Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH

3.4.3 SUMPAH PEMUDA; IKRAR PERSATUAN DAN KESATUAN

EKSISTENSI ORGANISASI PEMUDA

Eksistensi Organisasi Pemuda

Sejak tahun 1915 telah berdiri beberapa organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan. Dalam
perkembangannya, sifat kedaerah tersebut melebur dan berubah menjadi rasa persatuan untuk
mewukudkan semangat nasionalisme Indonesia. Semangat ini terlihat dari penyelenggaraan Kongres
Pemuda dan pencetusan ikrar Sumpah Pemuda.

Tri Koro Dharmo

Tri Koro Dharmo didirikan sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap Budi Utomo yang cenderung
didominasi oleh golongan tua. Golongan muda menyadari bahwa aspirasi mereka harus tersalurkan
melalui perkumpulan tersendiri. Oleh karena itu, golongan muda membentuk Tri Koro Dharmo pada
Maret 1915 di Jakarta. Tokoh-tokoh yang menjadi penggagas terbentuknya organisasi ini yaitu R.
Satiman Wiryosari, Sunardi, dan Kadarman.

Nama Tri Koro Dharmo dapat diartikan sebagai tiga tujuan mulia yang terdiri atas sakti, budi, dan bakti.
Organisasi pergerakan pemuda pertama di Indonesia ini mengelola sebuah majalah yang juga bernama
Tri Koro Dharmo.

Jong Java

Pada 12 Juni 1918 Tri Koro Dharmo mengubah namanya menjadi Jong Java. Perubahan ini merupakan
upaya untuk menghindari konflik internal akibat ketidaksenangan terhadap corak budaya Jawa dalam Tri
Koro Dharmo. Jong Java memiliki tujuan mendidik anggotanya agar mampu menyumbangkan tenaga
dan pemikiran dalam rangka membangun Jawa Raya dengan cara mempererat persatuan, menambah
pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri. Kepengurusan Jong Java didominasi oleh tokoh-tokoh
Tri Koro Dharmo seperti Satiman, Wirjosanjoyo, Wongsonegoro, Sutomo, Muslich, Musodo, dan Abdul
Rahman.
Menurut buku Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, perluasan ruang lingkup organisasi Jong Java
diupayakan melalui penyelenggaraan kongres pada 1919. Dalam kongres yang dilaksanakan di
Yogyakarta tersebut, Jong Java berusaha merangkul para pemuda dari berbagai latar belakang etnik
seperti Sunda, Madura, dan Bali. Aspek-aspek yang dibahas dalam kongres Jong Java sebagai berikut:

Milisi untuk bangsa Indonesia

Mengubah bahasa Jawa menjadi lebih demokratis

Perguruan tinggi

Kedudukan perempuan sunda

Sejarah Tanah Sunda

Arti pendidikan nasional Jawa dan pergerakan rakyat

Jong Sumatranen Bond

Pada 9 Desember 1917 pemuda-pemuda Sumatera yang tinggal di Jakarta mendirikan sebuah
organisasi bernama Jong Sumatranen Bond. Tujuan pembentukan organisasi ini adalah mempererat
hubungan antara pelajar-pelajar yang berasal dari Sumatera, mendidik pemuda Sumatera untuk menjadi
pemimpin bangsa, serta mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatera.

Kehadiran Jong Sumatranen Bond memunculkan beberapa tokoh terkemuka di Indonesia seperti
Moh. Hatta dan Muhammad Yamin. Selama bergabung dalam organisasi ini, Moh. Hatta menuangkan
banyak pemikiran, salah satunya melalui tulisan berjudul Hindiana yang dimuat dalam bulletin Jong
Sumatranen Bond Nomor 5, tahun 3, 1920. Sementara itu, kiprah pengurus Jong Sumatranen Bond
pusat tahun 1926-1928. Melalui bulletin Jong Sumatranen Bond Nomor 4, tahun 3, 1920, Muhammad
Yamin menuangkan pemikiran tentang perlunya penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan.

Jong Minahasa

Munculnya pergerakan di kalangan masyarakat Jawa melalui Budi Utomo menjadi pembangkit
kesadaran masyarakat Minahasa untuk melakukan gerakan serupa. Pada 1912 masyarakat Minahasa
yang tinggal di Semarang mendirikan sebuah organisasi bernama Roekoen Minahasa. Pembentukan
organisasi ini bertujuan mewadahi aspirasi masyarakat Minahasa secara luas. Gerakan masyarakat
Minahasa berlanjut pada 1919 melalui pembentukan Jong Minahasa. Organisasi dengan basis
kepemudaan tersebut memiliki tujuan meningkatkan kecerdasan masyarakat Minahasa dan memajukan
perkembangan ekonomi.

Pemuda Kaum Betawi

Pemuda Kaum Betawi merupakan perkumpulan yang didirikan pada 1923. Tujuan organisasi ini
adalah memajukan kehidupan orang-orang Betawi (Batavianen) secara khusus dan orang-orang
bumiputera secara umum. Tujuan tersebut dijalankan melalui beberapa program kerja yang mencakup
bidang pendidikan, perdagangan, kesehatan, kesenian, dan keamanan lingkungan.

KONGRES PEMUDA I

Kesadaran Persatuan dalam Kongres Pemuda I

Pada 15 November 1925 beberapa organisasi pemuda daerah berkumpul untuk mengadakan sebuah
konferensi. Konferensi ini dihadiri oleh organisasi seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong
Ambon, Minahasische Studeerenten, dan Sekar Rukun. Adapun tokoh-tokoh pemuda yang hadir antara
lain Bahder Djohan, Sumarto, Jan Toule, Solehuwij, Paul Pinontoan, dan Tabrani. Konferensi ini berhasil
menyepakati pembentukan sebuah komiter khusus yang bertugas menyiapkan penyelenggaraan
kongres pemuda.

Pada 30 April – 2 Mei 1926 Komite Kongres berhasil menyelenggarakan kongres pemuda di Jakarta.
Kegiatan ini dikenal sebagai Kongres Pemuda I yang bertujuan mewujudkan persatuan dan menanamkan
semangata kerja sama antarperkumpulan pemuda Indonesia.

Pelaksanaan kongres Pemuda I memunculkan kesadaran bagi para pemuda terhadap perlunya bahasa
persatuan. Kesadaran tersebut muncul dari pidato Muhammad Yamin dalam kongres Pemuda I yang
berjudul “Kemungkinan Perkembangan Bahasa-Bahasa dan Kesastraan Indonsia di Masa Mendatang”.
Peserta yang hadir dalam Kongres Pemuda I sepakat menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa
persatuan yang disebut bahasa Indonesia. Tabrani mengusulkan agar pembahasan mengenai bahasa
Indoensia sebagai bahasa persatuan dibicarakan lagi pada kongres pemuda selanjutnya.
Dua bulan setelah pelaksanaan Kongres Pemuda I, para pemuda kembali mengadakan pertemuan.
Pertemuan yang berlangsung pada 15 Agustus 1926 tersebut dihadiri oleh perwakilan-perwakilan
organisasi pemuda daerah seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Ambonensche
Studeerenten, Minahasa Studeerenten. Sebagian besar perwakilan yang dalam pertemuan tersebut
menyepakati pembentukan sebuah organisasi bernama Jong Indonesia.

Pada 31 Agustus 1926 Jong Indonesia mengadakan rapat untuk merumuskan anggaran dasar. Tujuan
utama Jong Indonesia adalah menanamkan dan mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Indonesia.
Secara struktural, kegiatan Jong Indonesia berdasar pada semangat nasionalisme yang mengarah
kepada terwujudnya Indonesia Raya. Semangat ini terlihat melalui perubahan nama Jong Indonesia
menjadi Pemuda Indonesia.

KONGRES PEMUDA II

Kongres Pemuda II dan Sumpah Pemuda

Perjuangan para pemuda untuk mengobarkan semangat nasionalisme kembali ditunjukkan melalui
pembentukan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jakarta. Perhimpunan yang resmi
dibentuk pada September 1926 ini bertujuan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan
menghapus segala bentuk sifat kedaerahan. PPPI berinisiatif untuk mempersiapkan penyelenggaraan
Kongres Pemuda II sebagai tindak lanjut dari Kongres Pemuda I.

Kongres Pemuda II berlangsung di Jakarta pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Organisasi-organisasi
pemuda yang hadir dalam Kongres Pemuda II yaitu PPPI, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong
Islamieten Bond, Pemuda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Batak Bond, dan Pemuda Kaum
Betawi.

Kongres Pemuda II dihadiri sekira 750 perwakilan dari organisasi pemuda di Indonesia. Selain perwakilan
dari organisasi pemuda, Kongres Pemuda II turut dihadiri oleh tokoh-tokoh politik dan tokoh-tokoh
pendidikan.
Dalam buku Merayakan Indonesia Raya (2016) yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan disebutkan rangkaian Kongres Pemuda Kedua terbagi dalam tiga rapat yang
diselenggarakan di tiga tempat yang berbeda.

Rapat pertama diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 1928 pukul 19.30-23.30 WIB di Gedung
Katholieke Jongenlingen Bond (Gedung Pemuda Katolik) yang terletak di Waterlooplein. Lokasi gedung
tersebut berada di belakang Gereja Katedral Jakarta. Rapat pertama ini membahas pentingnya bahasa
Melayu diangkat sebagai bahasa politik dalam menciptakan persatuan dan kebangsaan yang
independen. Dibahas pula gagasan untuk mewadahi perjuangan pergerakan dalam bentuk organisasi-
organisasi yang bersifat nasional serta mengatasi sekat-sekat ras, ideologi, dan agama.

Pemantik diskusi pada sidang pertama ini adalah Muhammad Yamin. Ia berpidato tentang
“Persatuan dan Kebangsaan Indonesia”. Muhammad Yamin menyebut lima prasyarat persatuan
Indonesia, yakni sejarah, bahasa, hukum, pendidikan, dan kemauan. Pidato Yamin ditanggapi oleh Inoe
Martakoesoema yang menekankan pentingnya persatuan agar Indonesia bisa sejajar dengan Inggris dan
Belanda. Secara tidak langsung, Inoe mengatakan bahwa persatuan berguna bagi kemerdekaan
Indonesia. Munculnya istilah “Indonesia Merdeka” ditanggapi oleh intel Belanda dengan mengimbau
Inoe meninggalkan kongres. Mr Sartono, sebagai ahli hukum lulusan Leiden, menanyakan dasar hukum
imbauan tersebut.

Rapat kedua dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober1928 pukul 08.00-12.00 WIB di Gedung Oost
Java Bioscoop yang terletak di Koningsplein Noord. Koningsplein Noord adalah nama jalan di era Hindia
Belanda yang kini diubah menjadi Jalan Medan Merdeka Utara. Dalam sidang kedua, dibahas pentingnya
peran pendidikan dalam mewujudkan kebangsaan. Beberapa pembicara pada sidang kedua ini ialah
Nona Poernomo Woelan tentang “Pendidikan Wanita”, Sarmidi Mangoensarkoro, Sarwono, dan Ki Hajar
Dewantoro yang membahas pentingnya “Pendidikan Nasional”. Selain itu, Siti Soendari mengajukan
pandangannya tentang kondisi perempuan yang tertindas dalam masyarakat.

Rapat ketiga diselenggarakan di hari yang sama pada pukul 17.30 – 23.30 WIB di gedung
Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat Raya Nomor 106. Gedung ini merupakan rumah indekos milik
Sie Kong Liong, yang telah menjadi pondokan para aktivis pemuda dari berbagai daerah sejak tahun
1920-an. Rapat ketiga memiliki lima agenda, yakni arak-arakan pandu, penyampaian hal terkait
kepanduan oleh Ramelan, penyampaian Pergerakan Pemuda Indonesia dan Pemuda di Tanah Luaran
oleh Soenario, mengambil keputusan, dan menutup kongres. Dalam sidang terakhir ini, tampil tiga orang
pembicara, yaitu Ramelan, Theo Pangemanan, serta Mr Sunario sebagai Ketua Persaudaraan Antara
Pandoe Indonesia.
Ketika itu, kembali terjadi insiden yang membawa risiko pembubaran Kongres oleh aparat
keamanan. Pasalnya, terlontar frase “Indonesia merdeka” dari peserta Kongres. Intel Hindia Belanda
(Politieke Inlichtingen Dienst) sempat mengancam akan membubarkan kongres seketika itu juga.
Menghadapi ketegangan itu, Soegondo Djojopoespito selaku pimpinan kongres ikut menengahi dengan
menyatakan bahwa pernyataan “Indonesia merdeka” tidak perlu dilontarkan secara eksplisit, cukup tahu
sama tahu saja.

MAKNA SUMPAH PEMUDA

Makna Penting Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada Kongres Pemuda II memiliki makna penting bagi
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Makna tersebut menjadi tonggak pengukuhan identitas dan jati diri
kebangsaan pemuda Indonesia. Apabila diurai, isi ikrar Sumpah Pemuda memiliki tiga makna penting
sebagai berikut:

Penguat Semangat Perjuangan Kemerdekaan

Butir pertama dalam ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan kebanggaan pemuda Indonesia terhadap
tanah kelahirannya. Kebanggaan ini selaras dengan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para
pemuda bertekad membebaskan tanah air Indonesia dari pengaruh bangsa lain. Pengaruh kolonial
Belanda yang terlalu dominan pada masa itu dinilai menjadi penghambat perkembangan kehidupan
masyarkat Indonesia. Oleh karena itu, peristiwa Sumpah Pemuda dijadikan momentum untuk
menguatkan semangat mewujudkan Indonesia Merdeka.

Pengukuhan Semangat Kebangsaan

Sumpah Pemuda menyumbangkan peran penting dalam proses pengukuhan semangat kebangsaan
bagi para pemuda Indonesia. Para pemuda mengakui jati diri mereka sebagai bagian dari sebuah bangsa
yang utuh, yaitu bangsa Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda memberikan penekanan bahwa persatuan
bangsa merupakan hal yang mutlak. Dengan adanya persatuan, bangsa Indonesia memiliki kemampuan
untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain di seluruh penjuru dunia.
Pendorong Pertumbuhan Bahasa Indonesia

Sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku yang memiliki kemajemukan
bahasa. Menyikapi kondisi, para pemuda bersepakat menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan. Pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bertujuan menyatukan gagasan para
pemuda yang datang dari berbagai latar belakang, daerah, dan budaya. Ikrar Sumpah Pemuda
menyiratkan kedudukan bahasa Indonesia sebagai unsure budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia tidak hanya sebagai alat pemersatu, tetapi juga sebagai ciri dan identitas bersama.

NILAI-NILAI SUMPAH PEMUDA

Nilai-Nilai Sumpah Pemuda

Rasa Persatuan

“Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Peribahasa tersebut merupakan cerminan nilai persatuan
yang terkandung dalam Sumpah Pemuda. Sebagai sebuah pernyataan kebangsaan. Sumpah Pemuda
dirumuskan oleh tokoh-tokh pemuda yang berasalah dari berbagai suku, daerah, agama, dan golongan.
Perbedaan latar belakang tersebut tidak menghalangi para pemuda untuk bersatu. Para pemuda
memiliki kesadaran bahwa perjuangan meraih kemerdekaan tidak akan terwujud tanpa adanya
komitmen persatuan.

Rasa Cinta terhadap Bangsa dan Tanah Air

Sebagai sebuah ikrar persatuan, Sumpah Pemuda menunjukkan rasa kecintaan terhadap Indonesia.
Sikap ini merupakan wujud kesetian para pemuda untuk membela tanah airnya. Sumpah Pemuda
menjadi bukti bahwa kecintaan terhadap bangsa telah mendarah daging dalam sanubari para pemuda.
Nilai ini sepatutnya menjadi teladan terhadapt upaya penanaman identitas diri sebagai bangsa
Indonesia.
Sikap Rela Berkorban

Perasaan cinta terhadap bangsa dan tanah air yang terkandung dalam Sumpah Pemuda tidak
terlepas dari sikap rela berkorban yang dimiliki oleh para pemuda Indonesia. Sikap ini merujuk pada
kerelaan para pemuda untuk memberikan waktu, tenaga, dan pemikirannya demi kepentingan bangsa.
Sumpah Pemuda muncul dari kesadaran para pemuda untuk mengedepankan pengorbanan tanpa
pamrih demi memperkuat persatuan dan kesatuan.

Sikap Toleransi

Sumpah Pemuda juga menunjukkan adanya sikap menghargai perbedaan (toleransi). Keberagaman
pandangan yang dimiliki para pemuda tidak menyurutkan semangat mereka untuk mewujudkan cita-cita
kemerdekaan Indonesia. Para pemuda mengesampingkan kepentingan pribadi dan kepentingan
kelompoknya untuk mencapai kemajuan bangsa. Keberagaman suku, agama, dan pandangan bukan
menjadi penghambat, melainkan menjadi kekuatan utama untuk menggalang kesatuan bangsa.

Semangat Persaudaraan

Pengikraran Sumpah Pemuda dilandasi semangat persaudaraan yang ditunjukkan oleh para pemuda
Indonesia. Sumpah pemuda merupakan implementasi dari tanggung jawab pemuda Indonesia untuk
menjaga tali persaudaraan. Meskipun berbeda suku dan daerah, para pemuda tetap mengedepankan
nilai-nilai persaudaran dan kekeluargaan. Semangat ini menjadi modal utama bagi para pemuda untuk
menghindari perpecahan yang dapat mengancam cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Semangat Kerja Sama

Semangat kerja sama atau gotong royong demi mencapai satu tujuan merupakan kebudayaan
yang sudah mengakar dalam diri bangsa Indonesia. Semangat ini juga diperlihatkan oleh para pemuda
dalam pengikraran Sumpah Pemuda. Para pemuda bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang sama,
yaitu membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu bangsa lain. Sumpah Pemuda menjadi bukti bahwa
kemerdekaan Indonesia bukan hasil usaha golongan tertentu, melainkan buah perjuangan seluruh
elemen bangsa

Anda mungkin juga menyukai