Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI ASIA TENGGARA


Mata Kuliah : Perbankan Syariah Internasional
Dosen Pengampu : Muhammad Ikhsan Harahap,MEI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK I:

LELY QIRAH PARADITA AINI (0503183346)

NOVITA MURADE RITONGA (0503182172)

PUTRI ISMAYDINA (0503183319)

SITI KHOIRIAH HASIBUAN (0503183255)

PERBANKAN SYARIAH VII D

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Perkembangan BankSyariah Di Asia Tenggara” . Shalawat beserta salam, Allah limpahkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, Sahabat-sahabatnya, dan para
pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan kelak.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh
dosen pengampu mata kuliah Perbankan Syariah Internasional. Penulisan makalah ini dapat
terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa menyusun makalah ini jauh dari kesempurnaan, Oleh karna itu,
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.

Medan, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

BAB II.............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

A. Perkembangan Perbankan Syari'ah di Indonesia..............................................................3

B. Perkembangan Perbankan Syari'ah di Malaysia...............................................................5

C. Perkembangan Perbankan Syari'ah di Brunei Darussalam...............................................8

BAB III..........................................................................................................................................11

PENUTUP.....................................................................................................................................11

Kesimpulan....................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank syariah atau dalam istilah internasional dikenal sebagai Islamic Banking
atau disebut dengan interest free banking. Kata Islamic tidak dapat dilepaskan dari asal
usul sistem perbankan itu sendiri. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai
bentuk suatu respon dari beberapa kelompok ekonom muslim dan kalangan kalangan
praktisi perbankan muslim yang berupaya memenuhi dan mengakomodasi desakan dari
berbagai pihak yang menginginkan tersedianya lembaga jasa keuangan yang
dilaksanakan sesuai dengan prinsip islam. Sektor keuangan islam sangat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dalam tiga dekade terakhir. Institusi keuangan syariah seperti bank
syariah telah mampu bersaing dan dan beroperasi secara efektif dan efisien. Industri
perbankan syariah berkontribusi pada stabilitas sistem keuangan dan lebih mampu
menahan guncangan krisis (Rizvi (Rizvi et al, 2019). Pada tahun 2007 terjadi krisis
pinjaman (subprime) di Amerika Serikat yang berimbas langsung terhadap kestabilan
ekonomi global, semua lembaga-lembaga keuangan tidak stabil dan ekonomi sedang
buruk sementara perbankan syariah tetap beroperasi secara stabil (Mat Rahim & Zakaria,
2013; N. Trad et al 2017).

Menurut data yang dipublikasikan oleh Central Bank of Bahrain, pertumbuhan


perbankan syariah Bahrain tumbuh dengan luar biasa, dengan total aset US $ 1,9 miliar
pada tahun 2000 menjadi US $ 26,3 miliar pada Juni 2009, atau meningkat lebih dari 12
kali. Di kawasan Asia Tenggara, Malaysia menjadi pioner dalam industri perbankan
syariah. Hal ini ditandai dengan lahirnya Bank Islam Malaysia Berhad pada tahun 1983.
Bank Negara Malaysia (BNM), selaku bank sentral juga memberlakukan skema baru
tentang diperbolehkannya bank konvensional membuka unit usaha syariah untuk
menawarkan berbagai produk keuangan syariah.

Bank syariah kini telah menjadi pusat perhatian di kalangan para manajer bank,
bank, stakeholders, pembuat kebijakan, dan regulator. Meskipun awal kemunculan
kemunculan yang sederhana, bank-bank Islam telah berkembang di seluruh dunia. Sistem
perbankan syariah saat ini menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan sistem

