Anda di halaman 1dari 35

1.

KOMANG RATIH TUNJUNGSARI


Oleh-oleh
Hari Minggu pagi, saya dan teman saya, Intan, tiba di Malioboro pukul 8.30. Rencananya, saya akan membantu
Intan menawar harga untuk buah tangan berupa gelang-gelang etnik dari manik-manik kayu. Datanglah kami ke seorang
wanita paruh baya yang menjual sovenir. Saya pun melihat-lihat gelang dan ditawari harga 5000/2 buah gelang. Karena
saya anggap kemahalan, lalu saya tawar menjadi 5000/5buah. Sang pedagang mencoba bersikukuh dengan harga 5000/2
buah dan saya turunkan permintaan saya menjadi 5000/4 buah. Kemudian diturunkan oleh pedagang itu menjadi 10000/5
buah. Saya tawar lagi dengan menyasar harga 10000/8 buah. Namun masih belum ada kata sepakat dengan harga
tersebut.
Saya sempat berpikir jika nantinya saya sudah tidak bisa menurunkan harga lagi, saya berhenti dengan harga
10000/5 buah. Kemudian saya tawar lagi menjadi 10000/7 buah. Dengan wajah memelas dan segala alasan seperti: gelang
tersebut untuk oleh-oleh sehingga kami akan membeli banyak; waktu membeli kami yang terbilang masih sangat pagi;
hingga sebagai pembeli pertama sebagai ”penglaris”; saya lontarkan dengan dibantu oleh Intan yang ikut-ikutan mendesak
pedagang gelang yang malang tersebut. Harapan saya akhirnya terkabul, kami sepakat dengan harga 10000/7 buah
dengan wanita tersebut dapat menjual dagangannya sebagai penglaris. Kami pun memborong gelangnya. Setelah itu kami
mengecek harga gelang yang persis sama di pedagang lain sebagai pembanding, dan ternyata, kami ditawari 5000/2 buah
untuk harga pas nya. Dari survei harga yang kami lakukan, ternyata kami mendapat gelang-gelang tersebut dengan harga
yang relatif bagus sekali dibandingkan di pedagang-pedagang lain. Kami pun puas berbelanja oleh-oleh pada hari itu.
Isu yang dinegosiasikan: membeli oleh-oleh, harga murah, dapat berjualan dengan mendapatkan untung. Posisi saya:
membeli oleh-oleh. Kepentingan saya: menekan harga sampai serendah-rendahnya dengan jumlah barang yang didapat
relatif cukup banyak. Posisi pedagang: dapat menjual dagangannya. Kepentingan pedagang: mendapatkan untung dari
penjualannya. Strategi berunding yang saya gunakan tentu saja bargaining menggunakan taktik contending, persuasive
arguments. Demands saya: 10000/10 buah. Goal: 10000/8 buah. Limit: 10000/5 buah. Sedangkan demands pedagang:
5000/2 buah. Goal: saya tidak tahu mungkin 10000/5 buah. Dan limit: tidak tahu. Bargaining range yang saya lakukan
sepertinya masih di positive range, karena setidaknya kami sudah membantu pedagang tersebut dengan membeli barang
dagangannya. Bisa saja wanita menentukan batas dan tujuannya dengan harga tersebut karena takut jika seandainya nanti
benar-benar tidak ada yang membeli barang dagangannya dan pembeli beralih ke pedagang lain (perceived cost of failure).

2. HAFIZ IMANDARU
Liburan..
Karena llibur sebelum lebaran tahun ini cukup pendek, saya memutuskan untuk tidak pulang ke Bogor. Tetapi
karena libur setelah lebarannya cukup panjang, maka saya ingin ikut pulang ke Bogor bersama orang tua saya setelah
berlebaran di Yogya karena memang keluarga orang tua saya di Yogya. Saya telah mengutarakan niat saya untuk pulang
tersebut kepada orang tua saya. Orang tua saya agak keberatan dengan saya ikut pulang ke Bogor karena butuh biaya dan
kebetulan mobil saya sudah penuh dengan barang. Saya berkata bahwa saya ingin bersilaturahmi dengan teman dan
keluarga saya di Bogor. Setelah saya utarakan maksud saya, orang tua saya kemudian cenderung setuju saya ikut pulang
ke bogor, tetapi saya belum mendapat kepastiannya
Posisi saya adalah pulang. Kepentingan saya adalah bersilaturahmi dengan teman teman. Isu dalam negosiasi
tersebut adalah saya ingin pulang ke bogor untik menghabiskan liburan di rumah.
Berdasarkan bahasan kemarin, demand saya adalah menghabiskan liburan di Bogor. Limit saya adalah
setidaknya saya pulang ke Bogor. Goal saya adalah menghabiskan tiga per empat dari liburan saya di bogor.

3. ARI WARDANA
Membeli Buku

Senin pukul 9.30 saya kuliah EPI. Begitu masuk kelas, ketua kelas sedang membagikan dua buku fotokopian yang juga
dibagikan kepada saya. Dua buku itu seharga Rp. 30.000,00. Terus terang saya tidak siap untuk membayar uang sebanyak
itu. Uang di dompet saya saat itu tepat tiga puluh ribu rupiah, sedianya uang itu akan saya gunakan sebagai uang saku
untuk beberapa hari ke depan. Akhirnya dengan perhitungan tidak repot ditagih di masa yang akan datang, saya lunasi saja
dua buku itu. Siangnya saya terpaksa meminjam uang teman saya untuk makan siang.
Sore hari sesampainya dirumah saya bercerita kepada ibu saya tentang buku itu, maksud saya adalah untuk meminta ganti
uang tiga puluh ribu, namun ibu saya menolak karena toh juga sudah saya bayar. Saya kemudian berpikir sejenak,
mencoba memposisikan diri sebagai orang tua yang dimintai uang oleh anaknya pada tanggal itu. Lalu saya berpikir bahwa
pada tanggal tersebut uang dirumah sudah semakin menipis namun tanggal gajian masih cukup lama. Ternyata tepat pula
apa yang saya pikirkan, ibu saya juga beralasan yang sama. Kemudian sebagai Batna dari masalah di atas saya memohon
ijin beliau untuk memakai sementara uang di tabungan. Ibu saya mengiyakan dan berjanji akan menggantinya bila sudah
gajian nanti. Saya bisa tetap punya uang saku untuk beberapa hari ke depan dan ibu saya tidak harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk biku saya. (ANW/22131)

4. SHELLEY YUNIARTI/ 21765


    Pada suatu hari, teman saya meminta saya untuk menemaninya mencari hadiah untuk pacarnya jadi kami pergi ke
Malioboro untuk mencarikan hadiah tersebut. Sebelum berangkat saya sudah mengatakan kepadanya bahwa saya hanya
bisa menemaninya sampai jam 8 malam karena pada jam itu saya mau nonton “Gossip Girl”. Ternyata cukup susah untuk
mencari hadiah yang sesuai dengan budget yang dianggarkan teman saya sehingga kami masuk keluar ke beberapa toko
dan stand di Malioboro. Jam 8 pun terlewat tapi saya masih bisa mentolerirnya karena dia teman lama saya tapi ketika
sudah lebih 15 menit saya mulai agak “menekannya”. Karena dia juga bingung untuk memutuskan hadiah yang cocok dan
pada awal saya sudah mengatakan kalo saya mau nonton jam 8 (waktu sudah jam 8.15) maka kami pun pulang tanpa
hadiah tetapi di tengah jalan dia mengatakan bahwa dia mau pergi ke Mutiara dulu untuk beli sesuatu. Saya sudah agak
jengkel karena saya keburu-buru mau nonton dan saya sudah mentolerirnya 15 menit, kalo saya menemaninya ke Mutiara
juga maka saya tidak akan kebagian nonton karena waktu habis di jalan. Setelah berdiskusi akhirnya dicapai kesepakatan
bahwa dia memakai motor saya (kami pergi ke Malioboro memakai motor saya) untuk ke Mutiara sendiri tapi saya minta ijin
untuk nonton di kos dia karena jaraknya lebih dekat dari Malioboro. Jadi, dia mengantar saya ke kosnya dan saya nonton di
sana kemudian dia memakai motor saya untuk ke mutiara sesudahnya.
    Ada dua negosiasi yang terjadi yaitu pada awal kita berangkat dan setelah kita selesai hendak pulang. Negosiasi yang
pertama soal waktu pulang lebih contending karena saya menggunakan persuasive argument dan time pressure
sedangkan negosiasi yang kedua saya lebih lunak dan ingin lebih problem solving karena pada perundingan yang pertama
saya sudah menekan dia jadi tidak enak juga kalo terlalu memaksakan kehendak saya saja. Negosiasi yang ingin saya
lebih analisis adalah yang terakhir yang lebih problem solving dengan posisi saya nonton “Gossip Girl” dan kepentingan
saya memang mau nonton soalnya episode terakhir untuk season 1 sedangkan teman saya posisinya adalah pergi ke
Mutiara dengan kepentingan membeli sesuatu (sensor). Saya melihat bahwa tuntutan awal saya atau demand saya adalah
nonton gossip girl begitu kami selesai mencari kado tanpa ke mutiara, goal adalah pergi ngebut ke mutiara sehingga saya
masih bisa nonton meski hanya ending filmnya dan limitnya adalah pergi ke mutiara dan tidak nonton gossip girl sama
sekali. Akan tetapi, ada ide lain yang muncul dalam negosiasi kami yang juga merupakan alternatif terbaik kami (mungkin
ini yang disebut BATNA) untuk mencapai kepentingan kami berdua yaitu dengan saya meminjamkan motor untuk dia pergi
ke Mutiara dan saya numpang nonton di kosnya maka kepentingan kami tercapai: saya tetap bisa nonton dan dia bisa beli
sesuatu di Mutiara. Taktik yang dipakai dalam negosiasi ini adalah bridging yaitu menjembatani dua kepentingan sekaligus
ditambah beberapa beberapa sumber daya yaitu motor dan kos teman saya sebagai sarana penjembatanan.

5. ARDAIYENE
     Negosiasi kali ini terjadi pada saat saya mencari dan bermaksud untuk membeli blouse hamil untuk Bulek saya. Saya
berencana untuk membelinya di Pasar Beringharjo mengingat permintaan Bulek saya adalah blouse hamil yang bermotif
batik. Karena saya belum pernah membeli jenis pakaian ataupun blouse seperti itu, maka saya juga belum tau dan paham
harga kisaran sebuah blouse hamil batik yang sesuai dengan permintaan Bulek saya (lengan panjang, ukuran jumbo, dsb).
      Ketika saya telah sampai di pasar, saya berniat untuk mencari keperluan saya dahulu sembari melihat-lihat blouse
hamil untuk Bulek saya. Setelah berputar-putar tanpa berhenti di satu toko, akhirnya saya berhenti di salah satu toko yang
menjual blouse hamil. Setelah melihat-lihat dan menimbang-nimbang sendiri, saya menanyakan harga blouse yang saya
akan pilih untuk dibeli. Ternyata harganya adalah Rp 77.500. Karena saya sebenarnya belum paham harga sebuah blouse
hamil, namun harga jual pertama si penjual tetap saya tawar. Tawaran saya adalah Rp 60.000. Karena tersadar bahwa
saya masih mempunyai cukup banyak waktu untuk mencari blouse di toko lain dan dengan sedikit melakukan positional
commitment, akhirnya saya berniat untuk pergi dari toko tersebut dan berharap tidak dipanggil lagi. Namun tidak lama
kemudian, penjual tersebut mengabulkan permintaan saya. Dan mau tak mau saya membayarnya.

      Dari toko pertama saya mempunyai standar harga untuk membeli blouse hamil yang kedua. Harga Rp 60.000 saya
jadikan patokan tertinggi untuk pembelian yang kedua. Namun saya masih berharap saya dapat membelinya dengan harga
berkisar Rp 30.000 -  Rp 35.000 seperti harga blouse batik pada umumnya. Setelah berputar-putar lagi dan melihat-lihat
blouse batik yang besar akhirnya saya berhenti di toko kedua. Harga blouse hamil batik yang ditawarkan pertama adalah
Rp 80.000. Kemudian saya menawarnya dengan Rp 50.000. Dengan mengatakan ”Wah, jangan mahal-mahal dong mbak.
Saya belum dikasih uang nih sama Bulek saya, Rp 50.000 saja ya?” akhirnya penjual menurunkan harga menjadi Rp
65.000. Saya tetap bertahan dengan harga Rp 50.000. Setelah menanyakan kepastian harga pasnya berapa, penjual
tersebut mengatakan bahwa harga pasnya Rp 60.000 dan tidak bisa ditawar lagi karena ukuran blouse hamil batik tersebut
jumbo dan diikuti oleh alasan-alasan penjual lainnya. Namun, saya memberikan tawaran kedua saya yaitu Rp 55.000 dan
saya berniat tidak menaikkan tawaran saya. Setelah saya membujuknya sebagaimana halnya seorang pembeli, akhirnya
penjual tersebut mau melepas blouse hamil batik tersebut kepada saya seharga Rp 55.000.
      Kasus yang telah dipaparkan di atas sangat menggambarkan proses bargaining. Gaya konflik yang digunakan
perunding adalah kompetisi. Pada pembelian blouse yang pertama, taktik berunding yang digunakan adalah positional
commitment yaitu kokoh pada pendirian harga yang ditawarkan, yaitu Rp 60.000. Sedangkan pada pembelian blouse yang
kedua, perunding memberikan alasan-alasan yang persuasif dan cukup meyakinkan kepada penjual agar penjual dapat
mengabulkan penawaran perunding (taktik berunding persuasive arguments) yang mana kemudian dilanjutkan dengan
positional commitment. Pada dua pembelian blouse tersebut terlihat bahwa perunding (pembeli) telah mempunyai BATNA
walaupun baru diniatkan pada akhir dari negosiasinya dengan penjual pertama. BATNA yang diperoleh yaitu dengan
mencoba mencari blouse hamil batik di tempat lain dengan harapan dapat mendapatkan blouse dengan harga, ukuran,
model yang lebih baik dari sebelumnya (wishful thinking). Terkait dengan demand, goal, dan limit, dalam pembelian blouse
yang kedua diketahui bahwa demand atau tuntutan dari perunding (pembeli) adalah Rp 50.000, goal atau sasarannya Rp
50.000-Rp 60.000, dan limit atau batasan dari pembeli adalah Rp 60.000. Karena harga terbentuk pada Rp 55.000, maka
sifat dari penawaran tersebut adalah positif atau positive bargaining range yang berkisar di antara Rp 50.000 - Rp 60.000.
Dengan demikian, akhirnya penjual dan pembeli dapat menentukan harga di viable options (opsi-opsi dalam positive
bargaining range), karena pada akhirnya terjadi kesepakatan harga yaitu Rp 55.000. 

6. (ANONIM)
Di suatu sore, saya sedang mencuci sepeda motor. Setelah selesai saya bermaksud meminta tolong kepada mas Budi -
salah seorang pekerja Ibu saya - untuk memoles motor dengan KIT agar mengkilap. Tetapi beberapa saat kemudian, ayah
meminta tolong pada mas Budi untuk mencuci mobil. Dalam keadaan demikian, mas Budi memilih untuk langsung mencuci
mobil karena air pam mati maka harus menimba air dari sumur jadi dia langsung menyiapkan air untuk mencuci mobil tanpa
memoles motor terlebih dahulu. Karena, saya tidak begitu rapi dalam memoles motor maka sekali lagi saya meminta tolong,
tapi mas Budi bilang bahwa harus mengambil air dan mencuci mobil, serta tidak dapat membantu saya karena hari sudah
mulai sore dan akan segera pulang untuk buka puasa di rumah.
    Tanpa putus asa, saya kemudian meminta bantuan lagi dan menawarkan untuk mengganti pekerjaannya menimba air.
Kemudian dia bersedia. Jadi, selama dia memoles motor, saya menimba air untuk mencuci mobil.
    Dalam negosiasi ini saya diuntungkan dengan posisi saya karena status kami ( yang saya jelaskan di atas bahwa saya
anak dari majikan mas Budi ), jadi kemungkinan besar setiap opsi yang saya tawarkan kepadanya akan diterima.
Sedangkan posisi mas Budi yang penting adalah tidak pulang terlalu sore sehingga dapat buka puasa di rumah.
    Sebagai perunding saya mencoba untuk menghargai kepentingan lawan berunding, dengan tidak menerapkan strategi
contending meski saya mampu untuk melakukannya mengingat posisi saya lebih menguntungkan. Dengan menghargai
kepentingan lawan, saya menerapkan taktik menjembatani ( bridging ) demi terpenuhinya kepentingan semua pihak
sekaligus, dengan gaya kolaboratih, serta strategi problem solving untuk mencapai kepentingan bersama.
    Negosiasi ini akhirnya mencapai resolusi konflik dan hasil win - win yang artinya tercapainya kepentingan kedua belah
pihak. Baik saya maupun lawan berunding saya sama - sama merasa puas dengan kesepakatan yang kami sepakati.

7. (RAHASIA)

8. (JANGAN DIUPLOAD)
9. ARIEF RIZKY BAKHTIAR
saya satu kelas dengan iyok dan marta di kelas perbandingan politik. ada beberapa hal yang lepas dari perhatian saya saat
kuliah berlangsung. akibatnya, saya merasa perlu untuk meminjam catatan dari teman-teman lain untuk melengkapi catatan
kuliah perbandingan politik saya.
tujuan pertama saya adalah iyok, karena selain sudah dekat dengan saya, catatannya lengkap dan mudah dibaca. namun
iyok mengelak, dengan alasan catatannya mau disalin dulu dan mungkin akan butuh waktu yang lama.
karena negosiasi berjalan alot dan sulit untuk menemukan solusi, saya mulai memikirkan alternatif lain di luar perundingan
(BATNA).
BATNA saya saat itu adalah meminjam catatan dari marta. singkat cerita, marta membolehkan saya meminjam catatannya
tetapi tidak lebih dari satu hari. saya menyetujui, mengingat saya tidak menyalin semua catatan melainkan hanya
melengkapi beberapa poin penting.
negosiasi selesai.

10. BELA REZA TANJUNG


Negosiasi kali ini terjadi dengan ortu saya pada hari senin dan selasa kemarin, ketika saya pulang sehabis kuliah, saya
mendapat telfon dari orang tua saya. Orang tua saya menelfon, perihal kepulangan saya ke Jakarta saat lebaran ini.
Kemudian di sini yang menjadi masalah adalah rencana pulang sebelum lebaran untuk saya yang mau dirubah.
Sebenarnya rencana pulang lebaran kali ini sudah di bicarakan sebelumnya dan telah jelas, awalnya sudah ada
kesepakatan saya tidak pulang ke Jakarta terlebih dahulu, karena  saya libur tanggal 26 september, karena pada hari itu
kuliah minggu terkhir saya telah selesai, dan kemudian keluarga saya akan berangkat mudik dan sampai di rumah mbah
saya pada tanggal 29nya,. Oleh karena itu saya memeutuskan untuk tidak pulang dan menunggu langsung saja di rumah
mbah saya. Sebenarnya orang tua saya menyayangkan(terutama ayah saya), karena sudah terbiasa sebelumnya pergi
mudik bersama-sama dengan seluruh keluarga saya, dan selain itu saya dan ayah bisa menyupir bergantian. selain itu juga
nanti setelah berlebaran, saya memiinta pulang lebih dahulu, karena saya ada acara reunian SMA saya di Jakarta, dan hal
tersebut sebelumnya telah di sepakati.  Kemudian ketika orang tua saya menelfon perihal rencana tersebut, ayah saya
kemudian mendesak agar saya merubah rencana saya, untuk pulang lebih dulu ke Jakarta dan kemudian berangkat mudik
bersama keluarga, ayah saya meminta saya pulang pada tgl 24 September, dengan alasan membantu keperluan kakak
saya yang ingin lamaran setelah minggu kedua lebaran dan juga bisa mudik bersama lagi. Dan ditambah lagi nanti saya
juga harus ikut pulang kembali ke Jakarta, sehingga saya tidak bisa pulang lebih dahulu. Selain itu juga saya berarti harus
meninggalkan kulaih sebelum tgl 26 jika harus pulang ke Jakarta terlebih dahulu. Otomatis saya kemudian mencari-cari
alasan lagi agar rencana tersebut tidak jadi. Dan kemudian setelah itu saya mengambil keuputusan untuk mengambil
tindakan menghindar dengan melakukan “inaction”(berpura-pura ada telfon masuk, shg dapat menutup telfon dari ayah
saya). Hal ini saya lakukan karena saya harus mempertimbangkannya lagi dan mencari sebab mengapa ayah saya
mendesak hal tersebut.
      Kemudian di hari selasanya saya menelfon ibu saya, dan menceritakan perihal pembicaraan dengan ayah saya. Saya
menanyakan kenapa ayah saya mendesak saya  untuk merubah rencana tersebut. Kemudian saya mendapatkan kabar
dari ibu saya bahwa ayah saya ternyata baru saja pulang dari dinas ke luar kota, dan kelihatanya sangay lelah, saya
memeikirkan hal tersebut dan kemudian jiak saya pikir (jika saya menjadi ayah, mungkin saya akan melakukan hal yang
demikian juga, di sini karena “anak”(saya)”dapat memabntu ketika menyupir mudik. Kemudian memang ayah saya juga
ingin meminta bantuan saya perihal keperluan lamaran kakak saya. Dan demikian juga ketika pulang mudik,saya nbisa
membantu ayah saya menyupir kembali, ketika pulang ke Jakarta.
      Setelah saya tahu hal tersebut, agar saya tetap mendapatkan kepentingan saya disini, saya kemudian melakukan
“logrolling”(memisahkan isu prioritas dan tidak).
Kepentingan saya :
   1. Bertemu teman untuk reunion.
   2. Masih bisa berlibur di rumah (jkt)
   3. Menghemat uang untuk beli tiket pulang.
   4. Masuk kuliah (tgl 24-26)
   5. Menghemat tenaga (tidak menyupir)
Kepentingan ayah saya :
   1. Menghemat tenaganya (karena ketika mudik, menyupir bisa gantian jika ada saya).
   2. Begitu juga ketika pulang.
   3. Berlibur bisa lama di rumah mbah (kakek saya).
   4. Bisa membantu keperluan lamaran kakak saya.

      Dari pengelompokan prioritas diatas, saya memisahkan dan mengelompokan man yang lebih peting dan tidak, setelah
itu pada hari itu juga saya membicarakanya lagi dengn ayah saya, dan menyampaikan bagaimana jika prioritas utama 1
dan 2 saya di utumakan dan begitu pula prioritas aya saya pada no 1 dan 2.  Kepentingan no3 dan 4 pada saya tidak
menjadi masalah(isu) dan prioritas, karena (no.3 saya masih mempunyai simpanan uang pemberian ibu saya, dan
walaupun bli tiket sendiri uang akan ttp dig anti, no.4 saya bisa menitip absen dan tidak masuk kuliah, karena mungkin agak
longgar kuliahnya(Peace*),no.5, saya tidak begitu lelah dan merasa masih bisa menyupir, karena pulang lebih awal). Ayah
saya menyingkirkan yang bukan prioritasnya (no.3 karena berlibur lebaran dari tanggal 29-6 sudah di rasa cukup, sehingga
bisa pulang lebih awal untuk memenuhi kepentingan saya,no.4,sebenranya sudah ada yang mengurusi, saya hanya diminta
untuk mengawasi). Akhirnya setelah itu kesepakatan di dapat dan kami tidak merasa mengalami kekurangan atau kerugian
dan kepentingan kedua belah pihak tercapai.
    * Pada negosiasi ini yang dapat di ambil adalah, ketika saya memnemukan jalan buntu bagi saya, kemudian saya
memilih untuk mengambil tindakan “inaction” demi mengumpulkan informasi, setelah mendapatkan informasi maka saya
mengelompokan kepentingan atau prioritas utama (logrolling) dan menyampaikan kepada ayah saya kemudian dengan
begitu kesepakatan dapat mudah tercapai, dan pada kedua belah pihak kepentingan tetap tercapai (menghasilkan win-win
solution)

11. LULU QURRATU AINI


LAPTOP
Kejadian ini merupakan negosiasi saya dengan orang tua saya. Saya meminta orang tua saya untuk membelikan saya
laptop, namun mereka selalu saja menunda-nunda. Mereka bilang, itu bukan prioritas. Mereka juga menyuruh saya untuk
membawa computer (PC) yang ada di rumah ke Jogja. Namun, saya berusaha menjelaskan kepada orang tua saya alasan-
alasan mengapa saya menolak. Pertama, jika saya jadi membawa PC ke Jogja maka adik saya tidak bisa mengerjakan
tugasnya lagi, lalu PC tidak bisa dibawa-bawa. Akhirnya mereka setuju namun tidak tahu kapan mereka akan
merealisasikan janjinya. Setelah beberapa waktu saya menagih lagi. Tuntutan saya adalah laptop Toshiba, namun mereka
menolak. Saya terus menerus meminta, ketika akhirnya saya memikirkan kembali mengapa mereka tidak bisa memenuhi
tuntutan saya. Adik saya yang kedua masuk SMA tahun ini sehingga biayanya terpakai untuk uang masuk, apalagi
sekolahnya swasta, kemudian mereka juga habus membelikan motor untuk dia. Orang tua saya meminta pengertian saya
untuk bersabar sementara waktu. Orang tua saya mau membelikan laptop sekarang tapi bukan Toshiba melainkan Acer.
Setelah saya pertimbangkan, okelah, daripada tidak sama sekali.
Untuk negosisasi saya kali ini saya memakai taktik annoyance karena terus menerus merongrong mereka kapanpun. Dan
di sini demand awal saya tidak terpenuhi yaitu laptop Toshiba, namun goals saya tercapai. Saya juga berusaha untuk
mengerti kepentingan-kepentingan orang tua saya. Namun di samping itu, jika saya tidak mendapatkan laptop sama
sekalipun saya tidak apa-apa.

12. DESTANIA SAGITARISHEYLLA


Negosiasi ini saya lakukan beberapa hari yang lalu bersama teman-teman saya. Saat itu kami sedang iseng berjalan-jalan
di mall Jogjakarta karena salah satu teman saya ingin membeli baju lebaran. Kami pun beramai-ramai menjelajah ke sana.
Di sana kami pun memisahkan diri karena masing-masing dari kami memiliki keinginan yang berbeda-beda. Kemudian saya
pergi bersama salah satu teman saya untuk melihat-lihat kemeja. Tiba-tiba mata saya tertuju pada sebuah pameran di
tengah-tengah mall. Saya lantas mencoba 2 kemeja sekaligus dan langsung berniat membeli nya. Saya menanyakan harga
kemeja tersebut kepada mas-mas penjual. Awalnya 2 buah kemeja tersebut berharga Rp 152..000 namun di diskon
menjadi Rp 142.000 . Saya dan teman saya merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan oleh mas-mas tersebut.
Saya pun menawar kemeja tersebut menjadi Rp 120.000 . Namun, mas-mas tersebut tidak mau dengan alasan harga yang
saya tawarkan terlalu rendah. Saya terus mencoba menawar kemeja tersebut ke titik yang paling rendah. Saya juga
mencoba merayu mereka untuk menurunkan harga sesuai dengan yang saya minta. Setelah rayu-merayu berlangsung
cukup lama mereka menurunkan harga nya menjadi Rp 135.000 . Saya masih merasa keberatan, akhirnya saya memberi
penawaran terakhir yaitu Rp 130.000 . Akhirnya mas-mas penjualnya mau juga memberikan kemeja itu dengan harga
tersebut asal saya berjanji untuk sering-sering berbelanja di toko nya.
Posisi saya di negosiasi ini adalah 2 kemeja sedangkan posisi penjualnya adalah kemeja tersebut laku terjual.. Kepentingan
saya adalah mendapatkan nya dengan harga serendah-rendah nya dan kepentingan penjual adalah mendapatkan
keuntungan sebanyak-banyaknya. Hasil yang saya capai adalah bargaining karena saya berhasil mendapatkan sesuai
harga yang saya inginkan walau tidak sesuai dengan goal saya. Demand saya adalah 2kemeja seharga Rp 152.000 Goal
saya adalah harga keduanya Rp 120.000 dan Limit saya adalah 2 kemeja seharga Rp 130.000 dan sering-sering pergi
mengunjungi toko mereka. Gaya konflik yang saya terapkan adalah kompetitif dengan taktik kompensasi nonspesifik.

13. RIMA MEINITA


Negosiasi yang saya lakukan dalam minggu ini adalah negosiasi dengan teman saya pas mau buka puasa bareng. Saya
dan teman-teman saya mengadakan buka puasa bersama di rumah salah satu teman saya. Saya dan 1 orang teman
kebagian tugas memasak dan menyiapkan makanan. Kami membagi tugas lagi masing-masing orang memasak apa.
Setelah diberi tau saya kebagian bikin apa, saya merasa keberatan karena ternyata tugas saya lebih banyak dari dia. Salah
satu faktor yang membuat saya keberatan juga karena semua bahan dibeli sendiri. Saya menyampaikan rasa keberatan
saya kepada teman saya. Saya bilang saya cuma mau beli bahan dan bikin cocktail, masakan-masakan yang lain saya
mau bantu bikin tapi ga beli bahannya. Teman saya ternyata juga merasa keberatan dengan penawaran saya itu. Akhirnya
saya menawarkan beli bahan dan bikin dan cocktail dan cemilan. Teman saya masih tetap merasa keberatan. Dia minta
kami membagi dua semua makanan yang mau dibikin nanti. Akhirnya saya memberikan penawaran lagi dengan saya bikin
cocktail dan cemilan serta menginap dirumahnya sehingga kami bisa mengerjakan yang lainnya bersama-sama.. Dia pun
setuju dan kami berhasil memecahkan masalah.
Dalam negosiasi ini posisi saya adalah membuat makanan sesedikit mungkin dan posisi teman saya adalah membagi dua
tugas memasak. Kepentingan saya adalah agar tidak repot dan meminimalisir pengeluaran sedangkan kepentingan teman
saya adalah agar pembagian tugas adil. Tapi mengingat acara diadakan di rumahnya sehingga dia tidak serepot saya yang
harus membawa-bawa makanan yang sudah jadi kerumahnya, saya mengajukan beberapa penawaran. Demand saya
adalah membuat 1 makanan saja, goal nya adalah membuat 2 makanan, dan limit nya adalah membuat 2 makanan dan
menginap dirumahnya supaya makanan yang lain bisa dikerjakan sama-sama. Gaya negosiasi yang saya lakukan adalah
kolaborasi dimana kepentingan semua pihak terpenuhi dengan taktik bridging yaitu kepentingan semua pihak terpenuhi
sekaligus. Dan hasil dari negosiasi saya adalah problem solving karena kedua pihak merasa kepentingannya terpenuhi

14. MUSTIKANING SEKAR ANINDYAJATI


      Setahun yang lalu saya pergi ke toko komputer bersama dengan ayah saya. Saya melihat lihat laptop yang akan saya
beli dengan ayah saya. Ayah dan saya tidak tertuju pada satu merek tertentu tetapi pada kualitas dan spesifikasi
kemampuan laptop tersebut. Saya sangat menginginkan laptop yang berkapasitas besar untuk menyimpan data-data dan
ber-procesor Intel yang terbaru yaitu Core 2 Duo, dan yang ayah saya inginkan adalah laptop yang harganya paling murah,
yang paling penting bisa untuk mengetik dan internet dengan Wifi. Salah satu sales toko menawarkan satu merek yaitu
Compaq dengan program student price. Ayah saya langsung berbinar-binar mendengar student price dan mengiyakan
sales itu. Sales itu menjelaskan dua tipe laptop Compaq dengan harga berbeda dan spesifikasinya berbeda. Tipe A (saya
lupa tipenya) menawarkan semua yang saya inginkan, dengan Intel Core 2 Duo, harddisk 80G, Bluetooth, Wifi, dll, seharga
8 jt. Sedangkan Tipe B Intel Pentium Dual Core, harddisk 80G, tidak ada Bluetooth, Wifi, dll, seharga 6jt. Saya langsung
menunjuk laptop tipe A (Goal) dan mencoba menyerang ayah saya dengan menjelaskan detil yang semua yang saya
inginkan dan apa yang saya butuhkan saat saya kuliah (persuasive arguments). Ayah saya juga menyerang saya dengan
cara yang sama. Ayah saya beralasan bahwa procesor itu tidak mempengaruhi kinerja laptop tersebut dan saya akan
menggunakan laptop tersebut untuk mengetik saja (persuasive arguments). Karena tidak bisa melawan dengan cara itu
saya mengganti taktik menyerang saya dengan merengek kepada ayah saya (annoyance). Itu pun tidak mempan pada
seorang ahli ekonomi seperti ayah saya. Ayah saya menawarkan saya tetap membeli laptop yang dipilihkan oleh ayah saya
tipe B, tapi saya boleh meminta uang untuk meng-upgrade laptop saya seperti yang saya inginkan (kompensasi spesifik).
Akhirnya saya mengalah dengan ayah saya dan membeli laptop tipe B, tetapi saya dapat meng-upgradenya lain hari. 
15. YAZID
MUDIK, OH MUDIK!
      Liburan hari raya Idul Fitri kali ini akan saya lewatkan tentu saja dikampung halaman. Untuk itu saya pun berencana
mempersiapkannya dengan membeli tiket pulang dengan kereta api sedini mungkin layaknya tahun lalu. Namun
sebelumnya saya bersepakat dengan teman satu tujuan pulang agar bersama-sama membeli tiket untuk waktu yang sama
agar diperjalanan nanti tidak membosankan. Namun ternyata, teman saya tersebut berencana untuk pulang lebih awal,
yaitu tanggal 22 September untuk keberangkatan pagi hari, saya sendiri bermaksud menawarkan tanggal keberangkatan
28 September karena kebijakan fakultas meliburkan mahasiswanya dimulai sejak tanggal 29 September. Sempat saya
menawarkan kepada dia untuk keberangkatan tanggal 27 September pagi hari, namun ia menolak setelah sebelumnya
menawarkan tanggal keberangkatan 22 September sore hari, hal itu tentu saja tidak mungkin saya terima karena pada
waktu itu saya masih kuliah, sedangkan ternyata dia sudah memasuki masa liburan sejak tanggal 22 September sesuai
dengan kebijakan fakultas tempat ia bernaung. Saya pun berusaha mempengaruhi teman saya itu dengan menawarkan
bahwa saya akan mengurus semua perihal pemesanan tiketnya dari berangkat sampai kembali ke Jogjakarta setelah Idul
Fitri nanti, namun dia tetap menolak dengan menawarkan pilihan terakhirnya apabila saya tetap ingin pulang bersama, yaitu
tanggal keberangkatan 25 September sore hari, namun apabila saya setujui berarti saya harus melewatkan 2 mata kuliah
pada esok harinya. Saya pikir mata kuliah tersebut sepertinya tidak dapat dilewatkan begitu saja disamping karena
memang itu adalah mata kuliah pilihan, kelengkapan presensi pun sangat berpengaruh didalamnya, seperti mata kuliah lain
pada umumnya. Saya pun kali ini menegaskan bahwa saya akan menanggung sepenuhnya biaya tiket pulangnya dan saya
menawarkan pilihan terakhir versi saya yaitu tanggal keberangkatan 26 September sore hari, walaupun saya tahu benar
bahwa dia adalah orang yang kondisi keuangannya lebih dari cukup. Namun dengan alasan bahwa tanggal 26 September
tersebut dia bersama teman SMA satu angkatannya akan ada acara buka bersama maka pada akhirnya perundingan kami
tidak menghasilkan apa-apa. Pada akhirnya saya mencari teman lain untuk pulang bersama, kali ini saya mendapatkan
teman pulang sebanyak dua orang tanpa ada masalah apapun, hanya saja kami pulang dengan menggunakan bus malam.
Pada negosiasi diatas terjadi negative bargaining range, karena demand lebih kecil dari limit sehingga tidak tercapai Break
Even Point yang pada akhirnya menyebabkan negosiasi gagal. Taktik yang paling dominan adalah cost cutting walaupun
tidak berhasil. BATNA yang muncul adalah alternatif pulang bersama teman dengan menggunakan bus malam.

16. DIAH AYU KARTIKA


Kemarin malam saya meminta kakak untuk mentraktir makan malam dengan alasan ia belum sempat mentraktir saya
makan sejak ulang tahunnya bulan lalu. Ia pun setuju dengan syarat harga makanannya tidak boleh terlalu mahal. Maka
pada saat waktu makan malam, sekitar pukul 19.00, saya dan kakak pergi menuju Ambarukmo plaza dengan niatan makan
di food court TamanSari. Setelah sampai disana, saya pun berubah pikiran dan berusaha merayu kakak untuk mentraktir
saya makan di Red bean. Karena dengan menyandang predikat anak kos di jogja, kan jarang-jarang bisa makan disana.
Lagipula traktiran ulang tahun hanya setahun sekali, jadi tidak begitu berat seharusnya. Tetapi ia menolak karena tempat
makannya tidak sesuai dengan perjanjian awal dan harganya yang cukup menguras kantong, padahal permintaan traktiran
saya dirasa kakak cukup mendadak sehingga ia belum sempat menyiapkan anggaran untuk itu. Karena kami terus-
menerus berbeda pendapat dan belum menemukan titik temu tentang tempat makan, maka kami berdua pun memutuskan
untuk keliling-keliling sejenak di seputar mall sembari mencuci mata. Saat waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 lewat,
saya semakin gencar memaksa dia untuk setuju dengan tempat makan pilihan saya, dengan menggunakan alasan
waktunya yang sudah mepet. Tetapi dia tetap menolak dan mengancam jika saya tetap keras kepala, maka kami akan
pulang saja dan tidak usah ada traktiran sekalian. Setelah mendapat ancaman seperti itu, saya agak melunak dan bersikap
sangat baik dan penurut kepada kakak. Mungkin karena perubahan sikap itu, kakak saya pun menjadi agak kasihan, dan ia
pun memutuskan untuk mengambil jalan tengah dengan makan di Solaria, yang harganya masih agak masuk akal untuk
ukuran mentraktir adik sendiri. Lagipula saat itu kami sedang dikejar waktu dengan jam mall tutup.
Dari negosiasi di atas permintaan maksimal saya adalah makan di Red bean, dan batas yang bisa ditolerir adalah food
court. Dengan harapan kesepakatan berada di antara kedua tempat makan tersebut, lebih tinggi dari food court dan bisa
menerima jika harus lebih rendah dari RedBean, yang terjadi disini akhirnya adalah Solaria. Batasan yang ada dalam
negosiasi ini ditentukan oleh feasibility, masuk akal dalam memilih tempat makan dengan memperhatikan kondisi keuangan
kakak. Sedangkan tuntutan dan konsesi dipengaruhi oleh time pressure akan jam tutupnya mall tersebut dan hostility
bahwa sikap saya yang berubah lunak dibalas dengan pengertian oleh pihak lawan.

17. AHMAD SYIFA’ RIFA’I


      Futsal saat ini menjadi tren olahraga baru yang digandrungi para kaum muda khususnya pria. Tidak lain tidak bukan
saya sendiri yang saat ini menggemari olahraga tersebut. Untuk bermain futsal dibutuhkan bola futsal dan sepatu futsal
yang sedikit berbeda dari sepatu sepak bola.
      Selasa tanggal 16 September 2008 saya dan kakak saya pergi ke jalan mataram untuk membeli sepatu futsal. Karena
kebetulan disana pilihannya banyak, harga relative murah dan yng paling penting bisa dinego. Saya dengan kakak saya
langsung mencari-cari model sepatu yang diinginkan. Segera saya mendapatkan model sepatu yang diinginkan dengan
warna perak yang memang saya cari-cari. Setelah itu saya langsung bertanya kepada mbak penjual tentang harga sepatu
ini. Mbak penjual menjawab Rp.80.000. Padahal dana yang saya siapkan untuk membeli sepatu ini hanya Rp.65.000.
Menurut pengalaman teman-teman saya harga sepatu futsal disana berkisar Rp.50.000 – Rp.60.000. Tanpa basa basi
langsung saya menawar sepatu futsal itu seharga Rp.40.000, tanpa mengatakan sesuatu  mbak penjual tersenyum ke arah
saya dan menggelengkan kepalanya, dia bilang dia hanya sanggup menurunkan Rp. 5.000 dari harga awalnya dimana
harga itu lebih besar dari dana yang saya siapkan. Setelah melalui negosiasi yang alot mbak penjual tetap tidak mau
menurunkan harganya. Saya mau membeli asalkan dana saya mencukupi untuk membelinya. Lalu saya dan kakak saya
memutuskan pergi untuk mencari sepatu di toko lain, kami berjalan pelan-pelan dengan harapan saya dipanggil lagi dengan
mbak penjual. Dan rupanya taktik ini berhasil si mbak penjual memanggil saya dan menurunkan harganya sampai
Rp.70.000. Saya tetap memutuskan untuk pergi karena harga itu masi diluar dana yang saya punya.
      Saya dan kakak saya mencari-cari lagi sepatu yang lain, tapi malah kakak saya yang memnemukan sepatu pilihannya,
dengan merek yang sama kakak saya mendapatkan sepatunya dengan harga Rp.55.000. Sebenarnya saya juga ingin
membeli sepatu disitu karena harganya lebih murah tetapi model sepatu yang saya inginkan tetap sepatu perak tadi.
Setelah muter-muter akhirnya saya melewati toko yang menjual sepatu warna perak tadi, tiba-tiba dia memanggil saya dan
menanyakan, “gimana mas udah dapet sepatunya?” setelah dia memanggil, terlintas dibenak saya suatu taktik lain. Saya
langsung kepada mbak penjual kalau kakak saya mendapatkan sepatu dengan merek sama dengan harga Rp. 55.000 di
toko lain (sambil menunjukan sepatunya). Mbak penjual sedikit kagok dan mau melakukan negosiasi ulang. Setelah
bernegosiasi ulang mbak penjual akhirnya setuju dengan harga Rp.60.000. Saya sangat puas dengan hasil negosiasi ini.
      Analisa : Demand saya dalam negosiasi ini adalah membeli dengan harga Rp.40.000 sedangkan demand mbak penjual
Rp.80.000. Limit saya sebesar Rp.65.000 sedangkan limit mbak penjual itu rahasianya dan tidak saya ketahui. Goal saya
dari kisaran Rp.50.000 – Rp. 60.000. Sedangkan goal dari mbak penjual tidak tahu pastinya yang jelas menurut saya angka
Rp. 60.000 termasuk dalam positive bargaining range dalam negosiasi ini. Karena menurut saya mbak penjual tidak akan
menjual sepatunya jika rugi.

18. MARTA TINTYA


pesan spanduk
Saya ingin membuat spanduk untuk acara di kampus. Saya ingin mendapatkan 4 spanduk dengan harga 300.000 dengan
kualitas digital print. Dalam memesan spanduk ini saya dibantu oleh teman saya. Setelah survey ke lapangan, saya
mendapatkan harga yang lebih mahal dari itu, satu spanduknya sekitar 150.000. Karena setelah saya bernegosiasi dengan
penjualnya harga tidak bisa dikurangi maka saya memutuskan untuk mencari di tempat lain. Di tempat cetak digital print
langganan kamipun menghargainya 10.000 tiap meter bahannya itu  belum termasuk tinta printnya. Tahun lalu teman saya
bisa mendapatkan harga 300.000 dapat 4. jika saya melihat pengalaman tahun lalu, saya memutuskan untuk coba ke
tempat itu. Ternyata mereka bisa memberi harga 315.000 untuk 3 spanduk tetapi dengan bahan yang berbeda namun tidak
murahan. Karena deadline kami membuat spanduk sudah mepet akhirnya kami putuskan untuk mengambil pilihan ini
karena inilah yang paling murah yang bisa kami dapat dan proses pembuatannya juga cepat.
Dari NL saya tadi, demand saya adalah 300.000 dapat 4 spanduk kualitas bagus, sedangkan limitnya 300.000 dapat 3
spanduk, dengan melihat BATNA berdasarkan informasi tahun lalu yang bisa dapat 4 spanduk 300.000 saya mendapatkan
hasil 3 spanduk kualitas menengah dengan harga 315.000. bargaining range menjadi negative karena limit saya 300.000
naik menjadi 315.000. kesepakatan tetap terjadi untuk menghindari ketidaksepakatan karena perunding
mempertimbangkan dengan waktu yang sangat mepet lebih baik mengorbankan 15.000 dapat 3 spanduk daripada tidak
mendapatkan spanduk sama sekali.

19. FAUZIA ARIANI


Negosiasi terpenting saya minggu ini rasanya adalah negosiasi terpenting saya selama hidup saya. Tujuh dari dua puluh
kamar di kos saya akan memasang sambungan internet Speedy. Dalam hitungan hari, petugas Speedy datang ke kos dan
mulai memasang sambungan internet. Setelah penghitungan total biaya, ternyata jauh dari estimasi awal yang dihitung
bersama-sama oleh kami dan si petugas sebelumnya. Perkiraan awal kami, pembayaran instalasi ini akan memakan biaya
maksimal Rp150-200 ribu masing-masing kamar. Namun setelah dipasang si petugas menyodorkan biaya per kamar yang
berbeda satu sama lain, karena panjang kabel yang dipakai berbeda, dihitung dari jarak modem ke komputer masing-
masing. Sialnya, kamar saya berada paling jauh dari modem, sehingga saya harus menanggung biaya paling banyak, yaitu
Rp 307ribu. Kami memiliki tiga alternatif sistem pembayaran, yaitu dipukul rata, subsidi sebagian, atau sendiri-sendiri
(sesuai pemakaian kabel). Tentu saja, saya lebih memilih sistem pembayaran pukul rata. Selain saya tentu saja akan
membayar lebih ringan, menurut saya itu lebih fair, sebab argumen saya, letak modem itu adalah keberuntungan, bukan
kesengajaan dan salah saya kamar saya berada jauh dari modem, sehingga akhirnya memakai kabel lebih banyak. Namun
beberapa orang teman saya agak ragu-ragu saat saya coba melobi untuk menyatukan persepsi, karena dengan begitu
beberapa yang kamarnya dekat dengan modem akan membayar lebih mahal, dan ada ketakutan ada yang tidak ikhlas,
sehingga merusak pertemanan. Saat forum dibuka dan kami semua berunding, saya mencoba kembali mengemukakan
argumen itu, memang dengan pertaruhan besar tentang pertemanan, namun saya tetap kemukakan dengan harapan
mereka mengerti bahwa saya hanya ingin fairness. Toh, jika saya memenangkan argumen saya, bukan hanya saya yang
diuntungkan, namun beberapa teman lain yang kamarnya juga jauh dari modem. Perundingan cukup tegang, tapi finally,
saya berhasil meyakinkan mereka untuk memakai sistem pembayaran pukul rata, dan biaya yang harus saya keluarkan
berkurang lumayan banyak. Dan saya merasa, hubungan saya dengan teman-teman saya itu tetap baik-baik saja
setelahnya. Saya puas.

