Anda di halaman 1dari 33

BAHAN PERKERASAN JALAN

NAMA : RAHMAT DHANI

STAMBUK : 03120190227

KELAS : C5

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI SIPIL
2021
Kata pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, makalah yang berjudul “Bahan Perkerasan Jalan” dapat saya selesaikan.
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengertian
struktur lapisan perkerasan jalan dan karakteristik bahan lapis perkerasan.

Dalam pembuatan makalah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Andi
Alifuddin, ST,MT,AER. selaku dosen mata kuliah Bahan Perkerasan Jalan yang telah
berkenan mengizinkan pembuatan makalah ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga saya
tujukan kepada kedua orang tua dan teman-teman kami yang telah memberikan doa,
dorongan, serta bantuan kepada kami sehingga makalah ini dapat saya selesaikan.

Demikian, makalah ini saya hadirkan dengan segala kelebihan dan kekurangan. Oleh
sebab itu, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini, sangat saya
harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi
pembaca.

1
Daftar isi

Kata pengantar.......................................................................................................................................i
Daftar isi.................................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................2
1.3 TUJUAN MASALAH.......................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
2.1 STRUKTUR PERKERASAN JALAN...................................................................................................3
2.1.1 PERKERASAN JALAN...........................................................................................................3
2.1.2 Susunan dan Fungsi Lapisan Perkerasan.............................................................................3
2.1.3 STRUKTUR PERKERASAN KAKU........................................................................................13
2.2. KARATERISTIK BAHAN LAPIS PERKERASAN...............................................................................15
2.2.1 TANAH................................................................................................................................15
2.2.2 AGREGAT............................................................................................................................19
2.2.3 Aspal...................................................................................................................................26
2.2.4 Bahan Pengisi (Filler)...........................................................................................................27
BAB III..................................................................................................................................................29
penutup...............................................................................................................................................29
KESIMPULAN...................................................................................................................................29
SARAN..............................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................30

2
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan khusus
adalah jalan yang di bangun oleh instasi, badan usaha perseorangan, atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan sendiri. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian
sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar
tol. Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya persimpangan sebanding serta
dilengkapai dengan pagar ruang milik jalan.

Pembangunan jalan adalah proses pembukaan ruangan lalu lintas yang mengatasi
berbagai rintangan geografi. Proses ini melibatkan pengalihan mukabumi, pembangunan
jembatan dan terowongan, bahkan juga pengalihan tumbuh-tumbuhan (ini mungkin
melibatkan penebasan hutan). Dalam proses pembangunan jalan itu sendiri disebut dengan
perkerasan jalan.

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan
untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang biasanya dipakai dalam perkerasan jalan
adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan
bahan ikat yang dipakai antara lain semen, aspal dan tanah liat.

Muka bumi harus diuji untuk melihat kemampuannya untuk menampung beban
kendaraan. Berikutnya, jika perlu, tanah yang lembut akan diganti dengan tanah yang lebih
keras. Lapisan tanah ini akan menjadi lapisan dasar. Seterusnya di atas lapisan dasar ini
akan dilapisi dengan satu lapisan lagi yang disebut lapisan permukaan. Biasanya lapisan
permukaan dibuat dengan aspal ataupun semen.

3
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. apa saja jenis dan fungsi struktur perkerasan jalan

2. apa pengertian perkerasan kaku

3. apa saja karakteristik bahan lapis perkerasan jalan

1.3 TUJUAN MASALAH


1 Mampu memahami dan menjelaskan karakteristik dan spesifikasi bahan penyusun dan
mekanisme pembebanan
2 Mampu memahami dan menjelaskan susunan dan fungsi lapis perkerasan
3 Mampu memahami dan menjelaskan tentang karakteristik bahan penyusun lapis
perkerasan jalan
.

4
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 STRUKTUR PERKERASAN JALAN

2.1.1 PERKERASAN JALAN


Pengertian perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak diatas tanah
dasar yang telah mendapatkan pemadatan, yang berfungsi untuk memikul beban lalu
lintas kemudian menyebarkan beban, baik kearah horisontal maupun vertikal dan
akhirnya meneruskan beban ketanah dasar (Subgrade) sehingga beban pada tanah
dasar tidak melampaui daya dukung tanah yang diijinkan. Lapis perkerasan suatu
jalan terdlri dari satu ataupun beberapa lapis material batuan dan bahan ikat. Bahan
batuan dapat terdiri dari berbagai fraksi batuan yang direncanakan sedemikian
sehingga memenuhi persyaratan yang dituntut.
Berdasarkan bahan pengikatnya struktur lapisan perkerasan jalan dapat
dibedakan atas :
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perekerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa
tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.
Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu penggabungan
perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Perkerasan
komposit terdiri dari pelat beton yang berfungsi struktural dan lapis tipis campuran
beraspal yang berfungsi non struktural.

2.1.2 Susunan dan Fungsi Lapisan Perkerasan


Lapis perkerasan jalan yang langsung bersentuhan dengan roda kendaraan
disebut lapis permukaan (surface course). Lapis permukaan berfungsi struktural dan
non struktural. Di antara lapis permukaan dan tanah dasar terdapat lapis antara yang
disebut lapis pondasi. Lapis pondasi bermanfaat untuk mendukung struktur
perkerasan jalan secara struktural dan sebagai lantai kerja untuk pembuatan
konstruksi lapis permukaan. Lantai kerja diperlukan karena pelaksanaan pembuatan
konstruksi lapis permukaan melibatkan banyak peralatan berat. Lapis pondasi dapat
dibuat satu lapisan dengan jenis bahan yang sarna. Seringkali lapis pondasi juga

5
dibuat menjadi dua lapisan yang berbeda kualitasnya yaitu lapis pondasi atas (LPA)
dan lapis pondasi bawah (LPB).

Basic pavement layers Heavy duty pevement


(Perkerasan
(Lapis perkerasan standar) utk kendaraan berat)

Gambar 1.1 Susunan Lapias Perkerasan Standar dan Untuk Kendaraan


Berat

Tack Coat
Wearing Course
Tack Coat

Prime Coat
Base Course

Subbase Course

Gambar 1.2 Struktur lapisan Perkerasan

6
Gambar 1.2 memperlihatkan struktur perkerasan jalan lentur. Wearing course
adalah lapisan aus yang menjadi lapis permukaan untuk menjaga agar permukaan
jalan tidak mudah aus akibat gesekan dengan roda kendaraan. Binder course atau
lapis pengikat yang mengikat lapis pondasi atas (base) di bawahnya dengan lapis
aus di atasnya. Subbase atau lapis pondasi bawah, lapisan yang berada di baah
base atau lapis pondasi atas. Lapisan yang paling bawah adalah subgrade atau
tanah dasar tempat di mana struktur perkerasan jalan diletakkan.
Pada perkerasan jalan lentur, kekakuan (stiffness) pada lapis perkerasan
di lapisan bagian atas lebih besar dari kekakuan lapisan di bawahnya, seperti
diperlihatkan pada Gambar 1.3, di mana tekanan pada lapisan di permukaan lebih
besar dari tekanan di lapisan di bawahnya. Lapis permukaan jalan harus mampu
menahan tekanan roda kendaraan terberat dan tahan terhadap perubahan kondisi
dan lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu lapis permukaan jalan harus terdiri
dari bahan-bahan yang terbaik kualitasnya meskipun relatif mahal. Lapis
permukaan jalan juga harus merupakan suatu campuran agregat yang menyatu
kuat, yang disatukan atau diikat dengan bahan pengikat yang terbuart dari bahan
aspal untuk mencegah aus akibat gerusan roda kendaraan, serta memiliki
kerapatan dan kepadatan yang tinggi untuk mencegah masuk atau meresapnya air
kedalam lapisan di bawahnya.

Gambar 1.3 Distribusi beban akibat tekanan beban kendaraan

Kinerja dari perkerasan jalan beraspal terutama ditentukan oleh jenis aspal
yang dipakai sebab aspal merupakan komponen bahan perkerasan yang dapat

7
berubah bentuknya.. Pada suhu yang tinggi (40 sampai dengan 600C), aspal akan
bersifat kental dan elastis (visco-elastic). Perkerasan jalan beraspal pada suhu
yang tinggi akan dapat mengalami kerusakan berupa penurunan permanen atau
permanent deformation atau sering disebut dengan rutting yang berupa alur roda.
dan sebaliknya aspal mudah patah (brittle) atau getas pada temperature rendah.

Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan


perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :
• Lapisan tanah dasar (sub grade)
Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat
perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya.
Menurut Spesifikasi, tanah dasar adalah lapisan paling atas dari timbunan badan
jalan setebal 30 cm, yang mempunyai persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu
yang berkenaan dengan kepadatan dan daya dukungnya (CBR).
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang
distabilisasi dan lain lain.
Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas :
• Lapisan tanah dasar, tanah galian.
• Lapisan tanah dasar, tanah urugan.
• Lapisan tanah dasar, tanah asli.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut
tanah dasar adalah sebagai berikut :
• Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.
• Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
• Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat
tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan misalnya
kepadatan yang kurang baik.

• Lapisan pondasi bawah (subbase course)


Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah :
1. Bagian dari struktur perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban
kendaraan ke lapis tanah dasar, lapis ini harus cukup stabil dan mempunyai
CBR sama atau lebih besar dari 20%, serta Indeks Plastis (IP) sama atau lebih
kecil dari 10%

8
2. Efesiensi penggunaan material yang relative murah, agar lapis diatasnya
dapat dikurangi tebalnya
3. Lapis peresa[, agar air tanah tidak terkumpul di pondasi
4. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancar
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus menutup tanah
dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan
roda alat berat
5. Sebagai filter untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi
Jenis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah lapis pondasi
agregat kelas C. syarat dan ketentuan berdasarkan spesifikasi Bina Marga

• Lapisan pondasi atas (base course)


Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak
menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah :
1. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertical dari beban
kendaraan dan disebarkan ke lapis dibawahnya
2. Lapis peresap untuk lapis pondasi bawah
3. Bantalan atau perletakan lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet
sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan
pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%)
dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil
pecah dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.

• Lapisan permukaan / penutup (surface course)


Lapis permukaan (wearing course) merupakan lapis paling atas dari struktur
perkerasan jalan yang fungsi utamanya adalah;
1. Lapis penahan beban vertical dari kendaraan, oleh itu harus memiliki
stabilitas tinggi selama masa pelayanan
2. Lapis aus (wearing course) karena menerima gesekan dan getaran roda dari
kendaraan yang mengerem
3. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatas lapis permukaan tidak
meresap ke lapis dibawahnya yang berakibat rusaknya struktur perkerasan jalan

9
4. Lapis yang meyebakan beban ke lapis pondasi, , sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung rendah.
Apabila dperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup / lapis aus (wearing
course) di atas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus ini adalah sebagai
lapisan pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dan untuk
memberikankekesatan (skid resistance) permukaan jalan. Lapis aus tidak
diperhitungkan ikut memikul beban lalu lintas.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis
pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung
lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur
rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya
dari biaya yang dikeluarkan.

Berbagai jenis lapis permukaan (lapis aus) adalah sebagai berikut :


1. Lapis Aspal Beton (Laston)

Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada


konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal
keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada
suhu tertentu.
Jenis lapis aspal beton :
a. Lapis aus (wearing course)
Lapisan aus (wearing –course), dalam hal ini mencakup :
1. Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan
yang ada di bawahnya.
2. Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan
dan memperoleh kenyamanan yang cukup.
3. Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien
gerak (skid resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya
keamanan lalu lintas.
4. Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat
diganti lagi dengan yang baru.

10
b. Lapis Antara (Binder Course)
Lapis antara (bindercourse) merupakan bagian dari lapis permukaan
yang terletak di antara lapis pondasi atas (basecourse) dengan lapis aus
(Wearing course). Fungsi dari lapis aus antara lain:
1. Mengurangi tegangan tekanan akibat reaksi beban kendaraan.
2. Menahan beban akibat beban lalu lintas sehingga harus mempunyai
kekuatan yang cukup .
3. Mutu material baik.
4. Lapisan perata sebelum lapis aus dihamba
HSMA-BC; AC-BC konvensional; AC-BC Superpave; AC-BC
Modified; HRS-Base;OGEM; Microasbuton B; dsb.

Gambar 1.4 Konstruksi Lapisan Permukaan


2. Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis
perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi
terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan
diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai
lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup.
3. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)
Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang
terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila
diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin.
4. Hot Rolled Asphalt (HRA)

11
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas
pada suhu tertentu.

5. Laburan Aspal (BURAS)


Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dengan
ukuran butir maksimum dari lapisan aspal taburan pasir 9,6 mm atau 3/8 inch.

Gambar 1.5 Detail Lapisan BURAS dan LAPEN

6. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU)


Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi
seragam. Tebal maksimum 20 mm.

Gambar 1.6 Detai Lapis Lapisan BURTU dan BURDA

12
7. Laburan Batu Dua Lapis
Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara
berurutan. Tebal maksimum 35 mm.

Gambar 1.7 Detail Lapisan Penutup

8. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)


Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan
pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan
perbandingan tertentu, dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
9. Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH)
Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adalah pada
umumnya merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan
tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan
perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan pada temperatur tertentu.
10. Lapis Tipis Aspal Beton
Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras
dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan
panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.

13
11. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

Gambar 1.8 Konstruksi Lapis Penetrasi Macadam

12. Aspal Makadam


Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari
agregat pokok dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam
yang dicampur dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin.
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi: lapis pondasi bawah (sub
base course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface
course).

Gambar 1.9 Pelaksanaan Lapis Aspal Macadam

14
2.1.3 STRUKTUR PERKERASAN KAKU
Perkerasan kaku (rigit pavement) adalah perkerasan jalan yang disusun dari 3
lapisan dari bahan material dan batu berbagai ukuran atau bahan lainnya
mengunakan menggunakan beton sebagai bahan pengikat material dan dilapisan
bagain atasnya dengan berbagai jenis lapisan aus misal dari bahan aspal.
Perkerasan beton atau perkerasan kaku adalah perkerasan jalan yang
menggunakan bahan campuran beton dari bahan kerikil, pasir dan pengikat
semen dengan tanpa penulangan atau dengan penulangan dan dilengkapi dengan
siar sambungan yang diperkuat dengan dodel atau ruji baja dengan mutu beton
MR 40 kg/cm2, sebagai struktur utama dan lapis permukaan, yang kemudian
dikenal dengan perkerasan kaku beton semen (rigid pavement). Sedangkan
susunan dari kombinasi antara dua jenis perkerasan ini disebut perkerasan
komposit (composite pavement) dimana sebagai lapis bawah digunakan struktur
beton sedangkan sebagai lapis permukaan digunakan laston dan sejenisnya.
Konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama harus memiliki
kemampuan antara lain berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan
lapis pondasi bawah (subbase) berupa material cement treated subbase maupun
dari bahan (granular subbbase) berfungsi sebagai konstruksi pendukung atau
penopang. Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua
model kerusakan, yaitu
1. Kerusakan akibat retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat.
2. Kerusakan terjadi erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang
diakibatkan oleh lendutan berulang terutama pada sambungan atara lapisan
dan tempat retak.
Perbedaan prinsip antara perkerasan lentur dan kaku adalah Modulusnya (E) :
1. Modulus perkerasan kaku tinggi, deformasi yang terjadi kecil maka distribusi
beban melebar sehingga tebal yang diperlukan tidak terlalu tebal.
2. Modulus perkerasan lentur rendah, deformasi yang terjadi besar maka distri-
busi bebanmengkerucut kecil sehingga tebal yang diperlukan besar. Lagipula,
modulus perkerasan lentur sangat sensitif terhadap perubahan temperatur dan
waktu pembebanan.

Kelemahan terhadap perkerasan kaku antara lain ;


1. kerusakan terjadi pada tiga daerah titik area penampang yaitu pada sudut
dan sambungan memanjang dan melintang perkerasan, pada tengah
penampang dan tepimemanjang dan memendek penampang.

15
2. setelah pelaksanaan pengecoran, memerlukan waktu tunggu proses
pengerasan bahan sekitar 21 -30 hari untuk mencapai kekuatan rencana
sebelum dibuka untuk lalu lintas. hal ini dapat mengganggu kelancaran lalu
lintas terutama pada jalan lalu lintas padat (SNI dalam Dachlan, 2009).
3. sedangkan dari biaya konstruksi jalan beton relative lebih mahal dibanding
pada konstruksi lentur (Waluyo, 2008) dan perkerasan kaku tidak diperlukan
lapis ulang seperti pada perkerasan lentur.

Fungsi Perkerasan Kaku


Memikul beban lalu lintas jenis niaga secara aman, nyaman dan memiliki
umur rencana sesuai dengan umur perencanaan. Perkerasan kaku harus.
1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar sebagai akibat beban
lalu lintas sampai batas batas yang masih mampu dipikul tanah dasar,
tanpa menimbulkan perbedaan lendutan/penurunan yang dapat merusak
struktur penampang melebar dan memanjang perkerasan kaku.
2. Direncanakan dalam dimensi ukuran panjang dan lebar perkerasan dengan
bagian sambungan mampu mengatasi pengaruh kembang susut dan
penurunan kekuatan tanah dasar, cuaca dan kondisi lingkungan disekitar
perkerasan.

16
2.2. KARATERISTIK BAHAN LAPIS PERKERASAN
2.2.1 TANAH
Dalam bidang jalan raya, istilah tanah mencakup semua bahan dari tanah
lempung (clay) sampai kerakal (batu-batu yang besar) yang dapat digunakan
sebagai bahan jalan baik sebagai tanah dasar maupun sebagai
lapisan lainnya pada struktur perkerasan jalan.
Salah satu persyaratan utama dalam penggunaan bahan tanah sebagai tanah
dasar atau sebagai bahan untuk lapisan lainnya pada struktur perkerasan jalan
adalah bahwa bahan tanah tersebut harus cukup kuat untuk meneruskan dan
mendukung beban volume lalu lintas. Salah satu cara untuk melihat mutu dari
tanah yang digunakan adalah dengan mengetahui klasifikasi dari tanah tersebut.

2.2.1.1 Klasifikasi Tanah


Dalam mekanika tanah, istilah tanah menacakup semua bahan konstruksi yang
berasal dari quarry atau pits seperti : lempung; lanau; psir; kerikil; kerakal;
berangkal; dsb. Cara menggolongkan jenis tanah atau disebut klasifikasi tanah
adalah :
a. Primer :
ASTM Committee on Soils for Engineering Purpose mendefinisikan pasir
sebagai butiran antara 0,05 mm (No.270) sampai 2,0 mm (No.10). Sebaliknya
berbagai sumber mendefinisikan pasir sebagai butiran yang lolos No.4 atau ¼”.
Banyak Kontraktor, Engineer dan Desainer berpikir serupa. Beberapa rujukan
memberikan batasan berikut di bawah ini :

Tabel 2.1 Tanah berdasarkan Ukuran Butirnya

b. Sekunder

17
Umumnya, tanah dapat diklasifikasikan dengan menggunakan metode UCS (SNI
03-631-2000) dan metode AASHTO (AASHTO M145).
Standar rujukan yang digunakan dalam Klasifikasi Tanah :

1.Metode USCS (Unified Soil Classification System) :

Pada metode UCS, pengklasifikasian dilakukan berdasarkan hasil pengujian di


laboratorium, yang meliputi :
- Pengujian analisa saringan (SNI 1968-1990-F);
- Pengujian batas Atteberg (SNI 1967-1990-F & SNI 1966-1990-F).
Identifikasi dan deskripsi tanah berdasarkan metode klasifikasi ini seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.2. Pada prinsipnya metode ini membedakan tanah
menjadi 3 kelompok besar yaitu :
Tabel 2.2 Bagan Klasifikasi Tanah Unified

18
a. Tanah berbutir kasar (< 50% lolos saringan No.200). Butir tanah ini dapat
dilihat secara visual. Tanah berbutir kasar ini dapatdibedakan atas:
- Kerikil (> 50% tertahan saringan No.4);
- Pasir (> 50% lolos saringan No.4).
 Butiran > Pasir Memakai simbol menurut Ukuran Butir dan Gradasinya.
Contoh : GW (Gravel – well graded); SP (Sand – poor graded)
 Butiran < Pasir : Memakai simbol menurut Ukuran Butir dan Tingi Rendahnya
Batas Cair (Liquid Limit, disingkat “LL”). Untuk LL > 50 disebut “high” dan LL < 50
disebut “low”. Contoh : ML (Silt – low liquid limit); OL (Organic – low liquid limit); CH
(Clay – high liquid limit)
b. Tanah berbutir halus (> 50% lolos saringan No.200). Pada tanah ini
butirannya tidak dapat dilihat secara visual.
c. Tanah organik yang dapat diidentifikasi dari warna, bau dan sisa tumbuhan
yang terkandung didalamnya.
Pengklasifikasian tanah berdasarkan metode UCS ini dapat dilakukan dengan
menggunakan grafik Casagrande seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Jenis
tanah dan peruntukannya sebagai bahan untuk lapis pada struktur perkerasan jalan
ditunjukkan pada Tabel 2.3

Gambar 2.1 Grafik Casagrande

19
2. Metode AASHTO M 145 (American Association of State Highway and
Transportation Officials) :

Identifikasi dan deskripsi untuk sistem pengklasifikasian dengan metode


AASHTO ini seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3. Pada prinsipnya metode ini
mengelompokkan tanah menjadi tujuh kelompok mulai dari A-1 sampai A-7
berdasarkan distribusi pembagian butir dan plastisitasnya. Kelompok tanah yang
terletak paling kiri adalah kelompok tanah yang paling baik untuk bahan tanah
dasar dan semakin ke kanan adalah kelompok yang semakin berkurang baik
kualitas tanahnya sebagai tanah dasar.
Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO

a. Kelompok menurut Ukuran Butir :

i. Material Berbutir (Granular Material) :

A1, A2 dan A3 : butiran lolos No.40 (600 µm) < 35%

ii. Material Lempung-Lanau (Silt-Clay Material) :

A4, A5, A6 dan A7 : butiran lolos No.40 (600 µm) > 35%

b. Kelompok menurut ATTERBERG dari material :

Plastisitas Index = Liquid Limit – Plastic Limit

CONTOH : A1 (fraksi batu : kerikil & pasir) : A1-a & A1-b

A3 (pasir halus)
A2 (kerikil-pasir kelanauan/kelempungan) : A2-4, A2-5, A2-6 dan A2A4 dan A5
(tanah-tanah lanau)

20
A6 (tanah lempung)
A7 (tanah lempung) : A7-5 dan A7-6
A7-5 jika PI < (LL - 30) & A7-6 jika PI > (LL - 30)

3. Klasifikasi sistem lainnya, kecuali SNI (Standard Nasional Indonesia).

Tabel 2.4 Klasifikasi site didasarkan Atas Korelasi Penyelidikan Tanah di


Lapangan dan Laboratorium (SNI-2002, UNC097,IBC-2009, ASCE 7-10)

Cara membedakan jenis tanah dengan cepat :


1. Berangkal, kerakal, kerikil dan pasir mudah dibedakan
 Menurut ukuran butir dengan visual.
2. Pasir halus dan lanau sulit dibedakan dengan visual
 Lama pengendapan dalam gelas yang diberi air yang sudah dikocok,
pasir akan mengendap dalam waktu < 1,5 menit dan lanau akan
membutuhkan waktu sekitar 10 menit (sampai air jernih).
3. Lanau dan lempung dapat dibedakan dengan :
a. Indera peraba, diremas dengan ibu jari dan telunjuk.
b. Lama pengendapan, lanau > 10 menit dan < 1 jam.
c. Menggerakkan bola tanah di telapak tangan, lanau akan mengkilap
permukaannya dan lempung tidak.
d. Memecah gumpalan lempung kering sulit, sedangkan lanau lebih mudah.
e. Lempung mudah dilinting (dipilin) sedangkan lanau sulit.

2.2.2 AGREGAT

2.2.2.1 Agregat Bahan Pengisi Campuran Perkerasan


Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran beton atau mortar. Agregat menempati sebanyak kurang lebih 75-

21
85 % dari volume. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi sifat-
sifat yang dihasilkan
Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai bahan yang
memberikan kekuatan stabilitas campuran, jika dilakukan dengan alat pemadatan
yang tepat sesuai dengan jenis lapisan untuk lalu lintas padat dan lalu lintas ringan.
Agregat sebagai komponen utama atau gradasi dari lapisan perkerasan jalan yaitu
mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% – 85%
agregat berdasarkan persentase volume (Silvia Sukirman, 2003, Beton Aspal
Campuran Panas).
Pemilihan jenis agregat yang sesuai digunakan pada konstruksi perkerasan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu diameter gradasi, kekuatan, bentuk butir,
tekstur permukaan, dan kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia.
Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas
suatu perkerasan jalan (Kerbs, and Walker, 1971).

2.2.2.2 Klasifikasi Agregat


Agregat dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pengolahan untuk menjadi
bahan utama dan pengis pada campuran diatur dalam standart material campuran
SII, RSNI 04-89, ASTM 33-86. Dan dalam Silvia Sukirman, 1999.
Berdasarkan proses pengolahannya, agregat dapat dibedakan menjadi :

a. Agregat Alam
Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau proses
penghancuran menjadi butiran bervariasi, Jenis batuan yang bermutu baik
digunakan untuk agregat memiliki kekerasan tidak mudah aus /rapuh, kompak,
kekal dan tidak pipih. Agregat dari alam diproses menjadi: (1) kerikil dan pasir
alam, agregat yang berasal dari penghancuran secara proses gesekan dan
benturan dengan bantuan air antar batuan ditemukan di sekitar sungai atau di
daratan. Agregat alami berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari batuan
besar, baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf. Memiliki bentuk bulat
tetapi masih tercampur dengan humus dan tanah liat. Oleh karena itu jika
digunakan untuk agregat harus dilakukan pencucian terlebih dahulu. (2) Agregat
batu pecah, proses menjadi agregat yang terbuat dari batu alam yang dipecah
mengunakan mesin (crusher stone)dengan ukuran tertentu.

22
b. Agregat Buatan

Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karena


keterbatasan hasil agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah agregat
ringan.
Contoh agregat buatan adalah : Klinker dan breeze, fly ash, yang berasal dari
limbah pembangkit tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang
dibakar (leca = Lightweight Expanded Clay Agregate), cook breeze berasal dari
limbah sisa pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale) yang
dibakar pada tungku putar, lelite terbuat dari batu metamorphore atau shale
yang mengandung karbon, kemudian dipecah dan dibakar pada tungku vertical
pada suhu tinggi.
Secara umum jenis agregat digolongkan sebagai berikut :
1. Pasir
Pasir adalah material berbutir yang dihasilkan oleh pelapukan alami batuan atau
pemecahan batuan pasir-batu. Terdapat beberapa jenis pasir dengan masing-
masing gradasi tertentu.
a. Pasir Angin
Pasir yang dibawa angin dan mengumpul di suatu tempat. Umumnya
berbutir halus dengan ukuran antara No.40 sampai No.100.
b. Pasir Danau atau Pantai
Pasir berbutir halus dan bulat umumnya dicampur dengan pasir kasar.
Umunya berukuran antara No.40 sampai No.200
c. Pasir Sungai
Pasir yang dibawa oleh air dan menggelinding antar butiran sehingga
tidak bersudut tajam. Umumnya bebas dari lumpur dan berbutir halus dengan
ukuran butiran antara No.4 sampai No.100.
d. Pasir dari Pasir-Batu (Sirtu)
Pasir yang diperoleh dari pengayakan pasir-batu lolos No.4. Kadang-
kadang mengandung tanah dan berukuran antara No.4 sampai No.200
e. Pasir Gunung
Pasir yang berasal dari deposit alami dengan sedikit atau tanpa kerikil.
Umumnya berukuran antara ⅜“ sampai No.200
f. Pasir Buatan
Pasir yang diperoleh dari pengayakan batu pecah mesin lolos No.4

23
2. Kerikil
Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir
yang dianggap tertahan No.4 atau ¼“.
a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel)
Kerikil yang bersih, berasal dari kerikil sungai dengan ukuran antara ¼“
sampai ½“
b. Kerikil Sungai
Kerikil yang dapat dijumpai pada hulu maupun hilir, terdiri dari butiran
bulat berukuran diatas ¼“ dengan permukaan yang halus bercampur
dengan pasir sungai, umumnya bebas dari tanah dan lanau. Material yang
lolos ¼“ ini termasuk paisr sungai.
c. Kerikil Gunung
Kerikil yang berasal dari deposit alami, umumnya berbutir, terkadang
bercampur dengan pasir halus dan tanah. Tergantung bercampur dengan
material apa, maka disebut Tanah Berkerikil, Pasir Berkerikil, Kerikil
berlempung, Kerikil berpasir.
1. Batu Pecah
Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan
atau berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb
a. Batu Pecah Bergradasi
Batu pecah yang diproduksi pada gradasi yang diinginkan dengan
pengayakan. Batu pecah yang lebih disukai adalah berbentuk cubical
(persegi), akan tetapi beberapa jenis batuan berlapis mungkin akan
memberikan bentuk yang agak pipih.
b. Batu Pecah Campuran
Batu pecah tanpa pengayakan, umumnya hanya digunakan ayakan 2”
sebagai scalping screen (diayak sebelum masuk secondary crusher)
c. Crusher Screenings
Crusher screening adalah bagian dari batu pecah yang lolos ¼” atau
No.4. Umumnya berukuran dari ¼” ke bawah termasuk 0 sampai 6% lolos
No.200. Umunya bergradasi baik meskipun terdapat kekurangan pada
No.40 sampai No.100.
d. Terak (Slag)
Terak adalah bahan bukan logam yang diperoleh dari tungku
pemanasan logam,

24
mengandung silikat dan alumino silikat serta bahan dasar lainnya. Terak dengan
mutu yang baik akan memberikan perkerasan yang baik meskipun seringkali
terdapat terak yang porous dan menyerap banyak aspal.

2.2.2.3 Gradasi Agregat


Butiran agregat dalam berbagai ukuran dinyatakan sebagai gradasi agregat.
Grafik gradasi dengan absis (sumbu x) untuk ukuran butiran yang berskala
logaritma dan ordinat (sumbu y) untuk persen lolos terhadap berat yang berskala
biasa, agar ukuran butir agregat mudah dibaca. Amplop gradasi adalah batas-batas
gradasi yang boleh diambil dalam menentukan suatu rancangan campuran (mix
design). Sedangkan toleransi gradasi adalah batas-batas fluktuasi yang diijinkan
terhadap suatu mix design yang disetujui, koridor toleransi ini akan membentuk
semacam amplop kecil yang disebut job grading.
1. Gradasi Menerus (Continous Graded)
Gradasi menerus adalah ukuran butir agregat dimana rongga antar butiran
besar diisi oleh butiran yang lebih kecil dan rongga antar butiran yang lebih kecil
ini diisi oleh butiran yang lebih kecil lagi demikian seterusnya. Disebut juga
gradasi padat (dense graded) karena memadat akibat saling mengisi dan saling
mengunci (interlocking). Rentang toleransi gradasi menerus harus sempit
sehingga interlockingnya dapat dipertahankan. Pengendalian toleransi dapat
dilakukan dengan :
a. Sumber dari masing-masing agregat dipilih dengan cermat.
b. Proses masing-masing agregat pada sumbernya diatur cermat.
c. Pencampuran berbagai agregat yang berbeda dilakukan di tempat
pencampuran denagn cara mekanik.
d. Agregat yang sudah dicampur diayak ulang dan diatur kembali pro-porsinya
setelah dikeringkan dan sebelum dicampur dengan aspal. AMP modern telah
dilengkapi perlengkapan untuk memenuhi kebutuhan pengendalian di atas.
Ukuran agregat pada campuran akhir umumnya berada dalam toleransi
dengan perbedaan ± 5% untuk agregat kasar dan rentang toleransi yang lebih
rapat untuk agregat halus. Seringkali 3 atau 4 jenis agregat yang terpisah
dicampur bersama untuk mencapai gradasi akhir yang mendekati gradasi
yang diinginkan. Umumnya, agregat pecah mesin diayak dalam 3 atau 4
ukuran agar segregasi selama transportasi dan penanganan dapat dihindari,
kemudian 3 atau 4 ukuran agregat tersebut dicampur kembali di tempat
pencampuran.

25
2. Gradasi Senjang (Gap Graded)
Gradasi senjang adalah ukuran butir agregat yang sedemikian hingga tidak
ada atau hampir tidak ada suatu rentang ukuran “menengah”. Perbedaan
material lolos untuk ukuran butir menengah yang berurutan, jika diatas 10%
disebut gradasi menerus, jika dibawah 10% baru disebut gradasi senjang.
Terdapat Spesifikasi yang menyebutkan bahwa persen lolos terhadap berat untuk
No.30 minimum harus 80% dari No.8. Dari No.8 sampai No.30 terdapat No.16 di
antaranya, sehingga aplikasi dari ketentuan yang disebutkan diatas masih
relevan karena dari No.8 sampai No.16 sebesar 10% dan dari No.16 sampai
No.30 sebesar 10%, jika dijumlah maka sebesar 20%.
3. Gradasi Tunggal (Single Graded)
Gradasi tunggal adalah butiran agregat yang mayoritas satu ukuran, biasanya
masih terdapat sedikit butiran halus yang ikut terbawa. Gradasi ini tidak rawan
terhadap segregasi dan umumnya merupakan produk crusher yang dapat
dengan mudah diatur proporsinya untuk mencapai gradasi yang diinginkan.
Gradasi ini sering disebut gradasi terbuka (open graded), digunakan untuk Burtu
(SST) atau Burda (DBST) dalam rangka memberikan texture baru pada
permukaan aspal.

2.2.2.4 Sifat Agregat


Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi
perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi :
a. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan yang
dipengaruhi oleh: gradasi, ukuran maximum, kadar lempung , bentuk butir,
tekstur permukaan, kekerasan dan ketahanan.
b. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, yang dipengaruhi oleh
porositas,kemungkinan basah dan jenis agregat.
c. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan
aman, dipengaruhi oleh tahanan geser dan campuran yang memberikan
kemudahan dalam pekerjaan
Berat jenis, perbandingan berat suatu bahan dengan berat air murni pada
volumyang sama pada suhu tertentu. Berat jenis agregat tergantung dari : jenis
batuan, susunan mineral agregat, struktur butiran dan porositas batuan. Berat jenis
agregat digolongkan dalam uji ada 3, yaitu : (1) berat jenis SSD, yaitu berat jenis
agregat dalakondisi jenuh kering permukaan, (2) Berat jenis semu, berat jenis
agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume
agregat dalam keadaan kering, (3) Berat Jenis Bulk, berat jenis agregat yang

26
memperhitungkan beraagregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat
dalam keadaan kering.

2.2.2.5. Penggunaan Agregat pada Perkerasan Jalan


Agregat merupakan komponen utama sebagai bahan perkerasan jalan yang
digunakan sebagai lapis pondasi dan lapis permukaan.Penggunaan agregat pada
perkerasan jalan tidak dapat langsung digunakan, namun harus dilakukan
pengujian bahan di laboratorium agar dapat diketahui apakah sesuai dengan
spesifikasinya. Spesifikasi agregat tesebut ditentukan berdasarkan sifat-sifat fisik
agregat yang berpengaruh untuk konstruksi perkerasan jalan. Bila agregat yang
akan digunakan tersebut tidak memenuhi memenuhi syarat maka dapat pula
dilakukan perbaikan sifat-sifat fisik agregat yaitu dengan cara antara lain
menggabungkan dengan beberapa agregat yang lain atau dilakukan stabilisasi
dengan bahan pengikat (semen atau aspal) agar didapatkan meningkatnya
kekuatan campuran agregat.
a. Bahan Pondasi dan Pondasi Bawah
Agregat yang digunakan untuk lapisan pondasi dan lapisan pondasi
bawah harus memenuhi persyaratan-persyaratan:
 Gradasi;
 Batas cair (Liquid limit);
 Batas plastis (Plastis limit);
 Indeks plastisitas (Plasticity Index);
 Kepadatan kering maksimum;
 Kadar air optimum;
 CBR.
b. Bahan Lapisan Penutup

Lapisan penutup tersebut dapat terdiri dari antara lain: lapis penetrasi
makadam, burtu, burda, dan aspal beton. Bahan yang dipergunakan untuk
lapisan penutup ini haruslah memenuhi persyaratan:
 Gradasi;
 Abrasi;
 Soundness;
 Ketahanan lekat;
 Sand equivalent;
 Bentuk butir;
 Bidang pecah;

27
 Berat jenis.

2.2.3 Aspal
Aspal sering disebut juga dengan bitumen yaitu bahan padat yang berwarna
coklat sampai hitam, yang terdiri dari senyawa hydrocarbon yang bila dipanaskan
akan meleleh dan pada kondisi dingin aspal bersifat padat. Aspal digunakan sebagai
salah satu komponen utama dalam perkerasan lentur karena aspal mempunyai adhesi
yang kuat dan kedap air.
Dalam campuran berbahan pengikat aspal, selain sifat agregat, sifat aspal
sangat menentukan kinerja dari campuran tersebut. Oleh sebab itu, sebelum
digunakan kuantitas dan kualitas aspal harus diuji terlebih di laboratorium. Sifat-sifat
aspal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut :
 Sifat Kimia, ditentukan berdasarkan kandungan aspalten dan kandungan malten
(resin, arumated, saturated)
 Sifat Fisik, yaitu ditentukan berdasarkan: durabilitasnya (penetrasi, titik lembek, dan
daktilitas), Adhesi/ kohesi, Kepekaan terhadap perubahan temperatur, dan
Pengerasan/Penuaan.

2.2.3.1 BERDASARKAN SUMBERNYA


1. Aspal Alam
Aspal alam adalah aspal yang secara alamiah terdapat di alam tanpa proses
pemurnian atau pengilangan/penyulingan, umumnya merupakan tambang
terbuka. Umumnya aspal alam bercampur dengan batuan (mineral) dimana
jenis mineralnya sangat tergantung dari batuan dimana aspal tersebut terdapat.
2. Aspal Minyak

Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi.
Hasil penambangan minyak dari perut bumi dapat menghasilkan residu jenis
asphaltic base crude oil, banyak mengandung aspal, dan parafin base crude
oil yang mengandung banyak parafin, atau mixed base crude oil yang
mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk bahan ikatan pada
perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis asphalticbase crude
oil.

2.2.3.2 BERDASARKAN JENISNYA


a. Aspal Keras

28
Pada proses destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi
dipisahkan melalui destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang
dikenal dengan nama aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru
dihasilkan melalui proses destilasi hampa pada temperatur tinggi yang
besarnya bervariasi tergantung pada sumber minyak mentah yang disuling
atau tingkat aspal keras yang akan dihasilkan. Umumnya proses destilasi ini
dilakukan pada temperatur sekitar 480oC.
b. Aspal Cair (Cut Back Asphalt / Liquid asphalt)
Aspal cair bukan merupakan produksi langsung dari penyaringan minyak
(crude oil). Aspal cair diperoleh melalui campuran antara aspal keras dengan
bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian cut back
asphalt berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencair
asphalt memiliki sifat mudah
Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut
berbasis minyak. Aspal ini dapat juga dihasilkan secara langsung dari proses
destilasi, dimana dalam proses ini fraksi minyak ringan yang terkandung dalam
minyak mentah tidak seluruhnya dikeluarkan. Kecepatan menguap dari minyak
yang digunakan sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam
residu pada proses destilasi akan menentukan jenis aspal cair yang dihasilkan.

2.2.4 Bahan Pengisi (Filler)


Filler yang artinya sebagai filler dapat dipergunakan debu, batu kapur,
debu dolomite, atau semen dan harus bebas dari setiap benda yang harus
dibuang. Filler mempunyai ukuran yang lolos 100 % lolos dari 0,60 mm dan
tidak kurang dari 75 % berat partikel yang lolos saringan 0,075 mm ( saringan
basah ).

Fungsi filler yaitu untuk mengisi rongga antar agregat halus dan kasar
yang dapat diperoleh dari hasil pemecahan batuan secara alami maupun
buatan. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah abu batu, kapur
padam, Portland cement (PC), debu dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi
pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya.

2.2.4.1      Jenis-jenis filler


Jenis filler yang dipergunakan adalah abu batu, semen Portland, debu dolomite
dan kapur dan lain-lain.

29
2.2.4.2.      Syarat-syarat filler
Adapun syarat-syarat filler sebagai berikut :
a.    Bahan  filler  terdiri dari abu batu, semen Portland, abu terbang, debu dolomite,
kapur,dan lain-lain.
b.  Harus kering dan bebas dari pengumpulan dan bila diuji dengan pengayakan
basah harus mengandung bahan yang lolos saringan No. 200 tidak kurang dari
70 % beratnya.
c. Penggunaan kapur sebagai bahan pengisi dapat memperbaiki daya tahan
campuran, membantu  penyelimutan dari partikel agregat.

2.2.4.3 Macam - Macam Bahan Pengisi :


1. Loess
Loess adalah deposit material halus dan porous akibat angin. Butirannya lebih
kecil dari pasir tetapi lebih besar dari tanah. Karena butirannya bersudut dan dapat
dipadatkan maka loess mempunyai karakteristik tersendiri dimana loess dapat
digali vertikal.
2. Debu Berbutir
Debu berbutir adalah debu dari batuan (misalnya dari batu marmer), Portland
cement, atau debu buatan atau alami lainnya. Umumnya 80 sampai 100% lolos
No.200. Debu berbutir ditambahkan ke dalam campuran aspal untuk mengisi
rongga dalam campuran dan meningkatkan stabilitas campuran. Kapur tohor
termasuk jenis debu berbutir, namun pemakaian filler jenis ini harus dibatasi
malsimum 1% karena efek ekspansifnya. Pemakaian debu marmer lebih aman
karen atidak ekspansif.
3. Abu Terbang (Flyash)
Filler buatan yang diperoleh dari pembakaran batu bara. Umumnya 80% lolos
No.200. Semula material dianggap limbah yang sangat mengganggu industri
pembangkit tenaga listrik dan jumlahnya memakan tempat yang cukup besar.

30
BAB III

penutup

KESIMPULAN
 Bahan perkerasan jalan terdiri dari beberapa material, sesuai dengan dengan bagian
lapisannya. Seperti, lapisan pondasi bawah, lapisan pondasi atas, dan lapisan
permukaan. Masing-masing lapisan memiliki jenis bahan material penyusun sendiri.

 Bahan material inilah yang nantinya akan menentukan kualitas dan mutu dari
perkerasan jalan yang dihasilkan atau dibangun

 Setiap bahan penyusun lapisasn perkerasan jalan mempunyai karakteristik yang


berbeda. Untuk mendapatkan kualitas perkerasan jalan yang baik, maka harus
mengetahui karakteristik setiap bahan tersebut serta mengetahui persyaratan bahan
agar dapat menyiapkan bahan-bahan perkerasan jalan yang baik dan bermutu

SARAN
Dalam melakukan perencanaan perkerasan jalan, pengenalan karakteristik, sifat dan syarat
bahan material sangat dianjurkan. Karena mutu dan kualitas perkerasan jalan yang
dihasilkan sebanding dengan kualitas material yang dijadikan bahan perkerasan
jalantersebut.

31
DAFTAR PUSTAKA
1. Drakos, C. (2009). Flexible Pavement Distress. University of Florida. www.pdf-
finder.com/Dr.-Christos-Drako
2. Departemen Pekerjaan Umum Badan, (2005), Modul Road Design Engineer (RDE)-12 :
Bahan Perkerasan Jalan, Jakarta, Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya
Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi (PUSBIN-KPK)
3. Departemen Pekerjaan Umum Badan, (2005), Teknik Bahan Perkerasan Jalan, Seri
Panduan Pemeliharaan Jalan Kabupaten, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitian Pengembangan Prasarana Transportasi
4. Departemen Pekerjaan Umum, 2018. “Spesifikasi Umum Perkerasan Aspal”, Kementerian
Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga
5. Departemen Pekerjaan Umum Badan, (2005), Modul-3 : Jenis Bahan Lapis Perkerasan
Lentur, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian Pengembangan
Prasarana Transportasi
6. Huang, Y.H. University of Kentucky (2004). 2 nd Edition. Pavement Analysis and Design.
Published by Pearson Prentice Hall. pp 1.
7. Gatot Rusbintardjo (2011). Oil Palm Fruit Ash (OPFA) Modified Bituman – New Binder
for Hot-Mix Asphalt (HMA) Pavement Mixtures. Lambert Academic Publshing GmbH &
Co. KG Germany 2011.
8. Kerbs, R.D dan Walker, R.D, 1971. Highway Materials, McGraw-Hill Book Company,
New York, USA.

32

Anda mungkin juga menyukai