NIM : 34.3135
No. Absen : 27
Penelitian yang menggunakan lingkungan sosial sebagai obyek data dan bertujuan
untuk memahami suatu fenomena dalam kontak sosial secara alami dengan
mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan
fenomena yang diteliti. (Haris Herdiansyah: 2010).
Dari beberapa definisi diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa penelitian
kualitatif sangat bergantung pada obyek yg akan diteliti, dan teori dalam penelitian
kualitatif hanya sebagai penunjang penelitian yang sedang dilakukan.
Metode kulitatif jenis datanya adalah data kualitatif sedangkan metode kuantitatif
jenis datanya adlah data kuantitatif. Data (yang bersifat) Kualitatif merupakan data yang
dihasilkan dari cara pandang yang menekankan pada ciri-ciri, sifat dan ’mutu’ obyek
(subyek) yang bersangkutan. Berbeda dari data kuantitatif yang bersifat numerik, data
kualitatif bersifat non-numerik (kata-kata deskriptif), seperti cantik, tampan, gagap,
tampak kurang berpendidikan, reponsif, bagus sekali, lincah, mewakili anak muda zaman
sekarang, dan lain-lain.
2. Berdasarkan Tujuan
5. Berdasarkan orientasi
6. Berdasarkan Proses
Penelitian kuantitatif bertolak dari studi pendahuluan dari obyek yang diteliti.
Masalah harus digali melalui studi pendahuluan melalui fakta-fakta empiris, sehingga
peneliti harus menguasai teori melalui membaca berbagai refrensi. Selanjutnya masalah
dirumuskan secara spesifik. Untuk menjawab masalah yang bersifat sementara (hipotesis)
maka, peneliti dapat membaca refrensi teoritis yang relevan. Kemudian untuk menguji
hipotesis peneliti dapat memilih metode/strategi/pendekatan/desain penelitian yang
sesuai. Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih maka peneliti dapat menyusun
instrumen penelitian. Dan hendaknya instrumen penelitian terlebih dahulu diuji validitas
dan realiabilitasnya. Pengumpulan data pada penelitian kuantitatif dilakukan pada objek
tertentu baik populasi maupun sampel. Jika peneliti akan membuat generalisasi terhadap
temuanya, maka sampel yang diambil harus respensif (mewakili). Setelah data
terkumpul, selanjutnya dianalisi untuk menjawab rumusan masalah dan menguji
hipotesis. Dalam analisis akan ditemukan apakah hipotesis ditolak atau diterima atau
apakah penemuan itu sesuai dengan hipotesis yang dajukan atau tidak. Kesimpulanya
berdasarkan metode penelitian kuantitatif maka penelitian ini bersifat linear, dimana
langkah-langkahnya jelas, mulai dari rumusan masalah, berteoti, berhipotesis,
pengumpulan data, analis data, serta kesimpulan dan saran.
Dalam penelitian kuantitatif, fungsi teori sebagai alat untuk menjelaskan suatu
fenomena melalui premis-premis atau preposisi yang menyatakan hubungan suatu
variabel dengan variabel lainnya. Sedangkan, kegunaan teori dalam penelitian kuantitatif
ialah sebagai landasan dari kerangka berpikir yang membingkai kegiatan penelitian itu
sendiri agar tidak meluas dan keluar dari tujuan-tujuan yang telah dirumuskan sesuai
dengan kaidah teoritik yang telah dibangun.
Sedangkan dalam penelitian kualitatif, fungsi teori sebagai pijakan awal atau
pintu masuk untuk melihat atau memahami realitas yang terjadi di balik fakta yang
nampak dan teramati. Sedangkan, kegunaan teori dalam penelitian kualitatif adalah
sebagai prespektif yang dapat membatasi pemikiran peneliti. Meskipun penelitian
kualitatif cenderung holistik, namun tetap ada batasan-batasan prespektif yang tidak bisa
dilangkahi agar proses analisis tidak bercampur baur dari prespektif lainnya yang sudah
ada.
a. Penelitian kuantitatif:
Rumusan masalah dalam sebuah penelitian adalah hal paling mendasar. Rumusan
masalah akan menjadi penentu apa bahasan yang akan dilakukan dalam penelitian
tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam perumusan masalah, kemudian
akan dijawab dalam proses penelitian dan tertuang secara sistematis dalam laporan
penelitian. Semua bahasan dalam laporan penelitian, termasuk juga semua bahasan
mengenai kerangka teori dan metodologi yang digunakan, semuanya mengacu pada
perumusan masalah. Oleh karena itu, ia menjadi titik sentral. Disinilah fokus utama yang
akan menentukan arah penelitian.
Wakaf sebagai bagian dari pranata Islam yang berdimensi kesejahteraan sosial.
Wakaf diambil dari kata “waqafa”, menurut bahasa berarti menahan atau berhenti. Dalam
hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya)
kepada seseorang atau nazhir (pengelola wakaf), baik berupa individu maupun badan
pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang
sesuai dengan syariat Islam. Kata menahan yaitu mengeluarkan properti (harta) dengan
nama Allah SWT untuk tujuan amal. Eksistensi wakaf dalam instrumen kehidupan Islam
dapat dikatakan memiliki ciri khas dan strategi yang baik dalam membangun
perekonomian jika dikelola secara maksimal.
Nilai strategis dari wakaf dapat dilihat melalui sisi pengelolaan. Jika zakat
ditunjukan untuk menjamin keberlangsungan pemenuhan kebutuhan kepada delapan
golongan (asnaf), sedangkan wakaf lebih dari itu, bisa dimanfaatkan untuk semua lapisan
masyarakat dan tanpa batasan golongan sebagai jalan untuk membangun peradaban umat.
Keutamaan wakaf terletak pada hartanya yang utuh dan manfaatnya yang terus berlipat
dan mengalir abadi.
Jika melihat kondisi pada saat ini, wakaf terus berinovasi dalam menyesuaikan
perkembangan zaman yang terus dituntut untuk modern, dalam hal ini modern yang
dimaksud ialah mudah dalam mengakses untuk berwakaf, efisiensi program yang
memiliki nilai ekonomi berkelanjutan, dan tingkat profesional manajemen pengelolaan
yang mampu menjalankan program. Jumlah umat Islam di Indonesia yang menjadi
mayoritas merupakan sebuah aset besar untuk pengelolaan dan pengembangan wakaf
sehingga mampu meningkatkan nilai investasi yang mendukung kegiatan produktif.
Namun kenyataannya, minimnya wakaf investasi disebabkan oleh minimnya kemampuan
nazhir dalam berinvestasi sehingga yang ada hanya aset wakaf yang tidak bernilai
ekonomis. Di Indonesia, nazhir wakaf belum banyak dilakukan secara profesional, karena
kebanyakan nazhir wakaf hanya sebagai pekerjaan sampingan.
Mengapa wakaf identik dengan social entrepreneurship? karena disatu sisi wakaf
adalah institusi sektor ketiga atau non profit oriented, yang tidak berorientasi untuk
mencari keuntungan akan tetapi bertujuan sosial. Disis lain, wakaf adalah melakukan
usaha investasi atau wirausaha untuk mencapai tujuan sosialnya, sehingga wakaf dapat
identik dengan kewirausahaan sosial atau social entrepreneurship.
Pada PP No.42 Tahun 2006 yang merupakan penjelasan dari UU No.41 Tahun
2004 tentang wakaf juga tidak menjelaskan secara signifikan mengenai kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang nazhir. Maka perlu adanya perumusan kompetensi nazhir
dalam pengelolaan aset wakaf yang berbasis social entrepreneur sebagai strategi
mengoptimalkan aset wakaf.
Identifikasi Masalah
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pengelolaan wakaf yang diterapkan oleh nazhir wakaf berbasis
social entrepreneur pada Lembaga Wakaf Al Azhar?
2. Bagaimana standar kompetensi nazhir wakaf berbasis social entrepreneur?
3. Bagaimana peran nadzir wakaf dalam peningkatan hasil pengelolaan aset wakaf
berbasis social entrepreneur?