Anda di halaman 1dari 14

LK 1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul 4. Administrasi Pajak


Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Dasar Perpajakan, Ketentuan Umum dan
Tata cara Perpajakan
2. Pajak Penghasilan
3. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Pertambahan Nilai Barang Mewah
4. Pajak Penghasilan Bruto Tertentu, PBB
dan BPHTB
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Daftar peta KEGIATAN BELAJAR 1:
konsep (istilah Kegiatan Belajar 1 :
dan definisi) di
1. Pajak adalah kontribusi kepada negara yang terutang
modul ini
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Bea meterai Merupakan pungutan yang dikenakan atas
dokumen dengan menggunakan benda materai ataupun
benda lain.
3. Bea masuk adalah pungutan atas barang yang
dimasukkan ke dalam daerah pabean berdasarkan
harga/nilai barang itu atau berdasarkan tarif yang sudah
ditentukan.
4. Bea keluar adalah pungutan yang dilakukan atas barang
yang dikeluarkan dari daerah pabean berdasarkan tarif
yang sudah ditentukan bagi masing-masing golongan
barang
5. Cukai Merupakan pungutan yang dikenakan atas barang-
barang tertentu yang sudah ditetapkan untuk masing-
masing jenis barang tertentu.
6. Retribusi Merupakan pungutan yang dikenakan
sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata
kepada pembayar.
7. fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan. Sebagai
sumber keuangan negara, pemerintah 6 berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas
negara.
8. fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-
tujuan tertentu di luar bidang keuangan
9. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau
ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat
dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau
pihak lain
10.Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain
atau pihak ketiga.
11.Stelsel Nyata (Riil) yaitu Stelsel ini dinyatakan bahwa
pengenaan pajak didasarkan pada objek yang
sesungguhnya terjadi (untuk PPh, objeknya adalah
penghasilan).
12.Stelsel Anggapan (Fiktif) yaitu Stelsel ini menyatakan
bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan
yang diatur oleh undang-undang.
13.Stelsel Campuran Stelsel ini menyatakan bahwa
pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi antara
stelsel nyata dan stelsel anggapan.
14.Official Assessment System yaitu Sistem pemungutan
pajak yang memberikan kewenangan aparatur perpajakan
untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang
setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku
15.Self Assessment System yaitu Sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan
sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku
16.With Holding System yaitu Sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang
ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku
17.Tarif proporsional adalah tarif berupa persentase tertentu
yang sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan
pajaknya.
18.Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu
yang sesemakin meningkat dengan meningkatnya dasar
pengenaan pajak.
19.Tarif degresif merupakann tarif berupa persentase
tertentu yang sesemakin menurun dengan semakin
meningkatnya dasar pengenaan pajak
20.Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan suatu
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.

KEGIATAN BELAJAR 2:

1. Karakteristik Pajak Penghasilan yaitu pajak subjektif,


pajak langsung, pajak pusat, sistem self- assessment
dan withholding, dan bersifat progresif
2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah Pajak
penghasilan yang dipungut sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diterima atau diperoleh wajib orang
pribadi dalam negeri.
3. PPh Pasal 22, yaitu pajak penghasilan yang dipungut
atas kegiatan meliputi impor barang, ekspor barang
tertentu, penjualan barang tertentu, atau penjualan
kepada pembeli tertentu.
4. PPh Pasal 23, yaitu pemotongan pajak yang dilakukan
oleh pihak ketiga sehubungan dengan penghasilan
tertentu seperti dividen, bunga, royalty, sewa, dan jasa
yang diterima oleh Wajib Pajak badan dalam negeri,
dan bentuk usaha tetap (BUT).
5. PPh Pasal 24, yaitu Pajak penghasilan yang mengatur
tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang
atas seluruh penghasilan WP dalam negeri.
6. PPh Pasal 25, yaitu pajak penghasilan yang mengatur
tentang besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak
berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk setiap bulan.
7. PPh Pasal 26, yaitu pajak penghasilan yang mengatur
kebijakan mengenai pajak yang berhubungan dengan
wajib pajak luar negeri.

