2. HAFIZ IMANDARU
Liburan..
Karena llibur sebelum lebaran tahun ini cukup pendek, saya memutuskan untuk tidak pulang ke Bogor. Tetapi
karena libur setelah lebarannya cukup panjang, maka saya ingin ikut pulang ke Bogor bersama orang tua saya setelah
berlebaran di Yogya karena memang keluarga orang tua saya di Yogya. Saya telah mengutarakan niat saya untuk pulang
tersebut kepada orang tua saya. Orang tua saya agak keberatan dengan saya ikut pulang ke Bogor karena butuh biaya dan
kebetulan mobil saya sudah penuh dengan barang. Saya berkata bahwa saya ingin bersilaturahmi dengan teman dan
keluarga saya di Bogor. Setelah saya utarakan maksud saya, orang tua saya kemudian cenderung setuju saya ikut pulang
ke bogor, tetapi saya belum mendapat kepastiannya
Posisi saya adalah pulang. Kepentingan saya adalah bersilaturahmi dengan teman teman. Isu dalam negosiasi
tersebut adalah saya ingin pulang ke bogor untik menghabiskan liburan di rumah.
Berdasarkan bahasan kemarin, demand saya adalah menghabiskan liburan di Bogor. Limit saya adalah
setidaknya saya pulang ke Bogor. Goal saya adalah menghabiskan tiga per empat dari liburan saya di bogor.
3. ARI WARDANA
Membeli Buku
Senin pukul 9.30 saya kuliah EPI. Begitu masuk kelas, ketua kelas sedang membagikan dua buku fotokopian yang juga
dibagikan kepada saya. Dua buku itu seharga Rp. 30.000,00. Terus terang saya tidak siap untuk membayar uang sebanyak
itu. Uang di dompet saya saat itu tepat tiga puluh ribu rupiah, sedianya uang itu akan saya gunakan sebagai uang saku
untuk beberapa hari ke depan. Akhirnya dengan perhitungan tidak repot ditagih di masa yang akan datang, saya lunasi saja
dua buku itu. Siangnya saya terpaksa meminjam uang teman saya untuk makan siang.
Sore hari sesampainya dirumah saya bercerita kepada ibu saya tentang buku itu, maksud saya adalah untuk meminta ganti
uang tiga puluh ribu, namun ibu saya menolak karena toh juga sudah saya bayar. Saya kemudian berpikir sejenak,
mencoba memposisikan diri sebagai orang tua yang dimintai uang oleh anaknya pada tanggal itu. Lalu saya berpikir bahwa
pada tanggal tersebut uang dirumah sudah semakin menipis namun tanggal gajian masih cukup lama. Ternyata tepat pula
apa yang saya pikirkan, ibu saya juga beralasan yang sama. Kemudian sebagai Batna dari masalah di atas saya memohon
ijin beliau untuk memakai sementara uang di tabungan. Ibu saya mengiyakan dan berjanji akan menggantinya bila sudah
gajian nanti. Saya bisa tetap punya uang saku untuk beberapa hari ke depan dan ibu saya tidak harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk biku saya. (ANW/22131)
5. ARDAIYENE
Negosiasi kali ini terjadi pada saat saya mencari dan bermaksud untuk membeli blouse hamil untuk Bulek saya. Saya
berencana untuk membelinya di Pasar Beringharjo mengingat permintaan Bulek saya adalah blouse hamil yang bermotif
batik. Karena saya belum pernah membeli jenis pakaian ataupun blouse seperti itu, maka saya juga belum tau dan paham
harga kisaran sebuah blouse hamil batik yang sesuai dengan permintaan Bulek saya (lengan panjang, ukuran jumbo, dsb).
Ketika saya telah sampai di pasar, saya berniat untuk mencari keperluan saya dahulu sembari melihat-lihat blouse
hamil untuk Bulek saya. Setelah berputar-putar tanpa berhenti di satu toko, akhirnya saya berhenti di salah satu toko yang
menjual blouse hamil. Setelah melihat-lihat dan menimbang-nimbang sendiri, saya menanyakan harga blouse yang saya
akan pilih untuk dibeli. Ternyata harganya adalah Rp 77.500. Karena saya sebenarnya belum paham harga sebuah blouse
hamil, namun harga jual pertama si penjual tetap saya tawar. Tawaran saya adalah Rp 60.000. Karena tersadar bahwa
saya masih mempunyai cukup banyak waktu untuk mencari blouse di toko lain dan dengan sedikit melakukan positional
commitment, akhirnya saya berniat untuk pergi dari toko tersebut dan berharap tidak dipanggil lagi. Namun tidak lama
kemudian, penjual tersebut mengabulkan permintaan saya. Dan mau tak mau saya membayarnya.
Dari toko pertama saya mempunyai standar harga untuk membeli blouse hamil yang kedua. Harga Rp 60.000 saya
jadikan patokan tertinggi untuk pembelian yang kedua. Namun saya masih berharap saya dapat membelinya dengan harga
berkisar Rp 30.000 - Rp 35.000 seperti harga blouse batik pada umumnya. Setelah berputar-putar lagi dan melihat-lihat
blouse batik yang besar akhirnya saya berhenti di toko kedua. Harga blouse hamil batik yang ditawarkan pertama adalah
Rp 80.000. Kemudian saya menawarnya dengan Rp 50.000. Dengan mengatakan ”Wah, jangan mahal-mahal dong mbak.
Saya belum dikasih uang nih sama Bulek saya, Rp 50.000 saja ya?” akhirnya penjual menurunkan harga menjadi Rp
65.000. Saya tetap bertahan dengan harga Rp 50.000. Setelah menanyakan kepastian harga pasnya berapa, penjual
tersebut mengatakan bahwa harga pasnya Rp 60.000 dan tidak bisa ditawar lagi karena ukuran blouse hamil batik tersebut
jumbo dan diikuti oleh alasan-alasan penjual lainnya. Namun, saya memberikan tawaran kedua saya yaitu Rp 55.000 dan
saya berniat tidak menaikkan tawaran saya. Setelah saya membujuknya sebagaimana halnya seorang pembeli, akhirnya
penjual tersebut mau melepas blouse hamil batik tersebut kepada saya seharga Rp 55.000.
Kasus yang telah dipaparkan di atas sangat menggambarkan proses bargaining. Gaya konflik yang digunakan
perunding adalah kompetisi. Pada pembelian blouse yang pertama, taktik berunding yang digunakan adalah positional
commitment yaitu kokoh pada pendirian harga yang ditawarkan, yaitu Rp 60.000. Sedangkan pada pembelian blouse yang
kedua, perunding memberikan alasan-alasan yang persuasif dan cukup meyakinkan kepada penjual agar penjual dapat
mengabulkan penawaran perunding (taktik berunding persuasive arguments) yang mana kemudian dilanjutkan dengan
positional commitment. Pada dua pembelian blouse tersebut terlihat bahwa perunding (pembeli) telah mempunyai BATNA
walaupun baru diniatkan pada akhir dari negosiasinya dengan penjual pertama. BATNA yang diperoleh yaitu dengan
mencoba mencari blouse hamil batik di tempat lain dengan harapan dapat mendapatkan blouse dengan harga, ukuran,
model yang lebih baik dari sebelumnya (wishful thinking). Terkait dengan demand, goal, dan limit, dalam pembelian blouse
yang kedua diketahui bahwa demand atau tuntutan dari perunding (pembeli) adalah Rp 50.000, goal atau sasarannya Rp
50.000-Rp 60.000, dan limit atau batasan dari pembeli adalah Rp 60.000. Karena harga terbentuk pada Rp 55.000, maka
sifat dari penawaran tersebut adalah positif atau positive bargaining range yang berkisar di antara Rp 50.000 - Rp 60.000.
Dengan demikian, akhirnya penjual dan pembeli dapat menentukan harga di viable options (opsi-opsi dalam positive
bargaining range), karena pada akhirnya terjadi kesepakatan harga yaitu Rp 55.000.
6. (ANONIM)
Di suatu sore, saya sedang mencuci sepeda motor. Setelah selesai saya bermaksud meminta tolong kepada mas Budi -
salah seorang pekerja Ibu saya - untuk memoles motor dengan KIT agar mengkilap. Tetapi beberapa saat kemudian, ayah
meminta tolong pada mas Budi untuk mencuci mobil. Dalam keadaan demikian, mas Budi memilih untuk langsung mencuci
mobil karena air pam mati maka harus menimba air dari sumur jadi dia langsung menyiapkan air untuk mencuci mobil tanpa
memoles motor terlebih dahulu. Karena, saya tidak begitu rapi dalam memoles motor maka sekali lagi saya meminta tolong,
tapi mas Budi bilang bahwa harus mengambil air dan mencuci mobil, serta tidak dapat membantu saya karena hari sudah
mulai sore dan akan segera pulang untuk buka puasa di rumah.
Tanpa putus asa, saya kemudian meminta bantuan lagi dan menawarkan untuk mengganti pekerjaannya menimba air.
Kemudian dia bersedia. Jadi, selama dia memoles motor, saya menimba air untuk mencuci mobil.
Dalam negosiasi ini saya diuntungkan dengan posisi saya karena status kami ( yang saya jelaskan di atas bahwa saya
anak dari majikan mas Budi ), jadi kemungkinan besar setiap opsi yang saya tawarkan kepadanya akan diterima.
Sedangkan posisi mas Budi yang penting adalah tidak pulang terlalu sore sehingga dapat buka puasa di rumah.
Sebagai perunding saya mencoba untuk menghargai kepentingan lawan berunding, dengan tidak menerapkan strategi
contending meski saya mampu untuk melakukannya mengingat posisi saya lebih menguntungkan. Dengan menghargai
kepentingan lawan, saya menerapkan taktik menjembatani ( bridging ) demi terpenuhinya kepentingan semua pihak
sekaligus, dengan gaya kolaboratih, serta strategi problem solving untuk mencapai kepentingan bersama.
Negosiasi ini akhirnya mencapai resolusi konflik dan hasil win - win yang artinya tercapainya kepentingan kedua belah
pihak. Baik saya maupun lawan berunding saya sama - sama merasa puas dengan kesepakatan yang kami sepakati.
7. (RAHASIA)
8. (JANGAN DIUPLOAD)
9. ARIEF RIZKY BAKHTIAR
saya satu kelas dengan iyok dan marta di kelas perbandingan politik. ada beberapa hal yang lepas dari perhatian saya saat
kuliah berlangsung. akibatnya, saya merasa perlu untuk meminjam catatan dari teman-teman lain untuk melengkapi catatan
kuliah perbandingan politik saya.
tujuan pertama saya adalah iyok, karena selain sudah dekat dengan saya, catatannya lengkap dan mudah dibaca. namun
iyok mengelak, dengan alasan catatannya mau disalin dulu dan mungkin akan butuh waktu yang lama.
karena negosiasi berjalan alot dan sulit untuk menemukan solusi, saya mulai memikirkan alternatif lain di luar perundingan
(BATNA).
BATNA saya saat itu adalah meminjam catatan dari marta. singkat cerita, marta membolehkan saya meminjam catatannya
tetapi tidak lebih dari satu hari. saya menyetujui, mengingat saya tidak menyalin semua catatan melainkan hanya
melengkapi beberapa poin penting.
negosiasi selesai.
