Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM ORGANIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT PADA KETAN PUTIH

OLEH:

NI KETUT DEVI PUSPASARI 1813031016

6A PENDIDIKAN KIMIA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2021
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT PADA KETAN PUTIH

I. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum isolasi dan identifikasi karbohidrat ini adalah sebagai berikut.

1. Mengisolasi pati dari ketan putih dengan menggunakan metode ekstraksi sederhana.

2. Mengidentifikasi pati dari ketan putih

3. Menentukan randemen dari pati ketan putih.

II. Dasar Teori

Karbohidrat adalah senyawa polihidroksi aldehid, polihidroksi keton atau senyawa yang
dapat dihidrolisis menjadi jenis senyawa tersebut. Karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis
menjadi senyawa yang lebih sederhana disebut monosakarida, seperti glukosa dan fruktosa.
Karbohidrat yang dapat dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida disebut disakarida,
seperti maltosa dan sukrosa. Karbohidrat yang dapat dihidrolisis menjadi banyak molekul
monosakarida disebut polisakarida, seperti amilum dan selulosa (Frieda Nurlita, 2004).

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena merupakan


sumber energi utama bagi tubuh manusia yang menyediakan 4 kalori energi per gramnya.
Selain itu karbohidrat juga berperan dalam penentuan karakteristik bahan makanan, seperti
rasa, warna, tekstur, dan dan sebagainya. Dalam tubuh manusia karbohidrat dapat dibentuk
dari beberapa asam amino dan sebagian lemak, namun sebagian besar karbohidrat diperoleh
dari bahan makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari terutama bahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan. Beberapa contoh bahan makanan yang mengandung karbohidrat
antara lain : biji gandum, jagung, beras, ketan putih, dan lain sebagainya.

Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat yang terdiri dari amilosa (20%) dan
amilopektin (80%). Amilosa dapat larut dalam air dingin sedangkan amilopektin tidak. Pati
termasuk senyawa polisakarida karena merupakan gabungan dari banyak monosakarida yang
berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah glukosa yang berikatan dengan
ikatan α(1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida
yang berikatan kovalen terhadap sesamanya.
OH

O OH
HO
O OH
OH O
HO
O
HO

OH HO

O O

Gambar1. Struktur molekul pati

Amilosa merupakan komponen pati yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air.
Amilosa memberikan sifat keras dan umumnya tersusun dari satuan glukosa yang bergabung
melalui ikatan α-(1,4) D-glukosa.
CH 2OH CH 2OH CH 2OH
O O O
OH OH OH
O O O
OH OH OH
Gambar 2. Struktur amilosa

Sedangkan amilopektin merupakan suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada
amilosa dan mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Amilopektin
menyebabkan sifat lengket pada pati. Seperti halnya rantai dalam amilosa, rantai utama dari
amilopektin juga mengandung 1,4’-α-D-glukosa namun terdapat percabangan rantai, sehingga
terdapat satu glukosa ujung untuk kira-kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan pada titik
percabangan ialah ikatan 1,6’-α-glikosida (Ralph J. Fessenden, 1982).

Gambar 3. Struktur amilopektin


Salah satu contoh bahan alam yang mengandung karbohidrat adalah beras ketan putih.
Beras ketan putih (Oryza sativa qlutinous) mengandung karbohidrat yang cukup tinggi,yaitu
sekitar 80%. Selain karbohidrat, kandungan dalam ketan putih adalah lemak sekitar 4%,
protein 6%, dan air 10%. Kadar amilosa dan amilopektin pada pati ketan putih masing-masing
sebesar 1-2% dan 98-99% (Anonim, 2011). Dilihat dari besarnya kadar, dengan demikian
amilopektin merupakan penyusun terbanyak dalam beras ketan. Kadar amilopektin
mempunyai korelasi positif terhadap kelunakan dan kelengketan ketan. Beras ketan memiliki
kandungan amilosa rendah dan amilopektin yang tinggi sehingga apabila dimasak, ketan
menjadi sangat lengket dan basah.
Dalam hal identifikasi pati, dapat digunakan beberapa cara berdasarkan sifatnya, yaitu
dengan uji iodium, uji molisch, uji Fehling atau Benedict untuk gula reduksi, hidrolisis dengan
asam, hidrolisis dengan enzim, dan uji osazon.

2.1 Uji Iodium


Pada uji iodium digunakan reagen iodin yaitu larutan I2 dalam KI. Penambahan
iodium pada suatu polisakarida mengakakibatkan terjadinya kondensasi iodin dengan
karbohidrat, selain monosakarida yang dapat menghasilkan kompleks adsorpsi berwarna
khas. Amilum atau pati dengan iodium menghasilkan warna biru. Warna biru yang
dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum dengan iodin.
Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodin kemudian dipanaskan, warna yang dihasilkan
sebagai hasil dari reaksi yang positif akan menghilang. Dan sewaktu didinginkan warna
biru akan muncul kembali. Ketika amilum dilarutkan dalam air, amilosa akan membentuk
micelles yaitu molekul-molekul yang bergerombol dan tidak kasat mata karena hanya
pada tingkat molekuler.

Micelles ini dapat mengikat I2 yang terkandung dalam reagen iodium dan
memberikan warna biru khas pada larutan yang diuji.
Gambar 4. I2 dalam struktur amilum

Pada saat pemanasan, molekul-molekul akan saling menjauh sehingga micelles pun
tidak lagi terbentuk sehingga tidak bisa lagi mengikat I2. Akibatnya warna biru khas yang
ditimbulkan menjadi menghilang. Micelles akan terbentuk kembali pada saat didinginkan
dan warna biru khas pun kembali muncul (Fessenden, 1997:609). Warna biru khas yang
ditimbulkan sebagai hasil dari reaksi positif, juga akan hilang jika larutan yang telah
positif dalam pengujian iod ditambah dengan NaOH. Ion Na+ yang bersifat alkalis akan
mengikat iodium sehingga warna biru khas akan memudar dan hilang.

2.2 Uji Molisch


Uji Molisch adalah uji umum untuk karbohidrat. Pereaksi molisch yang digunakan
terdiri dari α-naftol dalam alkohol. Prinsip dari uji ini adalah dehidrasi senyawa
karbohidrat oleh asam sulfat pekat. Dehidrasi heksosa menghasilkan senyawa
hidroksimetil furfural, sedangkan dehidrasi pentosa menghasilkan senyawa fulfural. Uji
positif (larutan mengandung karbohidrat) jika timbul cincin merah ungu yang merupakan
kondensasi antara furfural atau hidroksimetil furfural dengan a-naftol dalam pereaksi
molisch. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.


H O
│ ║
CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + H2SO4 → ─C—H +

OH
pentosa furfural α-naftol

H

CH2OH—HCOH — HCOH—HCOH—HCOH —C=O + H2SO4
heksosa

O

→ H2C─ ─C—H +
│ │
OH OH
5-hidroksimetil furfural α-naftol

Rumus dari cincin ungu yang terbentuk adalah sebagai berikut.


O

║ __SO3H
H2C─ ─────C───── ─OH

Cincin ungu senyawa kompleks

2.3 Uji Fehling atau Benedict Untuk Gula Reduksi


Amilum atau pati memiliki gugus gula pereduksi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
pengujian dengan larutan Fehling. Larutan Fehling terdiri dari dua macam, yaitu larutan
Fehling A yang dibuat dengan melarutkan kristal Cu (II) sulfat ke dalam air yang
mengandung beberapa tetes asam sulfat encer dan larutan Fehling B yang dibuat dengan
melarutkan NaOH dan natrium kalium tartarat (garam Rochelle) ke dalam air. Pereaksi
Fehling digunakan dengan mencampurkan Fehling A dan B dengan volume yang sama.
Jika terdapat gula pereduksi pada cuplikan maka warna biru dari pereduksi Fehling akan
hilang dan endapan merah atau kuning dari Cu2O akan terbentuk.

O O
║ ║
R—C—H + 2Cu2+ [tartarat] + 5OH- → R—C—O- + Cu2O + 3H2O
Gula pereduksi pada pati juga dapat diidentifikasi dengan larutan Benedict.
Pengujian Benedict yang akan memberikan warna kehijauan jika hasil reaksi tersebut
positif. Larutan amilum yang dipanaskan setelah diteteskan pada reagen Benedict akan
memberi warna kehijauan. Dengan demikian, amilum mengandung gula pereduksi.
Larutan tembaga alkalis pada reagen Benedict bila direaksikan dengan karbohidrat yang
memiliki gugus aldehid atau keton bebas akan terjadi reduksi membentuk Cupro oksida
(Cu2O) yang ditandai dengan warna kehijauan sebagai akibat adanya reduksi Cu 2+
menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata.
Reaksinya adalah sebagai berikut.

O O
║ ║
R—C—H + Cu2+ 2OH- → R—C—OH + Cu2O
(gula pereduksi) (endapan merah bata)

Larutan Benedict dibuat dengan melarutkan natrium sitrat (Na3C6H5O7. 11H2O) dan
zat anhidrous. Melarutkan CuSO4 hidrat ke dalam air dan memasukkannya perlahan-
lahan ke dalam larutan sitrat. Jika dalam cuplikan tidak terdapat gula pereduksi, maka
larutan jernih. Jika terdapat gula pereduksi, maka akan terbentuk endapan Cu 2O. Reaksi
dapat dituliskan sebagai berikut.
O O
║ ║
R—C—H + 2Cu2+ [sitrat] → R—C—H + Cu2O
(gula pereduksi) (endapan merah bata)

2.4 Hidrolisis dengan asam


Suatu polisakarida terbagi menjadi dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa memilki strusktur linier dan dengan iodium memberikan warna biru serta larut
dalam air. Fraksi yang tidak larut disebut amilopektin dengan struktur bercabang. Dengan
penambahan iodium fraksi memberikan warna ungu sampai merah. Pati dalam suasana
asam bila dipanaskan akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana.
Hasil hidrolisis dengan iodium akan memberikan warna biru sampai tidak berwarna.
Hasil akhir hidrolisis dapat ditegaskan kemabali dengan uji Benedict atau Fehling.

2.5 Hidrolisis dengan Enzim


Pati atau amilum dapat dihidrolisis dengan menggunakan enzim amilase yang
terdapat dalam air liur. Enzim amilase dapat mengubah amilum menjadi maltosa.
Hidrolisis amilosa oleh a-amilase terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah
degradasi menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi
secara cepat diikuti pula dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua relatif
lambat dengan pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir. Sedangkan untuk
amilopektin, hidrolisis dengan a-amilase menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai
jenis a-limit dekstrin yang merupakan oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih residu
gula yang semuanya mengandung ikatan a-1,6 glikosidik.
Hidrolisis pati dengan enzim dapat menghasilkan beberapa produk hidrolisat pati
dengan sifat-sifat tertentu yang didasarkan pada nilai DE (ekuivalen dekstrosa). Nilai DE
100 adalah murni dekstrosa sedangkan nilai DE 0 adalah pati alami. Hidrolisat dengan
nilai DE 50 adalah maltosa, nilai DE di bawah 20 adalah maltodekstrin, sedangkan
hidrolisat dengan DE berkisar antara 20-100 adalah sirup glukosa.

2.6 Uji Osazon


Sama seperti aldehid, aldosa juga dapat bereaksi dengan fenilhidrazin menghasilkan
fenilhidrazon. Pada uji osazon, pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus aldehida
(aldosa) bersama fenilhidrazin yang berlebihan akan membentuk hidrazon atau osazon
yang mengandung dua residu fenilhidrazin per molekul. Reaksi yang sama juga dialami
oleh ketosa.

Hidrazon merupakan substansi yang mudah larut (soluble) dan sulit diisolasi. Sedang
osazon kebalikannya, ia relatif tidak melarut dan membentuk kristal yang bentuknya
spesifik untuk setiap jenis sakarida. Reaksi pembentukan osazon adalah sebagai berikut:
H C O H C NNHC6 H5
+ H 2NNHC6H5
H C OH
H C OH

f enil-Hidrazon (larut)

H C NNHC6 H5
H C NNHC6 H5 C6H5NH2
2H2NNHC6H5
H C OH H 2O
+ + NH 3
C NNHC6 H5
2H2O

f enil-Hidrazon (larut) Osazon kuning

Osazon dari disakarida larut dalam air mendidih dan terbentuk kembali bila
didinginkan, namun sukrosa tidak membentuk osazon karena gugus aldehida dan keton
yang terikat pada monomernya tidak bebas, sebaliknya osazon monosakarida tidak larut
dalam air

III. Alat dan Bahan

Tabel alat:

No. Nama Alat Jumlah


1. Tabung reaksi 12 buah
2. Rak tabung reaksi 1 buah
3. Gelas kimia 500 mL 2 buah
4. Gelas kimia 1000 mL 1 buah
5. Kaca arloji 2 buah
6. Gelas ukur 25 mL 1 buah
7. Neraca analitik 1 buah
8. Labu Erlenmeyer 250 mL 1 buah
9. Batang pengaduk 2 buah
10. Spatula 2 buah
11. Pipet tetes 2 buah
12. Cawan penguap 2 buah
13. Oven 1 buah
14. Kain kasa secukupnya

Tabel Bahan:

No. Nama Alat Jumlah


1. Ketan putih 100,0037 gram
2. Aquades 800 mL
3. Fehling A 7,5 mL
4. Fehling B 7,5 mL
5. Iodium 6 tetes
6. Larutan H2SO4 pekat Secukupnya
7. Larutan NaOH 10% Secukupnya
8. Saliva 2 mL
9. Fenilhidrazin 6 mL
10. Asam asetat glasial Secukupnya

IV. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan

Prosedur Kerja Hasil Pengamatan


Isolasi Pati dari Ketan putih
 Ketan putih diblender sampai halus.  Berat ketan putih yang digunakan adalah
Selanjutnya serbuk ketan putih ditimbang 100,0037 gram.
seberat 100 gram dan dicampurkan dengan
500 mL aquades dalam gelas kimia 1000 mL.  Setelah ditambahkan 500 mL aquades dan
Campuran diaduk dengan kuat kemudian diaduk, terbentuk campuran berwarna
disaring dengan kain kasa. putih.
 Setelah disaring dengan kain kasa,
terbentuk larutan yang berwarna putih
susu dan ampas ketan putih yang berwarna
putih.
 Suspensi ini dibiarkan mengendap lalu  Setelah larutan yang berwarna putih susu
didekantasi. Endapan yang terbentuk dicuci tersebut didiamkan, terbentuk endapan
dengan air sebanyak dua kali, kemudian yang berwarna putih. Endapan ini
didekantasi. Pati yang berhasil diisolasi merupakan pati dari ketan putih.
dipindahkan ke dalam cawan penguap.  Setelah didekantasi, diperoleh endapan
yang berwarna putih dan filtratnya
berwarna putih keruh.
 Setelah endapan dicuci dengan aquades
sebanyak dua kali dan
didekantasi,endapan tetap berwarna putih
dan filtratnya berwarna sedikit putih
keruh.
 Pati dikeringkan dalam oven dan selanjutnya  Endapan pati dipindahkan ke dalam cawan
ditimbang. Rendemen dihitung terhadap berat penguap dan di oven.
mula-mula ketan putih, kemudian sifat  Setelah pati kering, pati tersebut
kimianya diperiksa. ditimbang
 Berat pati yang diperoleh setelah
dikeringkan adalah 67,2943 gram
Sifat-Sifat Pati
 Larutan koloid pati dibuat dengan  Berat pati yang digunakan adalah 1,0006
mencampurkan 1 gram pati kering dengan 15 gram
mL aquades dingin, kemudian digerus dengan
mortir sampai terbentuk pasta.  Setelah pati dicampurkan dengan air
dingin, terbentuk larutan yang berwarna
putih keruh.
 Setelah digerus dengan mortir, terbentuk
suatu pasta.
 Ditambahkan 35 mL aquades panas ke dalam  Setelah ditambahkan air panas dan diaduk,
suspensi sambil diaduk. terbentuk larutan yang berwarna putih
kental.
 Campuran dididihkan beberapa menit dan  Setelah campuran dididihkan, larutan tetap
larutan siap dipergunakan untuk uji berwarna putih kental.
berikutnya.
Uji Iodium

 Ke dalam 1 mL larutan koloid pati  Koloid pati berupa larutan kental berwarna
ditambahkan 9 mL air dan diaduk. putih.
 Setelah ditambahkan aquades dan diaduk,
larutan masih kental berwarna putih.
 Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 10 mL  Larutan iodium berwarna coklat
air yang mengandung 2 tetes larutan iodium kemerahan
(10 gram kristal iodium dalam 20 gram KI  Ketika aquades ditambahkan 2 tetes
dalam 80 mL air). Larutan ini setara dengan larutan iodium, terbentuk larutan yang
0,33 ppm pati berwarna bening kekuningan
 Setelah koloid pati ditambahkan larutan
iodium dalam air, warna larutan berubah
menjadi biru keunguan
 Larutan tersebut diencerkan sebanyak sepuluh  Warna campuran sebelum pengenceran
kali. Perubahan warna diamati. adalah biru keunguan
 Warna campuran memudar menjadi tak
berwarna setelah dilakukan pengenceran
sebanyak 10 kali
Uji Molisch (α-naftol)

 Ke dalam larutan koloid pati ditambahkan 2  Setelah larutan koloid pati ditambahkan
tetes larutan α-naftol (15% α-naftol dalam larutan α-naftol sebanyak 2 tetes terbentuk
alkohol 95%). koloid dan terdapat butiran berwarna
coklat
 Asam sulfat pekat diteteskan perlahan-lahan  Asam sulfat pekat berupa larutan tidak
melalui dinding tabung. Tabung dimiringkan berwarna
dan jangan sampai tercampur. Warna diamati  Setelah ditambahkan asam sulfat pekat
pada bidang batas campuran. melalui dinding tabung, terbentuk cincin
ungu pada tabung reaksi

Uji Fehling atau Benedict untuk Gula Reduksi

 Ke dalam 3 mL larutan koloid pati  Larutan Fehling A sebanyak 2,5 mL


ditambahkan campuran larutan Fehling A dan berwarna biru muda
B (1:1) sebanyak 5 mL  Larutan Fehling B sebanyak 2,5 mL tak
berwarna
 Setelah larutan Fehling A dan Fehling B
dicampur, terbentuk larutan berwarna biru
tua.
 Setelah larutan koloid pati ditambahkan
larutan Fehling, tidak terjadi perubahan
warna (tetap berwarna biru tua)

 Campuran reaksi dipanaskan dalam penangas  Setelah dipanaskan selama 30 menit tidak
air selama 30 menit. Perubahan yang terjadi ada perubahan warna
diamati.
Hidrolisis dengan Asam

 Sebanyak 4-5 tetes HCl pekat dimasukkan ke  HCl pekat berupa larutan tidak berwarna
dalam 50 mL larutan koloid pati.  Setelah larutan koloid pati ditambahkan 4
tetes HCl pekat, terbentuk larutan
berwarna putih keruh
 Campuran dipanaskan dalam penangas air  Setelah campuran dipanaskan selama 30
selama 30 menit. menit dalam penangas air, larutan menjadi
lebih bening dari sebelumnya
 Campuran didinginkan, lalu dinetralkan  Ketika dinetralkan dengan NaOH, warna
dengan larutan NaOH 10%. larutan tidak berubah
 Dilakukan uji Fehling dan uji iodium.  Ketika dilakukan uji Fehling dilakukan,
larutan berwarna biru pada mulanya.
Setelah dipanaskan, larutan berubah
menjadi merah bata
 Ketika dilakukan uji iodium, terbentuk
arutan berwarna warna larutan biru muda
Hidrolisis dengan Enzim

 Ke dalam larutan koloid pati dimasukkan 1-2  Saliva berwarna bening dan kental
mL saliva (air ludah) dan dicampurkan dengan  Setelah koloid pati ditambahkan saliva,
baik. terbentuk larutan berwarna putih keruh
dan kental
 Dimasukkan dalam penangas air dengan suhu  Setelah dipanaskan dalam penangas air,
antara 38-400C selama 25 menit. larutan menjadi bening kental
 Dilakukan uji Fehling dan uji iodium.  Ketika dilakukan uji Fehling, larutan
berwarna biru pada awalnya. Setelah
pemanasan, warna larutan berubah
menjadi merah bata
 Ketika dilakukan uji iodium, larutan
berwarna bening. Setelah dilakukan
pemanasan, warna larutan tidak berubah
Uji Osazon

 Ke dalam 5 mL larutan koloid pati dan 5 mL  Fenilhidrazin berwarna kuning kecoklatan


larutan koloid pati yang sudah dihidrolisis  Setelah koloid pati ditambahkan reagen
dimasukkan 3 mL reagen fenilhidrazin (yang fenilhidrazin dan asam asetat glasial,
baru dibuat) dan asam asetat glasial sebanyak terbentuk larutan berwarna keemasan.
1 mL kemudian dipanaskan Setelah dipanaskan, terbentuk 2 lapisan.
Lapisan atas berwarna kuning keruh dan
lapisan bawah kuning keemasan
 Setelah koloid pati terhidrolisis
ditambahkan reagen fenilhidrazin dan
asam asetat glasial, terbentuk larutan
berwarna keemasan. Setelah dipanaskan,
terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas kuning
keruh dan lapisan bawah kuning keemasan
 Warna dan bentuk kristal diamati di bawah -
mikroskop.
Bentuk Kristal

 Sedikit pati kering hasil isolasi ditaruh dalam  Dihasilkan pati yang cair
kaca arloji, kemudian dicampurkan dengan
sedikit aquades. Diteteskan dalam kaca objek.
 Bentuk kristalnya diamati dan digambarkan.  Bentuk kristal adalah bulat-bulat dan
bergerombol
 Bentuk kristal hasil percobaan dibandingkan  Bentuk kristal pada uji osazon meruncing
dengan bentuk kristal hasil literatur. dan pada kristal pati berbentuk bulat-
bulat dan bergerombol. Jika dibandingkan
dengan literatur, diperoleh hasil yang
hampir sama, dimana bentuk kristal
osazon meruncing dan tajam serta khas
untuk setiap senyawa monosakarida
sedangkan bentuk kristal pada pati yakni
bulat

V. Pembahasan
Dalam proses isolasi pati dari ketan putih, terlebih dahulu ketan putih dihaluskan dan
ditimbang beratnya, berat ketan putih yang diperoleh adalah 100,0037 gram. Ketan kemudian
dilarutkan dalam 500 mL air dan diperas dengan menggunakan kain kasa, dimana kain kasa
berfungsi untuk menyaring dan memisahkan antara ampas ketan putih dengan pati yang
diperoleh (tidak larut dalam air). Penggunaan kain kasa sebagai penyaring lebih baik daripada
kertas saring karena ukuran pati yang merupakan makromelekul tidak bisa melewati lubang
kertas saring sehingga bila menggunakan kertas saring maka akan sangat sulit untuk
dipisahkan antara ampas dan pati yang ingin diperoleh.

Setelah dilakukan penyaringan diperoleh suspensi berwarna putih dimana bagian atas
lebih bening dari bagian bawahnya. Selanjutnya dilakukan dekantasi terhadap suspensi untuk
memisahkan pati hasil isolasi dari air disamping juga untuk mempermudah pengeringannya.
Berat pati hasil isolasi yang diperoleh adalah sebesar 67,2943 gram. Sehingga kadar pati
dalam ketan putih yang diperoleh adalah:

massa pati yang diperoleh


% kadar  x 100%
massa ketan putih mula - mula
67,2943 gram
 x 100%
100,0037 gram
 67,2918 %

Secara teori, dalam 100 gram ketan putih terdapat 80 gram pati. Sehingga massa pati dalam
ketan putih secara teoritis dalam ketan putih yang digunakan adalah

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑥 80 𝑔𝑟𝑎𝑚


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 =
100𝑔𝑟𝑎𝑚

100,0037𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 80 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 =
100𝑔𝑟𝑎𝑚

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 80,0029 𝑔𝑟𝑎𝑚

Menurut perhitungan, massa ketan putih yang didapat adalah sebesar 18,8098 gram sehingga
randemennya adalah:

massa pati yang diperoleh


% randemen  x 100%
massa pati secara teoritis
67,2918 gram
 x 100%
80,0029 gram
 84,11 %
Besarnya randemen pati yang diperoleh menunjukkan bahwa masih ada pati yang belum
dapat diisolasi karena masih ada pati dalam pelarut air yang belum mengendap, masih ada pati
dalam ampas ketan putih, dan masih adanya pati yang larut dalam air (amilosa) sehingga tidak
mengendap dan tidak dapat diisolasi.

Pada prosedur selanjutnya, sebelum dilakukan uji terhadap pati yang diperoleh, terlebih
dahulu dibuat larutan koloid dari pati yang bertujuan agar pati tidak terkumpul di satu titik
yang akan memudah dilakukannya pengujian. Namun, dalam membuat larutan koloid pati
terdapat kendala dimana setelah ditambahkan dengan air dingin terbentuk larutan keruh dan
setelah digerus dengan martil terbentuk pasta kemudian setelah ditambahkan dengan air
hangat terbentuk cairan kental berwarna putih yang merupakan pati koloid yang selanjutnya
dilanjutkan dengan melakukan uji terhadap pati.

 Uji Iodium
Uji iodium merupakan uji identifikasi terhadap adanya karbohidrat khususnya
golongan polisakarida dengan menggunakan reagen yang larutan I2 dalam KI yang dibuat
dari campuran padatan iodium (I2) dan padatan KI yang dilarutkan dalam pelarut air.
Berdasarkan hasil pengamatan, ketika larutan I2 dalam KI yang berwarna coklat kemerahan
ditambahkan ke dalam larutan koloid (berwarna putih kental) yang telah diencerkan,
terbentuk larutan berwarna biru keunguan. Adanya perubahan warna menjadi biru
keunguan mengindikasikan bahwa zat pati termasuk ke dalam golongan polisakarida. Dari
penambahan iodium, maka iodium akan bereaksi dengan amilum pati membentuk suatu
senyawa kompleks adsorpsi yang berwarna spesifik yakni khusus pati berwarna biru
walaupun sedikit keunguan. Di dalam pati, terdapat unit-unit glukosa (monosakarida) yang
membentuk rantai heliks karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit
glukosanya. Bentuk ini menyebabkan zat pati dapat membentuk kompleks dengan molekul
iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya, sehingga menyebabkan warna biru pada
kompleks tersebut. Persamaan reaksi dari uji iodium terhadap zat pati adalah sebagai
berikut.
Gambar 5. Terikatnya I2 pada struktur helix amilosa
Pengenceran dilakukan pada campuran yang berwarna biru keunguan sehingga warna
memudar menjadi bening transparan. Pengenceran dengan air ini menyebabkan struktur
helix dari amilosa ini merenggang dan terbuka sehingga iodium yang terikat di dalam
struktur helix terlepas yang menyebabkan warna campuran memudar.
 Uji Molisch (α-naftol)
Uji molisch merupakan uji untuk mengidentifikasi adanya karbohidrat yang ditandai
dengan terbentuknya cincin berwarna ungu. Pada uji Molosch, sampel yang mengandung
pati terlebih dahulu dikocok-kocok kemudian ditambahkan α-naftol. Larutan α-naftol yang
ditambahkan tidak larut dalam larutan uji dan berupa gumpalan-gumpalan cairan berwarna
coklat di atas permukaan larutan uji. Koloid pati selanjutnya ditambahkan asam sulfat pekat
secara perlahan dan lewat pinggir tabung reaksi dengan tujuan agar asam sulfat berada di
antara larutan uji dan α-naftol, sehingga cincin berwarna ungu dapat terbentuk.
Terbentuknya cincin ungu disebabkan karena karbohidrat yang merupakan polihidroksi
keton dan polihidroksi aldehid akan terdehidrasi dengan penambahan asam sulfat pekat
sehingga membentuk hidroksi metil furfural, dimana reaksinya adalah sebagai berikut:
H H H H H H OH O

H C C C C C C O CH 2 C H
+ H2SO4 O
OH OH OH OH OH
5-hidroksimetil f urf ural
heksosa

Furfural yang terbentuk akan berekasi dengan α-naftol membentuk komplek cincin ungu.
Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut.
O

OH O
OH SO 3H
CH2 C H + H 2C C OH
O OH O

5-hidroksimetil furfural alpha naf tol

cincin ungu

Terbentuknya cincin ungu mengindikasikan bahwa sampel koloid pati yang diuji
mengandung karbohidrat.
 Uji Fehling atau Benedict untuk gula pereduksi
Uji Benedict dan uji Fehling merupakan uji yang digunakan untuk mengidentifikasi
adanya gula pereduksi. Gula pereduksi merupakan golongan karbohidrat monosakarida
yang memiliki gugus aldehid bebas sehingga dapat mereduksi berbagai macam reduktor,
sedangkan monosakarida ketosa tidak termasuk gula pereduksi karena mengandung gugus
keton. Golongan disakarida, oligosakarida, dan polisakarida yang tersusun oleh monomer
monosakarida yang mengandung gugus aldehid tidak termasuk gula pereduksi karena tidak
terdapat lagi gugus aldehid yang dapat mengalami mutarotasi akibat telah terikat dengan
monomer lain. Berdasarkan hasil pengamatan dengan uji Fehling terhadap koloid pati,
larutan Fehling yang berwarna biru tua setelah ditambahkan dengan koloid pati yang
berupa larutan putih kental. Larutan Fehling tidak mengalami perubahan warna yang
mengindikasikan hasil negatif karena pati merupakan karbohidrat golongan polisakarida
dimana gugus aldehidnya tidak dapat bermutarotasi menjadi rantai terbuka sehingga tidak
dapat mereduksi reagen Fehling atau reagen Benedict.
2+ -
zat amilum + Cu [tartarat]+ OH

2+ -
zat amilum + Cu [sitrat] + OH

 Hidrolisis dengan asam


Pada proses hidrolisis asam, digunakan HCl pekat yang ditambahkan ke dalam koloid
pati dengan bantuan pemanasan untuk mempercepat proses hidrolisis pati dengan asam
klorida. Pati merupakan karbohidrat polisakarida yang akan terhidrolisis menjadi
disakarida kemudian terhidrolisis kembali menjadi monosakarida yang berupa molekul-
molekul glukosa. Setelah terhidrolisis asam, kelebihan asam yang terdapat dalam campuran
dinetralkan dengan NaOH. Penetralan dilakukan dengan tujuan agar kelebihan asam
berubah menjadi garam akibat bereaksi dengan basa yang menyebabkan tidak ada lagi
asam lagi yang tersisa sehingga untuk uji selanjutnya dapat dilangsungkan dan tidak
mengganggu proses lebih lanjut. Setelah itu, dilakukan uji terhadap hasil hidrolisis untuk
mengetahui apakah sudah terhidrolisis sempurna atau belum terhidrolisis atau terhidrolisis
sebagaian. Adapun uji yang dilakukan adalah iodium dan uji Fehling. Berdasarkan hasil
pengamatan, koloid pati yang berwarna putih kental setelah ditambahkan HCl pekat
terbentuk larutan berwarna putih keruh dan setelah dipanaskan larutan berubah menjadi
lebih bening dari sebelumnya. Setelah diuji dengan menggunakan uji iondium, terbentuk
larutan berwarna biru muda yang mengindikasikan hanya sedikit amilum yang ada pada
larutan, namun setelah diuji dengan larutan Fehling, larutan berubah warna menjadi biru
tua setelah penambahan Fehling dan terbentuk endapan merah bata setelah dipanaskan. Hal
ini mengindikasikan bahwa dalam larutan terjadi hidrolisis yang cukup besar.
 Hidrolisis dengan enzim
Proses selanjutnya adalah hidrolisis pati dengan bantuan enzim yaitu enzim amilase
atau disebut juga enzim ptyalin yang berasal dari saliva (air liur). Proses hidrolisis ini juga
dibantu dengan pemanasan namun untuk hidrolisis dengan enzim ini harus pada suhu 38-
40oC karena kinerja enzim akan optimal pada suhu tersebut. Untuk menguji hasil
hidrolisisnya digunakan uji iodium dan uji Fehling. Berdasarkan hasil pengamatan, uji
Fehling memberikan hasil positif yang ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi
merah bata, sedangkan uji iodium memberikan hasil negatif yang ditandai dengan tidak
terjadi perubahan warna pada larutan. Hal ini mengindikasikan bahwa hidrolisis pati
dengan bantuan enzim menyebabkan semua pati terhidrolisis menjadi monosakarida yang
dalam hal ini adalah glukosa.
 Uji osazon
Dalam uji osazon, pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus aldehida atau keton
bersama fenilhidrazin berlebihan akan membentuk hidrazon atau osazon. Hidrazon
merupakan substansi yang mudah larut (soluble) dan sulit diisolasi sedangkan osazon
merupakan substansi yang sukar larut sehingga mudah untuk diisolasi. Reaksi ozazon
menyangkut karbon karbonil (yaitu gugus aldehida atau keton) dan karbon yang
berdekatan. Glukosa, fruktosa dan manosa akan membentuk struktur osazon yang sama
karena posisi gugus –OH dan atom H pada atom karbon nomor 3, 4, dan 5 sama. Sebelum
ditambahkan fenilhidrazin, terlebih dahulu ditambahkan asam asetat glasial. Adapun
tujuan dari penambahan asam asetat glasial adalah agar osazon yang terbentuk tidak
terhidrolisis oleh kehadiran air. Asam asetat glasial tidak dapat diganti dengan asam asetat
biasa karena asam asetat biasa sama dengan asam asetat encer, dimana masih mengandung
air sehingga osazon yang terbentuk akan terhidrolisis menjadi suatu keton dan amonia.
Osazon yang terbentuk mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang spesifik,
dimana reaksinya adalah sebagai berikut:

H C O H C NNHC6 H5
+ H2NNHC6H5
H C OH
H C OH

fenil-Hidrazon (larut)

H C NNHC6 H5
H C NNHC6 H5 C6H5NH2
2H2NNHC6H5
H C OH H2O
+ + NH3
C NNHC6 H5
2H2O

fenil-Hidrazon (larut) Osazon kuning

Osazon dari disakarida larut dalam air mendidih dan terbentuk kembali bila
didinginkan, namun sukrosa tidak membentuk osazon karena gugus aldehida dan keton
yang terikat pada monomernya tidak bebas, sebaliknya osazon monosakarida tidak larut
dalam air mendidih.

Pada percobaan yang telah dilakukan terhadap sampel koloid pati tidak ditemukan
adanya kristal ozason, baik sampel pati yang belum ditambahkan zat penghidrolisis
ataupun yang sudah ditambahkan zat penghidrolisis. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena tidak terdapatnya senyawa disakarida ataupun monosakarida dalam sampel pati
yang diuji tersebut sehingga tidak terbentuk kristal osazon. Oleh karena tidak
ditemukannya kristal osazon, maka pengamatan kristal tidak dilakukan.

 Pembentukan kristal
Pengamatan bentuk kristal dari amilum yang diisolasi dilakukan dengan cara
membasahi amilum kering dengan sedikit air kemudian larutan ini diletakkan pada kaca
objek dan diamati. Berdasarkan hasil pengamatan, struktur kristal pati berupa bulatan yang
menggambarkan struktur granula amilum. Jadi dapat dikatakan kristal pati hasil isolasi
memiliki bentuk kristal butiran bulat-bulat.

VI. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pati
dapat diisolasi dari ketan putih dengan menggunakan metode ekstraksi sederhana. Zat pati
yang telah diisolasi dapat diidentifikasi dengan menggunakan uji iodium, uji Fehling, Uji
Benedict, Uji Molisch, hidrolisis dengan asam dan enzim, dan bentuk kristal. Kristal yang
terbentuk dari pati yang diisolasi berbentuk butiran bulat. Adapun rendemen dari pati yang
diperoleh adalah sebesar 67,2943 gram.

VII. Jawaban Pertanyaan

Pertanyaan Isolasi Pati dari Ketan Putih

1) Jelaskan, mengapa air dapat dipakai untuk mengisolasi pati dari ketan putih dan bahan
pangan lainnya!
Jawab:
Air dapat dipakai untuk mengisolasi pati dari ketan putih dan bahan pangan lainnya hal
itu dikarenakan pati tidak larut dalam air, sehingga pati akan mengendap dan endapan
pati akan mudah didapat.

2) Apakah dapat dipergunakan kertas saring sebagai pengganti kain (kasa) pada prosedur
kerja isolasi pati yang Anda lakukan? Jelaskan!
Jawab:
Kertas saring tidak dapat dipergunakan sebagai pengganti kain (kasa) pada prosedur
kerja isolasi pati dikarenakan pati memiliki ukuran molekul-molekul yang besar
(makromolekul), sehingga apabila menggunakan kertas saring maka molekul-molekul
dari pati akan memenuhi pori – pori dari kertas saring yang sangat kecil sehingga pati
tidak diperoleh secara maksimal.
3) Apakah ada sisa pati pada ampas ketan putih tersebut?
Jawab:
Pada ampas ketan putih kemungkinan masih ada sisa pati. Hal ini mungkin disebabkan
pada proses penghalusan ketan putih masih terdapat bagian – bagian ketan putih yang
masih berukuran cukup besar yang dapat mempengaruhi terpisahnya pati dari bagian
tersebut.

4) Bagimanakah Anda menghitungan rendemen pati pada ketan putih tersebut?


Jawab:
massa pati yang diperoleh
% kadar  x 100%
massa ketan putih mula - mula
67,2943 gram
 x 100%
100,0037 gram
 67,2918 %
Pertanyaan Uji Iodium

1. Mengapa pati dapat berupa koloid dalam air panas?


Jawab:
Pati dapat berupa koloid (koloid padat cair) dalam air panas karena polisakarida telah
terhidrolisis sempurna menghasilkan glukosa (monosakarida).

2. Mengapa uji iodium dilakukan dengan pereaksi I 2 dalam KI, tidak dengan I2 dalam air?
Jawab:
Uji iodium dilakukan dengan pereaksi I2 dalam KI, tidak dengan I2 dalam air karena I2
tidak larut dalam air, sehingga uji iodium dilakukan dengan pereaksi I 2 dalam KI
karena I2 dapat larut dalam KI.

3. Bagaimanakah warna koloid pati setelah ditetesi larutan iodium? Jelaskan, mengapa
demikian!
Jawab:
Setelah koloid pati ditetesi dengan iodium maka akan terbentuk warna biru. Hal ini
karena pati atau amilum termasuk polisakarida. Polisakarida memiliki struktur yang
spiral (menutup) yang apabila polisakarida ini (amilum) ditetesi Iod, maka molekul
Iod akan terperangkap di dalamnya. Akibatnya larutan ini akan berwarna biru.

Pertanyaan Uji Molisch (  -naftol)

1. Apakah yang terjadi jika penambahan larutan asam sulfat dilakukan sebelum
penambahan larutan  -naftol? Jelaskan!

Jawab:

Jika penambahan larutan asam sulfat dilakukan sebelum penambahan larutan α-naftol,
maka yang akan terjadi adalah tidak terbentuk cincin ungu karena α-naftol berfungsi
sebagai indikator warna untuk mempermudah pengamatan. Sedangkan asam sulfat
berfungsi untuk menghidrolisis glukosa (heksosa). Jika asam sulfat ditambahkan
sebelum penambahan α-naftol maka reaksi yang terjadi sulit diamati. Dengan adanya α-
naftol sebagai indikator warna maka reaksi akan mudah diamati dengan terjadinya
perubahan warna. H2SO4 menyebabkan karbohidrat terhidrolisis menjadi monosakarida.
Selanjutnya monosakarida, misalnya jenis pentosa akan mengalami dehidrasi dengan
asam tersebut menjadi furfural. Pereaksi molisch yang terdiri dari α-naftol dalam
alkohol akan bereaksi dengan furfural tersebut membentuk senyawa kompleks berwarna
ungu. Reaksinya sebagai berikut.

H O
│ ║
CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + H2SO4 → ─C—H +

OH
pentosa furfural α-naftol

H

CH2OH—HCOH — HCOH—HCOH—HCOH —C=O + H2SO4

Heksosa
O

→ H2C─ ─C—H +
│ │
OH OH
5-hidroksimetil furfural α-naftol
Rumus dari cincin ungu yang terbentuk adalah sebagai berikut.
O

║ __SO3H
H2C─ ─────C───── ─OH

Cincin ungu senyawa kompleks

2. Apakah fungsi penambahan asam sulfat, apakah bisa diganti dengan asam-asam kuat
lainnya?

Jawab:

Fungsi penambahan asam sulfat adalah untuk menghidrolisis karbohidrat menjadi


monosakarida. Asam sulfat pekat bertindak sebagai agen dehidrasi yang bertindak pada
gula untuk membentuk furfural dan turunannya yang kemudian dikombinasikan dengan
 -naftol untuk membentuk produk yang berwarna. Asam sulfat pekat tidak bisa diganti
dengan asam kuat lainnya, karena kemungkinan asam kuat lainnya misalnya HCl hanya
mampu menghidrolisis polisakarida saja, tidak bisa membentuk furfural.

3. Apakah yang teramati jika uji Molisch menunjukkan hasil yang positif ?

Jawab:

Jika uji Molisch menunjukkan hasil positif, maka yang terbentuk cincin ungu pada
larutan.

4. Apakah simpulan anda, jika uji tersebut menunjukkan hasil yang positif ?

Jawab:
Jika uji tersebut menunjukkan hasil positif, maka dapat disimpulkan bahan yang
digunakan mengandung karbohidrat.

5. Tuliskan reaksi yang terjadi!

Jawab:

H H H H H H OH O

H C C C C C C O CH 2 C H
+ H2SO4 O
OH OH OH OH OH
5-hidroksimetil f urf ural
heksosa

Furfural yang terbentuk akan berekasi dengan α-naftol membentuk komplek cincin
ungu, dimana reaksinya adalah sebagai berikut:
O

OH O
OH SO 3H
CH2 C H + H 2C C OH
O OH O

5-hidroksimetil furfural alpha naf tol

cincin ungu

Pertanyaan Uji Fehling atau Benedict untuk Gula Reduksi

1. Apakah perbedaan pereaksi fehling dengan pereaksi Benedict?


Jawab:
Perbedaan pereaksi fehling dengan pereaksi Benedict adalah sebagai berikut.
 Pereaksi fehling terdiri dari dua larutan yaitu larutan fehling A dan larutan Fehling
B sedangkan pereaksi benedict terdiri dari satu larutan. Salah satu komposisi pereaksi
fehling adalah ion tartarat sedangkan pada pereaksi benedict menggunakan ion
sitrat.
 Reaksi dengan pereaksi fehling adalah
O O

R C + 2 Cu 2+ [tartarat] + 5 OH- R C + Cu 2 O + 3H2 O

H O

 Reaksi dengan pereaksi benedict adalah

O O

R C + 2 Cu 2+ [sitrat] + 5 OH- R C + Cu 2 O

H O
 Hasil positif yang ditunjukkan setelah direaksikan dengan pereaksi fehling adalah
terbentuknya endapan Cu2O yang berwarna kuning atau merah sedangkan hasil
positif yang ditunjukkan setelah direaksikan dengan pereaksi benedict adalah
terbentuknya endapan Cu2O yang berwarna merah, kuning dan hijau kekuningan
yang bergantung pada warna asal dan jumlah gula pereduksi yang direaksikan.

2. Apakah bisa koloid pati ditambahkan larutan Fehling A dan B secara terpisah, tanpa
dicampur sebelumnya?
Jawab:
Koloid pati tidak bisa ditambahkan larutan Fehling A dan B secara terpisah, tanpa
dicampur sebelumny karena Fehling yang digunakan untuk menguji gula reduksi ini
adalah campuran Fehling A dan Fehling B. Apabila Fehling A dan Fehling B tidak
dicampurkan terlebih dahulu dapat mempengaruhi reaksi sehingga menghasilkan
produk atau uji yang tidak tepat sasaran atau harapan.

3. Apakah yang dapat teramati jika uji Fehling /Benedict menunjukkan hasil positif?
Jawab:
Jika uji Fehling/Benedict menunjukkan hasil positif, maka yang dapat teramati adalah
terbentuknya endapan berwarna merah bata.

4. Apa simpulan Anda jika reaksi tersebut menunjukkan hasil positif, atau sebaliknya
negatif?
Jawab:
 Jika reaksi tersebut menunjukkan hasil positif, maka dapat disimpulkan pada
bahan yang digunakan mengandung karbohidrat.
 Jika reaksi tersebut menunjukkan hasil negatif, maka dapat disimpulkan pada
bahan yang digunakan tidak mengandung karbohidrat.

5. Tulis reaksi yang terjadi, jika uji tersebut menunjukkan hasil positif.
Jawab:
Jika uji tersebut menunjukkan hasil positif, maka reaksi yang terjadi adalah
O O
║ ║
R—C—H + 2Cu2+ [tartarat] + 5OH- → R—C—O- + Cu2O + 3H2O

6. Apakah uji ini dapat dipakai untuk menentukan kadar gula pereduksi dalam ketan putih
secara kuantitatif? Jelaskan!
Jawab:
Uji ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kadar gula pereduksi dalam ketan putih
secara kuantitatif karena pada uji ini hanya dilakukan secara kualitatif (menentukan
keberdaannya pada ketan putih bukan jumlah) dengan mengamati perubahan warna.

Pertanyaan Hidrolisis dengan Asam

1. Apakah fungsi penambahan larutan asam klorida?


Jawab:
Fungsi penambahan larutan asam klorida (HCl) pada hidrolisis dengan asam adalah
untuk menghidrolisis polisakarida (pati) menjadi monosakarida penyusunnya.

2. Apakah fungsi pemanasan?


Jawab:
Fungsi pemanasan pada hidrolisis dengan asam ini adalah untuk mempercepat
terjadinya proses hidrolisis polisakarida (pati) menjadi monosakarida penyusunnya.
3. Mengapa perlu dinetralkan terlebih dulu dengan larutan NaOH sebelum dilakukan uji
Fehling dan Iodium?
Jawab:
Larutan harus dinetralkan terlebih dahulu dengan larutan NaOH sebelum dilakukan uji
Fehling dan iodium agar nantinya sisa asam dari asam klorida tidak mempengaruhi uji
selanjutnya.

4. Bagaimana simpulan anda, jika: a) uji Fehling positif, tetapi uji iodium negative; b) uji
Fehling negative, tetapi uji iodium positif; c) uji Fehling dan uji iodium kedua-duanya
positif.
a) Jika uji Fehling positif, tetapi uji iodium negative: polisakarida (pati) telah
terhidrolisis sempurna
b) Jika ujiFehling negative, tetapi uji iodium positif: polisakarida (pati) belum
terhidrolisis
c) Jika uji Fehling dan uji Iodium keduanya positif: polisakarida terhidrolsis sebagian.

Pertanyaan Hidrolisis dengan Enzim

1. Apa fungsi penambahan siliva?


Jawab:
Fungsi penambahan saliva adalah sebagai enzim yang akan mengkatalisis proses
hidrolisa senyawa pati, karena pada saliva terdapat enzim amilase yang akan mengubah
amilum menjadi maltosa, dan pati merupakan amilum. Amilase pada saliva ini juga
sering disebut dengan enzim ptialin. Proses perubahan amilum menjadi maltosa
merupakan hidrolisis. Bila amilum ditambahkan saliva (amilase) maka molekul-
molekulnya akan terhidrolisis manjadi maltosa dengan BM 360 dan glukosa. Tanpa
adanya enzim amilase pati akan susah untuk terhidrolisis menjadi komponen
sakaridanya.

2. Bisakah dipanaskan sampai penangas airnya mendidih?


Jawab:
Tidak bisa, karena enzim amylase yang terdapat di dalam siliva apabila dipanaskan
melebihi suhu normal tubuh (38-400C), maka enzim amylase dapat terdenaturasi
sehingga tidak dapat menghidrolisis karbohidrat rantai panjang (amilum).
3. Ramalkan hasil uji Fehling dan uji Iodium yang akan anda lakukan?
Jawab:
 Hasil uji Fehlingnya adalah positif (terbentuk endapan merah bata), karena maltose
merupakan gula disakarida yang terdiri dari monosakarida glukosa yang bila
direaksikan dengan reagen Fehling dapat membentuk endapan CuO (merah bata).
 Hasil uji iodiumnya adalah negative, karena polisakarida telah terhidrolisis menjadi
disakarida (maltose). Uji iodium adalah uji Polisakarida.

Pertanyaan Uji Osazon

1. Bagaimanakah persamaan reaksi pembentukan osazon?


Jawab:
Persamaan reaksi untuk pembentukan osazon adalah:
H C O H C NNHC6 H5
+ H2NNHC6H5
H C OH
H C OH

fenil-Hidrazon (larut)

H C NNHC6 H5
H C NNHC6 H5 C6H5NH2
2H2NNHC6H5
H C OH H2O
+ + NH3
C NNHC6 H5
2H2O

fenil-Hidrazon (larut) Osazon kuning


2. Apakah fungsi penambahan asam asetat glasial? Apakah bisa diganti dengan asetat
biasa?
Jawab:
Fungsi penambahan asam asetat glasial adalah agar osazon yang terbentuk tidak
terhidrolisis oleh kehadiran air. Asam asetat glasial tidak bisa diganti dengan asam asetat
biasa karena asam asetat biasa sama dengan asam asetat encer, dimana masih
mengandung air sehingga osazon yang terbentuk akan terhidrolisis menjadi suatu keton
dan amonia.
3. Apakah glukosa, fruktosa, dan galaktosa bisa dibedakan berdasarkan bentuk kristal
osazonnya?
Jawab:
Glukosa, fruktosa, dan galaktosa bisa dibedakan berdasarkan bentuk kristal osazonnya,
dimana bentuk kristalnya sama-sama memanjang, tetapi gerombolan yang terbentuk
berbeda.

Pertanyaan Bentuk Kristal

1. Jelasan mengapa perlu ditambahkan air pada uji bentuk kristal di atas?
Jawa:
Pada uji bentuk kristal ini perlu ditambahkan air agar mudah diamati karena nantinya
pati akan terdistribusi ke dalam air sehingga kristal pati dapat diamati.

2. Apakah polisakarida dan monosakarida dapat dibedakan bentuk kristalnya?


Jawab:
Polisakarida dan monosakarida dapat dibedakan berdasarkan bentuk kristalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Frieda Nurlita, I Wayan Muderawan dan I Wayan Suja. 2002. Buku Ajar Kimia Organik II.
Singaraja: IKIP Negeri Singaraja
Frieda Nurlita dan I Wayan Suja. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik. Singaraja: Ikip
Negeri Singaraja.

Fessenden, Raph J, Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Erlangga

Refren Video:
https://youtu.be/1ErKUzUDDDw
https://youtu.be/x93lTi6TAnI
https://youtu.be/5tvkxcP-sWA

Anda mungkin juga menyukai