Analisis :
Isu tunggal=> sistem pembayaran, berguling ke isu pertemanan, sehingga isu jd jamak

Posisi saya : bayar mahal, sist pukul rata

Posisi teman-teman saya : bayar mahal (tapi pasif); bayar sedang & murah sistem subsidi

Kepentingan saya : bayar murah, sistem fair

Kepentingan teman2 : tidak merusak pertemanan, bayar murah tidak dgn sistem pukul rata

Taktik berunding saya : contending dgn persuasive arguments

analisis perundingan : viable options perundingan yaitu pembayaran dgn sistem pukul rata, subsidi sebagian, dan
individual. saya berunding dgn prinsip fairness, sehingga batasan & tuntutan saya sama. Goal saya mencapai kepentingan
tercapai. Dlm perundingan jg ada time limit yaitu penagihan pembayaran oleh petugas sesudah internet dipasang, sehingga
perundingan selalu disegerakan untuk dilaksanakan.

20. ANGGA KUSUMO


Pinjam Ruangan
      Negosiasi ini terjadi pada hari Selasa, tanggal 16 September 2008. Saya pergi ke gelanggang mahasiswa bertemu
dengan manajer gelanggang untuk membicarakan perihal tempat latihan untuk kegiatan Gadjah Mada Chamber Orchestra
yang akan dilakukan pada hari Sabtu.
      Begini ceritanya. Ketika saya datang ke gelanggang, saya sudah membawa tuntutan, sasaran, dan batasan saya. Yang
menjadi tuntutan saya adalah saya ingin meminjam ruang sidang 4 dan ruang sidang 3 gedung PKKH sebagai tempat
latihan karena di ruang sidang 4 ada piano dan kursi-kursi ada di ruang sidang 3. Namun sasaran optimisme saya adalah
saya hanya bisa mendapatkan ruang sidang 4. Dan hal yang paling minimal adalah saya hanya mau menerima aula besar
sebagai tempat latihan. Negosiasi dan pembicaraan pun saya lakukan dengan manajer gelanggang. Saya menjelaskan
beberapa argumen saya mengenai mengapa ruang sidang 4 menjadi tempat yang paling prospektif sebagai sarana latihan,
namun karena juga membutuhkan kursi sehingga ruang sidang 3 pun kami butuhkan. Untuk menunjang kondusifitas dan
semangat, sarana dan prasarana juga harus memadai.
      Setelah melalui proses lobbying, pihak gelanggang merasa keberatan jika kami harus memakai dua ruangan sekaligus
termasuk juga ruang sidang 4 yang ada pianonya. Kemudian saya mencoba melobi beliau lagi. Dengan mengutarakan
bahwa seminggu sebelumnya terdapat kesalahan dari pihak gelanggang sehingga kami tidak bisa menggunakan ruangan
yang memang seharusnya kami gunakan (ruang sidang 4) ditambah lagi kompetensi teman-teman yang ingin terus diasah
dengan kehadiran piano, pihak gelanggang pun berpikir ulang. Masalahnya sayang jika teman-teman sudah berkumpul
namun sarananya (piano) tidak bisa digunakan untuk latihan. Saya kemudian coba sedikit menekan dengan permasalahan
waktu. Meskipun latihan masih hari Sabtu, namun saya mengatakan bahwa besok sudah harus ada keputusan untuk
segera diumumkan ke teman-teman yang lain sebelum mereka ada jadual lain dan saya tidak akan sempat ke gelanggang
lagi untuk berkonsultasi. Hal ini sekaligus saya lakukan karena saya tidak mengharapkan mendapatkan batas terendah
saya.
      Mendengar saya yang cukup alot, akhirnya manajer gelanggang pun bersedia meminjamkan ruangan namun hanya
ruangan 4 dan akan disediakan kursi meskipun tidak banyak dan sangat mengusahakan untuk tidak mengulangi
kesalahannya. Kemudian saya bisa mengambil suratnya secepatnya. Setidaknya negosiasi yang saya dapatkan
membuahkan hasil yang cukup.
      Dari negosiasi di atas, meskipun tuntutan saya tidak terpenuhi, namun sasaran saya bisa terpenuhi. Sebagai perwakilan
dari GMCO, hasil yang saya dapatkan bisa mengakomodir teman-teman. Selain itu, dalam negosiasi ini saya juga
menggunakan persuasive arguments dan time pressure sebagai bagian dari strategi.

21. ROSANTI BUDI RAHAYU / 21323


Hari itu saya sangat ingin makan pizza. Kemudian saya dan teman kost merencanakan untuk berbuka puasa di pizza hut.
Yang kami perdebatkan disini adalah dimana kita akan makan pizza. Apakah di Amplas, Malioboro ataukah di Jalan
Sudirman.
Posisi saya, saya ingin makan pizza di Sudirman. Selain lebih dekat dengan kost, pizza hut-nya juga tidak terletak di dalam
mall. Kebetulan hari itu saya sedang tidak mood untuk jalan ke mall. Apalagi jika bersama teman kost saya itu, hasrat ingin
berbelanja menjadi besar. Dia selalu ”meracuni” saya untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak saya perlukan.
Dan bodohnya, saya juga tidak dapat mengendalikan diri untuk men-tidak-kan ”racun-nya” itu. Alhasil saya selalu menyesal
setelah pulang dari mall, jika pergi bersamanya.
Sedangkan teman kost saya mengusulkan untuk makan pizza di Amplas. Saya tau apa yang diinginkannya, she loves
shopping. Makan pizza hanya dijadikan alasan untuk menuruti hobinya.
Namun saya tetap dengan kuat mempertahankan posisi saya. Saya beralasan, kalau kita makan di Amplas ongkos taxi
pasti akan jauh lebih mahal dibandingkan ke Sudirman. Saya pikir, kalaupun dia tetap tidak mau makan di Sudirman
dengan alasan ini, saya bisa mengajak teman kampus untuk makan disana, karena mereka pasti akan meng-iya-kan
ajakan saya tersebut.
Tetapi teman kost saya sepertinya tahu, strategi ini pasti akan saya gunakan untuk membuatnya menuruti keinginan saya.
Akhirnya dia menawarkan akan membayar semua ongkos taxi, asalkan kita makan di Amplas. Padahal sebenarnya bukan
itu yang saya inginkan.

Saya jadi ragu. Kalau saya tetap menolak dan kemudian pergi bersama teman kampus, dimana letak jiwa persahabatan
saya? Kenapa sepertinya saya mementingkan diri sendiri? Bagaimana masa depan hubungan kami? Lalu bagaimana nasib
teman saja jika saya pergi berbuka bersama teman kampus? Walaupun sebenarnya saya tau dia tidak terlalu ingin makan
pizza.
Akhirnya dengan ”agak” berat hati saya menyetujui usulannya, tetapi dengan satu syarat, dia tidak akan meracuni saya
untuk berbelanja. Mendengar itu, sepontan dia langsung kaget dan terhentak. Tetapi demi hobinya tersalurkan, akhirnya dia
menyetujui walaupun dengan tatapan penuh tanda tanya.
Kamipun pergi ke Amplas dan makan pizza. Dan saya tidak perlu membayar ongkos taxi serta tidak lagi mendengar bujuk
rayunya untuk menghasut saya berbelanja. Meskipun saat itu saya merasa sedikit aneh, tapi saya puas karena kepentingan
saya terpenuhi dan sayapun tidak dirugikan.
Analisis perundingan :

Posisi Saya : makan pizza di Sudirman

      Teman kost : makan pizza di Amplas

Kepentingan Saya : makan pizza


      Teman saya : shopping (menuruti hobinya) dan makan (berbuka puasa)

Isu : tunggal

Jenis negosiasi : problem solving

Hasil : win-win à makan pizza dan shopping

Gaya berkonflik : awalnya competiting kemudian berubah menjadi kolaborasi

Strategi brunding : awalnya contending kemudian berubah menjadi problem solving

Taktik berunding : 1. persuasive arguments à dengan alasan ongkos taxi yang lebih murah

            2. logrolling

                  Prioritas saya : makan pizza

                                          dekat, agar ongkos taxi murah (bukan prioritas utama)

                  Prioritas teman : shopping

                                          makan pizza (bukan prioritas utama)

                                          3. kompensasi spesifik à (i) pergi ke amplas (terpenuhi)

                                                   (ii) makan pizza meskipun tidak di Sudirman

            3. cost cutting à pergi ke Amplas, ongkos taxi ditanggung teman kost

            4. bridging à makan pizza dan shopping di Amplas

                  BATNA : saya memiliki alternatif untuk pergi bersama teman kampus saya jika teman kost tidak menyetujui
tuntutan saya

22. NICK SANDY SANTIAGO


Menjelang Idul Fitri, tentu saja banyak orang yang berencana untuk mudik ke kampung halamannya. Hal ini juga terjadi
dengan teman saya, yang akan mudik beberapa hari yang akan datang. Sebelum mudik, teman saya meminta pertolongan
saya untuk menjaga rumahnya dan saya diperbolehkan untuk memakai motornya selama dia sedang tidak ada di Jogja.
Saya pun menyanggupi hal tersebut. Namun yang sedikit menjadi masalah ialah ketika teman saya juga meminta tolong
untuk menyerviskan motornya. Mendengar hal tersebut, saya langsung menawarkan opsi biaya servis ditanggung oleh
teman saya. Awalnya teman saya sedikit ogah-ogahan dengan opsi tersebut, namun saya menjelaskan bahwa karena
motor itu adalah miliknya, maka sudah menjadi kewajibannya untuk menanggung biaya servisnya. Untung saja teman saya
akhirnya mengerti sehingga kesepakatan di antara kami dapat terjadi.
      Dalam perundingan ini, saya dapat mengklasifikasikan bargaining range yang dimiliki oleh teman saya adalah
meminjamkan motor sebagai batasan, motornya diservis dengan biayanya sendiri sebagai sasaran, dan melakukan servis
dengan biaya saya sebagai tuntutannya. Namun karena pada awalnya saya langsung menawarkan untuk melakukan servis
dengan dibiayai olehnya, maka teman saya kemudian melunak dan hanya “memperjuangkan” sasarannya. Selain itu pula
positional commitment yang saya miliki juga cukup kuat. Bagi saya tidak dipinjamkan motornya tidaklah masalah, sebab
saya sendiri masih punya banyak BATNA untuk meminjam motor selain di teman saya itu.

23. (minta agar tidak ditampilkan)


24. ALDI TRIYANTO
            Pasar Beringharjo (AT)
Minggu ini saya bernegosiasi dengan beberapa pedagang gorden di Pasar Beringharjo. Biasanya sebelum berbelanja di
Beringharjo saya membandingkan harga antara emperan Malioboro dan Mirota Batik dengan harga di Pasar. Harga diluar
Pasar biasanya lebih mahal dibandingkan dengan harga didalam. Harga Gorden yang saya inginkan sebesar 50 ribu – 80
ribuan di Mirota Batik. Harga didalam Pasar akan jauh lebih murah, sehingga saya berani mematok harga dibawah standar
Mirota Batik. Di kios-kios yang saya datangi, saya mematok harga awal 30 ribu (Demand) untuk sebuah Gorden, namun
berkali-kali saya ditolak. Mereka mematok harga bervariasi, sekitar 40 ribuan keatas, bahkan ada yang menawar 100 ribu
rupiah. Sasaran (Goal) saya untuk sebuah Gorden saya hargai 35 – 45 ribu. Batas maksimal saya untuk sebuah Gorden
adalah 50 ribu rupiah (Limit). Berkali-kali saya gagal bernegosiasi. Mereka (pedagang) menerapkan positional commitment.
Alasannya, karena mau Lebaran para pedagang ingin meraup untung yang sebesar-besarnya. Dan setelah berputar-putar
ke penjuru pasar, akhirnya saya mendapat Gorden yang saya inginkan seharga 45 ribu rupiah. Saya menawar 40 ribu,
tetapi gagal. Kata pedagang tersebut, motif yang saya inginkan memiliki motif yang rumit dan hasil kerjaan Gordennya lebih
rapi. Harga 40 ribu dirasa belum sebanding dengan hasil & motif Gorden yang bagus. Saya membeli sepasang Gorden dan
meminta korting 10 ribu, jadi sepasang Gorden dihargai 80 ribu. Namun pedagang menolak, lagi-lagi Ia beralasan
menjelang momen Lebaran, harga-harga menjadi naik. Ia juga beralasan karena harga-harga barang melonjak, omset
dagangnya menurun sehingga Ia belum mendapat untung yang seberapa. Akhirnya saya urung meminta korting, toh saya
juga tidak merugi karena harga yang saya inginkan memang berada pada range 35 ribu – 45 ribuan. Dan apabila
dibandingkan dengan harga di Mirota Batik, harga di Beringharjo masih jauh lebih murah. Hasil negosiasi kami adalah win-
win.
Bargaining range yang terbentuk dari negosiasi adalah 10 ribu, dengan hasil positive range. Saya menerapkan principle
(apa yang layak dicapai) keadilan, saya meningkatkan patokan harga sebuah Gorden dari 30 ribu menjadi 35 – 45 ribu
karena adanya faktor momen Lebaran, ditambah lagi motif Gorden yang saya inginkan juga bagus dan rumit, sehingga
setelah saya kalkulasi, untung yang diraih oleh pedagang menjadi setara dengan harga yang saya tawarkan. Break Event
Point tercipta pada harga 45 ribu rupiah. Saya juga menerapkan tracking (apa yang mungkin dapat dicapai) ketika berkali-
kali saya gagal bernegosiasi dari satu pedagang ke pedagang yang lain, sehingga saya menaikkan patokan harga gorden
yang saya inginkan dari harga awal 30 ribu, menjadi sekitar 35 – 45 ribu rupiah. BATNA yang diterapkan adalah dengan
berpindah-pindah dari satu pedagang ke pedagang lain dan membandingkan harga antara stan di emperan Malioboro
dengan Mirota Batik. Pada beberapa pedagang yang saya temui, terdapat overbidding dimana saya sempat ditawari
sebuah Gorden – dengan motif dan bahan yang hampir sama – seharga 100 ribu rupiah.

25. DESI ROSITA


21974
Selama kuliah di jogja ini saya tinggal bersama kakak saya, kami sama-sama sedang menempuh studi di perguruan tinggi.
Karena laptop dirumah hanya 1, jadi saya dan kakak harus saling berbagi dalam menggunakannya. Memang beberapa
bulan belakangan ini, saya jarang menggunakan laptop karena tidak ada tugas. Tetapi beberapa hari yang lalu, tugas kuliah
saya mulai menumpuk, sampai suatu hari saya sangat membutuhkan laptop untuk mengerjakan tugas kuliah yang harus
dikumpulkan keesokan harinya, jadi saya bermaksud untuk bilang kepada kakak bahwa saya ingin menggunakan laptop
sementara waktu. Tetapi sebelum mengutarakan maksud tersebut, saya mempunyai opsi lain jika akhirnya saya tidak bisa
menggunakan laptop, yakni saya akan mengerjakan tugas dengan menggunakan laptop teman saya.
Lalu saya mengutarakan maksud saya tersebut kepada kakak, kami melakukan negosiasi tersebut dengan terbuka.
Ternyata kakak saya juga membutuhkan laptop tersebut untuk mengerjakan tesis yang harus dikumpulkan esok hari juga.
setelah melakukan negosiasi yang tidak lama, maka kami menyepakati bahwa kami membagi jatah atau jam menggunakan
laptop. Saya boleh menggunakan laptop pada saat kakak saya tersebut pergi untuk shalat tarawih, dan setelah tugas saya
selesai kakak saya dapat menggunakan laptop tersebut untuk mengerjakan tesis.
Hasil negosiasi yang saya dan kakak saya lakukan adalah problem solving, dimana kami berusaha untuk membagi jatah
penggunaan laptop demi kepentingan bersama. Sebelum melakukan negosiasi saya mempersiapkan BATNA yang
mungkin akan membantu saya jika saya tidak bisa menggunakan laptop tersebut.

26. CHRISTY PRAVITA KUMESAN


Lucky to be coming home for Christmas
Negosiasi terpenting minggu ini adalah negosiasi dengan mama mengenai kepulangan saya saat Natal nanti. Awalnya
mama tidak setuju saya pulang saat Natal karena libur dari kampus hanya sekitar 1 minggu. Jadi mama meminta saya
untuk pulang pada libur semester di bulan Januari yang notabene hari liburnya lebih panjang. Tetapi saya sangat ingin
pulang saat Natal. Karena tahun lalu saya merayakan Natal sendirian di Jogja, jadi tahun ini saya ingin melewatkan Natal
bersama keluarga. Lagi pula semenjak saya kuliah di Jogja pada tahun 2007, saya belum pernah pulang ke rumah. Sudah
1 tahun lebih saya tidak bertemu dengan keluarga. Saya sangat rindu ingin berkumpul bersama-sama lagi. Dan Natal
merupakan moment yang pas untuk saya dapat berkumpul lagi dengan keluarga. Akhirnya dengan alasan tersebut mama
setuju saya pulang saat Natal.
Hore……!!!! I’m lucky to be coming home again for Christmas.
Dalam negosiasi ini posisi saya adalah pulang saat Natal, sedangkan posisi mama saya adalah tidak pulang saat Natal.
Taktik berunding yang saya gunakan adalah taktik alasan persuasif (persuasive arguments). Demand saya adalah pulang
saat natal. Goal saya adalah pulang saat Natal. Limit saya adalah Pulang saat Natal. Jadi dalam kasus ini
demand=goal=limit, no compromises.

27. VITYA HANUM A.


     Saya sangat suka astor dan saya selalu sedia astor di kamar kos saya. Berhubung hari Rabu tanggal 17 September
persediaan astor saya habis, jadi saya mengajak teman kos saya pergi ke Mirota untuk membeli astor. Kebetulan teman
saya juga ingin pergi ke Mirota. Posisi saya adalah membeli astor merek Cho-Cho Ratu. Kepentingan saya, astor merek
Cho-Cho Ratu adalah astor yang rasanya enak dan harganya murah. Posisi teman saya adalah membeli snack.
Kepentingan teman saya, butuh camilan di kos.
     Sesampainya di Mirota, astor merek Cho-Cho Ratu yang saya cari tidak ada. Padahal demand saya membeli astor
merek Cho-Cho Ratu seharga Rp9.500,-. Kemudian teman saya menyarankan untuk membeli astor merek lain. Saya
melihat harga astor-astor yang lain di atas Rp13.000,-. Padahal limit saya adalah Rp10.000,-. Saya tidak akan membeli
astor yang harganya lebih dari Rp10.000,-. Kemudian teman saya menawarkan BATNA berupa wafer yang katanya enak
dan harganya di bawah limit saya. Tetapi saya masih menginginkan astor. Lalu saya mencoba bertanya pada teman saya,
snack apa yang ingin ia beli. Ternyata ia tidak berpatokan ingin membeli satu snack tertentu. Saya melihat salah satu astor
merek Apillo yang nampaknya cukup enak tetapi harganya Rp15.000,-. Sehingga saya mengusulkan satu cara pada teman
saya. Bagaimana kalau saya dan dia patungan membeli astor Apillo seharga Rp15.000,- tersebut. Dengan begitu ia
mendapatkan snack untuk camilan dan saya juga mendapatkan astor dengan membayar kurang dari Rp10.000,-. Teman
saya setuju dan akhirnya kami membeli astor merek Apillo tersebut. Dengan begitu kami menggunakan taktik memecahkan
masalah kompensasi spesifik. Karena teman saya mendapatkan snack yang diinginkan dan saya tetap mendapatkan astor
meski astor tersebut bukan astor merek Cho-Cho Ratu tetapi astor Apillo.

28. RYAN GILANG P


Negosiasi terpenting yang kulakukan minggu ini adalah saat aku menemani saudaraku membeli TV.  Dia diberi orang
tuanya uang sebesar Rp 1.200.000,00. Pada awalnya dia ingin membeli TV 14 inci saja dengan kisaran harga 700-900 ribu
sehingga dia masih memdapat sisa untuk membeli kebutuhan yang lain seperti sepatu futsal. Lalu kami pun mulai mencari
informasi di toko elektronik tentang harga dan spesifikasi TV yang akan kami beli dengan rancangan awal tadi (tracking).
Dan setelah memperoleh cukup informasi, ternyata harga TV 14 inci dan 21 inci tidak jauh berbeda. Dia bisa mendapat TV
21 inci dengan harga 1 jutaan, hal tersebut ternyata mampu mengubah target dia dengan lebih memilih membeli TV 21 inci
dengan harga yang sedikit lebih tinggi. Setelah memilih-milih lalu terjadilah negosiasi, harga yang tertera untuk TV bermerk
LG 21 inci adalah Rp1.100.000,00. Kemudian aku dan saudaraku menawar dengan Rp 1.000.000,00. Dengan asumsi
bahwa akan terjadi kesepakatan pada nilai Rp 1.050.000,00. Si penjual menolak dan mengajukan nominal Rp
1.050.000,00. Sebenarnya nominal tersebut sudah sesuai dengan asumsi namun kami mencoba menaikkan tawaran
dengan Rp 1.050.000,00 bonus dengan antena internal (kira-kira berharga 15 ribuan) dan penjual pun setuju dan terjadilah
kesepakatan.
      Pada negosiasi diatas terjadi bargening, dan strategi yang digunakan adalah kompromi (Concession making) sehingga
terjadi hasil yang mediocre-mediocre. Posisiku adalah membeli TV seharga Rp 1.000.000,00 dengan kepentingan
mendapatkan sisa uang yang lebih banyak sehingga bisa membeli barang-barang yang lain. Posisi penjual adalah menjual
TV seharga Rp 1.100.000,00 dengan kepentingan memperoleh laba sebesar-besarnya. Bila dilihat lebih lanjut, tuntutan
tertinggi (Demand) pembeli adalah Rp 1.000.000,00, perkiraan terjadinya kesepakatan (Goal) pembeli adalah Rp
1.050.000,00 dan batas terendah (limit) adalah Rp 1.200.000,00. Dalam melakukan pembelian pembeli (aku dan
saudaraku) melakukan pencarian informasi sebanyak-banyaknya terlebih dahulu (tracking) sehingga mendapatkan
informasi bahwa harga TV 21 inci dan 14 inci tidak terlalu jauh, dengan menambah kira kira 200 ribu kita bisa mendapatkan
kepuasan yang lebih.

