Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

20 September – 3 Oktober 2021

Oleh:
Muhammad Hafiz, S.Kep
NIM. 2130913310005

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

20 September – 3 Oktober 2021

Oleh:
Muhammad Hafiz, S.Kep
NIM. 2130913310005

Banjarbaru, September 2021


Mengetahui,

Koodinator Stase Jiwa Clinical Teacher

Dhian Ririn Lestari, S.Kep.,Ns.,M.Kep M. Akbar Nugraha, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp,Kep.J


NIP. 19801215 200812 2 003
RESIKO BUNUH DIRI

A. Definisi
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana
individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam
mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah
kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan
marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri,
cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2016).
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Stuart (2016), menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi:
a. Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan
skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan
biologis yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti
percaya bahwa ada gangguan pada level serotonin di otak, dimana
serotonin diasosiasikan dengan perilaku agresif dan kecemasan.
Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku bunuh diri merupakan
bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai keluarga yang
juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun demikian,
hingga saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan
berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh diri.
e. Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2016) mengidentifikasi tiga
bentuk penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang
pertama didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is
murder turned around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara
bunuh diri dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan.
Secara psikologis, individu yang beresiko melakukan bunuh diri
mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang tersebut. Dia
merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan berharap untuk
menghukum atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut.
Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih
sayang, perasaan marah dan harapan untuk menghukum juga
ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku destruktif diri terjadi.
f. Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang
memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan
individu dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu
terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya.
2. Faktor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup
yang memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah
melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan
bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya
labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
. Tanda dan Gejala
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obatdosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

. Klasifikasi Bunuh Diri

Yosep (2010), mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:


1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
.

E. Rentang Respon Resiko Bunuh Diri


Berikut rentang respon Resiko Bunuh Diri

Respon adaftif Respon Maladatif

Peningkatan Beresiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri


diri destruktif tidak langsung

F. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien.
b. Keluhan utama/ alasan masuk.
c. Faktor predisposisi.
d. Faktor presipitasi.
e. Aspek fisik/ biologis.
f. Aspek psikososial.
g. Status mental.
h. Kebutuhan persiapan pulang.
i. Mekanisme koping.
j. Masalah psikososial dan lingkungan.
k. Pengetahuan.
l. Aspek medik

2. Pohon Masalah
Bunuh Diri (Effect)

Resiko Bunuh Diri (Core Problem)

Isolasi sosial (Cause)

Harga Diri rendah Kronis

3. Diagnosa Keperawatan
1. Harga Diri Rendah
2. Isolasi Sosial
3. Resiko Bunuh Diri

4. Rencana Tindakan Keperawatan

SP untuk Pasien Sp untuk Keluarga


Strategi Pelaksanaan 1 Strategi Pelaksanaan 1
1. Identifikasi beratnya masalah resiko bunuh diri : 1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga
isyarat ancaman, percobaan (jika percobaan dalam merawat pasien
segera rujuk) 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses
2. Identifikasi benda-benda berbahaya dan terjadinya resiko bunuh diri, (gunakan booklet)
mengamankannya (lingkungan aman untuk 3. Jelaskan cara merawat pasien dengan Resiko
pasien) Bunuh Diri
3. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan 4. Latih cara memberikan pujian hal positif pasien,
bunuh diri : buat daftar aspek positif diri sendiri, memberi dukungan pencapaian masa depan
latihan afirmasi / berpikir aspek positif yang 5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
dimiliki. memberikan pujian
4. Masukan pada jadwal latihan berpikir positif 5
kali per hari.
Strategi Pelaksanaan 2 Strategi Pelaksanaan 2
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif tentang diri 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam memberikan
sendiri. Beri pujian. Kaji ulang resiko bunuh diri. pujian dan penghargaan atas keberhasilan dan
2. Latih cara mengendalikan diri dari dorongan aspek positif pasien. Beri pujian.
bunuh diri : buat daftar aspek positif keluarga 2. Latih cara memberi penghargaan pada pasien dan
dan lingkungan, latih afirmasi / berpikir positif menciptakan suasana positif dalam keluarga : tidak
keluarga dan lingkungan. membicarakan keburukan anggota keluarga
3. Masukkan pada jadwal latihan berpikir positif 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
keluarga dan lingkungan. memberikan pujian.
Strategi Pelaksanaan 3 Strategi Pelaksanaan 3
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif diri sendiri, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam memberikan
keluarga dan lingkungan, beri pujian. Kaji resiko pujian dan penghargaan pada pasien serta
bunuh diri menciptakan suasana positif dalam keluarga. Beri
2. Diskusikan harapan dan masa depan pujian
3. Diskusikan cara mencapai harapan dan masa 2. Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien
depan. tentang harapan masa depan dan langkah-langkah
4. Latih cara-cara mencapai harapan dan masa mencapainya
depan secara bertahap (setahap demi setahap) 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
5. Masukan pada jadwal latihan berpikir positif diri memberikan pujian
sendiri, keluarga dan lingkungan, dan tahapan
kegiatan yang dilatih.
Strategi Pelaksanaan 4 Strategi Pelaksanaan 4
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif diri sendiri, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam memberikan
keluarga dan lingkungan, serta kegiatan yang pujian, penghargaan, menciptakan suasana positif
dipilih . Beri pujian. dan kegiatan awal dalam mencapai harapan masa
2. Latih tahap kedua latihan mencapai masa depan depan. Beri pujian
3. Masukan pada jadwal latihan berpikir positif diri 2. Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan
sendiri, keluarga dan lingkungan, serta kegiatan kegiatan untuk encapai harapan masa depan.
yang dipilih untuk persiapan masa depan. 3. Jelaskan follow up ke RSJ / PKM, tanda kambuh,
rujukan.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
Strategi Pelaksanaan 5 Strategi Pelaksanaan 5
1. Evaluasi kegiatan latihan peningkatan positif 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam memberikan
diri, keluarga dan lingkungan. beri pujian pujian, penghargaan, menciptakan suasana positif
2. Evaluasi tahap kegiatan mencapai harapan dan dan membimbing langkah-langkah dalam
masa depan mencapai harapan masa depan. Beri pujian
3. Latih kegiatan harian 2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
4. Nilai apakah resiko bunuh diri teratasi 3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol RSJ
/ PKM
DAFTAR PUSTAKA

Keliat. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course).


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Stuart. Gail. W 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Indonesia: Elsevier


Yosep, Iyush. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai