droplet. Alat pelindung diri


(APD) merupakan salah satu metode efektif pencegahan penularan selama
penggunannya rasional. Komponen APD terdiri atas sarung tangan, masker wajah,
kacamata pelindung atau face shield, dan gaun nonsteril lengan panjang. Alat
pelindung diri akan efektif jika didukung dengan kontrol administratif dan kontrol
lingkungan dan teknik. Penggunaan APD secara rasional dinilai berdasarkan
risiko pajanan dan dinamika transmisi dari patogen. Pada kondisi berinteraksi
dengan pasien tanpa gejala pernapasan, tidak diperlukan APD. Jika pasien
memiliki gejala pernapasan, jaga jarak minimal satu meter dan pasien dipakaikan
masker. Tenaga medis disarankan menggunakan APD lengkap. Alat seperti
stetoskop, thermometer, dan spigmomanometer sebaiknya disediakan khusus
untuk satu pasien. Bila akan digunakan untuk pasien lain, bersihkan dan
desinfeksi dengan alcohol 70%. World Health Organization tidak
merekomendasikan penggunaan APD pada masyarakat umum yang tidak ada
gejala demam, batuk, atau sesak.

Penggunaan Masker N95 dibandingkan Surgical Mask

Berdasarkan rekomendasi CDC, petugas kesehatan yang merawat pasien


yang terkonfirmasi atau diduga COVID-19 dapat menggunakan masker N95

standar.130 Masker N95 juga digunakan ketika melakukan prosedur yang dapat
menghasilkan aerosol, misalnya intubasi, ventilasi, resusitasi jantung-paru,
nebulisasi, dan bronkoskopi.
Masker N95 dapat menyaring 95% partikel ukuran 300 nm meskipun penyaringan
ini masih lebih besar dibandingkan ukuran SARS-CoV-2 (120-160 nm). Studi
retrospektif di China menemukan tidak ada dari 278 staf divisi infeksi, ICU, dan
respirologi yang tertular infeksi SARS-CoV-2 (rutin memakai N95 dan cuci
tangan). Sementara itu, terdapat 10 dari 213 staf di departemen bedah yang
tertular SARS-CoV-2 karena di awal wabah dianggap berisiko rendah dan tidak
memakai masker apapun dalam melakukan pelayanan. Saat ini, tidak ada
penelitian yang spesifik meneliti efikasi masker N95 dibandingkan masker bedah
Universitas Islam Sumatera Utara Page 38
untuk perlindungan dari infeksi SARS-CoV-2. Meta-analisis oleh Offeddu, dkk.
pada melaporkan bahwa masker N95 memberikan proteksi lebih baik terhadap
penyakit respirasi klinis dan infeksi bakteri tetapi tidak ada perbedaan bermakna
pada infeksi virus atau influenza- like illness. Radonovich, dkk. tidak menemukan
adanya perbedaan bermakna kejadian influenza antara kelompok yang
menggunakan masker N95 dan masker bedah. Meta- analisis Long Y, dkk. juga
mendapatkan hal yang serupa.

Profilaksis Pascapajanan

Arbidol dapat menjadi pilihan profilaksis SARS-CoV-2 berdasarkan studi


kasus kontrol Zhang J, dkk. Arbidol protektif di lingkungan keluarga dan petugas
kesehatan. Hasil studi menunjukkan dari 45 orang yang terpajan SARS-CoV-2
dan mengonsumsi arbidol sebagai profilaksis, hanya ada satu kejadian infeksi.
Temuan yang serupa juga didapatkan pada kelompok petugas kesehatan. Dosis
arbidol sebagai profilaksis adalah 200 mg sebanyak tiga kali sehari selama 5-10
hari. Namun, studi ini belum di peer-review dan masih perlu direplikasi dalam
skala yang lebih besar sebelum dijadikan rekomendasi rutin. India
merekomendasikan pemberian HCQ sebagai profilaksis pada petugas kesehatan
dan anggota keluarga berusia > 15 tahun yang kontak dengan penderita COVID-
19. Namun, belum terdapat bukti efektivitas HCQ untuk pencegahan. Rincian
rekomendasi sebagai berikut:

• Petugas kesehatan asimtomatis yang merawat suspek atau konfirmasi COVID-


19 diberi HCQ 2 x 400 mg pada hari pertama, diikuti 1 x 400 mg sampai dengan
hari ketujuh.

• Anggota keluarga asimtomatis yang kontak dengan penderita COVID-19 diberi


HCQ 2 x 400 mg dilanjutkan 1 x 400 mg sampai dengan hari ke-21.

Penanganan Jenazah

Penanganan jenazah dengan COVID-19 harus mematuhi prosedur


penggunaan APD baik ketika pemeriksaan luar atau autopsi. Seluruh prosedur

Universitas Islam Sumatera Utara Page 39


autopsi yang memiliki potensi membentuk aerosol harus dihindari. Misalnya,
penggunaan mesin gergaji jika terpaksa harus dikerjakan, tambahkan vakum
untuk menyimpan aerosol. Belum terdapat data terkait waktu bertahan SARS-
CoV-2 pada tubuh jenazah.

Mempersiapkan Daya Tahan Tubuh

Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang dapat memperbaiki


daya tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa di antaranya adalah
berhenti merokok dan konsumsi alkohol, memperbaiki kualitas tidur, serta
konsumsi suplemen. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko infeksi saluran
napas atas dan bawah. Merokok menurunkan fungsi proteksi epitel saluran napas,
makrofag alveolus, sel dendritik, sel NK, dan sistem imun adaptif. Merokok juga
dapat meningkatkan virulensi mikroba dan resistensi antibiotika. Suatu meta-
analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahwa konsumsi alkohol berhubungan
dengan peningkatan risiko pneumonia komunitas. ARDS juga berhubungan
dengan konsumsi alkohol yang berat. Konsumsi alkohol dapat menurunkan fungsi
neutrofil, limfosit, silia saluran napas, dan makrofag alveolus. Kurang tidur juga
dapat berdampak terhadap imunitas. Gangguan tidur berhubungan dengan
peningkatankerentananterhadapinfeksiyangditandai dengan gangguan proliferasi
mitogenik limfosit, penurunan ekspresi HLA-DR, upregulasi CD14+, dan variasi
sel limfosit T CD4+ dan CD8+. Salah satu suplemen yang didapatkan bermanfaat
yaitu vitamin D. Suatu meta-analisis dan telaah sistematik menunjukkan bahwa
suplementasi vitamin D dapat secara aman memproteksi terhadap infeksi saluran
napas akut. Efek proteksi tersebut lebih besar pada orang dengan kadar 25-OH
vitamin D kurang dari 25 nmol/L dan yang mengonsumsi harian atau mingguan
tanpa dosis bolus. Suplementasi probiotik juga dapat memengaruhi respons imun.
Suatu review Cochrane mendapatkan pemberian probiotik lebih baik dari plasebo
dalam menurunkan episode infeksi saluran napas atas akut, durasi episode infeksi,
pengunaan anitbiotika dan absensi sekolah. Namun kualitas bukti masih rendah.
Terdapat penelitian yang memiliki heterogenitas besar, besar sampel kecil dan
kualitas metode kurang baik. Defisiensi seng juga berhubungan dengan penurunan
respons imun. Suatu meta-analisis tentang suplementasi seng pada anak
Universitas Islam Sumatera Utara Page 40
menunjukkan bahwa suplementasi rutin seng dapat menurunkan kejadian infeksi
saluran napas bawah akut (Roth, 2020).