Dari pengelompokan prioritas diatas, saya memisahkan dan mengelompokan man yang lebih peting dan tidak, setelah
itu pada hari itu juga saya membicarakanya lagi dengn ayah saya, dan menyampaikan bagaimana jika prioritas utama 1
dan 2 saya di utumakan dan begitu pula prioritas aya saya pada no 1 dan 2. Kepentingan no3 dan 4 pada saya tidak
menjadi masalah(isu) dan prioritas, karena (no.3 saya masih mempunyai simpanan uang pemberian ibu saya, dan
walaupun bli tiket sendiri uang akan ttp dig anti, no.4 saya bisa menitip absen dan tidak masuk kuliah, karena mungkin agak
longgar kuliahnya(Peace*),no.5, saya tidak begitu lelah dan merasa masih bisa menyupir, karena pulang lebih awal). Ayah
saya menyingkirkan yang bukan prioritasnya (no.3 karena berlibur lebaran dari tanggal 29-6 sudah di rasa cukup, sehingga
bisa pulang lebih awal untuk memenuhi kepentingan saya,no.4,sebenranya sudah ada yang mengurusi, saya hanya diminta
untuk mengawasi). Akhirnya setelah itu kesepakatan di dapat dan kami tidak merasa mengalami kekurangan atau kerugian
dan kepentingan kedua belah pihak tercapai.
* Pada negosiasi ini yang dapat di ambil adalah, ketika saya memnemukan jalan buntu bagi saya, kemudian saya
memilih untuk mengambil tindakan “inaction” demi mengumpulkan informasi, setelah mendapatkan informasi maka saya
mengelompokan kepentingan atau prioritas utama (logrolling) dan menyampaikan kepada ayah saya kemudian dengan
begitu kesepakatan dapat mudah tercapai, dan pada kedua belah pihak kepentingan tetap tercapai (menghasilkan win-win
solution)
Analisis :
Isu tunggal=> sistem pembayaran, berguling ke isu pertemanan, sehingga isu jd jamak
Posisi teman-teman saya : bayar mahal (tapi pasif); bayar sedang & murah sistem subsidi
Kepentingan teman2 : tidak merusak pertemanan, bayar murah tidak dgn sistem pukul rata
analisis perundingan : viable options perundingan yaitu pembayaran dgn sistem pukul rata, subsidi sebagian, dan
individual. saya berunding dgn prinsip fairness, sehingga batasan & tuntutan saya sama. Goal saya mencapai kepentingan
tercapai. Dlm perundingan jg ada time limit yaitu penagihan pembayaran oleh petugas sesudah internet dipasang, sehingga
perundingan selalu disegerakan untuk dilaksanakan.
Saya jadi ragu. Kalau saya tetap menolak dan kemudian pergi bersama teman kampus, dimana letak jiwa persahabatan
saya? Kenapa sepertinya saya mementingkan diri sendiri? Bagaimana masa depan hubungan kami? Lalu bagaimana nasib
teman saja jika saya pergi berbuka bersama teman kampus? Walaupun sebenarnya saya tau dia tidak terlalu ingin makan
pizza.
Akhirnya dengan ”agak” berat hati saya menyetujui usulannya, tetapi dengan satu syarat, dia tidak akan meracuni saya
untuk berbelanja. Mendengar itu, sepontan dia langsung kaget dan terhentak. Tetapi demi hobinya tersalurkan, akhirnya dia
menyetujui walaupun dengan tatapan penuh tanda tanya.
Kamipun pergi ke Amplas dan makan pizza. Dan saya tidak perlu membayar ongkos taxi serta tidak lagi mendengar bujuk
rayunya untuk menghasut saya berbelanja. Meskipun saat itu saya merasa sedikit aneh, tapi saya puas karena kepentingan
saya terpenuhi dan sayapun tidak dirugikan.
Analisis perundingan :
Isu : tunggal
Taktik berunding : 1. persuasive arguments à dengan alasan ongkos taxi yang lebih murah
2. logrolling
3. cost cutting à pergi ke Amplas, ongkos taxi ditanggung teman kost
BATNA : saya memiliki alternatif untuk pergi bersama teman kampus saya jika teman kost tidak menyetujui
tuntutan saya
29.ANGGI MARIATULKUBTIA
Wawancara
Hari Minggu kemarin, sejak pukul 08.00-17.00 SKM yang saya ikuti mengadakan seleksi wawancara bagi calon anggota.
Karena saya ikut serta dalam penyelenggaraan acara, saya harus standby dari pagi hingga sore. Format wawancara
adalah setiap pendaftar yang mendaftar ke divisi tertentu akan diwawancarai oleh satu anggota divisi tesebut, dan shift
mewawancarai dibagi menjadi shift pagi, siang dan sore. Secara otomatis, saya juga harus mewawancarai pada ketiga shif
tersebut. Kebetulan calon anggota yang mendaftar ke divisi saya hanya ada di pagi dan sore. Saat shift pagi, ternyata
teman-teman dari divisi saya tidak ada sama sekali untuk membantu mewawancarai sehingga saya harus mengirim pesan
singkat agar semua, termasuk yang mengisi shift sore datang secepatnya karena antrean panjang. Saya harus
mewawancarai empat orang, separuh dari calon anggota yang memilih wawancara pagi. Saya sudah merasa sangat lelah
dan berpikir "ah, setidaknya nanti sore maksimal saya hanya mewawancarai sejumlah yang saya wawancarai tadi pagi.
Setidaknya ada teman yang mau membantu", memperhitungkan waktu dan kesanggupan saya. Ketika shift sore akan
dimulai, teman saya yang terdaftar sebagai pewawancara (sebut saja R) pada shift tersebut ijin pulang, padahal hanya
tersisa kami berdua dari divisi kami dan masih ada lima peserta yang harus diwawancarai dengan waktu yang terbatas. R
berargumen bahwa dia lelah, telah mengikuti shift pagi, memiliki janji yang telah dibuatnya dari dulu dan telah ditunggu
teman-temannya di luar ruangan. Sedangkan saya berargumen ketika dia mendaftar untuk menjadi pewawancara di shift
sore artinya dia telah memperhitungkan jadwalnya dan harus konsekuem dengan keputusannya itu. Saya juga berargumen
bahwa saya jauh lebih capek dan butuh bantuan karena separuh peserta yang dating pagi tadi saya yang mewawancarai
dan waktu kosong di siang hari telah saya gunakan untuk mengerjakan tugas R yang sempat ia tinggalkan. Ketika tahu ia
masih menunggui salah satu temannya yang sedang diwawancarai, saya semakin berusaha menahannya dalam ruangan
agar ketika calon anggota yang pertama datang, R bersedia mewawancarai sembari menunggu temannya. Pada akhirnya
memang R mewawancarai peserta yang dating pertama
Tentunya saya tidak puas dengan hasil yang saya peroleh. Saya memang hanya mewawancarai empat orang di shift sore
dan R masih mau membantu tetapi goal saya ketika mengetahui seharusnya ada dua pewawancara standby untuk shift
sore (saya dan teman saya) saya ingin kami membaginya (saya mewawancarai dua orang dan dia tiga) karena saya sudah
mewawancarai banyak paginya. Kepentingan saya adalah agar ada yang membantu saya melakukan wawancara karena
saya sudah sngat lelah dan kepentingannya adalah agar ia bias pergi melaksanakan janjinya dengan teman-temannya.
Karena alot, berbagai metode telah saya gunakan dari membujuknya lewat persuasive argument, time pressure hingga
yang sifatnya memecahkan masalah : kompensasi spesifik (R mewawancarai orang pertama untuk meringankan tugasnya
sehingga ia bisa kemudian pergi), dan kompensasi non spesifik (tugasnya yang saya kerjakan). Saya merasa walaupun
kepentingan saya terpenuhi, saya bias mendapat lebih jauh dari itu
31. (anonim)
Dalam aturan antara anak kos di tmepat kami ada sebuah peraturan dimana apabila seseorang dari anak kos
mendapatkan pacar baru, maka dia diharuskan untuk mentraktir selurh teman-teman lain di kos tersebut. Peristiwa itu
disebut “PJ” (Pajak Jadian). Dan akhirnya suatu hari saya mendapatkan pacar baru dan secara otomatis saya harus
mentaati PJ
Saya sudah berjanji pada anak-anak kost untuk mentraktir mereka pada hari Rabu di Jogja Chicken, namun pada hari
rabunya saya mengalami kecelakaan yang tidak terlalu parah, namun itu cukup membuat saya agak shock dan capek pada
hari itu. ssepulangnya saya ke kos, anak-anak sudah menunggu dengan riuhnya, tentu saja karena mereka akan mendapat
traktiran dari saya. Saya sempat ragu untuk menunda rencana PJ tersebut, namun akhirnya saya utarakan juga kepada
mereka, awalnya mereka agak kecewa, namun setelah saya menyakinkan mereka untuk menunda PJ besok harinya,
akhirnya mereka setuju.
Posisi saya pada negosiasi tersebut adalah menunda PJ dilaksanakan hari Rabu, dan posisi anak-anak kost adalah
tetap melakukan PJ hari rabu, kepentingan yang saya miliki adalah saya ingin istirahat dan menghilangkan shock,
sedangkan mereka, sudah jelas yaitu ingin mendapatkan traktiran.
Taktik yang digunakan dalam negosiasi tersebut adalah persuasive argument dan positional commitment, hal ini
memungkinkan karena saya yang mempunyai power yang lebih pada saat itu. demand yang saya tawarkan adalah tidak
melaksanakan PJ sama sekali, Goal saya adalah setidaknya ditunda besok, dan limit yang saya miliki adalah melakukan PJ
pada hari rabu tetapi sekitar jam 9 atau 10.
Saya sulit menentukan demand, goal, dan limit mereka, apalagi mereka terdiri dari banyak pihak, dan saya tidak
mengetahui isi hati mereka. tetapi demand mereka tentu mendapatkan PJ rabu sore itu juga. Disini saya juga melihat
pemanfaatan prinsip (keadilan dan persahabatan), positional commitment, dan feasibility (untuk menentukan demand dan
goal)
32. (ANONIM)
Tak terasa bulan ramadhan telah berjalan lebih dari setengah bulan. Hari raya idul fitri pun sudah semakin dekat. Beberapa
hari yang lalu saya ingin membeli tiket untuk pulang, tetapi uang saku bulanan saya sudah hampir habis. Saya bermaksud
untuk meminta uang untuk membeli tiket sekalian meminta uang saku tambahan. Namun saya agak ragu untuk meminta
kedua orang tua saya, karena saya menyadari selama bulan puasa ini saya cukup boros. Saya agak tidak enak hati untuk
meminta uang saku tambahan kepada orang tua saya. Tetapi saya membutuhkan uang tambahan karena khawatir uang
saku yang saya miliki sekarang tidak cukup sampai minggu depan, selain itu masih banyak yang saya harus selesaikan
sebelum pulang. Akhirnya saya memberanikan diri untuk meminta uang saku tambahan sekaligus uang untuk membeli tiket
pulang. Pertama, saya utarakan keperluan saya kepada ayah saya. Awalnya ayah saya sempat keberatan dengan
permintaan saya untuk uang saku tambahan. Namun saya jelaskan kepada ayah saya kalau saya harus menyelesaikan
beberapa hal sebelum pulang dan saya membutuhkan uang saku tambahan karena saya memerlukan biaya yg cukup
banyak. Akhirnya ayah saya mengerti, tetapi karena ayah saya sedang berada di luar kota, saya disuruh menghubungi ibu
saya untuk meminta persetujuan dan meminta untuk dikirim uang. Saya menjadi agak ragu kembali, karena tentunya saya
harus meyakinkan ibu saya lagi. Dari pengalaman saya terdahulu, biasanya cukup sulit bernegosiasi dengan Ibu saya
dibandingkan dengan ayah saya. Akhirnya saya menelepon ibu saya. Kemudian saya mengutarakan kembali keinginan
saya kepada Ibu saya. Ibu saya sempat menanyai mengapa uang saku saya begitu cepat habis sampai-sampai tidak bisa
membeli tiket pulang. Cukup sulit menjelaskan alasan mengapa uang saku saya begitu cepat habis karena salah saya tidak
mencatat pengeluaran saya sehingga pengeluaran saya cukup “overcontrol” dan tidak ada pembukuan yang jelas. Saya
pun menjelaskan kalau saya butuh uang saku tambahan karena saya harus membayar laundry, memperbaiki motor,
membeli tiket pulang dan sebagainya. Kemudian ibu saya melunak sedikit dan beliau bertanya berapa uang yang saya
butuhkan. Saya mengajukan permintaan sebanyak Rp 700.000, dan menjelaskan rinciannya. Ibu saya merasa keberatan
karena saya meminta uang terlalu banyak. Saya kemudian menurunkan permintaan saya sampai Rp 600.000 karena takut
ada keperluan mendadak yang harus saya beli. Ibu saya kemudian berkata “kalau gitu mamah harus kerja keras lagi donk,
untuk beli baju lebaran kamu”. Karena Ibu saya berkata demikian saya menjadi bingung untuk berkata apalagi. Saya
akhirnya menyerahkan keputusannya kepada ibu saya berapapun uang yang dikirim dan saya mengatakan kepada Ibu
saya tidak apa-apa tidak ada baju lebaran yang penting saya bisa pulang. Akhirnya Ibu saya menawarkan hanya
mengirimkan Rp 500.000 dan beliau meminta saya membeli satu buah baju muslim dengan uang itu. Akhirnya saya
menerima keputusan Ibu saya.
