STAMBUK : 03120190227
KELAS : C5
Dalam pembuatan makalah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Andi
Alifuddin, ST,MT,AER. selaku dosen mata kuliah Bahan Perkerasan Jalan yang telah
berkenan mengizinkan pembuatan makalah ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga saya
tujukan kepada kedua orang tua dan teman-teman kami yang telah memberikan doa,
dorongan, serta bantuan kepada kami sehingga makalah ini dapat saya selesaikan.
Demikian, makalah ini saya hadirkan dengan segala kelebihan dan kekurangan. Oleh
sebab itu, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini, sangat saya
harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi
pembaca.
1
Daftar isi
Kata pengantar.......................................................................................................................................i
Daftar isi.................................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................2
1.3 TUJUAN MASALAH.......................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
2.1 STRUKTUR PERKERASAN JALAN...................................................................................................3
2.1.1 PERKERASAN JALAN...........................................................................................................3
2.1.2 Susunan dan Fungsi Lapisan Perkerasan.............................................................................3
2.1.3 STRUKTUR PERKERASAN KAKU........................................................................................13
2.2. KARATERISTIK BAHAN LAPIS PERKERASAN...............................................................................15
2.2.1 TANAH................................................................................................................................15
2.2.2 AGREGAT............................................................................................................................19
2.2.3 Aspal...................................................................................................................................26
2.2.4 Bahan Pengisi (Filler)...........................................................................................................27
BAB III..................................................................................................................................................29
penutup...............................................................................................................................................29
KESIMPULAN...................................................................................................................................29
SARAN..............................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................30
2
BAB 1 PENDAHULUAN
Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan khusus
adalah jalan yang di bangun oleh instasi, badan usaha perseorangan, atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan sendiri. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian
sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar
tol. Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya persimpangan sebanding serta
dilengkapai dengan pagar ruang milik jalan.
Pembangunan jalan adalah proses pembukaan ruangan lalu lintas yang mengatasi
berbagai rintangan geografi. Proses ini melibatkan pengalihan mukabumi, pembangunan
jembatan dan terowongan, bahkan juga pengalihan tumbuh-tumbuhan (ini mungkin
melibatkan penebasan hutan). Dalam proses pembangunan jalan itu sendiri disebut dengan
perkerasan jalan.
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan
untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang biasanya dipakai dalam perkerasan jalan
adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan
bahan ikat yang dipakai antara lain semen, aspal dan tanah liat.
Muka bumi harus diuji untuk melihat kemampuannya untuk menampung beban
kendaraan. Berikutnya, jika perlu, tanah yang lembut akan diganti dengan tanah yang lebih
keras. Lapisan tanah ini akan menjadi lapisan dasar. Seterusnya di atas lapisan dasar ini
akan dilapisi dengan satu lapisan lagi yang disebut lapisan permukaan. Biasanya lapisan
permukaan dibuat dengan aspal ataupun semen.
3
1.2 RUMUSAN MASALAH
4
BAB 2 PEMBAHASAN
5
dibuat menjadi dua lapisan yang berbeda kualitasnya yaitu lapis pondasi atas (LPA)
dan lapis pondasi bawah (LPB).
Tack Coat
Wearing Course
Tack Coat
Prime Coat
Base Course
Subbase Course
6
Gambar 1.2 memperlihatkan struktur perkerasan jalan lentur. Wearing course
adalah lapisan aus yang menjadi lapis permukaan untuk menjaga agar permukaan
jalan tidak mudah aus akibat gesekan dengan roda kendaraan. Binder course atau
lapis pengikat yang mengikat lapis pondasi atas (base) di bawahnya dengan lapis
aus di atasnya. Subbase atau lapis pondasi bawah, lapisan yang berada di baah
base atau lapis pondasi atas. Lapisan yang paling bawah adalah subgrade atau
tanah dasar tempat di mana struktur perkerasan jalan diletakkan.
Pada perkerasan jalan lentur, kekakuan (stiffness) pada lapis perkerasan
di lapisan bagian atas lebih besar dari kekakuan lapisan di bawahnya, seperti
diperlihatkan pada Gambar 1.3, di mana tekanan pada lapisan di permukaan lebih
besar dari tekanan di lapisan di bawahnya. Lapis permukaan jalan harus mampu
menahan tekanan roda kendaraan terberat dan tahan terhadap perubahan kondisi
dan lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu lapis permukaan jalan harus terdiri
dari bahan-bahan yang terbaik kualitasnya meskipun relatif mahal. Lapis
permukaan jalan juga harus merupakan suatu campuran agregat yang menyatu
kuat, yang disatukan atau diikat dengan bahan pengikat yang terbuart dari bahan
aspal untuk mencegah aus akibat gerusan roda kendaraan, serta memiliki
kerapatan dan kepadatan yang tinggi untuk mencegah masuk atau meresapnya air
kedalam lapisan di bawahnya.
Kinerja dari perkerasan jalan beraspal terutama ditentukan oleh jenis aspal
yang dipakai sebab aspal merupakan komponen bahan perkerasan yang dapat
7
berubah bentuknya.. Pada suhu yang tinggi (40 sampai dengan 600C), aspal akan
bersifat kental dan elastis (visco-elastic). Perkerasan jalan beraspal pada suhu
yang tinggi akan dapat mengalami kerusakan berupa penurunan permanen atau
permanent deformation atau sering disebut dengan rutting yang berupa alur roda.
dan sebaliknya aspal mudah patah (brittle) atau getas pada temperature rendah.
8
2. Efesiensi penggunaan material yang relative murah, agar lapis diatasnya
dapat dikurangi tebalnya
3. Lapis peresa[, agar air tanah tidak terkumpul di pondasi
4. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancar
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus menutup tanah
dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan
roda alat berat
5. Sebagai filter untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi
Jenis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah lapis pondasi
agregat kelas C. syarat dan ketentuan berdasarkan spesifikasi Bina Marga
9
4. Lapis yang meyebakan beban ke lapis pondasi, , sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung rendah.
Apabila dperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup / lapis aus (wearing
course) di atas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus ini adalah sebagai
lapisan pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dan untuk
memberikankekesatan (skid resistance) permukaan jalan. Lapis aus tidak
diperhitungkan ikut memikul beban lalu lintas.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis
pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung
lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur
rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya
dari biaya yang dikeluarkan.
10
b. Lapis Antara (Binder Course)
Lapis antara (bindercourse) merupakan bagian dari lapis permukaan
yang terletak di antara lapis pondasi atas (basecourse) dengan lapis aus
(Wearing course). Fungsi dari lapis aus antara lain:
1. Mengurangi tegangan tekanan akibat reaksi beban kendaraan.
2. Menahan beban akibat beban lalu lintas sehingga harus mempunyai
kekuatan yang cukup .
3. Mutu material baik.
4. Lapisan perata sebelum lapis aus dihamba
HSMA-BC; AC-BC konvensional; AC-BC Superpave; AC-BC
Modified; HRS-Base;OGEM; Microasbuton B; dsb.
11
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas
pada suhu tertentu.
12
7. Laburan Batu Dua Lapis
Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara
berurutan. Tebal maksimum 35 mm.
13
11. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
14
2.1.3 STRUKTUR PERKERASAN KAKU
Perkerasan kaku (rigit pavement) adalah perkerasan jalan yang disusun dari 3
lapisan dari bahan material dan batu berbagai ukuran atau bahan lainnya
mengunakan menggunakan beton sebagai bahan pengikat material dan dilapisan
bagain atasnya dengan berbagai jenis lapisan aus misal dari bahan aspal.
Perkerasan beton atau perkerasan kaku adalah perkerasan jalan yang
menggunakan bahan campuran beton dari bahan kerikil, pasir dan pengikat
semen dengan tanpa penulangan atau dengan penulangan dan dilengkapi dengan
siar sambungan yang diperkuat dengan dodel atau ruji baja dengan mutu beton
MR 40 kg/cm2, sebagai struktur utama dan lapis permukaan, yang kemudian
dikenal dengan perkerasan kaku beton semen (rigid pavement). Sedangkan
susunan dari kombinasi antara dua jenis perkerasan ini disebut perkerasan
komposit (composite pavement) dimana sebagai lapis bawah digunakan struktur
beton sedangkan sebagai lapis permukaan digunakan laston dan sejenisnya.
Konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama harus memiliki
kemampuan antara lain berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan
lapis pondasi bawah (subbase) berupa material cement treated subbase maupun
dari bahan (granular subbbase) berfungsi sebagai konstruksi pendukung atau
penopang. Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua
model kerusakan, yaitu
1. Kerusakan akibat retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat.
2. Kerusakan terjadi erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang
diakibatkan oleh lendutan berulang terutama pada sambungan atara lapisan
dan tempat retak.
Perbedaan prinsip antara perkerasan lentur dan kaku adalah Modulusnya (E) :
1. Modulus perkerasan kaku tinggi, deformasi yang terjadi kecil maka distribusi
beban melebar sehingga tebal yang diperlukan tidak terlalu tebal.
2. Modulus perkerasan lentur rendah, deformasi yang terjadi besar maka distri-
busi bebanmengkerucut kecil sehingga tebal yang diperlukan besar. Lagipula,
modulus perkerasan lentur sangat sensitif terhadap perubahan temperatur dan
waktu pembebanan.
15
2. setelah pelaksanaan pengecoran, memerlukan waktu tunggu proses
pengerasan bahan sekitar 21 -30 hari untuk mencapai kekuatan rencana
sebelum dibuka untuk lalu lintas. hal ini dapat mengganggu kelancaran lalu
lintas terutama pada jalan lalu lintas padat (SNI dalam Dachlan, 2009).
3. sedangkan dari biaya konstruksi jalan beton relative lebih mahal dibanding
pada konstruksi lentur (Waluyo, 2008) dan perkerasan kaku tidak diperlukan
lapis ulang seperti pada perkerasan lentur.
16
2.2. KARATERISTIK BAHAN LAPIS PERKERASAN
2.2.1 TANAH
Dalam bidang jalan raya, istilah tanah mencakup semua bahan dari tanah
lempung (clay) sampai kerakal (batu-batu yang besar) yang dapat digunakan
sebagai bahan jalan baik sebagai tanah dasar maupun sebagai
lapisan lainnya pada struktur perkerasan jalan.
Salah satu persyaratan utama dalam penggunaan bahan tanah sebagai tanah
dasar atau sebagai bahan untuk lapisan lainnya pada struktur perkerasan jalan
adalah bahwa bahan tanah tersebut harus cukup kuat untuk meneruskan dan
mendukung beban volume lalu lintas. Salah satu cara untuk melihat mutu dari
tanah yang digunakan adalah dengan mengetahui klasifikasi dari tanah tersebut.
b. Sekunder
17
Umumnya, tanah dapat diklasifikasikan dengan menggunakan metode UCS (SNI
03-631-2000) dan metode AASHTO (AASHTO M145).
Standar rujukan yang digunakan dalam Klasifikasi Tanah :
18
a. Tanah berbutir kasar (< 50% lolos saringan No.200). Butir tanah ini dapat
dilihat secara visual. Tanah berbutir kasar ini dapatdibedakan atas:
- Kerikil (> 50% tertahan saringan No.4);
- Pasir (> 50% lolos saringan No.4).
Butiran > Pasir Memakai simbol menurut Ukuran Butir dan Gradasinya.
Contoh : GW (Gravel – well graded); SP (Sand – poor graded)
Butiran < Pasir : Memakai simbol menurut Ukuran Butir dan Tingi Rendahnya
Batas Cair (Liquid Limit, disingkat “LL”). Untuk LL > 50 disebut “high” dan LL < 50
disebut “low”. Contoh : ML (Silt – low liquid limit); OL (Organic – low liquid limit); CH
(Clay – high liquid limit)
b. Tanah berbutir halus (> 50% lolos saringan No.200). Pada tanah ini
butirannya tidak dapat dilihat secara visual.
c. Tanah organik yang dapat diidentifikasi dari warna, bau dan sisa tumbuhan
yang terkandung didalamnya.
Pengklasifikasian tanah berdasarkan metode UCS ini dapat dilakukan dengan
menggunakan grafik Casagrande seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Jenis
tanah dan peruntukannya sebagai bahan untuk lapis pada struktur perkerasan jalan
ditunjukkan pada Tabel 2.3
19
2. Metode AASHTO M 145 (American Association of State Highway and
Transportation Officials) :
A4, A5, A6 dan A7 : butiran lolos No.40 (600 µm) > 35%
A3 (pasir halus)
A2 (kerikil-pasir kelanauan/kelempungan) : A2-4, A2-5, A2-6 dan A2A4 dan A5
(tanah-tanah lanau)
20
A6 (tanah lempung)
A7 (tanah lempung) : A7-5 dan A7-6
A7-5 jika PI < (LL - 30) & A7-6 jika PI > (LL - 30)
2.2.2 AGREGAT
21
85 % dari volume. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi sifat-
sifat yang dihasilkan
Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai bahan yang
memberikan kekuatan stabilitas campuran, jika dilakukan dengan alat pemadatan
yang tepat sesuai dengan jenis lapisan untuk lalu lintas padat dan lalu lintas ringan.
Agregat sebagai komponen utama atau gradasi dari lapisan perkerasan jalan yaitu
mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% – 85%
agregat berdasarkan persentase volume (Silvia Sukirman, 2003, Beton Aspal
Campuran Panas).
Pemilihan jenis agregat yang sesuai digunakan pada konstruksi perkerasan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu diameter gradasi, kekuatan, bentuk butir,
tekstur permukaan, dan kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia.
Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas
suatu perkerasan jalan (Kerbs, and Walker, 1971).
a. Agregat Alam
Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau proses
penghancuran menjadi butiran bervariasi, Jenis batuan yang bermutu baik
digunakan untuk agregat memiliki kekerasan tidak mudah aus /rapuh, kompak,
kekal dan tidak pipih. Agregat dari alam diproses menjadi: (1) kerikil dan pasir
alam, agregat yang berasal dari penghancuran secara proses gesekan dan
benturan dengan bantuan air antar batuan ditemukan di sekitar sungai atau di
daratan. Agregat alami berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari batuan
besar, baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf. Memiliki bentuk bulat
tetapi masih tercampur dengan humus dan tanah liat. Oleh karena itu jika
digunakan untuk agregat harus dilakukan pencucian terlebih dahulu. (2) Agregat
batu pecah, proses menjadi agregat yang terbuat dari batu alam yang dipecah
mengunakan mesin (crusher stone)dengan ukuran tertentu.
22
b. Agregat Buatan
23
2. Kerikil
Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir
yang dianggap tertahan No.4 atau ¼“.
a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel)
Kerikil yang bersih, berasal dari kerikil sungai dengan ukuran antara ¼“
sampai ½“
b. Kerikil Sungai
Kerikil yang dapat dijumpai pada hulu maupun hilir, terdiri dari butiran
bulat berukuran diatas ¼“ dengan permukaan yang halus bercampur
dengan pasir sungai, umumnya bebas dari tanah dan lanau. Material yang
lolos ¼“ ini termasuk paisr sungai.
c. Kerikil Gunung
Kerikil yang berasal dari deposit alami, umumnya berbutir, terkadang
bercampur dengan pasir halus dan tanah. Tergantung bercampur dengan
material apa, maka disebut Tanah Berkerikil, Pasir Berkerikil, Kerikil
berlempung, Kerikil berpasir.
1. Batu Pecah
Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan
atau berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb
a. Batu Pecah Bergradasi
Batu pecah yang diproduksi pada gradasi yang diinginkan dengan
pengayakan. Batu pecah yang lebih disukai adalah berbentuk cubical
(persegi), akan tetapi beberapa jenis batuan berlapis mungkin akan
memberikan bentuk yang agak pipih.
b. Batu Pecah Campuran
Batu pecah tanpa pengayakan, umumnya hanya digunakan ayakan 2”
sebagai scalping screen (diayak sebelum masuk secondary crusher)
c. Crusher Screenings
Crusher screening adalah bagian dari batu pecah yang lolos ¼” atau
No.4. Umumnya berukuran dari ¼” ke bawah termasuk 0 sampai 6% lolos
No.200. Umunya bergradasi baik meskipun terdapat kekurangan pada
No.40 sampai No.100.
d. Terak (Slag)
Terak adalah bahan bukan logam yang diperoleh dari tungku
pemanasan logam,
24
mengandung silikat dan alumino silikat serta bahan dasar lainnya. Terak dengan
mutu yang baik akan memberikan perkerasan yang baik meskipun seringkali
terdapat terak yang porous dan menyerap banyak aspal.
25
2. Gradasi Senjang (Gap Graded)
Gradasi senjang adalah ukuran butir agregat yang sedemikian hingga tidak
ada atau hampir tidak ada suatu rentang ukuran “menengah”. Perbedaan
material lolos untuk ukuran butir menengah yang berurutan, jika diatas 10%
disebut gradasi menerus, jika dibawah 10% baru disebut gradasi senjang.
Terdapat Spesifikasi yang menyebutkan bahwa persen lolos terhadap berat untuk
No.30 minimum harus 80% dari No.8. Dari No.8 sampai No.30 terdapat No.16 di
antaranya, sehingga aplikasi dari ketentuan yang disebutkan diatas masih
relevan karena dari No.8 sampai No.16 sebesar 10% dan dari No.16 sampai
No.30 sebesar 10%, jika dijumlah maka sebesar 20%.
3. Gradasi Tunggal (Single Graded)
Gradasi tunggal adalah butiran agregat yang mayoritas satu ukuran, biasanya
masih terdapat sedikit butiran halus yang ikut terbawa. Gradasi ini tidak rawan
terhadap segregasi dan umumnya merupakan produk crusher yang dapat
dengan mudah diatur proporsinya untuk mencapai gradasi yang diinginkan.
Gradasi ini sering disebut gradasi terbuka (open graded), digunakan untuk Burtu
(SST) atau Burda (DBST) dalam rangka memberikan texture baru pada
permukaan aspal.
26
memperhitungkan beraagregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat
dalam keadaan kering.
Lapisan penutup tersebut dapat terdiri dari antara lain: lapis penetrasi
makadam, burtu, burda, dan aspal beton. Bahan yang dipergunakan untuk
lapisan penutup ini haruslah memenuhi persyaratan:
Gradasi;
Abrasi;
Soundness;
Ketahanan lekat;
Sand equivalent;
Bentuk butir;
Bidang pecah;
27
Berat jenis.
2.2.3 Aspal
Aspal sering disebut juga dengan bitumen yaitu bahan padat yang berwarna
coklat sampai hitam, yang terdiri dari senyawa hydrocarbon yang bila dipanaskan
akan meleleh dan pada kondisi dingin aspal bersifat padat. Aspal digunakan sebagai
salah satu komponen utama dalam perkerasan lentur karena aspal mempunyai adhesi
yang kuat dan kedap air.
Dalam campuran berbahan pengikat aspal, selain sifat agregat, sifat aspal
sangat menentukan kinerja dari campuran tersebut. Oleh sebab itu, sebelum
digunakan kuantitas dan kualitas aspal harus diuji terlebih di laboratorium. Sifat-sifat
aspal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut :
Sifat Kimia, ditentukan berdasarkan kandungan aspalten dan kandungan malten
(resin, arumated, saturated)
Sifat Fisik, yaitu ditentukan berdasarkan: durabilitasnya (penetrasi, titik lembek, dan
daktilitas), Adhesi/ kohesi, Kepekaan terhadap perubahan temperatur, dan
Pengerasan/Penuaan.
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi.
Hasil penambangan minyak dari perut bumi dapat menghasilkan residu jenis
asphaltic base crude oil, banyak mengandung aspal, dan parafin base crude
oil yang mengandung banyak parafin, atau mixed base crude oil yang
mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk bahan ikatan pada
perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis asphalticbase crude
oil.
28
Pada proses destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi
dipisahkan melalui destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang
dikenal dengan nama aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru
dihasilkan melalui proses destilasi hampa pada temperatur tinggi yang
besarnya bervariasi tergantung pada sumber minyak mentah yang disuling
atau tingkat aspal keras yang akan dihasilkan. Umumnya proses destilasi ini
dilakukan pada temperatur sekitar 480oC.
b. Aspal Cair (Cut Back Asphalt / Liquid asphalt)
Aspal cair bukan merupakan produksi langsung dari penyaringan minyak
(crude oil). Aspal cair diperoleh melalui campuran antara aspal keras dengan
bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian cut back
asphalt berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencair
asphalt memiliki sifat mudah
Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut
berbasis minyak. Aspal ini dapat juga dihasilkan secara langsung dari proses
destilasi, dimana dalam proses ini fraksi minyak ringan yang terkandung dalam
minyak mentah tidak seluruhnya dikeluarkan. Kecepatan menguap dari minyak
yang digunakan sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam
residu pada proses destilasi akan menentukan jenis aspal cair yang dihasilkan.
Fungsi filler yaitu untuk mengisi rongga antar agregat halus dan kasar
yang dapat diperoleh dari hasil pemecahan batuan secara alami maupun
buatan. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah abu batu, kapur
padam, Portland cement (PC), debu dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi
pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya.
29
2.2.4.2. Syarat-syarat filler
Adapun syarat-syarat filler sebagai berikut :
a. Bahan filler terdiri dari abu batu, semen Portland, abu terbang, debu dolomite,
kapur,dan lain-lain.
b. Harus kering dan bebas dari pengumpulan dan bila diuji dengan pengayakan
basah harus mengandung bahan yang lolos saringan No. 200 tidak kurang dari
70 % beratnya.
c. Penggunaan kapur sebagai bahan pengisi dapat memperbaiki daya tahan
campuran, membantu penyelimutan dari partikel agregat.
30
BAB III
penutup
KESIMPULAN
Bahan perkerasan jalan terdiri dari beberapa material, sesuai dengan dengan bagian
lapisannya. Seperti, lapisan pondasi bawah, lapisan pondasi atas, dan lapisan
permukaan. Masing-masing lapisan memiliki jenis bahan material penyusun sendiri.
Bahan material inilah yang nantinya akan menentukan kualitas dan mutu dari
perkerasan jalan yang dihasilkan atau dibangun
SARAN
Dalam melakukan perencanaan perkerasan jalan, pengenalan karakteristik, sifat dan syarat
bahan material sangat dianjurkan. Karena mutu dan kualitas perkerasan jalan yang
dihasilkan sebanding dengan kualitas material yang dijadikan bahan perkerasan
jalantersebut.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Drakos, C. (2009). Flexible Pavement Distress. University of Florida. www.pdf-
finder.com/Dr.-Christos-Drako
2. Departemen Pekerjaan Umum Badan, (2005), Modul Road Design Engineer (RDE)-12 :
Bahan Perkerasan Jalan, Jakarta, Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya
Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi (PUSBIN-KPK)
3. Departemen Pekerjaan Umum Badan, (2005), Teknik Bahan Perkerasan Jalan, Seri
Panduan Pemeliharaan Jalan Kabupaten, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitian Pengembangan Prasarana Transportasi
4. Departemen Pekerjaan Umum, 2018. “Spesifikasi Umum Perkerasan Aspal”, Kementerian
Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga
5. Departemen Pekerjaan Umum Badan, (2005), Modul-3 : Jenis Bahan Lapis Perkerasan
Lentur, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian Pengembangan
Prasarana Transportasi
6. Huang, Y.H. University of Kentucky (2004). 2 nd Edition. Pavement Analysis and Design.
Published by Pearson Prentice Hall. pp 1.
7. Gatot Rusbintardjo (2011). Oil Palm Fruit Ash (OPFA) Modified Bituman – New Binder
for Hot-Mix Asphalt (HMA) Pavement Mixtures. Lambert Academic Publshing GmbH &
Co. KG Germany 2011.
8. Kerbs, R.D dan Walker, R.D, 1971. Highway Materials, McGraw-Hill Book Company,
New York, USA.
32