8. Rekonsiliasi Fiskal, merupakan usaha mencocokan


perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan
komersial dengan perbedaan yang terdapat dalam
laporan keuangan fiskal yang disusun berdasarkan
UU perpajakan.
9. Penyebab Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan
Laporan Keuangan Fiskal adalah karena terdapat
perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan
prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan
penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan
penghasilan dan biaya.
10.Beda Tetap, merupakan perbedaan pengakuan baik
penghasilan maupun biaya antara akuntansi
komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh
yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang
dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba
kena pajak. Contohnya antara lain sumbangan,
entertain (tanpa daftar nominatif), pengeluaran yang
tidak ada kaitannya dengan kegiatan perusahaan dan
penghasilan bunga deposito.
11.Beda Waktu, merupakan perbedaan pengakuan baik
penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial
dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya
sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan
diperhitungkan dengan laba kena pajak. Contohnya:
biaya penyusutan, biaya sewa dan pendapatan laba
selisih kurs.
12.Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang
diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan
metode, manfaat, dan umur, dalam menghitung laba
secara komersial atau dengan secara fiskal.
13.Koreksi Fiskal Positif, yaitu koreksi yang menyebabkan
laba kena pajak akan bertambah
14.Koreksi Fiskal Negatif, yaitu koreksi yang akan
menyebabkan laba kena pajak berkurang

KEGIATAN BELAJAR 3:
Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPNBM)
1. Dasar-dasar PPN dan PPN BM
a. Mekanisme Pemungutan PPN dan PPN BM
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang
dikenakan atas konsumsi barang atau jasa. Perbedaan
pajak atas konsumsi dengan dengan pajak penghasilan
adalah pajak penghasilan membebani penghasilan
ketika penghasilan tersebut diperoleh, sedangkan
pajak atas konsumsi membebani penghasilan ketika
penghasilan tersebut dibelanjakan
b. Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax)
Pajak pertambahan nilai (PPN) atau Value Added Tax
merupakan pajak atas konsumsi yang mekanisme
pengenaannya secara tidak langsung Pemungutan PPN
dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui penjual
yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau
jasa kena pajak kepada pembeli

2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)


a. Pengertian Pengusaha Kena Pajak
Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
b. Batasan Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama
satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak
lebih dari Rp4.800.000.000
c. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha adalag baik orang pribadi maupun badan
dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang melakukan usaha
perdagangan, memanfaat barang tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk
mengekspor jasa, atau memanfaat jasa dari luar
Daerah Pabean
d. Tempat Pengukuhan PKP
Pengusaha Kena Pajak orang pribadi terutang pajak di
tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha
sedangkan Pengusaha Kena Pajak badan terutang
pajak di tempat kedudukan dan tempat kegiata usaha
3. Objek PPN
a. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak
berdasarkan Undang Undang PPN, berupa barang
bergerak atau barang tidak bergerak, dan barangnya
tidak berwujud.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak
berdasarkan Undang Undang PPN, setiap kegiatan
pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang,
fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan
barang karena pesanan atas permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan
b. Penyerahan yang Terutang PPN
PPN terutang atas penyerahan barang kena pajak atau
jasa kena pajak karena suatu perjanjian, pengalihan
barang kena pajak karena suatu perjanjian sewa beli
dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing),
penyerahan barang kena pajak kepada pedagang
perantara atau melalui juru lelang dan Pemakaian
sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas barang
kena pajak.
c. Objek PPN pasal 4 Undang Undang PPN
PPN dikenakan atas delapan objek yaitu penyerahan
Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha, impor Barang Kena Pajak,
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
yang dilakukan oleh Pengusaha, pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha
Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
oleh Pengusaha Kena Pajak dan ekspor Jasa Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
d. Objek PPN pasal 16C Undang Undang PPN
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan
membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan
e. Objek PPN pasal 16D Undang Undang PPN
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan
Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha
Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan
4. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif umum Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%. Tarif
Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan paling
rendah 10% dan paling tinggi 125%.
5. Jenis-Jenis DPP
Jenis-jenis dasar pengenaan pajak terdiri dari harga jual,
penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, Nilai Lain dan Nilai
Lain Film untuk Film Cerita Impor
6. Faktur Pajak
a. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan
Jasa Kena Pajak (JKP)
b. Saat Pembuatan Faktur Pajak
c. Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak
d. Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersemakan
Dengan Faktur Pajak
e. Larangan Membuat Faktur Pajak
f. Sanksi
g. Saat Pembuatan Faktur Pajak
h. Saat Pembuatan Faktur Pajak Gabungan
i. Tata Cara Penggantian Faktur Pajak yang Hilang
j. Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Yang Rusak Atau
Cacat atau Salah Dalam Pengisian atau Salah Dalam
Penulisan
k. Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
l. Pengembalian Barang Kena Pajak Dan Pembuatan
Nota Retur, Pembatalan Jasa Kena Pajak Dan
Pembuatan Nota Pembatalan
m. Pelaporan Nota Retur Atau Nota Pembatalan Dalam
Surat Pemberitahuan Masa PPN
7. Penghitungan PPN
a. Penghitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar
PPN yang kurang atau lebih dibayar dihitung dengan
mengurangkan pajak masukan dari pajak keluaran.
Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang
harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak
b. Pengkreditan Pajak Masukan
Mengurangkan pajak masukan dari pajak keluaran
dikenal dengan istilah pengkreditan pajak masukan
8. SPT Masa PPN
a. Bentuk dan Nama Formulir SPT Masa PPN
Peraturan ini secara garis besar hanya mengatur dan
mengakomodasi ketentuan terkait dengan pelaksanaan
e-faktur yang tidak diatur dalam PER44/PJ/2010. SPT
Masa PPN sebagaimana ditetapkan dalam PER-
29/PJ/2015 ini, yang selanjutnya disebut dengan SPT
Masa PPN 1111
b. Langkah-Langkah Mengisi SPT Masa PPN

