Anda di halaman 1dari 3

Tokoh Militer Penjaga Integrasi Bangsa

Tokoh militer Indonesia yang turut memperjuangkan integrasi bangsa sebagai berikut.

1. Siswondo Parman
Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman atau yang lebih
dikenal dengan nama S. Parman merupakan salah satu pahlawan
revolusi dan tokoh militer Indonesia. Pada Desember 1949 S. Parman
ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. Pada
saat menjabat Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya, ia berhasil
membongkar gerakan rahasia yang akan dilakukan Angkatan Perang
Ratu Adil (APRA).
Pada 1964 ia mendapat tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima
Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal. Ketika ia menjabat
sebagai Panglima Angkatan Darat pengaruh PKI sedang marak di
Indonesia. Ia merupakan salah satu tokoh yang menolak rencana PKI
untuk membentuk Angkatan Kelima. Penolakan S. Parman atas rencana
Siswondo Parman
PKI tersebut membuatnya menjadi korban dalam pemberontakan
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1965–
G 30 S/PKI yang terjadi pada 1965. 1973, Citra Lamtoro Gung Persada,
1985
2. Gatot Subroto
Setelah kemerdekaan Indonesia, Gatot Subroto bergabung dengan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sejak bergabung dengan TKR, Gatot
Subroto memiliki peran besar bagi Indonesia. Ia dipercaya menduduki
sejumlah jabatan penting seperti Panglima Divisi II, Panglima Korps
Militer, dan Gubernur Militer Daerah Surakarta.
Pada saat Gatot Subroto menjabat sebagai Gubernur Militer
Daerah Surakarta, terjadi pemberontakan PKI di Madiun. Untuk
menumpas pemberontakan tersebut, Gatot Subroto memimpin
pasukan untuk menyerbu pasukan PKI. Akhirnya, pasukan ini meraih
kemenangan. Keberhasilan yang diraih Gatot Subroto menyebabkan
ia diangkat menjadi Panglima Tentara dan Teritorium IV/Diponegoro.
Akan tetapi, pada 1953 Gatot Subroto mengundurkan diri dari dinas
militer. Tiga tahun kemudian ia diaktifkan kembali dan diangkat
menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad). Gatot Subroto
juga menggagas pembentukan Akademi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (AKABRI). Gatot Subroto
Sumber: h t t p s : / / w e b . a r c h i v e . o r g /
3. Slamet Riyadi web/20210226070843/https://tirto.id/m/
gatot-soebroto-zJ, diunduh 26 Februari
Slamet Riyadi merupakan salah satu tokoh yang memiliki peran 2021
penting dalam menjaga integrasi bangsa Indonesia. Peran Slamet
Riyadi dalam menjaga integrasi bangsa Indonesia adalah terlibat dalam operasi penumpasan gerakan DI/
TII di Jawa Barat dan gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). Slamet Riyadi gugur saat melaksanakan
operasi militer penumpasan RMS.
Slamet Riyadi meninggalkan naskah tertulis berjudul Pedoman Gerilya I dan II. Salah satu petunjuknya
yang legendaris adalah de beste verdediging ligt juist in de aanval (pertahanan terbaik terletak pada
penyerangan). Namanya pun diabadikan sebagai nama Kesatrian Group-2 Kopassus Kartasura.
4. Ahmad Yani
Ahmad Yani mengawali karier militernya dengan pangkat sersan.
Setelah Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan, Ahmad Yani
diserahi tugas menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dengan
membentuk pasukan khusus yang disebut The Banteng Raiders. Dalam
operasi tersebut, pasukannya berhasil menumpas pemberontakan
DI/TII. Selanjutnya, pada 1958 Ahmad Yani yang masih berpangkat
kolonel diangkat menjadi Komandan Operasi 17 Agustus untuk
menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra Barat. Dalam operasi
tersebut, pasukan Ahmad Yani juga berhasil merebut kembali Padang
dan Bukittinggi.
Pada 1962 Ahmad Yani diangkat menjadi Menteri/Panglima
Angkatan Darat (Men/Pangad) menggantikan Jenderal A.H. Nasution.
Dalam pemberontakan G 30 S/PKI, ia menjadi salah satu korban.
Ahmad Yani pun mendapat gelar pahlawan revolusi dan pangkatnya
dinaikkan satu tingkat menjadi jenderal. Ahmad Yani
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1965–
5. Abdul Haris Nasution 1973, Citra Lamtoro Gung Persada,
1985
Abdul Haris Nasution merupakan salah satu tokoh militer yang
berperan besar dan menjaga integrasi bangsa. Pada masa perang
kemerdekaan Abdul Haris Nasution memimpin Divisi Siliwangi.
Selanjutnya, pada 1948 Abdul Haris Nasution diangkat sebagai
Panglima Tentara dan Teritorial Djawa yang bertugas menghadapi
Agresi Militer I Belanda. Setelah perang kemerdekaan, Abdul Haris
Nasution diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Pada saat terjadi pemberontakan PRRI di Sumatra, Abdul Haris
Nasution yang saat itu menjabat sebagai KSAD tidak turun langsung
dalam operasi penumpasan pemberontakan. Akan tetapi, ia mengirim
pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani. Ia memantau
jalannya operasi penumpasan dari Jakarta. Dalam peristiwa G 30 S/
PKI, ia menjadi salah satu target penculikan. Akan tetapi, ia berhasil
meloloskan diri dari aksi penculikan.
Pada 1972 A.H. Nasution memutuskan pensiun. Selanjutnya,
pemerintah memberi gelar Jenderal Besar TNI kepada A.H. Nasution. Abdul Haris Nasution
Jenderal A.H. Nasution mengisi masa pensiunnya dengan menulis buku Sumber: h t t p s : / / w e b . a r c h i v e . o r g /
berdasarkan pengalamannya selama berkarier di dunia militer. Buku web/20210225080710/https://
kebudayaan.kemdikbud.go.id/mkn/
yang ditulis A.H. Nasution antara lain Perang Kemerdekaan, Pokok- abdul-haris-nasution/, diunduh
Pokok Gerilya, dan Memenuhi Panggilan Tugas. 25 Februari 2021
6. Donald Ignatius Panjaitan
Donald Ignatius Panjaitan merupakan salah satu tokoh militer yang
memiliki peran penting dalam menjaga integrasi bangsa Indonesia. Ketika
terjadi Agresi Militer II Donald Ignatius Panjaitan menjadi pimpinan
perbekalan perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Setelah pengakuan kedaulatan, ia diangkat menjadi Kepala Staf Operasi
Tentara dan Teritorium I/Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya, ia dipindahkan
ke Palembang sebagai Kepala Tentara dan Teritorium II/ Sriwijaya.
Donald Ignatius Panjaitan merupakan salah satu perwira militer yang
menolak usulan PKI untuk mempersenjatai buruh dan tani sebagai Angkatan
Kelima. Akibat tindakannya tersebut, ia menjadi salah satu korban dalam
peristiwa G 30 S/PKI. Oleh karena itu, ia turut mendapat gelar pahlawan
revolusi. Donald Ignatius Panjaitan
Sumber: 3 0 T a h u n I n d o n e s i a
Merdeka (1965–1973), Citra
Lamtoro Gung Persada,
1985

Anda mungkin juga menyukai