29.ANGGI MARIATULKUBTIA
Wawancara
Hari Minggu kemarin, sejak pukul 08.00-17.00 SKM yang saya ikuti mengadakan seleksi wawancara bagi calon anggota.
Karena saya ikut serta dalam penyelenggaraan acara, saya harus standby dari pagi hingga sore. Format wawancara
adalah setiap pendaftar yang mendaftar ke divisi tertentu akan diwawancarai oleh satu anggota divisi tesebut, dan shift
mewawancarai dibagi menjadi shift pagi, siang dan sore. Secara otomatis, saya juga harus mewawancarai pada ketiga shif
tersebut. Kebetulan calon anggota yang mendaftar ke divisi saya hanya ada di pagi dan sore. Saat shift pagi, ternyata
teman-teman dari divisi saya tidak ada sama sekali untuk membantu mewawancarai sehingga saya harus mengirim pesan
singkat agar semua, termasuk yang mengisi shift sore datang secepatnya karena antrean panjang. Saya harus
mewawancarai empat orang, separuh dari calon anggota yang memilih wawancara pagi. Saya sudah merasa sangat lelah
dan berpikir "ah, setidaknya nanti sore maksimal saya hanya mewawancarai sejumlah yang saya wawancarai tadi pagi.
Setidaknya ada teman yang mau membantu", memperhitungkan waktu dan kesanggupan saya. Ketika shift sore akan
dimulai, teman saya yang terdaftar sebagai pewawancara (sebut saja R) pada shift tersebut ijin pulang, padahal hanya
tersisa kami berdua dari divisi kami dan masih ada lima peserta yang harus diwawancarai dengan waktu yang terbatas. R
berargumen bahwa dia lelah, telah mengikuti shift pagi, memiliki janji yang telah dibuatnya dari dulu dan telah ditunggu
teman-temannya di luar ruangan. Sedangkan saya berargumen ketika dia mendaftar untuk menjadi pewawancara di shift
sore artinya dia telah memperhitungkan jadwalnya dan harus konsekuem dengan keputusannya itu. Saya juga berargumen
bahwa saya jauh lebih capek dan butuh bantuan karena separuh peserta yang dating pagi tadi saya yang mewawancarai
dan waktu kosong di siang hari telah saya gunakan untuk mengerjakan tugas R yang sempat ia tinggalkan. Ketika tahu ia
masih menunggui salah satu temannya yang sedang diwawancarai, saya semakin berusaha menahannya dalam ruangan
agar ketika calon anggota yang pertama datang, R bersedia mewawancarai sembari menunggu temannya. Pada akhirnya
memang R mewawancarai peserta yang dating pertama
Tentunya saya tidak puas dengan hasil yang saya peroleh. Saya memang hanya mewawancarai empat orang di shift sore
dan R masih mau membantu tetapi goal saya ketika mengetahui seharusnya ada dua pewawancara standby untuk shift
sore (saya dan teman saya) saya ingin kami membaginya (saya mewawancarai dua orang dan dia tiga) karena saya sudah
mewawancarai banyak paginya. Kepentingan saya adalah agar ada yang membantu saya melakukan wawancara karena
saya sudah sngat lelah dan kepentingannya adalah agar ia bias pergi melaksanakan janjinya dengan teman-temannya.
Karena alot, berbagai metode telah saya gunakan dari membujuknya lewat persuasive argument, time pressure hingga
yang sifatnya memecahkan masalah : kompensasi spesifik (R mewawancarai orang pertama untuk meringankan tugasnya
sehingga ia bisa kemudian pergi), dan kompensasi non spesifik (tugasnya yang saya kerjakan). Saya merasa walaupun
kepentingan saya terpenuhi, saya bias mendapat lebih jauh dari itu

30. DIAN HAPSARI


Pergi Berbuka Puasa Bersama Teman 
      Minggu ini saya diajak teman SMA saya untuk berbuka bersama. Karena merasa sudah lama tidak bertemu akhirnya
saya bersedia untuk ikut. Kemudian saya meminta izin kepada ayah saya. Ketika saya minta izin untuk berbuka bersama
teman, ayah saya seperti enggan memberikan izin. Ayah saya berkata kenapa tidak berbuka di rumah saja. Mungkin ayah
saya berkata begitu karena enggan jika saya pulang malam. Maklum jika bertemu teman lama terkadang lupa waktu.
Kemudian saya juga berfikir mungkin saja ayah enggan memberi izin karena malas jika harus berbuka dirumah sendirian.
Maklum Ibu saya sedang melanjutkan studi di Bogor sedangkan kakak saya jarang berbuka dirumah.. Saya mencoba putar
otak, kemudian saya berinisiatif menawarkan ayah saya berbuka di warung tetangga jika enggan berbuka sendirian. Saya
memberikan pertimbangan kepada ayah saya bahwa warung tersebut cukup ramai dan penjualnya juga kenal cukup baik
dengan ayah saya. Untuk masalah waktu saya juga berjanji tidak akan pulang terlalu malam. Akhirnya setelah dibujuk ayah
saya memberikan izin.
       Batasan atau limit saya adalah berbuka puasa bersama teman dengan tenggang waktu. Tujuan atau goal saya adalah
berbuka puasa bersama teman tanpa tenggang waktu. Sedangkan demand atau tawaran tertinggi saya adalah Berbuka
puasa dengan teman saya tanpa tenggang waktu dan juga mendapat uang untuk berbuka. Dari ketiganya diatas yang
diterima oleh kedua belah pihak yaitu ayah saya dan saya adalah berbuka puasa bersama teman dengan adanya tenggang
waktu. Hal tersebut juga berhasil saya dapatkan dengan membujuk secara persuasif.

31. (anonim)
      Dalam aturan antara anak kos di tmepat kami ada sebuah peraturan dimana apabila seseorang dari anak kos
mendapatkan pacar baru, maka dia diharuskan untuk mentraktir selurh teman-teman lain di kos tersebut. Peristiwa itu
disebut “PJ” (Pajak Jadian). Dan akhirnya suatu hari saya mendapatkan pacar baru dan secara otomatis saya harus
mentaati PJ
      Saya sudah berjanji pada anak-anak kost untuk mentraktir mereka pada hari Rabu di Jogja Chicken, namun pada hari
rabunya saya mengalami kecelakaan yang tidak terlalu parah, namun itu cukup membuat saya agak shock dan capek pada
hari itu. ssepulangnya saya ke kos, anak-anak sudah menunggu dengan riuhnya, tentu saja karena mereka akan mendapat
traktiran dari saya. Saya sempat ragu untuk menunda rencana PJ tersebut, namun akhirnya saya utarakan juga kepada
mereka, awalnya mereka agak kecewa, namun setelah saya menyakinkan mereka untuk menunda PJ besok harinya,
akhirnya mereka setuju.
      Posisi saya pada negosiasi tersebut adalah menunda PJ dilaksanakan hari Rabu, dan posisi anak-anak kost adalah
tetap melakukan PJ hari rabu, kepentingan yang saya miliki adalah saya ingin istirahat dan menghilangkan shock,
sedangkan mereka, sudah jelas yaitu ingin mendapatkan traktiran.
       Taktik yang digunakan dalam negosiasi tersebut adalah persuasive argument dan positional commitment, hal ini
memungkinkan karena saya yang mempunyai power yang lebih pada saat itu. demand yang saya tawarkan adalah tidak
melaksanakan PJ sama sekali, Goal saya adalah setidaknya ditunda besok, dan limit yang saya miliki adalah melakukan PJ
pada hari rabu tetapi sekitar jam 9 atau 10.
      Saya sulit menentukan demand, goal, dan limit mereka, apalagi mereka terdiri dari banyak pihak, dan saya tidak
mengetahui isi hati mereka. tetapi demand mereka tentu mendapatkan PJ rabu sore itu juga. Disini saya juga melihat
pemanfaatan prinsip (keadilan dan persahabatan), positional commitment, dan feasibility (untuk menentukan demand dan
goal)

32. (ANONIM)
Tak terasa bulan ramadhan telah berjalan lebih dari setengah bulan. Hari raya idul fitri pun sudah semakin dekat. Beberapa
hari yang lalu saya ingin membeli tiket untuk pulang, tetapi uang saku bulanan saya sudah hampir habis. Saya bermaksud
untuk meminta uang untuk membeli tiket sekalian meminta uang saku tambahan. Namun saya agak ragu untuk meminta
kedua orang tua saya, karena saya menyadari selama bulan puasa ini saya cukup boros. Saya agak tidak enak hati untuk
meminta uang saku tambahan kepada orang tua saya. Tetapi saya membutuhkan uang tambahan karena khawatir uang
saku yang saya miliki sekarang tidak cukup sampai minggu depan, selain itu masih banyak yang saya harus selesaikan
sebelum pulang. Akhirnya saya memberanikan diri untuk meminta uang saku tambahan sekaligus uang untuk membeli tiket
pulang. Pertama, saya utarakan keperluan saya kepada ayah saya. Awalnya ayah saya sempat keberatan dengan
permintaan saya untuk uang saku tambahan. Namun saya jelaskan kepada ayah saya kalau saya harus menyelesaikan
beberapa hal sebelum pulang dan saya membutuhkan uang saku tambahan karena saya memerlukan biaya yg cukup
banyak. Akhirnya ayah saya mengerti, tetapi karena ayah saya sedang berada di luar kota, saya disuruh menghubungi ibu
saya untuk meminta persetujuan dan meminta untuk dikirim uang. Saya menjadi agak ragu kembali, karena tentunya saya
harus meyakinkan ibu saya lagi. Dari pengalaman saya terdahulu, biasanya cukup sulit bernegosiasi dengan Ibu saya
dibandingkan dengan ayah saya. Akhirnya saya menelepon ibu saya. Kemudian saya mengutarakan kembali keinginan
saya kepada Ibu saya. Ibu saya sempat menanyai mengapa uang saku saya begitu cepat habis sampai-sampai tidak bisa
membeli tiket pulang. Cukup sulit menjelaskan alasan mengapa uang saku saya begitu cepat habis karena salah saya tidak
mencatat pengeluaran saya sehingga pengeluaran saya cukup “overcontrol” dan tidak ada pembukuan yang jelas. Saya
pun menjelaskan kalau saya butuh uang saku tambahan karena saya harus membayar laundry, memperbaiki motor,
membeli tiket pulang dan sebagainya. Kemudian ibu saya melunak sedikit dan beliau bertanya berapa uang yang saya
butuhkan. Saya mengajukan  permintaan sebanyak Rp 700.000, dan menjelaskan rinciannya. Ibu saya merasa keberatan
karena saya meminta uang terlalu banyak. Saya kemudian menurunkan permintaan saya sampai Rp 600.000 karena takut
ada keperluan mendadak yang harus saya beli. Ibu saya kemudian berkata “kalau gitu mamah harus kerja keras lagi donk,
untuk beli baju lebaran kamu”. Karena Ibu saya berkata demikian saya menjadi bingung untuk  berkata apalagi. Saya
akhirnya menyerahkan keputusannya kepada ibu saya berapapun uang yang dikirim dan saya mengatakan kepada Ibu
saya tidak apa-apa tidak ada baju lebaran yang penting saya bisa pulang. Akhirnya Ibu saya menawarkan hanya
mengirimkan Rp 500.000 dan beliau meminta saya membeli satu buah baju muslim dengan uang itu. Akhirnya saya
menerima keputusan Ibu saya.
Posisi saya adalah meminta uang saku tambahan. Kepentingan saya adalah untuk membeli tiket dan keperluan sehari-hari
serta keperluan lainnya. Orang tua saya tidak mau memberi Uang saku tambahan terlalu banyak, karena harus membagi
uang untuk membayar tiket serta membeli baju lebaran. Saya mencoba untuk memperkirakan kemungkinan uang akan
saya gunakan. Saya mencoba meminta sebanyak Rp 700.000 karena berharap sekecil-kecilnya saya bisa mendapatkan
Rp.600.000. Pada akhirnya saya hanya mendapatkan Rp 500.000. Saya bersikap akomodatif menerima hasil tersebut
karena saya tidak ingin berdebat panjang dengan Ibu saya dan saya berusaha untuk mengerti keinginan Ibu saya walaupun
saya mendapatkan negative bargaining range yaitu uang saku yang lebih sedikit dari yang saya ajukan. Taktik yang saya
gunakan pada awalnya memberi persuasive arguments tetapi karena saya menghindari perdebatan dengan ibu saya
akhirnya menggunakan taktik berunding kompensasi nonspesifik untuk memecahkan masalah.

33. MELATI D. AYUNINGTYAS


Pada hari senin yang lalu, saya mendapatkan kabar dari teman SMA saya yang mengajak bertemu untuk membicarakan
rencana anak-anak angkatan 2007 yang akan mengadakan acara buka bersama yang rencananya akan dilaksanakan
Rabu lalu. Sesampainya di kost teman saya, kami mulai membicarakan rencana buka bersama, semua data teman - teman
angkatan 2007 sudah di dapat, yang masih menjadi permasalahan tempat dilaksanakan buka bersama dan permasalahan
keuangan yang minim. Posisi teman saya saat itu adalah ingin tempat makan yang murah, mengenyangkan dan bisa
menampung orang banyak, serta bisa untuk berlama - lama nongkrong. Dan kepentinganya karena keterbatasan uang, dia
dan beberapa anak membatasi biaya yang dikeluarkan per orang adalah tidak lebih dari Rp 5000,-. Sedangkan posisi saya
pada saat itu, saya menginginkan tempat makan yang makanannya sehat dan teman - teman yang lain bisa menikmati
buka bersama dengan nyaman. Kepentingan saya saat itu saya mengingat buka bersama tahun lalu ada anak - anak yang
mengeluh karena kita makan murah namun tidak higienis, dan tempat yang kurang nyaman. Jadi saya lebih memilih untuk
menaikkan iuaran dan kita bisa makan ditempat yang nyaman.
    Karena terbatasnya waktu, kami tidak bisa mengadakan survey terlebih dahulu, untuk dapat memperkirakan biaya per
orangnya dan melihat lokasi. Maka dari itu, saya mengusulkan beberapa tempat dimana saya pernah mencoba, atau
tempat biasa saya makan. Saya mengusulkan beberapa tempat yang menurut saya murah dan nyaman, saya mengusulkan
pondok cabe,extra hot, dan warung makan banyuwangi, dan beberapa tempat lain namun teman saya keberatan karena di
tempat itu porsinya kurang mengenyangkan, terlalu jauh, atau terlalu mahal. Kemudian teman saya mengusulkan untuk
makan di daerah klebengan, tapi saya kurang setuju karena saya sering melihat daerah itu kalau siang dijadikan tempat
pengumpul sampah, jadi pasti tidak higienis. Setelah memikirkan beberapa tempat, kami tidak menemukan pemecahan dari
pencarian tempat makan. Karena beberapa tempat berbenturan dengan terbatasnya dana. Sampai akhirnya saya
mengusulkan untuk berbuka bersama di warung makan prasmanan Flamboyan. Selain tempat yang bisa digunakan untuk
tempat mengobrol meskipun terbatas waktu, karena tempat makan tutup pukul 19.00, dan kita juga harus tarawih, jadi
waktu segitu saya rasa cukup untuk mengobrol, disamping itu, makanan yang disajikan higienis dan bervariasi dan system
perhitungannya tidak tergantung dari porsi melainkan jenis masakannya, jadi kita bisa memilih makanan sesuai keuangan
kita masing - masing, sehingga dana dapat menyesuaikan. Setelah berpikir beberapa saat, teman saya akhirnya setuju
untuk mengadakan buka bersama di Flamboyan.
    Limit dalam negosiasi tersebut yaitu teman saya membatasi biaya Rp 5000,-. Sasaran teman saya, dapat makan dengan
murah, mengenyangkan dan bisa ngobrol setelah makan. Demand saya, bisa makan sehat, ditempat yang nyaman.
Dengan terbatasnya waktu, saya mengusulkan beberapa tempat yang pernah saya kunjungi,atau feability tracking akhirnya
kami memecahkan masalah dengan makan di rumah makan prasmanan Flamboyan, kita bisa memilih makan sesuai
keuangan kita masing-masing, makanan yang disediakan higienis, dan kita bisa ngobrol setelah makan, meski terbatas
waktu. Ini merupakan taktik dengan menggunakan Bridging, jadi kepentingan semua pihak dapat terpenuhi

34. NARA INDRA


Pengalaman ini saya dapatkan saat mengikuti Makrab Hindu pada hari Minggu yang lalu. Saat mengikuti kegiatan yang
berlangsung di desa Ngawen Kabupaten Gunungkidul itu saya bertugas sebagai seksi transportasi yang tugasnya antara
lain menyediakan bis serta memastikan setiap peserta dapat diangkut menuju ke tempat tujuan acara ini. Mula-mula semua
berjalan lancar, semua peserta dapat diangkut melewati perjalanan sejauh 80 km dengan selamat. Namun masalah timbul
saat bis diminta mengantarkan peserta menuju tempat ibadah yang akan dijadikan tempat acara selanjutnya. Opir bis
menolak dengan alasan bahwa hal ini tak ada dalam tugas mereka, selain itu mereka beralasan bahwa bensin bis ini telah
dijatah untuk perjalanan pulang-pergi dan mereka tak dibekali uang ekstra untuk bensin.Singkatnya posisi saya adalah bis
mengangkut peserta agar acara tetap berjalan lancar, sedangkan para sopir menolak karena itu bukan tugas mereka serta
tak ada ckup uang bensin.
Tuntutan(demand)saya selaku panitia adalah mereka mau mengantarkan peserta tanpa syarat apapun, sedangkan tuntutan
mereka adalah agar tugas mereka tak bertambah. Setelah mengetahui kesalahan ada di pihak kami, maka saya bersikap
pasif(inaction)demi menunjukkan iktikad baik dan memberi konsesi. Cara saya ternyata berhasil, mereka mau mengurangi
tuntutan itu menjadi  bersedia mengantarkan asalkan disediakan makanan untuk berbuka puasa, rokok serta uang bensin
tambahan. Hal ini saya tawar lagi dengan menyebutkan nominal tertentu untuk uang bensin yang dapat kami tanggung
karena kondisi financial panitia yang tak seberapa sehat. Ditambah lagi jarak yang akan bis tersebut tempuh tak mencapai
10 km, sehingga untuk bis yang berbahan bakar solar pastinya takkan mengurangi banyak bensin. Dari pihak mereka, para
sopir mengajukan tawaran bahwa mereka boleh meminta merk rokok yang mereka sukai. Sebelumnya saya coba
mengantisipasi kemungkinan terburuk dengan mencari alternative lain(BATNA)dengan mengatur pemberangkatan peserta
dengan kendaraan panitia atau menyuruh peserta berjalan kaki saja. Namun untunglah sopir, setelah menyepakati detil-
detilnya, bersedia mengantarkan peserta menuju tempat acara sehingga acara dapat tetap berlangsung dengan lancar.
Kesimpulannya, dengan perpaduan teknik inaction, kompromi dan pembatasan tuntutan pihak-pihak yang berunding (saya
vs sopir) dapat mencapai win-win solution

35. INDAH DWI PERMATASARI


“Memesan Travel”
            Hari Selasa kemarin, saya bersama kedua teman saya yang berasal dari kota yang sama memesan travel untuk
pulang ke Cirebon. Kami berencana untuk pulang pada tanggal 27 September malam bersama kedua teman kami yang
lainnya yang juga berasal dari kota yang sama. Karena Idul Fitri semakin dekat, maka kami sesegera mungkin untuk
memesan travel agar tidak kehabisan ticket. Karena kita semua tahu menjelang hari-hari libur panjang ini, hampir semua
ticket kendaraan untuk pulang kampung sudah banyak yang habis. Akhirnya pada hari Selasa kemarin, saya pergi ke salah
satu agen travel yang ingin saya pesan, saya memesan ticket 5 orang untuk tanggal 27 malam dan ternyata ticket untuk
tanggal 27 sudah habis dan tidak ada mobil yang diberangkatkan lagi pada tanggal itu. Kami sangat kecewa karena kami
sudah bicara pada orang tua kalau tanggal 27 sudah pulang. Akhirnya, kami pun berusaha untuk membujuk pihak travel
agar bisa mnjual ticket lagi untuk tanggal 27 itu. Mereka pun merasa tidak enak, tapi juga bingung sebaiknya bagaimana.
Sementara kami terus berusaha untuk membujuk agen travel itu.
            Dan setelah pihak travel itu merundingkan dan mempertimbangkan keinginan-keinginan kami, mereka menawarkan
solusi yaitu dengan memberangkatkan 1 mobil lagi pada tanggal 27 dengan kompensasi mobil itu harus penuh semua
dengan 8 orang pada tujuan yang sama. Kami pun mempertimbangkannya lagi, dan untuk memenuhi keinginan kami juga,
akhirnya kami menyetujui solusi itu yaitu dengan memberangkatkan 1 mobil lagi dengan memenuhi mobil itu oleh 8 orang.
Dan kami pun mengajak teman-teman kami 3 orang lagi untuk bersama-sama pulang ke Cirebon, dan mereka pun
menyetujuinya.
            Dengan deskripsi diatas, posisi saya adalah memesan travel dengan kepentingan untuk pulang ke Cirebon,
sedangkan posisi agen travel adalah pemesanan travel sudah habis dengan kepentingan tidak bisa memberangkatkan
lebih dari 2 mobil pada tanggal dan tujuan yang sama. Dan dengan berunding untuk mendapatkan solusinya, kami
menggunakan cara problem solving yaitu dengan mengorientasi kepentingan-kepentingan kami. Taktik problem solving
yang kami gunakan adalah dengan “bridging” (menjembatani), yaitu dimana kepentingan semua pihak terpenuhi sekaligus
dan peduli pada perolehan kepentingan bersama.

36. SANDRA DEWI ARIFIANI


Selama bulan puasa, saya ikut katering. Menunya lengkap dengan harga 6rb/tiap kali makan. Beberapa hari yang lalu, saya
ingin berganti nasi merah, sehingga saya bilang ibu kateringnya kalo saya pesan tanpa nasi. Ibunya pun mau menurunkan
harga jadi 5rb. Tapi saya jadi kerepotan juga, akhirnya saya coba bilang kalo saya sediakan berasnya, tapi ibunya yang
masak, jadi harganya tetap 6rb. Ternyata ibunya minta harga naik jadi 7500 karena harus masak sendiri. Saya merasa
terlalu mahal karena berasnya juga dari saya, akhirnya saya menawarkan bagaimana kalo harganya naik jadi 7500 tapi
berasnya dari ibunya. Akhirnya,kami sepakat, harganya naik, dan berasnya dari ibunya.
            Posisi saya adalah anak kos dengan kepentingan mendapat katering dengan nasi merah. Posisi ibunya adalah
pengusaha katering yang ingin harga naik sebagai imbalan ganti nasi. Taktik yang digunakan adalah problem solving, yaitu
logrolling, karena kami berdua sama-sama mengalah pada yang tidak menjadi prioritas kami. Selain itu negosiasi yang
kami lakukan termasuk positive bargaining range, dan tidak terjadi overbiding. Batas lebih kecil dari sasaran dan juga lebih
kecil dari tuntutan.

37. OLGA AUDITA A.


    Beberapa hari yang lalu, saya dan teman saya yang juga berasal dari Malang, Sheva, bertemu untuk membicarakan
rencana kepulangan kami ke Malang dalam rangka libur Idul Fitri. Saya mengatakan pada Sheva bahwa saya berencana
untuk pulang tanggal 26 September malam. Saya mengajaknya untuk pulang bersama agar saya tidak sendirian selama
perjalanan. Namun, dia mengatakan baru bisa pulang tanggal 29 September. Sheva juga butuh teman untuk pulang,
apalagi dia agak penakut untuk pulang sendirian di tengah ramainya arus mudik hari raya. Saya berpikir sebentar dan
menanyakan mengapa dia tidak bisa pulang sebelum tanggal 29 September. Dia bilang masih ada keperluan penting di
kampus pada tanggal 26 dan 27 September, sedangkan tanggal 28 September dia berencana membelikan oleh-oleh untuk
keluarganya, sehingga dia baru bisa pulang tanggal 29 September. Kebetulan saya sebelum tanggal 9 Oktober saya sudah
harus kembali ke Yogyakarta, sehingga semakin cepat saya pulang ke Malang maka semakin banyak waktu yang saya
miliki untuk berkumpul bersama keluarga. Saya tidak bisa pulang ke Malang lebih dari tanggal 28 September. Saya
memikirkan kemungkinan untuk pulang bersama teman saya yang lain kalau Sheva tetap memaksa pulang tanggal 29
September. Setelah berunding dengan Sheva, akhirnya dia setuju untuk mempercepat kepulangannya menjadi tanggal 27
September dan saya menunda kepulangan saya, dengan syarat saya yang akan menggantikannya berbelanja oleh-oleh.
Sheva akan memberikan daftar oleh-oleh yang harus dibeli dan saya yang akan berbelanja karena kebetulan tanggal 26
September saya punya waktu luang. Akhirnya kami bisa pulang bersama ke Malang tanpa mengorbankan kepentingan satu
sama lain.
    Dari negosiasi di atas bisa dilihat bahwa posisi saya adalah pulang tanggal 26 September dan kepentingan saya adalah
bisa lebih lama berkumpul dengan keluarga. Sedang posisi Sheva adalah pulang tanggal 29 September bersama saya dan
kepentingannya adalah menyelesaikan urusan di kampus, serta membeli oleh-oleh. Dalam kasus ini demand saya adalah
pulang tanggal 26 September dan demand Sheva pulang tanggal 29 September. Limit saya adalah pulang tanggal 28
September, sedang limit Sheva pulang tanggal 27 September malam. Goal saya pulang tanggal 27 September, goal Sheva
pulang tanggal 28 September. Bargaining range di sini adalah tanggal 27 September sampai tanggal 28 September.
Perundingan kali ini menggunakan strategi berunding problem solving (win-win solution) dengan taktik cost cutting (saya
yang membeli oleh-oleh untuk keluarga Sheva). Goal dan limit saya dipengaruhi BATNA (pulang dengan teman lain).

38. AMALINA LUTHFIANI 21789


Malam minggu kemarin saya dan pacar ingin pergi keluar bersama. Pada hari sabtu kami bertemu dan
membahas rencana untuk malam minggu. Saya ingin pada sore hari kita berbuka puasa bersama dan langsung makan
agar malam harinya bisa ke Malioboro Mall sedangkan dia ingin sore hari hanya berbuka makanan ringan kemudian pada
malam harinya kita pergi makan malam saja. Kepentingan saya untuk pergi ke mall karena jarang sekali kami mempunyai
waktu luang untuk jalan bersama, dan sayang jika hanya dihabiskan dengan makan malam yang menurut saya bisa
dilakukan di malam-malam hari biasa karena tidak memakan banyak waktu. Selain itu hampir setiap hari kami makan
bersama walaupun dalam waktu yang singkat, alias hanya makan lalu pulang. Saya juga sedang ingin membeli sepatu
karena sedang ada diskon di mall tersebut. Setelah mengutarakan kepentingan saya, kemudian saya bertanya dan mencari
tahu apakah dia hanya ingin makan saja atau ada kepentingan lain di balik ketidakmauannya untuk pergi ke mall. Kemudian
dia bilang bahwa dia ingin mengajak saudaranya, yang juga adalah teman baik saya yang bernama Datu untuk makan
bersama karena sudah lama kami bertiga tidak makan ataupun jalan bersama. Apalagi ternyata pacar saya sudah lama
manjanjikan untuk mentraktir makan Datu. Setelah lama berunding akhirnya kami memutuskan untuk tetap pergi dengan
mengajak Datu bersama,, tapi bukan ke malioboro mall ataupun hanya makan malam saja, tetapi kami pergi ke
Ambarukmo Plaza. Keputusan untuk akhirnya memilih Amplaz dikarenakan Amplaz dapat menjadi alternatif pilihan tempat
untuk mengakomodasi kepentingan kita masing – masing. Selain di tempat tersebut saya bisa melihat – lihat sepatu dan
kebetulan juga ada sebuah toko yang sedang mengadakan sale, di Amplaz kita juga bisa makan malam bertiga dengan
suasana yang asik di lantai atas yang berisi foodcourt . Selain itu jarak dari kos Datu ke Amplaz sangat dekat jadi bisa
menghemat waktu perjalanan setelah menjemputnya. Malam minggu tiba dan akhirnya saya, pacar dan Datu pergi ke
Amplaz. Kami makan malam di sebuah foodcourt di lantai paling atas dan kemudian turun per lantai untuk sekedar jalan –
jalan dan mencari sepatu.
Dari negosiasi dia atas kepentingan saya jelas, yaitu menghabiskan malam minggu untuk jalan dengan pacar
dan mencari sepatu, sedangkan kepentingan pacar saya adalah mengajak Datu makan malam bersama kami karena sudah
terlanjur berjanji. Posisi saya saat itu adalah pergi ke mall,sedangkan posisi pacar saya adalah makan. Taktik problem
solving mendominasi perundingan karena kami berdua menghindari terjadinya konflik mempertimbangkan hubungan antar
negosiator. Kami melakukan bridging untuk mejembatani kepentingan kedua pihak agar sama – sama terpenuhi yaitu
dengan mencari alterntif tempat yang dapat mengakomodasi kepentingan masing - masing Akhirnya perundingan dapat
dikatakan berakhir dengan hasil win – win karena kepentingan kedua belah pihak terpenuhi.

39. THEOSA DINAR SWASTININGTYAS (21596)


PINJAM MOTOR
Kemarin malam saya dan teman-teman lainnya berencana untuk berpergian ke suatu tempat pada sabtu pagi hari esok.
Setelah saya dan teman-teman diskusi menyusun siapa yang akan membonceng dan di bonceng siapa, akhirnya saya
kebagian untuk memboncengkan teman saya. ya.  Namun, setelah saya ingat kondisi motor saya yang tidak begitu nyaman
dipakai bila dipakai memboncengkan orang, saya akhirnya memutuskan untuk meminjam motor dengan  adik saya,
ternyata adik saya juga punya acara pergi makrab dengan anak kampusnya pada sabtu pagi hari esok pula. Deg-degan
juga bila saya tidak dapat meminjam motornya, akhirnya saya mencoba untuk memberikan tawaran I untuk bergantian
motor, adik saya pake motor saya dan saya pakai motor dia. Respons awal dia terhadap penawaran I saya itu, dia tolak
mengingat dia takut "kenapa-kenapa" bila pakai motor saya :p. Setelah beberapa  menit ngobrol bareng (yang saya
gunakan untuk mencari informasi kepastian jadwal keberangkatan dan alat transportasi dia dari kampus menuju tempat
makrab), akhirnya saya dapat mengetahui bahwasanya  ternyata dia  menggunakan Bus bersama-sama dengan teman-
teman lainnya  dari fakultasnya menuju tempat makrabnya di Kaliurang dan motornya itu nanti akan dia tinggal di parkiran
fakultasnya. Tanpa pikir panjang, saya langsung ajukan tawaran II saya, dimana saya menawarkan untuk pergi mengantar-
jemput dia selama jadwal makrab berlangsung dengan catatan motor dia boleh saya pinjam. Saya mencoba memberikan
alasan-alasan masuk akal agar dia mau menerima tawaran II saya, misalnya : Daripada motor dititipin di parkiran fakultas
dan ada resiko hilang mendingan motornya dibawa oleh saya, ditambah lagi ketika pulang dari makrab nanti dia resiko
kecapekan , mendingan saya jemput  saja itung-itung bisa ngurangi beban capek dia :p. dan hasilnya wow! akhirnya dia
setuju untuk meminjamkan motornya dengan catatan saya bersedia untuk mengantar dan menjemputnya.

40. FLOWERIA
Buka puasa di mana yaa..???
      Hari Kamis, kami (saya dan enam orang teman perempuan saya) memutuskan untuk berbuka puasa bersama. Selain
itu, momen ini akan kami pergunakan juga untuk melepas kepulangan salah seorang dari kami ke Jakarta malam itu.
Sebenarnya sudah jauh-jauh hari kami ingin berbuka di rumah makan “X” di Jl. Kaliurang km 7. Namun sayangnya rumah
makan tersebut telah penuh. Maka, kami memutuskan untuk berbuka di rumah makan lain yang lebih dekat karena tidak
semua dari kami membawa motor.
            Pada awalnya, memutuskan untuk makan di mana cukup memakan waktu bagi kami bertujuh. Teman saya yang
pertama mengusulkan untuk makan mie dan nasi goreng di daerah Gejayan dengan alasan harganya murah dan porsinya
banyak. Teman saya yang kedua setuju karena sudah lama tidak makan mie. Teman saya yang ketiga juga setuju karena
jarak tempat makan itu relatif dekat. Teman saya yang keempat lagi suka makan yang asin-asin. Teman saya yang kelima
saat itu justru ingin berbuka dengan martabak dan teman saya yang keenam oke-oke aja untuk makan di mana pun, begitu
pula dengan saya.
            Setelah berunding, maka saya menawarkan usul untuk berbuka puasa di daerah Gejayan tersebut. Teman saya
yang ingin makan martabak, dipersilahkan untuk tetap membelinya dan dijadikan sebagai ta’jil bersama (hidangan sebelum
berbuka). Kebetulan juga ia membawa motor dan bisa menyusul ke tempat kami berbuka setelah ia membeli ta’jil. Teman
saya yang lagi suka makan asin akhirnya juga tidak keberatan untuk makan di sana. Ia sendiri yang akan menyesuaikan
menu makanan dengan seleranya. Dan agar tidak kepenuhan lagi, saya menyarankan agar tiga orang teman saya untuk
berangkat duluan supaya bisa booking tempat, sedangkan saya pulang dulu ke kos untuk mengembalikan sepeda dan
menyusul kemudian. Karena teman saya ada yang mau pulang ke Jakarta naik kereta jam 8 malam dan agar kami bisa
“mengejar” tarawih, maka kami makan hanya sampai jam setengah 7 dan setelah itu langsung pulang.
            Berdasarkan cerita saya di atas, maka dapat dianalisis bahwa dalam berunding dengan teman-teman, saya memilih
jalan penyelesaian yang problem solving. Hal ini dapat dikatakan karena kami membicarakan kepentingan masing-masing
dan mencari solusi yang win-win. Teknik yang kami gunakan dalam memecahkan permasalahan makan di mana saat
berbuka tersebut adalah dengan teknik bridging (menjembatani). Dalam hal ini, kepentingan kami semua dapat terpenuhi
sekaligus. Bagi saya sendiri, demand saya adalah makan di rumah makan yang dekat dan murah, goal saya adalah makan
di daerah Gejayan, dan limit saya adalah makan di mana pun asalkan saya dapat “mengejar” waktu isya dan tarawih
berjamaah di masjid. Sebenarnya, jika kami gagal menemukan solusi saat itu, kami dapat mengambil langkah BATNA, yaitu
tidak jadi buka puasa bersama hari itu dan menggantinya dengan hari yang lain. Namun kami memiliki pertimbangan
khusus, yaitu karena salah satu teman kami akan pulang malam itu sehingga tidak mungkin buka puasa dilakukan lain
waktu.  

41. SEKAR SARI


Kegiatan organisasi saya ini merupakan agenda rutin tahunan dan ini merupakan yang ke-11 kalinya organisasi
saya, yaitu lomba baris-berbaris SMP dan SMA/K se-Kota Yogyakarta. Cukup rutin memang, tapi untuk yang tahun ini
‘spesial’. Ya spesial, karena tahun ini kami sekaligus memperingati Lustrum ke-3 organisasi yang saya ikuti tersebut. Untuk
itu, kami mengadakan beberapa terobosan baru, diantaranya yaitu kami ingin penyelenggaraan acara tersebut lebih
meriah. Beberapa langkah yang kita ambil untuk memeriahkan acara ini adalah dengan memberikan undangan kepada
para calon peserta jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan agar para peserta dapat mempersiapkan diri lebih matang
sehingga berani mengikuti kompetisi baris-berbaris ini. (karena pada tahun-tahun sebelumnya ada beberapa sekolah yang
tidak jadi ikut dengan alasan belum siap). Selain itu, kemeriahan acara ingin kita wujudkan dengan banyaknya sponsor
yang berpartisipasi dalam acara ini. Untuk itu, kami, tim panitia ‘ngebut’ untuk membuat surat perijinan, undangan,
sponsorship, dan sebagainya agar langkah berikutnya dapat segera dilaksanakan. Eh ternyata, ada yang ‘spesial’ lagi
tahun ini, yaitu tanda tangan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta yang pada tahun-tahun sebelumnya diperkenankan
menggunakan scan-an tanda tangan beliau, untuk tahun ini (dan mungkin tahun-tahun berikutnya) harus menggunakan
tanda tangan asli. Untuk itu, dibutuhkan waktu sekitar 3 hari sampai beberapa surat yang kita ajukan tersebut selesai
ditandatangani. Saat itu, kami akan membuat 110 undangan ke sekolah-sekolah dengan kop dan nama sekolah di-print
(bukan ditulis tangan), sebagai bentuk penghormatan kita juga kepada instansi-instansi yang kita undang yaitu dengan cara
pembuatan surat yang sebaik mungkin. Wah,,padahal di undangan ada space tanda tangan Kepala Dinas Pendidikan Kota
Yogyakarta (Bapak). Kami mempersiapkan kemungkinan-kemungkinannya; 1. Bapak menandatangai paling tidak
menandatangani 150 surat (undangan sekolah+sponsorship) dalam waktu sekitar 4 hari, karena sebelum libur lebaran
diusahakan surat sudah diterima masing-masing instansi. 2. Akhirnya diperkenankan menggunakan scan tanda tangan.
Pagi itu, kami bertemu Bapak. Kami menyampaikan keinginan kami untuk mendapat tandatangan Bapak pada 150 surat
beserta opsi-opsi seperti di atas. Demand-nya adalah mendapatkan 150 tanda tangan Bapak. Goal-nya mendapat sedikit
tandatangan tapi diperkenankan memperbanyak untuk undangan dan untuk sponsorship sebanyak 40 ditandatangani asli.
Pihak Dinas Pendidikan Kota YK tidak memperkenankan kami meminta sebanyak 150 tanda tangan karena kasihan Bapak
kalau terlampau banyak, mereka menyarankan agar surat (lengkap dengan kop) di-copy saja. Tapi kami menolak karena
nanti suratnya jadi kurang resmi, sebab kop resmi berwarna merah. Scan tanda tangan juga tidak boleh dengan alasan
supaya contolling lebih terjamin. Keputusan akhirnya adalah mendapat sebuah tanda tangan di surat undangan tidak ber-
kop, kemudian surat itu di-copy, setelah itu baru di-print kop-nya (kop menyusul), sedangkan sponsorship ditandatangani
asli semua.
            Posisi saya, tanda tangan asli 150 kali. Posisi Bapak; tanda tangan sedikit saja, paling banyak 8. Kepentingan saya;
surat cepat jadi dan kemudian disebarkan, kop-nya berwarna merah supaya resmi dan meriah. Kepentingan Bapak; surat
legal (tanda tangan asli), Bapak mengerjakan tugas lain (tidak hanya tanda tangan). Gaya berunding yang saya gunakan
termasuk kompromi, karena tuntutan kedua pihak tidak sepenuhnya terpenuhi. Walaupun begitu, turunnya tuntutan kami
tidak banyak karena kedua belah pihak mau tau permasalahan masing-masing pihak. Tidak adanya BATNA membuat kami
bertahan dalam perundingan ini, karena organisasi kami berada di bawah naungan Dinas Pendidikan. Time pressure juga
turut memengaruhi batasan dan konsesi ini, yaitu harus jadi sebelum lebaran.

42. FATIMAH MARILYN / 22249


Negosiasi yang akan saya sampaikan kali ini adalah negosiasi saya dengan orang tua saya yaitu ayah saya.
Beberapa waktu yang lalu saya menyampaikan keninginan saya untuk memiliki sepeda kepada ayah saya. Tentu saja ayah
saya menolak, karena saya telah memilki sebuah motor sebagai alat transpotasi. Namun saya beralasan bahwa dengan
menggunakan sepeda, maka saya dapat mengirit uang bensin dan selain itu menggunakan sepeda juga akan membuat
saya lebih sehat. Pada awalnya ayah saya tidak mau menuruti keinginan saya, beliau beralasan bahwa menggunakan
sepeda akan lebih berbahaya dibandingkan dengan motor, apalagi mengingat keadaan lalu lintas yogyakarta yang amat
padat dengan kendaraan bermotor. Pada awalnya saya bersikukuh pada keinginan saya dan menggunakan taktik
menyerang yaitu dengan mengganggu (annoyance) ayah saya, setiap kali ayah saya menelpon atau pulang ke rumah
(ayah saya bekerja di Jakarta dan rumah saya di Solo) saya akan terus mengatakan”sepeda..pokoknya mau sepeda!”
kepada ayah saya yang tentu saja tidak tidak digubrisnya. Setelah sekian lama melaksanakan taktik menyerang, akhirnya
saya yang kelelahan sendiri, mengingat ayah saya juga sama keras kepalanya dengan saya. Akhirnya saya memutuskan
untuk menggunakan cara lain agar bisa mendapatkan apa yang saya inginkan. Saya menyadari bahwa taktik memaksa
tidak akan menghasilkan apa-apa walaupun saya beralih ke ibu saya juga akan percuma karena pengambil keputusaan
adalah ayah saya, maka saya memutuskan untuk berunding secara damai dengan ayah saya dan berusaha memecahkan
masalah secara bersama-sama. Jika pada awalnya saya menginginkan sepeda dengan spesifikasi tertentu (merek ini
harga ini) saat ini juga, maka kemudian saya menyadari mungkin alasan ayah saya menolak keinginan saya adalah selain
alasan keselamatan juga masalah finansial, kali ini saya menurunkan demand saya yaitu sepeda yang tidak terlalu mahal
dan tidak perlu saat ini juga. Saya berusaha meyakinkan ayah saya, saya bersedia menunggu hingga ulang tahun saya
untuk mendapatkan sepeda tersebut dengan spesifikasi apa saja terserah dengan kemauan ayah saya, asalkan saya tetap
mendapatkan sepeda. Setelah berunding sejenak, pada akhirnya ayah saya memutuskan saya akan mendapatkan sepeda
pada ulang tahun saya nanti dengan spesifikasi sesuai dengan keinginan ayah saya dan dengan syarat bahwa saya hanya
boleh menggunakan sepeda ke kampus saja dan jika akan pulang terlalu sore, maka lebih baik menggunakan motor saja.
Demand saya adalah sepeda dengan spesifikasi tertentu saat ini juga, sementara goal saya adalah sepeda terserah
dengan kemauan ayah saya saat ulang tahun saya, sementara limit saya adalah sepeda bekas sekalipun dengan batas
waktu tak terhingga. BATNA yang sempat terpikirkan oleh saya adalah menabung sendiri dengan uang jajan saya untuk
membeli sepeda.

43. PARADHIKA GALIH


Negosiasi ini berlangsung antara saya dan teman saya mengenai tanggal pulang kampung ke Malang. Kami
sepakat untuk balik bareng dengan menggunakan travel. Tanggal pertama yang saya ajukan adalah pulang tanggal 25
karena tanggal 27 saya sudah ada acara buka bersama di Malang. Ia menawarkan tanggal 26 karena saat itu semua
tugasnya di Yogya sudah selesai. Akhirnya saya setuju untuk mengambil tanggal 26 malam dan sampai tanggal 27 pagi.
Kepentingan saya masih terpenuhi (buka puasa bersama pada 27 sore) dan kepentingannya terpenuhi (tugas-tugas di
Yogya telah selesai semua).
Analisis
Pertama dilihat dari prioritas kepentingan
Saya:1. Buka bersama tanggal 27
2. Pulang bersama teman satu kota
Teman saya: 1. Pulang setelah tugasnya selesai
2. Pulang bersama teman satu kota
Pada awalnya saya menawarkan tanggal 25 yang merupakan Demand saya. Goal saya perkirakan tanggal 26.
Sedangkan Limit atau batas saya yaitu tanggal 27 pagi, karena saya perkirakan akan sampai pada 27 sore dan masih
sempat untuk ikut buka bersama. Batna yang saya miliki adalah saya pulang sendiri tanpa bersama teman saya. Saya tidak
tahu batas-batas teman saya tetapi kami berdua menggunakan “alasan logis” dari tipe contended untuk memperkuat
argumen kami.

Ternyata penawaran yang diajukan teman saya sesuai dengan goal saya dan masih belum mencapai batas minimal
yang saya tetapkan. Dalam negosiasi ini kedua pihak dalam posisi win-win karena tidak ada pihak yang harus
mengorbankan salah satu kepentingannya, bahkan semua kepentingan kami terpenuhi

44. BENEDIKTUS PRIYO PRATOMO


      Suatu hari, saya sedang bersantai di kost saya. Dan tiba-tiba teman kost saya mengetuk pintu kamar saya,dan saya
pun langsung terlonjak kaget. Saya membukakan pintu, dan bertanya ada apa gerangan dia mencari saya. Lalu dia bilang,
ingin meminjam sepeda motor saya untuk pergi kuliah, dengan alasan, motor dia sedang rusak, tidak bisa dihidupkan.
Ketika itu, saya juga akan kuliah, walaupun tidak terlalu terburu-buru, karena masuknya masih lumayan lama, sekitar satu
setengah jam lagi. Sebenarnya saya bukan orang yang  pelit, namun ketika itu entah mengapa, saya sangat berat hati
meminjamkan sepeda motor saya, apalagi dia ingin meminjam sepeda motor saya agak lama, yaitu sekitar 1 jam, yaitu
selama dia kuliah. Saya sangat keberatan, jika dia meminjam sepeda motor saya selama itu, maka saya tawarkan opsi
sebagai berikut, saya antar dia ke kampusnya. Namun dia tetap tidak mau, dia bersikukuh meminjam sepeda motor saya
sendiri. Saling bujuk membujuk pun terjadi cukup lama, sehingga waktu dia untuk kuliah dia semakin mepet, begitu pula
dengan saya. Pada akhirnya, saya mengantar dia ke kampusnya, karena dia sudah hampir terlambat, dan saya langsung
pergi ke kampus saya.
      Pada negosiasi tersebut, posisi saya adalah mengantar dia ke kampusnya, dan posisi dia adalah meminjam sepeda
motor saya. Kepentingan saya adalah tidak ingin dipinjam lama-lama, dan kepentingan dia adalah memakai sepeda motor
saya sebelum dan sesudah dia kuliah. Saya menggunakan taktik time pressure, yaitu ketika makin lama bernegosiasi,
sengaja saya ulur-ulur agar waktu dia kuliah semakin mepet. Dan pada akhirnya hasilnya, win-lose untuk saya. Di negosiasi
tersebut, terlihat bahwa teman saya memiliki demand  : meminjam motor saya dalam waktu yang cukup lama, goal :
meminjam motor saya untuk kuliah, dan limitnya : tidak saya pinjamkan motornya, tapi saya antar ke kampus.

45. NILA PUTRI PERDANA


                Negosiasi minggu ini berawal dari keinginan saya untuk meminta tambahan supply uang bulanan kepada
orangtua. Sebenarnya uang bulanan yang dikirimkan oleh orangtua saya tiap bulannya sudah lebih dari cukup. Namun
entah mengapa bulan September ini merupakan bulan ‘kebangkrutan’ bagi saya. Pasalnya selama liburan bulan lalu saya
banyak mengeluarkan uang untuk kebutuhan-kebutuhan yang kurang penting. Alhasil di bulan ini saya harus benar-benar
berhemat dan menunggu momentum pertengahan bulan untuk meminta tambahan uang jajan kepada orangtua. Saya
beralasan bahwa pengeluaran saya banyak terkonsentrasi untuk acara-acara buka puasa bersama teman dan kopian buku
kuliah yang menumpuk. Pada negosiasi awal Ibu saya menawarkan tambahan uang jajan sebesar Rp. 300.000, sedangkan
limit saya paling tidak Rp.500.000. Merasa kurang setuju saya memberikan alasan lain bahwa sebenarnya saya juga
membeli sepatu dan tas baru yang memang telah saya targetkan untuk dibeli bulan ini. Ibu saya awalnya kurang setuju,
karena saya dianggap terlalu boros dan beliau sangat yakin bahwa sebenarnya limit tabungan saya masih cukup untuk hari
kemudian Ibu saya menanyakan berapa tambahan yang saya inginkan. Saya utarakan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut. Merasa kesal, saya lancarkan taktik harassment dan sengaja saya tidak mengangkat telpon-telpon dari beliau dan
tidak membalas sms-sms nya. Ternyata taktik ini cukup berhasil dan 2 sebesar Rp.850.000. Ibu saya tidak setuju dan
beliau menyanggupi jika Rp. 750.000 saja dan menyatakan ‘take it or leave it’. Akhirnya saya menyetujui dan berhasil
mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 250.000..
                Tipe negosiasi yang terjadi yaitu bargainning. Posisi saya yaitu ingin mendapatkan tambahan uang jajan dan
kepentingan saya yaitu ingin menambah saldo tabungan dan membeli sepatu serta tas baru. Strategi  yang saya
pergunakan yaitu contending, dengan melancarkan taktik persuasive argument yang ternyata tidak cukup berhasil. Taktik
selanjutnya, mau tidak mau yaitu harassment dan annoyance. Sedangkan taktik yang dipergunakan oleh ibu saya yaitu
positional commitment. Demand saya sebesar Rp 850.000; Goal saya sebesar Rp.500.000 keatas; dan limit sebesar Rp.
500.000. Demand Ibu sebesar Rp.300.000 dan limit sebesar Rp. 750.000. termasuk dalam positive bargainning range,
antara Rp.500.000-Rp.750.000. Dengan titik kesepakatan di penawaran Rp.750.000.

46. FARIZ GHADATI


      Rabu siang saya dan teman saya ke pasar Bringharjo untuk membeli taplak meja makan bermotif batik untuk dikirim ke
orang tua saya di Medan. Sebelum memutuskan membeli saya terlebih dahulu mencari informasi tentang kisaran harga
taplak meja tersebut berhubung saya sama sekali tidak pernah membelinya. Akhirnya beberapa toko kami masukin dan
menanyakan harga satu taplak meja bermotif batik untuk meja makan bulat dengan 6 kursi. Ternyata harga satu taplak
meja tersebut berkisar 60-90 ribu rupiah. Saya memiliki dana berkisar 65 ribu untuk satu taplak meja dan berharap bisa
mendapatkannya dengan harga 60 ribu untuk satu buahnya. Setelah mendapatkan informasi tersebut kami langsung ke
toko dan mengemukakan keinginan saya ingin membeli taplak meja. Kemudian saya menanyakan harganya kepada
penjual. Penawaran pertama penjual mematok harga untuk satu buah taplak meja yaitu 110 ribu. Tentu saja itu terlalu
diatas limit dana yang saya miliki. Kemudian saya menawarkan dengan harga 55 ribu untuk satu buahnya dan saya akan
membeli dua buah. Penjual belum mau melepaskan dengan harga sebesar itu, dan menawarkan 80 ribu untuk satu
buahnya. Kemudian saya mengatakan bahwa di toko lain teman saya bisa mendapatkannya dengan harga 60 ribu rupiah.
Akhirnya saya kembali menawarkan dengan harga 60 ribu rupiah setiap buahnya dengan kompensasi saya akan membeli
tiga buah apabila bisa deal diharga itu, saya berpikir ia akan mendapatkan untung yang lebih besar karena saya jadinya
membeli tiga dan saya mendapatkan taplak meja dengan harga yang saya targetkan, sehingga tidak ada yang merasa
dirugikan dan sama-sama menang/untung, walaupun saya harus berkorban untuk mengeluarkan uang lebih untuk membeli
tambahan satu buah, tapi itu tidak menjadi masalah karena satu buah lagi bisa saya berikan kepada nenek saya. Akhirnya
ia sepakat dengan harga 60 ribu rupiah setiap buahnya apabila saya membeli tiga buah.
      Dilihat dari kasus tadi, dapat dilihat kedua perunding berusaha memecahkan masalah dengan mencari tahu
kepentingan masing-masing. Saya menginginkan harga 60 ribu untuk satu buah taplak meja, dan penjual menginginkan
keuntungan dari penjualannya. Demand saya yaitu satu taplak meja dengan harga Rp. 55.000, goal saya yaitu Rp. 60.000
mengingat informasi yang telah saya dapatkan dari toko-toko lain (feasibility-tacking), dan limit yang saya miliki yaitu Rp.
65.000. Sedangkan demand penjual diharga Rp. 100.000, limit pedagang Rp.60.000 (dilihat dari feasibility-tracking). Harga
akhir yang disepakti yaitu Rp. 60.000

47. BERNADETA FIRSTIANA


      Hari minggu kemarin, orang tua saya yang berada di Magelang mempunyai rencana untuk menengok saya di
Jogjakarta. Saya juga sudah tidak sabar ingin bertemu karena uang saku untuk bulan ini sudah habis, padahal tanggal
masih menunjukkan angka belasan. Uang saku bulan September memang lebih banyak digunakan untuk membeli buku
untuk semester 3, dan uang yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Maka dari itu, tujuan orang tua saya datang ke Jogjakarta
selain menengok saya adalah memberi uang saku tambahan dan membawa makanan kecil/camilan untuk di kos. Hari
Sabtu malam saya menelpon Ibu dan menanyakan apakah besok jadi ke Jogjakarta. Ibu masih mengiyakan. Esok harinya,
sepulang dari Gereja sekitar pukul 9 pagi, saya menelpon Ibu untuk menanyakan jam berapa berangkat ke Jogjakarta dan
Ibu berkata bahwa akan berangkat dari Magelang jam 11 siang, kira-kira sampai di Jogjakarta pukul 12 siang. Saya
menanti dan menanti, pukul 12 sudah lewat sejak 45 menit yang lalu tetapi keluarga saya tak kunjung tiba. Merasa
khawatir, saya menelpon Ibu untuk jaga-jaga. Apa yang dikatakan Ibu membuat saya terkejut, ternyata keluarga saya tidak
jadi ke Jogja, tetapi malah pergi dengan kakek saya ke Pakem untuk mengunjungi sanak saudara. Lalu saya protes ke Ibu
dan bertanya tentang alasan mengapa tidak datang ke Jogja. Ternyata karena kakek rindu dengan kakaknya yang tinggal
di Pakem. Saya sempat berargumen dengan Ibu tentang hal ini. Tetapi toh akhirnya saya yang mengalah untuk
menghindari pertengkaran dengan Ibu. Untuk masalah uang saku, akan langsung ditransfer ke rekening saya, tetapi untuk
masalah camilan tidak bisa diharapkan lagi, kecuali membeli sendiri.  
Dari negosiasi di atas, saya menggunakan gaya negosiasi akomodasi karena saya lebih memilih mengalah daripada
mencari masalah dengan Ibu. Saya mengambil withdrawal/mundur dengan menghentikan perundingan dengan ibu dengan
mengejar kepentingan saya dengan cara lain, yaitu uang saku dikirimkan melalui transfer ke rekening bank.

48. BHASMARA PRAMUDITA (21587) 


Kira-kira sudah 2 bulan laptop saya rusak. Ketika beberapa hari lalu orangtua saya pulang ke Jogja, saya tidak menyiakan-
menyiakan kesempatan tersebut untuk memberitahu mereka tentang hal itu. Saya pun kemudian melakukan pembicaraan
dengan ayah saya. Pada awalnya (karena alasan coba-coba) saya mengutarakan permintaan agar laptop tersebut diganti
dengan yang baru (kemungkinan besar membeli laptop baru dengan cara tukar-tambah). Namun sebenarnya saya tidak
bersikukuh dengan keinginan tersebut, karena pada dasarnya perbaikan saja sudah cukup. Ayah saya kemudian
menyatakan keberatan dengan permintaan yang pertama, dan mengusulkan agar laptop itu diperbaiki saja. Hal tersebut
dikarenakan orangtua saya telah melakukan pengeluaran yang cukup besar untuk keperluan tertentu pada bulan
sebelumnya. Mengetahui hal tersebut, saya kemudian menurunkan tawaran/keinginan saya sehingga pada akhirnya
disepakati bahwa laptop tersebut akan diperbaiki saja.
Dalam contoh kasus diatas, dapat dipetakan demand, goal, dan limit dari masing-masing pihak sebagai berikut:

  SAYA AYAH

Demand Beli laptop baru (dengan tukar-tambah) Laptop diperbaiki


Goal Laptop diperbaiki Laptop diperbaiki

Limit Laptop diperbaiki Laptop diperbaiki

 
Untuk pihak lawan (ayah) terdapat kondisi dimana demand = goal = limit, karena adanya faktor kondisi dan situasi yang
tidak memungkinkan serta keterbatasan à baru saja melakukan pengeluaran yang cukup besar.
Sementara untuk pihak pertama (saya) terjadi kondisi dimana goal = limit, karena adanya pertimbangan serta pengaruh dari
beberapa faktor yaitu:
 Perceived cost of failure à adanya estimasi tentang kerugian yang akan ditanggung apabila perundingan tidak
mencapai kesepakatan. Karena secara tidak langsung, ayah saya tampak seperti mengeluarkan positional
commitment-nya dengan tawarannya. Jadi, daripada tetap bersikukuh pada tuntutan pertama (beli baru) yang
kemungkinan besar tidak akan menghasilkan apa-apa lebih baik menurunkan posisi atau tawaran sehingga
sedemikian rupa goal menjadi sama dengan limit (yaitu perbaikan laptop). Dengan demikian dapat tercapai titik
temu antara pihak pertama dengan lawan yang menghasilkan sebuah kesepakatan.
 Principles à mempertimbangkan prinsip-prinsip mengenai kelayakan dan keadilan. Mengetahui kondisi orangtua
yang memang tidak memungkinkan untuk mengakomodir tuntutan awal maka kemudian saya menempatkan
sasaran dan batasan pada posisi yang tidak terlalu tinggi, sehingga pada akhirnya goal dapat sama dengan limit
(saya pun tidak akan rugi jika goal tidak lebih tinggi dari limit).
Kesepakatan yang dicapai dalam perundingan diatas merupakan sebuah hasil yang win-win solution, karena pada akhirnya
kepentingan kedua belah pihak dapat terpenuhi. Keinginan pihak pertama telah terpenuhi (walaupun posisi awalnya tidak)
sementara keinginan pihak lawan pun terakomodir. Sehingga dapat dikatakan bahwa perundingan tersebut adalah
perundingan yang problem solving.

49. (PRIVATE)

50. RAKHMAWATI ENDAH PRAVITASARI (VITA)


      Dua hari yang lalu saya menelepon orang tua saya dan menyatakan keinginan saya untuk pindah kos bulan ini. Hal ini
karena saya merasa keberatan dengan peraturan baru kos saya yang mengharuskan setiap anak di kos bagian barat untuk
membayar listriknya sendiri ke bank. Walaupun bergiliran, saya tetap merasa berat karena dengan kegiatan saya yang
padat (kuliah, les dan panitia berbagai acara) saya tidak mungkin menambah satu agenda lagi, yaitu membayar listrik ke
bank dengan segala tetek-bengek pembayaran yang cukup menyita waktu. Oleh karenanya, saya kemudian menelepon
mama saya untuk negosiasi yang pertama. Mama saya menjadi target negosiasi pertama saya karena dia most likely
sangat ‘keras’ untuk diajak bertukar pikiran dan karena kemungkinan besar alasan dari kegagalan saya pindah kos adalah
mama saya yang tidak suka akan ide ‘changing your plans whenever you want’. Benar saja, ketika saya nego (lebih
tepatnya ‘mengamuk’) dengan beliau, hasil yang didapat adalah nol besar karena beliau tidak suka saya pindah kos bulan
ini. Alasan lain adalah karena beliau belum tahu seperti apa kosan baru sayalah, anak-anaknya seperti apalah, dan seribu
alasan lain.
      Otak saya pun berputar untuk menelepon ayah saya keesokan harinya (as he always plays his ‘Good Cop’ role really
well). Kali ini tanpa saya ‘mengamuk’, saya bisa bernapas lega karena beliau sama sekali tidak keberatan dengan saya
pindah kos asalkan saya bisa jaga diri. Tapi, tidak jika bulan ini. Mengetahui hal itu, saya menjalankan taktik expanding the
pie dengan mengajukan ide untuk pindah setelah lebaran (Oktober). Mereka pun bisa menerima hal itu dengan lapang
dada tanpa harus mengelus dada akan keinginan anaknya ini. Dalam kasus ini, saya memilih untuk memisahkan pelaku
negosiasi (mama dulu baru ayah saya) ketimbang bersamaan pada hari itu karena saya pikir tujuan saya akan terakomodir
lebih baik jika berunding satu-satu. Selain itu, gaya berunding yang contending dulu baru problem-solving, saya rasa sangat
efektif untuk menghadapi orangtua saya. Walaupun pada akhirnya saya harus tetap membayar listrik bulan ini, tapi saya
tetap puas karena paling tidak, saya tidak harus melakukannya sepanjang hayat perkuliahan saya.

51. GRETTA PRISAWIDY


Minggu ini saya bermaksud memfotokopi tiga buku dan ternyata tempat fotokopi yang saya datangi tersebut penuh
dengan antrian buku-buku yang menunggu untuk dicopy juga. Saya kaget ketika karyawan fotokopi tersebut mengatakan
bahwa buku-buku saya akan selesai dicopy empat hari lagi mengingat salah satu dari buku tersebut adalah titipan dari
teman saya yang esok hari akan digunakan untuk tutorial dan dia sangat membutuhkannya. Saya merasa tidak enak hati
jika sampai membuat teman saya kecewa. Kemudian kami (saya dan karyawan fotokopi) berunding. Saya ingin buku-buku
tersebut selesai dicopy esok hari tapi dalam hati saya berharap minimal buku teman saya akan jadi besok sebelum pukul
10.00 agar bisa digunakan untuk tutorial, sedangkan buku yang lain tidak masalah bagi saya jika harus selesai empat hari
lagi karena saya membutuhkan buku-buku tersebut untuk mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan tujuh hari lagi. Jika
buku teman saya akan jadi setelah pukul 10.00 besok hari, saya lebih baik mencari tempat fotokopi lain yang lebih sepi
pesanan dan bisa menyelesaikannya sebelum pukul 10.00. Awalnya ia (karyawan fotokopi) mengatakan buku-buku
tersebut akan selesai tiga hari lagi, lalu saya meminta satu buku saja untuk diselesaikan besok sebelum jam 10.00 dan
akhirnya kami mencapai kesepakatan satu buku tersebut akan selesai esok hari sebelum pukul 10.00 sedangkan dua buku
yang lainnya akan diselesaikan empat hari lagi.
Dalam hal ini, demand saya adalah ketiga buku selesai dalam satu hari. Goal saya adalah satu buku akan selesai besok
sebelum pukul 10.00 dan limit saya adalah satu buku teman saya akan selesai setelah pukul 10.00 esok hari. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dalam kasus ini saya berhasil mencapai goal yang saya inginkan.

52. TOMY NANDA


Negosiasi ini saya lakukan beberapa hari yang lalu dengan teman saya saat hendak memesan tiket bus untuk mudik
lebaran. Sebelumnya saya sudah memesan tiket untuk hari Jumat tanggal 26 September dengan nomor kursi 11 menuju
Lampung, kemudian dia menghubungi saya dan mengatakan bahwa ia sudah memesan tiket bus yang sama untuk hari
Kamis tanggal 25 September dengan nomor kursi 17. Setelah mendengar bahwa dia akan berangkat tanggal 25, maka
saya memutuskan untuk memindahkan jadwal keberangkatan saya sama dengannya. Selanjutnya saya menghubungi
pihak pemesanan tiket bus tersebut dan meminta untuk memindahkan jadwal keberangkatan saya tanggal 25 dan saya
meminta kursi nomor 18 bila masih kosong. Namun yang masih kosong hanya nomor 1 dan 2. Sayapun menghubunginya
dan memberitahukannya bahwa saya sudah memindahkan jadwal keberangkatan saya tanggal 25 bus yang sama
dengannya, namun permasalahannya ialah bahwa nomor kursi kami tidak bersebelahan (tidak satu kursi). Saya
menawarkan kepadanya untuk pindah ke nomor 1, karena saya duduk di kursi nomor 2, namun di menolaknya dengan
alasan tidak ingin duduk di deretan kursi bagian depan, dan dia menambahkan bahwa ia lebih nyaman duduk di deretan
kursi bagian tengah atau belakang namun tidak terlalu belakang. Sayapun menggunakan taktik berunding contending
dengan mengemukakan kepadanya kelebihan opsi yang saya tawarkan, yaitu : kami bisa lebih leluasa karena sangat dekat
dengan sopir bus untuk menanyakan beberapa hal mengenai waktu, arah dan lain-lainnya selama perjalanan, selain itu
kursi 1 dan 2 lebih luas dengan indikasi tidak ada kursi di depan kami yang akan mempersempit ruang gerak kami saat
duduk (saat penumpang tidur, mereka lebih memilih menurunkan bagian punggung kursi mereka yang berarti
mempersempit tempat kami duduk). Setelah dia mendengar kelebihan opsi yang saya tawarkan, dia menolaknya. Sayapun
mencoba cara lainnya yaitu dengan mengatakan bahwa saya akan membantunya mengangkat barang bawaanya bila dia
bersedia duduk di kursi nomor 1, cara ini dinamakan akomodasi spesifik. Dia juga menolaknya. Akhirnya tawaran saya
tersebut selalu ditolak, maka hasil dari negosiasi kami di atas adalah dia tidak menerima tawaran saya untuk duduk di kursi
nomor 1.
53. PRISCHA RETNO N
Hari Selasa kemarin seorang teman saya minta ditemani untuk makan siang bersama setelah kelas Perpol. Karena belum
makan siang saya menyetujui ajakan teman saya tersebut. Akhirnya, kami memutuskan untuk makan di KFC, tugas kuliah
yang semakin banyak dan jarangnya intensitas bertemu membuat kami asik mengobrol. Tak disangka waktu telah
menunjukkan pukul 18.30 karena sudah malam tidak ada bis yang lewat lagi. Kami memutuskan untuk naik becak kembali
ke kost meskipun harus membayar lebih mahal keselamatan kami lebih penting. Setelah berkeliling kami memilih tukang
becak yang akan kami gunakan, saya dan teman saya bernegosiasi terlebih dahulu untuk memutuskan berapa harga yang
mau kami bayar untuk tukang becak tersebut.  Kami berdua sepakat untuk memberi batasan minimal Rp 10000,- dan
tujuannya Rp 12500,- dan maksimal kami sepakat untuk membayar Rp 15000,-. Setelah sepakat kami maju untuk
bernegosiasi dengan tukang becak yang sudah kami incar.
Bapak becak tersebut menyerahkan pada kami mau membayar beberapa. Setelah melalui negosiasi yang cukup alot
bapaknya setuju kami membayar Rp 12500,- Tujuan kami tercapai, ho3

Demand: biaya becak 10000 IDR


Goal: biaya becak 12500 IDR
Limit: biaya becak 15000 IDR

54. YULIANA PUTRI ANGGRAINI / 21631


 Negosiasi saya edisi minggu ini adalah negosiasi pada waktu saya membeli tas di salah satu penjual baju dan tas sisa
ekspor di Jogja. Awalnya saya berniat membeli kemeja untuk kuliah, namun karena di tempat itu ada tas-tas kuno yang
masih lumayan bagus maka saya mengalihkan perburuan untuk membeli tas. Saya langsung memusatkan perhatian pada
salah satu tas berwarna putih yang berada di sudut toko, lalu saya bertanya kepada mbak penjaga toko, dan ternyata harga
yang ditawarkan kepada saya adalah 35 ribu. Melihat isi dompet saya yang mulai menipis untuk hidup sebagai anak kos di
Jogja sampai hari Sabtu, maka saya memberi batasan seharga 25 ribu untuk tas yang saya incar tersebut agar tidak terlalu
membebani pengeluaran saya minggu ini. Tawaran pertama saya adalah 10 ribu, mulanya ditolak, tawaran kedua 15 ribu,
ditolak juga. Lalu mbak penjaga toko menyebut nominal 22.500  sebagai harga pasnya. Walaupun sudah berada di bawah
batas paling maksimal saya, namun saya tetap saja ingin harga yang lebih murah daripada itu. Karena menurut
pengalaman teman saya yang pernah membeli barang tersebut, dihargai paling mahal 20 ribu. Itupun barang yang masih
bagus dan bermerk, dengan berpegang pada pengalaman teman saya itu, maka saya mengatakan kepada penjualnya
kalau di toko lain, barang seperti itu hanya dihargai 10-15ribu saja, dan saya mengancam pula akan beralih untuk mencari
tas di toko lain yang lebih murah.
Setelah mendengar gertak sambel saya, si mbak penjaga toko mengajukan harga baru yang lebih murah dari
sebelumnya yaitu 20 ribu, dan tidak bisa turun lagi katanya. Sekali lagi saya menawar harga 17.500 tapi mbaknya tetap
tidak mau, sehingga saya akhirnya membayar 20 ribu karena saya sangat menginginkan tas itu.
Dari ilustrasi di atas, maka dapat dianalisa bahwa demand saya adalah 10 ribu walaupun ada penawaran
selanjutnya yaitu 15 ribu dan 17.500. Limit saya batasi tidak lebih dari 25 ribu, dan akhirnya goals saya berada pada harga
20 ribu. Demand dari penjual tas adalah 30 ribu, goals sebesar 22.500 dan limitnya adalah 20 ribu. Taktik negosiasi yang
saya gunakan adalah taktik mengancam akan mencari penjual yang lain, dalam negosiasi saya mengancam akan mencari
BATNA. Namun sebelum hal itu saya lakukan, lawan negosiasi saya sudah menurunkan penawarannya. Sehingga secara
batiniah, negosiasi yang saya lakukan sudah berhasil karena saya mendapatkan barang dengan harga di bawah batasan
yang telah saya tetapkan sebelumnya.

55. WAHYUNINGSIH/21557 
      Rabu siang, saya pergi ke jalan mataram untuk membelikan sepatu pesanan teman - teman saya. Teman saya bilang
bahwa harga sepatu yang akan kami beli berkisar Rp 30000. Berbekal informasi itu saya optimis untuk mendapatkan
sepatu itu dengan harga 30 rb.
      Ketika telah berada si toko sepatu, saya melancarkan aksi tawar menawar dengan si penjual. Penjual menawarkan
harga pertama dengan harga 48 rb. Wah mahal sekali penawaran si penjual. Saya jadi ragu bisa mendapatkan harga 30 rb.
Namun berbekal nekat, tawaran pertama saya 25 rb. Saya berusaha meyakinkan penjual bahwa saya akan membeli 4
pasang sepatu. Tawaran saya di mentahkan oleh si penjual, alasannya terlalu murah. Saya terus bertahan dengan harga
25 rb, si penjual akhirnya menurunkan harganya menjadi 42 rb. Wah tetap tinggi harga yang diberikan oleh si penjual.
Teman saya mengatakan bahwa kalau bisa 4 pasang sepatu didapat dengan harga 110 rb. Harga yang diberikan penjual
masih sangat jauh dari target yang ingin kami capai. Saya menaikkan tawaran menjadi 30 rb. Saya kekeuh dengan harga
30 rb, penjual menurunkan harga menjadi 40 rb. Perdebatan penawaran ini sangat lama, saya berusaha meyakinkan
penjual saya membeli banyak 4 pasang. Eh penjualnya bilang kalo 4 mah masih sedikit. Namun saya tidak patah
semangat, harga 30 rb harus saya dapatkan. Penjual menurunkan lagi harga menjadi 38 rb. Penjual memberikan berbagai
macam alasan bahwa harga 38 rb merupakan harga pas. Tidak bisa lagi diturunkan.
      Saya menaikkan lagi menjadi 35 rb. Namun tidak kunjung ada kesepakatan. Akhirnya si penjual memberikan
penawaran, 150 rb untuk 4 pasang. Harga dikurangi 2 rb dari penawaran sebelumnya. Saya merasa penawaran ini
merupakan penawaran terakhir dari si penjual. Jika saya tidak mengambilnya maka kemungkinan di toko sebelah harga
yang diberikan lebih tinggi. Akhirnya setelah menimbang - nimbang akhirnya tercapai kesepakatan harga 4 pasang sepatu
150 rb, berarti harga satuannya 37500. tidak terlalu melenceng jauh dari target utama kami, karena kami menginginkan
harga sepatu berkisar 30 ribuan, 37500 kan masih berada dalam range 30 ribuan.
      Dalam kasus di atas, demand saya adalah mendapat sepatu dengan harga 30 rb. Penawaran terendah yang saya
ajukan adalah 25 rb. Namun sebenarnya goal yang ingin saya capai adalah harga yang wajar bagi saya dan bagi penjual
sekitar 35 rb-an, karena sebelumnya saya belum tahu harga sesungguhnya. Informasi yang saya dapat dari teman - teman
hanya perkiraan harga saja. Pertimbangan saya menyanggupi kesepakatan harga dengan penjual salah satunya adalah
possitional commitment. Jika tidak sampai kesepakatan itu, maka saya harus memulai penawaran dari awal lagi di toko
lainnya, serta belum tentu saya mendapatkan harga yang sama. Karena biasanya toko - toko itu memiliki benang merah
harga yang hampir sama. Penjualnya juga pasti mengetahui saya telah memberikan penawaran di toko sebelumnya,
kesepakatan harga akan semakin sulit di capai karena penjual memiliki posisi tawar yang tinggi di bandingkan saya.

56. MARIA PATRICYA


Minggu ini ada seorang teman di kosan yang baru saja diwisuda. Dia berasal dari Medan dan akan kembali ke kota asalnya
minggu ini juga, karena alasan ini ia akan menjual barang-barang di kamarnya yang tak dapat dibawa pulang. Dan
kebetulan saya sedang ingin membeli rice cooker karena menurut perhitungan saya, bila saya dapat memasak nasi akan
lebih murah dibandingkan membeli nasi di luar. Jadi posisi saya ialah rice cooker, kepentingan saya berhemat. Dan posisi
mbak kos saya ialah uang, dengan kepentingan kepraktisan membawa barangnya pulang.
      Sebenarnya saya telah melakukan survei di beberapa tempat perbelanjaan (feasibility tracking). Dan menurut survei
saya, rice cooker dengan merk Cosmos di Carrefour seharga Rp190.000,00 sementara rice cooker dengan merk yang
sama di Progo seharga Rp.170.000,00. Ini sekaligus menjadi gambaran bagi saya untuk membeli rice cooker, saya
menetapkan limit Rp.150.000,00 dengan pertimbangan rice cooker ini telah lama dipakai. Demand saya ialah Rp.75.000,00.
dengan harapan nantinya harga yang disepakati (goal) ialah Rp.100.000 sementara harga awal yang ditetapkan mbak kos
Rp.150.000,00 dengan alasan rice cooker ini baru dipakai 3 bulan.
      Sementara tawar menawar terus berlangsung akhirnya saya mengajukan usul akan membantu untuk packing barang-
barang mbak kos, termasuk mencarikan kardus untuk tempat barang-barang. Akhirnya, strategi expanding the pie ini
berhasil. Mbak kos menyetujui harga rice cooker-nya menjadi Rp.100.000,00. Hasilnya saya berhasil menghemat sampai
Rp.70.000,00. Sementara mbak kos dapat mengurangi jumlah barangnya dan mendapat bantuan untuk mengepak barang.

57. PIJAR RAMADHANI


Sejak kuliah di Jogja, saya dan ayah saya memutuskan untuk membeli handphone CDMA untuk memudahkan komunikasi
dan meringankan biaya pulsa telepon. Awalnya handphone tersebut digunakan hanya antara saya dan keluarga saja.
Namun akhir-akhir ini saya menggunakannya untuk menelepon teman-teman dan lainnya. Otomatis pulsa telepon akan
lebih besar daripada sebelumnya. Kemarin ayah saya menelepon dan mengomel karena tagihan telepon CDMA saya bulan
ini membengkak sampai 4x lipat. Ayah saya betul-betul tidak suka dengan keborosan yang telah saya lakukan. Beliau
mengatakan bahwa biaya tagihan itu sebenarnya bisa digunakan untuk keperluan lainnya yang lebih mendesak.
Sebelumnya seluruh tagihan ditanggung oleh ayah saya dan kini ayah saya menyuruh saya untuk membayar tagihan itu
sendiri. Saya kaget, sedih dan kecewa karena impian saya untuk membeli jaket baru sirna sudah. Jika saya membayar
tagihan sendiri, maka uang saya akan ludes dan tidak bisa membeli jaket baru. Kemudian saya menjelaskan kepada ayah
saya tentang mengapa tagihan telepon membengkak dan merayu ayah saya sehingga saya mendapat keringanan
membayar tagihan.
      Melihat kasus di atas demand saya adalah (meminta maaf atas kelalaian) kemudian berharap ayah saya membayar
tagihan tersebut. Bukannya tidak bertanggungjawab, tapi mengingat kondisi keuangan saya, maka saya akan sangat
keberatan kalau harus membayar tagihan itu sendiri. Sembari memutar otak untuk mencari aliran dana yang lain, akhirnya
saya memakai BATNA yaitu dengan meminta kepada ibu uang tambahan untuk membeli jaket baru dan jika nantinya saya
kepepet, mungkin saya akan mencoba merayu pacar untuk membelikan jaket baru. Hohoho. Hasil akhir dari perundingan
ini, saya tetap membayar tagihan handphone CDMA sendiri sesuai dengan tuntutan ayah saya,  namun saya tetap dapat
membeli jaket baru. Berdasarkan hasil yang didapat maka perundingan dapat digolongkan menjadi problem solving.

58. ELYZABETH B. NASUTION


      Kamis malam kemarin, 18 September 2008, selesai latihan paduan suara (sekitar pkl 22.00 WIB) teman saya (si A)
berniat untuk meminjam motor saya. Dia akan mencari beberapa barang yang akan dia bawa ke Batam. Saya setuju-setuju
saja dia meminjam motor saya selama jumat seharian, masalahnya adalah saya harus mengantar teman saya (si B) yang
notabene rumahnya cukup jauh (kaliurang km 10). Dan si A sedang dalam keadaan yang tidak fit. Sebenarnya sebagai
orang yang akan meminjam motor dan apalagi dia seorang lelaki, seharusnya dia saja yang mengantar si B ke rumahnya
lalu mengantar saya ke kos saya dan dia bisa membawa motor saya. Namun berhubung kesehatannya kurang baik dan
kami juga sudah diburu waktu, maka kamipun bingung. Si B ngotot ingin pulang cepat karena besok dia kuliah jam pertama
dan dia mengajak saya makan karena katanya dia belum makan dari siang.
      Bingung!!!! Hanya ada satu motor untuk tiga orang. Syukurlah tak lama kami berdebat, salah seorang teman datang, si
C (dengan motor pastinya). Kami sepakat untuk minta tolong supaya dia mengantar B ke rumahnya, dan ternyata dia
menolak. Dia mengajukan ide agar B menginap saja di kos saya dan kuliah paginya berangkat dari kos saya. B kuliah di
Fakultas Teknik Pertanian, tetangga Fisipol. B menolak karena A terlalu memaksa untuk meminjam motor. Saya pun
memutuskan untuk membujuknya. Dengan dalih akan ditraktir makan dan dipinjamkan VCD film Ju-on oleh A, akhirnya B
pun manut.
      Masalah terselesaikan. A mendapat pinjaman motor, B mendapatkan makan gratis, VCD film Ju-on, dan selamat untuk
kuliah pagi sedangkan saya berhasil menerapkan kemampuan negosiasi saya. Negosiasi kali ini menggunakan taktik
bridging. Kepentingan semua pihak terpenuhi. A di sini bersikap contending (bad cop), terlihat dari sikapnya yang
memaksa, sedangkan saya lebih kepada problem solving (good cop) dengan tujuan yang sama, meyakinkan B untuk
menginap saja di kos saya. Isu yang muncul di sini melebar, yang tadinya hanya mengantar pulang menjadi mengajak
menginap.

59. DAN ARIF HDAYAT


Setahun yang lalu kami (saya dan teman-teman alumni satu sma yang ada di Jogjakarta) telah memilih Gilang sebagai
ketua BuBer (acara tahunan). Namun menjelang bulan puasa tidak dibentuk kepengurusan. Kemudian saya diminta
membantu untuk menjadi Bendahari dadakan dan membantu menyebarkan informasi (sebab saya tahu banyak informasi
teman-teman yang ada di Jogja) oleh Gilang. Sebenarnya saya keberatan mengingat tugas itu cukup berat (saya kurang
teliti), namun mengingat dia agak kewalahan dengan tugasnya, saya pun menawarkan syarat, yaitu mendapat bagian jika
nantinya uang yang terkumpul lebih (dengan asumsi jika rugi, saya pun ikut menanggung sebagian), dia pun
menyetujuinya. Sehingga hanya saya dan Gilang saja panitia intinya.
Saya memulai dengan menyebar informasi melalui jaringan sederhana yang telah saya susun, kemudian untuk menarik
orang agar lebih cepat membayar Gilang memberi saya tiket. Karenanya sebagian besar orang yang menyatakan ikut
langsung membeli tiket (mungkin khawatir kehabisan tiket). Sementara saya ngekos dengan tiga orang teman satu sma.
Salah seorang diantaranya menyatakan ikut dan sudah membayar, namun dua orang yang lain (singkat saja FG) belum
bisa memberi kepastian, karena uang jatah mereka sudah menipis.
Sampai dengan sabtu siang  mereka belum mendapat kiriman (tentu saja karena bank tutup pada hari sabtu, kemungkinan
uang jatah baru dikirim hari senin), saya merasa tidak enak juga kepada mereka, tapi menurut saya membayar RP 17.500
itu tidak terlalu berat. Kemudian saya berkata, "kayaknya acara ini bakal nda seru kalo banyak temen yang nda ikut, sayang
toh lagipula kita jarang kumpul sama temen-temen di Jogja", bujukku dengan sedikit memaksa. Sebenarnya saya juga
merasa tidak enak kalau harus berkata seperti itu.
Sebelum saya berangkat, saya memberi mereka tiket supaya bisa ikut buber. Pada saat akan dimulai, ternyata jumlah
peserta di luar dugaan, sangat banyak. Saya jadi khawatir, karena belum menerima laporan dari koordinator angkatan.
Setelah acara inti selesai, saya menemui FG, dan menyatakan kekhawatiran saya mereka pun memahami. Ada yang
menambah khawatir, adalah uang di dompetku tinggal Rp 40.000. Kemudian salah satu dari mereka menawarkan pada
saya untuk menanggung mereka, dan mereka akan menjamin urusan makan saya untuk hari minggu dan mereka akan
mengganti uang saya pada hari senin. Sayapun setuju.
Di akhir acara kemudian, panitia inti berkumpul (hanya saya dan Gilang) menghitung uang yang terkumpul, dan ternyata
sesuai dengan catatan (hanya FG yang tidak saya catat dan uangnnya tidak saya serahkan). Setelah kami membayar,
ternyata uang itu sisa cukup banyak. Dari situ saya mendapat dua keuntungan, mendapat bagian dari bagi keuntungan dan
uang pengganti yang sebenarnya tidak saya bayarkan (saya hanya menerima setengahnya).
Hehehe

Analisis:
Dalam perundingan banyak hal yang harus diperhatikan, misalnya tempat dan keadaan dalam perundingan. Selain itu
penggunaan waktu sebagai strategi sangat besar pengaruhnya, tekanan pada waktu bisa mendesak salah satu pihak atau
kedua pihak untuk mengalah. Dari keputusan tersebut saya mendapatkan kompensasi, mendapat bagian dari bagi hasil
dan kebutuhan makan saya terjamin untuk hari minggu (saya mendapat kompensasi spesifik dan memotong biaya hidup
saya hari minggu).
saya menarik ulur strategi saya, pertama dengan agak memaksa, kemudian dengan halus dan akhirnya saya menerapkan
time pressure.
Saya masih ragu dengan hasil akhir, sebab di sini kami saling mengutarakan kepentingan dan masalah yang kami hadapi,
walaupun strategi yang saya gunakan cenderung contending, menurut saya hasil yang pertama merupakan problem solving
(dengan gilang), saya menyatakan pilihan dengan alasan tertentu dan saya menerima tawaran tersebut dengan melihat
keadaan Gilang.
untuk perundingan dengan FG saya masih rancu, sebab kami masing-masing memperhatikan kepentingan masing-masing
pihak dalam menyatakan options namun strategi saya contending.

60. SYARIFAH ASRIANI


Hari rabu kemarin, ada seorang mas-mas yang ingin membeli kaos di toko tempat saya bekerja. Harga yang tertera di kaos
tersebut adalah Rp.40.000. Lalu mas-mas itu menawar kaos tersebut menjadi Rp.30000, tapi saya berusaha
mempertahankan harga yang tertera di label kaos tersebut. Saya beralasan bahwa kualitas bahan kaos tersebut sangat
bagus(tebal) dan gambar yang ada di kaos tersebut bukan sablonan biasa tapi menggunakan karet sehingga akan tahan
lama. Mas-mas itu tetap memaksa 30.000 dengan dalih akan mengambil 2 kaos.Akhirnya saya tawarkan harga 35.000
dengan alasan yang sama, dan akhirnya mas-mas tersebut setuju.
Limit penjual(saya) : 25.000
Limit pembeli       :
Demand penjual(saya): 35.000
Demand pembeli      : 30.000
Goals penjual(saya) : 35.000
Goals pembeli       :
Intinya goals saya tercapai yaitu 35.000 dan saya untung 10000.

61. ANGGA RENDITYAN


Kejadian ini terjadi tadi malam. Semalam teman saya dari Solo datang ke Jogja, dia menelpon dan mengajak saya
keluar untuk menemani dia pergi ke tempat kos teman-teman kami yang di Jogja. Karena dia tidak tahu jan di Jogja maka
dia menelpon saya. Tetapi karena motor saya sudah saya masukkan garasi maka susah untuk mengeluarkan karena
didepan pintu garasi tertutup mobil. Lalu saya bilang pada teman saya kalau saya tidak bisa keluar karena motor saya tidak
bisa keluar. Teman saya tetap ingin mengajak saya keluar, maka saya meminta teman saya untuk menjemput saya.
Awalnya dia tidak mau karena tidak tahu rumah saya. Saya bilang saya akan memberikan alamat kalau perlu saya akan
membimbing dia lewat telepon. Dia tetap tidak mau karena takut tersesat setelah berdebat cukup lama teman saya
akhirnya mau menjemput saya. Setelah beberapa lama akhirnya teman saya sampai dirumah saya kami pun pergi ke kos
teman-teman kami yang kuliah di Jogja.
Negosiasi yang terjadi merupakan Problem Solving karena diantara saya dan teman saya bisa mendapatkan
keinginan masing-masing. Posisi saya adalah agar teman saya menjemput saya dirumah, sedangkan kepentingan saya
adalah karena motor saya tidak bisa keluar. Posisi teman saya adalah mengajak saya keluar sedangkan kepentingan
teman saya adalah agar dia bisa pergi ke tempat kos teman-teman kami yang di Jogja.taktik yang digunakan adalah
bridging. Karena niat saya adalah membantu teman maka demand dan goal saya adalah sama yaitu teman saya mau
menjemput saya dan limitnya adalah kami bertemu di suatu tempat yang ditentukan.

62. DIMAS ARYA PAMBUDI KATIM


MEMINJAM MEMORY STICK 
      Dalam acara “HI for Peace” (HIPe) pada hari Minggu, 21 September 2008 nanti, saya kebagian tugas
mendokumentasikan acara tersebut. Tentu, saya harus dengan cermat mempersiapkan ‘amunisi’ saya, yaitu kamera poket
saya beserta kelengkapannya seperti baterai dan kartu memori berjenis memory stick micro. Sayangnya, kartu memori
saya yang berukuran besar tertinggal di rumah saya di Bogor, dan saya hanya membawa kartu memori yang ukurannya
kecil, hanya 64 megabyte. Dengan kartu itu paling banter saya hanya dapat memotret sekitar 30 foto berukuran 4
megapiksel. Tentu jumlah foto sebanyak itu tidak cukup jika akan mendokumentasikan acara sebesar HIPe. Tidak
kehilangan akal, saya berniat meminjam kartu memori serupa milik teman saya, yang besarnya 1 gigabyte. Saat saya
mengutarakan maksud saya, pada awalnya teman saya keberatan meminjamkan kartu memorinya itu, karena sedang ia
gunakan di telepon selulernya. Saya memberikan solusi dengan meminjamkan kartu memori saya yang berukuran 64 MB
itu, untuk digunakan di ponselnya sementara saya meminjam kartu memori miliknya. Namun, ia tetap berkeberatan. Saat
saya tanyakan alasannya lebih lanjut, ternyata ia takut data-data penting miliknya di dalam kartu memori itu akan hilang
atau terhapus. Setelah mengetahui ketakutannya itu, saya langsung meyakinkan dia, dengan mengatakan bahwa saya
akan mem-backup data-data di kartu memorinya ke komputer saya, sehingga pasti tidak akan hilang. Selain itu, saya juga
menjanjikan, jika acara selesai, selain mengembalikan kartu saya juga akan mengisi kartu miliknya itu dengan lagu-lagu
berformat mp3 milik saya yang telah lama ia inginkan. Dan ternyata ia setuju dengan ide saya itu. Saya pun akhirnya
diperbolehkan meminjam kartu memori miliknya.
 Melihat tahap-tahap perundingan di atas, negosiasi saya kali ini tergolong problem solving, karena saya dan teman
saya dapat menyelesaikan negosiasi dengan win-win solution.
 Isu kali ini adalah mengenai meminjam kartu memori milik teman saya. Saya dalam posisi ingin meminjam kartu
memori teman untuk kebutuhan pendokumentasian acara “HI for Peace”. Sedangkan posisi teman saya adalah
berkeberatan meminjamkan kartu memorinya karena kepentingannya adalah kartu itu sedang ia gunakan di ponselnya.
Belakangan ada satu isu tambahan yang dibawa oleh teman saya, ternyata ia takut akan keamanan data-data pribadi
miliknya di kartu memorinya.
 Tujuan, batasan dan tuntutan saya dalam negosiasi kali ini sama dan spesifik, yaitu kartu memori milik teman saya.
Saya mencoba mendapatkan kepentingan saya itu, dengan cara memperhatikan kepentingan lawan saya.
 Gaya berkonflik saya kali ini bisa dibilang kolaborasi, saya dan teman saya dapat saling memperhatikan kepentingan
lawan, sehingga tercipta hasil perundingan yang WIN-WIN dimana teman saya dapat memenuhi kepentingan saya
dengan meminjamkan kartu memorinya, dan saya dapat memenuhi kepentingannya, yaitu memberikan kartu memori
saya untuk digunakan sementara di ponselnya, mem-backup data di dalam kartu memorinya agar tidak hilang serta
memberikan dia lagu-lagu milik saya yang ia inginkan.
 Taktik saya kali ini adalah memecahkan masalah. Jika ditilik saat saya meminjam kartu memori milik teman saya dan
saya meminjamkan kartu memori saya sebagai gantinya, negosiasi kali ini dikaterogikan sebagai negosiasi dengan
kompensasi spesifik. Namun karena negosiasi baru deal setelah ia saya janjikan akan saya berikan mp3 milik saya jika
ia mau meminjamkan kartu memorinya, maka negosiasi kali ini terselesaikan dengan kompensasi nonspesifik.

63. ASSED LUSSAK ( 07 / 254231 / SP / 22233 ) 


     Masih sebagai ketua makrab, saya harus kembali melakukan sebuah negosiasi, yang bisa dikatakan, dilakukan secara
tidak langsung. Negosiasi yang dilakukan berkaitan dengan pengumpulan iuran peserta makrab. Saya mengatakan kepada
seluruh petugas pengumpul dana, untuk mengumpulkan iuran paling lambat pada tanggal 17 September. Namun
sebenarnya, saya mengharapkan para peserta dapat memberikan iuran selambat-lambatnya pada tanggal 26 September.
     Pada rentang 17-19 September, beberapa peserta sudah mulai mengumpulkan iuran. Namun dari survei beberapa
buddy, para peserta kemungkinan akan mulai mengumpulkan iuran di minggu terakhir sebelum libur Lebaran, yaitu antara
22-26 September. Hasil survei buddy juga menginformasikan bahwa para peseta akan sepenuhnya berniat membayar
setelah libur Lebaran selesai, yaitu sekitar tanggal 13 Oktober karena mereka membawa cukup uang dari kampung
halaman.
     Dari cerita tersebut, jelas telihat demand saya adalah tanggal 17 September, lalu sasaran berada di tanggal 26
September, sedangkan saya sebenarnya menetapkan limit pembayaran pada 20 Oktober. Sedangkan dari para peserta
makrab, mereka memiliki limit pembayaran hingga setelah libur Lebaran, yaitu sekitar tanggal 13 Oktober. Hal ini
menunjukkan bargaining range yang positif sehingga kemungkinan besar hasil negosiasi, yang berupa pembayaran iuran,
dapat tercapai. Saya juga telah melakukan tracking dalam negosiasi ini, yaitu dengan melakukan survei mengenai hasrat
para peserta makrab untuk membayar iuran.

