Anda di halaman 1dari 17

CITRA DIRI (KEPRIBADIAN) INTELEKTUAL MUSLIM

Disusun oleh:
Kelas L/Kelompok 2

Agefia Aulita P.P 041611333067


Irma Purnama N. 041611333062
Roudatul Hasanah 041611333099
Dianti Lestari 041611333088
Selviana Umi N. 041611333139

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat hanya untuk Allah SWT, atas
Rahmat, Taufik dan hidayah-Nya. Tidak lupa sholawat serta salam yang selalu terlimpahkan
pada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW, Sehingga kami dapat menjadikannya
sebagai pedoman untuk menyelesaikan tugas kuliah untuk mata ajar Agama Islam di
Universitas Airlangga dengan judul ‘’CITRA DIRI (KEPRIBADIAN) INTELEKTUAL
MUSLIM‘’.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis sadar bahwa makalah ini (yang dibuat) masih
jauh dari kesempurnaan baik dari segi penulisan materi maupun dari segi materinya,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang kami (sebagai penulis) miliki. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan penulisan dalam
makalah ini. Dan tidak lupa, penulis mengucapkan terimaksih kepada Dosen, yang mana
dengan ikhlas mau mengarahkan, membantu, membimbing, memberi semangat, memotivasi
selama proses pembuatan dan penyusunan tugas makalah ini. Hanya Allah SWT yang
membalasnya semua kebaikan yang telah diberikan dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
Amin.

Surabaya, 17 Agustus 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………… 1


1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………....………… 2
1.3 Tujuan Makalah ………………………………………………………………………... 2
1.4 Manfaat ………………………………………………………………………………... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Citra Diri (Kepribadian) Intelektual Muslim …………………………………..


3

2.2 Nabi Muhammad SAW Sebagai Panutan Umat Islam ……………………....……...…… 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………...……. 12

3.2 Saran ……………….…………………………………………………………...……. 12

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..…..……….. 13


ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya kepribadian bukan terjadi secara serta merta akan tetapi terbentuk
melalui proses kehidupan yang panjang, adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan
kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak mulia. Tingkat kemuliaan
akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi Muhammad S.A.W
mengemukakan bahwa “orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang
mukmin yang paling baik akhlaknya”. Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dua pusaka
Rasulullah SAW yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek
kehidupan, satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan
pengembangan peribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan
sunnah adalah pribadi yang shaleh, peribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya
terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah SWT. Beberapa hal penting lainnya juga
dibahas dalam penulisan ini, terkait dengan optimalisasi penerapan konsep insan kamil
dalam kehidupan sehari-hari.

Orang Islam belum tentu berkepribadian muslim. Kepribadian Muslim adalah seperti
digambarkan oleh Al-qur’an tentang tujuan dikirimkan Rasulullah Muhammad SAW
kepada ummatnya, yakni menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Oleh sebab itu, seseorang yang telah mengaku muslim seharusnya memiliki
kepribadian sebagai sosok yang selalu dapat memberi rahmat dan kebahagiaan kepada
siapapun dan dalam lingkungan bagaimanapun. Taat dalam menjalankan ajaran agama,
tawadhu’, suka menolong, memiliki sifat kasih sayang, tidak suka menipu/mengambil hak
orang lain, tidak suka mengganggu dan tidak menyakiti orang lain.
1

Persepsi (gambaran) masyarakat tentang kepribadian muslim memang berbeda-beda.


Bahkan tidak banyak yang memiliki pemahaman sempit sehingga pribadi muslim seolah
tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyyah saja,
padahal itu hanyalah salah satu aspek dan masih banyak aspek lain yang harus melekat
pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu, standar pribadi muslim yang berdasarkan
Al-qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat
menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim yang sempurna.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, penulis mengambil rumusan
masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian dan pengimplementasian citra diri (kepribadian) intelektual


menurut Islam?
2. Bagaimana kita sebagai muslim meneladani kepribadian intelektual Nabi Muhammad
SAW?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian dan pengimplementasian citra diri (kepribadian)


intelektual menurut Islam.
2. Untuk mengetahui sikap dan kepribadian nabi Muhammad SAW yang menjadi
panutan umat Islam.

1.4 Manfaat
1. Untuk menambah wawasan mengenai bagaimana seharusnya berkepribadian
intelektual menurut Islam.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kepribadian nabi Muhammad
SAW dan bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai
intelektual muslim.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Citra Diri (Kepribadian) Intelektual Muslim

Kepribadian muslim berasal dari dua kata yaitu kepribadian dan muslim. Dalam
pergaulan dan percakapan sehari-hari, kata kepribadian sering dikaitkan dengan sifat, watak,
tingkah laku maupun bentuk fisik seseorang. Contohnya, kepada orang yang pemalu
dikenakan atribut “kepribadian pemalu”, kemudian orang yang supel dikenakan atribut
“berkepribadian supel” (Koeswara,2001:10). Sehingga dapat diperoleh gambaran bahwa
kepribadian menurut terminologi awam menunjukkan bagaimana tampil dan menimbulkan
kesan di depan orang.

Menurut tinjauan buku-buku psikologi, kepribadian berasal dari kata personare


(Yunani), yang berarti menyuarakan melalui alat. Di zaman Yunani Kuno para pemain
sandiwara bercakap-cakap atau berdialog menggunakan semacam penutup muka (topeng)
yang dinamakan persona. Dari kata tersebut, kemudian dipindahkan ke bahasa Inggris
menjadi personality (kepribadian) (Jalaluddin,2001:171)

Dalam al-Qur’an tidak ditemukan term/istilah yang pas mempunyai arti kepribadian.
Di antara term-term yang mengacu pada kepribadian adalah ​alsyakhshiyat, al-huwiyat,
al-nafsiyat, zat, dan khulq.​ Term-term tersebut mempunyai makna spesifik yang
membedakan satu sama lain. ​Syakhsiyat b​ erasal dari kata ​syakhsh y​ ang berarti “pribadi”,
mendapat ya’ nisbat sehingga menjadi benda buatan atau masdar sina’iy yang berarti
“kepribadian”. Syakhsyiyat mencakup totalitas kepribadian manusia meliputi struktur,
keunikan, sifat, watak, dan sebagainya. Huwiyat berasal dari kata huwa (kata ganti orang
ketiga tunggal) yang berarti “dia”. Kata ini menunjukkan maksud al-fardiyat (individuality),
yang mengarah pada keunikan individu. Zat lazimnya dipakai untuk menunjukkan zat Allah.
Dalam pandangan psikologi memiliki arti tendensi (mayl) individu yang meliputi jiwanya
yang berasal dari substansinya sendiri. Selain itu, term zat hanya menunjukkan tendensi
individu dan belum menunjukkan potensi dan kecenderungan lain. Term nafsiyat lebih
banyak dipakai dalam leksikalogi al-Qur’an dan sunnah. Term khuluq (bentuk tunggal dari
akhlak). Khuluq mencakup kondisi lahir dan batin.

Sedangkan definisi kepribadian secara terminologi menurut beberapa psikolog yaitu:

1. Menurut Sigmund Freud yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata adalah organisasi yang
dibentuk oleh id, ego dan super ego. Id adalah pribadi yang berhubungan dengan
pemuasan dorongan biologis. Ego adalah pribadi yang timbul setelah berhubungan
dengan lingkungan dan erat hubungannya dengan psikologis. Sedangkan superego
adalah pribadi yang terbentuk oleh norma, hal ini berkaitan dengan
sosiologis.(Sumadi,1990:142)
2. Allport dalam buku Agus Sujanto, mendefinisikan personality is the dynamic
organization within the individual of these psychopysical system, that determines his
unique adjusment to his environment. Artinya, kepribadian adalah organisasi dinamis
dalam diri individu yang terdiri atas sistem psikopisik yang menentukan penyesuaian
dirinya yang khas terhadap lingkungannya.(Agus,2001:94)
3. Menurut Usman Najati, kepribadian adalah organisasi dinamis dari peralatan fisik dan
psikis dalam diri individu yang membentuk karakternya yang unik dalam
penyesuaiannya dengan lingkungannya.(Usman,1997:240)

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah


organisasi dinamis dari kemampuan fisik maupun psikis seseorang yang membentuk karakter
yang unik dalam penyesuaian dengan lingkungannya. Sedangkan kata “muslim” dalam
Ensiklopedi Muslim adalah sebutan bagi orang yang beragama Islam. Dalam pengertian dasar
dan idealnya adalah orang yang menyerahkan diri, tunduk dan patuh pada ajaran Islam.

