Anda di halaman 1dari 2

The right man in the wrong place...

Saya termasuk yang menghindarkan diri dari underestimate Mentri Nadiem. Bukan saja berdasarkan
terminologi usang tidak memiliki koherensi tas, tetapi belum pernah kita mendapati portofolio Mentri
Nadim dibidang pendidikan. Optimisme saya mengatakan Mentri Nadiem diharapkan mampu
meletakkan dasar fundamental tentang infrastruktur dan suprastruktur apa yang selama para pakar
menyebutnya sebagai Education ecosystem based on IoT. Setidaknya 5 tahun kedepan seluruh syarat
awal dan syarat batas oleh Mentri Nadiem dikencangkan. Akan banyak entitas entitas baru dalam
membangun ekosistem pendidikan berbasis IoT yang juga menjadi tantangan bagi anda periset tentang
transformasi peradaban di zaman distrupsi ini. Paralel dengan program inisiasi Mentri Nadiem itu, tentu
saja peradaban pengelolaan pendidikan bertransformasi secara gradual.

.ini termasuk yg disinggung diatas, bagaimana entitas entitas baru peradaban pendidikan menjadi
tantangan baru bagi pakar pendidikan karakter moral Nilai2 dalam tatanan baru ecosystem yang bukan
saja komplek tapi super komplek. Kekhawatiran prof, adalah titik tumpu para pakar pendidikan
merekonstruksi methodology, pendekatan, mengubah mindset dan paradigma2 lama dalam pendidikan
Nilai dalam semua peradaban nyata dan virtual yang tak mungkin menghindari nya.

Contoh sederhana, virtualisasi transaksi pads bisnis online seperti e-commerce yg mensyratkan Trust
Ternyata Justru jauh lebih explosif, meskipun tentu ada yang gagal transaksi Krn menipu misalnya.
Tetapi fakta utamanya justru ada sebuah energi releanship membangun trus tanpa harus bertemu pada
ruang waktu yang sama. Prediksi saya akan banyak entitas kebaruan seperti ini dalam seluruh aspek
dinamika persenyawaan realitas nyata dan maya ini, termasuk dalam pendidikan.

.mohon maaf prof, maksudnya penerapan IoT dalam bagai aspek termasuk pendidikan akan
memproduksi hal hal baru sebagai persenyawaan realitas riil dan realitas Maya. Maka dalam pendidikan,
bagiamana substansi Tata Nilai tetap terjaga bahkan pengejawantahan nya bertransformasi secara
positif. Misalnya, bagaimana kejujuran akademik dan integritas akademik misalnya, dapat dikuatkan
dengan sistem citasi dg dukungan algoritma search engine. Jadi, bukan kebaruan sebagai target apalagi
tanpa tata nilai. Contoh lain akan banyak pergeseran.

ekolah sebagai Nukleus Ekosistem Pendidikan

Jika kita melihat lebih cermat, konsep dasar yang menjadi pertimbangan kebijakan PP Kemendikbud No
23 tahun 2017 tersebut, kita akan menemukan sebuah kata kunci yaitu, “Restorasi Pendidikan Karakter”.
Menurut hemat penulis, dalam perspective pendidikan holistic, dimana domain hasil belajar sangat
menekankan perubahan peradaban (baca : termasuk karakter) individu, komunitas, dan social, maka
syarat awal untuk tercapainya itu dibutuhkan terbentuknya sebuah ekosistem pendidikan di level
sekolah. Ekosistem sekolah dapat terdiri dari entitas sekolah itu sendiri, orang tua (keluarga) dari sisiwa,
lembaga pendidikan informal, seperti pengajian, madrasah, sanggar, perkumpulan, majelis taklim,
pengajian masjid, sekolah minggu di geraja, kegiatan keagamaan di pura dan sejenisnya. Intinya, seluruh
lembaga-lembaga yang terkait dan bersama-sama memiliki fokus dalam pendidikankarakter anak adalah
bagian yang utuh dan terintegrasi dalam ekosistem system pendidikan di tingkat sekolah.

Jika kebijakan kemendikmud tersebut diletakkan dalam terminology ekosistem pendidikan di level
sekolah, bukan saja spektakuler tetapi akan menjadi milestone terbesar dalam sejarah pendidikan
nasional. Bayangkan saja jika kebijakan kemendikmud 5 hari sekolah (fullday School) dapat dilaksanakan
dalam terminology membangun ekosistem Pendidikan, seluruh sumber daya komunitas dan social
dalam ekosistem pendidikan itu akan terintegrasi secara massif dan membangun peradaban baru.

Sayangnya, kebijakan yang memiliki potensi besar mengubah sejarah pendidikan di Indonesia ini, terlalu
premature. Semua stakeholder yang sejatinya mengambil peran proaktif, justru malah sebaliknya
mempertanyakan kebijakan tersebut. Secara substansi filosofis jika kita melihat dalam perspective
konsep pendidikan holistic, sesungguhnya kebijakan kemendikbud tentang hari sekolah memiliki potensi
perubahan kearah positif yang besar. Jika menggunakan perspective yang lebih luas, dan mendasar
langkah kemendikbud ini merupakan langkah awal revolusi pendidikan. Sekali lagi, jika hal itu diletakkan
dalam terminology restorasi pendidikan karakter berbasis ekosistem pendidikan di level
sekolah.##wallahu’alam.

Anda mungkin juga menyukai