2.12 Hipotesis

Meskipun temuan kami mengungkapkan secara statistik tidak ada


hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan hasil Covid-19 Infeksi,
prevalensi infeksi Covid-19 lebih tinggi di antara pria Iran jika dibandingkan
dengan laporan dari Cina. 62% dari kasus kami adalah laki-laki sementara itu
hanya (49,3% - 54,3%) di Cina Namun, temuan kami ternyata sejalan dengan
laporan dari Italia (60%) [26], dan Amerika Serikat (63%) yang mendukung
hipotesis kami (Goshayeshi, 2020).
Ini adalah penelitian pertama di Mashhad, Iran yang melaporkan
karakteristik pasien Covid-19 yang parah dengan mereka infeksi dikonfirmasi
oleh RT-PCR. Studi tersebut menemukan bahwa bertambahnya usia pada
kelompok pasien ini meningkatkan risiko kematian. Penyakit penyerta yang
paling sering adalah diabetes dan gangguan kardiovaskular dan yang paling sering
gejala dispnea, batuk, dan demam. Selain itu, infeksi paling sering terjadi pada
kelompok umur 50-59 tahun dan 60-69 tahun, sedangkan angka kematian
tertinggi terjadi pada kelompok umur 80-89 tahun. Temuan ini sejalan dengan
temuan yang dilaporkan peneliti lain (Goshayeshi, 2020).
Sementara itu dilaporkan oleh Huang et al. bahwa 32% pasien dirawat di
ICU . kami hanya mentransfer 11,8% kasus di sana. Selain itu, tingkat kematian di
ICU dalam penelitian kami adalah 46,4%, lebih rendah dari yang dilaporkan
(78%).oleh Zhou et al. Semua pasien yang dirawat di ICU menerima antibiotik
spektrum luas dan obat antivirus, kombinasi yang mungkin telah berkontribusi
pada tingkat kematian yang lebih rendah. Pemeriksaan hipotesis ini tetap untuk
masa depan studi. Alasan lainnya adalah perawatan ICU dilakukan oleh tim ahli
rumah sakit. Yang penting, gunakan jika RT- Pengujian PCR dari semua pasien
yang dirawat di ICU memperkuat keandalan tingkat kematian dari kategori pasien
ini (Goshayeshi, 2020).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 41


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Sebuah studi cross-sectional dari kohort berbasis populasi lokal dari pasien
yang jatuh sakit secara berturut-turut dilakukan antara 5 Maret dan 12 Mei 2020
di Masyhad, Iran (Goshayeshi, 2020).

3.2 Populasi Penelitian


1.278 di laboratorium dikonfirmasi sebagai Covid-19 infeksi di Masyhad,
Iran. Akhirnya, 334 kasus meninggal dan 733 kasus pulih dinilai dari segi
demografi, riwayat paparan, hasil kesehatan dan gejala klinis (Goshayeshi, 2020).

3.3 Periode Penelitian


Tanggal 5 Maret hingga12 Mei 2020 (Goshayeshi, 2020).

3.4 Kriteria Seleksi


Di antara 4.000 kasus dengan gejala parah, 1.278 kasus dikonfirmasi
sebagai kasus Covid-19 benar oleh uji time reverse-transcriptase-polymerase-
chain-reaction (RT-PCR) dari usap hidung dan atau faring. Klinis dan hasil
demografis dari 1.278 kasus yang dikonfirmasi laboratorium ini dimasukkan
dalam tinjauan riwayat pajanan, hasil dan gejala kesehatan (Goshayeshi, 2020).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 42


3.5 Teknik Pengumplan Data
Data berasal dari pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Universitas
Ilmu Kedokteran Mashhad. 94% kasus adalah pasien rawat inap dari rumah sakit
yang berafiliasi dengan ini Universitas (Goshayeshi, 2020).

3.6 Analisis Statistik


Variabel kategori diringkas sebagai frekuensi dan persentase. Tes Shapiro-
Wilk digunakan untuk memeriksa normalitas data. Data yang terdistribusi secara
normal dinyatakan sebagai mean ± standar deviasi (SD), dan data miring sebagai
kisaran median dan interkuartil (IQR). Tes dua sisi Student dan Mann-Whitney U
digunakan untuk membandingkan data variabel kontinu yang dikelompokkan jika
sesuai. Uji Chi-square dan Fisher digunakan untuk melakukan perbandingan
antarkelompok dan kategori yang sesuai. Nilai p yang dilaporkan <0,05 dianggap
secara statistic penting. Perangkat lunak SPSS, versi 16 (SPSS Inc., Chicago, IL,
USA) digunakan untuk menganalisis data dan Google Lembar untuk
menggambarkan Gambar (Goshayeshi, 2020).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 43


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN

4.1 HASIL PENELITIAN


Karakteristik demografis dari 1.278 kasus yang dikonfirmasi
laboratorium, 211 masih dalam pengobatan dan hasilnya tidak diketahui pada saat
penghentian data pada 12 Mei, jadi kami dibatasi pada 1.067 pasien, di antaranya
334 orang telah meninggal dan 733 pulih. Ada hubungan yang signifikan secara
statistik antara usia dan kematian dengan tingkat kematian meningkat seiring
bertambahnya usia. Meskipun frekuensi infeksi Covid-19 tinggi pada kelompok
usia 30-39 dan 40-49, kebanyakan dari mereka (masing-masing 105/119 = 88,2
dan 133/155 = 85,8%) pulih harus ditambahkan bahwa hanya 26 / 1.278 (2,03%)
yang lebih muda dari 20 tahun dan hanya 28 / 1.278 (2,2%) lebih tua dari 89.
Kematian di antara kelompok usia yang berbeda digambarkan pada sebagian
besar pasien yang terinfeksi laki-laki (793 / 1.278 = 62%). Tidak ada perbedaan
hasil yang signifikan secara statistik dengan mengacu pada jenis kelamin.
 Dari 1.278 pasien dengan infeksi Covid-19 berat, 125 / 1.058 (11,81%)
kasus adalah dirawat di ICU, dan \ atau 231/834 (27,7%) kasus menjalani ventilasi
mekanis. Dari 125 kasus dirawat di ICU dan 231 kasus menggunakan ventilasi
mekanis, 58 (46,4%) dan 81 (35,06%) kasus meninggal, masing-masing. Durasi
median (IQR) rawat inap adalah 9,0 (9) hari dan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan secara statistic antara durasi mereka yang dipulangkan dan mereka
yang meninggal. Komorbiditas dan gejala. Penyakit penyerta yang paling sering
Universitas Islam Sumatera Utara Page 44
terjadi adalah gangguan kardiovaskular dan diabetes yang terdiri dari 268 / 1.278
(21.0%) dan 208 / 1.278 (16.3%) kasus. Sesak, batuk, dan demam adalah
penyebabnya gejala klinis paling sering dengan 929 (72,7%), 870 (68,1%) dan
815 (63,8%) kasus, masing-masing. Dibandingkan dengan korban, kasus yang
meninggal menunjukkan tingkat komorbiditas yang lebih tinggi termasuk
gangguan kardiovaskular (29,7% vs.19,4%), diabetes (21,3% vs 15,7%)
dan gangguan pernapasan kronis (7,8% vs 3,6%), masing-masing.
Pendekatan terapeutik sebagian besar pasien, yaitu 486 / 1.012 (48%) menerima
terapi antivirus dan antibiotik, sedangkan 321 / 1.012 (31,7%) dan 205 / 1.012
(20,3%) menerima terapi antiviral dan konservatif (tanpa antivirus dan antibiotik),
masing-masing. Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik
antara pendekatan terapeutik dan angka kematian. Tingkat kematian kombinasi
Oseltamivir yang diresepkan untuk kasus ringan dan Kaletra kombinasi yang
diresepkan untuk kasus yang parah adalah 22,3% dan 46,7%, masing-masing.
Dari 1.278 pasien, 67 (5,2%) kasus (45 laki-laki dan 22 perempuan) adalah
petugas kesehatan yang 2 (3,0%) meninggal. Di antara 67 kasus ini, 6 (8,9%)
dirawat di ICU dan 7 (14,9%) kasus menjalani ventilasi mekanis. Berkenaan
dengan gejala, 68,7% melaporkan demam, 77,6% batuk dan 56,7% sesak. Tiga
menderita kardiovaskular gangguan dan 3 diabetes; 31 memiliki riwayat kontak
dengan pasien Covid-19 (Goshayeshi, 2020).
Sejak 31 Desember 2019 dan 09 Agustus 2020, terdapat 19.624.044 kasus
Covid-19 yang telah dilaporkan termasuk 726.953 jumlah kematian. Kasus telah
dilapor dari, Afrika 1.037.135 kasus, lima negara yang melaporkan kasus
terbanyak adalah Afrika Selatan (n = 553.188), Mesir (n = 95.314), Nigeria (n =
46.140), Ghana (n = 40.533) dan Aljazair (n = 34.693). Asia 4.886.417 kasus,
lima negara yang melaporkan kasus terbanyak adalah India (n = 2.153.010), Iran
(n = 324.692), ArabSaudi (n = 287.262), Pakistan (n = 284.121) dan Bangladesh
(n = 255.113). Amerika 10.615.855 kasus, lima negara yang melaporkan kasus
terbanyak adalah Amerika Serikat (n = 4.998.017), Brazil (n = 3.012.412),
Meksiko (n = 475.902), Peru (n = 471.012) dan Kolombia (n = 376.870).
Eropa 3.062 kasus, lima negara yang melaporkan kasus terbanyak adalah Rusia (n
= 882.347), Spanyol (n= 314.362), Inggris (n = 309.763), Italia (n = 250.103), dan

Universitas Islam Sumatera Utara Page 45


Jerman (n = 215.891). Oceania 22.677 kasus, lima negara yag melaporkan kasus
terbanyak adalah Australia (n = 20.698), Selandia Baru (n = 1.219), Guam (n =
412), Papua Nugini (n = 188) dan Polinesia Prancis (n = 62) (Covid-19 situation
update worldwide, as of 9 August 2020). Data kematian telah dilaporkan dari,
Afrika 22.916 kematian, lima negara yang melaporkan kematian terbanyak adalah
Afrika Selatan (n = 10.210), Mesir (n = 4.992), Aljazair (n = 1.293), Nigeria (n =
942) dan Sudan (n = 773). Asia (n = 106.711) kematian, lima negara yang
melaporkan kematian terbanyak adalah India (n = 43.379), Iran (n = 18.264),
Pakistan (n = 6.082), Turki (n = 5.829) dan Indonesia (n = 5.658). Amerika
389.793 kematian, lima negara yang melaporkan kematian terbanyak adalah
Amerika Serikat (n = 162.425), Brasil (n = 100.477), Meksiko (n = 52.006), Peru
(n = 20.884) dan kolombia (n = 12.540). Eropa 207.215 kematian, lima negara
yang melaporkan terbanyak adalah Inggris (n = 46.566), Italia (n = 35.203),
Prancis (n = 30.324), Spanyol (n = 28.503) dan Rusia (n = 14.854). Oceania 311
kematian, enam negara yang melaporkan kematian adalah Australia (n = 278),
Selandia Baru (n = 22), Guam (n = 5), Papua Nugini (n = 3) dan Kepulauan
Mariana Utara (n = 2) (ECDC, 2020).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 46


4.2 KESIMPULAN
Frekuensi kematian akibat Covid-19 meningkat pesat dari kelompok usia
30-39 tahun, tetapi ada yang lebih tinggi jumlah kematian pada pasien yang lebih
muda dibandingkan dalam penelitian internasional. Diabetes mellitus dan
gangguan kardiovaskular pun komorbiditas paling umum, meskipun lebih rendah
dari yang dilaporkan dalam penelitian sebelumnya. Demam, batuk, dan sesak
gejala umum di antara pasien yang terinfeksi Covid-19, namun demam dan batuk
tidak umum terjadi kasus yang akhirnya meninggal dibandingkan dengan yang
sembuh (Goshayeshi dkk,2020).

Universitas Islam Sumatera Utara Page 47


DAFTAR PUSTAKA

Bandyopadhyay, Arup Ratan., Chatterje, Diptendu., Ghosh,


Kusum., Sarkar, Pranabesh. 2020. covid-19: An Epidemiological and
Host genetics Appraisal, University of Calcutta, India.
BPPD Sumut, 2020. Update Covid-19 di Sumatera Utara 10
Agustus 2020.
Carscella,M., Rajnik,M., Cuomo,A. 2020. Features, Evaluation,
and Treatment of Coronavirus (COVID-19). StatPearls Publishing,
Treasure Island.
Dong, Yuanyuan., Mo, Xi. Hu, yabin., qi, Xin., Jiang, Fan., Jiang,
Zhongyi., Tong, Shilu. 2020. Epidemiology of Covid-19 among
Children in China, Journal of pediatrics.
European Centre For Disease Prevention and Control,2020. Covid-
19 situation update worldwide, as of 23 August 2020.
European Society for Gynaecological Endoscopy, 2020. Handbook
of COVID-19 prevention and treatment. Zhejiang University School
of Medicine.
Gatta, Francesca., Dolan, Ciaran. 2020. Acute Myocardial in
Covid-19: Epidemiology, Aetiology and management. University
Teaching Hospital NHS Trust, United Kingdom.

Universitas Islam Sumatera Utara Page 48


Gerstman, B. Burt. 2013. Epidemiology Kept Simple: An
Introduction to Traditional and Modern Epidemiology, 3rd Edition.
Wiley –Liss

Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, et al. Clinical


Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China. New Engl J
Med. 2020; published online February 28. DOI: 10.1056/
NEJMoa2002032.

Hossain, Irin., Mullick, Ashekur Rahman., Khan, Manzurul


Haque., Ahmad, Sk Akhtar., Rahman, Shafiur., Aktaruzzaman, M.
2020. Epidemiology Distribution of 48 Diagnosed COVID-19 Cases
in Bangladesh: A Descriptive Study, University of Health Sciences,
Dhaka, Bangladesh.
Ladan, Goshayeshi., Rad, Mina Akbari., Berquist, Robert.,
Allahyari, Abolghasem., Hoseini, Benyamin. 2020. Demographic and
Clinical Characteristic of the severe Covid-19 Infections: first report
from Mashad Uniiversity of Medical sciences, Iran.
Pan, An., Liu, Li., Wang, Chaolong. 2020. Association of Public
Health Intervention with the epidemiology of the Covid-19 Outbreak in
Wuhan, China, Jama network.

Roth DE, Richard SA, Black RE. Zinc supplementation for the
prevention of acute lower respiratory infection in children in
developing countries: meta-analysis and meta-regression of
randomized trials. Int J Epidemiol. 2010;39(3):795-808.

Rothan, Hussin A., Byarareddy, Sidappa N., 2020, The


epidemiology and pathogenesis of coronavirus disease (COVID-19)
outbreak, Journal of autoimmunity.

Wang C, Li W, Drabek D, Okba NMA, van Haperen R, Osterhaus


ADME, et al. A human monoclonal antibody blocking SARS- CoV-2
infection. bioRxiv. 2020; published online March 12. DOI:
10.1101/2020.03.11.987958.

Universitas Islam Sumatera Utara Page 49


World Health Organization, 2020. Update on coronavirus disease
in Indonesia.
World Health Organzation, 2020. Transmisi SARS-CoV-2:
implikasi terhadap kewaspadaan pencegahan infeksi. WHO int.
Wu, Yi-Chi, Chen, Ching-sung, Chan, Yu-Jiun, The outbreak of
covid-19 overview, March 2020.

Universitas Islam Sumatera Utara Page 50

Anda mungkin juga menyukai