1
perbankan konvensional. Negara-negara Asia Tenggara terutama Indonesia, Malaysia dan
Brunei merupakan negara muslim dengan konsentrasi terbesar di dunia. Ada sekitar
90,1% populasi muslim di indonesia dan 61,4%, populasi Muslim di Malaysia. Asia
Tenggara mewakili sebagai salah satu pusat perbankan dan keuangan syariah. Saat ini,
bank syariah telah hadir di lebih dari 75 negara, dari dari Indonesia, Malaysia hingga ke
Eropa. Jumlah lembaga keuangan Islam telah empat kali lipat menjadi lebih dari 300
lembaga keuangan. Aset dan pangsa pasar bank syariah telah tumbuh pesat beberapa
dekade terakhir, Pada 2016 lebih dari $ 2,6 triliun diinvestasikan dalam aset yang sesuai
syariah dan angka ini mencapai $ 3 triliun pada tahun 2018 (G.M. Caporale, et al, 2019).

Perkembangan bank syariah di Malaysia dimulai pada tahun 1983 dengan satu
satu lembaga perbankan yaitu Bank Islam Malaysia Berhad. Sejak awal pendirian Bank
Islam Malaysia Berhad sistem perbankan syariah di Malaysia telah tumbuh dengan
sangat baik dan saat ini ada 16 lembaga perbankan syariah yang beroperasi beroperasi
penuh di Malaysia (Md Nor, MZ et.al., 2016; Abdullah, 2017). Dengan pertumbuhan
yang pesat dalam jumlah bank, modal dan produk, tidak mengherankan jika Malaysia
menjadi pemain utama dalam perbankan Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perkembangan bank syariah di Asia Tenggara?

2. Bagaimanakah tingkat efisiensi masing-masing bank syariah di 3 Negara Asia


Tenggara, Indonesia,Malaysia, dan Brunei Darussalam?

3. Bagaimanakah perbandingan tingkat efisiensi masing-masing bank di beberapa


Negara di Asia Tenggara ?

2
C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Mengetahui seberapa besar perkembangan bank syariah di Asia Tenggara.

2. Untuk mengukur tingkat efisiensi masing-masing bank syariah di kawasaan Asia


Tenggara.

3. Untuk mengetahui perbandingan tingkat efisiensi masing-masing bank di Negara


Asia Tenggara.

4.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Perbankan Syari'ah di Indonesia.


a. Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia,
terdapat sekitar 250 juta penduduk dengan komposisi Muslim mencapai sekitar 83%.
Keberadaan penduduk Muslim mayoritas menjadi potensi tersendiri bagi
pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Praktek ekonomi syariah di Indonesia
sudah berlangsung cukup lama seiring dengan kedatangan para saudagar Muslim
yang menjadi penyebar agama Islam untuk pertama kalinya. Dalam catatan sejarah
Indonesia juga pernah eksis organisasi-organisasi pedagang Islam seperti Syarikat
Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tahun 1905. Organisasi
ini merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia yang menjadi
perkumpulan bagi pedagang-pedagang Islam pada saat itu.Praktek ekonomi syariah
sudah eksis seiring dengan kehadiran Islam itu sendiri di Indonesia. Akan tetapi,
kelembagaan ekonomi syariah khususnya pada sektor perbankan dan keuangan masih
relatif baru di Indonesia.
Sistem perbankan syariah di Indonesia baru dikenal pada awal tahun 1990 melalui
kajian intensif yang dilakukan oleh para ulama dan cendikiawan Muslim yang
tergabung dalam organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendikiawan
Muslim Indonesia (ICMI). Kedua lembaga ini mengadakan beberapa konferensi
dengan tema sekitar sistem perbankan tanpa bunga. Konferensi ini didasarkan pada
desakan umat Islam untuk membentuk suatu bank yang bisa menawarkan produk dan
jasa yang tidak mengandung riba. Akhirnya pada konferensi ke-4 pada tanggal 22-25
Agustus 1990 disepakati untuk membentuk tim kerja pendirian bank syariah pertama
di Indonesia. Konsep bank syariah pada awal tahun 1990-an belum terlalu dikenal
dikalangan para bankir dan regulator. Undang-Undang Perbankan No. 14/1968 belum
mengenal istilah bank syariah. Undang-undang tersebut hanya membolehkan suatu
bank beroperasi dengan sistem bunga. Namun demikian dikarenakan adanya desakan

4
dari masyarakat dan dari berbagai perkumpulan organisasi Islam, utamanya dari MUI
dan ICMI maka Undang-Undang Bank No. 7/1992 disahkan. Pemerintah kemudian
mendukung melalui Peraturan Pemerintah No. 72/1992. Dalam Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah tersebut diakui adanya suatu bentuk bank berbasis bagi hasil.
Dengan adanya regulasi tersebut memungkinkan hadirnya suatu sistem perbankan
yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah. Hasilnya, bank syariah pertama
dengan nama Bank Muamalat Indonesia diresmikan pada bulan November 1992.
Kehadiran regulasi dan Bank Muamalat Indonesia mengantarkan Indonesia pada
sebuah sistem perbankan yang menganut dual banking system, yakni suatu sistem
yang memungkinkan terjadinya perbankan syariah dan konvensional beroperasi
secara bersama sama sesuai dengan karakteristiknya masing-masing dalam kerangka
sistem perbankan nasional Indonesia.1

Perkembangan bank syariah di Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah


terbentuknya Islamic Development Bank (IDB) yang didirikan oleh OKI sebagai
Organisasi Konfrensi Islam pada tahun 1975 yang memberikan perkembangan
berkaitan dengan perbankan dan keuangan Islam. IDB juga membantu dalam
mendirikan bank-bank Islam di berbagai Negara serta membangun institusi untuk
penelitian, penulisan dan pelatihan di bidang perbankan dan keuangan (Nugroho,
2015: 2.2 Ikhtiar yang lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru
dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18-20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua,
Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada
Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan
amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia.
Berbeda dengan tujuan bank konvensional yang hanya mencanangkan pencapaian
keuntungan yang setinggi-tingginya (profit maximization). Perbankan Syariah
bertujuan untuk menggalakkan, memelihara serta mengembangkan jasa serta produk
perbankan yang berdasarkan syariah (Tim Pengembangan Perbankan Syariah, 2001:

1
Ali Rama, " Analisis Deskriptif Perkembangan Perbankan Syari'ah Di Asia Tenggara" , The Journal Tauhidinomics,
Vol. 1 No. 2 (2015) 106.
2
Any Nugroho, Hukum Perbankan Syari'ah (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hal. 2

5
23).3

Bank syariah di Indonesia sendiri sebenarnya telah mendapatkan dasar


legitimasi yang kuat dengan ketentuan deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983.
Hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga
hingga nol persen (peniadaan bunga sekaligus). Akan tetapi kesempatan ini belum
bisa dimanfaatkan karena tidak diperkenankan untuk membuka lembaga baru.
Kondisi ini berlangsung hingga pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober
(Pakto) 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru (Umam, 2013: 22).
Selanjutnya posisi perbankan syariah semakin kokoh setelah disahkan UU Perbankan
Nomor 7 Tahun 1992, dimana bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis
imbalan yang akan diambil dari nasabahnya, baik bunga ataupun keuntungan bagi
hasil. Dengan terbitnya peraturan tersebut tentang bank bagi hasil yang secara tegas
memberikan batasan bahwa bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha
yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga), sebaliknya bank yang kegiatan
usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil, maka jalan bagi perkembangan
perbankan syariah semakin luas (Muhammad, 2004: 21).4

B. Perkembangan Perbankan Syari'ah di Malaysia


Era perbankan syariah di Malaysia bisa ditelusuri kembali ke tahun 1963
yang mana pada saat itu pemerintah membentuk lembaga Tabung Haji. Lembaga ini
dibentuk untuk menjadi sarana investasi tabungan masyarakat Malaysia dengan
instrument bebas bunga terkhusus untuk mereka yang ingin menuanaikan ibadah
haji.Lalu selanjutnya dikenal konsep perbankan Islam di Malaysia pada awal tahun
80-an dengan tujuan yang mulia yaitu untuk membantu umat Islam dengan
memberikan sistem yang lebih baik dibandingkan Tabung Haji (Sjahdeini, 2014: 74).
Awal 1980-an adalah awal langkah diperkenalkannya perbankan syariah di Malaysia
atas inisiatif Pedana Menteri Mahathir Muhammad, yaitu ketika Malaysia secara
resmi memperkenalkan Undang-undang Perbankan Syariah 1983 (IBA 1983), dan

