Anda di halaman 1dari 7

Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi

Oleh

Jaja Jamaludin
Ketua Badan Pengurus Harian Politeknik Bosowa

Komitmen pemerintahan Jokowi-JK dalam pendidikan, khususnya pendidikan vokasi


menarik untuk dicermati dan patut diapresiasi. Pertengahan tahun 2016, President Jokowi
bahkan telah secara nyata memberi penegasan tentang pentingnya revitalisasi pendidikan
vokasi. Saat berkunjung ke jerman pada medio April 2016, President Jokowi mengunjungi
pusat pendidikan dan latihan vokasi di Jerman. Sebagaimana dimuat di halaman setkab
pada 18 Apr 2016, disebutkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno L.P. Marsudi
menjelaskan, kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Jerman, kali ini, dimaksudkan
untuk memenuhi undangan Kanselir Jerman Angela Markel yang disampaikan saat
keduanya bertemu di sela-sela KTT Group 20 (G-20), di Turki, tahun 2015 lalu. Selain itu,
pemerintah juga mempelajari sistem pendidikan vokasi di Jerman yang memang dibutuhkan
untuk menjawab kebutuhan pasar saat ini. Untuk itu, selain dijadwalkan bertemu dengan
Kanselir Jerman Angela Markel dan Presiden Jerman Joachim gauck dua kali one on one
meeting dan sekali business forum, Presiden Jokowi berkunjung ke pusat pelatihan
pendidikan vokasi dan bertemu dengan masyarakat Indonesia yang menetap di Jerman.
Selanjutnya akhir 2016, tepatnya pada 9 September 2016 President Jokowi menerbitkan
Inpres Revitalisasi Pendidikan Vokasi. Ini artinya, kebijakan dan komitmen President Jokowi
terhadap pendidikan vokasi benar-benar afirmatif. Sebagaimana dimuat dihalaman setkab,
pada 20 September 2016, disebutkan dalam rangka penguatan sinergi antar pemangku
kepentingan dan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia
Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 9 September 2016 telah menandatangani
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah
Kejuruan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Sumber Daya Manusia Indonesia.
Secara umum Inpres tersebut ditujukan kepada: 1. Para Menteri Kabinet Kerja: 2. Kepala
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP); dan 3. Para Gubernur, dalam Inpres tersebut
Presiden Jokowi juga memberikan penugasan khusus kepada 11 Kementerian/Lembaga.

Peta Jalan Revitalisasi


Dalam inpres tersebut secara rinci memberikan tugas sekaligus instruksi kepada 11
kementrian dan Lembaga yang meliputi : Kemendikbud, kementristek-dikti, Kementrian
BUMN, Kementrian Perindustrian, KKP, kementrian tenaga kerja, kementrian perhubungan,
kementrian ESDM, Kementrian Kesehatan, Kementrian Keuangan, dan Badan Nasional
Sertifikasi Profesi. Ke 11 kementrian dan lembaga secara tegas telah diberikan tugas dan
wewenang sebagaimana domannya masing-masing. Tentu saja, didalamnya termasuk
menyusun roadmap (peta jalan) revitalisasi pendidikan vokasi.
Sangat menarik dan perlu diapresiasi dari inpres ini adalah president melibatkan begitu
banyak kementrian dan lembaga bahkan secara eksplisit para gubernur se Indonesia
menjadi bagian dari pelaksana inpres ini. Pertanyanya adalah, bagaimana penjalaran
implementasi IRPV ini pada level berikutnya yakni di level daerah tingkat provinsi?
Bagi pemerintah daerah provinsi justru inpres ini dapat menjadi sarana efektif untuk
mempercepat kebijakan tentang alih kelola pendidikan menengah khususnya Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). Peran kepala Dinas pendidikan dan kepala dinas lain di level
provinsi yang menjadi derivasi dari 11 kementrian sebagaimana disebut pada IRPV dituntut
untuk secara proaktif melakukan semacam jemput bola secara cepat. Jangan sampai,
proses implementasi IRPV ini malah “mati bola” di level daerah. Jika ini yang terjadi, maka
sesungguhnya problem pendidikan dan kebijakan pemerintah khususnya di bidang
pendidikan, bukan terletak pada konsep aksi, melainkan gagap koordinasi dan gagap
kolaborasi antardepertemen, antar dinas di level pemerintah daerah.
Sayangnya, penulis tidak melihat kementrian pertanian dan lingkungan hidup dilibatkan dan
disebutkan dalam IRPV. Padahal, bagaimanapun peta jalan yang akan dibangun yang
melibatkan banyak kementrian ini sudah barang tentu akan bertumpu pada mainstream
pembangunan dan potensi sumber daya alam petanian, perkebunan dan isu-isu lingkungan
yang terhampar di seluruh nusantara.
Terlepas dari itu semua, Presiden juga menegaskan dan meminta para gubernur seluruh
Indonesia untuk mendukung dan memfasilitasi kebijakan inpres revitalisasi pendidikan
vokasi ini.
Peta Jalan IRPV pada Level Daerah
Harapan besarnya adalah Inpres revitalisasi pendidikan vokasi sejatinya dapat berjalan
mulus di level provinsi. Konsorsium antar-kementrian di tingkat nasional koordinasi antar 11
kementrian dan lembaga di atas, akan menemukan relevansi dan signifikansinya manakala
pada level provinsi dapat dilaksanakan secara koheren. Tentu saja dibutuhkan upaya
bersama secara komprehensif seluruh pemangku kepentingan di tingkat daerah provinsi.
Bergerak cepat dan secara bersama-sama pada level praksi ini justru sangat menentukan
apakah kebijakan nasional revitalisasi pendidikan vokasi ini akan berjalan mulus atau
kemudian menguap begitu saja tanpa ujung, kalau tidak disebut kebijakan yang retoris.

Sejatinya ke-11 kementrian dan lembaga di level pusat secara cepat melakukan konsolidasi
khusus implementasi inpres revitalisai pendidikan vokasi (IRPV) ini untuk kemudian
membentuk sebuah satuan kerja derivative (SKD) di level daerah provinsi. Pada level SKD
inilah inpres IRPV dipertaruhkan implementasinya. Pada saat yang sama SKD-IRPV dapat
melakukan semacam curah gagasan secara simultan dan bersifat praksis. Ini karena
diharapkan dalam SKD-IRPV ini akan berhimpun para pelaku dan praktisi pendidikan vokasi
pada garis depan, seperti para kepala sekolah SMK dilevel sekolah menengah, para
pimpinan politeknik, sekolah vokasi di univeristas, serta sekolah tinggi vokasi yang tersebar
di setiap wilayahnya masing-masing. Selain itu juga akan melibatkan dinas-dinas terkait
dalam lingkup 11 kementrian nasional, seperti dinas perindustrian, keuangan, disnakertran,
dan BUMN yang ada di wilayah tersebut.
Paradigma Pendidikan Vokasi
Bagaimanapun juga, peta jalan revitalisasi ini mengharuskan pemerintah dan pemangku
kepentingan untuk meletakkan terlebih dahulu apa yang kita sebut sebagai paradigm
pendidikan vokasi. Lebih dari dua dasawarsa pendidikan vokasi kita sesungguhnya lebih
condong mengikuti mazhab jerman. Hal ini bukan saja karena jerman memang memiliki
tradisi yang gemilang dalam urusan teknologi dan pendidikan vokasi, melainkan juga karena
hampir seluruh pakar teknologi Indonesia, belajar dan menyelesaikan studi di german.
Terlebih karena factor ketokohan prof. BJ. Habibie yang mendominasi pemikiran pendidikan
bermazhab Jerman. Pertanyaannya adalah apakah mazhab pendidikan vokasi Jerman
masih relevan?

Belakangan, selain Jerman, kita juga mulai melirik Negara-negara asia timur seperti Jepang,
korea dan Taiwan. Sebut saja, negara yang disebut terakhir sedang menajdi perhatian para
praktisi pendidikan vokasi di Indonesia. Pada awal Januari 2017 ini, Direktorat Jenderal
Kelembagaan Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti terus meningkatkan program kerja sama
dengan berbagai institusi internasional. Yang terbaru adalah kerja sama dengan perguruan
tinggi-perguruan tinggi di Taiwan, baik dalam bidang pendidikan maupun penelitian.
Sebagaimana di-release dalam halaman ristekditi, pertemuan joint working group (JWG)
antara perguruan tinggi-perguruan tinggi kedua negera dilakukan di Bandung, akhir tahun
lalu. Dari pertemuan tersebut disepakati akan ditindaklanjuti dengan pembentukan
Indonesia-Taiwan Centre (ITC) di Indonesia. Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal
Kelembagaan Iptek dan Dikti, Patdono Suwignjo seusai melakukan pertemuan dengan
Direktut Politeknik Negeri Bandung di Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta, Jumat, 6 Januari
2017. Secara umum Politeknik Negeri Bandung nanti bertugas mengoordinasikan kerja
sama pendidikan tinggi maupun bidang penelitian antara perguruan tinggi kedua negara.

Mazhab Pendidikan Vokasi : Jerman vs Taiwan


Sebagai Negara maju Jerman jelas sangat establish dalam membangun tatanan pendidikan
vokasinya. Mereka sangat kuat mensinergikan antar pemangku kepentingan dalam
mamajukan ekonomi, industry dan pendidikan vokasi. Sebagaimana ditulis Tongam
Tampubolon, seorang Widyaiswara P4TK Medan, dalam melaksanakan pengembangan
pendidikan vokasi, Jerman mempunyai lima kunci sukses, yaitu :
Pertama, Cooperation of government and industry. Bersama-sama antara Pemerintah dan
Industri menyusun dan mendesain kerangka pendidikan kejuruan dan demikian juga
pelatihan. Kerjasama dapat mencakup pembiayaan dan pengembangan kurikulum dan
implementasinya, serta bersama-sama melaksanakan assessment proses dan lulusan
pendidikan kejuruan itu. Demikian juga dilakukan sebuah kesepakatan tentang sertifikasi
kompetensi yang mencerminkan harapan kualitas lulusan dengan tuntutan kompetensi
sesuai standar yang berlaku di Industri.

Kedua, Learning within the work process. Tujuan dari pendidikan vokasi Negara Republik
Federal Jerman adalah menciptakan kemampuan kerja para lulusannya yang adaptif
dengan dunia industri yang mereka miliki. Oleh karenanya pendidikan berorientasi kerja
mengharuskan para siswa/peserta (Teilnehmer) suatu kegiatan pendidikan atau pelatihan
kejuruan belajar di dua tempat pembelajaran yaitu di sekolah dan di industry. Kombinasi
pembelajaran tersebut sudah didesain sedemikian rupa sehingga sinergitas antara
pembelajaran di sekolah dengan pembelajaran di industry sangat baik.

Ketiga, Acceptante of national standards. Penerapan standar nasional, merupakan salah


satu kunci system pendidikan kejuruan. Kualitas daripada pendidikan itu sendiri dijamin
dengan diterapkannya standar-standar pendidikan dan dipatuhi sebagai acuan proses.
Untuk memenuhi kualifikasi standar lulusan yang akan memasuki pasar kerja, mereka juga
menerapkan standar assessment yang benar-benar ketat. Sehingga kualifikasi tersebut para
lulusan dapatmemenuhi tuntutan persyaratan penerimaan tenaga kerja dengan mobilitas
yang tinggi dan penerimaan masyarakat yang baik. Rekruitmen tenaga kerja menjadi sangat
mudah dengan tersedianya tenaga kerja dengan kualifikasi yang baik. Dan kemudahan
dalam melanjutkan adaptasi dengan pengembangan pendidikan berikutnya untuk
memperbaiki kompetensi atau kualifikasi yang lebih tinggi lagi.

Keempat, Qualified vocational education and training staff. Kualifikasi tenaga pendidikan
kejuruan adalah salah satu pondasi untuk kualitas. Para tenaga pendidik kejuruan harus
menguasai dan memahami konsep Pedagogik Kejuruan (Berufspädagogik). Dengan
memahami dari konsep Pedagogik Kejuruan para Guru (tenaga kependidikan kejuruan)
mampu mendesain strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Menarik
bahwa Pedagogik (Berufspädagogik) bukan hanya suatu konsep yang dimiliki oleh dunia
pendidikan, akan tetapi tetapi dunia industry juga senantiasa menggunakan dan
mengembangkan konsep Pedagogik. Sehingga para peserta diklat atau siswa yang
mengadakan magang dan atau praktikum di suatu industry tetap dikendalikan dengan
konsep Pedagogik yang benar sesuai dengan semangat dan jiwa dari suatu jenis pekerjaan.
Itu menandakan bahwa industry atau dunia usaha tidak hanya sekedar mengejar
keuntungan ekonomi (profit) akan tetapi juga terus menanamkan modal untuk
pengembangan pendidikan kejuruan. Dalam pandangan mereka pendidikan atau pelatihan
yang mereka sediakan adalah modal yang penting untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas dari produk yang mereka hasilkan.

Kelima, Institutionalized research and career guidance. Kunci yang berikutnya adalah
tersedianya instistusi Penelitian Pendidikan Kejuruan (Berufsbildung) dan Konsultasi Karir.
Mereka berfungsi untuk terus melakukan penelitian yang berguna bagi pengembangan
pendidikan kejuruan dan pasar kerja. Penelitian melibatkan Pemerintah, pelaku Ekonomi
(dalam hal ini dunia usaha dan Industri) dan elemen sosial lainnya. Hasilnya mendorong
pendidikan kejuruan tersebut untuk mengetahui apa yang sedang berkembang di dunia
industri, dan bagaimana kebutuhan dunia industri atau dunia usaha terhadap kompetensi
lulusan pendidikan kejuruan dapat secara dini diidentifikasi. Sehingga pendidikan kejuruan
yang melibatkan sekolah dan industri juga dapat menerapkan strategi nyata dalam proses
pembelajaran (Lernprozess). Hasilnya juga digunakan untuk mengembangkan konsep-
konsep pembelajaran baru (Lernkonzepte).