Kepribadian Muslim dapat dilihat dari kepribadian orang per orang (individu) dan
kepribadian dalam kelompok masyarakat (ummah) serta kepribadian muslim sebagai
Khalifah. Kepribadian individu meliputi ciri khas seseorang dalam sikap dan tingkah laku,
serta kemampuan intelektual yang dimilikinya. Karena adanya unsur kepribadian yang
dimiliki masing-masing, maka sebagai individu seorang Muslim akan menampilkan ciri
khasnya masing-masing.

Dengan demikian akan ada perbedaan kepribadian antara seseorang muslim dengan
muslim lainnya. Secara fitrah perbedaan ini memang diakui adanya. Islam memandang setiap
manusia memiliki potensi yang berbeda, hingga kepada setiap orang dituntut untuk
menunaikan perintah agamanya sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing.

1. Kepribadian Muslim Sebagai Individu

Secara individu kepribadian Muslim mencerminkan ciri khas yang berbeda.


Ciri khas tersebut diperoleh berdasarkan potensi bawaan. Dengan demikian secara
potensi (pembawaan) akan dijumpai adanya perbedaan kepribadian antara seorang
muslim dengan muslim lainnya. Namun perbedaan itu terbatas pada seluruh potensi
yang mereka miliki, berdasarkan faktor pembawaan masing-masing meliputi aspek
jasmani dan rohani. Pada aspek jasmani seperti perbedaan bentuk fisik, warna kulit,
dan ciri-ciri fisik lainnya. Sedangkan pada aspek rohaniah seperti sikap mental, bakat,
tingkat kecerdasan, maupun sikap emosi.

Pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu


pembentukan kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlak al-karimah.
Untuk itu setiap Muslim dianjurkan untuk belajar seumur hidup, sejak lahir
(dibesarkan dengan yang baik) hingga di akhir hayat. Pembentukan kepribadian
Muslim secara menyeluruh adalah pembentukan yang meliputi berbagai aspek, yaitu:

● Aspek idiil (dasar), dari landasan pemikiran yang bersumber dari ajaran
wahyu.
● Aspek materiil (bahan), berupa pedoman dan materi ajaran yang terangkum
dalam materi bagi pembentukan akhlak al-karimah.
● Aspek sosial, menitikberatkan pada hubungan yang baik antara sesama
makhluk, khususnya sesama manusia.
● Aspek teologi, pembentukan kepribadian muslim ditujukan pada pembentukan
nilai-nilai tauhid sebagai upaya untuk menjadikan kemampuan diri sebagai
pengabdi Allah yang setia.
● Aspek teologis (tujuan), pembentukan kepribadian Muslim mempunyai tujuan
yang jelas.
● Aspek duratife (waktu), pembentukan kepribadian Muslim dilakukan sejak
lahir hingga meninggal dunia.
● Aspek dimensional, pembentukan kepribadian Muslim yang didasarkan atas
penghargaan terhadap factor-faktor bawaan yang berbeda (perbedaan individu)

● Aspek fitrah manusia, yaitu pembentukan kepribadian Muslim meliputi


bimbingan terhadap peningkatan dan pengembangan kemampuan jasmani,
rohani dan ruh.

2. Kepribadian Muslim Sebagai Ummah.

Komunitas Muslim (kelompok seakidah) ini disebut ummah. Individu


merupakan unsur dalam kehidupan masyarakat. Maka dengan membentuk kesatuan
pandangan hidup pada setiap individu, rumah tangga, diharapkan akan ikut
mempengaruhi sikap dan pandangan hidup dalam masyarakat, bangsa, dan ummah.
Adapun pedoman untuk mewujudkan pembentukan hubungan itu secara garis
besarnya terdiri atas tiga macam usaha, yakni : (1) memberi motivasi untuk berbuat
baik, (2) mencegah kemungkaran dan, (3) beriman kepada Allah. Untuk memenuhi
tiga persyaratan itu, maka usaha pembentukan kepribadian Muslim sebagai ummah
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan ruang lingkup dan kawasan yang menjadi
lingkungan masing-masing.

3. Kepribadian Muslim Sebagai Khalifah

Allah sebagai pencipta memberi pernyataan, bahawa ia mampu untuk


menjadikan manusia umat yang sama. Dalam hal ini ternyata Al-Qur’an telah
memberi jalan keluar untuk menggalang persatuan dan kesatuan manusia.
Pribadi yang intelektual dalam Islam disebut dengan istilah ​Ulul Albab.​ Kata ini
diulang sebanyak 16 kali dalam Al-Quran. ​Ulul adalah kata yang menunjukkan suatu bentuk
kepemilikan atau kepunyaan, sedangkan ​Albab adalah bentuk jamak dari kata ​Lubb y​ ang
artinya adalah isi, inti, terpenting, terbaik. Walaupun secara konteks dalam bahasa Indonesia
Ulul Albab bisa disebut sebagai kaum intelektual akan tetapi terdapat beberapa perbedaan.
Tidak semua pribadi intelektual dapat disebut ​Ulul Albab​, akan tetapi pribadi ​Ulul Albab
sudah pasti pribadi yang intelektual.

Salah satu yang menjadi nilai tambah pribadi ​Ulul Albab dibanding pribadi intelektual
lain adalah adanya nilai-nilai ketaqwaan dan keimanan pada Allah SWT. Allah menyiratkan
nilai-nilai tersebut dalam firmanNya:

‫ْﺤﺎﻧَ َﻚ َﻓ ِﻘﻨَﺎ‬
َ ‫َﺎﻃ ًﻼ ُﺳﺒ‬ َ ْ ‫ات َو‬
َ ‫اﻷ ْرض َرﺑﱠﻨَﺎ َﻣﺎ َﺧﻠَ ْﻘ َﺖ َه‬
ِ ‫ٰذا ﺑ‬ ‫ون ِﻓﻲ َﺧ ْﻠ ِﻖ ﱠ‬
ِ ‫اﻟﺴ َﻤﺎ َو‬ َ ‫ٰ ُﺟﻨُﻮﺑِ ِﻬ ْﻢ َوﯾَﺘَ َﻔ ﱠﻜ ُﺮ‬ ‫ون ﱠ‬
‫اﷲَ ِﻗﯿَﺎﻣًﺎ َو ُﻗﻌُﻮ ًدا َو َﻋﻠَﻰ‬ َ ‫ﯾﻦ ﯾ َْﺬ ُﻛ ُﺮ‬
َ ‫اﻟﱠ ِﺬ‬
ِ
َ ‫َﻋ َﺬ‬
ِ ‫اب اﻟﻨﱠ‬
‫ﺎر‬

Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. ​(Q.S. Ali Imran : 191)

Menurut beberapa kalangan, ​Ulul Albab​ memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu

‫ﺎب‬ َْ ْ ُ ٍ َ‫ف اﻟﻠﱠﯿْﻞ وَاﻟﻨﱠﻬَﺎر َﻵﯾ‬


ِ ‫ْض وَاﺧْﺘِ َﻼ‬ َ ْ ِ َ‫إنﱠ ِﻓﻲ ﺧَﻠْﻖ اﻟﺴﱠﻤَﺎو‬
ِ َ‫ﺎت ِﻷوﻟِﻲ اﻷﻟﺒ‬ ِ ِ ِ ‫ات وَاﻷر‬ ِ ِ

Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Q. S. Ali
Imran : 190)

Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim sejak mereka lahir sampai meninggal.
Seorang ​Ulul Albab pasti memiliki ilmu pengetahuan yang luas serta diimbangi
dengan pemahaman agama yang mendalam.
2. Mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk

‫ﺎب ﻟَﻌَﻠﱠﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮن‬ َْ ْ ُ ‫ﱠ‬ ِ ِ‫ﺐ وَﻟَﻮْ أَﻋْﺠَﺒَﻚَ ﻛَﺜْﺮَةُ اﻟْﺨَﺒ‬


ُ ‫ﯿﺚ وَاﻟﻄﱠﯿﱢ‬
ُ ِ‫ﻗُﻞْ َﻻ ﯾَﺴْﺘَﻮي اﻟْﺨَﺒ‬
ِ َ‫ﯿﺚۚ ﻓَﺎﺗﱠﻘُﻮا اﷲَ ﯾَﺎ أوﻟِﻲ اﻷﻟﺒ‬ ِ

Artinya: ​Katakanlah, “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun
banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai
orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.”​ (Q. S. Al- Maidah : 100)

Seorang intelektual pasti bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk.
Akan tetapi tidak semua bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang buruk.
Mereka yang tahu mana perbuatan baik dan mana perbuatan buruk serta mampu
menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan buruk adalah pribadi yang
Ulul Albab.​

3. Kritis dalam mendengarkan pendapat orang lain

َْ ْ ُ ُ ٰ ُ‫ۖ وَأ‬ ٰ ُ‫اﻟﱠِﺬﯾﻦَ ﯾَﺴْﺘَِﻤﻌُﻮنَ اﻟْﻘَﻮْلَ ﻓَﯿَﺘﱠﺒِﻌُﻮنَ أَﺣْﺴَﻨَﻪُۚ أ‬


ُ‫ولَﺋِﻚَ اﻟﱠِﺬﯾﻦَ ﻫَﺪَاﻫُﻢُ اﷲﱠ‬
ِ َ‫ولَﺋِﻚَ ﻫُﻢْ أوﻟﻮ اﻷﻟﺒ‬
‫ﺎب‬

Artinya: ​Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya. Mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka
Itulah orang-orang yang mempunyai akal.​ (Q. S. Az-Zumar : 18)

Kritis dalam mendengarkan maksudnya adalah pribadi ​Ulul Albab akan selalu
menghargai pendapat orang lain dan menimbang serta memilah kebaikan dalam
pendapat seseorang. Pribadi ​Ulul Albab tidak akan menelan mentah-mentah apa yang
mereka dengar.

4. Dapat menyampaikan ilmunya kepada orang lain

‫اﺣﺪٌ وَﻟِﯿَﺬﱠﻛﱠﺮَ أُوﻟُﻮ‬ َ‫ﺑَﻼغٌ ﻟِﻠﻨﱠﺎس وَﻟِﯿُﻨْﺬَرُوا ﺑِ ِﻪ وَﻟِﯿَﻌْﻠَﻤُﻮا أَﻧﱠﻤَﺎ ﻫُﻮَ إل‬
ِ َ‫ٰهٌ و‬ ِ ِ َ ‫ٰذَا‬
َ‫ه‬
‫ﺎب‬ َْ ْ
ِ َ‫اﻷﻟﺒ‬

Artinya: ​(Al Quran) Ini adalah penjelasan yang Sempurna bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya
dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil
pelajaran.​ (Q. S. Ibrahim : 52)

Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Ilmu tidak
akan bermanfaat jika tidak disampaikan kepada orang lain. Penyampaian ilmu
memiliki berbagai bentuk. Seperti tulisan, pendapat, atau aplikasi teknologi. Seorang
Ulul Albab​ akan selalu berbagi ilmu dengan orang lain.

5. Hanya takut pada Allah

‫َال ِﻓﻲ ْاﻟ َﺤ ﱢﺞۗ َو َﻣﺎ ﺗَ ْﻔ َﻌﻠُﻮا ِﻣ ْﻦ‬


َ ‫ﻮق َو َﻻ ِﺟﺪ‬ َ ‫ﯿﻬ ﱠﻦ ْاﻟ َﺤ ﱠﺞ َﻓ َﻼ َر َﻓ َﺚ َو َﻻ ُﻓ ُﺴ‬
ِ ‫ض ِﻓ‬ ٌ ‫ُﺮ َﻣ ْﻌﻠُﻮ َﻣ‬
َ ‫ﺎتۚ َﻓ َﻤ ْﻦ َﻓ َﺮ‬ ٌ ‫ْاﻟ َﺤ ﱡﺞ أَ ْﺷﻬ‬
َْ ْ ُ ُ ‫​اﻟﺰا ِد اﻟﺘﱠ ْﻘ َﻮى‬ َ ‫ْﺮ ﯾ َْﻌﻠَ ْﻤ ُﻪ اﷲﱠُۗ َوﺗَ َﺰ ﱠو ُدوا َﻓﺈِ ﱠن َﺧﯿ‬
‫َﺎب‬
ِ ‫ﻮن ﯾَﺎ أوﻟِﻲ اﻷﻟﺒ‬ ِ ‫ٰۚ َواﺗﱠﻘ‬ ‫ْﺮ ﱠ‬ ٍ ‫َﺧﯿ‬

Artinya: ​Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku


Hai orang-orang yang berakal.​ (Q. S. Al-Baqarah :197)

Karakteristik terpenting dari seorang ​Ulul Albab adalah takut pada Allah. Pribadi ​Ulul
Albab akan berusaha menjauhi segala laranganNya dan berusaha melaksanakan segala
perintahNya karena tahu Allah tidak pernah tidur.