3
Muhammad, Perbankan Syari'ah ( Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2004), hal. 21
4
Muhammad Ridwan Basalamah dan Muhammad Rizal, Perbankan Syari'ah (Malang : empatdua media, 2018), hal.
138

6
UU Takaful 1984. Kemudian Bank Syariah yang menerapkan konsep syariah secara
lengkap juga didirikan sebagai perusahaan umum pada tahun 1983. Bank Islam
Berhad adalah bank pertama yang didirikan pada 1 Maret 1983 (Basalamah & Rizal,
2018: 138). yang sepenuhnya menawarkan produk dan layanan perbankan syariah.
Ini akan tetap untuk waktu 10 tahun (Thani, et.al, 2010: 103). Pada periode inilah
perbankan syariah di Malaysia berada pada tahap awal dan tahap percobaan dan
partisipasi dari non-muslim pada perbankan syariah sangat minim. Beberapa tahun
kemudian, Bank Muamalat Malaysia Berhard berdiri yaitu pada tahun 1999
(Basalamah & Rizal, 2018: 138).5
UU IBA 1983 telah memberikan kewenangan besar kepada Bank Negara
Malaysia (BNM) untuk melakukan supervisi dan regulasi bank syariah. Adapun isi
IBA 1983 mengatur tentang perizinan dan peraturaan mengenai pengelolaan dan
operasional bisnis perbankan syariah. Selain itu, UU tadi juga mangatur tentang
syarat-syarat keuangan dan tugas bank syariah, kepemilikan serts kontrol bank
syariah, batasan-batasan bank syariah dan kekuatan supervise dan control terhadap
bank syariah (Islamic Bank Act (IBA), 1983).Selanjutnya Bank Negara Malaysia
(BNM) memperkenalkan suatu bentuk skema “Skema Perbankan tanpa Bunga”
(Interest Free Banking Scheme). Dalam kebijakan yang sering disebut sebagai
“Islamic Window” yang mana berdampak pada diizinkannya bank komersial, bank
dagang maupun perusahaan keuangan untuk menawarkan produk dan layanan
perbankan syariah. Hal ini sangat sukses karena lebih banyak masyarakat muslim
maupun non muslim yang berpartisipasi dalam perbankan syariah (Thani, et.al, 2010:
245).6
Yang selanjutnya menghilangkan persepsi bahwa perbankan Islam hanya
untuk masyarakat beragama Islam. Diantara bank komersial yang menerapkan
Islamic Window adalah HSBC Bank Malaysia Berhard, OCBC Bank Malaysia
Berhard, dan Standard Chartered Bank Malaysia Berhard. Selain IBA 1983 dan
BAFIA 1989, Central Bank Act (CBA) 1958 yang selanjutnya pada tahun 2009

5
Nik Norzul Thani, et.al, Law And Practice of Islamic Banking and Finance ( Petaling Jaya : Sweet & Maxwell Asia,
2010), hal. 245.
6
Ali Rama, Analisis Deskriptif Perkembangan Perbankan Syari'ah Di Asia Tenggara, The Journal Tauhidinomics, Vol.
1 No. 2 (2015) 116.

7
diterbitkan Central Bank Act yang baru sebagai pengganti CBA 1958 juga sangat
berkontribusi dalam pengembangan perbankan syariah di Malaysia terkhusus perihal
regulasi, supervisi dan monitoring pelaksanaan bank syariah. Adanya perubahan atas
CBA 1958 ini juga usaha dalam penyempurnaan dan pengembangan pasal sesuai
dengan kondisi perkembangan perbankan dan keuangan (Rama, 2015: 116. 7 Lebih
lanjut, pengesahan Bank Central Act tahun 2009 juga memberikan kejelasan yang
lebih besar mengenai peran Dewan Penasehat Shariah Nasional sebagai otoritas
tertinggi dan pusat untuk segala masalah dan pertanyaan perbankan syariah dan
lembaga keuangan syariah dan juga pengadilan hukum. Dan berdasarkan BCA 2009,
keputusan apapun yang dibuat oleh Dewan Penasehat Syariah Nasional akan
mengikat lembaga keuangan syariah, pengadilan dan arbiter (Kunhibava, 2012: 4)8
Perkembangan yang lebih baru oleh Bank Central Malaysia yaitu melayani
perbaikan tata kelola (kerangka kerja) syariah lembaga keuangan syariah (Islamic
Financial Institution) di Malaysia. Di bawah kerangka ini merupakan sebuah tugas
dan tanggug jawab IFI dalam membangun tata kelola syariah yang sehat dan kuat. Ini
bertujuan untuk meningkatkan peran Dewan Direksi, Dewan Penasehat Syariah, dan
Manajemen dalam kaitannya mengenai permasalahan syariah, termasuk
meningkatkan organ-oragan kunci yang relevan yang mepunyai tanggung jawab
untuk melaksanakan fungsi-fungsi kepatuhan dan penelitian syariah.9
Selain itu, salah satu momentum penting dalam upaya menguatkan sekaligus
harmonisasi aspek regulasi sistem keuangan syariah di Malaysia adalah
dikeluarkannya undang-undang baru yang bernama Islamic Financial Services
(IFSA) Act pada tahun 2013 dan Financial Services Act di tahun yang sama. Kedua
UU ini menggantikan BAFIA 1989, IBA 1983, dan Takaful Act 1984. Aturan ini
menempatkan pemberian mandat kepada BNM untuk memberlakukan kebijakan
yang fair, bertanggungjawab dan professional kepada para pelaku lembaga keuangan
(Rama, 2015: 116). Setelah 10 tahun anak perusahaan yang berlandaskan Islam

7
Sherin Kunhibava, Islamic Banking In Malaysia, International Journal of Legal Information, Spring- Summer
(2012)4.
8
https://www.bnm.gov.my/guidelines/05_shariah/02_Shariah_Governance_Framework_20101026.pdf#gsc.tab=0
diakses pada 20 September 2021.
9
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syari'ah Produk-produk dan Aspek-aspek hukumnya, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2014), hal. 79

8
mulai muncul seiring dengan diperkenalkannya RHB Islamic Berhad, dan Hong
Leong Islamic Berhad yang diluncurkan pada tahun 2005. Anak perusahaan ini
didirikan oleh oleh bank komersial domestik dan dilisensikan sebagai bank syariah
dibawah IBA 1983 (Sjahdeini, 2014: 79).10
Dalam periode yang sama bank-bank syariah asing yang ada di Malaysia
diberi izin untuk melakukan praktik perbankan syariah di Malaysia. Bank-bank Islam
asing ini termasuk di dalamnya, Kuwait Finance House, Bank Al-Rajhi dan Asian
Finance House (Thani, et.al, 2010: 101-102).11 Saat ini, terdapat lebih dari 17 bank
syariah lokal dan 5 bank Islam Internasional yang telah beroperasi di Malaysia.
Sementara terdapat 15 bank yang berpartisipasi dalam mengembangkan skema
perbankan syariah.

