Anda di halaman 1dari 5

Biografi 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September

Nama mereka diabadikan sebagai nama jalan

Sosok dari Pahlawan Revolusi (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta


Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)
1. Jenderal Ahmad Yani

Sosok Ahmad Yani (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung
Persada, 1986)
Jenderal TNI Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo, pada 19 Juni 1922. Pada 1962, ia
diangkat Presiden Sukarno menjadi Panglima Angkatan Darat keenam, menggantikan Abdul
Haris Nasution.
Pria yang wafat dalam usia 43 tahun ini sempat ke Amerika Serikat untuk menempuh
pendidikan di Kansas. Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, Ahmad Yani memiliki
kemampuan mengenai operasi gabungan yang pertama kali dipraktikan dalam menumpas
Permesta di Sumatra Barat dalam Operasi 17 Agustus.
Pada 1 Oktober 1965, Ahmad Yani diculik dan dibunuh hingga jenazahnya dibawa ke
Lubang Buaya. Usai jenazahnya ditemukan, pada 5 Oktober 1965, Ahmad Yani dianugerahi
Pahlawan Revolusi dan pangkatnya dinaikkan menjadi Anumerta. Kini, namanya diabadikan
sebagai sejumlah nama jalan di berbagai daerah di Indonesia.
2. Letjen Suprapto

Sosok Letjend R. Soeprapto (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra


Lamtoro Gung Persada, 1986)
Letjen R Soeprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, pada 20 Juni 1920. Pada masa
pemerintahan Jepang di Indonesia, ia sempat ditawan dan dimasukkan ke dalam penjara,
namun berhasil kabur. Menjelang wafat, ia menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat
untuk wilayah Sumatra.
Pada 1 Oktober 1965, ia diculik dan dibunuh. Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta,
jenazahnya juga dimasukan ke dalam Lubang Buaya. Usai ditemukan, jenazahnya
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Namanya juga
diabadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah.
3. Mayjen S Parman

Sosok S. Parman (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung
Persada, 1986)
Mayjen S Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918. Semasa hidupnya,
ia pernah mengenyam pendidikan di Amerika Serikat pada 1951. Ia juga pernah menjadi
Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara di Yogyakarta (Desember 1945), Kepala Staf
Gubernur Militer Jakarta Raya (1949), Kepala Staf G (1950), hingga Atase Militer RI di
London (1959).
Menjelang wafat, S Parman menjabat sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat
(Men/Pangad) dengan pangkat mayor jenderal. Ia juga gugur pada 1 Oktober 1965 dan
dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan. Untuk mengenang jasa S Parman, namanya
juga diabadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah.
4. MT Haryono

Sosok MT Haryono (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung
Persada, 1986)
Mas Tirtodarmo (MT) Haryono merupakan pahlawan revolusi yang lahir di Surabaya, 20
Januari 1924. Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, MT Haryono mampu menguasai
empat bahasa yakni Bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan Belanda. Berkat kemampuan
tersebut, ia sering dibutuhkan dalam perundingan dengan Belanda maupun Inggris.
Ia sempat bertugas di Belanda sebagai Atase Militer Indonesia. Namun, ia kembali ke
Indonesia untuk beragam tugas hingga akhirnya pada 1964 diangkat Presiden Sukarno
sebagai Deputy III Menteril Panglima Angkatan Darat.
Pada 1 September 2020, MT Haryono menjadi salah satu jenderal yang hendak diculik. Pada
saat kejadian, ia disebut sempat melawan, namun tertembak. Jenazahnya kemudian juga
dibawa ke Lubang Buaya, hingga jenazahnya dimakamkan di TMP Kalibata setelah
ditemukan. Namanya juga diabadikan sebagai nama jalan.
5. D.I. Panjaitan
Sosok D.I. Panjaitan (Buku 30 Tahun
Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra
Lamtoro Gung Persada, 1986)
Donald Izacus (D.I) Panjaitan lahir di
Sitorang, Balige pada 10 Juni 1925.
Mengutip situs Pemprov DKI Jakarta, DI
Panjaitan merupakan sosok yang gemar
musik klasik dan penganut Protestan yang
taat.
Sesudah pengakuan kedaulatan, ditunjuk
sebagai Kepala Operasi di Medan dan lalu
dipindahkan ke Territorium II (Sumatra
Selatan). Pernah menjabat Atase Militer di Bonn (Jerman Barat) untuk selanjutnya ditugaskan
lagi sebagai Deputy I KASAD dengan pangkat Kolonel.
Sewaktu menjabat Asisten IV/Men Pangad, ia mengikuti pendidikan Associate Command
and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat selama enam bulan
(Desember 1963-Juni 1964).
Ia juga gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September itu. Setelah wafat, pangkatnya
dinaikkan menjadi Mayor Jenderal Anumerta, dengan diberi gelar pahlawan revolusi, serta
namanya diabadikan sebagai nama jalan.
6. Sutoyo Siswomihardjo
Sosok Sutoyo Siswomiharjo (Buku 30 Tahun
Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra
Lamtoro Gung Persada, 1986)
Pahlawan revolusi ini lahir di Kebumen,
Jawa Tengah, pada 23 Agustus 1922.
Sebelum menjadi tentara, ia sempat menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor
Kabupaten Purworejo, namun berhenti
dengan hormat pada 1944.
Pasca-proklamasi kemerdekaan, ia masuk
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bagian kepolisian yang berkembang jadi Corps Polisi
Militer (CPM). Pada Juni 1946, ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto yang
ketika itu menjadi Komandan Polisi Tentara (PT).
Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, Sutoyo terus mengabdikan diri di lingkungan
CPM usai pengakuan kedaulatan. Pada 1954, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar
Polisi Militer. Dua tahun kemudian ia bertugas di London sebagai Asisten Atase Militer RI
untuk Inggris.
Setelah kembali ke tanah air, ia mengikuti Kursus C Sekolah Staf dan Komando Angkatan
Darat (Seskoad) di Bandung. Kemudian ia diangkat menjadi Pejabat Sementara Inspektur
Kehakiman Angkatan Darat (Irkeh AD). Berkat pengetahuan yang cukup dan pengalaman
yang luas di bidang hukum, pada 1961 ia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur
Jenderal Angkatan Darat (Irkeh/Ojen AD).
Pada saat masih mengemban jabatan tersebut, Sutoyo juga diculik dan jenazahnya dibuang di
Lubang Buaya. Sama seperti pahlawan revolusi lainnya, jenazah Sutoyo kemudian
dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, dan namanya diabadikan sebagai nama jalan.
7. Pierre Tendean

Sosok Pierre Tendean (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro
Gung Persada, 1986)
Pierre Andries Tendean merupakan Anggota TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten, yang
lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939. Ia merupakan ajudan Menko Hankam Jenderal AH
Nasution yang berhasil lolos dari penculikan pada gerakan 30 September.
Pierre diculik dan ditembak mati di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pria 26 tahun itu
dimakamkan di TMP Kalibata, dianugerahi penghargaan Satya Lencana Saptamarga, dan
namanya diabadikan sebagai nama jalan.
Itulah biografi singkat 7 pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30
September.

Anda mungkin juga menyukai