2.2 Nabi Muhammad SAW Sebagai Panutan Umat Islam

Allah SWT berfirman:

ّٰ ‫اﻻ ِﺧ َﺮ َو َذ َﻛ َﺮ‬
ً ‫اﻟﻞ َه َﻛﺜِﯿ‬
‫ْﺮا‬ ْ ‫اﻟﻞ َه َوا ْﻟﯿ‬
ْٰ ‫َﻮ َم‬ ّٰ ‫َﺮ ُﺟﻮا‬
ْ ‫اﻟﻞ ِه اُ ْﺳ َﻮٌة َﺣ َﺴﻨَ ٌﺔ ﻟﱢ َﻤ ْﻦ َﻛﺎ َن ﯾ‬
ّٰ ‫ۗ ﻟَ َﻘ ْﺪ َﻛﺎ َن ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﻓ ْﻲ َر ُﺳ ْﻮ ِل‬

"​Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak
mengingat Allah​." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 21)

Dalam ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa meneladani nabi Muhammad
SAW dalam kehidupan sehari-hari termasuk kehidupan sebagai intelektual muslim dan dapat
menghantarkan kepada rahmat Allah swt. Berikut ini 4 sifat nabi yang dijadikan teladan:

1. Shiddiq (jujur)

Hadist-hadist Nabi Muhammad SAW Tentang Kejujuran sebagai berikut:


‫اﻟﺼ ْﺪ َق ﯾ َْﻬ ِﺪ ْي إِﻟَﻰ‬
‫ َﻓﺈِ ﱠن ﱢ‬، ‫ﺎﻟﺼ ْﺪ ِق‬ ُ ‫ َﻋﻠَﯿ‬: ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﯿ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ ِ‫ﺎل َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲ‬ َ ‫ﺿ َﻲ اﷲُ َﻋ ْﻨ ُﻪ َﻗ‬
َ ‫ َﻗ‬: ‫ﺎل‬
‫ْﻜ ْﻢ ﺑِ ﱢ‬ ِ ‫ُﻮد َر‬ ِ ِ‫َﻋ ْﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﷲ‬
ْ ‫ﺑﻦ َﻣ ْﺴﻌ‬
، ‫ﱠﺎﻛ ْﻢ َو ْاﻟ َﻜ ِﺬ َب‬
ُ ‫ َوإﯾ‬، ‫ﺻ ﱢﺪﯾ ًْﻘﺎ‬
ِ ِ ِ‫اﻟﺼ ْﺪ َق َﺣﺘﱠﻰ ﯾ ُْﻜﺘَ َﺐ ِﻋ ْﻨ َﺪ اﷲ‬ ْ ‫اﻟﺮ ُﺟ ُﻞ ﯾ‬
‫َﺼ ُﺪ ُق َوﯾَﺘَ َﺤ ﱠﺮى ﱢ‬ ‫ال ﱠ‬ُ ‫َﺰ‬
َ ‫ َو َﻣﺎ ﯾ‬، ‫ َوإِ ﱠن ْاﻟﺒِ ﱠﺮ ﯾ َْﻬ ِﺪ ْي إِﻟَﻰ ْاﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ‬، ‫ْاﻟﺒِ ﱢﺮ‬

ِ‫اﻟﺮ ُﺟ ُﻞ ﯾ َْﻜ ِﺬ ُب َوﯾَﺘَ َﺤ ﱠﺮى ْاﻟ َﻜ ِﺬ َب َﺣﺘﱠﻰ ﯾ ُْﻜﺘَ َﺐ ِﻋ ْﻨ َﺪ اﷲ‬


‫ال ﱠ‬ُ ‫َﺰ‬ َ ُْ ُْ َ ْ
ِ ‫ َوإِ ﱠن اﻟﻔ ُﺠ ْﻮ َر ﯾ َْﻬ ِﺪ ْي إِﻟﻰ اﻟﻨﱠ‬، ‫َﻓﺈِ ﱠن اﻟ َﻜ ِﺬ َب ﯾ َْﻬ ِﺪ ْي إِﻟﻰ اﻟﻔ ُﺠ ْﻮ ِر‬
َ ‫ َو َﻣﺎ ﯾ‬، ‫ﺎر‬
‫َﻛ ﱠﺬاﺑًﺎ‬