C. Perkembangan Perbankan Syari'ah di Brunei Darussalam


Selain di kedua negara ASEAN tersebut, perbankan syariah juga berkembang
di Brunei Darussalam. Negara ini termasuk negara berpenduduk Muslim yang cukup
intens mengembangkan industri keuangan syariah. Singapura sebagai negara
minoritas Muslim yang bertetangga dengan Malaysia dan Indonesia juga punya
ambisi untuk mengembangkan industri keuangan syariah. Bahkan negara tersebut
sudah memproklamirkan diri untuk menjadi pusat keuangan syariah di kawasan Asia
bahkan di dunia. Ambisi ini tentunya didukung oleh reputasi negara Singapura
sebagai pusat keuangan di dunia selama ini. Brunei Darussalam merupakan salah
satu negara di Asia Tenggara yang memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan
Inggris dan Singapura. Brunei termasuk negara produsen minyak terbesar ketiga di
Asia Tenggara dengan tingkat produksi sekitar 200,000 barel per hari. Negara
berpenduduk mayoritas Muslim ini juga termasuk sebagai produser gas terbesar
keempat di dunia . Brunei mengekspor tiga komoditas 118 utama, yaitu minyak
mentah (crude oil), produk minyak bumi (petroleum products) dan gas alam
(liquefied natural gas) ke negara-negara ASEAN, Amerika Serikat dan Jepang
(Venardos, 2005). Dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, negara
Brunei menikmati standar hidup yang relatif tinggi. Brunei menganut sistem monarki
10
Nik Norzul Thani, et.al, Law And Practice of Islamic Banking and Finance ( Petaling Jaya : Sweet & Maxwell Asia,
2010), hal.101-102.
11

9
dalam sistem pemerintahan, dimana dipimpin oleh seorang Sultan.
Bank pertama di Brunei berdiri pada tahun 1935 dengan nama Post Office
Saving Bank. Bank ini berdiri sebelum terjadinya kolonisasi oleh Inggris. Dokumen
tentang bank ini tidak bisa banyak ditelusuri dikarenakan rusak saat terjadi
pendudukan koloni di Brunei. Bank Hong Kong & Shanghai berdiri saat terjadinya
kolonisasi oleh Inggris sekitar tahun 1940-an. Bank tersebut didukung sepenuhnya
oleh negara koloni dengan menggunakan sistem perbankan konvensional
berdasarkan Hukum Inggris (British Law). Beberapa bank selanjutnya berdiri, yaitu
Malaya Banking (1960), United Malayan Banking Corporation (1963), National
Bank of Brunei (1964), Citibank (1971), Islamic Development Bank (1980), Baiduri
Bank (1992), Tabung Amanah Islamic Brunei (1992), dan Development Bank of
Brunei (1995).
Penduduk Brunei yang mayoritas beragama Islam mendorong munculnya
permintaan akan kehadiran suatu jenis perbankan yang beroperasi sesuai dengan
prinsipprinsip Islam. Keberadaan bank syariah dianggap sebagai fardhu kifayah (lihat
Mohamad, 2013). Sebagai respon atas kebutuhan tersebut, bank Islam pertama
dengan nama Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB) didirikan pada tahun 1992. Bank
TAIB pada awal mulanya adalah sebuah group mutual fund yang fungsi utamanya
untuk mengorganisasi dana haji bagi masyarakat yang mau menunaikan haji. Bank
TAIB ini juga berfungsi sebagai lembaga tabungan dan pinjaman milik pemerintah
Brunei. Bank syariah kedua di Brunei dibentuk pada tahun 1993 dengan nama Bank
Islam Brunei (Islamic Bank of Brunei: IBB). Bank IBB adalah hasil ganti nama dari
Bank Internasional Brunei (International Bank of Brunei). IBB memberikan produk
dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah khususnya pada
bidang perdagangan dan keuangan komersil. Selain kedua bank syariah tersebut,
Islamic Development Bank Berhard (IDBB) juga termasuk salah satu bank syariah
yang ada di Brunei. Bank IBB dan IDBB selanjutnya melakukan merger dengan
nama baru sebagai Bank Islam Brunei Darussalam Berhard (BIBD) pada akhir tahun
2000. Jadi dari total bank yang ada di Brunei hanya terdapat dua bank syariah yaitu
Bank Islam Brunei Darussalam Berhard (Islamic Bank of Brunei: IBB) dan Tabung
Amanah Islam Brunei (TAIB) yang menawarkan produk dan layanan perbankan dan

