Anda di halaman 1dari 126

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN

MENTAL REMAJA MASA PANDEMI COVID-19 DI PONDOK PESANTREN


DARUL HIDAYAH KEMILING BANDAR LAMPUNG

TESIS

Disampaikan Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat

Oleh:

Siti Farida
NIM 1909047035

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
2021

LEMBAR PERSETUJUAN

i
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN
MENTAL REMAJA MASA PANDEMI COVID-19 DI PONDOK PESANTREN
DARUL HIDAYAH KEMILING BANDAR LAMPUNG

TESIS
Disampaikan Untuk Memenuhi Persyaratan
Menulis Tesis Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Oleh

NAMA : SITI FARIDA


NIM 1909047035

Disetujui untuk diseminarkan

Pembimbing Tanda tangan Tanggal

Dr. Retno Mardiati, SKM.,M. Kes 23 April 2021

Dr. dr. Aragar Putri, MRDM, Sp.KKLP 23 April 2021

Jakarta, 24 April 2021


Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sekolah Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

Dr. Sarah Handayani, SKM, M.Kes.

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan nikmat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal tesis yang berjudul “Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa Pandemi Covid-19

Di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung” .Oleh karena itu,

penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada;

1. Bapak Prof. Dr. Gunawan Suryoputro M.Hum, selaku Rektor Sekolah

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

bapak Ade Hidayat MPd. Dan seluruh dosen program studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.

3. Hamka. yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama masa

perkuliahan.

4. Dr. Sarah Handayani, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

5. Dr. Retno Mardiati, SKM.,M. Kes. Selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang membangun dengan tulus dan

ikhlas sehingga proposal tesis ini dapat terselesaikan.

iii
6. Dr. dr. Aragar Putri, MRDM, Sp. KKLP Selaku pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang membangun dengan tulus dan

ikhlas sehingga proposal tesis ini dapat terselesaikan.

7. Kedua Orangtua dan keluarga atas do’a dan dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir perkuliahan;

8. Rekan – rekan program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah

mendukung penulis dalam menyusun proposal tesis;

9. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu.

Dalam penyusunan proposal ini, penulis menyadari masih banyaknya

kekurangan sehingga saran dan kritik diharapkan dapat memberikan perbaikan

proposal tesis. Semoga proposal tesis ini memberikan manfaat dan sumbangsih

dalam melengkapi pengembangan ilmu pengetahuan baik bagi penulis, institusi

pendidikan dan masyarakat pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 24 April 2021

Peneliti

Siti Farida

iv
1

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER...........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................1
DAFTAR TABEL...............................................................................................2
DAFTAR BAGAN..............................................................................................3
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................4
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................6
A. Latar Belakang......................................................................................6
B. Masalah Penelitian................................................................................12
C. Kegunaan Hasil Penelitian....................................................................14
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS......................................................16
A. Kesehatan Mental.................................................................................16
B. Faktor Kesehatan Jiwa..........................................................................22
C. Teori Tentang Covid-19........................................................................30
D. Penelitian yang Relevan.......................................................................33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...........................................................41
A. Tujuan Penelitian..................................................................................41
B. Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................42
C. Metode Peneltian..................................................................................42
D. Populasi dan Sampel.............................................................................44
E. Teknik Pengumpulan Data....................................................................44
F. Instrumen Penelitian..............................................................................48
G.Teknik Analisa Data..............................................................................75
H. Hipotesis Statistik.................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2 Penelitian yang Relevan..................................................................35


Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Sampel...............................................................44
Tabel 3.3 Tingkat Reabilitas Data...................................................................47
Tabel 3.4 Devinisi Oprasional........................................................................73
Tabel 3.5 Gambaran Kesehatan Mental Remaja.............................................90
Tabel 3.6 Nilai-nilai statistik Berdasarkan Kesehatan Mental...........................96

2
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori.................................................................................39


Bagan 2.2 Kerangka Konsep..............................................................................40

3
DAFTAR SINGKATAN

DEPKES : Departemen Kesehatan

KEMENKES RI : Kementrian Kesehatan republic

Indonesia MERS : Middle East Respiratory Syndrome

OR : Odds Ratio

RNA : Ribonukleat Acid

SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome

UKM : Unit Kegiatan Mahasiswa

WHO : World Health Organization

3M : Memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan

dengan Sabun.

4
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian Kuantitatif


Lampiran 2 Lembar Persetujuan (informent Consent)
Lampiran 3 Kuesionair
Lampiran 4 Validitas Data
Lampiran 5 Output SPSS
Lampiran 6 Lembar Konsultasi

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Covid-19 telah menyebabkan gangguan fisik dan psikis berupa gangguan mental

emosional masyarakat dunia. Tipe baru Coronavirus (2019-nCoV) diidentifikasi sebagai

gen etiologi dalam kasus pneumonia tidak terbatas. Penyebabnya terlihat di Kota Wuhan

pada 31 Desember 2019. Virus ini kemudian menyebar dengan cepat di seluruh dunia

dan menyebabkan pandemi yang dikenal sebagai covid-19 (Awaliyah, 2020).

WHO menjelaskan covid-19 merupakan masalah kesehatan yang menjadi

perhatian global. Dengan berbagai upaya pengendalian dilakukan oleh semua negara

untuk menurunkan angka kematian akibat virus ini. Sampai saat ini yang terkonfirmasi

kasus covid-19 seluruh dunia terdapat 5.406.282 positif corona dan meniggal 343.562.

Kasus tertinggi terjadi pada bulan Januari Sampai 22 Mei anatara lain: Amerika dengan

tingkat kematin 95.870, tingkat kasus 29,3, kasus baru 1.598.170, Inggris tingkat

kematian 36.393, total kasus 54,2, kasus baru 254, 195, Italia dengan tingkat kematian

32616, total kasus 53,8, kasus baru 228,658, Spanyol dengan tingkat kematian 28.628,

total kasus 61,3 kasus

baru 234, 824, Prancis 28.289, dengan total kasus 43,5, kasus baru 144,556, Brazil dengan

tingkat kematian 21, 048 dengan total kasus 10,0, kasus baru 330,390, Belgia dengan

tingkat kematian 9.212, total kasus 80,2, kasus baru 56.511 sedangkan Indonesia data

terakhir tanggal 27 Mei positif corona 23851, sembuh 6057 meniggal 1473 (WHO,

2020).

Peningkatan 5% stres, dan 16-28% dalam kecemasan dan gejala depresi yang

dialami orang selama masa pandemi covid-19 (Rajkumar, 2020). Menurut WHO

setengah dari penyakit mental muncul pada masa remaja, yaitu pada usia 14 tahun.

Banyak kasus ditemukan penyebab kematian tertinggi pada anak usia 15-29 tahun akibat

depresi sehingga melakukan bunuh diri. WHO menyatakan lebih dari 800. 000 jiwa
6
meninggal

7
setiap tahunnya yaitu sekitar 1 orang setiap 40 detik akibat bunuh diri. Sedangkan, WHO

(2010) menyatakan bahwa kasus bunuh diri di Indonesia mencapai 1, 6 sampai 1, 8 %

per

100.000 jiwa. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi penderita

psikosis (skizofrenia) sebesar 7 banding 1000 dengan cakupan pengobatan 84, 9%.

Sedangkan prevalensi gangguan mental emosional remaja usia diatas 15 tahun adalah 9,

8%. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar 6%.

Beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seperti perilaku menjaga jarak

membuat aktivitas fisik menurun dan dapat membuat seseorang menjadi cemas, marah,

gelisah, dan depresi (Jacob et al., 2020). Penutupan dan pembatasan sosial akibat dari

covid-19 mengganggu ritme kehidupan sehari-hari (Faulkner et al., 2020). Bekerja dari

rumah selama masa pandemi covid-19 dapat mengakibatkan aktivitas fisik menurun

sehingga menyebabkan peningkatan tingkat depresi, dan meningkatkan resiko depresi

(Kang et al., 2020). Pada hasil penelitian terbaru, selama pandemi covid-19 dari 932

orang dewasa di Inggris yang mengikuti anjuran pemerintah untuk menjaga jarak

terdapat 36,8% populasi yang melaporkan bahwa memiliki kesehatan mental yang buruk

(Smith et al., 2020).

Kasus covid-19 pertama kali di Indonesia diketahui pada 2 Maret 2020 ketika

dilaporkan dua orang terinfeksi virus ini, selanjutnya untuk mengantisipasi jumlah

korban yang terinfeksi maka pemerintah menginstruksikan agar penduduk Indonesia

melaksanakan belajar dan bekerja dari rumah (Kemenkes RI, 2020).

Data dari Kementrian Kesehan RI menunjukan bahwa mayoritas pasien corona

berada Usia Produktif sebanyak 38,9% pasien berada pada rentang usia 30-49 tahun.

Sedangkan 37,8% berumur 50 sampai 59 tahun kemudian 6,05% penderita corona berada

di atas 70 tahun dan 15,9% pasien berada pada umur 10-29 tahun, terakhir 1,17%

penderita corona merupakan anak-anak 0-9 tahun, kemudian berdasarkan jenis kelamin,

41,9%

8
pasien corona berjenis kelamin perempuan dan 58,04% adalah laki-laki (Data Kemenkes

Ri 2020).

Berdasarkan data Nasional banyaknya kluster baru penyebaran virus covid-19

yang ditemukan adalah akibat dari adanya kegiatan massa atau kerumunan sehingga

cepat menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Berikut ini kluster-kluster penyebaran

virus corona menurut Satgas Penanganan Covid-19 : (1) Kluster Sidang Sinode GPIB,

kluster ini berawal dari kegiatan keagamaan di Bogor, Jawa barat. Jumlah peserta dalam

kegiatan ini kurang lebih berjumlah 685 orang. Akibat kluster ini menimbulkan 24 kasus

yang menyebar di 5 provinsi di Indonesia, yaitu Lampung, Kalimantan Barat,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Barat. (2) Kluster Seminar

Bisnis Tanpa Riba, kluster ini terdapat 200 peserta yang juga diadakan di Bogor, Jawa

Barat. Dampak dari kluster ini menyebabkan 24 kasus di 7 provinsi dan mengakibatkan

korban jiwa sebanyak 3 orang. Kluster ini menyebar ke berbagai provinsi di Indonesia

yaitu Lampung, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Kalimantan Timur, dan Papua. (3) Kluster Gereja Bethel Lembang, kluster ini

ada setelah kegiatan keagamaan yang melibatkan sekitar 200 peserta di Lembang, Jawa

Barat. Dalam klaster ini menimbulkan 226 kasus baru penularan covid-19. (4) Klaster

Ijtima Ulama di Gowa Sulawesi Selatan dengan jumlah peserta sebanyak 8.761 orang.

Kluster ini menghasilkan

1.248 kasus di 20 provinsi di Indonesia. (5) klaster pondok pesantren Temboro di

Magetan, Jawa Timur. Dari klaster ini menimbulkan 193 kasus di 6 provinsi, lebih dari

14 kabupaten dan kota, serta satu negara lain.

Kasus baru yang ditemukan akibat kluster tersebut sudah menyebar luas ke

seluruh Indonesia, termasuk pada Pondok Pesantren. Kementerian Agama (Kemenag)

menyatakan hingga saat ini tercatat sudah ada 27 pesantren di Indonesia yang memiliki

kasus konfirmasi positif Covid-19. Berdasarkan data terbaru Kemenag, 27 pesantren yang

9
memiliki kasus positif Covid-19 itu tersebar di 10 Provinsi. Adapun, santri yang

terkonfirmasi positif Covid-19 jumlahnya telah mencapai 1.489 orang.

Gugus Tugas Penanganan covid-19 Provinsi Lampung mengatakan bahwa salah

satu kluster penyebaran virus covid-19 yang ditemukan pada 66 pasien positif corona di

Lampung berasal dari kluster Pondok Pesantren Temboro di Magetan, Jawa Timur.

Terdapat 6 pasien positif yang berasal dari 53 santri yang dipulangkan dari Magetan.

Data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mencatat jumlah kasus yang dikonfirmasi

positif Covid-19 mengalami penambahan 28 orang sehingga jumlah orang yang telah

terinfeksi virus corana di Provinsi Lampung hingga kini berjumlah 14.206 orang,

penambahan pasien covid-19 tersebut terbesar di tujuh daerah yakni Kota Bandar

Lampung dengan 11 pasien, Metro 2 orang, Kabupaten Tulang Bawang 1 orang,

Lampung Selatan 3 orang, Lampung Timur 4 orang, Lampung Tegah 5 orang dan

Prigsewu 2 orang (Data Dinas Kesahatan Provinsi Lampung, 2021).

Remaja atau pelajar adalah kelompok yang rentan mengalami kecemasan saat

pandemi ini, khususnya para santri di Pondok Pesantren. Hal ini disebabkan berbagai

faktor yang menjadi pendorong timbulnya kecemasan atau perasaan stress seperti kondisi

fisik dan kepribadian yang masih berada pada masa transisi akibatnya remaja belum

mampu mengontrol emosinya. Kemudian lingkungan pesantren yang sangat tertib

dengan peraturan dapat memicu munculnya stres pada remaja dengan padatnya kegiatan

serta proses belajar remaja hanya memiliki sedikit waktu luang untuk berinteraksi dengan

lingkungan sosial, remaja di pesantren tidak memiliki hiburan seperti menonton TV di

rumah, mereka jauh dengan keluarga sehingga waktu untuk berdiskusi atau sekedar

bercengkrama sangat terbatas. Hal ini dapat memicu kekhawatiran dan semakin lama bila

dibiarkan pada akhirnya dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga mudah terserang

penyakit atau bahkan pemicu terinfeksi virus covid-19. Lingkungan pesantren yang

ramai

1
dan padat serta tidak mematuhi protokol kesehatan akan menjadi kluster yang tepat untuk

penyebaran virus covid-19.

Sadock dkk. (dalam Deshinta, 2020) kecemasan adalah respons terhadap situasi

tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi. Kecemasan diawali

dari adanya situasi yang mengancam sebagai suatu stimulus yang berbahaya (stressor).

Pada tingkatan tertentu kecemasan dapat menjadikan seseorang lebih waspada (aware)

terhadap suatu ancaman, karena jika ancaman tersebut dinilai tidak membahayakan,

maka seseorang tidak akan melakukan pertahanan diri (self defence).

Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan maupun gangguan

terhadap mental remaja diantaranya adalah keadaan lingkungan sosial, pengaruh teman

sebaya dan perkembangan teknologi serta ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Pada

masanya remaja dipaksa untuk mampu memahami perubahan yang ada dalam dirinya

sekaligus mengerti dengan situasi dan kondisi lingkungannya. Masa transisi yang terjadi

pada masa remaja tidak sedikit yang membuat remaja merasa canggung, bingung dan

kehilangan arah dalam mencari jati dirinya. Hal tersebut akhirnya dapat mengganggu

kesehatan mental remaja.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati (2020). Munculnya penyakit

mental tersebut saat pandemi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti ketakutan

secara berlebih tertular virus corona, kecemasan akan kebutuhan hidup sehari-hari,

merasa terasing selama menjalani karantina, merasa bosan karena terus-menerus di

rumah, kesepian karena jauh dari teman atau orang terdekat, dan kebingungan dalam

menerima berita yang benar tentang corona.

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas mengungkapkan bahwa stress

dan masalah gangguan mental lainnya merupakan salah satu dampak yang disebabkan

akibat pandemi covid-19. Berbagai persoalan mental yang muncul sering terjadi pada masa

1
remaja khususnya pelajar. Pada masa ini harusnya remaja dapat mengembangkan minat

dan bakat dalam dirinya untuk menyongsong masa depan guna menemukan jati diri yang

berpotensi. Akan tetapi kondisi saat ini memaksa remaja untuk tetap belajar di dalam

rumah, terbatasnya aktivitas sosial serta berbagai faktor dan kebijakan pemerintah lainnya

yang di putuskan memaksa remaja harus mampu memahami kondisi dan situasi yang baru

secara cepat dapat berdampak pada kesehatan mental remaja. Berdasarkan observasi awal

yang peneliti lakukan melalui wawancara singkat pada bulan Januari tahun 2021 dengan

Kepala pengurus Pondok Pesantren Darul Hidayah menerangkan bahwa salah satu dampak

dari pandemi covid-19 yaitu adanya perasaan cemas dan khawatir, terdapat beberapa

santri/i yang mengalami kesulitan beraktifitas selama masa pandemi covid-19, penerapan

peraturan protokol kesehatan yang kurang disiplin dimasyarakat dilingkungan pondok

pesantren menyebabkan kekhawatiran akan mudah tertular virus covid-19 sehingga

mengurangi kegiatan diluar pondok pesantren. Santri terkadang terlihat murung dan

kehilangan minat dalam belajar, hal ini jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat

berpengaruh pada kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren. Dalam hal ini, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kesehatan Mental Remaja Masa Pandemi Covid-19 Di Pondok Pesantren Darul Hidayah

Kemiling Bandar Lampung” .

B. Masalah Penelitian

1. Indentifikasi Masalah

Sejak diumumkan sebagai darurat kesehatan masyarakat secara global oleh

WHO, untuk menghadapi pandemi ini pemerintah di negara-negara dunia pada

akhirnya mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai upaya untuk mencegah

menyebarnya penularan covid-19. Di Indonesia pemerintah menetapkan Pembatasan

Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan tetap mematuhi protokol kesehatan 4M yaitu

1
mengecek suhu badan, memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan

menggunakan sabun. Namun hal ini dirasa masih kurang efektif oleh sebagian

masyarakat untuk memutus rantai penyebaran virus ini sebab masih tingginya kasus

baru yang terdeteksi serta meningkatnya angka kematian akibat covid-19. Dampak

yang sering terlupakan bahwa virus ini tidak hanya menyerang fisik manusia akan

tetapi juga sangat berpengaruh pada kondisi kesehatan mental masyarakat Indonesia.

Perasaan sedih, cemas, dan ketakutan terkena covid-19 yang berlebihan dapat

mempengaruhi kesehatan mental seseorang, baik itu anak-anak, remaja, dewasa

maupun orangtua. Remaja adalah kelompok yang paling rentan mengalami stress.

Masa remaja adalah masa transisi dimana seseorang dituntut untuk dapat beradaptasi

dengan dirinya dan juga lingkungannya yang baru seperti sosial, dan pendidikan. Pada

remaja di Pondok Pesantren dampak pandemi covid-19 menjadi masa yang sangat

sulit sebab selain tekanan akibat peraturan yang menuntut untuk kedisiplinan, mereka

berada jauh dengan keluarga, terbatasnya sarana prasarana serta mengakses informasi

juga dapat mengakibatkan kecemasan, stress, atau gangguan pada kesehatan mental

lainnya.

2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari adanya penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah

dalam penelitian ini, penulis menggap perlu adanya pembatasan masalah agar

penelitian yang dilakukan lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan sehingga

tujuan penelitian tercapai. Beberapa pembatasan masalah pada penelitian ini adalah

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Mental Remaja Di Pondok

Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung. Mengingat luasnya

permasalahan maka peneliti perlu membuat pembatasan masalah agar kegiatan

peneliti lebih terarah.

1
2. Perumusan Masalah

Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan melalui wawancara singkat

dengan pengurus Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung pada

bulan Juli tahun 2021 terdapat beberapa dampak akibat pandemi covid-19 terhadap

kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren yaitu munculnya perasaan cemas dan

khawatir akan tertular virus covid-19, merasa sedih akibat tidak dapat berkumpul dan

bertemu dengan orang tua dan keluarga, rasa bosan hingga stres dikarenakan

berkurangnya aktivitas sosial dan di luar Pondok Pesantren, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah;

a. Apakah ada hubungan antara karakteristik responden (jenis kelamin, umur, tempat

tinggal), dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren Darul Hidayah

Kemiling Bandar Lampung.

b. Apakah ada hubungan antara faktor biologis dengan kesehatan mental remaja pada

masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar

Lampung.

c. Apakah ada hubungan antara faktor psikologis dengan kesehatan mental remaja

pada masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar

Lampung.

d. Apakah ada hubungan antara faktor sosial budaya dengan kesehatan mental remaja

pada masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar

Lampung.

e. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan dengan kesehatan mental remaja

pada masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar

Lampung.

1
C. Kegunaan Hasil Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini tidak menghasilkan teori baru tetapi hanya mengkonfirmasi

teori-teori yang sudah ada yang berkaitan dengan faktor-faktor kesehatan mental

remaja di Pondok Pesantren.

2. Kegunaan Metodologis

Hasil penelitian ini secara metodologi tidak menggunakan metode baru melainkan

metode yang sudah ada kemudian peneliti terapkan dalam penelitian ini.

3. Kegunaan Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini harapannya dapat memberikan kontribusi bagi

pengembangan dan perluasan studi-studi ilmiah di Sekolah Pascasarjana

Uhamka Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat serta memperkaya kajian-

kajian tentang kesehatan mental remaja.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan studi ilmiah serta mengembangkan

temuan dari hasil-hasil penelitian, sebagai sarana belajar untuk

mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat melihat,

merasakan, dan menghayati apakah praktik-praktik pembelajaran yang

dilakukan selama ini sudah efektif dan efisien khususnya tentang kesehatan

mental remaja pada masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren.

c. Bagi Pondok Pesantren

Hasil penelitian ini harapannya dapat dijadikan sebagai bahan untuk

meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan mental remaja pada masa

1
pandemi Covid-19 serta rujukan dalam pembuatan kebijakan di dalam Pondok

Pesantren guna menciptakan lingkungan yang bahagia, nyaman, dan sehat

khususnya bagi remaja dalam mengatasi permasalahan kesehatan mental.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya

dengan variabel yang lebih beragam yang berkaitan dengan pelayanan

kesehatan mental dan inovasi sehingga dapat ditemukan prioritas pemecahan

masalah terkait dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren.

1
BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Pondok Pesantren

a. Gambaran Umum Pondok Pesantren

Pondok Pesantren berasal dari dua suku kata yaitu “pondok” dan “pesantren”.

Istilah pondok berasal dari bahasa Arab funduuq (‫دوق‬99‫)فن‬ yang berarti

penginapan. Sedangkan pesantren berasal darikata pe-santri-an, kata “santri”

(cantrik) dari bahasa Sansekerta yang berarti murid padepokan, atau murid orang

pandai. (Wikipedia Bahasa Indonesia, 2021). Pondok Pesantren adalah sebuah

lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di

mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan

kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para

santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.

Pondok atau asrama merupakan tempat yang disediakan untuk kegiatan bagi

para santri. Adanya pondok berfungsi untuk menunjang segala kegiatan yang ada.

Santri berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah,

ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan dan pembelajaran lainnya. Jarak antara

pondok dan sarana yang ada biasanya sengaja dirancang berdekatan sehingga

memudahkan untuk komunikasi dan memupuk rasa kekeluargaan.

b. Manajemen Pondok Pesantren Pada Masa Pandemi Covid-19

Pencegahan penularan covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia

salah satunya adalah dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dalam dunia pendidikan hal ini diterapkan dalam bentuk pembelajaran di rumah

melalui sistem daring yaitu menggunakan sosial media, google meet, zoom dan

1
lainnya. Sedangkan di lingkungan pondok pesantren yang memilih untuk tidak

memulangkan santrinya ke rumah pembelajaran dirasa efektif tetap dilakukan tatap

muka yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan yang wajib dipatuhi oleh setiap

warga di pesantren.

Protokol kesehatan yang dilakukan adalah membersihkan ruangan dan

lingkungan secara berkala dengan disenfektan, menyediakan sarana cuci tangan

menggunakan air sabun dan air mengalir di toilet, kelas, ruang pengajar, pintu

gerbang, setiap kamar/asrama, ruang makan dan tempat lain yang sering diakses.

Menyiapkan hand sanitizer sebagai pembersih tangan serta memasang pesan

kesehatan cara cuci tangan yang benar, cara mencegah penularan covid-19, etika

batuk/bersin dan cara menggunakan masker yang benar. Bagi yang tidak sehat atau

memiliki riwayat berkunjung dar daerah yang terjangkit covid-19 harus melapor

pada pengelola pesantren dan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Membatasi

kegiatan seperti seminar dan yang lainnya, membuat jadwal pergantian peserta

ataupun pembelajaran untuk menghindari kerumunan. Warga pesantren dihimbau

agar menggunakan perlengkapan dan peralatan pribadi seperti peralatan ibadah,

mandi, dan belajar. Tetap mematuhi protokol kesehatan. (Pusat Kesejahteraan

Sosial.2020).

2. Kesehatan Mental

Kesehatan mental merupakan kondisi individu yang terbebas dari segala bentuk

gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental akan dapat berfungsi secara

normal dalam menjalankan kehidupan dan dapat beradaptasi untuk menghadapi masalah-

masalah sepanjang diri untuk menaggulangi stresor (tekanan mental) yang timbul.

Namun tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasinya

1
sehingga menimbulkan gangguan jiwa. Jenis stresor psikososial, yaitu perkawinan

misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, ketidaksetiaan, kematian salah satu

pasangan kemudian problem oang tua meliputi tidak punya anak, kebanyakan anak,

kenakalan anak dan anak sakit. Hubungan Interpersonal dimana gangguan ini dapat

berupa konflik dengan rekan kerja, konflik dengan atasan dan bawahan kemudian

masalah lingkungan hidup meliputi pindah tempat tinggal dan penggusuran. Pekerjaan

meliputi kehilangan pekerjaan, pensiun, pekerjaan terlalu banyak kemudian keuangan,

perkembangan, penyakit fisik atau cidera, faktor keluarga dan lain-lain (Kemenkes RI,

2019).

Kesehatan mental yang terganggu dapat menimbulkan gangguan pada mental

maupun fisik. Gangguan mental dapat mengubah cara individu dalam mengatasi stres,

berinteraksi dengan orang lain, membuat keputusan, serta memunculkan keinginan untuk

menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Jenis-jenis gangguan mental yang biasa terjadi

di lingkungan masyarakat seperti depresi, gangguan bipolar, gangguan stres pasca trauma

(PTSD), gangguan obsesif kompulsif (OCD), psikosis dan gangguan kecemasan.

Diagnosis kesehatan mental dapat dilakukan oleh tenaga profesional dokter

maupun psikiater dengan melakukan wawancara medis dan wawancara psikiatri lengkap

mengenai riwayat kesehatan mental berupa perjalanan gejala pada pasien serta riwayat

penyakit pada keluarga pasien. Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik secara

menyeluruh untuk mendiagnosis kemungkinan adanya penyakit lain. Apabila diperlukan

doketer dapat melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan fungsi tiroid,

skrining alkohol danobat-obatan, serta CT scan untuk mengetahui adanya kelainan pada

otak pasien. Jika kemungkinan adanya penyakit lain sudah diketahui, pasien akan

diberikan obat dan pegobatan lanjutan yaitu rencanaterapi untuk membantu mengatasi

emosi pasien. (Halo Doc.2021).

1
Masalah atau gangguan mental dapat di mulai dari beberapa gejala berikut ini:
a. Berteriak atau berkelahi dengan teman atau keluarga
b. Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan.
c. Mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang tidak benar
d. Delusi, paranoid, atau halusinasi
e. Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi
f. Memiliki pikiran untuk melukai diri sendiri atau orang lain.
g. Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu menghantui.
h. Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan.
i. Menarik diri dari orang-orang dankegiatan sehari-hari.
j. Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa atau tanpa harapan.
k. Ketidakmampuan untuk mengatsi stres atau masalah sehari-hari.
l. Rasa lelah yang signifikan, energi menurun, atau mengalami masalah tidur.
m. Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan takut yang
tidak biasa.
n. Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.
o. Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah dalam
hubungan dengan orang lain.
p. Tidak mampu memahami situasi orang lain.
q. Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan narkoba.
r. Perubahan gairah seks.
s. Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau terlalu
sedikit.
t. Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti merawat atau pergi ke sekolah
atau tempat kerja.

Penyebab gangguan mental secara umum antara lain:


a. Cedera kepala
b. Mengalami diskriminasi atau stigma
c. Faktor genetik atau terdapat riwayat pengidap gangguan mental dalam keluarga.
d. Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa anak-anak.
e. Mengalami kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak.
f. Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya.
g. Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat.

2
h. Tinggal di lingkungan perumahan yang buruk
i. Pengaruh zat racun, alkohol atau obat-obatan yang dapat merusak otak.
j. Trauma signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius, atau kejahatan dan
yang pernah dialami.
k. Terisolasi secara sosial atau merasa kesepian.
l. Penganguran, kehilangan pekerjaan atau tunawisma
m. Mengalami kerugian sosial, seperti masalah kemiskinan atau utang.
n. Stres berat yang dialami dalam waktu yang lama.
o. Merawat anggota keluarga atau teman yang sakit kronis

Beberapa faktor risiko gangguan mental, antara lain:


a. Perempuan memiliki risiko tinggi mengidap depresi dan kecemasan, sedangkan laki-
laki memiliki risiko mengidap ketergantungan zat dan anti sosial.
b. Perempuan pasca melahirkan
c. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obat terlarang
d. Mengalami kegagalan dalam hidup, seperti sekolah atau kehidupan kerja
e. Memiliki riwayat penyakit mental sebelumnya
f. Memliki riwayat anggota keluarga atau keluarga dengan penyakit mental
g. Memiliki riwayat kelahiran dengan kelainanpada otak.
h. Memiliki masalah dimasa kanak-kanak masalah gaya hidup
i. Memiliki profei yang memicu stres, seperti dokter dan pengusaha.

Berikut ini beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan
mental:
a. Melakukan aktifitas fisik dan tetap aktif secara fisik.
b. Memelihara pikiran yang positif
c. Menjaga kecukupan tidur dan istirahat
d. Membantu orang lain dengan tulus
e. Menjaga hubungan baik dengan orang lain
f. Memiliki kemampuan untuk mengatsi masalah
g. Mencari bantuan profesional jika diperlukan.

2
Jenis-jenis pengobatan yang dapat dilakukan dalam menagani masalah mental,
yaitu:
a. Psikoterapi, adalah terapi bicara yang memberikan media yang aman untuk pengidap
dalam mengungkapkan perasaan dan meminta saran. Psikiater akan membimbing
dalam mengontrol perasaan. Psikoterapi dan perawatan menggunakan obat-obatan
adalah cara yang paling efektif untuk mengobati penyakit mental. Beberapa contoh
psikoterapi antara lain cognitive behavioral therapy (CBT), eksposure therapy,
dialectical behavior therapy, dll.
b. Obat-obatan. Pemberian obat-obatan untk mengobati penyakit mental umumnya
bertujuan untuk mengubah senyawa kimia otak di otak. Obat-obatan tersenbut berupa
golgan selective serotonin reuptake inhibitor(SSR), serotonin-norepinephrine reuptake
inhibitor (SNRIs), dan anti depresantrisiklik. Obat-obatan ini umumnya
dikombinasikan dengan psikoterapi untuk hasil pengobatan yang lebih efektif.
c. Rawat Inap, diperlukan jika pasien membutuhkan pemantauan ketat terhadap gejala-
gejala penyakit yang dialaminya atau terdapat kegawatdaruratan di bidang psikiatri,
misalnya percobaan bunuh diri.
d. Support group. Support group umumnya beranggotakan pengidap penyakit mental
yang sejenis yang sudah dapat mengendalikan emosinya dengan baik. Mereka
berkumpul untuk berbagi pengalaman dan membimbing satu sama lain menuju
pemulihan.
e. Stimulasi otak yaitu berupa terapi elekrokonvulsif, stimulasi magnetik transkranial,
pengobatan eksperimental yang disebut stimulasi otak dalam, dan stimulasi saraf
vagus.
f. Pengobatan terhadap penyalahgunaan zat. Pengobatan ini dilakukan pada pengidap
penyakit mental yang disebabkan oleh ketergantungan akibat penyalahgunaan zat
terlarang.
g. Membuat rencana bagi diri sendiri, misalnya mengatur gaya hidup dan kebiasaan
sehari-hari untuk melawan penyakit mental. Rencana ini bertujuan untuk memantau
kesehatan, membantu proses pemulihan, dan mengenali pemicu atau tanda-tanda
peringatan penyakit.

2
3. Remaja

a. Devinisi Remaja

Elizabeth B. Hurlock Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin

(adolescene), kata bendanya adolescentia yang berarti remaja yang berarti “tumbuh”

atau “tumbuh menjadi dewasa” bangsa orang-orang zaman purbakala memandang

masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang

kehidupan anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan

reproduksi.

Istilah adolescence yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang sangat

luas, yakni mencangkup kematangan mental, sosial, emosional, pandangan ini di

ungkapkan oleh Piaget dengan mengatakan, Secara psikologis, masa remaja adalah

usia dimana individu berintregasi dengan masarakat dewasa, usia dimana anak tidak

lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam

tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah integrasi dalam masyarakat

(dewasa) mempunyai aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber,

termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok.

Remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, umumnya terjadi

pada usia belasan tahun. Pada masa ini ditandai dengan adanya perubahan pada fisik

maupun psikis. Masa ini juga disebut sebagai masa pubertas, Beberapa bagian

terpenting dari perkembangan pubertas melibatkan perubahan fisiologis yang khas

dalam tinggi, berat badan, komposisi tubuh individu, dan sistem peredaran darah dan

pernapasan. Perubahan ini sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas

hormonal. Hormon memainkan peran organisasional, membuat tubuh berperilaku

dengan cara tertentu begitu pubertas dimulai, dan peran aktif, merujuk pada perubahan

hormon selama masa remaja yang memicu perubahan perilaku dan fisik. Perubahan fisik

pada remaja perempuan biasanya terlihat pada berkembangnya organ seksualitas,

2
mengalami menstruasi dan pertumban pada payudara serta pinggul. Sedangkan pada

remaja laki-laki biasanya ditandai dengan tumbuhnya jakun dan perubahan pada pita

suara yang semakin besar serta bahu yang semakin bidang.

b. Tugas Perkembangan Remaja

John W. Santrock mengatakan bahwa perkembangan merupakan perubahan

yang dimulai sejak masa pembuahan dan terus berlangsung selama masa hidup

manusia. Sebagian besarperkembangan mencakup pertumbuhan, meskipun dalam

prosesnya mengalami kemunduran menuju penuaan dan kematian. Adapun perbedan

antara pertumbuhan dan perkembangan yaitu pertumbuhan terjadi pada mahluk hidup

dapat terlihat secara fisik seperti bertambahnya tinggi dan berat badan. Sedangkan

perkembangan dapat dilihat secara psikis dan mental seperti perkembangan dalam

berfikir, kemampuan dalam mengelola emosi dan yang lainnya.

Perkembangan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu perkembangan fisik,

kognitif, dan psikososial. Perkembangan fisik ditandai dengan perubahan dari badan

dan fungsi otak. Pada proses biologis ini menghasilkan perubahan yang berkaitan

dengan sifat dasar fisik individu. Gen-gen yang diwariskan oleh orangtua, misal

kecerdasan, postur tubuh, perubahan hormonal di masa pubertas dan lain

Sifat biologis pada perkembangan mempunyai kesamaan dengan aliran nativisme


oleh orang tua yang mendominasi perkembangan seorang anak.
dalam faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan, menyatakan
Kedua perkembangan kognitif ditandai dengan kemampuan dalam belajar,
perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman
memori, atensi, bahasa, berfikir, penalaran dan kreatifitas. Sedangkan proses kognitif
dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa. Dapat dikatakan bahwa pembawaan
merujuk pada perubahan pemikiran, intelegensi dan bahasa dari individu. Proses

2
kognitif dapat dikatakan sama dengan aliran empirisme dalam faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan. Dimana aliran empirisme ini mengacu pada faktor

lingkungan,
yang bukanorang
sama dengan karena faktorkalau
tuanya keturunan. Artinyapendidikan
tidak dengan walaupun pada
orangkeahlian
tuanya tersebut.

mempunyai keahlian
Ketiga dalam salah
perkembangan satu bidang,
psikososial belum
ditandai tentupola-pola
dengan anaknya perubahan
memiliki emosi,

kepribadian dan hubungan sosial. Bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi

tubuh yang kompleks dan mengikuti pola yang teratur disebut sebagai pematangan.

Proses sosioemosi mencakup perubahan dalam relasi individu dengan orang lain,

perubahan emosi, dan perubahan kepribadian. Misal senyum seorang bayi ketika

merespon
individu sentuhan
secara utuh ibunya. Dalamdari
dapat terlihat ketiga proses
pikiran dantersebut bersifat
tubuh yang duaterkait.
saling arah, missal

proses William
biologis Kay
berkaitan dengan proses
(Pratiwi,2015) kognitif, dantugas
mengungkapkan sebaliknya. Perkembangan
perkembangan remaja

antara lain:

1) Mampu menerima fisk serta beragam kwalitasnya.

2) Mampu mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur yang memiliki

otoritas.

3) Mampu mengembangkan keterampilan berkomunikasi interpersonal dan belajar

bergaul dengan teman sebaya atau orang lain. Baik secara individual maupun

kelompok.

4) Mampu menemukan role model dalam hidupnya

5) Mampu menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan akan potensi diri.

6) Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas skala nilai,

prinsip-prinsip atau falsafah hidup.

2
7) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuain diri (sikap perilaku) kekanak-

kanakan.

c. Permasalahan Remaja

Fase remaja adalah masa perkembangan individu yang sangat penting. Conger

mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa yang sangat kritis yang dapat

menjadi the best of time and the worst of time. G. Stanley Hall menafsirkan masa

remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan). Masa remaja ditandai

dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin

saja dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi remaja. Apabila tidak

disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat

menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.

Permasalahan yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya:

1) Permasalahan berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik

Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat.

Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting,

namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian

antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan

kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional.

Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan

dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan

perilaku seksual.

2) Permasalahan berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa

Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan kemampuan

intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kesempatan

pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah,

2
maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Begitu

juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal

dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan

sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa

asing. Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan

bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan

karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan

ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh

terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif

dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek

perilaku dan kepribadian lainnya.

3) Permasalahan berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan

keagamaan

Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial),

yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan

kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat

menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah

diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan

bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan

dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan

kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa

lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja,

khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu

sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan

pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama

secara

2
ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang

dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk

menjalin hubungan khususdengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat

menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa

remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji

kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan

berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.

4) Permasalahan berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional

Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self

identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan

perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal

menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity

confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan

menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi

emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat

berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa

tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku

agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan

emosinya.

d. Faktor-Faktor Penyebab Stres Pada Remaja

1) Stres akademik. Tekanan akademik seringkali membuat remaja stres. Remaja

sering mengkhawatirkan banyak hal seperti tugas sekolah, tuntutan nilai,

ranking dan sebagainya.

2
2) Stres fisik. Perubahan fisik menjadi banyak penyebab stress di kalangan remaja.

Selain itu, remaja banyak membandingkan bentuk fisik mereka dengan teman-

temannya yang semakin membuat tertekan.

3) Stres sosial. Kehidupan social adalah hal yang penting untuk remaja. Terkadang

mereka merasa gagal dalam kehidupan sosial karena masalah kepopuleran.

4) Masalah keluarga. Masalah keluarga menjadi pokok penting dalam menentukan

tingkat stress remaja. Persilisihan orang tua, masalah keuangan keluarga dan

sebagainya banyak membuat anak tertekan.

5) Peristiwa traumatis. Beberapa kejadian yang pernah dialami seperti kecelakaan

atau penyakit dan kematian orang terdekat juga kerap membuat remaja merasa

tertekan dan sulit menghadapi hidup.

6) Hubungan dengan lawan jenis. Remaja mulai tertarik dengan lawan jenisnya.

Tapi terkadang perasaan itu tidak bersambut dan sebabkan patah hati.

7) Bullying. Tidak dihindari bullying banyak terjadi di kalangan remaja. Bukan

hanya mengena tindakan fisik, bullying juga bisa berupa perkataan dan bahkan

tatapan mata.

4. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kesehatan Mental

WHO (2020), munculnya pandemi menimbulkan stres pada berbagai lapisan

masyarakat. Meskipun sejauh ini belum terdapat ulasan sistematis tentang dampak covid-

19 terhadap kesehatan mental, namum sejumlah penelitian terkait pandemi menunjukkan

adanya dampak negatif terhadap kesehatan mental penderitanya pandemi covid-19

respon umum dari masyarakat yang terdampak baik secara langsung atau tidak langsung

adalah takut sakit dan meninggal, tidak mau datang ke fasilitas layanan kesehatan karena

takut tertular saat dirawat, takut kehilangan mata pencaharian karena

2
tidak dapat bekerja selama isolasi dan dikeluarkan dari pekerjaan, takut diasingkan

masyarakat/dikarantina karena dikaitkan dengan penyakit, merasa tidak berdaya untuk

melindungi keluarga dan takut kehilangan karena virus yang menyebar, takut terpisah

dengan keluarga karena aturan karantina, menolak untuk mengurusi anak kecil yang

sendirian atau terpisah, penyadang disabilitas atau orang berusia lanjut karena takut

infeksi, merasa tidak berdaya, bosan, kesepian dan depresi (Committee, 2020).

Paparan informasi tentang virus corona yang berlebihan dapat memicu rasa

cemas, khawatir serta stres. Bahkan, tak jarang tubuh seperti merasakan gejala mirip

covid-19 setelah menerima informasi terkait gejala infeksi virus corona. Gejala yang

muncul sebenarnya adalah manisfestasi dari gangguan psikosomatik dimana beberapa

menisfestasinya seperti sesak nafas yang merupakan manisfestasi infeksi covid-19.

Psikosomatik merupakan gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai

penyakit fisik yang disebabkan karena faktor psikologi atau peristiwa psikososial

tertentu. Hal ini diakibatkan karena kurangnya kemampuan adaptasi dalam menghadapi

stres. Psikosomatik dapat terjadi melalui proses emosi berupa stres yang tidak mampu

diadaptasi dengan baik (Sofia, 2020).

Selain itu, bagi tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan faktor penyebab

stres tambahan selama wabah covid-19 dapat menjadi lebih berat diantaranya

stigmatisasi terhadap orang yang menangani pasien covid-19 dan jenazahnya, langkah-

langka biosecurityyang ketat, alat pelindung diri yang membatasi gerak, isolasi fisik

sehingga mempersulit upaya menolong orang yang sakit atau tertekan, kesiagaan dan

kewaspadaan yang terus menerus, tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi

termasuk waktu kerja yang lama dengan jumlah pasien yang meningkat serta praktik

terbaru yang berubah seiring perkembangan informasi covid-19, stigma masyarakat

terhadap petugas garis terdepan yang merawat pasien covid-19, kurang informasi

3
tentang paparan jangka panjang pada orang-orang yang terinfeksi covid-19 dan rasa

takut petugas garis depan akan menularkan covid-19 karena pekerjaannya (Committee,

2020).

Komunikasi resiko dan pemberdayaan masyarakat merupakan komponen

penting yang tidak dapat dipisahkan dalam penaggulangan tanggap darurat kesehatan

masyarakat. Komunikasi resiko dan pemberdayaan masyarakat dapat membantu

mencegah diseminasi yang salah/hoax, membangun kepercayaan publik terhadap

kesiapsiagaan dan respon pemerinth sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi

dengan baik dan mengikuti anjuran pemerintah sehingga meminimalkan

kesalahpahaman dan mengelola isu/hoax terhadap kondisi maupun resiko kesehatan

salah satunya gangguan kesehatan mental (Kemenkes RI, 2020).

WHO dan Public Health Authorities membuat rangkaian pesan yang dapat

digunakan dalam komunikasi untuk mendukung mental dan kesejahteraan

psikososial selama pandemo covid-19. Pesan untuk masyarakat umum, meliputi:

a. Menghindari melekatkan penyakit covid-19 tersebut pada etnis tertentu atau

kesehatan dan psikososial ketika merujuk orang yang sakit, sebab hal ini sama

pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik,

b. Menggunakan strategi penaggulangan yang membantu seperti memastikan

kecukupan istirahat dan istirahat selama bekerja atau diantara shift, makan

makanan yang cukup dan sehat, terlibat dalam aktivitas fisik dan tetap

berhubungan dengan keluarga dan teman, menghindari menggunakan strategi

koping yang tidak membantu seperti penggunaan tembakau, alkohol atau obat lain

yang dapat memperburuk mental dan fisik.

c. Tetap menjaga silaturahim yaitu berkomunikasi dengan orang sekitar meskipun

melalui media sosial atau telepon untuk menjaga kesehatan mental.

3
d. Berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dimengerti, dan menjaga perasaan

orang lain.

e. Memberikan dukungan kepada orang yang terkena covid-19 dengan sumber daya

yang tersedia. Hal ini sangat penting untuk menjaga kesehatan mental dan

memberikan dukungan psikososial kepada pasien. Stigma yang terkait dengan

masalah kesehatan mental dapat menyebabkan keenganan jika kecemasan

berubah menjadi ketakutan, perasaan tidak berdaya, serta panik. Beberapa cara

yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kecemasan antara lain:

a) Menghindari menangkal perasaan cemas, sebab menangkal perasaan cemas tidak

akan membantu mengelola stres, sebaliknya semakin tidak menerima kecemasan

maka akan semakin banyak merasakan kecemasan.

b) Berpikir positif akan menumbuhkan perasaan tenang dan tubuh rilex.

c) Membatasi menggunakan media sosial yang berhubungan dengan informasi covid-

19. Memilih berita yang relevan, tidak mudah percaya dengan berita hoax serta tetap

aktif bergerak, berolahraga atau bermeditasi untuk menjaga imunitas tubuh.

d) Memilih makan makanan seimbang dan tidur tepat waktu.

e) Meluangkan waktu untuk berekresi dengan kelurga ataupun orang terdekat.

(Kemenkes RI, 2020).

Beberapa hal yang dapat dilakukan selama periode pandemi covid-19 adalah

1) Melakukan aktivitas fisik; aktivitas fisik yang teratur bermanfaat bagi tubuh

dan pikiran, dapat menurunkan tekanan darah tinggi, membantu mengatur

berat badan dan mengurangi resiko penyakit jantung, stroke, diabetes yang

dapat meningkatkan kerentanan terhadap covid-19, baik untuk kesehatan

mental, mengurangi resiko depresi, penurunan kognitif dan menunda

timbulnya dimensia.

3
2) Menjaga kesehatan mental; yaitu dengan cara tetap terinformasi dengan tetap

mengikuti saran dan rekomendasi dari otoritas kesehatan dan mengikuti

saluran berita terpercaya dari WHO, memiliki rutinitas atau membuat

rutinitas baru, meminimalkan umpan berita yang dapat membuat cemas atau

tertekan, kontak sosial, menghindari menggunakan alkohol dan narkoba

sebagai cara untuk mengatasi ketakutan, kecemasan, kebosanan dan isolaso

mandiri, media sosial dengan memperomosikan cerita positif dan penuh

harapan, membantu orang lain dan mendukung petugas kesehatan melalui

komunitas untuk berterima kasih kepada petugas kesehatan dan semua yang

menangani covid-19.

3) Berhenti merokok; perokok memiliki resiko lebih tinggi terkena virus corona

dan beresiko lebih besar mengalami gejala yang berat karena fungsi paru-

paru yang terganggu,

4) Menciptakan pola asuh yang sehat dengan memperkenalkan anak pada

konten kreatif yang akan menghibur dan memberikan pengalihan yang

sangat dibutuhkan kedunia imajinasi yang menyenangkan.

5) Membiasakan pola makan yang sehat dengan makan makanan yang bergizi

seimbang, mengkonsumsi suplemen makanan yang dapat mencegah atau

menyembuhkan infkesi covid-19, pola makan sehat penting untuk

mendukung sistem kekebalan (WHO, 2020).

5. Faktor Kesehatan Jiwa

e. Faktor Biologis

Faktor biologis yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan jiwa. Segenap

unsur-unsur tubuh pada dasarnya tidak terlepas dari kesehatan jiwa secara

keseluruhan. Kesehatan jiwa baik secara langsung maupun tidak langsung juga

3
dipengaruhi oleh faktor biologis, antara lain mencakup genetika, kemampuan

persepsi-sensori, dan faktor yang mempengaruhi selama masa kehamilan

(Moeljono,2017)

1) Otak

Terjadinya gangguan pada otak dapat mempengaruhi kesehatan jiwa individu.

Gangguan jiwa yang terjadi akibat kerusakan otak antara lain: demensia,

epilepsi, general parasis, sindroma Korsakoff, dan sindroma Kluver-Bucy.

Gangguan jiwa yang terjadi akibat kerusakan otak dipengaruhi oleh banyak

faktor. Faktor-faktor tersebut adalah infeksi, genetik, proses metabolik,

keracunan dan sebagainya.

2) Sistem Endokrin

Diketahui bahwa ada gangguan jiwa yang disebabkan karena abnormalitas

sistem endokrin (endocrinopathies). Angka pertama masuk rumah sakit karena

abnormalias system endokrin ini prevalensinya kurang dari 5%. Meskipun

dapat dianggap kecil namun perlu mendapat perhatian agar dapat dicegah.

3) Genetik

Sebelum konsep genetik mula dikenal, pandangan mengenai penurunan sifat

secara hereditas dianggap tidak ilmiah, namun dengan adanya hokum Mendel

penurunan sifat-sifat induk tersebut terbukti secara ilmiah. Pada beberapa

penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak kembar identik, kembar tidak

identik, saudara kandung, hubungan ayah dan anak dapat ditarik keimpulan

bahwa faktor genetik memperngaruhi.

4) Sensori

Kesempurnaan alat-alat sensori dalam menerima informasi dar luar akan

meningkatkan kesempurnaan individu. Apabila ditemukan adanya gangguan

3
yang ditemukan pada sistem sensoris ini akan dapat menghambat penerimaan

informasi secara langsung. Orang yang mengalami gangguan sensori dapat

mengalami gangguan pembentuka kepribadian secara wajar

5) Masa kehamilan

Kondisi ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan mental anak.

Selama masa kehamilan, kondisi janin ditentukakan oleh kondisi ibu. Masa

kehamilana memiliki kemungkinan kerentanan stres pada anak yang

dilahirkan. Kondisi yang dimaksudkan teresebut contohnya adalah berupa

kondisi ibu yang merokok, penggunaan alkohol, hingga penggunaan obat-

obatan yang dilarang selama masa kehamilan. Faktor lain selama masa

kehamilan di antaranya usia, nutrisi, radiasi, penyakit yang diderita, hingga

terjadinya komplikasi (Nasir, 2011).

6) Penyakit

Stressor pada individu dapat disebabkan oleh beberapa jenis penyakit berupa:

covid-19, kanker, impotensi akibat penyakit diabetes mellitus, serta beberapa

macam penyakit lainnya. Anemia juga dapat menjadi salah satu penyebab

stress. Hal ini karena individu yang menderita anemia akan cepat merasa lelah

hingga dapat menimbulkan stress akibat tidak dapat bekerja optimal. Beberapa

riwayat penyakit di masa lalu juga dapat berakibat pada kondisi psikologis di

masa depan (Nasir, 2011).

b. Faktor Psikologis

Kesehatan jiwa juga dipengaruhi oleh faktor psikologis. Aspek psikis tidak

dapat dipisahkan dari keseluruhan aspek kemanusiaan. Respon terhadap ancaman

beresiko pada keadaan emosi dan kognitif, orang yang mengalami stress akan

menunujukkan penurunan konsentrasi, perhatian, dan kemunduran memori. Bila

3
dibiarkan kondisi ini dapat menyebabkan ketidakmampuan menjalin hubungan

dengan orang lain, lebih sensitive dan cepat marah, sulit untuk rileks, depresi

hingga hipokondria (Yosep, 2013).

1). Pengalaman awal

Pengalaman awal merupakan rangkaian pengalaman yang pernah terjadi pada

individu. Para ahli memandang bahwa pengalaman awal bagi individu sangat

menentukan kondisi mental di kemudian hari. Pengalaman individu

memberikan dampak psikologis dan memungkinkan munculnya stress pada

individu. Beberapa kejadian tersebut antara lain perubahan hidup secara

mendadak, masa transisi, hingga krisis kehidupan berupa perubahan status

radikal dalam kehidupan seseorang

2). Kebutuhan

Pemenuhan kebutuhan individu dapat meningkatkan kondisi kesehatan mental

seseorang. Menurut Maslow, individu yang telah mencapai kebutuhan

aktualisasinya akan mencapai tingkat pengalaman puncak peack experience.

Individu-individu yang mengalami gangguan mental pada berbagai kondisi,

disebabkan oleh ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhannya. Maslow

menyatakan bahwa penyakit mental merupakan penyakit defisiensi individu

daam mengenali serta memenuhi kebutuhannya.

3). Kondisi psikologis lain

Menurut Notosoedirdjo dan Latipun, kondisi temperamen, ketahanan terhadap

sressor, serta kemampuan kognitif merupakan faktor yang ikut mempengaruhi

kesehatan mental. Keadaan setiap individu berbeda-beda terhadap faktor

3
psikologis ini. Faktor psikologis tersebut dapat menjadi potensi bagi individu

untuk meningkatkan kesehatan mentalnya akan tetapi dapat pula menjadi

hambatan bagi kesehatan mentalnya .

c. Faktor Sosial-Budaya

Sosial budaya mempengaruhi presepsi individu dalam merespon situasi yang

menimbulkan stress. Individu yang hidup dengan cara konsisten atau percaya pada

harapan tidak akan mengalami stress. Meskipun kondisi individu tersebut dianggap

menyakitkan oleh orang lain (Nurdin, 2011).

1) Stratifikasi Sosial

Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan terdapat hubungan antara

stratifikasi sosial terhadap jenis gangguan mental. Gangguan neurosis dan depresi

lebih banyak dialami oleh kelas sosial ekonomi tinggi. Berbanding terbalik

dengan sakit mental (psikosis) yang prevalensinya lebih banyak dialami oleh

kelompok sosial ekonomi rendah.

2). Keluarga

Seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu sama lain,

pembentukan nilai-nilai, pemikiran, serta kebiasaan dimulai dari dalam keluarga.

Fungsi keluarga juga sebagai penyaring budaya luar serta sebagai mediasi anak

dengan lingkungannya. Keluarga mampu meningkatkan kesehatan mental para

anggota keluarga dari gangguan-gangguan mental serta ketidakstabilan emosional

anggotanya. Beberapa kondisi, keluarga justru mampu menjadi resiko bagi

tergangunya kesehatan anggotanya, contohnya perceraian serta kondisi keluarga

yang tidak fungsional.

3
3). Perubahan Sosial

Perubahan sosial ada kalanya berdampak positif sebab degan adanya perubahan

sosial mampu mendorong masyarakat untuk meningkatkan pendidikan.

Perubahan sosial juga dapat berdampak negatif bagi masyarakatnya. Dampak dari

perubahan sosial pada masyarakat seperti perubahan aturan dan nilai yang

berimbas pada perubahan struktur sosial. Perubahan sosial yang terjadi dapat

menimbulkan kepuasan bagi masyarakat sebab sesuai yang diharapkan sekaligus

dapat meningkatkan kesehatan mentalnya. Bagi masyarakat yang gagal

melakukan penyesuaian terhadap perubahan sosial, hal ini menjadi manifestasi

kegagalan sebagai patologis untuk melakukan tindakan pengrusakan dan

penjarahan. Tindakan tersebut merupakan cerminan adanya gangguan mental.

4). Sosial Budaya

Sosial budaya menjadi salah satu faktor kesehatan jiwa. Dalam hal ini budaya

memegang peran penting apakah seseorang ikatakan sehat jiwa. Konteks sosial

budaya memegang aspek nilai, norma, keyakinan keagamaan dan segenap yang

berhubungan dengan penilaian baik dan tidak. Kebudayaan pada prinsipnya

memberikan aturan terhadap anggota masyarakatnya untuk bertindak (Nurdin,

2011).

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan menjadi sistem pendorong kehidupan manusia dan diharapkan

mampu meningkatkan kesehjateraan dan kesehatan manusia. Namun tidak selamanya

kondisi lingkungan menopang kehidupan manusia. Kondisi lingkunagan yang kurang

baik akan menyumbangkan pengaruh besar bagi kesehatan jiwa seseorang, misalnya

penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan kriminalitas maupun bencana,

3
hingga kondisi yang disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Rasa tidak aman

mengganggu ketentraman sehingga tidak jarang orang jatuh dalam depresi dan

kecemasan. Lingkungan memiliki pengaruh terhadap perilaku individu sebab

lingkunagn merupkan tempat atau wadah bagi individu untuk melakukan

perkembangan perilaku (Sunaryo, 2004).

1). Lingkungan Fisik

Keadaan lingkungan yang terus-menerus dialami oleh individu akan sangat

berarti bagi individu tersebut. Jika lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhan

suatu individu maka akan mendorong pada kondisi yang baik. Lingkungan fisik

dapat berakibat pada tekanan-takanan psikologis dan/atau berakibat pada

kecelakaan. Keadaan lingkungan fisik dapat berpangaruh bagi kesehatan jiwa

berupa bencana alam seperti gempa bumi, banjir, topan, dan sebagainya. Kondisi

lingkungan fisik lain yang perlu mendapat perhatian sebab sangat berpengaruh

terhadap kesehatan mental antara lain tata ruang, penyinaran, udara, dan

kebisingan.

2). Lingkungan Biologis

Gangguan yang berasal dari agen mikrobiologi seperti bakteri dan virus.

Penderita dapat menjadi stress apabila lingkungan tempat tinggalnya menjadi

pemicu munculnya penyakit yang dialaminya.

3). Lingkungan Sosial

Hubungan dengan orang tua, keluarga, atasan, atau rekan merupakan hubungan

yang apabila tidak berjalan dengan baik akan menjadi stressor bagi individu.

3
5. Teori Tentang Covid-19

b. Pengertian

Covid-19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh

jenis coronavirus baru yaitu Sars-CoV-2, yang dilaporkan pertama kali di Wuhan

Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019. Covid-19 ini dapat menimbulkan gejala

gangguan pernafasan akut seperti demam diatas 38°C, batuk dan sesak nafas bagi

manusia. Selain itu dapat disertai dengan lemas, nyeri otot, dan diare. Pada

penderita covid-19 yang berat, dapat menimbulkan pneumonia, sindroma

pernafasan akut, gagal ginjal bahkan sampai kematian. Covid-19 dapat menular

dari manusia ke manusia melalui kontak erat dan droplet (percikan cairan pada saat

bersin dan batuk), tidak melalui udara. Bentuk ovid-19 jika dilihat melalui

mikroskop elektron (cairan saluran nafas/ swab tenggorokan) dan digambarkan

kembali bentuk covid- 19 seperti virus yang memiliki mahkota (Kemenkes RI,

2020).

c. Karakteristik Covid-19

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering

pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m. Semua virus ordo Nidovirales

memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom

RNA sangat panjang.12 Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus

dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein

merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama

untuk penulisan gen. Protein ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus

kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang) Coronavirus

bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh

desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56°C selama 30 menit,

eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent

dan kloroform.

4
Klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus (Buku Pneumonia Covid 19

PDPI 2020).

d. Patogenesis dan Patofisiologi

Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.

Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan

kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda,

kucing dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang

ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa

patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu.

Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa

ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber

utama untuk kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle.

East respiratory syndrome (MERS). Namun pada kasus SARS, saat itu host

intermediet (masked palm civet atau luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan

awalnya disangka sebagai host alamiah. Barulah pada penelitian lebih lanjut

ditemukan bahwa luwak hanyalah sebagai host intermediet dan kelelawar tapal

kuda (horseshoe bars) sebagai host alamiahnya. Secara umum, alur Coronavirus

dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia melalui transmisi kontak,

transmisi droplet, rute feses dan oral.

Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis baru

dapat terjadi pada pasien immunocompromis dan populasi normal, bergantung paparan

jumlah virus. Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat

menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal. Orang-orang

dengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya,

penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Infeksi Coronavirus

4
menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini lagi sehingga dapat

terjadi re-infeksi.

e. Berapa tahun Virus Corona di lingkungan yang berbeda

Virus umumnya dapat bertahan selama beberapa jam di permukaan yang

halus. Jika suhu dan kelembaban memungkinkan, mereka dapat bertahan selama

beberapa hari. Virus corona baru sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Panas

yang berkelanjutan pada 132,8ºF selama 30 menit, eter, alkohol 75%, desinfektan

yang mengandung klorin, asam perasetat, kloroform, dan pelarut lipid lainnya dapat

secara efektif menonaktifkan virus. Chlorhexidine (juga dikenal sebagai

Chlorhexidine Gluconate) juga secara efektif menonaktifkan virus.

Waktu kelangsungan hidup virus corona baru 2019-nCoV pada suhu

lingkungan yang berbeda adalah sebagai berikut:

Jenis Lingkungan Suhu Daya Bertahan

Udara 10~15°C 4 jam

25°C 2~3 menit

Percikan <25°C 24 jam

Lendir nasal 56°C 30 menit

Tangan Cairan 75°C 15 menit

Kain non-woven 20~30°C <5 menit

Tangan

Kain non-woven 10~15°C <8 jam

Kayu 10~15°C 48 jam

4
Baja tahan karat 10~15°C 24 jam

Alkohol 75% Semua suhu <5 menit

Pemutih Semua suhu <5 menit

Sumber: Buku panduan Pencegahan Corona

b. Faktor Resiko Penularan Pneumonia

Musim gugur dan musim dingin adalah musim yang rawan penyakit

virus pernapasan seperti influenza, dan berbagai infeksi pernapasan lainnya.

Inilah yang menyebabkan tahap awal covid-19 sulit dibedakan dari infeksi

pernapasan atas lainnya. Sumber utama infeksi pada pneumonia komunitas

adalah pasien, keluarga mereka, pengunjung, dan lingkungan tempat tinggal

mereka. Penyebaran dan akibat dari pneumonia komunitas terkait dengan faktor-

faktor berikut:

1) Kondisi lingkungan: polusi \ udara, kepadatan di ruang terbatas, kelembaban,

kebersihan dalam ruangan, musim, dan suhu.

2) Aksesibilitas dan efektivitas layanan perawatan kesehatan dan tindakan

pencegahan infeksi: Aksesibilitas dan ketersediaan vaksin dan fasilitas

perawatan kesehatan, dan kemampuan isolasi.

3) Faktor pasien: usia, kebiasaan merokok, penularan, status kekebalan, status

gizi, infeksi sebelumnya atau koinfeksi patogen lain, dan kesehatan secara

keseluruhan.

4) Karakteristik patogen: cara penularan, infektivitas, virulensi, dan populasi

mikroba (ukuran inokulasi).

4
1

B. Penelitian Relefan

No. Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil

1 Fajar Indarsih, Covid-19 dan Metode kualititatif dengan jenis penelitian Pondok Pesantren termasuk lembaga pendidikan Islam yang
Jurnal Ilmiah Tantangan Reformasi pustaka. mengalami dampak Covid-19. Aktifitas di pesantren tidak sama
dan Pondok Pesantren seperti aktifitas pada umumnya. Reformasi pertama berupa
Pendidikan.20 penerapan protokol kesehatan berupa pembatasan pengiriman para
20. Vol. 03 santri oleh wali santri. Reformasi kedua adalah penerapan protokol
No.1. kesehatan kepada para santri disaat berbelanja kebutuhan pokok.
Reformasi ketiga adalah menerapkan protokol kesehatan di sekolah,
ini bagi pesantren semi modern.
2 Ilham Aksanu Pandemi Covid-19 dan Literatur Review Pandemi Covid-19 dengan transmisi penularan yang masif dan
Ridlo, Jurnal Tantangan Kebijakan tingkat kematian yang tinggi menyebabkan masalah yang mengarah
INSAN,Psikol Kesehatan Mental di pada gangguan mental. Kebijakan kesehatan mental di Indonesia
ogi dan Indonesia harus mengoptimalkan integrasi layanan kesehatan mental.
Kesehatan Pendekatan berbasis masyarakat dapat memperluas cakupan
Mental .2020. pelayanan kesehatan mental pada masa Pandemi Covid-19. Model
Vol.05 No.2 pemberdayaan partisipatif dan bottom-up menjadi pilihan yang
rasional, untuk mengatasi masalah sumber daya dan stigma sebagai
penghalang keberhasilan program kesehatan mental di Indonesia
3 Linardita Membangun Metode Pengabdian pada masyarakat Hasil pengabdian dari kegiatan ini menunjukkan bahwa banyaknya
Verial, Kesehatan Mental menggunakan pendekatan workshop peserta yang antusias terhadap kegiatan, sebanyak 80% peserta
Selama Pandemi dengan menggunakan metode ceramah, sudah memahami dan dapat berkreasi dalam pembuatan cendramata
Jurnal
Ciovid-19 dengan diskusi dan latihan dengan pembuatan sehingga dapat menurunkan tingkat kestressan dan pelatihan ini
Abdikarya.202
Kreativitas Siswa cendramata dengan peserta 60 orang. dapat menumbuhkan jiwa kreativitas di peserta dalam upaya
1. Vol. 3, No. Pondok Pesantren meningkatkan kesehatan mental.
1. Tahfidz Qur`an
Massarotul, Kota
Semarang
4 Shofiyullahul Manajemen Podok Metode penelitian kualitatif, dengan jenis Pondok Pesantren Manbaul ulum Kedungadem Bojonegoro
Kahfi1 , Ria Pesantren pada Masa penelitian deskriptif dengan pendekatan mengeluarkan kebijakan-kebijakan guna bertahan dalam masa
Kasanova. Covid-19 (Studi observasi dengan mengungkapkan fakta pandemi. Adanya pandemi ini menyebabkan lemahnya kegiatan
Jurnal Pondok Pesantren tentang manajemen pesantren di tengah belajar mengajar, Administrasi kelembagaan dan terguncangnya
PENDEKAR Mambaul Ulum pandemi Covid-19 pada pondok pesantren ekonoomi pesantren, Kegiatan belajar mengajar tetap dilakukan
(Pendidikan Kedungadem Manbaul Ulum Kedungadem Bojonegoro. dengan metode pembelajaran online diantaranya, demi mengikuti
dan Bojonegoro) arahan pemerintah tentang pencegahan penyebaran pandemi yang
Metode pengumpulan data wawancara, lebih luas, begitu juga perekonomian harus bertahan dan tetap stabil
Berkarakter).2
observasi. bahkan harus memanfaatkan peluang dan tantangan yang ada.
021. Vol. 03
No.1.

5 Uswatun Depresi Pada Penelitian kuantitatif dengan pendekatan Hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 21,1 % mahasiswa
Hasanah, Nuri Mahasiswa Selama deskriptif analitik. Sampel penelitian mengalami depresi ringan, 17% mahasiswa mengalami depresi
Luthfiatil Pandemi Covid-19 berjumlah 147 mahasiswa. Instrumen sedang dan 3,4% mengalami depresi berat.
Fitri1, penelitian menggunakan
Supardi1,
kuesioner BDI II. Data dianalisis secara
Livana PH,
univariat dengan distribusi frekuensi.
Jurnal
Keperawatan
Jiwa. 2020.
Vol. 8 No 4.

6 Khamidatul Faktor-Faktor yang Jenis penelitian observasional analitik, Hasil uji regresi linier berganda terhadap faktor-faktor yang
Mauliah El- Mempengaruhi Stres dengan pendekatan cross sectional. mempengaruhi tingkat stres remaja di Pondok Pesantren Al-
Azis, Prastiwi Remaja Pada Tahun Tehnik pengambilan sampel dengan total Munawwir Krapyak Yogyakarta diperoleh nilai p pada masing-
Puji Rahayu Pertama di Pondok sampling, dengan jumlah total responden masing variabel adalah <0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa
Pesantren Al- sebanyak 87 orang. stres biologi, stres keluarga, stres sekolah, stres teman sebaya, dan
Munawwir Krapyak stres sosial mempengaruhi stres remaja pada tahun pertama di
Yogyakarta Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta
7 Irma Maya Gambaran Kecemasan Penelitian ini menggunakan metode Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden terbanyak
Puspita, dan Kepatuhan Remaja deskriptif dengan desain kuantitatif. merupakan remaja dengan tingkat kecemasan ringan (80%), diikuti
Annisa’ Wigati Putri Terhadap Pengambilan sampel menggunakan teknik remaja dengan tingkat kecemasan sedang (8,4%), remaja dengan

2
Rozifa, A’im Kebiasaan Baru Pada non-probability sampling yaitu purposive tingkat kecemasan berat (10,5%). Kepatuhan remaja putri terhadap
Matun Masa Pandemi Covid- sampling, sehingga diperoleh sampel kebiasaan baru di masa New Normal diperoleh data selalu
Nadhiroh. 19 di Surabaya sebanyak 95 responden remaja putri. melakukan cuci tangan (61,1%), selalu menggunakan masker
Penelitian ini bertujuan untuk (86,3%), selalu menerapkan sosial distancing (50,5%), dan tinggal
JOMIS
mengungkap kecemasan dan kepatuhan di rumah sebanyak (55,8%). Peran remaja dalam adaptasi kebiasaan
(Journal of
remaja putri terhadap kebiasaan baru pada baru sangat dibutuhkan untuk mencegah penularan Covid-19.
Midwifery
masa pandemi COVID-19 di Surabaya
Science).2021.
Vol 5. No.1.

8 Delia Hubungan Kecemasan Metode yang digunakan adalah kuantitatif Hasil penelitian diketahui remaja kelompok umur 15 – 19 tahun
Yusfarani, dengan Kecendrungan deskriptif dengan jumlah responden sebanyak 50,20% lebih banyak dibandingkan kelompok umur 20 –
Psikosomatis Remaja sebanyak 245 remaja dengan 24 tahun sebanyak 49,80%, berjenis kelamin perempuan sebanyak
Jurnal Ilmiah
menggunakan teknik Purposive Random 51,43% lebih banyak dibandingkan laki-laki sebanyak 33,87%,
Universitas Pada Pandemi Covid
Sampling. Pengumpulan data remaja tidak pernah cemas sebanyak 124 (50,61%) lebih banyak
Batanghari 19 Di Kota Palembang
menggunakan Instrument Depression dibandingkan dengan remaja cemas kadang – kadang sebanyak 84
Jambi.2021.
Anxiety Stress Scales (DASS 42) yang (34,29%), sering cemas sebanyak 29 (11,84%), dan sangat sering
Vol.21 No.1.
disebarkan secara online. Analisis bivariat cemas sebanyak 8 (3,26%), kecenderungan Psikosomatis sebanyak
dilakukan menggunakan chi-square dan 142 (57,96%) lebih banyak dibandingkan tidak kecenderungan
analisis deskriptif menggunakan program Psikosomatis sebanyak 103 ( 42,04%), dan ada hubungan yang
Statistical Product and Service Solutions bermakna antara kecemasan dengan kecenderungan psikosomatis (p
(SPSS). value 0,036) pada remaja di masa pandemik COVID-19 di Kota
Palembang tahun 2020
9 Achmad Pembelajaran Di Metode Literatur Review, tulisan ini Pesantren sangat memahami situasi pandemi saat ini, tetapi bagi
Muchaddam Pesantren pada Masa menganalisis apa yang harus dilakukan pesantren pembelajaran tatap muka merupakan aktivitas yang tidak
Fahham. Pusat Pandemi Covid-19 agar pesantren tidak menjadi klaster baru bisa dihindari. Titik tekan pendidikan pesantren adalah pendidikan
Penelitian karakter; aktualisasi nilai-nilai Islam dan nilai-nilai kebangsaan;
penyebaran Covid-19 dan mengapa
Badan serta proses pembelajaran yang dilakukan tidak semata-mata
pesantren memandang perlu
Keahlian DPR transformasi pengetahuan. Pendidikan seperti itu mengharuskan
RI. Bidang melaksanakan pembelajaran tatap muka di kehadiran santri di pesantren dalam kegiatan living Islam dan
Kesejahteraan masa pandemi learning to live together.

3
Sosial. 2020.
Vol.8, No.14.
10 Puslitbang Survei Pesantren Dan Survei di lakukan secara online.Penentuan Sebagian besar pesantren telah menyiapkan protokol kesehatan
Pendidikan Ancaman Covid-19; sampel pesantren dilakukan secara dalam bentuk: sosialisasi dan edukasi pencegahan Covid-19 (77,9
Agama dan Respon dan Kesiapan incidental sampling dengan melibatkan %). Dan memastikan kesehatan santri melalui surat keterangan
Keagamaan Masa New Normal seluruh Kasi Pondok Pesantren yang sehat (66,8 %). Sebagian kecil pesantren yang telah menyiapkan
terjangkau di seluruh Kantor protokol kesehatan dalam bentuk: menyiapkan klinik kesehatan
Badan Litbang
KementrianAgama di Indonesia. pesantren beserta perlengkapannya; berkoordinasi secara intensif
dan Diklat
Responden: dengan fasilitas kesehatan terdekat; menyediakan alat pengukur
Kementerian pimpinan/pengurus/pengasuhpesantren. suhu (thermo gun) menyediakan wastafel/tempat cuci tangan; dan
Agama RI. meniadakan peralatan ibadah yang digunakan secara
2020. umum/bersama (karpet, sajadah, rukuhdanlain lain).

11. Ria Oktaviani. Pengaruh Pandemi Metode yang digunakan dalam Dari hasil kajian literatur diperoleh adanya hubungan pandemi
2020. Covid-19 Terhadap penyusunan karya tulis ini adalah dengan Covid-19 terhadap kesehatan jiwa remaja. Ketakutan, kekhawatiran
Kesehatan Jiwa menggunakan metode studi pustaka dan stres adalah respon normal terhadap ancaman yang dirasakan
Remaja tersistematis dari berbagai literatur ilmiah atau nyata dan pada saat dihadapkan pada ketidakpastian atau yang
seperti jurnal dan textbook, dan artikel tidak diketahui (WHO, 2020). Banyaknya survei ysng telakukan
ilmiah yang tentunya memiliki keterkaitan membuat kita sadar bahwa pandemi Covid-19 ini mampu
dengan judul karya tulis mengganggu kesehatan jiwa remaja
12 Bagas, Diana Tumbuhkan Gaya Metode yang digunakan dalam Hasil yang didapatkan dari pelaksanaan program kegiatan ini adalah
Maria, Dian Hidup Sehat Santri pelaksanaan aksi cuci tangan dengan santri pondok pesantren. Mereka dapat mempraktikkan cara
Eka, Naila Pondok Pesantren sabun yaitu menggunakan metode mencuci tangan dengan baik dan benar serta mengurangi
Rahma Melalui Program kualitatif dengan teknik observasi, penyebaran virus Covid-19 dan menambah pengetahuan akan
Octaviya. Acidebun untuk Cegah wawancara, ceramah, demonstrasi, dan manfaat serta pentingnya mencuci tangan menggunakan sabun
2020. Penyebaran Covid-19 dokumentasi sebelum makan, sesudah makan serta sesudah keluar dari
lingkungan pondok

4
13 Wahyu Pengaruh pandemi Metode Kualitatif Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pandemi COVID-19
Setyaningrum, Covid-19 terhadap memang membawa pengaruh pada kesehatan mental masyarakat,
Heylen Amilda Kesehatan Mental utamanya disebabkan karena tingkat stress yang tinggi baik karena
Yanuarita. Masyarakat di Kota sakit yang diakibatkan oleh virus, kecemasan berlebih, dan berbagai
Jurnal imu Malang pengaruh lainnya
Sosial dan
Pendidikan.20
20. Vol.04
No.4.
14 Alawiyah. Faktor yang Metode penelitian menggunakan analisis Hasil menunjukkan bahwa faktor usia berhubungan dengan
Jurnal Berhubungan Dengan deskriptif dan uji Person Chi-Square gangguan mental emosional (p = 0,006), jenis kelamin berhubungan
Penelitian Gangguan Mental dengan gangguan mental emosional (p = 0,012), pendidikan tidak
Kesehatan Emotional Masyarakat berhubungan dengan gangguan mental emosional (p = 0,943),
Suara di Masa Pandemic pekerjaan berhubungan dengan gangguan mental emosional (p =
Forikes.2020. COVID-19 0,001) dan penghasilan berhubungan dengan gangguan mental
Vol. 11 No. 2 emosional selama masa pandemi COVID-19(p = 0.003). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa gangguan mental emotional dapat
terjadi selama masa pandemic COVID-19. Faktor yang
berhubungan dengan gangguan tersebut adalah usia produktif,
wanita, orang yang bekerja dan memiliki penghasilan. Penelitian
selanjutnya difokuskan pada intervensi dukunganpsikologisterhadap
gangguan mental emosional yang terjadi akibat COVID-19.
15 Ikbal. Jurnal Deteksi Dini Metode pengambilan sampel yang Dalam 30 hari terakhir sebanyak 63,6% dari total responden
PRAXIS.2020. Kesehatan Mental digunakan dalam penelitian ini adalah terindikasi mengalami permasalahan kesehatan secara mental, 59%
Vol. 3 No. 1 Akibat Pandemi total sampling berjumlah 44 orang merasa tegang, cemas atau 50% merasa sulit untuk tidur, 50%
Covid-19 Pada Unnes mahasiswa yang tergabung dalam Unit merasa sulit untuk berfikir jernih, 50% merasa lelah sepanjang
Sex Care Community Kegiatan Mahasiswa (UKM) Unnes Sex waktu dan 9% dari total responden memiliki pemikiran untuk
Melalui Metode Self Care Community Universitas Negeri mengakhiri hidupnya
Reporting Semarang tahun periode 2019-2020.
Questionnaire

5
16 Evi, Jurnal Pengelolaan Kesehatan Studi Literatur Berdasarkan hasil telaah dariberbagai jurnal tentang kesehatan
SELARAS.20 Mental Mahasiswa mental mahasiswa,diperoleh hasil bahwa kondisi pandemi dan
20. Kajian bagi Optimalisasi perubahan metode pembelajaran berpotensi mengganggu kesehatan
Bimbingan dan Pembelajaran Onlinedi mental mahasiswa. Untuk mengatasinya, mahasiswa perlu
Konseling Masa Pandemi Covid- mengelola kesehatan mental pribadi dengan dukungan internal
Serta Psikologi 19 maupun eksternal, seperti meningkatkan sisi spiritualitas,
PendidikanVol melakukan aktivitas fisik yang menyehatkan, membentuk kebiasaan
. 3, No. 2 berpikirdan merasa secara positif, serta mencari dukungan dari
pihak Universitas maupun bantuan professional
17 Naya.2020. Menjaga Kesehatan Metode Kualitatif Tujuan dari penulisan ini yaitu memaparkan betapa pentingnya
Mental di Masa untuk menjaga kesehatan mental dan cara-cara menjaganya.
Pandemi Terlebih menjaga kesehatan mental di masapandemi yang sedang
berlangsung saat ini. Seperti yang kita tahu, pandemi COVID-19
yang merebak tentu memberi dampak akan banyak hal dan terhadap
setiap kalangan, tidak hanyaberdampak pada siklus sosial, ekonomi,
dan kesehatan jasmani. Melainkan juga sangatmemengaruhi pikiran
atau psikis yang berujung dengan kesehatan mental kita. Terlebih
dilingkungan mahasiswa, sebagai mahasiswa kesehatan mental
yang terjaga merupakan salahsatu faktor supaya semangat
menjalani kehidupan perkuliahan.
18 Sulis. Pusat Permasalhan Metode Kualitatif Pemerintah meluncurkan Pedoman mengenai Dukungan Kesehatan
Penelitian Kesehatan Mental Jiwa dan Psikososial pada Pandemi Covid-19, di samping berupaya
Badan Akibat pandemi mengembangkan Desa Siaga Covid-19. Dalam hal ini, DPR RI,
Keahlian DPR Covid- 19 khususnya Komisi IX, perlu mendukung upaya yang telah
RI.2020. dilakukan Kementerian Kesehatan terkait pencegahan, penanganan,
serta pelaksanaan tindak lanjut permasalahan kesehatan mental
akibat pandemi Covid-19.
19. Liana Asnita, Hubungan Tingkat Desain penelitian yang digunakan dalam Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang
Arneliwati, Stress Dengan Harga penelitian ini adalah deskriptif korelasi signifikan antara tingkat stres dengan harga diri remaja di Lembaga
Jumaini. Diri Remaja di dengan pendekatan cross sectional. Pemasyarakatan (p value = 0,025).Hal ini berarti bahwa semakin
Jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian

6
JOM.2015. Lembaga ini adalah 46 remaja dengan berat tingkat stres maka semakin rendah harga diri, sebaliknya
Vol.02 No.02 Pemasyarakatan menggunakan metode pengambilan semakin ringan tingkat stres maka semakin tinggi harga diri.
sampel yaitu total sampling. Instrumen
penelitian menggunakan DASS 42
(Depression Anxiety And Stress Scale)
20. Yuliana. Corona Virus Diseases Jurnal laporan kasus diambil dari kasus Coronavirus merupakan Virus RNA strain tunggal positif, berkapsul
Wellness And (Covid-19); Sebuah yang ada di puskesmas, dan reverensi dari dan tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales,
Heathy Tinjauan Literatur berbagai smber dari (Medscape, keluarga Coronaviridae, Struktur coronavirus membentuk stuktur
Magazine. Emedicine, data WHO dan lain-lain), seperti kubus dengan protein S di permukaan virus. Protein S atau
2020. Vol.02. Kemudian diambil ringkasan dari sumber spike proteinmerupakan salah satu protein antigen utama virusdan
N0.1 tersebut yang dijadikan satu menjadi bahan merupakan struktur utama untuk penulisan gen. Coronavirus bersifat
bacaan. sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh
desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 50 ᶛC
selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-
ionik, formalin, oxidizing agent dan klorofom.

7
1

C. Kerangka Teori

Remaja/Pesantren
Dampak COVOD-19

Biologis Psikologis Sosial Budaya Lingkungan

Kemampuan adaptasi atau penyesuaian diri

Tidak Mampu Beradaptasi

Mampu Beradaptasi

Psychological Well-
Psychologic
Being
Sumber: Modifikasi (Atika, 2016), ( Notoadmojo, 2013), (Ikbal, 2020), (Alawiyah 2020).
al Distress
D. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Responden
- Jenis Kelamin

- Usia

- Tempat Tinggal

Faktor Biologis

Kondisi kesehatan responden berdasarkan


riwayat penyakit responden

Faktor Psikologis Kesehatan Mental


. Perasaan tenang/nyaman yang disebabkan
kondisi psikis yang dipengaruhi lingkungan
sekitar yaitu perilaku guru, teman, serta
permasalahan seperti penurunan
konsentrasi, penurunan daya ingat dan
keinginan yang belum terpenuhi

Faktor Lingkungan
Kondisi kebersihan, kenyamanan dan
kerapihan, serta tersedianya sarana dan
prasarana yang mendukung responden

Faktor Sosial Budaya


Dukungan dari keluarga, teman dan
sosial/masyarakat berupa motivasi
dipengaruhi norma dan aturan yang
berlaku dalam masyarakat baik berupa
ucapan maupun tindakan yang dapat
memberikan motivasi berdasarkan
stratifikasi sosial, agama, suku, status
ekonomi latar belakang keluarga

2
E. Hipotesis
1. Ada hubungan variabel karakteristik (jenis kelamin, usia dan tempat tinggal)
dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling
Bandar Lampung.
2. Ada hubungan faktor biologis riwayat penyakit penyerta responden (kondisi
kesehatan responden berdasarkan riwayat penyakit responden) dengan kesehatan
mental remaja di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung.
3. Ada hubungan faktor psikologis (perasaan tenang/nyaman yang disebabkan
kondisi psikis yang dipengaruhi lingkungan sekitar yaitu perilaku guru, teman,
serta permasalahan seperti penurunan konsentrasi, penurunan daya ingat dan
keinginan yang belum terpenuhi) dengan kesehatan mental remaja di Pondok
Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung.
4. Ada hubungan faktor lingkungan (kondisi kebersihan, kenyamanan dan
kerapihan, serta tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung responden)
dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling
Bandar Lampung.
5. Ada hubungan faktor sosial budaya (dukungan dari keluarga, teman dan
sosial/masyarakat berupa motivasi dipengaruhi norma dan aturan yang berlaku
dalam masyarakat baik berupa ucapan maupun tindakan yang dapat memberikan
motivasi berdasarkan stratifikasi sosial, agama, suku, status ekonomi latar
belakang keluarga) dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren Darul
Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

3
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan

dengan kesehatan mental remaja pada masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren

Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis gambaran variabel karakteristik (jenis kelamin, usia dan

tempat tinggal) dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren Darul

Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

b. Untuk menganalisis gambaran faktor biologis riwayat penyakit responden

(kondisi kesehatan responden berdasarkan riwayat penyakit responden) dengan

kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren Darul Arqam Natar lampung

Selatan.

c. Untuk menganalisis gambaran faktor psikologis (perasaan tenang/nyaman yang

disebabkan kondisi psikis yang dipengaruhi lingkungan sekitar yaitu perilaku

guru, teman, serta permasalahan seperti penurunan konsentrasi, penurunan daya

ingat dan keinginan yang belum terpenuhi) dengan kesehatan mental remaja di

Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

d. Untuk menganalisis gambaran faktor lingkungan (kondisi kebersihan,

kenyamanan dan kerapihan, serta tersedianya sarana dan prasarana yang

mendukung responden) dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren

Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

e. Untuk menganalisis gambaran faktor sosial budaya (dukungan dari keluarga,

teman dan sosial/masyarakat berupa motivasi dipengaruhi norma dan aturan yang

berlaku dalam masyarakat baik berupa ucapan maupun tindakan yang dapat

4
memberikan

5
motivasi berdasarkan stratifikasi sosial, agama, suku, status ekonomi latar

belakang keluarga) dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren Darul

Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

f. Untuk menganalisis hubungan antara karakteristik responden (jenis kelamin,

umur, tempat tinggal), dengan kesehatan mental remaja pada masa pandemi

covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

g. Untuk menganalisis hubungan antara faktor biologis dengan kesehatan mental

remaja pada masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah

Kemiling Bandar Lampung.

h. Untuk menganalisis hubungan antara faktor psikologis dengan kesehatan mental

remaja pada masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren Darul Pondok

Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

i. Untuk menganalisis hubungan antara faktor sosial budaya dengan kesehatan

mental remaja pada masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah

Kemiling Bandar Lampung.

j. Untuk menganalisis hubungan antara faktor lingkungan dengan kesehatan mental

remaja pada masa pandemi covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah

Kemiling Bandar Lampung.

k. Untuk menganalisis faktor yang paling dominan antara faktor biologis, faktor

psikologis, faktor sosial budaya dan faktor lingkungan terhadap kesehatan mental

remaja di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

6
B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling

Bandar Lampung.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2021.

C. Metode Penelitian

1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan dengan cara kuantitatif.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional (potong lintang) yaitu

subjek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap karakter

atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Studi Cross Sectional mengukur variabel

dependen dan independen secara bersamaan pada satu saat. Artinya, tiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status

karakter atau variabel subjek pada pemeriksaan.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpualannya (Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini populasinya

adalah seluruh santri/i Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung

sejumlah 140.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi.

7
Kriteria inklusi dari sampel pada penelitian ini sebagaimana berikut:

a. Berusia 10-20 tahun

b. Santri/i Pondok Pesantren Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling

Bandar Lampung.

c. Responden berada di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar

Lampung.

Kriteria eksklusi sebagaimana berikut:

a. Responden berhalangan hadir atau tidak berada di tempat penelitian.

b. Responden tidak bersedia atau mengundurkan diri menjadi sampel penelitian.

Dalam penentuan sampel ini, peneliti menggunakan simple random sampling.

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini mengunakan rumus populasi beda dua

proporsi menurut Lemeshow (1990). Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini

dengan mengunakan rumus hipotesis beda dua proporsi. Rumus hipotesis beda dua

proporsi ini dipilih penulis untuk mendapatkan hubungan atara variabel yang diteliti:

Z1 / 2
2P1 P Z1 P11 P1 P21 P2
2


n
P1  P22

Keterangan :

n = Besar sampel

Z1-α/= drajat kepercayaan 95% (1,96)

P= porporsi rata-rata (P1+P2):2

Z1-β = kekuatan uji β = 90 % (1,28)

P1= proporsi kelompok yang beresiko

P2= proporsi kelompok yang tidak beresiko

8
Tabel 3.2. Hasil Perhitungan Sampel
Presentase dari beberapa hasil penelitian orang lain
No Variabel P1 P2 n

0,97 0,3 9 Syarifah dkk 2016


1 Faktor Biologis
Kesehatan Mental 0,21 0,49 73 Bagus 2019
2
Faktor Lingkungan 0,009 0,146 80 Citra, 2013
3
Faktor sosial 0,081 0,331 54 Ratnasari, 2010
4

Dari perhitungan besar sampel dihasilkan sampel minimal yang harus dipenuhi

(diambil dari hasil besar dari sampel terbesar dari hasil perhitungan) yaitu 80. Untuk

menghindari sampel yang Droup out maka penelitian menambahakan 10% sampel dari

jumlah sampel. Cadangan :10%X80 = 8 maka total sampel adalah 8+80=88. Sehingga sampel

yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 88 responden

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data yang akan dilakukan pada penelitian ini terdapat beberapa tahap yaitu:

a. Mengajukan surat permohonan observasi penelitian di Sekolah Pascaserjana

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

b. Mendatangi Pondok Pesantren yang di jadikan tempat penelitian dengan membawa

surat pengambilan data sekunder dari Kampus Pascaserjana Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

c. Penelitian dimulai pada saat proposal disetujui oleh pembimbing dan penguji.

9
2. Uji coba kuesioner

Untik memperoleh data yang akurat dan objektif dalam suatu penelitian maka

sangat dibutuhkan suatu instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan

data yang mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini

menggunakan kuesioner yang diartikan sebagai daftar pertanyaan/ pernyataan yang

tersusun dengan baik. Uji instrumen dilakukan kepada 30 responden.

a. Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah kuesioner yang telah disusun mampu mengukur apa

yang hendak diukur, maka perlu diuji korelasi anatara skor (nilai) tiap-tiap item

(pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut. Apabila kuesioner tersebut telah

memiliki validitas konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang ada dalam

koesioner itu mengukur konsep yang kita ukur.

Validitas diukur dengan mungunakan rumus kurelasi product moment.

Berikut ini rumus product moment. (Singaribun and Effendi,1989).

𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − ( ∑ 𝑋)( ∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑁 ∑ 𝑋 2 − ( ∑ 𝑋)2}{𝑁 ∑ 𝑌 2 − ( ∑ 𝑌)2}

Keterangan:

rxy : Konfrensi korelasi antara variabel x dan y

N : jumlah responden

X : Jumlah skor tiap

butir Y : skor total setiap butir

Hasil perhitungan dibandingkan dengan tabel r product moment, jika nilai r

hitung ( dalam output SPSS dinotasikan sebagai corrected item total correlation) lebih

besar dari r tabel (r hitung >r tabel) berarti valid. Demikian sebaliknya apabila r

hitung

< t tabel, maka dapat dikatakan itam pertanyaan tidak valid. Item pertayaan tidak valid

1
akan dikeluarkan dan tidak dimasukan ke dalam proses analisis selanjutnya.

Sedangkan pertanyaan yang valid akan terus digunakan pada pengujian reliabilitas

(Notoadmojo, 2010).

b. Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur

dapat percaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau

lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama.

Tingkat reliabilitas diukur dengan metode Alpha-Chronbach’s diukur

berdasarkan skala alpha 0-1. Apabila skala tersebut dikelompokan dalam kelas

dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan ke

dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.3

Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha

Nilai Alpha Tingkat Reliabilitas

0,00 s.d 0,20 Kurang reliable

>0,20 s.d 0,40 Agak reliable

>0,40 s.d 0,60 Cukup reliable

>0,60 s.d 0,80 Reliable

>0,80 s.d 1,00 Sangat reliable

1
3. Pengolahan data

1. Penelitian Kuantitatif

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Penelitian mengunakan instrumen penelitian berupa kuesioner untuk mendapatkan data

primer yang dibutuhkan. Kemudian data yang telah diperoleh akan diolahkan melalui

beberapa tahap sebagai berikut:

a. Edetting data

Yaitu meneliti memeriksa kembali data-data yang diperoleh daro koesioner

yang telah dikumpulkan apakah ada kesalahan atau tidak.

b. Coding data

Yaitu memberikan kode nomor jawaban pada kuesioner yang telah peneliti

kumpulkan untuk mememudahkan peneliti dalam menganalisis data.

c. Tabulating

Menghitung dan metabulasi data yang diperoleh setelah melakukan

penghitungan dari kuesioner yang ada secara menual

d. Claning data

Melakukan pengecekan kembali, bila ada kesalahan dalam penjumlahan atau

penghitungan dari setiap aitem kuesioner

e. Entry data

Memasukan data yang telah dijumlahkan dari setiap aitem masing-masing

koesioner ke komputer untuk melakukan analisa

f. Describing

Mengambarkan atau menerangkan data yang telah selesai diolah di komputer

dan selanjutnya diinterpretasikan dalam tabel-tabel.

1
F. Instrumen Penelitian

1. Penelitian Kuantitatif

Instrumen yang dugunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terukur. Data

diperoleh berdasarkan data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh peneliti dari hasil pengukuran,

pengamatan survei dan laim-lain secara langsung kepada responden (Setiadi 2017).

Istrumen yang digunakan pada data primer ini adalah berupa lembaran kuesioner.

1) Wawancara dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data responden

tentang karakteristik responden jenis kelamin, usia dan tempat tinggal.

2) Observasi dalam penelitian ini tentang kesehatan mental remaja di pondok

pesantren. Lembaran observasi ini digunakan untuk memantau kehadiran

responden setiap kali melakukan intervensi dan hasil melakukan wawancara di

setiap kali pertemuan.

b. Data sekunder

Adalah untuk mendapatkan informasi terkait dengan kesehatan mental remaja

di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung.

1
73

2. Defenisi Operasional

Adapun defenisi operasional dari vaeiabel independen dan dependen yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

No. Variabel Devinisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Yang membedakan ciri fisik 1= laki-laki


1 Jenis Kelamin berdasarkan jawaban Kuesionair Mengisi Kuesioner Ordinal
responden 2=Perempuan

Umur responden yang


terhitung saat dilahirkan 1= 10-15 Tahun
2 Usia Kuesionair Mengisi Kuisioner Ordinal
sampai saat akan berulang 2= 16-20 Tahun
tahun (Depkes,2003)

Lokasi dimana responden 1= Mes pesantren


3 Tempat Tinggal Kuesionair Mengisi Kuisioner Ordinal
tinggal dan merasa nyaman. 2= Rumah pribadi
1=Baik
jika responden tidak memiliki
Kondisi kesehatan responden riwayat penyakit
4 Faktor Biologis berdasarkan riwayat penyakit Kuesionair Mengisi Kuisioner Ordinal
responden 2= Kurang baik
Jika responden memiliki riwayat
penyakit
Perasaan tenang/nyaman 1= Ada
5 Faktor Psikologis yang disebabkan Kuesionair Mengisi Kuisioner Ordinal
kondisi psikis Jika responden menyatakan tidak
yang dipengaruhi lingkungan ada teman/guru/beberapa orang
sekitar yaitu perilaku guru,
teman, serta permasalahan disekitar pesantren yang
seperti penurunan menimbulkan ketidak nyamanan
konsentrasi, penurunan daya
ingat dan keinginan yang
belum terpenuhi 2=Tidak
Jika responden menyatakan iya ada
teman/guru/beberapa orang
disekitar pesantren yang
menimbulkan ketidak nyamanan
1= Ya
Jika tersedia sarana dan prasarana
yang lengkap, memberikan
kenyamanan, lingkungan bersih,
rapih dan teratur, tidak mengalami
kondisi yang tidak disukai seperti
perpindahan tempat tidur,
mengalami bencana dan sakit.
Kondisi kebersihan,
kenyamanan dan kerapihan ,
6 Lingkungan serta tersedianya sarana dan Kuesionair Mengisi Kuisioner 2= Tidak Ordinal
prasarana yang mendukung
responden Jika tidak tersedia sarana dan
prasarana yang lengkap yang
memberikan kenyamanan,
lingkungan bersih, rapih dan
teratur, mengalami kondisi yang
tidak disukai seperti perpindahan
tempat tidur, mengalami bencana
dan sakit.

7
1= Tidak
Jika responden tidak mengalami
kecemasan, kekuatiran, sikap
tegang, mudah takut, tidak bahagia
sering menangis, mersa sulit dan
Kondisi responden yang di tidak memiliki kemampuan,
ukur berdasarkan instrumen merasa tidak berharga dam sulit
SRQ (Self Quesionair). berpikir jernih dengan adanya
Dimana adanya kondisi gejala seperti mudah lelah, tidak
mental berupa kecemasan, napsu makan, menderita sakit
kekuatiran, sikap tegang, maag, sulit tidur, tangan gemetar
Self Quesionair,
mudah takut, tidak bahagia
Kuesionair 2=Ya
Kesehatan sering menangis, merasa sulit
7 kesehatan Mengisi Kuesionar
Mental dan tidak memiliki Juka responden mengalami
mental.Modivikasi
kemampuan, merasa tidak kecemasan, kekuatiran, sikap
(Dinkes,2020)
berharga dam sulit berpikir tegang, mudah takut, tidak bahagia
jernih dengan adanya gejala sering menangis, mersa sulit dan
seperti mudah lelah, tidak tidak memiliki kemampuan,
napsu makan, menderita sakit merasa tidak berharga dam sulit
maag, sulit tidur, tangan berpikir jernih dengan adanya
gemetar. gejala seperti mudah lelah, tidak
napsu makan, menderita sakit
maag, sulit tidur, tangan gemetar

Dukungan dari keluarga, 1= Ya


teman dan sosial/masyarakat Adanya dukungan dari keluarga,
berupa motivasi dipengaruhi teman dan sosial/masyarakat
8 Sosial Budaya norma dan aturan yang Kuesionair Mengisi Kuesionair
berupa motivasi serta norma dan
berlaku dalam masyarakat aturan yang berlaku dalam
baik berupa ucapan maupun masyarakat baik berupa ucapan
tindakan yang dapat maupun tindakan yang dapat

7
memberikan motivasi memberikan motivasi berdasarkan
berdasarkan stratifikasi sosial, stratifikasi sosial, agama, suku,
agama, suku, status ekonomi status ekonomi latar belakang
latar belakang keluarga keluarga.

2=Tidak
Tidak adanya dukungan dari
keluarga, teman dan
sosial/masyarakat berupa motivasi
serta norma dan aturan yang
berlaku dalam masyarakat baik
berupa ucapan maupun tindakan
yang dapat memberikan motivasi
berdasarkan stratifikasi sosial,
agama, suku, status ekonomi latar
belakang keluarga

7
G. Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untk mengetahui pangaruh antara variabel dependen dan

independe. Tahap analisis data ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Analisis Univariat

Uji univariat biasa dilakukan terhadap kerakteristik responden. Hasil analisis

dapat berupa tempilan distribusi frekuensi, presantase, mean, median dan mudus.
𝒙
Rumus: ƒ = × 100
𝒏

Keterangan frekuensi = (jumlah yang didapat/ jumlah populasi)

× 100%

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksud untuk melihat hubungan kedua variabel yaitu

variabel dependen ( Kesehatan Mental) dan variabel independen (Faktor Biologis,

Faktor Psikologis, Faktor Sosial Budaya, Faktor Lingkungan). Uji stastik yang

digunakan untuk analisis bivariat yaitu mngunakan uji chi square ( 𝐗 𝟐 ) karena

variabele

yang diuji adalah variable katagorik-katagorik, yaitu menguji perbedaan proporsi antara

beberapa kelompok data. Untuk mengetahui derajat hubungan, dilakukan Prevalence

Ratio (PR). Interpretasi dan nilai PR adalah sebagai baerikut:

PR>1, artinya variabel tersebut merupakan faktor resiko

PR =1, artinya variabel tersebut tidak mempunyai efek

PR<1, artinya variabel tersebut sebagai efek proteksi

Confidence interval dihitung dengan aplikasi computer, kemudian variabel

yang diikutkan dalam analisis multivariate adalah variabel memeliki nilai P<025.

(Oktiani, 2019).

77
3. Analisa Multivariat

Analisis Multivariat digunakan untuk mengetahui faktor yang paling dominan

yang berhubungan dengan variabel dependennya. Analisis Multivariat pada penelitian

ini menggunakan uji regresi logistic berganda karena variabel independen dan

dependen berbentuk data kategorik. Pada model ini semua variabl independennya

dianggap sama pentingnya. Analisis ini diawali dengan melakukan analisis bivariate

terhadap masing- masing variabel independen dan dependen, bila hasil analisis

menunjukan p-value (sig.)

≤0.25, maka variabel penelitian dapat masuk ke dalam pemodelan analisis

multivariate. Setelah didapat variabel kandidat maka dilakukan pembuatan moel untuk

menentukan variabel independen yang paling berhubungan dengan dependen.

Pembuatan model dilakukan dengan analisis regresi logistic berganda, jika p-value

(sig.) ≤ 0,05 maka variabel harus dikeluarkan dari pemodelan. Setelah itu periksa

apakah terdapat interakdi antar variabel independen melalui uji interaksi. Apabila nilai

jika p-value (sig.) < 0,05 berarti terdapat interaksi antar variabel begitupun sebaliknya.

Apabila terdapat interaksi maka pemodelan multivariate dengan interaksi jika tidak

tanpa interaksi. (Riyanto, 2009).

H. Hipotesis statistik

Hasil akhir statistik adalah untuk mengetahui apakah keputusan uji Ho ditolak

atau Ha diterima (gagal ditolak), dan untuk menguji kemaknaan digunakan tingkat

kepercayaan 95% dimana nilai p pada tingkat kepercayaan 95% P < 0,05 menunjukan

Ho ditolak, Ha diterima jika P>0,05 menunjukan gagal tolak Ho.

78
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Provil Pondok Pesantren

Ma’had Tahfidz Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung adalah pondok pesantren

berbasis Tahfidzul Qur’an, namun selain itu pondok ini menerapkan konsep pendidikan

dengan memadukan dua kurikulum yaitu kurikulum pondok pesantren dengan

mengimplementasikan Al- Qur’an dan As-Sunnah dan dipadukan dengan kurikulum

pendidikan umum. Ma’had Tahfidz Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung

merupakan lembaga pendidikan di bawah naungan bidang pendidikan Yayasan Darul

Hidayah As- saidah, pondok pesantren ini terletak di Jl. Garuda, Gg Walet Desa Pinang

Jaya, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

B. Gambaran Responden Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Juli dan Agustus tahun 2021 di Pondok Pesntren

Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung. Pada proses perencanaan penelitian, sampel

pada penelitian ini adalah santri/i yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel

pada penelitian ini berjumlah 88 responden dan jenis data yang digunakan merupakan

data primer yang diperoleh dengan penyebaran kusioner secara langsung dengan tetap

menerapkan protokol kesehatan 4M. Berikut ini adalah deskripsi umum hasil

pengumpulan data yang menunjang analisis data pada tahap selanjutnya.

79
C. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Kesehatan Mental Remaja Pada Masa

Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung

Jawaban Responden
No Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
1. Apakah Adik sering menderita sakit
21 23.9 67 76.1
kepala?
2. Apakah Adik sering tidak nafsu makan? 9 10,2 79 89,8
3. Apakah Adik sulit tidur? 9 10,2 79 89,8
4. Apakah Adik mudah takut? 19 21,6 69 78,4
5. Apakah Adik cemas, tegang, atau kuatir? 10 11,4 78 88,6
6. Apakah tangan Adik gemetar? 9 10,2 79 89,8
7. Apakah Adik sulit untuk berpikir jernih? 12 13,6 76 86,4
8. Apakah Adik merasa tidak bahagia? 7 8 81 92
9. Apakah Adik menangis lebih sering? 6 6,8 82 93,2
10. Apakah Adik merasa sulit untuk
9 10,2 79 89,8
menikmati kegiatan sehari-hari?
11. Apakah Adik sulit untuk mengambil
31 35,2 57 64,8
keputusan?
12. Apakah pekerjaan Adik sehari-hari
9 10,2 79 89,8
terganggu?
13. Apakah Adik tidak mampu melakukan
6 6,8 82 93,2
hal-
hal yang bermanfaat untuk hidup?
14. Apakah Adik kehilangan minat pada
11 12,5 77 87,5
berbagai hal?
15. Apakah Adik merasa tidak berharga? 9 10,2 79 89,8
16. Apakah Adik mempunyai pikiran untuk
2 2,3 86 97,7
mengakhiri hidup?
17. Apakah Adik merasa lebih lelah atau
16 18,2 72 81,8
mudah lelah sepanjang waktu?
18. Apakah Adik mengalami rasa tidak enak
di perut atau merasa 20 22,7 68 77,3
pencernaan Adik
terganggu?

Tabel 3.5 Distribusi responden yang paling banyak menjawab ya terdapat pada item

pertanyaan no. 11 “Apakah Adik sulit untuk mengambil keputusan?” dengan 31 jawaban

responden (35,2%), sedangkan responden yang paling banyak menjawab tidak yaitu pada

item no. 16 dalam pertanyaan “Apakah Adik mempunyai pikiran untuk mengakhiri

hidup?” dengan 86 jawaban responden (97,7%).

80
Tabel 3.6 Nilai-Nilai Statistik Berdasarkan Skor Kesehatan Mental Remaja Pada Masa

Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung

Pvalue
Mean Median Modus Minimum Maksimum SD Kolmogorov
Smirnov
Kesehatan
15,56 17 18 4 18 3,005 0,000
Mental

Tabel 3.6. Menunjukkan bahwa rata-rata skor kesehatan mental remaja adalah

15,56 dengan skor terrendah adalah 4 dan tertinggi adalah 18. Hasil uji Kolmogorov

Smirnov (< 0,05) menunjukkan data di atas memiliki distribusi tidak normal (Pvalue

0,000).

Tabel 3.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kesehatan Mental Remaja Pada Masa

Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung

Frekuensi
Kategori Kesehatan Mental n %
Tidak 26 29,5
Ya 62 70,5
Total 88 100

Berdasarkan tabel 3.7 Menunjukkan bahwa distribusi kesehatan mental remaja pada

masa pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung

lebih banyak yang mengalami gangguan kesehatan mental (70,5%) daripada yang tidak

mengalami gangguan kesehatan mental (29,5%).

81
2. Gambaran Karakteristik Remaja (Jenis Kelamin, Usia, Tempat Tinggal) Pada
Masa Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar
Lampung
a. Jenis Kelamin
Tabel 3.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar
Lampung
n Frekuensi %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 54 61,4
Perempuan 34 38,6
Total 88 100

Berdasarkan tabel 3.8 Menunjukkan bahwa distribusi jenis kelamin remaja


pada masa pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar
Lampung, lebih banyak responden berjenis kelamin laki-laki (61,4%) dibandingkan
jenis kelamin perempuan (38,6%).

b. Usia

Tabel 3.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Usia Remaja Pada Masa Pandemi
Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
n Frekuensi %
Kategori Usia
10-15 Tahun 63 71,6
16-20 Tahun 25 28,4
Total 88 100

Berdasarkan tabel 3.9 Menunjukkan bahwa distribusi kategori usia remaja


pada masa pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar
Lampung, lebih banyak yang memiliki usia 10-15 tahun (71,6%) dibandingkan usia
16- 20 tahun (28,4%).
c. Tempat Tinggal (Domisili)

Tabel 3.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tempat Tinggal (Domisili) Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
n Frekuensi %
Tempat Tinggal (Domisili)
Mes Pesantren 87 98,9
Rumah Pribadi 1 1,1
Total 88 100

82
Berdasarkan tabel 3.10 Menunjukkan bahwa distribusi tempat tinggal
(domisili) remaja pada masa pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah
Kemiling Bandar Lampung, lebih banyak yang bertempat tinggal di Mes Pesantren
(98,9%) dibandingkan rumah pribadi(1,1%).

3. Gambaran Faktor Biologis Remaja (Kondisi Kesehatan Berdasarkan Riwayat


Penyakit) Pada Masa Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah
Kemiling Bandar Lampung

Tabel 3.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Faktor Biologis Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Jawaban Responden
No Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
1. Apakah Adik menderita penyakit skabies
22 25 66 75
(penyakit kulit akibat kuman)
2. Apakah Adik menderita penyakit
15 17 73 83
Gastrointeritis (Lambung)/ pencernaan
3. Apakah Adik menderita penyakit Anemia 4 4,5 84 95,5
4. Apakah Adik menderita penyakit Thypoid 1 1,1 87 98,9
5. Apakah Adik menderita penyakit TBC 0 0 88 100
6. Apakah Adik menderita penyakit Asma 2 2,3 86 97,7
7. Apakah Adik menderita penyakit Alergi 13 14,8 75 85,2
8. Apakah Adik menderita Epilepsi 1 1,1 87 98,9
9. Apakah ada keluarga yang menderita
1 1,1 87 98,9
Epilepsi
10. Apakah ada keluarga yang mengalami
3 3,4 85 96,6
gangguan mental
11. Apakah adik sedang minum obat rutin 3 3,4 85 96,6

Tabel 3.11 Distribusi responden yang paling banyak menjawab ya terdapat pada item
pertanyaan no. 1 “Apakah Adik menderita penyakit skabies (penyakit kulit akibat
kuman)?” dengan 22 jawaban responden (25%), sedangkan responden yang paling banyak
menjawab tidak yaitu pada item no. 5 dalam pertanyaan “Apakah Adik menderita
penyakit TBC?” dengan 88 jawaban responden (100%).

Tabel 3.12. Nilai-Nilai Statistik Berdasarkan Skor Faktor Biologis Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Pvalue
Mean Median Modus Minimum Maksimum SD Kolmogorov
Smirnov
Faktor
10,26 10,50 11 7 11 0,903 0,000
Biologis

83
Tabel 3.12 Menunjukkan bahwa rata-rata skor faktor biologis remaja adalah
10,26 dengan skor terendah adalah 7 dan tertinggi adalah 11. Hasil uji Kolmogorov
Smirnov (< 0,05) menunjukkan data di atas memiliki distribusi tidak normal (Pvalue
0,000).

Tabel 3.14 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Faktor Biologis Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Frekuensi
Faktor Biologis n %
Baik 44 50
Kurang Baik 44 50
Total 88 100

Berdasarkan tabel 3.14 Menunjukkan bahwa distribusi faktor biologis (kondisi


kesehatan berdasarkan riwayat penyakit) remaja pada masa pandemi Covid-19 di
Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung, antara responden yang
memiliki faktor bilogis baik seperti tidak memiliki riwayat penyakit dan responden
yang memiliki faktor bilogis yang kurang baik seperti memiliki riwayat penyakit,
memiliki jumlah yang sama, masing-masing sebesar (50%).
4. Gambaran Faktor Psikologis Remaja (Perasaan Tenang/Nyaman) Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar
Lampung

Tabel 3.15. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Faktor Psikologis Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Jawaban Responden
No Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
1. Ada beberapa orang di sekitar pesantren
35 39,8 53 60,2
membuat Adik merasa tidak nyaman
2. Ada guru menegur dengan perkataan yang
17 19,3 71 80,7
tidak disukai
3. Ada perlakuan kasar, oleh teman 20 22,7 68 77,3
4. Ada candaan dan celaan oleh teman 49 55,7 39 44,3
5. Ada masalah membuat Adik jauh dengan
23 26,1 65 73,9
teman
6. Apakah Adik mengalami penurunan
22 25 66 75
konsentrasi
7. Apakah Adik mengalami penurunan daya
19 21,6 69 78,4
ingat
8. Apakah ada kebutuhan/ keinginan Adik
57 64,8 31 35,2
yang belum terpenuhi

84
Tabel 3.15 Distribusi responden yang paling banyak menjawab ya terdapat pada item
pertanyaan no. 8 “Apakah ada kebutuhan/ keinginan Adik yang belum terpenuhi?”
dengan 57 jawaban responden (64,8%), sedangkan responden yang paling banyak
menjawab tidak yaitu pada item no. 2 dalam pertanyaan “Ada guru menegur dengan
perkataan yang tidak disukai?” dengan 71 jawaban responden (80,7%).

Tabel 3.16. Nilai-Nilai Statistik Berdasarkan Skor Faktor Psikologis Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Pvalue
Mean Median Modus Minimum Maksimum SD Kolmogorov
Smirnov
Faktor
5,25 6 6 0 8 2,271 0,000
Psikologis

Tabel 3.16 Menunjukkan bahwa rata-rata skor faktor psikologis remaja adalah
5,25 dengan skor terrendah adalah 0 dan tertinggi adalah 8. Hasil uji Kolmogorov
Smirnov (< 0,05) menunjukkan data di atas memiliki distribusi tidak normal (Pvalue
0,000).

Tabel 3.16. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Faktor Psikologis Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Frekuensi
Faktor Psikologis n %
Ada 16 18,2
Tidak 72 81,8
Total 88 100

Berdasarkan tabel 3.16 Menunjukkan bahwa distribusi faktor psikologis


remaja (perasaan tenang/nyaman) pada masa pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren
Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung, lebih banyak yang tidak memiliki faktor
psikologis seperti (ada teman/guru/beberapa orang disekitar pesantren yang
menimbulkan ketidak nyaman) sebesar (81,8%), dibandingkan yang memiliki faktor
psikologis seperti (tidak ada teman/guru/beberapa orang disekitar pesantren yang
menimbulkan ketidak nyamanan) sebesar (18,2%)

85
5. Gambaran Faktor Lingkungan Remaja (Kondisi Kebersihan, Kenyamanan dan
Kerapihan, serta Tersedianya Sarana dan Prasarana yang Mendukung) Pada
Masa Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar
Lampung

Tabel 3.17 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Faktor Lingkungan Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Jawaban Responden
No Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
1. Suasana di lingkungan pesantren
83 94,3 5 5,7
memberikan kenyamanan
2. Lingkungan Pesantren termasuk
81 92 7 8
lingkungan yang bersih
3. Lingkungan pesantren termasuk
80 90,9 8 9,1
lingkungan yang rapih dan teratur
4. Lingkungan pesantren menyediakan
sarana dan prasarana yang lengkap untuk 65 73,9 23 26,1
santri
5. Adik pernah mengalami perpindahan
13 14,8 75 85,2
tempat tinggal yang tidak disukai
6. Adik pernah mengalami bencana seperti
banjir, angin kencang, gempa, yang 22 25 66 75
membuat adik kuatir/takut
7. Adik pernah mengalami sakit (demam
tinggi) di pesantren 19 21,6 69 78,4

Tabel 3.17 Distribusi responden yang paling banyak menjawab ya terdapat pada item
pernyataan no. 1 “Suasana di lingkungan pesantren memberikan kenyamanan” dengan 83
jawaban responden (94,3%), sedangkan responden yang paling banyak menjawab tidak
yaitu pada item no. 5 dalam pernyataan “Adik pernah mengalami perpindahan tempat
tinggal yang tidak disukai” dengan 75 jawaban responden (85,2%).

Tabel 3.18. Nilai-Nilai Statistik Berdasarkan Skor Faktor Lingkungan Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Pvalue
Mean Median Modus Minimum Maksimum SD Kolmogorov
Smirnov
Faktor
5,90 6 7 0 7 1,287 0,000
Lingkungan

Tabel 3.18 Menunjukkan bahwa rata-rata skor faktor lingkungan remaja adalah
5,9 dengan skor terrendah adalah 0 dan tertinggi adalah 7. Hasil uji Kolmogorov Smirnov
(< 0,05) menunjukkan data di atas memiliki distribusi tidak normal (Pvalue 0,000).

86
Tabel 3.19 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Faktor Lingkungan Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Frekuensi
Faktor Lingkungan n %
Ya 33 37,5
Tidak 55 62,5
Total 88 100

Berdasarkan tabel 3.20 Menunjukkan bahwa distribusi faktor lingkungan


remaja (kondisi kebersihan, kenyamanan dan kerapihan, serta tersedianya sarana dan
prasarana yang mendukung) pada masa pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul
Hidayah Kemiling Bandar Lampung, lebih banyak yang tidak memiliki faktor
lingkungan seperti (tidak tersedia nya sarana dan prasarana yang lengkap yang
memberikan kenyamanan, lingkungan bersih, rapih dan teratur, mengalami kondisi
yang tidak disukai seperti perpindahan tempat tidur, mengalami bencana dan sakit)
sebesar (62,5%), dibandingkan yang memiliki faktor lingkungan seperti (tersedia nya
sarana dan prasarana yang lengkap, memberikan kenyamanan, lingkungan bersih,
rapih dan teratur, tidak mengalami kondisi yang tidak disukai seperti perpindahan
tempat tidur, mengalami bencana dan sakit) sebesar (37,5%).

6. Gambaran Faktor Sosial Budaya Remaja (Dukungan dari Keluarga, Teman dan
Sosial/Masyarakat) Pada Masa Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul
Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Tabel 3.21. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Faktor Sosial Budaya Remaja Pada
Masa Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Jawaban Responden
No Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
1. Adik memilih Pondok Pesantren
berdasarkan pilihan sendiri bukan paksaan 76 86,4 12 13,6
dari orang lain
2. Orangtua Adik memiliki pendidikan tinggi
44 50 44 50
(Sarjana) dan berpenghasilan mapan
3. Adik tumbuh dan berkembang dengan
78 88,6 10 11,4
keluarga yang utuh tanpa perceraian
4. Adik dibesarkan di lingkungan yang
86 97,7 2 2,3
religius dan menerapkan nilai agama
5. Ada keluarga Adik berasal dari Pondok
58 65,9 30 34,1
Pesantren
6. Adik mudah beradaptasi di lingkungan
78 88,6 10 11,4
Pondok Pesantren

87
7. Guru dan teman sangat ramah dan penuh
80 90,9 8 9,1
perhatian kepada Adik
8. Pendidikan Agama di Pondok Pesantren
menjadikan Adik semakin taat dalam 85 96,6 3 3,4
beribadah
9. Target hafalan yang diberikan Guru
membuat Adik lebih disiplin dan 85 96,6 3 3,4
menghargai waktu
10. Peraturan Pondok Pesantren memudahkan
Adik dalam melakukan aktifitas sehari- 86 97,7 2 2,3
hari
11. Pondok Pesantren menyediakan layanan
kesehatan yang lengkap untuk semua 76 86,4 12 13,6
Santri
12. Semua Santri yang memiliki masalah
80 90,9 8 9,1
dapat berdiskusi dengan Guru
13. Perbedaan suku dan status ekonomi
keluarga tidak menyulitkan Adik 77 87,5 11 12,5
berteman
dengan siapa saja
14. Semua orang di Pondok Pesantren saling
79 89,8 9 10,2
menghargai dan mendukung satu sama lain
15. Adik merasa nyaman tinggal di Pondok
Pesantren dan tidak pernah terlibat dalam
60 68,2 28 31,8
permasalahan apapun dengan orang lain
maupun Guru
16. Apakah adik merasa berada di keluarga
38 43,2 50 56,8
sosial ekonomi rendah?
17. Apakah hubungan Adik dengan keluarga
84 95,5 4 4,5
berjalan dengan baik?
18. Apakah Adik di besarkan oleh keluarga
78 88,6 10 11,4
yang utuh (tidak ada perceraian)
19. Apakhah Adik senang dengan perilaku
81 92 7 8
masyarakat di lingkungan Adik
20. Apakah Adik senang dengan adat istiadat
84 95,5 4 4,5
masyarakat di lingkungan Adik
21. Masyarakat dilingkungan Pesantren selalu
56 63,6 32 36,4
menggunakan masker
22. Masyarakat selalu menjaga jarak untuk
60 68,2 28 31,8
pencegahan covid-19
23. Masyarakat menggunakan handsanitizer/
menyediakan tempat untuk mencuci 74 84,1 14 15,9
tangan menggunakan sabun
24. Tidak ada kegiatan yang mengundang
kerumunan di lingkungan sekitar 55 62,5 33 37,5
Pesantren
25. Ada individu yang terpapar Covid-19 di
21 23,9 67 76,1
masyarakat/ lingkungan Pesantren

88
Tabel 3.21 Distribusi responden yang paling banyak menjawab ya terdapat pada item
pernyataan no. 4 “Adik dibesarkan di lingkungan yang religius dan menerapkan nilai
agama” dan item pernyataan no. 10 “Peraturan Pondok Pesantren memudahkan Adik
dalam melakukan aktifitas sehari-hari”, dengan 86 jawaban responden (97,7%),
sedangkan responden yang paling banyak menjawab tidak yaitu pada item no. 25 dalam
pernyataan “Ada individu yang terpapar Covid-19 di masyarakat/ lingkungan Pesantren”
dengan 67 jawaban responden (76,1%).

Tabel 3.22 Nilai-Nilai Statistik Berdasarkan Skor Faktor Sosial Budaya Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Pvalue
Mean Median Modus Minimum Maksimum SD Kolmogorov
Smirnov
Faktor
Sosial 20,51 20,50 25 7 25 3,304 0,000
Budaya

Tabel 3.22 Menunjukkan bahwa rata-rata skor faktor sosial budaya remaja adalah
20,51 dengan skor terrendah adalah 7 dan tertinggi adalah 25. Hasil uji Kolmogorov
Smirnov (< 0,05) menunjukkan data di atas memiliki distribusi tidak normal (Pvalue
0,000).

Tabel 3.23 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Faktor Sosial Budaya Remaja Pada
Masa Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Frekuensi
Faktor Sosial Budaya N %
Ya 20 22,7
Tidak 68 77,3
Total 88 100

Berdasarkan tabel 3.23 Menunjukkan bahwa distribusi faktor sosial budaya


remaja (dukungan dari keluarga, teman dan sosial/masyarakat) pada masa pandemi
Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung, lebih
banyak yang tidak memiliki faktor sosial budaya seperti (tidak adanya dukungan dari
keluarga, teman dan sosial/masyarakat berupa motivasi serta norma dan aturan yang
berlaku dalam masyarakat) sebesar (77,3%), dibandingkan yang memiliki faktor
sosial budaya seperti (adanya dukungan dari keluarga, teman dan sosial/masyarakat
berupa motivasi serta norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat) sebesar
(22,7%).

89
7. Rekapitulasi Hasil Analisis Univariat

Tabel 3.25 Rekapitulasi Hasil Analisis Univariat Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul
Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Frekuensi
Variabel Kategori n %
Kesehatan Mental Remaja Ya 62 70,5
Jenis Kelamin Laki-Laki 54 61,4
Usia 10-15 Tahun 63 71,6
Tempat Tinggal Mes Pesantren 87 98,9
Baik 44 50
Faktor Biologis
Kurang Baik 44 50
Faktor Psikologis Tidak 72 81,8
Faktor Lingkungan Tidak 55 62,5
Faktor Sosial Budaya Tidak 68 77,3

D. Analisis Bivariat

1. Hubungan Karakteristik Responden dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa


Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung

a. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesehatan Mental Remaja

Tabel 3.26. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa Pandemi
Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Kesehatan Mental
Jumlah PR (95%
Jenis Kelamin Tidak Ya Pvalue
CI)
n % n % n %
7,556 (1,906-
Laki-Laki 24 44,4 30 55,6 54 100
29,948) 0,000
Perempuan 2 5,9 32 94,1 34 100 1

Tabel 3.26. Menunjukkan responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki (44,4%)
lebih banyak yang tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden yang
memiliki jenis kelamin perempuan (5,9%). Hasil uji Chi Square menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kesehatan mental remaja (Pvalue <
0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang memiliki

90
jenis kelamin laki-laki berpeluang 7,556 kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan
mental daripada responden berjenis kelamin perempuan (95% CI 1,906- 29,948).
b. Hubungan Usia dengan Kesehatan Mental Remaja

Tabel 3.27 Hubungan Usia dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa Pandemi
Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Kesehatan Mental
Jumlah PR (95%
Usia Tidak Ya Pvalue
CI)
n % n % n %
3,042 (1,002-
10-15 Tahun 23 36,5 40 63,5 63 100
9,235) 0,044
16-20 Tahun 3 12 22 88 25 100 1

Tabel 3.27 Menunjukkan responden yang memiliki usia 10-15 Tahun (36,5%) lebih
banyak yang tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden yang
memiliki usia 16-20 tahun (12%). Hasil uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara usia dengan kesehatan mental remaja (Pvalue < 0,05). Hasil
perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang memiliki usia 10-15
Tahun berpeluang 3,042 kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada
responden berusia 16-20 tahun (95% CI 1,002-9,235).
c. Hubungan Tempat Tinggal dengan Kesehatan Mental Remaja
Tabel 3.28 Hubungan Tempat Tinggal dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Kesehatan Mental
Jumlah PR (95%
Tempat Tinggal Tidak Ya Pvalue
CI)
n % n % n %
0,701 (0,611-
Mes Pesantren 26 29,9 61 70,1 87 100
0,804) 1,000
Rumah Pribadi 0 0 1 100 1 100 1

Tabel 3.28. Menunjukkan responden yang bertempat tinggal di Mes pesantren


(29,9%) lebih banyak yang tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada
responden yang bertempat tinggal di rumah pribadi (0%). Hasil uji Chi Square
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara tempat tinggal dengan
kesehatan mental remaja (Pvalue
≥ 0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang bertempat

91
tinggal di Mes pesantren berpeluang 0,701 kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan
mental daripada responden yang bertempat tinggal di rumah pribadi (95% CI 0,611-0,804).

2. Hubungan Faktor Biologis dengan Kesehatan Mental Remaja


Tabel 3.29. Hubungan Faktor Biologis dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Kesehatan Mental
Jumlah PR (95%
Faktor Biologis Tidak Ya Pvalue
CI)
n % n % n %
7,667 (2,481-
Baik 23 52,3 21 47,7 44 100
23,691)
0,000
Kurang Baik 3 6,8 41 93,2 44 100 1

Tabel 3.29. Menunjukkan responden yang memiliki faktor biologis baik (tidak
memiliki riwayat penyakit) sebesar (52,3%) lebih banyak yang tidak mengalami
gangguan kesehatan mental daripada responden yang memiliki faktor biologis kurang
baik (memiliki riwayat penyakit) sebesar (6,8%). Hasil uji Chi Square menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna antara faktor biologis dengan kesehatan mental remaja
(Pvalue < 0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang
memiliki faktor biologis baik (tidak memiliki riwayat penyakit) berpeluang 7,667 kali
untuk tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden yang memiliki
faktor biologis kurang baik (memiliki riwayat penyakit) (95% CI 2,481-23,691).

3. Hubungan Faktor Psikologis dengan Kesehatan Mental Remaja


Tabel 3.30. Hubungan Faktor Psikologis dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Kesehatan Mental
Jumlah PR (95%
Faktor Psikologis Tidak Ya Pvalue
CI)
n % n % n %
5,250 (3,033-
Ada 14 87,5 2 12,5 16 100
9,088)
0,000
Tidak 12 16,7 60 83,3 72 100 1

Tabel 3.30 Menunjukkan responden yang memiliki faktor psikologis (tidak ada
teman/guru/beberapa orang disekitar pesantren yang menimbulkan ketidak nyamanan)
sebesar (87,5%) lebih banyak yang tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada

92
responden yang tidak memiliki faktor psikologis (ada teman/guru/beberapa orang
disekitar pesantren yang menimbulkan ketidak nyaman) sebesar (16,7%). Hasil uji Chi
Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor psikologis dengan
kesehatan mental remaja (Pvalue < 0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR)
menunjukkan responden yang memiliki faktor psikologis berpeluang 5,250 kali untuk
tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden daripada responden
yang tidak memiliki faktor psikologis (95% CI 3,033-9,088).

4. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kesehatan Mental


Tabel 3.31 Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Kesehatan Mental
Jumlah PR (95%
Faktor Lingkungan Tidak Ya Pvalue
CI)
n % n % n %
7,000 (2,919-
Ya 21 63,6 12 36,4 33 100
16,786) 0,000
Tidak 5 9,1 50 90,9 55 100 1

Tabel x. Menunjukkan responden yang memiliki faktor lingkungan (seperti


tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap, memberikan kenyamanan, lingkungan
bersih, rapih dan teratur, tidak mengalami kondisi yang tidak disukai seperti perpindahan
tempat tidur, mengalami bencana dan sakit) sebesar (63,6%) lebih banyak yang tidak
mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden yang tidak memiliki faktor
lingkungan (tidak tersedia nya sarana dan prasarana yang lengkap yang memberikan
kenyamanan, lingkungan bersih, rapih dan teratur, mengalami kondisi yang tidak disukai
seperti perpindahan tempat tidur, mengalami bencana dan sakit) sebesar (9,1%). Hasil uji
Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan
dengan kesehatan mental remaja (Pvalue < 0,05). Hasil perhitungan Prevalence Ratio
(PR) menunjukkan responden yang memiliki faktor lingkungan berpeluang 7 kali untuk
tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden yang tidak memiliki
faktor lingkungan (95% CI 2,919- 16,786).

93
5. Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Kesehatan Mental Remaja
Tabel 3.32. Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung
Kesehatan Mental
Faktor Sosial Jumlah PR (95%
Tidak Ya Pvalue
Budaya CI)
n % n % N %
2,493 (1,372-
Ya 11 55 9 45 20 100
4,531)
0,010
Tidak 15 22,1 53 77,9 68 100 1

Tabel 3.32. Menunjukkan responden yang memiliki faktor sosial budaya (seperti
adanya dukungan dari keluarga, teman dan sosial/masyarakat berupa motivasi serta norma
dan aturan yang berlaku dalam masyarakat) sebesar (55%) lebih banyak yang tidak
mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden yang tidak memiliki faktor
sosial budaya (seperti tidak adanya dukungan dari keluarga, teman dan sosial/masyarakat
berupa motivasi serta norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat) sebesar (22,1%).
Hasil uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor sosial
budaya dengan kesehatan mental remaja (Pvalue < 0,05). Hasil perhitungan Prevalence
Ratio (PR) menunjukkan responden yang memiliki faktor sosial budaya berpeluang 2,493
kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden yang tidak
memiliki faktor sosial budaya (95% CI 1,372- 4,531).

6. Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat


Tabel 3.33. Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kesehatan Mental Remaja Pada Masa Pandemi Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah
Kemiling Bandar Lampung
Variabel PR (95% CI) Pvalue Keterangan
Jenis Kelamin 7,556 (1,906- 29,948) 0,000 Ada Hubungan
Usia 3,042 (1,002-9,235) 0,044 Ada Hubungan
Tempat Tinggal 1,000 Tidak Ada
0,701 (0,611-0,804)
Hubungan
Faktor Biologis 7,667 (2,481-23,691) 0,000 Ada Hubungan
Faktor Psikologis 5,250 (3,033-9,088) 0,000 Ada Hubungan
Faktor Lingkungan 7,000 (2,919- 16,786) 0,000 Ada Hubungan
Faktor Sosial Budaya 2,493 (1,372- 4,531) 0,010 Ada Hubungan

94
E. Analisis Multivariat

1. Pemilihan Kandidat Model


Tabel 3.34 Hasil Seleksi Kandidat Model Uji Regresi Logistik Sederhana
Variabel Pvalue Keterangan
Usia 0,016 Kandidat
Jenis Kelamin 0,000 Kandidat
Domisili 0,401 Bukan Kandidat
Faktor Biologis 0,000 Kandidat
Faktor Psikologis 0,000 Kandidat
Faktor Lingkungan 0,000 Kandidat
Faktor Sosial Budaya 0,006 Kandidat

Tabel 3.34. Menunjukan bahwa terdapat 6 variabel yang dapat menjadi


kandidat dalam pemodelan awal untuk dilanjutkan kedalam analisis multivariat yaitu
variabel usia (0,016), jenis kelamin (0,000), faktor biologis (0,000), faktor psikologis
(0,000), faktor lingkungan (0,000) dan faktor sosial budaya (0,006).
2. Model Awal

Tabel 3.35 Model Awal Hasil Uji Regresi Logistik Ganda


Variabel B SE Wald df Sig OR
Usia 1,136 1,073 1,119 1 0,290 3,113
Jenis Kelamin 1,436 1,411 1,036 1 0,309 4,202
Faktor Biologis 2,885 1,120 6,631 1 0,010 17,904
Faktor Psikologis 2,405 1,279 3,539 1 0,060 11,082
Faktor Lingkungan 2,322 0,931 6,220 1 0,013 10,194
Faktor Sosial
1,648 1,010 2,663 1 0,103 5,195
Budaya

Tabel 3.35 Menunjukkan bahwa terdapat 4 variabel yang memiliki nilai pvalue
≥ 0,05 yaitu usia (pvalue = 0,290), jenis kelamin (pvalue = 0,309), Faktor psikologis
(pvalue = 0,060), Faktor sosial budaya (pvalue = 0,103). Sedangkan 2 variabel lainnya
memiliki pvalue < 0,05 yaitu Faktor biologis (pvalue = 0,010) dan Faktor lingkungan
(pvalue = 0,013).

95
3. Model Setelah Pengeluaran Variabel Perubahan Nilai OR (≤ 10%)
Pengeluaran variabel dimulai dari variabel yang memiliki nilai Pvalue
tertinggi kemudian diseleksi satu persatu untuk mengetahui perubahan nilai OR nya.
Pengeluaran variabel dimulai dari jenis kelamin (Pvalue = 0, 309), usia (Pvalue =
0,290), Faktor sosial budaya (Pvalue = 0,103) dan Faktor psikologis (Pvalue = 0,060).
Jika seluruh perubahan nilai OR ≤ 10% maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari
model awal. Sedangkan, jika terdapat perubahan nilai OR > 10% maka variabel
tersebut dimasukkan kembali ke dalam model awal. Adapun hasil pengeluaran
variabel sebagai berikut :

Tabel 3.36 Model Setelah Pengeluaran Variabel Perubahan Nilai OR (≤ 10%)


Variabel Sig. Exp (B) Perubahan OR
(%)
1. Model Tanpa Variabel Jenis Kelamin
Usia 0,290 3,113 -3,597815612
Faktor Biologis 0,010 17,904 -60,92493298
Faktor Psikologis 0,060 11,082 38,10683992
Faktor Lingkungan 0,013 10,194 -44,39866588
Faktor Sosial Budaya 0,103 5,195 -1,55919153
2. Model Tanpa Variabel Usia
Faktor Biologis 0,008 18.083 -0,999776586
Faktor Psikologis 0,073 9.451 14,71756001
Faktor Lingkungan 0,008 11.032 -8,220521876
Faktor Sosial Budaya 0,097 5.143 1,000962464
Jenis Kelamin 0,288 4.360 -3,760114231
3. Model Tanpa Variabel Sosial Budaya
Faktor Biologis 0,010 13.073 26,98279714
Faktor Psikologis 0,008 26.571 -139,76719
Faktor Lingkungan 0.015 7.817 23,31763783
Jenis Kelamin 0,302 3.744 10,89957163
Usia 0,285 3.360 -7,934468358

96
4. Model Tanpa Variabel Faktor Psikologis
Faktor Biologis 0,001 31.283 -74,72631814

Faktor Lingkungan 0,000 25.765 -152,7467138


Jenis Kelamin 0,673 1.573 62,56544503
Usia 0,392 2.228 28,42916801
Faktor Sosial Budaya 0,006 11.966 -130,3368624

Tabel 5. Menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai pvalue ≥ 0,05 dan
dilakukan perhitungan selisih OR 4 variabel tersebut yaitu jenis kelamin, usia, Faktor
sosial budaya dan Faktor psikologis memiliki nilai perubahan OR > 10% sehingga
dimasukkan kembali ke dalam model untuk dilanjutkan ke uji interaksi.
4. Model Akhir
Hasil analisis multivariat dalam pemodelan akhir sebagai berikut :
Tabel 3.37. Model Setelah Pengeluaran Variabel Perubahan Nilai OR (≤ 10%)
Variabel Pvalue OR
Faktor Biologis 0,010 17,904
Faktor Lingkungan 0,013 10,194
Jenis Kelamin 0,309 4,202
Usia 0,290 3,113
Faktor Sosial Budaya 0,103 5,195
Faktor Psikologis 0,060 11,082

Tabel 3.37.Menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kesehatan


mental adalah Faktor biologis (0,010) dan Faktor lingkungan (0,013). Nilai OR atau
paling dominan dilihat dari nilai exp (B). Variabel yang paling dominan adalah Faktor
biologis, dimana responden yang memiliki Faktor biologis berisiko 17,904 kali lebih
besar untuk tidak mengalami gangguan kesehatan mental.
5. Uji Interaksi
Uji Interaksi dilakukan setelah ditemukan model akhir analisis multivariat.
Selanjutnya variabel independen diinteraksikan dengan variabel independen lainnya
secara bersamaan. Apabila hasil pvalue dari variabel interaksi ≤ 0,05, maka dapat

97
dimasukkan ke dalam model akhir analisis univariat. Hasil uji interaksi sebagai berikut
:
Tabel 3.38 Uji Interaksi
Variabel Pvalue Keterangan
Faktor Biologis 1.000 Masuk Model Akhir
Faktor Lingkungan 1.000 Masuk Model Akhir
Jenis Kelamin 1.000 Masuk Model Akhir
Usia .999 Masuk Model Akhir
Faktor Sosial Budaya 1.000 Masuk Model Akhir
Faktor Psikologis .999 Masuk Model Akhir
Faktor Biologis dengan 1.000 Dikeluarkan dari Model
Faktor Lingkungan
Faktor Biologis dengan .999 Dikeluarkan dari Model
Jenis Kelamin
Faktor Biologis dengan 1.000
Dikeluarkan dari Model
Usia
Faktor Biologis dengan 1.000
Dikeluarkan dari Model
Faktor Sosial Budaya
Faktor Biologis dengan 1.000
Dikeluarkan dari Model
Psikologis
Faktor Lingkungan dengan 1.000
Dikeluarkan dari Model
Jenis Kelamin
Faktor Lingkungan dengan .999
Dikeluarkan dari Model
Usia
Faktor Lingkungan dengan .999
Dikeluarkan dari Model
Sosial Budaya
Faktor Lingkungan dengan 1.000
Dikeluarkan dari Model
Psikologis
Jenis Kelamin dengan 1.000
Dikeluarkan dari Model
Usia
Jenis Kelamin dengan 1.000
Dikeluarkan dari Model
Sosial Budaya
Jenis Kelamin dengan 1.000
Dikeluarkan dari Model
Psikologis

98
Usia dengan Sosial .999
Dikeluarkan dari Model
Budaya
Usia dengan Psikologis 1.000 Dikeluarkan dari Model
Psikologis dengan Sosial .999
Dikeluarkan dari Model
Budaya

Tabel 3.38. Menunjukkan bahwa terdapat 15 pasang variabel dalam model


interaksi. Setelah dilakukan uji interaksi, tidak ada variabel yang berinteraksi (Pvalue
> 0,05) sehingga dikeluarkan dari model.
6. Model Akhir Setelah Uji Interaksi
Tabel 3.39 Model Akhir Setelah Uji Interaksi
Variabel Pvalue OR
Faktor Biologis 0,010 17,904
Faktor Lingkungan 0,013 10,194
Jenis Kelamin 0,309 4,202
Usia 0,290 3,113
Faktor Sosial Budaya 0,103 5,195
Faktor Psikologis 0,060 11,082

Tabel 3.39 Menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kesehatan mental

adalah Faktor biologis (0,010) dan Faktor lingkungan (0,013). Nilai OR atau paling dominan

dilihat dari nilai exp (B). Variabel yang paling dominan adalah Faktor biologis, dimana

responden yang memiliki Faktor biologis berisiko 17,904 kali lebih besar untuk tidak

mengalami gangguan kesehatan mental.

F. Pembahasan

1. Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Dengan Kesehatan Mental Remaja


Berdasarkan hasil analisis Chi Square dengan perhitungan Prevalence Ratio (PR)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik jenis
kelamin dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling
Bandar Lampung. Dalam penelitian ini menyatakan responden yang memiliki jenis
kelamin laki-

99
laki berpeluang 7,556 kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada
responden berjenis kelamin perempuan (95% CI 1,906- 29,948).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Alawiyah (2020) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kesehatan mental
emosional dimana diperoleh jenis kelamin berhubungan dengan gangguan mental
emosional (p = 0,012).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan ada
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kesehatan mental. Perbedaan jenis
kelamin dapat mempengaruhi kepribadian individu sehingga dalam pengelolaan mental
berupa pengambilan keputusan, sikap, emosi dan kebiasaan akan berbeda antara laki-laki
dan perempuan.

2. Hubungan Karakteristik Usia Dengan Kesehatan Mental Remaja


Berdasarkan hasil analisis Chi Square menggunakan perhitungan Prevalence
Ratio (PR) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik
usia dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling
Bandar Lampung. Dalam penelitian ini menyatakan responden yang memiliki usia 10-15
tahun berpeluang 3,042 kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada
responden berusia 16-20 tahun (95% CI 1,002-9,235).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Alawiyah (2020) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kesehatan mental emosional (p =
0,006).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil kuesioner yang telah dibagikan
Karakteristik usia memiliki hubungan yang signifikan dengan kesehatan mental, usia
dapat mempengaruhi kedewasaan seseorang berdasarkan pengalaman dan ilmu
pengetahuan yang dapat menjadi pedoman dalam bertindak sesuatu dan kontrol dalam
diri.

3. Hubungan Karakteristik Tempat Tinggal Dengan Kesehatan Mental Remaja


Berdasarkan hasil analisis Chi Square menggunakan perhitungan Prevalence
Ratio (PR) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
karakteristik antara kesehatan mental dengan domisili (tempat tinggal) yang disenangi
remaja di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung. menunjukkan
responden yang bertempat tinggal di Mes pesantren berpeluang 0,701 kali untuk tidak

10
mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden yang bertempat tinggal di
rumah pribadi

10
Menurut teori humanistik berasumsi bahwa teori belajar apapun baik dan dapat
dimanfaatkan, ketika tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu pemcapaian
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang belajar secara optimal
(Assegaf, 2011)
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil kuesionair yang telah dibagikan dan
melihat jawaban responden, tempat tinggal yang dipilih responden tidak ada hubungan
yang signifikan dengan kesehatan mental. Perasaamn nyaman dan tenang dapat terbentuk
akibat kebiasaan dan pembelajaran seiring berjalannya waktu. Artinya tempat tinggal
atau domisili yang lebih disukai responden tidak dapat menentukan kesehatan mental
responden secara komplek.

4. Hubungan Faktor Biologis Dengan Kesehatan Mental Remaja


Hasil uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor
biologis dengan kesehatan mental remaja (Pvalue < 0,05). Hasil perhitungan Prevalence
Ratio (PR) menunjukkan responden yang memiliki faktor biologis baik (tidak memiliki
riwayat penyakit) berpeluang 7,667 kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan
mental daripada responden yang memiliki faktor biologis kurang baik (memiliki riwayat
penyakit) (95% CI 2,481-23,691).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Atikah (2016) tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara faktor biologis yang diwakili oleh riwayat penyakit
responden dan keluarga terhadap kesehatan jiwa (p value = 0,677; p value > 0,05).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan kuesionair yang sudah dibagikan faktor biologis
memiliki hubungan yang signifikan dengan kesehatan mental. Seseorang yang nengalami
sakit fisik berat atau sakit fissik dalam waktu yang lama akan mempengaruhi kondisi
mental, sistem kekebalan tubuh turun secara drastis dan semangat hidup jadi berkurang.

5. Hubungan Faktor Psikologis dengan Kesehatan Mental Remaja


Hasil uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor
psikologis dengan kesehatan mental remaja (Pvalue < 0,05). Hasil perhitungan
Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang memiliki faktor psikologis
berpeluang 5,250 kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada
responden daripada responden yang tidak memiliki faktor psikologis (95% CI 3,033-
9,088).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nanda (2020) Hubungan Karakteristik
Psikologis dengan Tingkat Stress Remaja dengan nilai r = 0.787 dengan p-value = 0.000
10
(p (95% CI 0,611-0,804). Atikah 2016 Hasil uji statistika dengan uji chi-square
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi psikologis terhadap
kesehatan jiwa (p value = 0,001; p value < 0,05).
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil kuesionair yang dibagikan faktor
psikologis memiliki hubungan yang signifikan dengan kersehatan mental remaja.
Perasaan tenang dan nyaman yang dipengaruhi lingkungan sekitar yaitu perilaku guru,
teman, serta permasalahan seperti penurunan konsentrasi, penurunan daya ingat dan
keinginan yang belum terpenuhi dapat menjadi penyebab timbulnya permasalahan
kesehatan mental pada remaja.

6. Hubungan Faktoir Lingkungan dengan Kesehatan Mental Remaja


Hasil uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor
lingkungan dengan kesehatan mental remaja (Pvalue < 0,05). Hasil perhitungan
Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang memiliki faktor lingkungan
berpeluang 7 kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada responden
yang tidak memiliki faktor lingkungan (95% CI 2,919- 16,786).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Atikah (2016) lingkungan memiliki
hubungan yang signifikan terhadap kesehatan jiwa (p value = 0,001; p value < 0,05).
Berdasarkan teori adaptasi lingkungaan Helson dan Wohlwill (dalam Veitch & Arkkelin,
1995) adaptasi adalah perubahan respon perilaku agar sesuai dengan keadaan lingkungan,
sedang penyesuaian adalah perubahan lingkungan agar sesuai dengan perilaku.
Asumsi peneliti berdasarkan hasil kuesionair yang dibagikan lingkungan yang
positif dapat memberikan dampak baik bagi kesehatan mental, sebaliknya tinggal
dilingkungan yang ramai dapat mempengaruhi ketenangan dan kenyamanan seseorang.
Lingkungan Pondok pesantren cenderung memberikan sugesti yang baik untuk para
santri sebab didesain guna meningkatkan keimanan, dengan cara menghafal A-Qur’an
dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah dapat dijadikan upaya dalam
menjaga kesehatan mental seseorang.

7. Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Kesehatan Mental Remaja


Hasil uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor
sosial budaya dengan kesehatan mental remaja (Pvalue < 0,05). Hasil perhitungan
Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang memiliki faktor sosial budaya

10
berpeluang 2,493 kali untuk tidak mengalami gangguan kesehatan mental daripada
responden yang tidak memiliki faktor sosial budaya (95% CI 1,372- 4,531).
Penelituian ini sejalan dengan penelitian Atikah (2016) faktor sosial budaya yang
ditinjau dari asal suku terhadap kesehatan jiwa (p value = 0,078; p value > 0,05).
Penelitian Ni Made dkk. (2018) remaja sebagian besar dipengaruhi oleh dukungan
sosial teman sekelas dan sekolah, sedangkan kesejahteraan sosial remaja dipengaruhi
oleh dukungan sosial orang tua, guru, teman sekelas dan sekolah (p<0.005).
Penelitian yang dilakukan Ika (2018) menyatakan bahwa keluarga, lingkungan,
sosial budaya, sangat menentukan kualitas kesehatan mental seseorang dalam
menghadapi permasalahan yang ada. Keluarga adalah salah satu faktior yang memiliki
pengaruh besar terhadap kesehatan mental.keluarga merupakan kelompok sosial
terkecil dimana seseorang bertempat tinggal, berinteraksi satu sama lain, tempat
dibentuknya nilai-nilai,pola pemikiran serta kebiasaan.keluarga memegang peranan
penting dalam membentuk kepribadiaan seseorang, keluarga yang kurang
mennjalankan fungsinya dengan baik akan rentan memunculkan masalah gangguan
mental mulai dalam taraf ringan sampai berat pada anggota keluarga antara lain tidak
percaya diri, konsep diri negatif, problem sexsualitas, antisosial, cemas maupun
depresi. berbagai gangguan tersebut dapat muncul pada masa sekarang dan atau pada
masa perkembangan selanjutnya.
Menurut teori psikososial Eric Ericson, karakter seseorang terbentuk dalam
tahapan sepanjang hidupnya.Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil kuesionair
yang telah dibagikan bahwa adanya hubungan antara kondisi lingkungan permukiman
dan status sosial ekonomi terhadap kesehatan mental individu.

10
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kesimpulan tentang “Faktor-Faktor yang berhubungan dengan
Kesehatan Mental Remaja pada masa pandemi covid-19 di pondok pesantren Darul
Hidayah Kemiling Bandar Lampung” dapat disimpulkan bahwa:
8. Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kesehatan mental
remaja (Pvalue 0,000).
9. Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kesehatan mental remaja
(Pvalue 0,044).
10. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan kesehatan
mental remaja (Pvalue 1,000).
11. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor biologis dengan kesehatan mental
remaja (Pvalue 0,000).
12. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor psikologis dengan kesehatan
mental remaja (Pvalue 0,000).
13. Ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan dengan kesehatan mental
remaja (Pvalue 0,000).
14. Ada hubungan yang signifikan antara faktor sosial budaya dengan kesehatan
mental remaja (Pvalue 0,010).
15. Faktor yang paling dominan dengan kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren
Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung adalah faktor biologis dengan nilai
Pvalue= (0,010), OR=(17,904) menunjukkan bahwa responden yang memiliki
faktor biologis berisiko 17,904 kali lebih besar untuk tidak mengalami gangguan
kesehatan mental.
16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesehatan mental remaja pada masa pandemi
Covid-19 di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung lebih
banyak yang mengalami gangguan kesehatan mental (70,5%) daripada yang tidak
mengalami gangguan kesehatan mental (29,5%).
17. Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang memiliki
jenis kelamin laki-laki berpeluang 7,556 kali untuk tidak mengalami gangguan

10
kesehatan mental daripada responden berjenis kelamin perempuan (95% CI 1,906-
29,948).
18. Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang memiliki
usia 10-15 Tahun berpeluang 3,042 kali untuk tidak mengalami gangguan
kesehatan mental daripada responden berusia 16-20 tahun (95% CI 1,002-9,235).
19. Hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR) menunjukkan responden yang bertempat
tinggal di Mes pesantren berpeluang 0,701 kali untuk tidak mengalami gangguan
kesehatan mental daripada responden yang bertempat tinggal di rumah pribadi
(95% CI 0,611-0,804).

B. Implikasi
Dalam penelitian bahwa faktor yang paling dominan dengan kesehatan mental
remaja adalah faktor biologis. Remaja yang biologisnya baik, sehat secara fisik
cenderung akan mampu berpikir jernih, beradaptasi dengan lingkungan dan dapat
mengontrol emosi dalam dirinya sehingga dapat melakukan tindakan yang positif.
Sementara remaja yang kondisi fisik terganggu (kurang baik) akan mudah mengalami
sakit dan berpengaruh pada kesehatan mentalnya, hal tersebut dapat memacu remaja
ke sifat lemah, tidak percaya diri, mudah sedih dan cemas, serta merasa tidak mampu
melakukan sesuatu. Diharapkan tenaga kesehatan lebih meningkatkan dukungan
terhadap kesehatan mental remaja di Pondok Pesantren, dengan cara meningkatkan
peran serta pengurus Pondok Pesantren melalui penyuluhan dan konseling kesehatan
pada remaja.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang yang telah disimpulkan diatas
dikemukakakn beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Pondok Pesantren Darul Hidayah
Pengadaan program atau penyuluhan tentang kesehatan mental remaja
dengan cara bekerjasama dengan dinas kesehatan setempat guna
membentuk remaja sebagai generasi masa depan yang sehat secara optimal
fisik dan mental.
2. Bagi peneliti selanjutnya
a. Agar melakukan penelitian tentang kesehatan mental remaja tidak
hanya pada faktor yang mempengaruhinya tetapi pada sisi yang lebih
komplek

10
mengenai dampak serta solusi yang dapat diimplementasikan guna
menjaga kesehatan mental remaja.
b. Agar menambah sumber-sumber reverensi dari buku dan jurnal terbaru
berdasarkan evidence based.
3. Bagi Remaja di Pondok Pesantren
Perlu dilakukan upaya perbaikan pengetahuan mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan kesehatan mental remaja, pengaruh dan dampak
secara fisik dan mental.
4. Bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Meningkatkan referensi ilmu tambahan untuk meningkatkan pengetahuan
kepada tenaga kesehatan guna meningkatkan pengetahuan pada remaja di
Pondok Pesantren.
5. Bagi Tenaga Kesehatan
Perlu adanya metode baru dalam mempromosikan kesehatan mental pada
remaja melalui hal yang unik dan menarik khususnya di Indonesia.

10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid. 2017. Jurnal Kesehatan Tadulako, Volum 3 Nomor 2, Agama dan Kesehatan Mental
Dalam Prespektif Psikologi Agama. FKIP Universitas Tadulako.

Alawiyah. 2020. Volum 11 Nomor 10, Faktor yang Berhubungan Dengan Gangguan Mental
Emotional Masyarakat di Masa Pandemic Covid-19 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara
Forikes.

Azizi, Ali.2020. Jurnal Qalb Volum 11 nomor 2, Peran Agama Dalam Memelihara Kesehatan Jiwa
dan control Sosial Masyarakat. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
A.Muri Yusuf. 2014. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan”.
Jakarta : prenadamedia group
Achmad Chasina Aula, 2019. Paradigma Kesehatan Mental. Unair News, Surabaya. Diakses
3 Januari 2021. http://news.unair.ac.id/2019/10/10/paradigma-kesehatan-
mental/#:~:text=Menurut%20WHO%2C%20kesehatan%20mental%20merupakan,ser
ta%20berperan%20serta%20di%20komunitasnya.
Alfina Ayu Rachmawati, 2020. “Darurat Kesehatan Mental bagi Remaja”. Publikasi oleh
egsaugm. Yogyakarta. Diakses 3 Januari 2021
https://egsa.geo.ugm.ac.id/2020/11/27/darurat-kesehatan-mental-bagi-remaja/
Andi Azisyah Azzahra Anuar. 2020. Skripsi “Pengaruh Keberhasilan Keluarga Terhadap
Masalah Emosional Remaja”. Universitas Muhammadiyah Malang. Diakses 07
Februrari 2021. http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/71037
Anita Novianty, dkk. 2017. Literasi Kesehatan Mental dan Sikap Komunitas sebagai
Prediktor Pencarian Pertolongan Formal. Jurnal Psikologi Vol. 44, No. 1. Diakses 13
Januari 2021. https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/22988
Asih Rahmawati, dkk. 2020. Optimalisasi Peran Orang Tua Dalam Pembelajaran Daring
Pada Masa Pandemi Covid-19 di Kelurahan Sumber Harta. Edification Journal
Pendidikan Agama Islam Vol. 3 No. 2, Februrari 2021. Diakses 10 Februrari 2021.
https://jurnal.staibsllg.ac.id/index.php/ej/article/view/241
Briliannur Dwi C, dkk. 2020. Analisis Keefektifan Pembelajaran Online di Masa Pandemi
Covid-19. Mahaguru: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Vol.2 No.1 Diakses 13
Januari 2021. https://ummaspul.e-journal.id/MGR/article/download/559/313
Briliannur Dwi C, dkk. 2020. Analisis Keefektifan Pembelajaran Online di Masa Pandemi
Covid-19. Mahaguru: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Vol.2 No.1 Diakses 13
Januari 2021. https://ummaspul.e-journal.id/MGR/article/download/559/313
Committee, I. S. (2020). Catatan tentang aspek kesehatan jiwa dan psikososial wabah.
Chairunnisa Djayadin, dkk. 2020. Pola Komunikasi Keluarga Terhadap Kesehatan Mental
Anak Di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini Vol. 4,
No. 2. Diakses 13 Januari 2021.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/raudhatulathfal/article/view/6454
Delia Yusfarani, 2021. Hubungan Kecemasan dengan Kecendrungan Psikosomatis Remaja
Pada Pandemi Covid 19 Di Kota Palembang. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi . Diakses 10 April 2021.
http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/1328/833

10
Devra Jovana Clarissa Suryaatmaja, dkk. 2020. Hubungan Tingkat Kecemasan Terhadap
Sikap Remaja Akibat Pandemik Covid-19. Jurnal Malahayati Nursing Journal Vol. 2,
No.4 Tahun 2020. Diakses 07 Februrari 2021.
http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/manuju/article/view/3131
Devra Jovana Clarissa Suryaatmaja, dkk. 2020. Hubungan Tingkat Kecemasan Terhadap
Sikap Remaja Akibat Pandemik Covid-19.Jurnal Manuju : Malahayati Nursing
Journal. Diakses 10 April 2021 https://core.ac.uk/download/pdf/353678398.pdf
Dinkes Prov. DKI Jakarta. 2019, Pedoman Mutu Pelaksanaan Layanan Kesehatan Anak Usia
Sekolah dan Remaja Dalam dan Luar Gedung di Provinsi DKI Jakarta, Jakarta,
Indonesia.
Dinkes Prov.DKI Jakarta. 2019. Data dan Informasi Hasil Penjaringan Kesehatan Peserta
Didik Kelas 10 Program UKS Tahun 2019, Jakarta, Indonesia.
Dumilah Ayuningtyas, dkk, 2018. “Analisis Situasi Kesehatan Mental Pada Masyarakat di
Indonesia dan Startegi Penanggulangannya”. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Diakses 3 Januari 2021.
http://ejournal.fkm.unsri.ac.id/index.php/jikm/article/view/241
Evi. 2020. Jurnal Selaras. Volum 3 nomor 2. Pengelolaan kesehatan mental mahasiswa bagi
optimalisasi pembelajaran onlinedi masa pandemi covid-19. Kajian Bimbingan dan
Firdaus, dkk. 2021. Penurunan Kecemasan Pada Anak Sekolah dengan Membaca Al-
Quran Selama Pandemic Covid-19. Jurnal Keperawatan Vol.13, No.1. Diakses 01
Maret 2021.
https://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan/article/view/1140
Gheralyn Regina Suwandi, Evelin Malinti, 2020. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan
Tingkat Kecemasan Terhadap Covid-19 Pada Remaja Di SMA Advent Balikpapan.
Jurnal Manuju : Malahayati Nursing Journal. Diakses 10 April 2021.
http://www.ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/manuju/article/view/2991
IDAI, 2013. “Masalah Kesehatan Mental Emosional Remaja”. Satgas Remaja IDAI. Jakarta.
Diakses 11 Januari 2021. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-
anak/masalah-kesehatan-mental-emosional-remaja
Intan Ratna Komala,dkk. 2020. Analisis Deteksi Dini Kesehatan Jiwa Remaja di Masa
Pandemi Covid-19 Pada Remaja SMAN 2 Rangkasbitung Kabupaten Lebak Tahun
2020. Asian Research Midwifery and Basic Science Journal. Diakses 07 Februrari
2021.
http://ejurnal.poltekkestasikmalaya.ac.id/index.php/arimbi/article/view/5Konseling
Serta Psikologi Pendidikan.

Ikbal, 2020. Jurnal PRAXIS. Volum 3, Nomor 1. Deteksi Dini Kesehatan Mental Akibat
Pandemi Covid-19 Pada Unnes Sex Care CommunityMelalui Metode Self Reporting
Questionnaire).
Kartika sari dewi.2012. Buku Ajar Kesehatan Mental. Penerbit UPT Undip Press Semarang,
Semarang. Indonesia.
Kathryn Geldard, 2012. Konseling Remaja Iintervensi Praktis Bagi Remaja Berisiko.
Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Kemendikbud RI. (2020). Panduan Pembelajaran Jarak Jauh, Jakarta, Indonesia.

10
Kemenkes RI. (2018), Pedoman Penjaringan Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja,
Jakarta, Indonesia.
Kemenkes RI. (2018), Buku KIE Kader Kesehatan Remaja, Jakarta, Indonesia.
Kemenkes RI. (2018), Pedoman Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Jiwa di Sekolah,
Jakarta, Indonesia.
Kemenkes RI. (2018), Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR), Jakarta, Indonesia.
Kemenkes RI. (2019), Infodatin: Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Diakses 11 Januari 2021.
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-
Kesehatan-Jiwa.pdf
Kemenkes RI. (2020), Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease
(Covid- 19), Jakarta, Indonesia.
Kemenkes, 2018. Pengertian Kesehatan Mental. Direktorat Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta. Diakses 03 Januari 2021.
https://promkes.kemkes.go.id/pengertian-kesehatan-mental
Kementrian Kesehatan RI, 2020. Data Kasus Covid-19 di Indonesia.
Kementrian Kesehatan 2020. Protokol Pencegahan Virus Covid-19.
.Kemenkes RI. 2020. Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Pandemi
Covid-19.
Nasir, Abdul. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta: Salamba Medika.
2011
Naya. 2020. Menjaga Kesehatan Mental Di Masa Pandemi.
Notosoedirdjo, Moeljono. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan Edisi Keempat. Malang:
UMM Press. 2007
Nurdin, Adnil Edwin. Tumbuh Kembang Prilaku Manusia. Jakarta:EGC. 2011
PDPI 2020. Buku Panduan Peneumonia Covid-19 Diagnosis Dan Petalaksanan Di Indonesia
Nursakinah. 2020. Koping Religius dan Kesehatan Mental Selama Pandemi Covid-19: Studi
Literatur.
Rezi, Pajri dkk. 2020. European Journal of Molecular & Clinical Medicine, Volume 7, Issue 11,
Mental Health And Adolescents Character Development Islamic Perspective. West Sumatra
Indonesia
Sofia, N. A. 2020. Pakar UGM Berikan Tips Cegah Psikosomatis di Tengah Pandemi
Covid-19.
https://www.ugm.ac.id/id/berita/19937-pakar-ugm-berikan-tips-cegahpsikosomatis-
di- tengah-pandemicovid-19
Sulis 2020. Permasalahan kesehatan mental akibat pandemi covid-19 Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI.
Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. 2004
Wahyu 2020. PengaruhCovid 19Terhadap Kesehatan Mental Masyarakat Di Kota
Malang Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 4. No. 4
WHO. 2020. Clinical Management of COVID 19 Interim Guidance 20 April 2021.
https://www.who.int/publications/i/item/clinical-management-of-covid-19
Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa: Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama. 2013

11
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Penelitian Kuantitatif

Selamat pagi/siang/sore, Perkenalkan nama saya Siti Farida, saya adalah mahasiswi
program studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor
yang Berhubungan Dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa Pandemi Covid-19 Di
Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung”. Saya bermaksud untuk
melakukan survei yang merupakan sebagai bagian dari penelitian yang akan saya lakukan.
Survei ini bertujuan untuk penyeleaian studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta dan sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar megister Kesehatan Masyarakat.
Informasi yang saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian ini. Kerahasiaan jawaban saudara dilindungi dalam undang-
undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang statistik. Tidak ada benar atau salah dalam pengisian
kuesioner, sehingga saudara dapat menjawab setiap pertanyaan sejujur-jujurnya.
Responden tidak mendapatkan imbalan dalam bentuk apapun, partisipasi yang
saudara berikan bersifat sukarela. Dalam pengisian kuesioner membutuhkan waktu 15 menit
dengan menerapkan protokol pencegahan covid-19: Memakai masker, Mencuci tangan
dengan sabun dan Menjaga jarak. Jika ada pertanyaan bisa menghubungi peneliti ke nomor :
082372659543. Terimakasih atas partisipasi saudara dalam pengisian kuisioner ini dengan
baik dan lengkap.

Lampung.................2021
Hormat saya,

Siti Farda

11
Lampiran 2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Siti Farida
NIM 1909047035
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Muara Putih, Natar Lampung Selatan
Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa Pandemi Covid-19 Di
Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung”. Penelitian ini tidak akan
menimbulkan akibat yang merugikan bagi anda sebagai responden maupun keluarga.
kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan dipergunakan untuk kepentingan penelitian.
Jika anda tidak bersedia menjadi responden maka tidak ada ancaman bagi anda dan keluarga.
Jika anda bersedia menjadi responden maka saya mohon kesediaan untuk menandatangani
lembar persetujun yang saya lampirkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya
sertakan. Atas perhatian dan kesediaannya menjadi responden saya ucapkan terimakasih.

Hormat saya,

Siti Farida
NIM. 1909047035

11
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Usia :
Alamat :
Setelah mendapatkan informasi tentang penelitian yang akan dilakukan oleh
mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA bernama Siti Farida
dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Mental Remaja Pada
Masa Pandemi Covid-19 Di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar
Lampung”. Menyatakan bersedia menjadi responden penelitian. Saya memahami betul
bahwa penelitian ini tidak berakibat negatif terhadap diri saya, oleh karena itu saya bersedia
menjadi responden dalam penelitian ini.

Lampung,..................2021

Responden Peneliti

(...........................) (.................................)

11
KUISONER PENELITIAN
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Mental Remaja Pada Masa
Pandemi Covid-19 Di Pondok Pesantren Darul Hidayah Kemiling Bandar Lampung

No. Responden □□
A. Karakteristik Responden
A1 Nama Responden :..............................................................................................
A2 Tanggal lahir & Umur :..................................................Umur.............. Tahun............
A3 Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
A4 Pendidikan/Kelas :................................................................................................
A5 Domisili : 1. Mes pesantren 2. Rumah pribadi
A6 Alamat :.................................................................................................
B. Aspek Kesehatan Mental

Petunjuk: Berilah tanda ceklis (√) pada pilihan yang paling sesuai dengan Anda

Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
B1 Apakah Adik sering menderita sakit kepala?
B2 Apakah Adik sering tidak nafsu makan?
B3 Apakah Adik sulit tidur?
B4 Apakah Adik mudah takut?
B5 Apakah Adik cemas, tegang, atau kuatir?
B6 Apakah tangan Adik gemetar?
B7 Apakah Adik sulit untuk berpikir jernih?
B8 Apakah Adik merasa tidak bahagia?
B9 Apakah Adik menangis lebih sering?
B10 Apakah Adik merasa sulit untuk menikmati kegiatan sehari-
hari?
B11 Apakah Adik sulit untuk mengambil keputusan?
B12 Apakah pekerjaan Adik sehari-hari terganggu?

11
B13 Apakah Adik tidak mampu melakukan hal-hal yang
bermanfaat untuk hidup?
B14 Apakah Adik kehilangan minat pada berbagai hal?
B15 Apakah Adik merasa tidak berharga?
B16 Apakah Adik mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup?
B17 Apakah Adik merasa lebih lelah atau mudah lelah sepanjang
waktu?
B18 Apakah Adik mengalami rasa tidak enak di perut atau merasa
pencernaan Adik terganggu?
Sumber : Self Quesionair

C .Aspek Biologis
Petunjuk: Berilah tanda ceklis (√) pada pilihan yang paling sesuai dengan Anda
1. Riwayat Kesehatan Responden
Jawaban
No Riwayat Kesehatan
Ya Tidak
C1 Apakah Adik menderita penyakit skabies (penyakit kulit akibat
kuman)
C2 Apakah Adik menderita penyakit Gastrointeritis (Lambung)/
pencernaan
C3 Apakah Adik menderita penyakit Anemia
C4 Apakah Adik menderita penyakit Thypoid
C5 Apakah Adik menderita penyakit TBC
C6 Apakah Adik menderita penyakit Asma
C7 Apakah Adik menderita penyakit Alergi
C8 Apakah Adik menderita Epilepsi
C9 Apakah ada keluarga yang menderita Epilepsi
C10 Apakah ada keluarga yang mengalami gangguan mental
C11 Apakah adik sedang minum obat rutin
C12 Apakah Adik menderita penyakit lainnya?, sebutkan!
Jawab:...............................................................................................................................

11
D. Aspek Psikologis
Petunjuk: Baca setiap pernyataan dan beri tanda ceklis (√) pada jawaban yang paling
baik dan menggambarkan perasaan anda saat ini. Jangan menghabiskan waktu terlalu
lama pada setiap pernyataan.
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
D1 Ada beberapa orang di sekitar pesantren membuat Adik merasa
tidak nyaman
D2 Ada guru menegur dengan perkataan yang tidak disukai
D3 Ada perlakuan kasar, oleh teman
D4 Ada candaan dan celaan oleh teman
D5 Ada masalah membuat Adik jauh dengan teman
D6 Apakah Adik mengalami penurunan konsentrasi
D7 Apakah Adik mengalami penurunan daya ingat
D8 Apakah ada kebutuhan/ keinginan Adik yang belum terpenuhi

E. Aspek Lingkungan

Petunjuk: Berilah tanda ceklis (√) pada pilihan yang paling sesuai dengan Anda
Jawaban
No Pernyataan
Ya Tidak
E1 Suasana di lingkungan pesantren memberikan kenyamanan
E2 Lingkungan Pesantren termasuk lingkungan yang bersih
E3 Lingkungan pesantren termasuk lingkungan yang rapih dan teratur
Lingkungan pesantren menyediakan sarana dan prasarana yang
E4
lengkap untuk santri
Adik pernah mengalami perpindahan tempat tinggal yang tidak
E5
disukai
Adik pernah mengalami bencana seperti banjir, angin kencang,
E6
gempa, yang membuat adik kuatir/takut
E7 Adik pernah mengalami sakit (demam tinggi) di pesantren

11
F. Aspek Sosial Budaya

Petunjuk: Berilah tanda ceklis (√) pada pilihan yang paling sesuai dengan Anda

No Pernyataan Jawaban

Ya Tidak
F1 Adik memilih Pondok Pesantren berdasarkan pilihan sendiri bukan paksaan
dari orang lain

F2 Orangtua Adik memiliki pendidikan tinggi (Sarjana) dan berpenghasilan


mapan

F3 Adik tumbuh dan berkembang dengan keluarga yang utuh tanpa


perceraian

F4 Adik dibesarkan di lingkungan yang religius dan menerapkan nilai agama

F5 Ada keluarga Adik berasal dari Pondok Pesantren

F6 Adik mudah beradaptasi di lingkungan Pondok Pesantren

F7 Guru dan teman sangat ramah dan penuh perhatian kepada Adik

F8 Pendidikan Agama di Pondok Pesantren menjadikan Adik semakin taat


dalam beribadah

F9 Target hafalan yang diberikan Guru membuat Adik lebih disiplin dan
menghargai waktu

F10 Peraturan Pondok Pesantren memudahkan Adik dalam melakukan aktifitas


sehari-hari

F11 Pondok Pesantren menyediakan layanan kesehatan yang lengkap untuk


semua Santri

F12 Semua Santri yang memiliki masalah dapat berdiskusi dengan Guru

F13 Perbedaan suku dan status ekonomi keluarga tidak menyulitkan Adik
berteman dengan siapa saja

F14 Semua orang di Pondok Pesantren saling menghargai dan mendukung satu
sama lain

F15 Adik merasa nyaman tinggal di Pondok Pesantren dan tidak pernah terlibat
dalam permasalahan apapun dengan orang lain maupun Guru

F16 Apakah adik merasa berada di keluarga sosial ekonomi rendah?

F17 Apakah hubungan Adik dengan keluarga berjalan dengan baik?

F18 Apakah Adik di besarkan oleh keluarga yang utuh (tidak ada perceraian)

F19 Apakhah Adik senang dengan perilaku masyarakat di lingkungan Adik

11
F20 Apakah Adik senang dengan adat istiadat masyarakat di lingkungan Adik

F22 Masyarakat dilingkungan Pesantren selalu menggunakan masker


F23 Masyarakat selalu menjaga jarak untuk pencegahan covid-19
F24 Masyarakat menggunakan handsanitizer/ menyediakan tempat untuk
mencuci tangan menggunakan sabun
F25 Tidak ada kegiatan yang mengundang kerumunan di lingkungan
sekitar Pesantren
F26 Ada individu yang terpapar Covid-19 di masyarakat/ lingkungan
Pesantren

G. Pertanyaan Pendukung
1. Interaksi Sosial
Petunjuk: Berilah tanda ceklis (√) pada pilihan yang paling sesuai dengan Anda

Jawaban
No Pernyataan
Ya Tidak
G1 Aktifitas di Pondok Pesantren membuat Adik mudah lelah
G2 Beberapa kebijakan Pesantren menyulitkan Adik
G3 Adik merasa bosan dengan kegiatan pemberdayaan dan ekonomi
yang ada di Pesantren
G4 Adik merasa stress
G5 Sikap teman dekat pesantren sering membuat Adik mudah marah
G6 Adik tidak menyukai kegiatan sosial di Pesantren
G7 Orangtua /kelurga jarang menghubungi Adik di Pesntren
G8 Tugas sekolah di Pesantren membuat Adik kehilangan banyak
waktu
G9 Terkadang Adik merasa cemas di Pesantren
G10 Santri tidak mematuhi protokol kesehatan pencegahan covid-19 di
Pesantren
G11 Akhir-akhir ini Adik merasa khawatir di Pesantren
G12 Santri mendapatkan pendidikan karakter di Pondok Pesantren
G13 Aparat Desa memberikan penyuluhan tentang bahaya covid-19 di
Pesantren

11
G14 Adik merasa takut dengan masalah yang Adik hadapi di Pesantren
G15 Guru selalu memberikan dukungan dan perhatian pada Santri di
Pesantren
G16 Adik aktif mengikuti semua kegiatan di Pesantren dengan senang
hati
G17 Adik mengalami gangguan pencernaan
G18 Orang-orang di sekitar selalu memberikan motivasi pada Adik
G19 Rutinitas ibadah membuat anda tenang
G20 Adik dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik
G21 Tersedia fasilitas kesehatan di lingkungan masyarakat
G22 Masyarakat bekerja sama dalam pencegahan penyebaran covid-19
G23 Tenaga kesehatan memberikan penyuluhan kesehatan remaja di
lingkungan pesantren

2. Riwayat Kesehatan Keluarga


Petunjuk: Isilah Pertanyan di bawah ini dengan jawaban yang paling sesuai dengan diri
Anda!
H1 Apakah Orangtua/ Saudara kandung Adik memiliki riwayat penyakit
Hipertensi
H2 Apakah Orangtua/ Saudara kandung Adik memiliki riwayat penyakit
Kanker
H3 Apakah Orangtua/ Saudara kandung Adik memiliki riwayat penyakit
Jantung
H4 Apakah Orangtua/ Saudara kandung Adik memiliki riwayat penyakit
Gangguan Jiwa
H5 Apakah Orangtua/Saudara kandung Adik memiliki riwayat penyakit
TBC
H6 Apakah Orangtua/Saudara kandung Adik memiliki riwayat penyakit
Asma

11
3. Lingkungan Pesantren
Petunjuk: Isilah Pertanyan di bawah ini dengan jawaban yang paling sesuai dengan diri
Anda!
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
Apakah lingkungan Pesantren telah ditetapkan sebagai zona
I1
merah penyebaran covid-19
Apakah Lingkungan Pesantren telah menerapkan protokol
I2 kesehatan 4 M (Memakai masker, menjaga jarak,
mencuci tangan dengan sabun, mengecek suhu badan)
Apakah Pesantren menetapkan kebijakan untuk menerapkan
I3
protokol kesehatan di lingkungan Pesantren
Apakah Santri dan pengurus Pesantren melaksanakan Protokol
I4
Kesehatan dengan baik

4. Intensitas Religi
Petunjuk: Isilah Pertanyan di bawah ini dengan jawaban yang singkat, jelas & paling
sesuai dengan diri Anda!
a. Berapa kali Adik melaksanakan sholat Tahajud dalam satu pekan?
Jawab:...............................................................................................
b. Berapa kali Adik melaksanakan shalat Dhuha dalam satu pekan ?
Jawab:...............................................................................................
c. Berapa kali Adik melakukan puasa Sunnah dalam satu bulan ?
Jawab:...............................................................................................
d. Berapa halaman Adik membaca Al-Qur’an dalam satu hari?
Jawab:...............................................................................................
e. Berapa halaman Adik membaca Tafsir dalam satu hari?
Jawab................................................................................................
f. Berapa halaman Adik membaca buku Islam dalam satu hari?
Jawab:...............................................................................................
g. Apakah Adik melakukan sedekah setiap hari?
Jawab:................................................................................................

12
Lampiran 4

HASIL UJI VALIDITAS

Tabel 1. Hasil Uji Validitas 1. Aspek Kesehatan Mental

Variabel Items r hitung r tabel Keterangan


Pertanyaan
B1 0,394 0,361 Valid
B2 0,414 0,361 Valid
B3 0,688 0,361 Valid
B4 0,552 0,361 Valid
B5 0,834 0,361 Valid
B6 0,388 0,361 Valid
B7 0,834 0,361 Valid
B8 0,528 0,361 Valid
Aspek B9 0,444 0,361 Valid
Kesehatan B10 0,688 0,361 Valid
Mental B11 0,580 0,361 Valid
B12 0,587 0,361 Valid
B13 0,507 0,361 Valid
B14 0,735 0,361 Valid
B15 0,751 0,361 Valid
B16 0,834 0,361 Valid
B17 0,631 0,361 Valid
B18 0,394 0,361 Valid

Berdasarkan hasil analisis tabel diatas, maka seluruh items pertanyaan dikatakan valid
(r hitung > rtabel), dengan nilai r hitung berkisar antara (0,388- 0,834).

Gambar 1. Hasil Uji Reliabilitas Aspek Kesehatan Mental

Berdasarkan hasil analisis gambar diatas, maka 18 items pertanyaan aspek kesehatan
mental dikatakan memiliki reliabilitas baik (0,916 > 0,8).

1. Aspek Biologis
I.
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Aspek Biologis

Variabel Items r hitung r tabel Keterangan


Pertanyaan
C1 0,385 0,361 Valid
Aspek Biologis C2 0,439 0,361 Valid

12
C3 0,595 0,361 Valid
C4 0,705 0,361 Valid
C5 0,488 0,361 Valid
C6 0,649 0,361 Valid
C7 0,705 0,361 Valid
C8 0,406 0,361 Valid
C9 0,470 0,361 Valid
C10 0,414 0,361 Valid
C11 0,431 0,361 Valid

Berdasarkan hasil analisis tabel diatas, maka seluruh items pertanyaan dikatakan valid
(r hitung > rtabel), dengan nilai r hitung berkisar antara (0,385- 0,705)

Gambar 2. Hasil Uji Reliabilitas Aspek Biologis

Berdasarkan hasil analisis gambar diatas, maka 11 items pertanyaan aspek biologis
dikatakan memiliki reliabilitas baik (0,832 > 0,8).

II.
2. Aspek Psikologis
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Aspek Psikologis

Variabel Items r hitung r tabel Keterangan


Pertanyaan
D1 0,673 0,361 Valid
D2 0,530 0,361 Valid
D3 0,464 0,361 Valid
Aspek D4 0,675 0,361 Valid
Psikologis D5 0,406 0,361 Valid
D6 0,448 0,361 Valid
D7 0,519 0,361 Valid
D8 0,590 0,361 Valid
Berdasarkan hasil analisis tabel diatas, maka seluruh items pertanyaan dikatakan valid
(r hitung > rtabel), dengan nilai r hitung berkisar antara (0,406- 0,675).

Gambar 3. Hasil Uji Reliabilitas Aspek Psikologis

12
Berdasarkan hasil analisis gambar diatas, maka 8 items pertanyaan aspek psikologis
dikatakan memiliki reliabilitas baik (0,820 > 0,8).

3. Aspek Lingkungan
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Aspek Lingkungan

Variabel Items r hitung r tabel Keterangan


Pertanyaan
E1 0,721 0,361 Valid
E2 0,527 0,361 Valid
E3 0,721 0,361 Valid
Aspek E4 0,415 0,361 Valid
Lingkungan E5 0,467 0,361 Valid
E6 0,678 0,361 Valid
E7 0,658 0,361 Valid

Berdasarkan hasil analisis tabel diatas, maka seluruh items pertanyaan dikatakan valid
(r hitung > rtabel), dengan nilai r hitung berkisar antara (0,415- 0,721).

Gambar 4. Hasil Uji Reliabilitas Pemakaian APT

Berdasarkan hasil analisis gambar diatas, maka 7 items pertanyaan aspek lingkungan
dikatakan memiliki reliabilitas baik (0,824 > 0,8).

4. Sosial Budaya
Tabel 5. Hasil Uji Validitas Sosial Budaya

Variabel Items r hitung r tabel Keterangan


Pertanyaan
F1 0,674 0,361 Valid
F2 0,392 0,361 Valid
F3 0,618 0,361 Valid
F4 0,834 0,361 Valid
F5 0,625 0,361 Valid
F6 0,826 0,361 Valid
F7 0,834 0,361 Valid
Sosial Budaya F8 0,618 0,361 Valid
F9 0,618 0,361 Valid
F10 0,485 0,361 Valid
F11 0,618 0,361 Valid
F12 0,826 0,361 Valid
F13 0,516 0,361 Valid
F14 0,516 0,361 Valid

12
F15 0,454 0,361 Valid
F16 0,699 0,361 Valid
F17 0,584 0,361 Valid
F18 0,675 0,361 Valid
F19 0,392 0,361 Valid
F20 0,618 0,361 Valid
F21 0,834 0,361 Valid
F22 0,842 0,361 Valid
F23 0,826 0,361 Valid
F24 0,503 0,361 Valid
F25 0,385 0,361 Valid

Berdasarkan hasil analisis tabel diatas, maka seluruh items pertanyaan dikatakan valid
(r hitung > rtabel), dengan nilai r hitung berkisar antara (0,392- 0,842).

Gambar 5. Hasil Uji Reliabilitas Sosial Budaya

Berdasarkan hasil analisis gambar diatas, maka 25 items pertanyaan aspek sosial
budaya dikatakan memiliki reliabilitas baik (0,946 > 0,8).

12
LAMPIRAN OUTPUT SPSS
Aspek Kesehatan Mental

12
ASPEK BIOLOGIS

12
ASPEK PSIKOLOGIS

12
ASPEK LINGKUNGAN

12
ASPEK SOSIAL BUDAYA

12
13
13

Anda mungkin juga menyukai