Anda di halaman 1dari 11

1.

Definisi Bencana Kekeringan


Kekeringan (Drought)
Kekeringan merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir setiap negara di dunia
ini meskipun kekeringannya berbeda pada tiap wilayah. Kekeringan (drought) sebenarnya
sulit untuk diberi batasan yang tegas, sebab kekeringan mempunyai definisi berbeda
tergantung pada sudut pandang bidang ilmu tertentu, tergantung letak daerah, dan
kebutuhan yang diperlukan. Sebagai contoh, definisi kekeringan di Libya dimana curah
hujan kurang dari 180 mm, sedangkan definisi kekeringan di Bali jika tidak turun hujan
selama 6 hari berturut-turut (National Drought Mitigation Center, 2006). Menurut
International Glossary of Hidrology (WMO 1974) dalam Pramudia (2002), pengertian
kekeringan adalah suatu keadaan tanpa hujan berkepanjangan atau masa kering di bawah
normal yang cukup lama sehingga mengakibatkan keseimbangan hidrologi terganggu
secara serius.

2. Jenis – jenis kekeringan


Kekeringan Meteorologis
Kekeringan meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam
satu musim. Kekeringan meteorologis biasanya didefinisikan sebagai Kurangnya curah
hujan selama periode waktu yang telah ditentukan. Ambang batas yang dipilih, seperti
50% dari curah hujan normal selama jangka waktu enam bulan akan bervariasi menurut
lokasi sesuai dengan kebutuhan pengguna atau aplikasi (SAARC, 2010).Data yang
diperlukan untuk menilai kekeringan meteorology adalah informasi curah hujan
harian,suhu, kelembaban, kecepatan dan tekanan angin serta penguapan.
Kekeringan Hidrologis
Kekeringan hidrologis berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air
tanah. Kekeringan hidrologis biasanya didefinisikan oleh kekurangan pada permukaan
dan persediaan air bawah permukaan relative terhadap kondisi rata-rata pada berbagai
titik dalam waktu semusim. Seperti kekeringan pertanian,tidak ada hubungan langsung
antara jumlah curah hujan dengan status air permukaan dan persediaan air bawah
permukaan di danau,waduk,akuifer, dan sungai karena komponen sistem hidrologi
digunakan untuk beberapa tujuan, seperti irigasi, rekreasi, pariwisata, pengendalian
banjir, transportasi, produksi listrik tenaga air, air pasokan dalam negeri, perlindungan
spesies terancam punah, dan manajemen lingkungan, ekosistem, dan pelestarian. Ada
juga waktu kesenjangan yang cukup besar antara penyimpangan dari curah hujan dan titik
di mana kekurangan -kekurangan ini menjadi jelas dalam komponen permukaan dan
bawah permukaan dari sistem hidrologi (SAARC,2010).
Kekeringan Pertanian
Kekeringan pertanian berhubungan dengan kekurangan kandungan air tanah di dalam
tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu
tertentu yang mempengaruhi penurunan produksi pertanian. Kekeringan pertanian
didefinisikan sebagai kurangnya ketersediaan air tanah untuk mendukung pertumbuhan
tanaman dan makanan ternak dari curah hujan normal selama beberapa periode waktu
tertentu. Hubungan antara curah hujan dan infiltrasi air hujan ke dalam tanah seringkali
tidak berlangsung. Tingkat Infiltrasi bervariasi tergantung pada kondisi
kelembaban,kemiringan, jenis tanah, dan intensitas dari peristiwa presipitasi.
Karakteristik tanah juga berbeda. Sebagai contoh, beberapa tanah memiliki kapasitas
menyimpan air lebih tinggi, yang membuat mereka kurang rentan terhadap kekeringan
(SAARC, 2010).
Kekeringan Sosial Ekonomi
Kekeringan sosial ekonomi berkaitan dengan kondisi dimana pasokan komoditas
ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat kekeringan meteologi, hidrologi dan
pertanian. Kekeringan sosial ekonomi berbeda nyata dari kekeringan yang lain karena
mencerminkan hubungan antara penawaran dan permintaan untuk beberapa komoditas
atau ekonomi yang baik (seperti air, Pakan ternak, atau pembangkit listrik tenaga air)
yang tergantung pada curah hujan. Pasokan bervariasi setiap tahun sebagai fungsi dari
ketersediaan air. Permintaan Juga naik turun dan sering dikaitkan dengan suatu
kecenderungan yang positif akibat peningkatan populasi, pengembangan dan faktor
lainnya (SAARC, 2010).
Dampak kekeringan bisa ekonomi, lingkungan atau sosial. Kekeringan menghasilkan
dampak yang kompleks mencakup banyak sektor ekonomi baik luar daerah yang
mengalami kekeringan. Kompleksitas ini ada karena air merupakan 6 bagian integral
dari kemampuan masyarakat untuk menghasilkan barang dan menyediakan layanan.
Dampak Kekeringan sering disebut bersifat langsung dan tidak langsung. Dampak
langsung termasuk tanaman berkurang,lahan tidur, dan produktivitas hutan,
meningkatkan bahaya kebakaran, ketinggian air berkurang, tingkat kematian satwa liar,
dan kerusakan satwa liar dan habitat ikan. Penginderaan jauh dan teknologi GIS
memberikan kontribusi signifikan untuk manajemen kekeringan (Jeyaseelan, 2003).