10
keuangan sesuai prinsip syariah.
Berdasarkan laporan dari Autoriti Monetari Brunei Darussalam (AMBD),
perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan pada tahun 2010
dengan total aset mencapai sekitar B$ 6,36 miliar dan total deposito sebesar B$ 5,167
miliar, atau sebesar 37% dan 34,6% dari total pangsa pasar. Perkembangan yang
signifikan tersebut mendorong pemerintah Brunei untuk mengembangkan sektor
keuangan syariah lainnya, seperti takaful, sukuk dan pasar modal syariah. Industri
keuangan syariah di Brunei Darussalam diatur di bawah otoritas “Autoriti Monetari
Brunei Darussalam (AMBD)” atau Monetary Authority of Brunei Darussalam.
AMBD dibentuk dan diresmikan pada tahun 2011 melalui peraturan Autoriti
Monetari Brunei Darussalam Order 2010. AMBD berfungsi sebagai bank sentral di
Brunei Darussalam (lihat keterangan resmi di situs AMBD). Sebelum pembentukan
AMBD sebagai otoritas bank sentral, industri perbankan dibawah pengawasan
kementerian keuangan (Finance Ministery).
Undang-Undang yang mengatur tentang sistem perbankan di Brunei adalah
Brunei Banking Act 1957 dan Banking Order 2006. Sementara itu, regulasi yang
mengatur system perbankan syariah adalah Islamic Banking Order yang diterbitkan
pada tahun 2008. UU ini mengatur tentang regulasi dan perizinan bisnis perbankan
syariah dan semua permasalahan yang terkait dengan perbankan syariah. Dalam
rangka untuk memperkuat aspek tata kelola lembaga keuangan syariah khususnya
terkait dengan kerangka shariah governance, Finance Ministry Brunei menerbitkan
peraturan berupa “Syariah Financial Supervisory Board Order Th 2006”. Peraturan
ini mengatur tentang pendirian Syariah Financial Supervisory Board (SFSB) yang
berfungsi untuk mengatur administrasi dan bisnis lembaga keuangan yang beroperasi
sesuai syariah. Lembaga pengawas syariah ini pada awalnya berada di bawah otoritas
Finance Ministry, tetapi kemudian berpindah di bawah naungan AMBD sejak
didirikan pada tahun 2011.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asia Tenggara dengan sejumlah Negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam memang menjadi perhatian internasional mengenai kaitannya dengan
perkembangan keuangan Islam. Kemampuan industri keuangan Islam di wilayah ini
dalam menghadapi krisis mata uang Asia pada akhir 1990-an dan krisis keuangan global
ini setidaknya memunculkan pengakuan akan pentingnya posisi wilayah ini dalam
percaturan industri yang berkembang ini. Pertumbuhan yang pesat dan stabil juga
menjadikan Asia Tenggara sebagai bagian penting dalam keuangan Islam global. Negara
di Kawasan Asia Tenggara yang telah mengoperasikan Perbankan syariah adalah
Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Philipina dan Singapura. Walaupun
fase yang dialami berbeda-beda, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah
sangat menggembirakan dan cukup menjanjikan. Secara global, perbankan syariah di
Asia Tenggara menduduki peringkat kedua di dunia dalam hal asset terbesarnya.

Dan kedudukan perbankan syariah di Asia Tenggara sangat diperhitungkan di


seluruh dunia. Tantangan yang terbesar yang akan dihadapi oleh Negara-negara Asia
Tenggara dalam mengembangkan sistem keuangan syariah yang terintegrasi yaitu adanya
kesenjangan pada kualitas perkembangan keuangan syariah pada setiap Negara-negara
yang menerapkannya. Dan demi membangun kawasan keuangan berbasis syariah yang
kuat dan terintegrasi maka diperlukan adanya kerjasama diantara pihak-pihak yang
terkait. Dan yang menjadi syarat terpenting adanya integrasi keuangan syariah adalah
terjadinya harmonisasi regulasi diantara Negara.

12
DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai