Disampaikan oleh:
Direktorat Standardisasi Pangan Olahan
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan
Badan Pengawas Obat dan Makanan
2
MENGAPA BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) DIPERLUKAN ?
Memenuhi Keinginan
Perubahan pola hidup
konsumen: Konsumen:
1. Perubahan pola 1. Menarik konsumen
konsumsi. 2. Mudah dan tahan /
2. Makan serba stabil selama
instant / siap saji distribusi
3
PRINSIP PENGGUNAAN BTP
BTP tidak boleh digunakan untuk:
• Menyembunyikan penggunaan bahan*)
BTP hanya digunakan pada produk
yang tidak memenuhi persyaratan
pangan jika benar-benar diperlukan
• Menyembunyikan cara kerja yang
secara teknologi. bertentangan dengan cara produksi yang
baik
• Menyembunyikan kerusakan pangan
* dapat berupa
bahan baku, BTP
ataupun bahan penolong
Kemampuan Pengawasan
KAJIAN KEAMANAN BTP OLEH JECFA
Pada manusia
Kajian Keamanan BTP di Indonesia (lanjutan)
2. Penetapan Batas Maksimum BTP
• 3
Data Konsumsi
Pangan (Indonesia)
KONSENTRASI
MAKSIMAL BTP PADA PANGAN DIBATASI AGAR PAPARAN
/
ASUPAN BTP AMAN YAITU TIDAK MELEBIHI NILAI ADI
PEMERINTAH
Batas Maksimal kalium sorbat pada sosis ikan adalah 1000 mg/kg (ADI kalium sorbat=0-
25 mg/kg BB, Berat badan=50 kg)
Contoh : Seseorang akan sampai kepada batas maksimum ADI apabila mengkonsumsi
kembang gula sebanyak 1,25 kg sosis ikan. Perhitungan:
1250 : 1000 = 1,25 kg. Jadi seseorang akan sampai batas ADI jika mengkonsumsi 1,25 kg sosis
ikan setiap hari apakah ini mungkin ????
PP 86 Tahun 2019
tentang
Keamanan
Pangan
12
Keberadaan BTP Dalam Pangan
13
Penambahan Langsung
Contoh Pengaturan Jenis BTP Pengawet Pada Bebe rap a Kategori Pangan
BATAS MAKSIMAL
•KATEGORI PANGAN PENGGUNAAN 1
4
Sumber: PerBPOM No. 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan
• Jika penggunaan BTP diatur pada nomor
sub-kategori, maka penggunaan BTP
tersebut juga diizinkan pada nomor sub- Dikalum Fosfat sebagai BTP Pengemulsi atau
sub kategori dan sub-sub-sub kategori penstabil diatur pada Kategori pangan 09.2
dengan batas maksimal 2200 mg/kg sebagai
pangan yang ada dibawah sub-kategori
total fosfor (P). Hal ini artinya bahwa Dikalium
pangan tersebut. fosfat diatur (diizinkan) pada sub-sub kategori
yang ada dibawah kategori pangan 09.2 (09.2.1
sampai dengan 09.2.5) dengan batas maksimal
2200 mg/kg sebagai total fosfor (P)
15
• Jika penggunaan BTP diatur pada nomor sub-sub kategori,
maka penggunaan BTP tersebut juga diizinkan pada nomor
sub-sub-sub kategori pangan yang ada dibawah sub-sub
kategori pangan tersebut, namun tidak diatur untuk sub
kategori lainnya.
Contoh:
Polidekstrosa sebagai BTP Pengemulsi diatur pada sub-sub kategori
pangan 09.2.4 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Krustase
dan Ekinodermata yang Dikukus atau
Rebus dan atau Goreng/Panggang Artinya natrium sorbat hanya diatur pada
katpang 09.2.4 (09.2.4.1, 09.2.4.2 dan 09.2.4.3) dan tidak diatur pada
kategori pangan 09.2.5 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska,
Krustase dan Ekinodermata yang Diasap, Dikeringkan, Difermentasi dengan
atau Tanpa Garam
BTP Ikutan (Carry over)
Adalah BTP yang berasal dari bahan baku baik yang dicampurkan
maupun yang dikemas secara terpisah tetapi masih merupakan satu
kesatuan produk
Naget Ayam
Komposisi:
Daging ayam, Tepung Batter,
Tepung roti (mengandung
pewarna Kuning FCF CI. 15985),
Tepung Terigu, Air, Garam, Gula,
Bumbu, Penguat Rasa Mononatrium
Glutamat, Pengemulsi Fosfat
Contoh:
1. Mi Instan menggunakan bahan baku tepung terigu yang mengandung BTP
Pengawet Belerang dioksida.
2. Belerang dioksida diatur dalam Tepung terigu (kategori pangan 06.2.1) dengan
batas maksimal 70 mg/kg sebagai residu SO2; dan diatur dalam mi instan
(kategori pangan 06.4.3) dengan batas maksimal 20 mg/kg sebagai residu SO2.
3. Hasil analisis BTP Ikutan Belerang Dioksida pada mi instan mengacu pada
batas maksimal produk akhir ((mi instan (kategori pangan 06.4.3)) sebesar 20
mg/kg sebagai residu SO2.
18
PENERAPAN BTP IKUTAN (Lanjutan)
No Diatur di Bahan Diatur di Produk Batas
Baku/Bahan Akhir Maksimal
Penolong/BTP
2 Tidak Ya Sesuai dengan batas
maksimal pada kategori
pangan produk akhir
Contoh:
1. Sosis Ikan menggunakan bahan baku bumbu yang mengandung BTP Pewarna
Tartrazin.
2. Tartrazin tidak diatur dalam bumbu (kategori pangan 12.2.2); namun diatur
dalam Sosis Ikan (kategori pangan 09.2.4.1) dengan batas maksimal 15 mg/kg.
3. Hasil analisis BTP Ikutan Tartrazin tidak boleh melebihi batas maksimal yang
diatur pada produk Sosis Ikan (kategori pangan 09.2.4.1)) sebesar 15 mg/kg.
KETENTUAN TENTANG BTP IKUTAN
PENERAPAN BTP IKUTAN (Lanjutan)
Contoh:
1. Makanan ringan menggunakan bahan baku bumbu yang mengandung BTP Tartrazin
2. Tartrazin tidak diatur dalam bumbu (kategori pangan 12.2.2); dan juga tidak diatur dalam
makanan ringan (Kategori pangan 15.0))
3. Produsen perlu mengajukan izin penggunaan BTP. Izin penggunaan BTP tersebut dapat
diajukan terhadap bumbu ataupun makanan ringan
21
BTP Ikutan untuk Formula Bayi dan MPASI
13.1 Formula Untuk Bayi dan Formula Lanjutan, serta Formula untuk Kebutuhan Medis Khusus dari Bayi
13.2 Makanan Bayi dan Anak Dalam Masa Pertumbuhan
22
AJUDAN BTP
Ajudan BTP
”Bahan, baik berupa bahan Pangan
maupun BTP yang diperlukan dalam pembuatan,
pelarutan, pengenceran, penyimpanan, dan penggunaan
Tidak termasuk BTP golongan
BTP” Penguat rasa, Pemanis buatan
dan/atau Glikosida Steviol, Perisa,
Pewarna
Komposisi:
Karmin 500 X x/500
Ikan, Garam, Air, Tapioka, Bumbu, Gula,
Pengemulsi, Pewarna Alami Karmin, Kuning FCF 15 y y/15
Pewarna Kuning FCF CI. 15985
(x/500) +
(y/15) ≤ 1
KETENTUAN:
Rasio (hasil bagi) masing-masing jenis BTP
tidak boleh lebih dari satu (>1)
Perhitungan rasio tidak berlaku untuk jenis
BTP yang memiliki batas maksimal
“secukupnya”.
25
KETENTUAN PENGGUNAAN PERISA
5 Larangan
Sumber: Peraturan Kepala Badan POM No. 22/2016 Tentang Persyaratan Penggunaan BTP Perisa
JENIS PERISA
JENIS PERISA:
Senyawa Perisa senyawa kimia tertentu
yang mempunyai sifat flavour
Senyawa perisa alami diperoleh melalui
proses fisik, mikrobiologis atau enzimatis dari
bahan tumbuhan atau hewan.
Senyawa Perisa Identik Alami diperoleh
secara sintesis atau diisolasi melalui proses
kimia dari bahan baku aromatik alami dan
secara kimia identik dengan senyawa yang ada 2016 senyawa perisa
dalam produk alami. Batas maksimal CPPB kecuali jika berfungsi
Senyawa Perisa Artifisial senyawa perisa yang sebagai pelarut pengekstraksi.
disintesis secara kimia yang belum Diluar yang telah ditetapkan, Izin khusus
teridentifikasi dalam produk alami
Preparat perisa: Dari bahan pangan tumbuhan maupun hewan yang diperoleh
secara langsung atau setelah melalui proses yang diberi perlakuan fisik,
mikrobiologis dan enzimatis untuk mengahasilkan flavour.
Dibatasi
Bahan Baku Aromatik Alami: bahan baku yang berasal dari tumbuhan Senyawa
atau hewan yang cocok digunakan dalam penyiapan Bioaktif
/pembuatan/pengolahanperisa alami.
JENIS PERISA (Lanjutan)
Perisa Asap
Diperoleh dari kayu keras termasuk serbuk senyawa penanda benzo[a]piren.
gergaji, tempurung dan tanaman berkayu benzo[a]piren=0.03 mcg/kg
melalui proses pembakaran terkontrol dalam produk pangan
/destilasi kering/perlakuan dengan uap Kecuali produk pangannya diatur
yang panas kondensasi fraksinasi dalam Peraturan Cemaran
flavour
Perisa alami Terdiri dari satu atau lebih senyawa perisa alami, bahan baku aromatik
alami, preparat perisa dan/atau perisa asap serta tidak boleh mengandung
senyawa perisa identik alami dan senyawa perisa artifisial.
Perisa Terdiri dari satu atau lebih senyawa perisa identik alami dan dapat
identik alami mengandung senyawa perisa alami, bahan baku aromatik alami, preparat
perisa dan/atau perisa asap serta tidak boleh mengandung senyawa perisa
artifisial.
Perisa Dapat terdiri dari satu atau lebih senyawa perisa artifisial.
artifisial
BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN
B w b
TP a u
Ca r k
m n t
p a i
ur k
an d a
pe i n
dengan dilarang
analisis BTP menggunakan
kualitatif Campuran campuran:
Pemanis Senyawa
dan/atau nitrat,
Glikosida Senyawa
steviol, hanya nitrit, dan
dalam bentuk Senyawa
table top sulfit
X
☺ Nitrobenzen (Nitrobenzene)
31
AYO CEK BTP BERBASIS ANROID DAN WEB
•FITUR APLIKASI
KAMUS ISTILAH
PERHITUNGAN RASIO 1)
32
Direktorat Standardisasi Pangan Olahan
Gedung F Lantai 3, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta
Telp. 021-42875584, Fax. 021-42875780