KEGIATAN BELAJAR 4:
A. Dasar-Dasar Pajak Penghasilan Bruto Tertentu (PP 23
2018)
Tarif PPh Final UMKM resmi turun dari 1% menjadi 0,5%. PP
No. 23 Tahun 2018 merupakan pengganti atas PP No 46
Tahun 2013 yang efektif diberlakukan mulai 1 Juli 2018.
beberapa hal penting dalam PP No. 23 Tahun 2018,antara
lain:
1) Tarif PPh Final 0,5% Bersifat Opsional
Wajib pajak dapat memilih tarif dengan skema final 0,5%,
atau skema normal yang mengacu pada pasal 17 UU
Nomor 36 Tahun 2008 Sifat opsional ini memberi
keuntungan bagi Wajib pajak karena:
a) Wajib pajak (WP) pribadi dan badan yang belum dapat
menyelenggarakan pembukuan dengan tertib,
perhitungan pajak yakni 0,5% dari peredaran
bruto/omzet. Namun, WP tetap harus membayar
pajak meski sedang dalam keadaan rugi.
b) WP badan yang telah melakukan pembukuan dengan
baik dapat memilih tarif normal yang diatur pasal 17
UU No. 36 tentang Pajak Penghasilan.
Konsekuensinya, tarif PPh akan mengacu pada lapisan
penghasilan kena pajak. WP juga terbebas dari PPh
bila mengalami kerugian fiskal.
2) Pengenaan Tarif PPh Final 0,5% Punya Batas Waktu
(Grace periode).
a) 7 tahun pajak untuk WP orang pribadi.
b) 4 tahun pajak untuk WP badan berbentuk koperasi,
CV, atau firma.
c) 3 tahun pajak bagi WP badan berbentuk PT.
Setelah batas waktu berakhir, WP akan kembali
menggunakan skema normal sesuai pasal 17 UU No.36 untuk
mendorong Wajib pajak menyelenggarakan pembukuan dan
pengembangan usaha.
3) WP yang Dikenai PPh Final Berpenghasilan di Bawah
Rp 4,8 M
4) Siapa yang Dapat Memanfaatkan PPh Final 0,5%?
a) Wajib Pajak orang pribadi
b) Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, CV, firma, atau
PT yang memperoleh penghasilan dengan peredaran
bruto di bawah Rp 4,8 miliar.
c) Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan PP 23
Tahun 2018 dilunasi dengan cara disetor sendiri oleh
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
(dilakukan setiap bulan paling lama tanggal 15 bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir ) atau dipotong
atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak yang
ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak
d) Jika disetor oleh pemotong/pemungut, disetor paling
lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan
Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama Wajib
Pajak yang dipotong atau dipungut serta ditandatangani
oleh Pemotong atau Pemungut Pajak.

5) Siapa yang Tidak Dapat Memanfaatkan PPh Final 0,5%


a) Wajib Pajak orang pribadi dengan penghasilan yang
diperoleh dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Ini termasuk persekutuan atau firma yang terdiri dari WP
orang pribadi berkeahlian sejenis seperti firma hukum,
kantor akuntan dan lain sebagainya.
b) Wajib pajak dengan penghasilan yang diperoleh di luar
negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar
negeri.
c) Wajib pajak yang penghasilannya telah dikenai PPh
yang bersifat final dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tersendiri.
d) Wajib pajak dengan penghasilan yang dikecualikan
sebagai objek pajak.
6) Jika Ingin Mengikuti Tarif Skema Normal, Wajib Pajak
Perlu Mengajukan Diri
Wajib pajak yang sudah memilih untuk dikenai PPh
dengan skema normal tidak dapat memilih untuk dikenai
PPh Final 0,5%.
B. Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
1) Dasar Hukum
UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD). Dasar hukum lain adalah
Peraturan Bupati dan Peraturan Daerah
(Kota/Kabupaten) masing-masing.
2) Objek Pajak
Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,
kecuali Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
3) Dikecualikan Dari Objek Pajak
Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak
yang:
a) Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk
penyelenggaraan pemerintahan;
b) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan
umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, Pendidikan
dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan
untuk memperoleh keuntungan;
c) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala,
atau yang sejenis dengan itu;
d) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan
wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang
dikuasai oleh suatu desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak;
e) Digunakan oleh perwakilan diplomatic dan konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
f) Digunakan oleh badan atau perwakilan Lembaga
internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
4) Subjek Pajak
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh
manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.

5) Menghitung PBB
Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif x (NJOP – NJOPTKP)
6) Tahun, Saat, Dan Tempat Yang Menentukan Pajak
Terutang
a) Tahun Pajak
Tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun takwin, yaitu
dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
b) Saat Terutangnya Pajak
Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah
menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.
c) Tempat Terutangnya Pajak
Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah daerah
yang mencakup letak objek pajak.
7) Pendaftaran, Penetapan, dan Penagihan
8) Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran
9) Keberatan dan Banding
10) Pengenaan PBB dalam Hal-Hal Tertentu
a) Pengenaan PBB pada Perguruan Tinggi Swasta
b) Pengenaan PBB pada Rumah Sakit Swasta

C. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)


1) Dasar Hukum
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) diatur dalam Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
2) Subjek BPHTB
Pihak yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi
atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau
bangunan. Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

3) Objek BPHTB
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan
4) Menghitung Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB)
BPHTB = Tarif Pajak x NPOPKP
= 5% x (NPOP – NPOPTKP)
Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut
karena waris/hibah wasiat/pemberian hak
pengelolaan, maka BPHTB yang harus dibayar adalah:
BPHTB = 50% x BPHTB yang terutang
= 50% x 5% x NPOPKP

5) Contoh Menghitung BPHTB


Faisal membeli tanah dan bangunan dengan nilai objek
pajak sebesar Rp500.000.000.
Besarnya BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut:
NPOP Rp500.000.000
NPOPTKP Rp 60.000.000 –
NPOPKP Rp440.000.000
Pajak BPHTB yang terutang: 5% x Rp440.000.000 =
Rp22.000.000
6) Saat dan Tempat Terutang BPHTB
tempat terutangnya pajak adalah di wilayah
Kabupaten/Kota atau Propinsi yang meliputi letak tanah
dan atau
bangunan.
7) Prosedur Pemungutan BPHTB

2 Daftar materi 1. Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, Dan Pelaporan


yang sulit pajak
dipahami di
2. Perhitungan PPh dengan penghasilan tidak teratur
modul ini
3. Rekonsiliasi Fiskal
4. Penghitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar
5. Mekanisme penentuan objek PPN dalam Penyerahan Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
6. Penghitungan PPN pasal 16 C Undang-Undang PPN/PPN
Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS
7. Kepastian nilai dasar penghitungan BPHTB

3 Daftar materi 1. Perlawanan Pasif dan Perlawan Aktif


yang sering 2. Beda tetap dan beda waktu
mengalami 3. Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan
miskonsepsi paling rendah 10% dan paling tinggi 125%
4. Terdapat perlakuan khusus terhadap pengenaan PBB,
khususnya untuk perguruan tinggi swasta dan rumah
dan rumah sakit swasta krn dipandang sebagai lembaga
pendidikan dan lembaga sosial tp juga lembaga tersebut
mencari laba. Padahal lembaga tersebut termasuk
pengecualian obyek pajak

Anda mungkin juga menyukai