Artinya: Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah
kamu berlaku jujur karena kejujuran menuntunmu pada kebenaran, dan kebenaran
menuntunmu ke surga. Dan sesantiasa seseorang berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia
tercatat di sisi Allah Swt. sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta
karena kedustaan menuntunmu pada kejahatan, dan kejahatan menuntunmu ke neraka. Dan
seseorang senantiasa berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt.
sebagai pendusta.” (H.R. Muslim)

Sebagai seorang muslim tentu kita diwajibkan untuk selalu berkata jujur dan sebagai
seorang muslim dan juga seorang intelek dalam menjalani tugas nantinya harus jujur dengan
apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sebenarnya kita ketahui dan tidak menjadikan ilmu
yang kita miliki sebagai alat untuk berdusta karena sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist
diatas kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan dan surga sedangkan kedustaan akan
mengantarkan kepada kejahatan dan neraka.

2. Tabligh (Menyampaikan)

Dari abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﺎن‬
ِ ‫اﻹﯾ َﻤ‬
ِ ‫ﻒ‬ ْ َ‫َﺴﺘَ ِﻄ ْﻊ َﻓﺒِ َﻘ ْﻠﺒِ ِﻪ َو َذﻟِ َﻚ أ‬
ُ ‫ﺿ َﻌ‬ ْ ‫َﺴﺘَ ِﻄ ْﻊ َﻓﺒِﻠِ َﺴﺎﻧِ ِﻪ َﻓﺈِ ْن ﻟَ ْﻢ ﯾ‬ ْ ‫َﻣ ْﻦ َرأَى ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ُﻣ ْﻨ َﻜ ًﺮا َﻓ ْﻠﯿُ َﻐﯿ‬
ْ ‫ﱢﺮ ُه ﺑِﯿَ ِﺪ ِه َﻓﺈِ ْن ﻟَ ْﻢ ﯾ‬

“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan
tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dia merubah hal itu dengan lisannya. Apabila
tidak mampu lagi, hendaknya dia ingkari dengan hatinya dan inilah selemah-lemah iman.”
(HR. Muslim no. 49)

Sebagai seorang intelek muslim tentu wajib menyampaikan ilmu dan


mengimplementasikannya sesuai dengan pekerjaan nantinya sebagaimana sudah dijelaskan
dalam bab 1.1 diatas. Selain menyampaikan ilmu dengan jujur Nabi Muhammad SAW juga
mengajarkan apabila kita melihat suatu kesalahan kita wajib mengoreksinya sesuai dengan
ilmu yang kita miliki apabila tidak dengan tangannya maka dengan lisannya kalau tidak bisa
dengan lisan maka dengan hatinya.

3. Amanah

Orang yang memiliki sifat amanah akan dipercaya orang lain, sebagaimana nabi
Muhammad saw mendapat gelar Al-Amin pada waktu masih muda. Gelar tersebut diberikan
kepada nabi Muhammad saw karena beliau selalu berkata benar dan tidak pernah
mengingkari janji. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa’ Ayat 58:

 ‫اﻟﻞ َه ﻧِ ِﻌﻤﱠﺎ ﯾَ ِﻌ ُﻈ ُﻜ ْﻢ ﺑِﻪ‬


‫ۗ اِ ﱠن‬ ّٰ ‫ۗ اِ ﱠن‬
 ‫ُﻮا ﺑِﺎ ْﻟ َﻌ ْﺪ ِل‬
ْ ‫س اَ ْن ﺗَ ْﺤ ُﻜﻤ‬ َ ‫ۤى اَ ْﻫﻠِ َﻬﺎ ۙ  َواِ َذا َﺣ َﻜ ْﻤﺘُ ْﻢ ﺑَﯿ‬
ِ ‫ْﻦ اﻟﻨﱠﺎ‬ ‫ٰت اِل‬
ٰ ِ ‫ٰن‬ ُ ‫اﻟﻞ َه ﯾ َْﺄﻣ‬
َ ْ ‫ُﺮ ُﻛ ْﻢ اَ ْن ﺗُ َﺆ ﱡدوا‬
‫اﻻ م‬ ّٰ ‫اِ ﱠن‬
‫ْﺮا‬
ً ‫َﺼﯿ‬ ً ‫اﻟﻞ َه َﻛﺎ َن َﺳ ِﻤﯿ‬
ِ ‫ْﻊۢا ﺑ‬ ّٰ