3. Identifikasi metode bencana kekeringan Menurut (Haris, 2016)


a. Menggunakan data meteorologi
 Reciprocal Method (metode analisis kelengkapan data hujan)
Metode ini menggunakan faktor pembobot berupa jarak antar stasiun, dengan
persamaan sebagai berikut:

Keterangan:
𝑃𝑥= Hujan di stasiun yang diperkirakan (mm)
𝑃𝐴= Hujan di stasiun pembanding A (mm)
𝑃𝑏= Hujan di stasiun pembanding B (mm)
𝐷𝑋𝐴 = Jarak antara stasiun A dan Stasiun X (km)
𝐷𝑋𝑏 = Jarak antara stasiun B dan Stasiun X (km)

 Metode aritmatika
Metode aritmatika atau metode hujan rata – rata aljabar yang dihitung dengan meratakan data
curah hujan tiap bulan dan tahunnya untuk digunakan dalam perhitungan standard deviasi.
Rumus aritmatika sebagai berikut:

Keterangan:
P = Curah hujan rata-rata,
𝑃𝑏= Curah hujan setiap stasiun ,
n = jumlah stasiun hujan
Adapun nilai standart deviasi dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Keterangan:
𝜎 = Standart deviasi ,
𝑛 = jumlah tahun pengamatan,
𝑋𝑖 = Curah bulanan pada bulan ke-i pada tahun ke n,
𝑋𝑦 = rata-rata curah hujan bulanan bulan ke i pada periode tahun tertentu

 Analisa indeks kekeringan SPI

Analisa indeks kekeringan SPI dilakukan dengan menggunakan skala waktu 1 bulanan. Adapun
persamaan Standardized Precipitation Index (SPI) adalah sebagai berikut :

Keterangan:
Xij = hujan yang sebenarnya pada bulan (i) ke-n (tahun) di satu stasiun curah
hujan (j) ke-n disuatu waktu pengamatan.,
Xim= hujan rata-rata buan (i) pada skala waktu tertentu.,
σ = Standard deviasi

hasil perhitungan SPI ini kemudian diklasifikasikan ke dalam klasifikasi tingkat kekeringan
berdasarkan Tabel dibawah ini :

Klasifikasi Klasifikasi
Tingkat Kekeringan
Kekeringan Nilai
Indeks SPI
> 0,99 Basah
-0,99 s/d 0,99 Hampir Normal
-1,49 s/d – 1 Kekeringan
Sedang
-1,99 s/d -1,5 Kekeringan Parah
≤ -2,0 Kekeringan
Ekstrim

 Indeks Kekeringan Maksimum Setiap Satu Tahun Dan Probabilitas Di Tahun Mendatang
Indeks kekeringan maksimum dihitung untuk mengetahui bulan dan tahun dimana terjadi
kekeringan terburuk. Kekeringan terburuk ditandai dengan nilai SPI yang paling rendah. Adapun
cara menghitung indeks kekeringan maksimum dengan mencari nilai indeks kekeringan
maksimum tiap bulan-n dan kemudian mencari tiap tahun-n. Setelah itu dilakukan perhitungan
pergeseran indeks kekeringan maksimum tiap tahunnya, untuk mengetahui pola kekeringan dari
tahun ke tahun. Adapun rumus perhitungan pergeseran sebagai berikut :

Keterangan:
SPImax tahun n = indeks kekeringan tahun ke n,
SPImax tahun n+1 = indeks kekeringan tahun setelah tahun ke n,
n = tahun pengamatan
Setelah mengetahui pola pergeseran kekeringan maksimum tiap tahun,
Selanjutnya dilakukan perhitungan probabilitas kekeringan pada masa depan
berdasarkan kekeringan maksimum tiap bulannya. Adapun rumus perhitungan
Probabilitas adalah sebagai berikut :

Keterangan:
Pn = banyak kejadian pada bulan ke-n,

T = jumlah tahun pengamatan

 Klasifikasi Zonasi Iklim


Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian adalah klasifikasi iklim metode Oldeman
menggunakan nilai rerata hujan tiap bulannya dan masuk dalam kriteria bulan basah, bulan
lembab, atau bulan kering.
Pembagian iklim Oldeman lebih menitik beratkan pada banyaknya bulan basah dan bulan kering
secara berturut-turut yang dikaitkan dengan sistem pertanian untuk daerah tertentu. Oldeman
membagi klasifikasi zona iklim berdasarkan kriteria yang ditunjukkan pada Tabel klasifikasi
iklim pulau jawa menurut odeman sebagai berikut :
No Zone Masa Masa
Basa Kerin
h g
1 A >9 <2
2 B1 7-9 >2
3 B2 7-9 2-4
4 C2 5-6 2-4
5 C3 5-6 5-6
6 D2 3-4 2-4
7 D3 3-4 5-6 Rujukan :
8 E <3 >6 Lakitan,B. (1997). Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta :
(Sumber : Lakitan,1997)
PT Raja Grafindo Persada.

Mustaqim, Haris. 2016. Analisis Curah Hujan Untuk Kekeringan Meteorologis di Kabupaten
Kulon Progo Tahun 2006 – 2015. Publikasi Ilmiah. Fakultas Geografi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta

b. Menggunakan data penginderaan jauh Menurut (Dzulfikar, 2013)


 Metode Pengharkatan (Scoring)
Metode pengharkatan adalah pemberian skor terhadap masing-masing kelas dalam setiap
parameter. Pemberian harkat ini didasarkan pada seberapa besar pengaruh kelas tersebut
terhadap kekeringan. Semakin tinggi pengaruhnya terhadap kekeringan maka harkat yang
diberikan akan semakin tinggi.
Pemberian harkat terhadap parameter-parameter kekeringan dilakukan secara linear terhadap
kelas-kelas dalam suatu parameter kekeringan. Menentukan interval kelas potensi kekeringan
dalam penelitian ini dengan cara menjumlahkan skor tertinggi dikurangi jumlah skor terendah
dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan. Rumus berikut digunakan untuk mempermudah
perhitungan:
Interval Kelas = Skor maksimal – skor minimal

Jumlah kelas
Berdasarkan parameter-parameter yang telah disebutkan didapatkan penjumlahan skor
maksimum adalah 27 dan jumlah skor minimum adalah 6, jumlah kelas yang dibuat dalam
penelitian ini adalah 5 kelas.
27 – 6
Interval Kelas = = 4,2 dibulatkan menjadi 4
5
Setelah interval kelas didapatkan, maka kelas potensi kekeringan dapat ditetapkan dan disajikan
pada tabel Klasifikasi kelas potensi kekeringan sebagai berikut:

No Kelas Interval Potensi


Kelas Kekeringan
1 I 6 – <=10 Sangat rendah
2 II >10 – Rendah
<=14
3 III >14 – Agak tinggi
<=18
4 IV >18 – Tinggi
<=22
5 V >22 Sangat tinggi

 Metode Tumpang tindih (overlay)


Tumpang tindih merupakan interaksi atau gabungan dari beberapa peta biofisik pemicu
kekeringan. Tumpang tindih beberapa peta menghasilkan suatu informasi baru dalam bentuk
luasan atau poligon yang terbentuk dari irisan beberapa poligon dari peta-peta tersebut. Peta yang
ditumpang tindih merupakan peta-peta yang sebelumnya telah diberi skor pada setiap kelas dari
masing-masing parameter biofisik sehingga menghasilkan peta zonasi kekeringan. (Haris. 2016)

 Pengolahan Data Spasial


Menurut Haris, 2016 Pengolahan data spasial dilakukan untuk memetakan daerah kekeringan
dan klasifikasi zona iklim menggunakan software ArcGIS. Data Peta Rupa Bumi digital
dimasukkan dalam pengolahan ini yang digunakan untuk mengetahui batasan administrasi dari
wialyah penelitian. Teknik analisa yang dilakukan yaitu interpolasi yang merupakan analisis
kekosongan data dengan metode tertentu dari suatu kumpulan data untuk menghasilkan sebaran
dalam bentuk area. Metode interpolasi yang digunakan yaitu metode Poligon thiessen dan
metode Invers Distance Weight.
Rujukan :

Jamil, Dzulfikar Habibi. 2013. Deteksi Potensi Kekeringan Berbasis Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografi di Kabupaten Klaten” Fakultas Ilmu Sosial. Universitas
Negeri Semarang.

Mustaqim, Haris. 2016. Analisis Curah Hujan Untuk Kekeringan Meteorologis di Kabupaten
Kulon Progo Tahun 2006 – 2015. Publikasi Ilmiah. Fakultas Geografi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta

c. Kombinasi data meteorology dan data penginderaan jauh


 Water Supplying Vegetation Index (WSVI) (syarif dkk, 2013)
Indeks Ketersediaan Air Tanaman (Water Supplying Vegetation Index, WSVI) adalah metode
untuk mendeteksi informasi kekeringan dengan menggunakan data satelit meteorologi. WSVI
dapat menggambarkan kekeringan pertanian, ketika vegetasi mengalami kekeringan NDVI
menurun dan suhu kanopi meningkat sehingga nilai WSVI menurun yang menunjukan gambaran
kekeringan. Citra yang digunakan adalah citra Landsat ETM7 karena citra Landsat memenuhi
persyaratan dengan adanya band 6 (Thermal). Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa
vegetasi yang tumbuh situasi tergantung erat pada kondisi ketersediaan air, yang dihitung dengan
rumus (Zhao dkk, 2005 dalam Sivakumar dkk., 2005) sebagai berikut :

WSVI = NDVI/Ts

dimana: NDVI adalah indeks kehijauan vegetasi dan Ts adalah temperatur permukaan
saluran 6 citra Landsat.
Nilai NDVI diperoleh dari analisis citra Landsat dengan perhitungan indeks kehijauan
vegetasi (NDVI) didasarkan pada persamaan matematis sebagai berikut:

dimana:
NDVI = Indeks kehijauan vegetasi (Normalized Difference Vegetation Index)
NIR = Infra merah dekat (Near InfraRed)
VR = Band merah (Visible Red)
Sedangkan Nilai Ts (temperatur permukaan) dihitung berdasarkan hasil analisis citra
Landsat 7 saluran 6 (Infra merah thermal dengan panjang gelombang 10.4-12.5 μm).
Tahapan dalam penentuan temperatur permukaan lahan adalah sebagai berikut:
a. Menentukan nilai radiansi spektral objek yang terdapat pada citra dari nilai
dijital pikselnya dengan menggunakan persamaan (USGS, 2003):

dimana :
Lλ = radiansi spektral yang diterima sensor untuk piksel yang dianalisis,
Lmin(λ) = radiansi spektral minimum yang terdapat pada scene (0.1238 m W cm-2
sr-1 ɳm-1)
Lmaks = radiansi spektral maksimum yang terdapat pada scene (1.56 m W cm-2 sr-1
ɳm-1)
Qcal = nilai piksel yang dianalisis
Qcalmaks = nilai piksel maksimum (nilainya = 255)
b. Menentukan temperatur radian berdasarkan nilai radiansi spektral dengan
menggunakan persamaan (USGS, 2003) :

dimana:
TR = temperatur radian (0K) untuk setiap piksel yang dianalisis
K1 = konstanta kalibrasi (666.09 m W cm-2 sr-1 ɳm-1)
K2 = konstanta kalibrasi (1260.56 K)
Lλ = radiansi spektral

4. Mitigasi pengurangan resiko bencana


Mitigasi adalah tahap awal penanggulangan bencana alam untuk mengurangi dan
memperkecil dampak bencana dan kegiatan ini dilakukan sebelum bencana terjadi.
Contoh kegiatannya antara lain membuat peta wilayah rawan bencana, pembuatan
bangunan tahan gempa, penanaman pohon bakau, penghijauan hutan, serta memberikan
penyuluhan dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di wilayah rawan
gempa. Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana
1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman data iklim
dari daerah ke pusat pengolahan data.
2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air dengan
memperhatikan historical right dan azas keadilan.
3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.
4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan  pengamatan
iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan
5. Pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan
kekeringan. Jika lebih dirincikan, tahap mitigasi bencana kekeringan adalah sebagai
berikut:
1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku
untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang
ada di lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan
plester semen atau ubin keramik.
f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air
g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
h. Panen dan konservasi air Panen air merupakan cara pengumpulan atau
penampungan air hujan atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk
digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi
air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan.
Pembuatan rorak merupakan contoh tindakan panen air aliran permukaan dan
sekaligus juga tindakan konservasi air. Daerah yang memerlukan panen air adalah
daerah yang mempunyai bulan kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih
dari empat bulan berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi
(> 200 mm per bulan). Air yang  berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen)
untuk digunakan pada musim kemarau. Penampungan atau 'panen air' bermanfaat
untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat
berproduksi pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
1) Rorak Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan
kedalaman 30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran
permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan
secara perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air
akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi. Rorak cocok untuk daerah

Anda mungkin juga menyukai