Anda di halaman 1dari 3

Berpikir Dengan Perspektif Sejarah

Sehubungan dengan penelitian dan penulisan sejarah, Kuntowijoyo, menjelaskan dua


kerangka berfikir yang dipergunakan dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu cara berfikir sinkronis dan
cara berfikir diakronis atau kronologis.
1. Cara Berfikir Sinkronis
Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani, yaitu syn yang berarti dengan, dan khronos
yang berarti waktu, masa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinkronik berarti segala
sesuatu yang bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi di suatu masa yang terbatas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Galtung, bahwa sejarah dalam pengertian sinkronik adalah mempelajari
peristiwa sejarah dengan berbagai aspeknya pada waktu atau kurun waktu yang terbatas. Lebih
lanjut Kuntowijoyo memberikan ciri-ciri konsep berfikir sinkronis sebagai berikut,
1. Kerangka berfikir sinkronis mengamati kehidupan sosial secara meluas berdimensi ruang.
2. Konsep berfikir sinkronis memandang kehidupan masyarakat sebagai sebuah sistem yang
terstruktur dan saling berkaitan antara satu unit dengan unit yang lainnya.
3. Menguraikan kehidupan masyarakat secara diskriptif dengan menjelaskan bagian demi bagian.
4. Menjelaskan struktur dan fungsi dari masing-masing unit dalam kondisi statis.
5. Digunakan oleh ilmu-ilmu sosial, seperti, geografi, sosiologi, politik, ekonomi, antropologi, dan
arkeologi.
2. Cara Berfikir Diakronis / Kronologis
Menurut Galtung, diakronis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dia yang artinya melintasi
atau melewati dan khronos yang berarti perjalanan waktu. Dengan demikian maka cara berfikir
diakronis dalam ilmu sejarah berarti menguraikan proses dan urutan kejadian suatu peristiwa
sejarah secara kronologis atau sesuai dengan urutan waktu kejadiannya.
Setiap peristiwa sejarah mengiktui hukum kausalitas (sebab akibat), sehingga antara satu
peristiwa dengan peristiwa lainnya saling berkaitan dalam urutan sebab akibat. Sehingga dengan
berfikir diakronis kita juga dapat mengamati perkembangan kehidupan masyarakat pada suatu
zaman dengan zaman berikutnya yang salaing terkait mengikuti hukum sebab akibat (causalitas).
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri konsep berfikir diakronis atau
kronologis adalah sebagai berikut :
1. Dalam konsep berfikir kronologis atau diakronis mempelajari kehidupan sosial secara memanjang
berdimensi waktu.
2. Konsep berfikir diakronis memandang masyarakat sebagai sesuatu yang terus bergerak dan
memiliki hubungan kausalitas atau sebab akibat.
3. Menguraikan proses trans formasi (perubahan) yang terus berlangsung dari waktu ke waktu
kehidupan masyarakat secara berkesinambungan.
4. Menguraikan kehidupan masyarakat secara dinamis.
5. Digunakan dalam ilmu sejarah.
C. Pendekatan Multi Dimensional
Dalam ilmu sejarah kerangka berfikir sinkronis yang berdimensi ruang juga diperlukan.
Sehubungan dengan hal ini, dalam ilmu sejarah dikenal dengan pendekatan multi-dimensional.
Pendekatan ini dipelopori oleh Sartono Kartodirdjo. Dalam pendekatan multi-dimensional ini,
sejarah selain dipandang sebagai proses yang dinamis, juga memperhatikan berbagai aspek
dalam kehidupan sosial yang turut mempengaruhi gerak pertumbuhan dan perkembangan
sejarah. Karena sebuah perubahan dalam peristiwa sejarah senantiasa juga diikuti oleh perubahan
aspek-aspek lain di sekitarnya.
Dengan memperlajari sejarah secara multi-dimensional maka akan nampak bahwa
rangkaian peristiwa yang saling terkait satu aspek dengan aspek lainnya. Sehingga semakin
memperjelas keunikan dari setiap peristiwa sejarah. Oleh karena itu, untuk mengungkapkan
berbagai dimensi kehidupan masyarakat pada masa lampau, sejarah memerlukan pendekatan dan
konsep-konsep ilmu-ilmu sosial lainnya.
Contoh-contoh kajian suatu permasalahan sejarah yang menggunakan pendekatan ilmu
sosial sangat misalnya, “Pemberontakan Petani Banten Tahun 1888” karya Sartono Kartodirdjo.
Pemberontakan yang berlangsung di distrik Anyer tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama (kepercayaan tentang Ratu Adil).
Selain itu pemberontakan tersebut juga merupakan gerakan sosial yang tidak hanya dari kaum
elite, melainkan juga dari kaum bawah (wong cilik).
Oleh jarena itu, dalam perkembangannya muncul dua pendekatan dalam ilmu sejarah, yaitu
(1) Sejarah Naratif dan (2) Sejarah Non-naratif. Sejarah naratif mengungkapkan peristiwa sejarah
terjadi suatu kurun waktu tertentu sehingga tersusun dalam sebuah kisah atau cerita. Sedangan
sejarah non-naratif lebih berfokus pada masalah (problem oriented) dengan meminjam konsep-
konsep ilmu-ilmu sosial lainnya, untuk mengungkapkan berbagai aspek pada masa lampau.
Sejarah naratif cenderung lebih banyak berkisah tentang aspek kehidupan politk pada masa
lampau. Sedangkan sejarah non-naratif lebih berfokus pada kehidupan sosial, budaya dan
ekonomi pada masa lampau.

Link Vidio : https://youtu.be/o4nSFwcb6Dc

Anda mungkin juga menyukai