Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian Kelelahan dan Overtraining


Kelelahan dapat di definisikan sebagai kondisi menurunnya kapasitas kerja
yang di sebabkan oleh melakukan pekerjaan (yang dikerjakan) itu. Perlu di
tekankan bahwa kelelahan yang di sandangnya adalah yang benar-benar
karena melakukan pekerjaan itu. Masalahnya karena ada hal-hal lain juga yang
dapat menurunkan kapasitas kerja, misalnya: pengaruh obat, pengaruh sakit,
atau karena kurangnya minat. Dalam tiga hal yang tersebut di atas terdapat
rasa lelah walaupuan tak ada pekerjaan apapun yang di lakukan sebelumnya.

B. Bentuk kelelahan
Kelelahan di bagi menjadi dua tipe, yaitu kelelahan mental dan
kelelahan fisik. Kelelahan mental adalah kelelahan yang merupakan akibat
dari kerja mental. Kelelahan ini sering disebabkan oleh kejemuan sebab
kurangnya minat, dan hal ini lebih merupakan masalah bagi para ahli
psikologi, psikiater, sosiolog termasuk pula para ahli ilmu faal.
Kelelahan fisik di sebabkan oleh karena kerja fisik atau kerja otot, dan
menjadi maalah yang sangat menarik minat para ahli ilmu faal. Perlu di
pahami bahwa kelelahan fisik adalah kelelahan dari Ergosistema-I (ES-I), dan
dari Es-I yang berfungsi secara aktif adalah sistem nervorum dan sistem
muskular, gabungan dari keduanya lebih di kenal sebagai sistema neuro
muscular, sehingga kelelahan hakikatnya dapat terjadi pada salah satu dari
padanya atau gabungan dari keduanya. Kesimpulan pada pembahasan saat ini
adalah bahwa kelelahan dapat terjadi baik pada saraf maupun pada otot.
Haruslah di pahami bahwa istilah kelelahan sesungguhnya tidaklah jelas
dan tidak pasti. Perubahan-perubahannya yang objektif barulah dapat di ukur
dengan pasti bila kelelahan itu tlah berkembang sampai derajat yang tinggi.
Dill membagi kelelahan menjadi kelelahan oleh kerja sedang (moderate
work),kelelahan oleh kerja berat (hard work), dan kelelahan oleh kerja
maksimal (maksimal work). Disini penggunaan daya (energi) selama 8 jam
kerja sehari relatif kecil, sedemikian rupa sehinga melakukan aktifitas lain,
misalnya berkebun, aktifitas bermain yang berat atau berdansa.
Perbedaan antara kerja sedang dan kerja berat didasarkan pada besar
olahdaya yang terjadi pada melakukan kerja, dan tentu saja hal itu berrkaitan
dengan kemampuan individu yang bersangkutan dalam hal mamasok O 2 bagi
tubuhnya. Kerja sedang didefinisikan sebagai jumlah kegiatan fisik yang
menggunakan daya ≤ 3x olahdaya (metabolisme) basal. Olahdaya basal adalah
olahdaya terendah seseorang yang terjadi ketika orang itu dalam keadaan
istirahat berbaring tetapi tetapi tetap sadar (tidak tidur). Kerja berat
menggunakan daya antara 3-8x olahdaya basal. Dikatakan bahwa 8x olahdaya
basal adalah kegiatan maksimalyang dapat dilakukan selama 8 jam secara
terus-menerus. Lebih dari batas ini sistema sirkulasi dan respirasi tidak dapat
secara efectif memasok O2 yang diperlukan. Pembagian Dill tersbut diatas
lebih mengarah kepada fisiologi kerja (work physiology) bukan atas landasan
pemikiran pisiologi olahraga (sports physiology).
Pada kerja sedan dan kerja berat, keduannya masih dengan intensitas
yang penggunaan O2nya di bawah VO2mak, sehingga secara fisiologi beban.
Kerjanya masih pada zona “normal load” atau “syubmaximal load”. Artinya
beban kerja masih dapat dilakukan dalam kondisi mantap (stady state). Dalam
kerja maksimal, tip eke 3 dari Dill, intenitas kerja memasuki zona “over load”
yang menjadikannya tidak mungkin kerja dilakukan dalam kondisi mantap,
dan kerja akan terpaksa harus berhenti ketika kapasitas anaerobic telah
mencapai maksimal, sebab ketikaitu kadar asam laktat di dalam tubuh telah
mencapai maksimal

C. Simptomatika Kelelahan
Sebagian dari manifestasi kelelahan bersifat subjektif, sedangkan
sebagian lainnya bersifat objektif. Bila konsef kelelahan yaitu menurunnya
kapasitas kerja oleh sebab melakukan pekerjaan itu diterima, maka perlu
dipahami bahwa kesan subjektif dari kelelahan sering merupakn indeks yang
semu, karna orang sering merasakan adanya perasaan sangat lelah, tetapi
ternyata bila ia terus bekerja,kapasitas kerjaya besar dan rasa lelah itu
kemudian hilang ketika ia sudah menjadi “panas” terhadap tugasnya.
Rasa subjekti kelelahan fisik ternyta adalah sensasi kompleks yang
sangat lua, dengan variasi ang sangat besar tergantung pada macam kerjanya;
mungkin dirasakan sebagai kelelahan lokal pada otot-otot yang aktif, atau rasa
lelah pada seluru tubuh, atau rasa ngantuk, mungkin juga ada rasa yang leleh
di kepala, rasa nyeri dipunggung atau dikepala yang tidak jelas lokasinya, rasa
neri dan pegal-pegal pada otot, kaku pada sendi, dan mungkin juga ada
pemengkakan pada pada tangan dan kaki.
Simptomatika kelelhan mental sering muah dikenali oleh yang
bersangkutan. Ia mengeluh tidak dapat berkonsenrasi, sulit mengingat, sulit
mengembangkan ide, sulit dan lambat mengajukan argumentasi. Kemampuan
berfikirnya lambat dan tidak akurat.
D. Penyebab kelelahan
Pada hakikatnya kelelahan dapat terjadi oleh berbagai penyebab yang
dapat menimbulkan terjadinya gangguan homeostasis. Penyebab-penyebab itu
adalah;
1. Sumber daya habis atau tidak dapat di peroleh
2. Tertimbunya sampah olah daya di alam tubuh
3. Terganggunya keseimangan elektrolit/asam-basa di dalam cairan tubuh
4. Terganggunya keseimbangan pemasukan dan pengeluaran air didalam
tubuh.
Orang yang berkerja berat dengan durasi panjang, kelelahanya dapat
ditunda bila selama berkerja ia diberi air minum dengan banyak gula.
Sebaliknya orang dengan kondisi kekurangan makan/kelaparan, tidak akan
mampu berkerja berat dengan durasi panjang.
Kelelahan juga dapat terjadi oleh karena terganggunya lingkunggan
hidup sel. Hal ini terjadi karena terganggunya keseimbangan air dalam tubuh
atau karena terganggunya penataan keseimbanggan garam-garam/elektrolit.
Air yang keluar melalui kelenjar kerigat pada kulit mengandung garam NaCL,
sehingga juga akan menyebabkan tubuh menjadi kekurangan garam dan
kelelahan yang terjadi karena kehilangan air dan garam ini dapat bersifat
ringgan sampai kepada ketidak berdayaan. Masalahnya kemudian adalah
bahwa hanya dengan minum air saja tidak (akan) dapat meringankan
penderitaan ini, bahkan sebaliknya dapat memberatkan keadaan. Air minum
yang cocok adalah yang mengandung garam NaCL 0.04-0.14%, air ini dapat
mencegah kelelahan dan ketidak berdayaan; karena air itu bukan hanya
mengganti air yang hilang tetapi juga garam yang hilang.

E. Kemunkinan Tempat-Tempat Kelelahan


Untuk dapat memudahkan memahami dimana kemungkinan tempat
terjadinya kelelahan, marilah kita tinjau sistema neuro-muskular. Dari anatomi
sistema neuro-muskular dapat di identipikasi ada 6 tempat yang mungkin
menjadi tempat terjadinya kelelahan, yaitu:
1) Kerabut otot
2) Keping ujung saraf motorik (motot nerve endplate) didalam otot
3) Serabut saraf motorik itu sendiri
4) Synaps didalam ganglion saraf dan disusunan saraf pusat
5) Badan sel saraf
6) Ujung saraf sensoris didalam otot, atau dimanapun didalam tubuh.

1. Srabut Otot dan Keping ujung Saraf Motorik (Motor Nerve endplate)
Pada sediaan saraf – otot kodok, bila sarafnya merangsang
(dengan rangsang listrik), 1x atau 2x/detik secara terus-menerus, setelah
jangka waktu tertentu, otot akan memperlihatkan tanda-tanda kelelahan
dan bahkan kemudian otot tidak dapat berkontraksi. Tetapi bila kemudian
otot itu dirangsang secara langsung pada permukaannya dengan
rangsangan seperti di kenakan pada saraf, maka otot akan berkontraksi
kembali dengan kekuatan yang sama seperti ketika pertama kali
dirangsang melalui sarafnya. Pristiwa ini menunjukan bahwa otot bukan
merupaakan tempat terjadinya kelelahan, kemungkinan tempat terjadinya
kelelahan adalah di saraf motoriknya atau di keping ujung saraf motorik.
2. Serabut Saraf Motorik
Pada suatu tempat diserabut saraf motorik dari sediaan otot-saraf
serabut diatas dilakukan blokade dengan sepotong es, atau pada tempat itu
diberi rangsang arus galvanis secara terus-menerus. Ujung saraf motoris
kemudian dirangsang dengan rangsang listrik secara terus-menerus
sealama beberapa jam; tidak terjadi kontraksi otot karena impuls saraf
tidak dapat melewati tempat blockade. Bila sekarang, dengan saraf masih
terus dirangsang, blockade lalu di tiadakan, maka ternyata otot dapat
berkontraksi. Oleh karena itu tempat kelelahan adalah pada keeping ujung
saraf motorik.

3. Synaps
Bila punggung anjing dirangsang/digelitk dengan ujung lidi, maka
akan terjadi refleks menggaruk pada tempat yang dirangsang. Bila
rangsangan ini di teruskan, maka tidak lagi terjadi releks mengaruk. Tetapi
bila di rangsang dengan lidi ini dipindahkan kesuatu titik dekat
disebelahnya, maka akan terjadi lagi refleks mengaruk. Jadi dapat
dikemukakan bahwa saaf bukanlah tempat kelelahan, sehingga dari
peristiwa ini yang paling mungkin menjadi tempat kelelahan adalah
synaps.

4. Badan Sel Saraf


Terdapat banyak bukti bahwa pada kelelahan yang ekstrim, struktur
didalam badan sel saraf mengalami banyak perubahan. Sejalan dengan hal
tersebut, dapat dikatakan bahwa pada kelelahan sedang pola perubahan
demikian juga terjadi. Tidak diragukan lagi bahwa fungsi sel-sel cortex
cerebri berubah oleh pengaru kelelahan. Hal ini dapt dilihat pada pengaruh
kelelahan terhadap refleks bersyaraf. Seekor anjing yang tellah memiliki
sejumlah refleks bersarat disuruh menerik kereta sampai leleah; terlihat
bahwa kelelahan mempengeruhi fungsi refleks-refleks bersyaratnya.
Kemmampuan gerak repleks bersyarat yang baru dikuasainya akan hilang
100% sedankan kempuan gerak refleks-refleks beryarat yang sudah lama
dikuasai hilang sebayak 50%. Karena refleks bersyarat melibatkan fungi
sel-sel cerebral, maka wajar lah adanya pendapat bahwa kelelahan yang
timbul di bagian tubuh yang manapun, akan mernyebabkan kelelahan pada
sel-sel saraf. Eksperimen yang demikian menjelaskan mengapa terjadinya
perubahan minat dalam kerja seharian, dan mengapa tentara yang
kelelahan dapat kembali berbaris dengan tergap ketika musik mulai
di[erdengarkan.
5. reseptor sensoris
6. Adanya rasa lelah setempat setelah dikenal dengan baik oleh semua orang.
Perasaan itu timbul dari reseptor sensoris didalam otot, yang akan
memberikan kesan subjektif kondisi kerja sistema neuro-muskular yang
sedang aktif. Oleh adanya fluktuasi nilai ambang kepekaan terhadap
kelelahan, maka nilai perasaan ini menjadi sangat tidak dapat dipercaya.
Bila nialai ambangnya meningkat, maka orang dapat terus bekerja tanpa
menyadari adanya kelelahan setempat. Sebaliknya bila nialai ambang
menurun, orang akan merasa sangat lelah tanpa adanya penurunan
kapasitas kerja yang signifikan dari sistema neuro-muskularnya. Meskipun
tidak aka nada sensasi kelelahan otot bila tidak ada reseptor sensoris
didalam otot, dan meskipun kerja otot kemudian menjadi di hentikan oleh
karena rasa lelah itu, tepe=api tempat kelelahan bukanlah pada reseptor
sensoris. Ibaratnya, tempat alarm kebakaran berbunyi, bukanlah tenpat
terjadinya kebaran itu.

E. Kejemuan
Bila seseorang harus berpartisipasi pada kegiatan fisik, mental ataupun
social tanpa motivasi yang cukup, artinya tanpa minat, maka ia akan merasakan
adanya keinggina untuk menhentikan aktivitasnya. Perasaan ini di sebut sebagai
kejemuan. Kejemuan seringkali menyerupai kelelahan, karena memang orang
yang bersangkutan mesakan lelah dan kinerjanya menurun. Akan tetapi bila
terhadap orang ii dilkaukan observasi secara cermat, maka perwujudan rasa
lelahnya dalam kaitan dengan kinerja sangatlah tidak teratur untuk suatu kondisi
ke;lelahan yang sesunggunhnya. Bila oramg itu dibuat jadi berminat terhadap
pekerjaan nya, gejala kelelahan akan hilang, sedang kan kinerjanya meningkat.
Ileh karena itu kelelahan yang berdasarkan pada kejemuan di sebut sebagai
kelelahan semu (pseudo fatigue). Ada 2 cara untuk menminimalkan kejemuan:
membangun minat atau mengerjakan pekerjaan itu secara otomatis sambil
membayangkan hal-hal yang menarik minatnya.
F. Staleness
/. Seorang atlet yang bernafsu ingin menonjol dalam cabang olahraganya,
akan mulai berlatih dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi. Pada awalnya ia
akan memperoleh kemajuan, tetapi akhirnya prestasinya mendatar dan masih jauh
dibawah impiannya. Ia menjadi semakin bernafsu untuk dapat melampaui “titik
mati” itu dan mulai lah ia berlatih dengan tiada putusnya. Akan tetapi bukan
kemajuan yang di dapatnya, melainkan penampilannya bahkan menjadi lebih
buruk. Dengan hasil itu maka muncullah perasaan tidak mampuh dan prustasi. Di
samping menurunnya penampila juga terdapat perubahan kepribadian prilaku. Ia
di sebut sebagai mengalami kondisi staleness
Gejala subjektif dari staleness sanggat banyak: adanya rasa kelelahan
umum, hilangnya kegairahan di awal partisifasinya dalam olahraga tidurnya tidak
menyegarkan, kadang-kadang sakit kepala. Kemudian ia tidak dapat tidur lelap,
terganggu oleh mimpi-mimpi buruk. Ia cepat pergi tidur, tetapi terbanggun pada
pagi dini hari. Nafsu makan nya hialang; terjadi gangguan pencernaaan makanan
serta menderita konstipasi (susah buang air besar). Ia menjadi mudah tersinggung,
sehingga karnanya tidak lagi menyukai teman sepergaulannya dan lebih senang
menyendiri. Walaupun ia merasa lelah, tidak dapat duduk tenang dan terus sibuk
dengan dengan segala sesuatunya.
Kondisi ini akan menjadi semakin berat bila pelatih tidak dapat
mmperlihat empatinya, dan mengatakan kepadanya bahwa ia telah gagal
memcapai sasaran nya, serta ia tidak akan menjadi lebih baik.
Untuk menyembuhkan staleness, latihan untuk sementara harus
dihentikan. Atlet yang bersangkutan harus di beri tahu mengenai masalah yang
sedang di hadapi nya, di nasehati agar tidak tergesa-gesa dalam mencapai
tujuannya. Pelatih yang simpatik akan dengan bijak sana menunjukan bahwa setiat
orang mempunyai keterbatasannya masing-masing, dan bahwa yang lebih penting
adalah berusaha sebaik-baiknya sesuai kemampuanya, tanpa mengharapkan
sesuatu yang tidak mungkin. Biasanya atlet akan sembuh dari staleness. Akan
tetapi kadang atlet tidak dapat pulih, bahkan kemudian meninggalkan olahraganya
yang semula sanggat dasar neurose, yang menjadi berkembang akibat dampak
frustasinya.
Pada perang dunia I istilah staleness di anggap lebih sopan untuk
menggantikan istilah “psychoneurose” diantara perbang. Pada perang dunia II di
gunakan istilah yang di anggap lebih sopan lagi yaitu “kelelahan penerbang”
(flyer’s fatigue), dan untuk bukan penrbang digunakan istilah “kelelahan perang”
(battle fatigue), walaupun mungkin orang itu tidak pernah sampai ke medan
perang.

G.Overtraining
Overtraining adalah bentuk kronis dari kelelahan patalogis dalam
olahraga. Pada tahun 1950 Krestovnikov. Memasukkannya sebagai bentuk
neurosis khusus yaitu neurosis olahraga (spots neurosis). Kadang-kadang disebut
sebagai staleness.

1.Aetiologi (penyebab)
Harapan yang berlebihan, yang melebihi kapasitas fungsional otak
menjadi pemicu terjadinya neurosis (overtraining) ini. Harapan yang berlebihan
ini di sebabkan oleh:
a)      Proses perangsangan yang berlebihan yang di sebabkan oleh karena volume,
intensitas dan komleksitas latihan dari olahraga-olahraga tersebut.
b)      Proses peghambatan yang berlebhan dari gerakan-gerakan yang tidak
diperlukan pada saat membentuk gerakan-gerakan baru dan halus, atau oleh
terjadinya pengaruh diferensiasi rangsangan.
c)      Mobilitas proses saraf yang berlebihan atau perubahan-peruahan pada
“stereotype yang dinamis”.

Semua proses-proses ini dapat menyebabkan terjadinya exhaustion dari otak


setelah melakukan latihan yang berlebihan secara tersendiri maupun dalam kaitan
dengan faktor-faktor lain. Sports neurosis dapat juga terjadi bila ada depresi
terhadap fungsi cortex cerebri, yang merupakan prepisipitasi dari peran panjang
fisik yang sedang di lakukan yang menyebabkan stress saraf.
Faktor-faktor presipitasi lain meliputi kurangnya kemauan,ketindakmampuan
fisik atau intelektualnya,adnya konflik psikis, atau adanya permaslahan sksual
(sexsual truble).bentuk kepribadian juga memegaang peran penting dalam
pembentukan Overtraining. Semua faktor-faktor ini dapat ditemukan dalam
kasus-kasus Overtraianing yang berkerja sama yang satu dan yang lain untuk
enentukan bentuk dan lamanya gejalaklinisnya.

2. Simptomatologi
Ciri-ciri utamanya adalah kelelahan yang tinggi, respon terhadap latihan yang
tidak ekonomis dan tidak seimbang, pemulhan yang lambat sekalipun terhadap
latian yang rigan, labilitas system vegetatatif dan sistim endokrin, adanya masalah
dalam proses olahdaya, dan proses hormonalnya, adanya gejala neurose psikis:
hiperaktivitas, depresi atau euporia,ansietas,dan menurunnya output olahraga.

3. Gejala-Gejala Subjektif
a. Asthenia fisik dan fsikis: kelelahan yang berkepanjangan sekalipun stelah
istirahat atau hanya berja ringgan, hilangnya konsentrasi, BB (berat badan)
menurun
b.Gangguan fsikis: depresi disertai keputusasaan atau kegelisahan, mudah marah
atau hiperaktif, kadang ada reaksi kekerasan, hilang memori atau perhatian,
sementara atlet yang bersangkutan sibuk dengan masalahnya sendiri.
c. Problema tidur: adanya insomnia atau kegelisahan tidur.
d.Nyeri kepala dengan intensitas dan lokasi yang sanggat bervariasi
e. Gejala pengiring: paraesthasia (kesemutan) disertai mati rasa (ba’al) pada
extremitas, nyeri precordial atau kontriksi, nafas tidak lega, tachycardia,
tachypnea, gangguan keseimbangan, pendengaran atau penglihatan, gangguan
seksual.

4. Tanda-Tanda Objektif
Tanda-tanda objektif jelas berkaitan dengan gejala-gejala dan meliputi
hyperreplexia,kedutan pada kelopak mata dan jari-jari, olahdaya (metabolisme)
basal meningkat dengan akselerasi pada katabolisme (penurunan BB yang tidak
jelas penyebebnya), gangguan keseimbangan elektrolit, konsumsi O2 pada
intensitas kerja (effort) yang sama meningkat, perubahan pernapasan pada
standart exercise menjadi lebih tinggi, sedangkan pemulihannya lebih lambat
disertai adanya tachycardia pada istirahat, pemulihan denyut nadi dan tekenan
darah lambat, ada arrhythmia, ada gangguan vasomotor, gangguan fungsi ginjal
dan hati, gangguan pencernaan.
Overtraining adalah polysymptomamatik dengan gejala yang macam-macam,
sehingga diagnosisnya yang tepat memerlukan pengertiaan mengenai metodologi
latihan, serta dengan melakukan ananensis yang teliti, overtraining adalah
penyakit olahraga dan preperansi gejala-gejala onjektifnya (biasanya muncul lebh
lambat dari gejala-gejala subjektifnya) mengscu kepeda organ-organ atau sitema
tertentu, hanyalah merupakan perwujudan dari penyakitnya dan tidak
mengindikasikan patologi lokalnya.

5. Diagnosis
Diagnosis tergatung kepada gejala, riwayat, serta periksaan-pemeriksaan
pungsional. Diagnosal diferensial adalah terhadap syndroma solisitasi (sindroma
harapan berlebihan), penyakit organic atau gangguan psyconeurose.
6.Pengobatan/Penyembuhan
Pencegahan tergantung pada pemeriksaan kesehatan secara
periodik,perkembangan fisik dan nutrisi,di sertai epaluasi fungsional prinsip
kesehatan olahraga dan metode latihan yang rasional.
a.       Hentikan latihan dan kompetisi,upayakan beristirahat pada ketinggiaan 600-800
m
b.        Pemulihan hendaknya di rangsang dengan mengunakan zat-zat ergogenik
(glukosa,vitamin, garam-garam,obat-obat,anabolic,ekstrak hati dan suprarenal )
dan diet khusus ( kalori tinggi ,garam-garam basa dan banyak minum ) untuk
memulihkan keseimbangan air dan elektrolit ( Ca,Na,K,Mg,P,Fe,air )
c.         Berikan vitamin-vitamin B1,B2,B6,B12,B15,C,E dan asam-asam amino essential
( aspartat ,glycocolle, lecithine,lysine ) serta glukosa , di sertai pemberian
penenang / tranquilizer dan hypnotic ( valium,dibrium,meprobamate ,
pentobarbital ) bila perlu
d.        Paksakan melakukan istirahat aktif
e.         Dukung dengan psikoterapi ( sugesti,yoga,outogenic training ) dan physio-
hydro-therapy.
Sangatlah perlu menghentikan latihan dan kompetisi cabang olahraganya ,
paling tidak selama 3 (tiga) bulan. Reintegrasi kepada cabang olahraganya hanya
boleh di lakukan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan yang cermat. Atlet
harus di anggap sebagai kasus khusus selama satu tahun, serta diberi perhatian
khusus mengenai kondisi sikologisnya, pemulihannya setelah latihan, rehabilitasi
setelah sakit atau cedera,dan hindari stress yang menyebabkan overtraining.
Overtraining merupakan akibat latihan dengan dosis / intensitas yang berlebihan
yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala overtraining. Gejala-gejala
overtraining ini hakikatnya adalah akibat gangguan homeostasis karena
pemuliahan ( recovery ) yang tidak adekuat. Gejala-gejala overtraining meliputi
gejala-gejala yang bersifat psikologis, psikologis maupun patologis ( neil
F.gordon dalam cooper , 1994 ) sebagai berikut :
1.      Insomia ( susah tidur ) dan sakit kepala
2.      Sulit memusatkan perhatian ( berkonsentrasi )
3.      Gairah dan motipasi menurun
4.      Lesu, letih dan lemah sehingga menjadi rentan cedera
5.      Rasa lelah > 24 jam
6.      Anorexia ( mual )
7.      Gangguan pungsi pencernaan – diare
8.      Berat badan menurun
9.      Haus dan banyak minum di malam hari
10.  Tekanan darah menurun dan terjadi orthostatis
11.  Nadi istirahat meningkat > 10 denyut dan nadi terhadap standar latihan sangat
meningkat
12.  Tungkai terasa berat
13.  Dosis latihan tak habis
14.  Nyeri otot dan sendi
15.  Rentan terhadap alergi dan infeksi
16.  Penyembuhan luka: lambat
17.  Lymphadenitis ( radang kelenjar geta bening )
18.  Amenorhoea/oligomenorhoea/takteratur
19.  Hemolisis meningkat sehingga dapat terjadi anemia
20.  Libido menurun
Latihan untuk olahraga prestasi harus seoptimal mungkin. Oleh karena itu dosis
dan intensitas latihan harus sedikit mingkin dengan kondisi yang menyebabkan
overtraining,dan bila terdapat gejala overtraining maka di lakukan penurunan
beban latihan ( unloding ). Dengan memahami ilmu faal olahraga maka
overtraining berat dapat di hindari.

KESIMPULAN
Diagnosis overtraining adalah hal yang sangat serius , walau pun pada saat
ini itu sangat jarang terjadi pada olahraga. Masalahitu sudahsangat dipahami oleh
para dokter olahraga,dan hendaknya tidak dikacaukan dengan”sindroma harapan
berlebihan” atau” ke lelahan olahraga”.
Dalam hal ini sangat perlu mengembangkan metoda kesehatan olahraga
yang tepat untuk mensupervisi latihan-lstihsn olahraga, sehingga demikian
mencegah terjadinyakondisi yang tepat membahayakan atlet, timnya atau bahkan
masyarakatnya.

Anda mungkin juga menyukai