Oleh
Jaja Jamaludin
Ketua Badan Pengurus Harian Politeknik Bosowa
Sejatinya ke-11 kementrian dan lembaga di level pusat secara cepat melakukan konsolidasi
khusus implementasi inpres revitalisai pendidikan vokasi (IRPV) ini untuk kemudian
membentuk sebuah satuan kerja derivative (SKD) di level daerah provinsi. Pada level SKD
inilah inpres IRPV dipertaruhkan implementasinya. Pada saat yang sama SKD-IRPV dapat
melakukan semacam curah gagasan secara simultan dan bersifat praksis. Ini karena
diharapkan dalam SKD-IRPV ini akan berhimpun para pelaku dan praktisi pendidikan vokasi
pada garis depan, seperti para kepala sekolah SMK dilevel sekolah menengah, para
pimpinan politeknik, sekolah vokasi di univeristas, serta sekolah tinggi vokasi yang tersebar
di setiap wilayahnya masing-masing. Selain itu juga akan melibatkan dinas-dinas terkait
dalam lingkup 11 kementrian nasional, seperti dinas perindustrian, keuangan, disnakertran,
dan BUMN yang ada di wilayah tersebut.
Paradigma Pendidikan Vokasi
Bagaimanapun juga, peta jalan revitalisasi ini mengharuskan pemerintah dan pemangku
kepentingan untuk meletakkan terlebih dahulu apa yang kita sebut sebagai paradigm
pendidikan vokasi. Lebih dari dua dasawarsa pendidikan vokasi kita sesungguhnya lebih
condong mengikuti mazhab jerman. Hal ini bukan saja karena jerman memang memiliki
tradisi yang gemilang dalam urusan teknologi dan pendidikan vokasi, melainkan juga karena
hampir seluruh pakar teknologi Indonesia, belajar dan menyelesaikan studi di german.
Terlebih karena factor ketokohan prof. BJ. Habibie yang mendominasi pemikiran pendidikan
bermazhab Jerman. Pertanyaannya adalah apakah mazhab pendidikan vokasi Jerman
masih relevan?
Belakangan, selain Jerman, kita juga mulai melirik Negara-negara asia timur seperti Jepang,
korea dan Taiwan. Sebut saja, negara yang disebut terakhir sedang menajdi perhatian para
praktisi pendidikan vokasi di Indonesia. Pada awal Januari 2017 ini, Direktorat Jenderal
Kelembagaan Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti terus meningkatkan program kerja sama
dengan berbagai institusi internasional. Yang terbaru adalah kerja sama dengan perguruan
tinggi-perguruan tinggi di Taiwan, baik dalam bidang pendidikan maupun penelitian.
Sebagaimana di-release dalam halaman ristekditi, pertemuan joint working group (JWG)
antara perguruan tinggi-perguruan tinggi kedua negera dilakukan di Bandung, akhir tahun
lalu. Dari pertemuan tersebut disepakati akan ditindaklanjuti dengan pembentukan
Indonesia-Taiwan Centre (ITC) di Indonesia. Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal
Kelembagaan Iptek dan Dikti, Patdono Suwignjo seusai melakukan pertemuan dengan
Direktut Politeknik Negeri Bandung di Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta, Jumat, 6 Januari
2017. Secara umum Politeknik Negeri Bandung nanti bertugas mengoordinasikan kerja
sama pendidikan tinggi maupun bidang penelitian antara perguruan tinggi kedua negara.
Kedua, Learning within the work process. Tujuan dari pendidikan vokasi Negara Republik
Federal Jerman adalah menciptakan kemampuan kerja para lulusannya yang adaptif
dengan dunia industri yang mereka miliki. Oleh karenanya pendidikan berorientasi kerja
mengharuskan para siswa/peserta (Teilnehmer) suatu kegiatan pendidikan atau pelatihan
kejuruan belajar di dua tempat pembelajaran yaitu di sekolah dan di industry. Kombinasi
pembelajaran tersebut sudah didesain sedemikian rupa sehingga sinergitas antara
pembelajaran di sekolah dengan pembelajaran di industry sangat baik.
Keempat, Qualified vocational education and training staff. Kualifikasi tenaga pendidikan
kejuruan adalah salah satu pondasi untuk kualitas. Para tenaga pendidik kejuruan harus
menguasai dan memahami konsep Pedagogik Kejuruan (Berufspädagogik). Dengan
memahami dari konsep Pedagogik Kejuruan para Guru (tenaga kependidikan kejuruan)
mampu mendesain strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Menarik
bahwa Pedagogik (Berufspädagogik) bukan hanya suatu konsep yang dimiliki oleh dunia
pendidikan, akan tetapi tetapi dunia industry juga senantiasa menggunakan dan
mengembangkan konsep Pedagogik. Sehingga para peserta diklat atau siswa yang
mengadakan magang dan atau praktikum di suatu industry tetap dikendalikan dengan
konsep Pedagogik yang benar sesuai dengan semangat dan jiwa dari suatu jenis pekerjaan.
Itu menandakan bahwa industry atau dunia usaha tidak hanya sekedar mengejar
keuntungan ekonomi (profit) akan tetapi juga terus menanamkan modal untuk
pengembangan pendidikan kejuruan. Dalam pandangan mereka pendidikan atau pelatihan
yang mereka sediakan adalah modal yang penting untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas dari produk yang mereka hasilkan.
Kelima, Institutionalized research and career guidance. Kunci yang berikutnya adalah
tersedianya instistusi Penelitian Pendidikan Kejuruan (Berufsbildung) dan Konsultasi Karir.
Mereka berfungsi untuk terus melakukan penelitian yang berguna bagi pengembangan
pendidikan kejuruan dan pasar kerja. Penelitian melibatkan Pemerintah, pelaku Ekonomi
(dalam hal ini dunia usaha dan Industri) dan elemen sosial lainnya. Hasilnya mendorong
pendidikan kejuruan tersebut untuk mengetahui apa yang sedang berkembang di dunia
industri, dan bagaimana kebutuhan dunia industri atau dunia usaha terhadap kompetensi
lulusan pendidikan kejuruan dapat secara dini diidentifikasi. Sehingga pendidikan kejuruan
yang melibatkan sekolah dan industri juga dapat menerapkan strategi nyata dalam proses
pembelajaran (Lernprozess). Hasilnya juga digunakan untuk mengembangkan konsep-
konsep pembelajaran baru (Lernkonzepte).
Relatif tidak begitu jauh dengan Jerman, rupanya Taiwan banyak kesamaan dengan Jerman
dalam mengembangkan pendidikan vokasi. Dalam kebijakan Negara Taiwan, Pendidikan
vokasi diletakkan dalam rangka pembangunan ekonomi nasional Taiwan. Ini tidak
mengherankan, oleh karena Taiwan juga mengadopsi paradigma pendidikan vokasi yang
selama ini di jalankan di Jerman. Dalam laman kemenetrian pendidikan Taiwan disebutkan
bawhwa pembangunan ekonomi Taiwan memiliki sinergisitas dengan perkembangan TVE
(Technology Vocational Educational). Pemerintah Taiwan, memiliki rencana pembangunan
ekonomi sekitar tahun 1950-an, dimulai dengan memajukan perubahan besar dalam
teknologi produksi pertanian. Sementara juga aktif mengembangkan industri barang penting
dan padat karya. Domain utama TVE pada waktu itu adalah program pertanian dan bisnis
(agrobisnis) yang berhubungan di sekolah atas kejuruan, dengan fokus pada penyediaan
ekonomi pemula dengan mencukupi amat dibutuhkan tenaga kerja pemula.
Pada decade kedua tahun 1960 Taiwan pindah ke periode ekspansi bisnis ekspor-impor,
menyaksikan pertumbuhan yang cepat dalam jumlah usaha kecil dan menengah yang,
dalam industri dan bisnis sama, semua haus akan tenaga kerja terampil. Pada decade tahun
1970-an, industri tradisional Taiwan mulai transisi ke modal dan industri padat teknologi, dan
permintaan untuk tenaga kerja, sementara terus menekankan pada kuantitas, juga mulai
melihat ke dalam kualitas. Dalam rangka meningkatkan kualitas tingkat tinggi pendidikan
teknologi dan kejuruan, Departemen Pendidikan mendirikan pertama kuliah teknologi
(Taiwan Institute of Technology) yang merupakan cikal bakal dari sistem TVE sekarang
komprehensif yang terdiri dari sekolah menengah kejuruan, perguruan tinggi junior
(diploma), dan perguruan tinggi / universitas teknologi.
Pada awal tahun 1980-an, pemerintah Taiwan, secara bertahap meningkatkan rasio antara
sekolah kejuruan senior dan sekolah tinggi umum, akhirnya mencapai tujuan 7 : 3. Jumlah
besar lulusan dari sekolah kejuruan senior yang ini memasok kebutuhan tenaga kerja dari
industri haus dan memungkinkan ekonomi Taiwan dengan cepat berkembang. Pada
pertengahan 1980-an Taiwan menghadapi tekanan luar biasa dari internasionalisasi dan
pasar terbuka, dan permintaan untuk tingkat yang lebih tinggi dari personil teknologi dan
bisnis juga meningkat pesat. Pemerintah Taiwan mendorong perguruan tinggi berkualitas
untuk ditingkatkan ke perguruan tinggi teknologi, dan orang-orang perguruan tinggi kualitas
teknologi upgrade ke universitas teknologi. Pada tahun 2010, rasio ini mencapai 5,5: 4,5,
yang dicerminkan lebih dekat dengan kebutuhan pasar dan waktu, mencerminkan sistem
pendidikan yang lebih efektif.
Akhirnya, setelah 2009, pemerintah Taiwan mulai mendorong industry berkembang
kesehatan, bio-teknologi, pertanian canggih, rekreasi dan pariwisata, inovasi budaya, dan
energi hijau, cloud computing, mobil listrik cerdas, bangunan hijau cerdas, dan penemuan
dan paten, Kuliner Internasional, Kesehatan Internasional, Pop Musik dan Content Digital,
Industri konvensi, International Logistik, Inovasi dan Modal Ventura, Modernisasi Perkotaan ,
WIMAX, dan Bisnis Elektronik.
Inpres tentang revitalisasi pendidikan vokasi yang melibatkan 11 (sebelas) kementrian ini
sejatinya dijadikan momentum untuk meletakkan fundamental pendidikan vokasi di setiap
provinsi. Variable kuncinya adalah mengintegrasikan pembangunan ekonomi dan
pendidikan vokasi dalam satu nafas kebijakan nasional. Pemerintah tidak lagi memandang
pendidikan sebagai supporting system pembangunan nasional. Pendidikan, khususnya
pendidikan vokasi adalah tulang punggung pembangunan ekonomi dan penting bagi
keberlanjutan pembangunan nasional.
Paradigma pendidikan vokasi di Indonesia, sejatinya dibangun atas dasar hal-hal berikut,
Pertama, Pembangunan holistic dan Berkelanjutan. Kunci sukses pendidikan vokasi di
Negara kita, harus diletakkan secara sentral sebagai bagian tak terpisahkan dengan
pembangunan ekonomi, infrastuktur dan kebudayaan bangsa secara utuh atau holistic.
Kedua, Triple-Helix++ (plus plus). Konsep ini sudah cukup lama di kenal perguruan tinggi,
yaitu kerjasama kolaboratif antara akademisi, industry dan government. Hanya saja perlu
ditambahkan Plus-plus (2 plus). Plus kesatu adalah triple helix berbasis pada komoditas
unggulan tertentu. Sehingga setiap komoditas memiliki semacam konsorsium yang terus
menerus mengembangkan komoditas tersebut. Pada gilirannya dapat terbentuk apa yang
kita sebut : One Comodity One Group Research, yang meliputi hilir produksi, proses
industry, dan pasar. Plus kedua, adalah Triple Helix harus berbasis pada melahirkan sejuta
entreuprener. Inpres tentang Revitalisasi, seyogyanya mengarah pada pembangunan
kolaborasi pendidikan vokasi dan dunia industry serta government triplehelix plus plus.
Semua kementraian dan departeman serta bidang pembangunan harus menciptakan ruang
akseptibiltias satu sama lain bagi pendidikan vokasi, pengembangan produk dan komoditas
unggulan dan turut serta dalam proses pendidikan vokasi secara kolaboratif. Seluruh
aktivitas kolaboratif ini berdiri di atas joint working system sebagai tatanan suprastruktur
pendidikan vokasi. Ketiga, Melahirkan pekerja Unggul dan entreuprener pemula. Pendidikan
vokasi selain melahirkan tenaga yang siap kerja di dunia industri, juga harus melahirkan
pengusaha muda secara massif sesuai dengan keragaman potensi ekonomi dan
sumberdaya alam yang dimiliki oleh setiap daerah. Luasnya wilayah dan keragaman sumber
daya alam kita, sejatinya dapat dikembangkan langsung dan menjadi objek pembangunan
dan pengembangan pendidikan vokasi. Ini artinya, bidang di luar pendidikan yang selama ini
terkesan terpisah harus menyatu dalam sebuah konsorsium daerah pendidikan vokasi
setingkat provinsi. Ini agar lebih memudahkan pengambilan keputusan serta arah kebijakan
pembangunan ekonomi dan pembangunan pendidikan vokasi di setiap daerahnya. Kelima,
Kesetaraan sumberdaya lembaga pendidikan swasta dan negeri. Jumlah lembaga
pendidikan vokasi milik pemerintah relative lebih sedikit dari yang dikelola swasta. Sejatinya,
kedepan antara lembaga pendidikan swasta dan milik Negara tidak terdapat disparitas
sumberdaya yang meliputi infrastruktur, sumberdaya pengajar/guru/dosen, anggaran
pendidikan vokasi, kurikulum. Keenam, Collaborative Innovation centre (CIC), Pusat
Kerjasama innovasi dalam konsorsium pendidikan vokasi. Akademisi perguruan tinggi, dan
industry dan government mutlak diperlukan. Lembaga ini dibutuhkan di tingkat pusat dan
level provinsi. Fokus kerjanya adalah melakukan riset-riset praktis kolaboratif berbasis
komoditas dan keunggulan sumber daya ekonomi dan industry di wilayah/daerah. Di dalam
CIC terdapat berbagai platform riset dan pengembangan produk per wilayah, yang
terhubung langsung dengan perwakilan goverment (dinas terkait) dan lembaga keuangan
seperti bank atau lembaga donor dan riset international.#wallahu alam.
_________________________
Penulis adalah Ketua Badan Pengurus Harian Politeknik Bosowa.