Artinya: "​Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran
kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat."​ (QS. An-Nisa' 4: Ayat 58)

4. Fathonah

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah Ayat 269:

10

‫اﻻ ْﻟﺒَﺎ ِب‬


َ ْ ‫ﻻ اُوﻟُﻮا‬
ۤ‫ۗ  َو َﻣﺎ ﯾ ﱠَﺬ ﱠﻛ ُﺮ اِﱠ‬ ً ‫ﱡﺆ َت ْاﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤ َﺔ َﻓ َﻘ ْﺪ اُ ْوﺗِ َﻲ َﺧﯿ‬
ً ‫ْﺮا َﻛﺜِﯿ‬
 ‫ْﺮا‬ َ ‫ُﺆﺗِﻰ ْاﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤ َﺔ َﻣ ْﻦ ﯾ‬
ْ ‫ﱠﺸﺂ ُء ۚ  َو َﻣ ْﻦ ﯾ‬ ْ‫ﯾ‬

Artinya: "​Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi
hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat
mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat."​ (QS. Al-Baqarah 2:
Ayat 269)

Sebagai seorang pemimpin nabi Muhammad SAW dianugerahi oleh Allah


kecerdasan. Kecerdasan beliau dapat dilihat dari bagaimana beliau memimpin umat serta
cara-cara beliau memecahkan masalah. Oleh karena itu, memiliki sifat cerdas merupakan
keharusan bagi setiap muslim. Jika setiap muslim bersikap rajin, otak senantiasa terasah
sehingga menjadi cerdas. Orang yang cerdas mampu menyelesaikan masalah yang timbul,
baik itu masalah diri sendiri maupun masalah yang dihadapi orang lain.

11

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kepribadian Muslim dapat dilihat dari kepribadian orang per orang (individu) dan
kepribadian dalam kelompok masyarakat (ummah) serta kepribadian muslim sebagai
Khalifah. ​Pribadi yang intelektual dalam Islam disebut dengan istilah ​Ulul Albab.​ ​Ulul Albab
bisa disebut sebagai kaum intelektual akan tetapi terdapat beberapa perbedaan dengan
intelektual pada umumnya. Salah satu yang menjadi nilai tambah pribadi ​Ulul Albab
dibanding pribadi intelektual lain adalah adanya nilai-nilai ketaqwaan dan keimanan pada
Allah SWT. ​Ulul albab ​memiliki beberapa karakteristik, yaitu bersungguh-sungguh dalam
mencari ilmu, mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, kritis dalam
mendengarkan pendapat orang lain, dapat menyampaikan ilmunya kepada orang lain, serta
hanya takut pada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW yang dijadikan sebagai panutan umat
Islam, memiliki sifat ​shiddiq (​ jujur), ​tabligh ​(menyampaikan), ​amanah ​(dapat dipercaya), dan
fathonah ​(cerdas). Sifat yang dimiliki beliau bisa dijadikan sebagai teladan bagi umat islam
agar bisa menjadikan pribadi yang lebih baik lagi.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, kita sebagai umat manusia yang beragama hendaknya
meneladani dan mengimplementasikan sifat-sifat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana kita ketahui bahwa perilaku manusia pada abad ini banyak yang tidak
mengamalkan sifat-sifat yang dimiliki Nabi Muhammad SAW sehingga berimplikasi pada
menurunnya tingkat keimanan manusia. Seperti yang kita ketahui semua sifat dan
kepribadian yang telah diterangkan di atas sangat berguna dan diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam dunia kerja. Dalam dunia kerja misalnya, jika kita tidak
menerapkan sifat ​shiddiq (jujur) dalam menjalankan suatu pekerjaan maka dapat dipastikan
akan timbul rasa ketidakpercayaan terhadap diri kita baik dari atasan maupun sesama rekan
kerja. Dengan mengimplementasikan semua sifat di atas, dapat menjadi refleksi bagi manusia
agar lebih beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

12

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Hadits

Agus Sujanto.2001.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Bumi Kasara


Jalaluddin.2001.Teologi Pendidikan.Jakarta: Raja Grafindo Persada

Koswara, E. 2001. Teori-teori Kepribadian Edisi II. Bandung : PT Eresco

Muhammad Usman Najati.1997.Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, terj. Ahmad Rofi’


Usmani.Bandung: Pustaka

Sumadi Suryabrata.1990.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Rajawali Press

13

Anda mungkin juga menyukai