Posisi saya adalah meminta uang saku tambahan. Kepentingan saya adalah untuk membeli tiket dan keperluan sehari-hari
serta keperluan lainnya. Orang tua saya tidak mau memberi Uang saku tambahan terlalu banyak, karena harus membagi
uang untuk membayar tiket serta membeli baju lebaran. Saya mencoba untuk memperkirakan kemungkinan uang akan
saya gunakan. Saya mencoba meminta sebanyak Rp 700.000 karena berharap sekecil-kecilnya saya bisa mendapatkan
Rp.600.000. Pada akhirnya saya hanya mendapatkan Rp 500.000. Saya bersikap akomodatif menerima hasil tersebut
karena saya tidak ingin berdebat panjang dengan Ibu saya dan saya berusaha untuk mengerti keinginan Ibu saya walaupun
saya mendapatkan negative bargaining range yaitu uang saku yang lebih sedikit dari yang saya ajukan. Taktik yang saya
gunakan pada awalnya memberi persuasive arguments tetapi karena saya menghindari perdebatan dengan ibu saya
akhirnya menggunakan taktik berunding kompensasi nonspesifik untuk memecahkan masalah.
40. FLOWERIA
Buka puasa di mana yaa..???
Hari Kamis, kami (saya dan enam orang teman perempuan saya) memutuskan untuk berbuka puasa bersama. Selain
itu, momen ini akan kami pergunakan juga untuk melepas kepulangan salah seorang dari kami ke Jakarta malam itu.
Sebenarnya sudah jauh-jauh hari kami ingin berbuka di rumah makan “X” di Jl. Kaliurang km 7. Namun sayangnya rumah
makan tersebut telah penuh. Maka, kami memutuskan untuk berbuka di rumah makan lain yang lebih dekat karena tidak
semua dari kami membawa motor.
Pada awalnya, memutuskan untuk makan di mana cukup memakan waktu bagi kami bertujuh. Teman saya yang
pertama mengusulkan untuk makan mie dan nasi goreng di daerah Gejayan dengan alasan harganya murah dan porsinya
banyak. Teman saya yang kedua setuju karena sudah lama tidak makan mie. Teman saya yang ketiga juga setuju karena
jarak tempat makan itu relatif dekat. Teman saya yang keempat lagi suka makan yang asin-asin. Teman saya yang kelima
saat itu justru ingin berbuka dengan martabak dan teman saya yang keenam oke-oke aja untuk makan di mana pun, begitu
pula dengan saya.
Setelah berunding, maka saya menawarkan usul untuk berbuka puasa di daerah Gejayan tersebut. Teman saya
yang ingin makan martabak, dipersilahkan untuk tetap membelinya dan dijadikan sebagai ta’jil bersama (hidangan sebelum
berbuka). Kebetulan juga ia membawa motor dan bisa menyusul ke tempat kami berbuka setelah ia membeli ta’jil. Teman
saya yang lagi suka makan asin akhirnya juga tidak keberatan untuk makan di sana. Ia sendiri yang akan menyesuaikan
menu makanan dengan seleranya. Dan agar tidak kepenuhan lagi, saya menyarankan agar tiga orang teman saya untuk
berangkat duluan supaya bisa booking tempat, sedangkan saya pulang dulu ke kos untuk mengembalikan sepeda dan
menyusul kemudian. Karena teman saya ada yang mau pulang ke Jakarta naik kereta jam 8 malam dan agar kami bisa
“mengejar” tarawih, maka kami makan hanya sampai jam setengah 7 dan setelah itu langsung pulang.
Berdasarkan cerita saya di atas, maka dapat dianalisis bahwa dalam berunding dengan teman-teman, saya memilih
jalan penyelesaian yang problem solving. Hal ini dapat dikatakan karena kami membicarakan kepentingan masing-masing
dan mencari solusi yang win-win. Teknik yang kami gunakan dalam memecahkan permasalahan makan di mana saat
berbuka tersebut adalah dengan teknik bridging (menjembatani). Dalam hal ini, kepentingan kami semua dapat terpenuhi
sekaligus. Bagi saya sendiri, demand saya adalah makan di rumah makan yang dekat dan murah, goal saya adalah makan
di daerah Gejayan, dan limit saya adalah makan di mana pun asalkan saya dapat “mengejar” waktu isya dan tarawih
berjamaah di masjid. Sebenarnya, jika kami gagal menemukan solusi saat itu, kami dapat mengambil langkah BATNA, yaitu
tidak jadi buka puasa bersama hari itu dan menggantinya dengan hari yang lain. Namun kami memiliki pertimbangan
khusus, yaitu karena salah satu teman kami akan pulang malam itu sehingga tidak mungkin buka puasa dilakukan lain
waktu.
Ternyata penawaran yang diajukan teman saya sesuai dengan goal saya dan masih belum mencapai batas minimal
yang saya tetapkan. Dalam negosiasi ini kedua pihak dalam posisi win-win karena tidak ada pihak yang harus
mengorbankan salah satu kepentingannya, bahkan semua kepentingan kami terpenuhi
SAYA AYAH
Untuk pihak lawan (ayah) terdapat kondisi dimana demand = goal = limit, karena adanya faktor kondisi dan situasi yang
tidak memungkinkan serta keterbatasan à baru saja melakukan pengeluaran yang cukup besar.
Sementara untuk pihak pertama (saya) terjadi kondisi dimana goal = limit, karena adanya pertimbangan serta pengaruh dari
beberapa faktor yaitu:
Perceived cost of failure à adanya estimasi tentang kerugian yang akan ditanggung apabila perundingan tidak
mencapai kesepakatan. Karena secara tidak langsung, ayah saya tampak seperti mengeluarkan positional
commitment-nya dengan tawarannya. Jadi, daripada tetap bersikukuh pada tuntutan pertama (beli baru) yang
kemungkinan besar tidak akan menghasilkan apa-apa lebih baik menurunkan posisi atau tawaran sehingga
sedemikian rupa goal menjadi sama dengan limit (yaitu perbaikan laptop). Dengan demikian dapat tercapai titik
temu antara pihak pertama dengan lawan yang menghasilkan sebuah kesepakatan.
Principles à mempertimbangkan prinsip-prinsip mengenai kelayakan dan keadilan. Mengetahui kondisi orangtua
yang memang tidak memungkinkan untuk mengakomodir tuntutan awal maka kemudian saya menempatkan
sasaran dan batasan pada posisi yang tidak terlalu tinggi, sehingga pada akhirnya goal dapat sama dengan limit
(saya pun tidak akan rugi jika goal tidak lebih tinggi dari limit).
Kesepakatan yang dicapai dalam perundingan diatas merupakan sebuah hasil yang win-win solution, karena pada akhirnya
kepentingan kedua belah pihak dapat terpenuhi. Keinginan pihak pertama telah terpenuhi (walaupun posisi awalnya tidak)
sementara keinginan pihak lawan pun terakomodir. Sehingga dapat dikatakan bahwa perundingan tersebut adalah
perundingan yang problem solving.
49. (PRIVATE)
55. WAHYUNINGSIH/21557
Rabu siang, saya pergi ke jalan mataram untuk membelikan sepatu pesanan teman - teman saya. Teman saya bilang
bahwa harga sepatu yang akan kami beli berkisar Rp 30000. Berbekal informasi itu saya optimis untuk mendapatkan
sepatu itu dengan harga 30 rb.
Ketika telah berada si toko sepatu, saya melancarkan aksi tawar menawar dengan si penjual. Penjual menawarkan
harga pertama dengan harga 48 rb. Wah mahal sekali penawaran si penjual. Saya jadi ragu bisa mendapatkan harga 30 rb.
Namun berbekal nekat, tawaran pertama saya 25 rb. Saya berusaha meyakinkan penjual bahwa saya akan membeli 4
pasang sepatu. Tawaran saya di mentahkan oleh si penjual, alasannya terlalu murah. Saya terus bertahan dengan harga
25 rb, si penjual akhirnya menurunkan harganya menjadi 42 rb. Wah tetap tinggi harga yang diberikan oleh si penjual.
Teman saya mengatakan bahwa kalau bisa 4 pasang sepatu didapat dengan harga 110 rb. Harga yang diberikan penjual
masih sangat jauh dari target yang ingin kami capai. Saya menaikkan tawaran menjadi 30 rb. Saya kekeuh dengan harga
30 rb, penjual menurunkan harga menjadi 40 rb. Perdebatan penawaran ini sangat lama, saya berusaha meyakinkan
penjual saya membeli banyak 4 pasang. Eh penjualnya bilang kalo 4 mah masih sedikit. Namun saya tidak patah
semangat, harga 30 rb harus saya dapatkan. Penjual menurunkan lagi harga menjadi 38 rb. Penjual memberikan berbagai
macam alasan bahwa harga 38 rb merupakan harga pas. Tidak bisa lagi diturunkan.
Saya menaikkan lagi menjadi 35 rb. Namun tidak kunjung ada kesepakatan. Akhirnya si penjual memberikan
penawaran, 150 rb untuk 4 pasang. Harga dikurangi 2 rb dari penawaran sebelumnya. Saya merasa penawaran ini
merupakan penawaran terakhir dari si penjual. Jika saya tidak mengambilnya maka kemungkinan di toko sebelah harga
yang diberikan lebih tinggi. Akhirnya setelah menimbang - nimbang akhirnya tercapai kesepakatan harga 4 pasang sepatu
150 rb, berarti harga satuannya 37500. tidak terlalu melenceng jauh dari target utama kami, karena kami menginginkan
harga sepatu berkisar 30 ribuan, 37500 kan masih berada dalam range 30 ribuan.
Dalam kasus di atas, demand saya adalah mendapat sepatu dengan harga 30 rb. Penawaran terendah yang saya
ajukan adalah 25 rb. Namun sebenarnya goal yang ingin saya capai adalah harga yang wajar bagi saya dan bagi penjual
sekitar 35 rb-an, karena sebelumnya saya belum tahu harga sesungguhnya. Informasi yang saya dapat dari teman - teman
hanya perkiraan harga saja. Pertimbangan saya menyanggupi kesepakatan harga dengan penjual salah satunya adalah
possitional commitment. Jika tidak sampai kesepakatan itu, maka saya harus memulai penawaran dari awal lagi di toko
lainnya, serta belum tentu saya mendapatkan harga yang sama. Karena biasanya toko - toko itu memiliki benang merah
harga yang hampir sama. Penjualnya juga pasti mengetahui saya telah memberikan penawaran di toko sebelumnya,
kesepakatan harga akan semakin sulit di capai karena penjual memiliki posisi tawar yang tinggi di bandingkan saya.
Analisis:
Dalam perundingan banyak hal yang harus diperhatikan, misalnya tempat dan keadaan dalam perundingan. Selain itu
penggunaan waktu sebagai strategi sangat besar pengaruhnya, tekanan pada waktu bisa mendesak salah satu pihak atau
kedua pihak untuk mengalah. Dari keputusan tersebut saya mendapatkan kompensasi, mendapat bagian dari bagi hasil
dan kebutuhan makan saya terjamin untuk hari minggu (saya mendapat kompensasi spesifik dan memotong biaya hidup
saya hari minggu).
saya menarik ulur strategi saya, pertama dengan agak memaksa, kemudian dengan halus dan akhirnya saya menerapkan
time pressure.
Saya masih ragu dengan hasil akhir, sebab di sini kami saling mengutarakan kepentingan dan masalah yang kami hadapi,
walaupun strategi yang saya gunakan cenderung contending, menurut saya hasil yang pertama merupakan problem solving
(dengan gilang), saya menyatakan pilihan dengan alasan tertentu dan saya menerima tawaran tersebut dengan melihat
keadaan Gilang.
untuk perundingan dengan FG saya masih rancu, sebab kami masing-masing memperhatikan kepentingan masing-masing
pihak dalam menyatakan options namun strategi saya contending.
65. “Anonim”
Diantara Dua Pilihan
Kira-kira seminggu yang lalu, tepatnya hari jumat minggu lalu, adik-adik buddy (buddy:semacam kelompok belajar
garapan Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia KOMAHI) saya dari Angkatan 2008 mengajak saya untuk ikut
acara buka puasa bersama pada hari minggu di rumah salah seorang dari mereka. Mereka sangat berharap saya datang
karena saya adalah kakak buddy mereka (pembimbing). Di sisi lain saya pun merasa memiliki tanggung jawab moral untuk
hadir. Akan tetapi, rencana tersebut gagal dilaksanakan karena kurang persiapan sehingga harus diundur menjadi hari
rabu. Saya kecewa karena saya sengaja sudah mengosongkan jadwal pada hari minggu sehingga acara lain yang
seharusnya dilaksanakan harus saya batalkan. Yang membuat saya semakin kecewa adalah lagi-lagi acara tersebut
diundur menjadi hari kamis tanpa alasan yang saya tahu dan ironisnya baru hanya seorang saja Angkatan 2007 yang pasti
bisa datang karena mendadaknya publikasi acara tersebut. Masalah pun kembali berlanjut, saya harus menghadiri acara
buka puasa bersama di tempat lain yang sebelumnya sudah saya rencanakan dengan matang.
Akhirnya teman satu angkatan saya, sebut saja X, meminta saya untuk datang dan sedikit memaksa (contending)
dengan menggunakan taktik persuasive arguments yang mengatakan bahwa acara tersebut diundur justru karena ingin
menyesuaikan dengan jadwal kuliah kita. Saya pun sempat kaget mendengar itu, tetapi saya tidak tahu sekaligus tidak
yakin apakah itu benar atau tidak, karena setahu saya hari minggu lalulah seharusnya acara tersebut dilaksanakan, tetapi
ditunda tanpa mengkonfirmasi saya kembali. Si X juga menggunakan taktik mengganggu/annoyance dengan terus
memaksa saya untuk ikut padahal kami sama-sama sedang kuliah dan mendengarkan dosen pada saat itu. Tak segan-
segan, bahkan Si X mengancam untuk tidak ikut juga karena alasan saya juga tidak ikut. Saya pusing tujuh keliling karena
kalau sampai tidak ada Angkatan 2007 yang datang, Angkatan 2008 dapat menjadi sangat kecewa dan menganggap
Angkatan 2007 sombong sehingga merusak citra angkatan. Menurut saya pun tidak etis bila tidak menghadiri undangan
bila alasannya hanya karena saya tidak ikut.
Saya pun mencoba taktik kompensasi spesifik dengan mengusulkan kepada X agar ia pergi dengan si Y, teman dari
angkatan 2007, sebagai ganti kehadiran saya. Si Y pun mau karena saya sudah paham betul bahwa Y menaruh hati pada
Z, mahasiswi Angkatan 2008 yang juga turut hadir pada acara tersebut. Tak lupa saya pun meminta maaf secara langsung
kepada Angkatan 2008 karena tidak dapat hadir. Akhirnya kami bertiga pun mendapatkan apa yang menjadi kepentingan
kami masing-masing. Saya dapat berbuka di tempat lain, X dapat pergi karena sudah mendapat teman, dan Y pun berhasil
melakukan PDKT (pendekatan) dengan pujaan hatinya. Hahahaha. Bravo !
64. RIDHO
since INKA KOMAHI akan mengadakan diskusi, bedah buku, dan ngabuburit dengan judul "Mahzab Pendidikan Kritis" yang
akan dilaksanakan pada 22 september 2008 maka, saya selaku panitia bermaksud mengajukan permohonan dana kepada
bendahara KOMAHI. Dari hasil perhitungan saya, kegiatan akan menghabiskan dana RP 300.000 saya pun membuat
rinciannya untuk kemudian dijadikan bahan negosiasi dengan bendahara KOMAHI.
berdasarkan ilmu yang saya dapat dari kelas NRK minggu ini saya pun menset demands, goal dan limit. Demands saya
tentukan sebesar Rp 300.000; goal sebesar Rp 200.000; dan limit sebesar Rp 150.000; boleh dikatakan saya dikejar waktu
karena pengajuan dana ini baru disampaikan kemarin (kamis/18/09/08) padahal acaranya berlangsung senin mgu depan.
jadi dapat dikatakan saya dikejar waktu (time pressure).dengan alasan ini pula saya mendesak bendahara komahi untuk
segera mencairkan dananya. .....tak lama dia pun menjawab akan memberikan keesokan harinya (hari ini-red) dengan
berkonsultasi dengan ketua komahi. hasilnya....saya hanya mendapatkan Rp 150.000; dengan alasan bahwa komahi pada
waktu yang sama juga membutuhkan dana untuk alokasi kegiatan lain sperti IDP. awalnya saya tidak puas dengan
mengatakan bahwa acara ini lingkupnya se-SOSIOHUMANIORA, dan cukup optimist akan banyak yang ikut serta. sang
bendahara komahi pun kemudian berpikir kembali dan kemudian mengatakan bahwa "kalau ternyata dana yang dibutuhkan
lebih kamu bisa pakai uangmu dulu baru nanti diganti (dengan mencantumkan Bon/kwitansi), asalkan lebihannya gak
melebihi Rp 300.000; wuah....saya pun cukup gembira walauuang yang say terima cuma Rp 150.000; tapi pada dasarnya
saya bisa mendapatkan Rp 300.000; dengan reimbursement.....................
67. (ANONIM)
seorang teman meminta saya untuk mengikuti acara organisasinya yang mengharuskan saya menginap selama satu
malam (sabtu-minggu).. sayangnya saya tidak bisa ikut karena harus menyiapkan acara diskusi publik untuk hari senin.
namun,.. saya merasa "tidak enak" karena rangkaian acara yang diadakannya, seharusnya adalah tanggung jawab saya
juga. jadi,.. untuk kemudian mengetahui apa sebetulnya yang dibutuhkan temanku untuk acaranya tersebut, saya ikut ke
tempat diadakannya acara tersebut seminggu sebelum hari "H".
ternyata, acara tersebut butuh games-games outdoor, dan karena saya tidak bisa ikut secara langsung. maka saya -
dengan perasaan tidak enak - saya memberikan masukan-masukan games beserta buku panduannya walaupun menyusul.
68. BELA
Sabtu kemarin saya pingin ngerjain tugas kelompok di suatu café. Saya mengajak salah seorang anggota kelompok untuk
nemenin. Nggak lucu aja kesana sendirian. Tapi ternyata dia tidak setuju ke café itu karena pernah punya pengalaman
tidak menyenangkan disana. Dia mengusulkan untuk ke café lain saja. Giliran saya yang tidak setuju karena emang dari
dulu sudah kebiasaan ngerjain di café yang saya pilih itu. Lagipula kangen udah lama nggak kesana. Saya tidak setuju
dengan opsi yang dia ajukan karena di café yang dipilihnya itu wifi-nya lemot dna harganya mahal. Karena saya memang
Cuma butuh temen untuk nemeni aja, saya bilang ke dia, ya sudah, nggak jadi aja, biar saya ngajak temen lain. Eh, nggak
tahu kenapa dia jadi mau.
Negosiasi saya kali ini masih contending karena saya kurang memperhatikan kepentingan lawan dan saya menggunakan
persuasive arguments dengan menyakinkan lawan saya tentang keunggulan opsi saya. Disini, demand, goal dan limit saya
sama. BATNA nya adalah mengajak teman lain.
69. RNF
Negosiasi yang terjadi minggu ini mengenai alokasi waktu mengajar. Jadwal mengajarku sebelumnya mulai jam 16.00-
18.00 WIB. Tetapi di hari yang sama aku mendapat undangan buka bersama di rumah teman--yang sayang untuk
dilewatkan. Oleh karena itu aku harus me-reschedule jadwalku sebelumnya karena jika ikut buka bersama aku harus
kumpul di kampus pada jam 16.30-17.00 WIB . Permasalahannya, aku enggan untuk mengajar di malam hari karena tidak
mau ketinggalan momen shalat tarawih di bulan Ramadhan. Sebaliknya, waktu paling luang adik untuk les adalah sore hari
dan malam hari. Pagi hari sekolah. Sementara siang hari adalah waktu istirahat siang.
Untuk menyiasati hal tersebut, agar kepentingan semua pihak terpenuhi. Aku muncul dengan sebuah usulan agar jadwal
les dimajukan menjadi jam 14.30-16.30 WIB dengan menguraikan beberapa alasan diantaranya, adik tetap bisa istirahat
siang (pulang sekolah jam12.00 WIB) dan adanya acara buber bareng teman-teman. Sebelum akhirnya usulan itu disetujui,
dalam proses negosiasi sempat terjadi tarik ulur konsesi antara les dimajukan di siang hari hari atau setelah isya.
Analisis:
Dalam hal ini, posisiku : les jam 14.30-16.30 WIB
Kepentinganku : ikut buber di rumah temen, tidak kehilangan kesempatan sholat tarawih, tidak pulang terlaru larut
malam
Posisi adik yang aku lesin : les sore hari atau malam hari
Kepentingan adik : bisa istirahat siang (tidur), tidak ngantuk, capek, atau lapar (atmosphere puasa di siang hari)
Taktik à dalam negosiasi tersebut, aku menggunakan taktik campuran yaitu persuasive arguments dengan
menyajikan alasan-alasan untuk meyakinkan adik dan expanding the pie, dengan memperluas time resources.
Demand=Goal=Limit-ku à 14.30 – 16.30 WIB
Demand adik à19.00 -- 21.00 WIB