64. MAYSA AYU


Tidak dapat dipungkiri jika di era globalisasi seperti sekarang, TV menjadi kebutuhan primer. Arus informasi yang begitu
cepat dapat kita terima salah satunya melalui media tersebut. Saya pun merasa bahwa TV merupakan barang penting guna
menunjang kegiatan akademis saya. Ironisnya, saya belum punya TV. Pada awal kuliah, saya merasa hal tersebut
bukanlah suatu masalah. Akan tetapi, semakin lama semakin terasa kebutuhan saya akan barang tersebut. Oleh karena itu,
saya meminta kepada papa untuk dibelikan TV.
      Sebelumnya, saya sudah memikirkan limit, goal, dan demand saya dan juga segudang argumen. Tuntutan awal yang
saya ajukan memang lumayan tinggi. Saya minta dibelikan TV LG 21 inch (padahal saya belum tau produk itu ada atau
tidak, hehe....). Mendengar permintaan saya, papa tidak langsung menjawab. Beliau malah bertanya kenapa saya minta
dibelikan TV. Saya langsung mengutarakan alasan saya. Saya bilang bahwa saya membutuhkan televisi agar mengetahui
perkembangan berita terkini untuk menunjang pendidikan saya. Lalu papa menyarankan untuk nonton melalui TV bersama
di kost. Berdasarkan pengalaman 1 tahun kemarin, jelas sekali saya kesulitan menyaksikan program TV yang saya
inginkan karena harus berbagi dengan orang lain. Saya tidak patah semangat untuk terus meyakinkan papa hingga papa
mengeluarkan tawaran berikutnya.
      ”Ya udah kalo gitu Ayu beli TV bekas aja yah.... Kan banyak thu anak UGM yang baru lulus, biasanya mereka males
bawa pulang TV-nya. Ayu tawar aja 200 ribu, pasti mereka mau,” kata papa.
      Hah,,, TV bekas 200 ribu!!!!  Wah, papa mulai keluar nih pelitnya. Tapi saya harus tetap bersabar (demi TV !!). Saya
tidak mau TV bekas dengan alasan kualitas yang tidak bisa dijamin. Akhirnya saya menurunkan tuntutan. TV LG 15 inch
harganya sekitar 600 ribu. Bagi saya TV tersebut merupakan TV anak kost pada umumnya. Selain murah, kualitasnya juga
lumayan baik.
      Namun, papa masih terdengar tidak setuju. Setelah saya telusuri alasan beliau tidak mengijinkan saya untuk memiliki
TV, terungkaplah bahwa papa khawatir kalau nantinya saya jarang belajar setelah ada TV. Oh, jadi itu yang menjadi
pertimbangan papa selama ini. Saya mulai lagi untuk meyakinkan papa bahwa TV tidak akan mengganggu aktivitas belajar
saya. Dengan adanya TV malah akan membantu saya dalam memperoleh informasi terbaru khususnya seputar berita
internasional. Pada akhirnya, papa dapat menerima alasan saya. Beliau mengijinkan saya untuk membeli TV LG 15 inch
(sesuai dengan goal yang telah saya tetapkan). Namun, saya harus bisa membuktikan kalau TV bukanlah pengganggu
kegiatan belajar saya. Horrreeeee.....!!!!! Akhirnya punya TV…...     @^_^@
KESIMPULAN: Hasil perundingan >> win-lose (bargaining)
                             Taktik >> persuasive arguments
                             Demand: TV LG 21 inch, Goal: TV LG 15 inch, Limit: TV bekas

65. “Anonim” 
Diantara Dua Pilihan 
      Kira-kira seminggu yang lalu, tepatnya hari jumat minggu lalu, adik-adik buddy (buddy:semacam kelompok belajar
garapan Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia KOMAHI) saya dari Angkatan 2008 mengajak saya untuk ikut
acara buka puasa bersama pada hari minggu di rumah salah seorang dari mereka. Mereka sangat berharap saya datang
karena saya adalah kakak buddy mereka (pembimbing). Di sisi lain saya pun merasa memiliki tanggung jawab moral untuk
hadir. Akan tetapi, rencana tersebut gagal dilaksanakan karena kurang persiapan sehingga harus diundur menjadi hari
rabu. Saya kecewa  karena saya sengaja sudah mengosongkan jadwal pada hari minggu sehingga acara lain yang
seharusnya dilaksanakan harus saya batalkan. Yang membuat saya semakin kecewa adalah lagi-lagi acara tersebut
diundur menjadi hari kamis tanpa alasan yang saya tahu dan ironisnya baru hanya seorang saja Angkatan 2007 yang pasti
bisa datang karena mendadaknya publikasi acara tersebut. Masalah pun kembali berlanjut, saya harus menghadiri acara
buka puasa bersama di tempat lain yang sebelumnya sudah saya rencanakan dengan matang.
      Akhirnya teman satu angkatan saya, sebut saja X, meminta saya untuk datang dan sedikit memaksa (contending)
dengan menggunakan taktik persuasive arguments yang mengatakan bahwa acara tersebut diundur justru karena ingin
menyesuaikan dengan jadwal kuliah kita. Saya pun sempat kaget mendengar itu, tetapi saya tidak tahu sekaligus tidak
yakin apakah itu benar atau tidak, karena setahu saya hari minggu lalulah seharusnya acara tersebut dilaksanakan, tetapi
ditunda tanpa mengkonfirmasi saya kembali. Si X juga menggunakan taktik mengganggu/annoyance dengan terus
memaksa saya untuk ikut padahal kami sama-sama sedang kuliah dan mendengarkan dosen pada saat itu. Tak segan-
segan, bahkan Si X mengancam untuk tidak ikut juga karena alasan saya juga tidak ikut. Saya pusing tujuh keliling karena
kalau sampai tidak ada Angkatan 2007 yang datang, Angkatan 2008 dapat menjadi sangat kecewa dan menganggap
Angkatan 2007 sombong sehingga merusak citra angkatan. Menurut saya pun tidak etis bila tidak menghadiri undangan
bila alasannya hanya karena saya tidak ikut.
      Saya pun mencoba taktik kompensasi spesifik dengan mengusulkan kepada X agar ia pergi dengan si Y, teman dari
angkatan 2007, sebagai ganti kehadiran saya. Si Y pun mau karena saya sudah paham betul bahwa Y menaruh hati pada
Z, mahasiswi Angkatan 2008 yang juga turut hadir pada acara tersebut. Tak lupa saya pun meminta maaf secara langsung
kepada Angkatan 2008 karena tidak dapat hadir. Akhirnya kami bertiga pun mendapatkan apa yang menjadi kepentingan
kami masing-masing. Saya dapat berbuka di tempat lain, X dapat pergi karena sudah mendapat teman, dan Y pun berhasil
melakukan PDKT (pendekatan) dengan pujaan hatinya. Hahahaha. Bravo !

64. RIDHO
since INKA KOMAHI akan mengadakan diskusi, bedah buku, dan ngabuburit dengan judul "Mahzab Pendidikan Kritis" yang
akan dilaksanakan pada 22 september 2008 maka, saya selaku panitia bermaksud mengajukan permohonan dana kepada
bendahara KOMAHI. Dari hasil perhitungan saya, kegiatan akan menghabiskan dana RP 300.000 saya pun membuat
rinciannya untuk kemudian dijadikan bahan negosiasi dengan bendahara KOMAHI.

berdasarkan ilmu yang saya dapat dari kelas NRK minggu ini saya pun menset demands, goal dan limit. Demands saya
tentukan sebesar Rp 300.000; goal sebesar Rp 200.000; dan limit sebesar Rp 150.000; boleh dikatakan saya dikejar waktu
karena pengajuan dana ini baru disampaikan kemarin (kamis/18/09/08) padahal acaranya berlangsung senin mgu depan.
jadi dapat dikatakan saya dikejar waktu (time pressure).dengan alasan ini pula saya mendesak bendahara komahi untuk
segera mencairkan dananya. .....tak lama dia pun menjawab akan memberikan keesokan harinya (hari ini-red) dengan
berkonsultasi dengan ketua komahi. hasilnya....saya hanya mendapatkan Rp 150.000; dengan alasan bahwa komahi pada
waktu yang sama juga membutuhkan dana untuk alokasi kegiatan lain sperti IDP. awalnya saya tidak puas dengan
mengatakan bahwa acara ini lingkupnya se-SOSIOHUMANIORA, dan cukup optimist akan banyak yang ikut serta. sang
bendahara komahi pun kemudian berpikir kembali dan kemudian mengatakan bahwa "kalau ternyata dana yang dibutuhkan
lebih kamu bisa pakai uangmu dulu baru nanti diganti (dengan mencantumkan Bon/kwitansi), asalkan lebihannya gak
melebihi Rp 300.000; wuah....saya pun cukup gembira walauuang yang say terima cuma Rp 150.000; tapi pada dasarnya
saya bisa mendapatkan Rp 300.000; dengan reimbursement.....................

65. DYAH ANGGRAENI


      Pada hari Sabtu Minggu di akhir minggu ini. Saya dan teman-teman berencana untuk pergi ke Semarang. Disana, kami
ingin mengunjungi teman SMA lainnya yang kuliah di Semarang. Selain itu, saya dan teman-teman ingin jalan-jalan
menikmati kota Semarang. Terkait dengan rencana tersebut, saya membutuhkan uang saku untuk acara tersebut.
      Dalam bayangan saya, minimal saya ingin mendapatkan uang aku dari ibu 200 ribu. Saya pun mulai meminta ibu uang
saku. Pada permintaan pertama, saya menuntut ibu untuk memberikan uang saku 400 ribu. Dalam bayangan saya, paling
tidak, saya ingin mendapatkan 250 ribu. Di awal negosiasi, ibu menolak untuk memberikan uang saku sebanyak 400 ribu,
dengan alasan terlalu banyak, karena di minggu sebelumnya, saya sudah meminta uang untuk keperluan hal lain.
Kemudian saya terus membujuk dan menawarkan untuk membelikan ibu oleh-oleh bandeng presto. Akhirnya, ibupun mau
memberikan uang sku 300 ribu.
      Dalam negosiasi tersebut posisi saya ingin uang saku 400 ribu dengan kepentingan memperoleh uang saku sesuai
tuntutan untuk ke semarang. Sedang posisi ibu adalah tidak memberikan uang saku 400 ribu. Dalam kasus tersebut, terlihat
jelas bahwa batas limit saya adalah 200 ribu. Dengan tuntutan awal 400 ribu dan akhirnya uang saku yang saya dapatkan
adalah 300 ribu. Disini, saya mau menurunkan tuntutan, sehingga perundingan dapat tercapai kesepakatan. Dan saya
mendapatkan uang saku lebih rendah dari tuntutan awal namun masih diatas limit yang saya tentukan
      Dalam melakukan negosiasi tersebut, saya menggunakan strategi berunding konsesi untuk membelikan bandeng
presto kesukaan ibu. Dengan membelikan bandeng presto, artinya saya tidak memenuhi tuntutan saya secara utuh. Namun
saya harus memberikan sesuatu agar saya dapat mencapai yang saya inginkan.

66. SHIELA RIEZQIA


      Rabu malam (17 September 2008), saya dan teman saya, Fudi, berada dalam acara buka puasa bersama sekolah
kami. Dalam jadwal, acara buka puasa tersebut akan diakhiri dengan ceramah Bapak Pengasuh sekolah kami setelah
shalat tarawih bersama. Menurut perkiraan saya, acara tersebut akan berakhir pada pukul 21.00.
      Saya bermaksud untuk pulang dari acara tersebut kira-kira pukul 19.00 karena saya telah memiliki janji untuk
mempersiapkan presentasi proposal penelitian keesokan harinya bersama kelompok saya pada pukul 20.00 (sebenarnya,
kegiatan tersebut dimulai setelah maghrib, kira-kira pada pukul 19.00, tetapi saya diperbolehkan datang terlambat karena
ada acara buka puasa bersama, paling lambat datang jam 20.00). Selain itu, tempat acara tersebut sangat jauh dari kost
saya (di Jalan Wonosari) sehingga dibutuhkan waktu cukup lama dalam perjalanan pulang (dibutuhkan waktu lebih kurang
30 menit).
      Fudi mengusulkan bagaimana jika kami pulang setelah mendengarkan acara ceramah sebentar, tidak sampai akhir
acara (kira-kira pukul 20.30). Mendengar hal tersebut, saya langsung mengusulkan bagaimana jika kami pulang tepat
setelah shalat maghrib dan makan malam bersama, kira-kira pukul 18.30 (karena saya memperkirakan bahwa setelah
bernegosiasi, setidaknya saya dapat mencapai goal saya untuk pulang pada pukul 19.00).
      Mendengar hal tersebut, ia mengajukan untuk pulang bersama pada pukul 20.00, seusai shalat tarawih. Saya
membalas dengan mengajukan pulang jam 19.15 (dengan mengatakan bahwa kami dapat shalat tarawih di kost dan
setidaknya ia masih punya waktu lebih untuk mengobrol dengan teman-teman yang lain).
      Kemudian saya teringat kalau sejak beberapa hari yang lalu, dia mencari tempat yang menjual Kari Kambing yang
enak. Saya pun mengusulkan kepadanya jika ia setuju untuk pulang bersama pada pukul 19.15, besok malam saya akan
mengantarkannya ke Warung Bang Udin di depan SMPN 1 Yogya, tak jauh dari bunderan kampus UGM untuk makan Kari
Kambing sekaligus buka puasa bersama disana. Saya juga meyakinkan dia bahwa di warung tersebut dijual Kari Kambing
dan Sop Kaki Kambing yang cukup terkenal di Yogya  sehingga profil warungnya pernah masuk dalam buku ”100 Warung
Makan Enak di Yogya” yang saya miliki. Tak lama, ia pun menyetujui untuk pulang bersama pada pukul 19.15 dan tidak ada
dari kami berdua yang merasa dirugikan.
      Dalam perundingan ini, dapat dianalisis bahwa gaya berkonflik yang digunakan adalah collaborating. Sedangkan
strategi yang digunakan adalah problem solving dengan taktik exchanging concessions melalui kompensasi nonspesifik
(Shiela dapat pulang pada jam 19.15 dengan memberikan kesediaan untuk mengantar Fudi ke warung yang menjual Kari
Kambing). Limit Shiela adalah pulang pada pukul 19.30, goal-nya adalah pulang pada pukul 19.00, sedangkan demand-nya
adalah pulang pada pukul 18.30. Goal Fudi adalah pulang pada pukul 20.30 (Shiela tidak mengetahui limit dan demand
Fudi.) Limit dan goal Shiela ditentukan oleh break-even point. Shiela membuat limit pada waktu dimana teman
kelompoknya dapat menerimanya, yaitu harus datang paling lambat pukul 20.00. Dengan perjalanan lebih kurang 30 menit,
ia membuat limit untuk dapat pulang pada pukul 19.30 dan mendapatkan goal setidaknya pulang pada pukul 19.00.
Tuntutan dan konsesi Shiela juga dipengaruhi oleh tekanan waktu (karena negosiasi tersebut berlangsung tepat setelah
shalat maghrib dan waktu yang dimilikinya untuk bernegosiasi cukup terbatas).

67. (ANONIM)
seorang teman meminta saya untuk mengikuti acara organisasinya yang mengharuskan saya menginap selama satu
malam (sabtu-minggu).. sayangnya saya tidak bisa ikut karena harus menyiapkan acara diskusi publik untuk hari senin.
namun,.. saya merasa "tidak enak" karena rangkaian acara yang diadakannya, seharusnya adalah tanggung jawab saya
juga. jadi,.. untuk kemudian mengetahui apa sebetulnya yang dibutuhkan temanku untuk acaranya tersebut, saya ikut ke
tempat diadakannya acara tersebut seminggu sebelum hari "H".
ternyata, acara tersebut butuh games-games outdoor, dan karena saya tidak bisa ikut secara langsung. maka saya -
dengan perasaan tidak enak - saya memberikan masukan-masukan games beserta buku panduannya walaupun menyusul.

68. BELA
Sabtu kemarin saya pingin ngerjain tugas kelompok di suatu café. Saya mengajak salah seorang anggota kelompok untuk
nemenin. Nggak lucu aja kesana sendirian. Tapi ternyata dia tidak setuju ke café itu karena pernah punya pengalaman
tidak menyenangkan disana. Dia mengusulkan untuk ke café lain saja. Giliran saya yang tidak setuju karena emang dari
dulu sudah kebiasaan ngerjain di café yang saya pilih itu. Lagipula kangen udah lama nggak kesana. Saya tidak setuju
dengan opsi yang dia ajukan karena di café yang dipilihnya itu wifi-nya lemot dna harganya mahal. Karena saya memang
Cuma butuh temen untuk nemeni aja, saya bilang ke dia, ya sudah, nggak jadi aja, biar saya ngajak temen lain. Eh, nggak
tahu kenapa dia jadi mau. 
Negosiasi saya kali ini masih contending karena saya kurang memperhatikan kepentingan lawan dan saya menggunakan
persuasive arguments dengan menyakinkan lawan saya tentang keunggulan opsi saya. Disini, demand, goal dan limit saya
sama. BATNA nya adalah mengajak teman lain.

69. RNF
Negosiasi yang terjadi minggu ini mengenai alokasi waktu mengajar. Jadwal mengajarku sebelumnya mulai jam 16.00-
18.00 WIB. Tetapi di hari yang sama aku mendapat undangan buka bersama di rumah teman--yang sayang untuk
dilewatkan. Oleh karena itu aku harus me-reschedule jadwalku sebelumnya karena jika ikut buka bersama aku harus
kumpul di kampus pada jam 16.30-17.00 WIB . Permasalahannya, aku enggan untuk mengajar di malam hari karena tidak
mau ketinggalan momen shalat tarawih di bulan Ramadhan. Sebaliknya, waktu paling luang adik untuk les adalah sore hari
dan malam hari. Pagi hari sekolah. Sementara siang hari adalah waktu istirahat siang.
Untuk menyiasati hal tersebut, agar kepentingan semua pihak terpenuhi. Aku muncul dengan sebuah usulan agar jadwal
les dimajukan menjadi jam 14.30-16.30 WIB dengan menguraikan beberapa alasan diantaranya, adik tetap bisa istirahat
siang (pulang sekolah jam12.00 WIB) dan adanya acara buber bareng teman-teman. Sebelum akhirnya usulan itu disetujui,
dalam proses negosiasi sempat terjadi tarik ulur konsesi antara les dimajukan di siang hari hari atau setelah isya.
Analisis:
 Dalam hal ini, posisiku  : les jam 14.30-16.30 WIB
Kepentinganku  : ikut buber di rumah temen, tidak kehilangan kesempatan sholat tarawih, tidak pulang terlaru larut
malam
 Posisi adik yang aku lesin : les sore hari atau malam hari
Kepentingan adik  : bisa istirahat siang (tidur), tidak ngantuk, capek, atau lapar (atmosphere puasa di siang hari)
 Taktik à dalam negosiasi tersebut, aku menggunakan taktik campuran yaitu persuasive arguments dengan
menyajikan alasan-alasan untuk meyakinkan adik dan expanding the pie, dengan memperluas time resources.
 Demand=Goal=Limit-ku à 14.30 – 16.30 WIB
Demand adik à19.00 -- 21.00 WIB

70. OKTAVI ANDARESTA


Pada hari Kamis (18/09/2008) kemarin, saya dan enam orang teman berencana untuk mengadakan acara buka puasa
bersama di Rumah Makan Muara Kapuas. Sebenarnya ide untuk buka puasa tersebut dilontarkan oleh saya dengan tujuan
memperkenalkan mereka ke tempat hang out yang sering saya datangi tersebut (demand). Namun karena bertepatan
dengan kepergian salah seorang teman yang akan mudik, kami memutuskan acara tersebut sekaligus kami lakukan di
malam terakhir teman tersebut di Jogja. Sayangnya saya terlambat mem-booking tempat sehingga kami harus memikirkan
alternatif lain. Pada awalnya saya ingin agar teman-teman bersedia untuk buka puasa bersama di tempat lain saja pada
sore itu (goal). Namun jika ternyata waktu yang kami punya tidak mencukupi, saya rasa memindah acara buka puasa di lain
waktu dan di lain tempat juga tidak masalah (limit). Masalah menjadi semakin runyam saat seorang teman yang lain lebih
memilih untuk buka puasa dengan martabak dan terang bulan dibandingkan dengan 'makanan berat' di rumah makan.
Untungnya masalah tersebut berakhir dengan cukup cepat dan memuaskan semua pihak. Kami memutuskan untuk buka
puasa bersama di tempat lain saja namun tetap di sore yang sama. Bridging juga berhasil dillaksanakan dengan baik
karena teman yang menginginkan terang bulan tersebut akhirnya memutuskan untuk membawa dua bungkus terang bulan
ke rumah makan yang akan kami datangi. Tak disangka, tenyata kami sebelumnya juga berhasil menggunakan taktik
persuasive arguement dengan baik terhadapnya sehingga dia bersedia mengikuti pendapat mayoritas suara kami. 

71. RIFKI DARMAWAN


Lupa Membawa Uang 
Karena saya sedang berpuasa, saya tidak mungkin berbohong. Jujur, menurut saya tidak ada negosiasi menarik yang saya
lakukan minggu ini. Mungkin ini hanya cerita curhat biasa. Negosiasi saya lakukan ketika saya membeli makan untuk
berbuka puasa. Saya tidak menyadari bahwa waktu berbuka telah tiba karena saya asik mendengarkan musik di laptop.
Akhirnya saya harus terburu-buru keluar kos untuk membeli makan dengan menaiki motor karena saya ingin makan soto di
warung makan yang kebetulan letaknya agak jauh dari kos saya. Karena terburu-buru, saya sampai lupa membawa uang
ataupun kartu ATM. Masalahnya, saya menyadari bahwa saya lupa tidak membawa uang sama sekali setelah perut saya
kenyang alias setelah makan. Akhirnya saya mengutarakan sejujurnya bahwa saya lupa membawa uang. Si penjual
merasa agak keberatan dengan tersenyum kecil sambil mengerutkan dahi. Menurut saya, dia seakan mengejek bahwa
saya hanya orang yang ingin ambil untung makan gratisan saja. Lalu saya menawarkan STNK motor saya sambil memelas
dan menceritakan lagi kronologisnya. Akhirnya, justru si penjual itu mengijinkan saya pulang dahulu untuk mengambil uang
tanpa harus meninggalkan STNK motor saya. Dan saya kembali ke warung makan itu untuk membayar hutang saya
setelah saya sholat Maghrib. 
Analisis :
Dari kasus ini, maka posisi saya adalah lupa, sedangkan posisi penjual adalah uang/pembayaran. Kepentingan saya yaitu
penjual mempercayai saya sehingga saya bisa pulang ke kos untuk mengambil uang, sedangkan kepentingan penjual yaitu
mendapat hak bayaran (uang) atas makanan yang saya makan. Isunya jamak yakni yang tadinya hanya tentang
pembayaran makanan yang saya beli, lalu muncul isu jaminan STNK. Konteksnya adalah tunggal vs. tunggal. Hasilnya win-
lose. Strategi berunding yang saya gunakan adalah bargaining. Taktik berundingnya adalah annoyance, karena saya terus
menceritakan kronologis bagaimana uang saya bisa tertinggal dan penjual terganggu yang akhirnya mengijinkan saya
meninggalkan warung makan itu tanpa membayar bahkan tanpa jaminan apapun. 

72. PUPUT AKAD N. P. 


              Saat ini saya menjadi panitia sebuah acara yang akan diadakan di sebuah lokasi di luar Jogja. Karena kurangnya
sarana transportasi, panitia diharuskan untuk membawa kendaraan sendiri. Dan bagi yang tidak mempunyai kendaraan
sendiri, disarankan untuk mencari ‘tebengan’. Saya pun bertanya pada teman-teman sesama panitia, apakah ada yang bisa
memberikan ‘tebengan’ pada saya. Namun, ternyata teman-teman panitia lain sudah punya ‘tebengan’ masing-masing
untuk menuju ke sana.
Akhirnya saya mengajak seorang teman, sebut saja A. Masalahnya teman saya itu tidak termasuk panitia tetapi
hanya ingin ikut sebagai peserta. Padahal menurut peraturan, baik panitia maupun peserta harus membayar Rp40.000,00
untuk biaya makan selama acara. A merasa keberatan untuk membayar sebesar itu karena dia hanya ingin berpartisipasi di
acara itu, untuk masalah makanan dia akan mengusahakannya sendiri. Jadi, menurut A, kenapa dia harus membayar
semahal itu jika di sana dia bisa mencari alternatif tempat makan lain yang bisa saja lebih murah.
            Kami pun melakukan negosiasi. Pertama-tama, saya menggunakan taktik menyerang dengan melontarkan alasan
persuasif agar dia bersedia ikut dan membayar sejumlah itu. Saya menggunakan alasan jauhnya jarak lokasi acara dengan
tempat makan terdekat sehingga A akan kesulitan jika dia ingin mencari makanan. Sehingga lebih baik jika dia bersedia
membayar Rp40.000,00 untuk biaya makan daripada repot-repot mencari tempat makan di luar lokasi acara.
            Rupanya taktik saya masih belum mampu untuk meyakinkan A. Sehingga kemudian saya menggunakan taktik
kedua yang meringankan biaya/cost cutting. Setelah saya hitung-hitung, ternyata biaya BBM yang dibutuhkan untuk menuju
tempat itu dan kembali ke Jogja lagi sekitar Rp30.000-40.000. Itu berarti sama besarnya dengan biaya makan yang harus
dibayar jika ingin ikut acara. Saya pun mengusulkan kepada A, saya bersedia membayari dia (Rp40.000,00) asalkan dia
bersedia ikut acara itu. Di pihak lain, teman saya itu yang harus menanggung biaya BBM. Rupanya teman saya setuju
dengan usul saya tersebut. Walaupun sepertinya hasil negosiasi tersebut agak berat sebelah tetapi menurut saya negosiasi
tersebut berakhir problem solving. Karena baik kepentingan saya untuk dapat ‘tebengan’ dan kepentingan dia untuk ikut
acara itu tanpa membayar terpenuhi kedua-duanya.

Anda mungkin juga menyukai