Anda di halaman 1dari 2

Kedaulatan Digital Untuk Pendidikan

Oleh
Jaja Jamaludin
Staf Pengajar Universitas Bosowa

Sebentar lagi para murd, guru, mahasiswa dan dosen akan mendapat subsidi pulsa
internet yang kuotanya per bulan diharapkan cukup untuk PJJ (Pembelajaran Jarak
Jauh). Hal ini sebagaimana kita baca di berbagai media termasuk HU Fajar edisi 29
Agustus 2020 yang menyebutkan pemerintah bakal memberikan subsidi kota
internet bagi siswa, guru, mahasiswa, hingga dosen. Tak main-main, anggarannya
mencapai sekitar Rp 8,9 Triliun. Kabar tersebut disampaikan secara langsung oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam rapat
kerja bersama Komisi X DPR RI, di Jakarta, kemarin (27/8).

Pertanyaan besarnya, bukankah pita frekwensi adalah sejatinya domain kedaulatan


negara untuk kesejahteraan rakyatnya termasuk untuk pendidikan. Jika kebijakan
subsidi pulsa ini model transaksinya kemndiknas membeli pulsa kepada para
operator internet maka bukan saja kebijakan publik ini tidak efektif dan efesien tetapi
juga mempertontonkan ketidakmampuan pemerintah membiarkan para coprorasi
internasional meneyedot dana APBN covid19 ke kantong-kantong mereka. Selain
itu, seolah negara kehilakangan kedaulatan digital yang sejatinya rakyatlah yang
memiliki dan mendapatkannya untuk kesejarteran termasuk pendidikan.

Sejatinya, kemendiknas dan departemen terkait seperti kominfo dan meneg BUMN
melakukan terobosan melakukan relaksasi tarif internet untuk 50 juta lebih pelajar
dan mahasiswa di masa pandemi covid19. Kebijakan relaksasi ini hanya dapat
dilakukan oleh president atas pertimbangan kebijakan bersama kemendiknas dan
depertemen terkain serta komite pemulihan ekonomi dan covid19. Nyatanya
kebijakan relaksasi intenet ini tidak terjadi.

Membeli dengan diksi susbisidi pulsa internet untuk siswa, guru , mahasiswa dan
dosen, sunguh bukan langkah cerdas, meski akan dirasakan manfaatnya oleh dunia
pendidikan. Mengapa sektor pendidikan tidak masuk satu napas dalam kebijakan
nasional penanggulangan covid19 dan ekonomi nasional sehingga kebijakan
relaksasi untuk dunia pendidikan akan lebih strategis dan efesien anggaran.
Sejumlah sektor lain seperti keuangan, kesehatan dan perdagangan bahkan UMKM
melakukan relaksasi kebijakan yang sangat strategis.

Untuk pendidikan jika hanya membelikan pulsa bagi siswa, guru, mahasiswa dan
dosen sungguh langkah yang dapat disayangkan. Bukankah kedaulatan pita
frekuensi ada di tangan negara, dalam hal ini kominfo telah melakukan regulasi
penguasan pita freksensi bagi korporasi telekomunikasi seperti Indosat, Tri, Fren
dan Telkomsel. Hampir sebagian besar saham dan kepemilikannya corporasi
internasional. Angka 8 triliun belanja pulsa artinya para korporasi tersebut akan
mendapatkan untung jika tarif internetnya tidak mengalami penurunan harga. Jika ini
yang terjadi, dimanakah kedaulatan digital negara?.

Di tengah pandemi covid19 ini sejatinya para korporasi membantu negara dengan
tidak mengambil untung seperti kondisi normal. Padahal negara memungkinkan
melakukan relaksasi tarif dengan keputusan president dan meminta provider internet
untuk meringankan beban APBN kemendiknas.

Anda mungkin juga menyukai