Relatif tidak begitu jauh dengan Jerman, rupanya Taiwan banyak kesamaan dengan Jerman
dalam mengembangkan pendidikan vokasi. Dalam kebijakan Negara Taiwan, Pendidikan
vokasi diletakkan dalam rangka pembangunan ekonomi nasional Taiwan. Ini tidak
mengherankan, oleh karena Taiwan juga mengadopsi paradigma pendidikan vokasi yang
selama ini di jalankan di Jerman. Dalam laman kemenetrian pendidikan Taiwan disebutkan
bawhwa pembangunan ekonomi Taiwan memiliki sinergisitas dengan perkembangan TVE
(Technology Vocational Educational). Pemerintah Taiwan, memiliki rencana pembangunan
ekonomi sekitar tahun 1950-an, dimulai dengan memajukan perubahan besar dalam
teknologi produksi pertanian. Sementara juga aktif mengembangkan industri barang penting
dan padat karya. Domain utama TVE pada waktu itu adalah program pertanian dan bisnis
(agrobisnis) yang berhubungan di sekolah atas kejuruan, dengan fokus pada penyediaan
ekonomi pemula dengan mencukupi amat dibutuhkan tenaga kerja pemula.
Pada decade kedua tahun 1960 Taiwan pindah ke periode ekspansi bisnis ekspor-impor,
menyaksikan pertumbuhan yang cepat dalam jumlah usaha kecil dan menengah yang,
dalam industri dan bisnis sama, semua haus akan tenaga kerja terampil. Pada decade tahun
1970-an, industri tradisional Taiwan mulai transisi ke modal dan industri padat teknologi, dan
permintaan untuk tenaga kerja, sementara terus menekankan pada kuantitas, juga mulai
melihat ke dalam kualitas. Dalam rangka meningkatkan kualitas tingkat tinggi pendidikan
teknologi dan kejuruan, Departemen Pendidikan mendirikan pertama kuliah teknologi
(Taiwan Institute of Technology) yang merupakan cikal bakal dari sistem TVE sekarang
komprehensif yang terdiri dari sekolah menengah kejuruan, perguruan tinggi junior
(diploma), dan perguruan tinggi / universitas teknologi.
Pada awal tahun 1980-an, pemerintah Taiwan, secara bertahap meningkatkan rasio antara
sekolah kejuruan senior dan sekolah tinggi umum, akhirnya mencapai tujuan 7 : 3. Jumlah
besar lulusan dari sekolah kejuruan senior yang ini memasok kebutuhan tenaga kerja dari
industri haus dan memungkinkan ekonomi Taiwan dengan cepat berkembang. Pada
pertengahan 1980-an Taiwan menghadapi tekanan luar biasa dari internasionalisasi dan
pasar terbuka, dan permintaan untuk tingkat yang lebih tinggi dari personil teknologi dan
bisnis juga meningkat pesat. Pemerintah Taiwan mendorong perguruan tinggi berkualitas
untuk ditingkatkan ke perguruan tinggi teknologi, dan orang-orang perguruan tinggi kualitas
teknologi upgrade ke universitas teknologi. Pada tahun 2010, rasio ini mencapai 5,5: 4,5,
yang dicerminkan lebih dekat dengan kebutuhan pasar dan waktu, mencerminkan sistem
pendidikan yang lebih efektif.
Akhirnya, setelah 2009, pemerintah Taiwan mulai mendorong industry berkembang
kesehatan, bio-teknologi, pertanian canggih, rekreasi dan pariwisata, inovasi budaya, dan
energi hijau, cloud computing, mobil listrik cerdas, bangunan hijau cerdas, dan penemuan
dan paten, Kuliner Internasional, Kesehatan Internasional, Pop Musik dan Content Digital,
Industri konvensi, International Logistik, Inovasi dan Modal Ventura, Modernisasi Perkotaan ,
WIMAX, dan Bisnis Elektronik.

Keistimewaan Vokasi Taiwan


Sebagaimana direlease dalam laman kemntrian pendidikan Taiwan, dibandingkan dengan
negara-negara lain di seluruh dunia, pendidikan teknologi dan kejuruan Taiwan memiliki ciri
khas sebagai berikut.
Pertama, Program dan Sistem sangat Komprehensif. Pendidikan vokasi di Taiwan saat ini
merupakan sistem yang komprehensif terdiri dari sekolah-sekolah mulai dari SLTP, SMA
kejuruan, perguruan tinggi Junior (setara Diploma) , universitas / perguruan tinggi teknologi,
hingga sekolah master dan Ph.D dibidang teknologi. Akibatnya, jumlah siswa yang memilih
untuk mendaftarkan diri dalam sistem Pendidikan Vokasi kira-kira 49,02% dari total
keseluruhan jumlah siswa. Inilah kehebatan pendidikan Vokasi Taiwan banding dengan
negera-negara dari seluruh dunia.
Kedua, Lembaga Pendidikan Swasta sangat Proaktif. Lembaga pendidikan swasta
merupakan kekuatan penting dalam pembangunan Pendidikan vokasi di Taiwan, dan
kehadiran mereka melebihi dari lembaga-lembaga publik. Dalam hal pendaftaran siswa,
pada 2011 tahun akademik 63,58% dari siswa senior yang sekolah kejuruan merupakan
lembaga swasta; dan statistik yang sama untuk perguruan tinggi Junior (diploma)
mengejutkan 80,67%. Lembaga swasta memiliki hubungan dekat dengan industri dan
perusahaan, dan hubungan mereka memungkinkan pertandingan erat antara pendidikan
vokasi dan kebutuhan pasar.
Ketiga, Program Diversifikasi dan Adaptive. Pendidikan Vokasi di Taiwan merespon
kebutuhan industri dan bakat mahasiswa berbagai cara dengan struktur akademis
didiversifikasi yang bertujuan untuk memberikan para siswa dan mahasiswa dengan
program yang sesuai dengan kecenderungan dan kemampuan mereka tetapi sekaligus
memenuhi permintaan pasar kerja. Struktur akademik fleksibel dan beragam. Selain
pertanian tradisional, karya pabrik, dan kategori bisnis, struktur akademis ini juga
menawarkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan Industries yang memberikan para siswa
dengan kesempatan kerja yang luas.
Keempat, Kinerja Unggul dalam Kerjasama Industri-Akademik. Penekanan lain di Taiwan
bahwa Pendidikan vokasi adalah kerjasama industri-akademik, mencoba untuk
mencocokkan program pendidikan dengan kebutuhan industri. Pemerintah juga aktif dalam
mendorong proyek-proyek kerjasama industri-akademik di Taman Industri Taiwan,
mendorong guru dan perusahaan-perusahaan bekerja sama dalam Riset dan
pengembagnan, sehingga situasi win-win dapat dicapai dalam pengajaran praktis dan
keunggulan kompetitif.
Kelima, Praktis, Orientasi Hasil dan Prestasi. prinsip fundamental Pendidikan vokasi di
Taiwan menekankan pengajaran keterampilan praktis dan pengetahuan yang berlaku. Untuk
mendorong mereka yang sudah baik dalam kompetensi mereka sendiri untuk melanjutkan
pendidikan mereka; siswa bisa masuk pendidikan vokasi pada pendidikan tinggi melalui
berbagai saluran seperti dengan kinerja yang sangat baik dalam keterampilan. Setelah
masuk, kurikulum dirancang untuk menekankan proyek dan belajar. Penekanan yang kuat
yang sama dalam instruktur perekrutan sumberdaya pengajar. Guru/Instruktur diwajibkan
untuk memiliki pengalaman praktis dan sertifikasi profesional bersertifikat sebelum direkrut
dan ditugaskan untuk Ahli Profesional sesuai dengan spesialisasi mereka. Guru juga dapat
dipromosikan dengan cara laporan teknis mereka bukan makalah akademis. Semua contoh-
contoh ini sangat menyoroti fokus pendidikan vokasi pada isi praktis dan berlaku.
Paradigma Pendidikan Vokasi Indonesia
Melihat kehebatan Jerman dan Taiwan, sesungguhnya Negara kita amat sangat mampu
mengembangkan pendidikan vokasi. Kunci suksesnya terletak pada bagaimana Pemerintah
pusat dan daerah (provinsi) memiliki kerangkan aksi yang kolaboratif dan sinergi dalam
mewujudkan revitalisasi pendidikan vokasi. Selain dapat mengadopsi mazhab jerman dan
Taiwan, Pemerintah Indonesia, khususnya pemerintahan Jokowi JK dapat mengkombinasi
keunggulan pendidikan vokasi Jerman dan Taiwan.

Inpres tentang revitalisasi pendidikan vokasi yang melibatkan 11 (sebelas) kementrian ini
sejatinya dijadikan momentum untuk meletakkan fundamental pendidikan vokasi di setiap
provinsi. Variable kuncinya adalah mengintegrasikan pembangunan ekonomi dan
pendidikan vokasi dalam satu nafas kebijakan nasional. Pemerintah tidak lagi memandang
pendidikan sebagai supporting system pembangunan nasional. Pendidikan, khususnya
pendidikan vokasi adalah tulang punggung pembangunan ekonomi dan penting bagi
keberlanjutan pembangunan nasional.

Paradigma pendidikan vokasi di Indonesia, sejatinya dibangun atas dasar hal-hal berikut,
Pertama, Pembangunan holistic dan Berkelanjutan. Kunci sukses pendidikan vokasi di
Negara kita, harus diletakkan secara sentral sebagai bagian tak terpisahkan dengan
pembangunan ekonomi, infrastuktur dan kebudayaan bangsa secara utuh atau holistic.
Kedua, Triple-Helix++ (plus plus). Konsep ini sudah cukup lama di kenal perguruan tinggi,
yaitu kerjasama kolaboratif antara akademisi, industry dan government. Hanya saja perlu
ditambahkan Plus-plus (2 plus). Plus kesatu adalah triple helix berbasis pada komoditas
unggulan tertentu. Sehingga setiap komoditas memiliki semacam konsorsium yang terus
menerus mengembangkan komoditas tersebut. Pada gilirannya dapat terbentuk apa yang
kita sebut : One Comodity One Group Research, yang meliputi hilir produksi, proses
industry, dan pasar. Plus kedua, adalah Triple Helix harus berbasis pada melahirkan sejuta
entreuprener. Inpres tentang Revitalisasi, seyogyanya mengarah pada pembangunan
kolaborasi pendidikan vokasi dan dunia industry serta government triplehelix plus plus.
Semua kementraian dan departeman serta bidang pembangunan harus menciptakan ruang
akseptibiltias satu sama lain bagi pendidikan vokasi, pengembangan produk dan komoditas
unggulan dan turut serta dalam proses pendidikan vokasi secara kolaboratif. Seluruh
aktivitas kolaboratif ini berdiri di atas joint working system sebagai tatanan suprastruktur
pendidikan vokasi. Ketiga, Melahirkan pekerja Unggul dan entreuprener pemula. Pendidikan
vokasi selain melahirkan tenaga yang siap kerja di dunia industri, juga harus melahirkan
pengusaha muda secara massif sesuai dengan keragaman potensi ekonomi dan
sumberdaya alam yang dimiliki oleh setiap daerah. Luasnya wilayah dan keragaman sumber
daya alam kita, sejatinya dapat dikembangkan langsung dan menjadi objek pembangunan
dan pengembangan pendidikan vokasi. Ini artinya, bidang di luar pendidikan yang selama ini
terkesan terpisah harus menyatu dalam sebuah konsorsium daerah pendidikan vokasi
setingkat provinsi. Ini agar lebih memudahkan pengambilan keputusan serta arah kebijakan
pembangunan ekonomi dan pembangunan pendidikan vokasi di setiap daerahnya. Kelima,
Kesetaraan sumberdaya lembaga pendidikan swasta dan negeri. Jumlah lembaga
pendidikan vokasi milik pemerintah relative lebih sedikit dari yang dikelola swasta. Sejatinya,
kedepan antara lembaga pendidikan swasta dan milik Negara tidak terdapat disparitas
sumberdaya yang meliputi infrastruktur, sumberdaya pengajar/guru/dosen, anggaran
pendidikan vokasi, kurikulum. Keenam, Collaborative Innovation centre (CIC), Pusat
Kerjasama innovasi dalam konsorsium pendidikan vokasi. Akademisi perguruan tinggi, dan
industry dan government mutlak diperlukan. Lembaga ini dibutuhkan di tingkat pusat dan
level provinsi. Fokus kerjanya adalah melakukan riset-riset praktis kolaboratif berbasis
komoditas dan keunggulan sumber daya ekonomi dan industry di wilayah/daerah. Di dalam
CIC terdapat berbagai platform riset dan pengembangan produk per wilayah, yang
terhubung langsung dengan perwakilan goverment (dinas terkait) dan lembaga keuangan
seperti bank atau lembaga donor dan riset international.#wallahu alam.
_________________________
Penulis adalah Ketua Badan Pengurus Harian Politeknik Bosowa.

Anda mungkin juga menyukai