Anda di halaman 1dari 8

Nama : Mila Munawaroh

NIM : 0501201089
Korwil : Taraju
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Bapak Haris Abdullah Hakim, M.Pd. I

1.
a. Context of Discovery
Context of discovery menyangkut konteks di mana ilmu pengetahuanditemukan (Keraf,
2001: 154). Maksudnya adalah bahwa ilmupengetahuan tidak terjadi, ditemukan, dan
berlangsung dalam kevakuman. Ilmu pengetahuan selalu ditemukan dan berkembang
dalam konteks ruang dan waktu tertentu, dalam konteks sosial tertentu. Termasuk di
dalamnya adalah bahwa ilmu pengetahuan muncul dan berkembang demi memecahkan
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh manusia. Karena itulah, manusia melakukan
kegiatan ilmiah (Keraf, 2001: 154).
Jadi, ilmu pengetahuan tidak muncul secara mendadak begitu saja. Olehkarena itu, ketika
seorang ilmuwan melakukan kegiatan penelitian, ia dimotivasi oleh keinginan, baik
personal maupun kolektif untuk mencapai sasaran dan tujuan yang lebih luas dari sekedar
kebenaran ilmiah murni. Artinya, banyak faktor yang mendorong lahirnya ilmu
pengetahuan, antara lain: faktor religius, ideologi, ekonomi, moral, tradisi, budaya, politik,
lingkungan, dan lain-lain.
Maka, bisa saja seorang ilmuwan melakukan kegiatan ilmiah bukan murni alasan
kebenaran ilmiah/ilmu pengetahuan saja, tapi bisa karena alas an
kemakmuran/kesejahteraan/keselamatan manusia; tetapi juga karena alasan untuk
mendapatkan penghargaan, materi, kemasyhuran, dan lain-lain, yang jauh dari
pertimbangan ilmiah murni (Keraf, 2001: 155). Kalau mau jujur, sejatinya penelitian
ilmiah dan ilmu pengetahuan merupakan hasil dari beberapa faktor berikut (Keraf, 2001:
155-156).
Pertama, latar belakang etnis, agama, budaya individu ilmuwan tentang masalah mana
yang akan diteliti. Kedua, nilai, kepentingan, dan kegiatan lembaga tentang jenis penelitian
yang mereka lakukan. Setiap lembaga memiliki keunikan masing-masing, yang akan
mempengaruhi hasil penelitian lembaga tersebut. Ketiga, keputusan lembaga penyandang
dana yang dipengaruhi oleh minat, nilai, kepentingan, ideologi dari lembaga tersebut.
Keempat, keputusan dan kebijaksanaan umum dalam masyarakat bersangkutan. Ini
menjelaskan, mengapa perkembangan ilmiah berbeda antara satu masyarakat dengan
masyarakat yang lain karena setiap masyarakat mempunyai penghargaan dan perhatian
berbeda terhadap pengembangan berbeda terhadap ilmu pengetahuan.
b. Context of Justification
Yang dimaksud dengan context of justification adalah konteks pengujian ilmiah terhadap
hasil penelitian dan kegiatan ilmiah (Keraf, 2001: 156). Inilah konteks di mana kegiatan
ilmiah dan hasil-hasilnya diuji berdasarkan kategori dan kriteria yang murni ilmiah. Yang
berbicara di sini adalah data dan fakta, tanpa mempertimbangkan unsur lain di luar kriteria
ilmiah (Keraf, 2001: 156). Artinya, untuk membuktikan hipotesis atau teori, maka yang
menentukan hanyalah faktor dan kriteria ilmiah, dengan meninggalkan faktor di luar itu.
Jadi, satu-satunya yang bernilai adalah nilai kebenaran.
Ciri
Dalam context of discovery ilmu pengetahuan tidak bebas nilai; ilmu pengetahuan mau
tidak mau peduli akan berbagai nilai lain di luar ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam
context of justification, ilmu pengetahuan harus bebas nilai; nilai-nilai lain itu tidak lagi
ikut menentukan. Satu-satunya yang menentukan adalah benar-tidaknya hipotesis atau
teori itu berdasarkan bukti-bukti empiris dan penalaran logis yang bisa ditunjukkan.
Tujuan pembedaan ini adalah untuk melindungi objektivitas dari hasil akhir kegiatan
ilmiah, dan dengan demikian sekaligus melindungi otonomi ilmu pengetahuan. Yaitu,
kendati dalam proses penemuan sebuah hokum teori ilmiah ada berbagai nilai, faktor dan
pertimbangan ekstra yang ikut menentukan, namun ketika sampai pada tahap
pengujiannya, kebenaran hukum/teori ilmiah harus berlandaskan data dan fakta empiris-
logis. Dengan kata lain, pada tahap penemuan ilmu pengetahuan memang tidak otonom
seratus persen, tetapi pada tahap pengujian, ilmu pengetahuan harus otonom mutlak, karena
hanya berada di bawah pertimbangan ilmiah murni.
Ada pertanyaan relevan dalam hal ini, bagaimana dengan hasil penelitian ilmiah yang telah
terbukti kebenarannya berdasarkan kriteria ilmiah murni, tetapi ternyata dianggap
bertentangan dengan nilai moral-religius tertentu?
Contohnya
kloning manusia. Pada kasus ini, sesungguhnya yang menjadi kriteria untuk menerima atau
menolak kloning sebagai hasil ilmu pengetahuan adalah kriteria kegunaan (pragmatis)-nya.
Dalam pengertian, dari segi context of justification, dari segi kriteria kebenarannya tidak
bisa dibantah. Tetapi dari segi context of discovery, muncul pertanyaan, apakah hasil ilmu
pengetahuan tersebut berguna? Kalau ternyata tidak berguna, merendahkan derajat,
martabat, dan nilai kemanusiaan, hasil tersebut perlu ditolak. Jadi, ditolaknya kloning
bukan karena tidak benar, tapi karena tidak berguna bagi hidup manusia –yang merupakan
tujuan ilmu pengetahuan.
2. Kebenaran logis,yaitu kebenaran yang ditarik dari penalaran. Dalam logika itupun titik
tolaknya bisa bertumpu pada rasionalitas atau empirik.
Teori muncul dan berkembang adalah karena telah melampaui pemikiran logis. Karena
dengan logika, orang diajak untuk bisa berfikir benar.
Misalnya kalau kita mengatakan bahwa 2 + 2 = 4. Pernyataan 4 adalah benar menurut
kenyataan logika matematik.
Kebenaran empiris adalah kebenaran atau sesuatu pernyataan dianggap benar kalau apa
yang dinyatakannnya itu sesuai dengan apa yang dilihatnya. Lingkup kebenaran empiris
ini tidak boleh melampui kewenangan pengukuran dan penilaian. Apalagi kalau
pengukuran dan penilaian yang digunakan hanya pada soal cita rasa dan akal-akalan.
Kenyataan empiris (kenyataan pertama), yaitu kenyataan yang dapat ditangkap dari
pengamatan kemudian direkonstruksi oleh peneliti ke dalam bentuk kata-kata atau gambar.
Itu pula sebabnya, kenyataan sosial yang dituturkan oleh peneliti merupakan “realitas yang
dikonstruksi” (reconstruction reality).
Contoh,kedipan mata yang dilakukan oleh seseorang misalnya, bisa mengandung
bermacam-macam makna. Bisa berarti kedua orang itu menggunakan bahasa-bahasa
isyarat untuk melakukan kongkalikong. Bisa pula kedipan mata itu terjadi karena orang
tersebut memang mata sebelahnya cacat sehingga selalu berkedip.
3. Pertama, atas dasar sumber atau asal dari kebenaran pengetahuan, yaitu dapat bersumber
antara lain dari: fakta empiris (kebenaran empiris), wahyu atau kitab suci (kebenaran
wahyu), fiksi atau fantasi (kebenaran fiksi). Kebenaran pengetahuan tentu saja perlu
disesuaikan dengan sumber atau asal dari pengetahuan terkait, misalnya: kebenaran
pengetahuan empiris harus disesuaikan dengan sifat yang ada dalam obyek empiris yang
merupakan sumber atau asal pengetahuan tersebut.
Kedua, atas dasar cara atau sarana yang digunakan untuk memperoleh kebenaran
pengetahu-an, yaitu antara lain dapat menggunakan: indera (kebe-naran inderawi), akal
budi (kebenaran intelektual), intuisi (kebenaran intuitif), iman (kebenaran iman).
Kebenaran pengetahuan perlu disesuaikan dengan cara atau sarana yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan terkait, misalnya: kebenaran pengetahuan inderawi
(penglihatan) harus disesuaikan dengan kemampuan indera untuk menangkap hal atau
obyek inderawi dengan segala kelebih-an dan kekurangannya. Penglihatan dapat
menghasilkan pengetahuan tentang warna, ruang, ukuran besar / kecilnya obyek, serta
adanya suatu gerak atau perubahan. Sesuai dengan perspektif penglihatan kita, sering kita
sadari bahwa penangkapan penglihatan kita sering tidak tepat, kita mengalami tipu mata,
misalnya: bintang yang semestinya besar nampak di penglihatan kita sebagai bintang kecil;
sepasang rel kereta api yang seharusnya sejajar ternyata nampak di penglihatan sebagai
yang semakin menciut di kejauhan.
Ketiga, atas dasar bidang atau lingkup kehidupan yang tentu saja bagaimana penge-tahuan
itu diusahakan dan dikembangkan dapat berbeda, antara lain: pengetahuan agama
(kebenaran agama), pengetahuan moral (kebenaran moral), pengetahuan seni (kebenaran
seni), pengetahuan budaya (kebenaran budaya), pengetahuan sejarah (kebenaran historis),
pengetahuan hukum (kebenaran hukum), pengetahuan politik (kebenaran politik).
Kebenaran pengetahuan perlu dipahami berdasarkan bahasa atau cara menyatakan dari
lingkup kehidupan terkait, misalnya: penilaian baik tentang tindakan dalam bidang moral
tentu saja perlu dibedakan dengan penilaian baik tentang hasil karya dari bidang seni.
Keempat, atas dasar tingkat pengetahuan yang diharapkan dan diperolehnya, yaitu:
pengetahuan biasa sehari-hari (ordinary knowledge) memiliki kebenaran yang sifatnya
subyektif, yang amat terikat pada subyek yang mengenal, pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge) menghasilkan kebenaran ilmiah, pengetahuan filsafati (philosofical
knowledge) menghasilkan kebenaran filsafati. Kriteria yang dituntut dari setiap tingkat
kebenaran ternyata berbeda, misalnya: kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam
pengetahuan biasa sehari cukup didasarkan pada hasil pengalaman sehari-hari, sedangkan
kebenaran pengeta-huan ilmiah perlu diusahakan dengan pemikiran rasional (kritis, logis,
dan sistematis) untuk memperoleh pengeta-huan yang selaras dengan obyeknya (obyektif)
4. Logika deduktif adalah sistem penalaran yangmenelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang
sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan
dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya
akal jika telah runtut dansesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak
adakesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah.
Logika deduktif karena berbicara tentang hubungan bentukbentuk pernyataan saja yang
utama terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.
Logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang
sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.
Logika ini sering disebut juga logika material, yaitu berusaha menemukan prinsipprinsip
penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu
kesimpulannya hanyalah keboleh-jadian, dalam arti selama kesimpulannya itu tidak ada
bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar, dan tidak dapat dikatakan pasti.
Contoh Deduktif
Masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda pada era milenial ini dituntut untuk dapat
membantu sektor ekonomi bangsa. Generasi muda adalah penerus bangsa yang diharapkan
mampu berkontribusi dalam kelancaran ekonomi bangsa. Generasi muda harus mampu
meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat sebagai generasi penerus bangsa. Generasi
muda harus mampu berinovasi, berpikir kreatif, produktif, dan mampu menyediakan
lapangan kerja. Inovasi artinya mampu menciptakan peluang usaha baru dalam
dunia bisnis. Berpikir kreatif dimaksudkan agar generasi muda mampu berpikir out of the
box dalam menciptakan peluang usaha. Produktif bagi generasi muda penting dilakukan
agar kestabilan ekonomi bangsa tetap terjaga.
Contoh Induktif
Diharapkan para generasi muda dapat meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi, agar
memiliki lebih luas pemahaman tentang ekonomi, dan bisa jadi dapat membantu
membangkitkan ekonomi bangsa.
5. a.Kejujuran dan kebenaran.
Nilai kejujuran dan kebenaran ini merupakan nilai interinsik yang ada di dalam ilmu
pengetahuan, sehingga harus integral masuk dalam etos semua aktor ilmu pengetahuan di
dalam lembaga akademis. Kejujuran ini menyangkut proses dalam kegiatan ilmiah, klaim
kebenaran yang dihsilkan dari proses ilmiah, maupun dalam penerapan suatu ilmu
pengetahuan. Tanpa kejujuran tidak akan di dapat kebenaran sebagaimana apa adanya,
sedangkan motif dasar ilmu pengetahuan adalah memenuhi rasa ingin tahu untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar.
Sikap ilmiah tercermin pada sikap jujur dan objektif dalam mengumpulkan faktor dan
menyajikan hasil analisis fenomena alam dan sosial melalui cara berpikir logis. Sikap jujur
dan objektif menghasilkan produk pemikiran berupa penjelasan yang lugas dan tidak bias
karena kepentingan tertentu.
b.Tanggung jawab.
Sikap ini mutlak dibutuhkan berkaitan dengan kegiatan penelitaian maupun dalam aplikasi
ilmu serta, di dalam aktivitas ilmiah akademis.
c.Setia.
Seorang ilmuwan harus setia pada profesi dan setia pada ilmu yang ditekuni. Ia harus setiap
menyebarkan kebenaran yang diyakini walaupun ada resiko.
d.Sikap ingin tahu.
Seorang intelektual/cendekiawan memiliki rasa ingin tahu (coriousity) yang kuat untuk
menggali atau mencari jawaban terhadap suatu permasalahan yang ada di sekelilingnya
secara tuntas dan menyeluruh, serta mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai
bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan masyarakat awam. karena mereka merasa bahwa
tanggung jawab itu ada dipundaknya.
e.Sikap kritis.
Bagi seorang cendekiawan, sikap kritis dan budaya bertanya dikembangkan untuk
memastikan bahwa kebenaran sejati bisa ditemukan. Oleh karena itu, semua informasi pada
dasarnya diterima sebagai input yang bersifat relative/nisbi, kecuali setelah melewati suatu
standard verifikasi tertentu.
f.Sikap independen/mandiri.
Kebenaran ilmu pengetahuan pada hakekatnya adalah sesuatu yang obyektif, tidak
ditentukan oleh imajinasi dan kepentingan orang tertentu. Cendekiawan berpikir dan
bertindak atas dasar suara kebenaran, dan oleh karenanya tidak bisa dipengaruhi siapapun
untuk berpendapat berbeda hanya karena ingin menyenangkan seseorang. Benar dikatakan
benar, salah dikatakan salah, walaupun itu adalah hal yang pahit.
g.Sikap terbuka.
Walaupun seorang cendekiawan bersikap mandiri, akan tetapi hati dan pikirannya bersifat
terbuka, baik terhadap pendapat yang berbeda, maupun pikiran-pikiran baru yang
dikemukakan oleh orang lain. Sebagai ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan
teoritis dan keterbukaannya kepada kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang
keahliannya. Seorang cendekiawan akan mengedepankan sikap bahwa ilmu, pengetahuan,
dan pengalaman bersifat tidak terbatas dan akan senantiasa berkembang dari waktu ke
waktu.
h.Sikap rela menghargai karya dan pendapat orang lain
Seeorang cendekiawan bersedia berdialog secara kontinyu dengan koleganya dan
masyarakat sekitar dalam keterlibatan yang intensif dan sensitif.
i.Sikap menjangkau kedepan.
Cendekiawan adalah pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan penganalisisan terhadap
masalah tertentu atau yang potensial dibidangnya. Mereka memiliki tanggung jawab untuk
mengubah masyarakat yang statis menjadi masyarakat yang dinamis dan berusaha dan
berkreasi dalam bentuk nyata dengan hasil-hasil dari buah pemikiran dan penelitian untuk
mengubah kondisi masyarakat dari zero to hero.
6. Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi saling tergantung dan saling mempengaruhi. Di
satu pihak pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi
kebudayaannya, sedangkan dipihak lain pengembangan ilmu mempengaruhi jalannya
kebudayaan. Pengkajian pengembangan kebudayaan nasional kita tidak dapat dilepaskan
dari pengembangan ilmu. Dalam kurun dewasa ini yang dikenal dengan kurun ilmu dan
teknologi.
Hubungan manusia, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan
 Ilmu dan teknologi merupakan bagian dari kebudayaan.
 Kebudayaan terdiri atas banyak nilai yakni sosial, politik, ekonomi, religi, ilmu dan
teknologi.
 Ketiganya memiliki hubungan dialektis yang sangat kuat.
Adapun Perbedaan ilmu dan teknologi adalah:
1) Ilmu bertujuan untuk menambah pemahaman manusia terhadap fenomena alam,
sedangkan Teknologi bertujuan untuk memberikan kepraktisan bagi manusia
2) Input ilmu adalah ilmu yang sudah ada sebelumnya, sedangkan Input teknologi
adalah teori ditambah dengan SDA dan SDM
3) Karena input ini, ilmu bersifat supranasional, maka Teknologi terbatas pada
lingkungan tertentu
4) Output ilmu adalah ilmu baru, sedangkan Output teknologi adalah produk 3-D
Pengaruh ilmu, teknologi dalam kehidupan berbudaya
ilmu, teknologi dan kebudayaan – Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat besar
pengaruhnya dalam kehidupan berbudaya. Teknologi sendiri dapat muncul dari ilmu
pengetahuan yang selalu berkembang dari zaman ke zaman.
Namun, pengaruh Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam pembentukan budaya
mempunyai dampak positf dan negatif. dampak positif pada pembentukan kebudayaan
salah satunya adalah semakin berkembangnya daya pikir individu dalam suatu bidang,
baik itu dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, dan lain sebagainya. selain itu,
kemampuan individu dalam mencari informasi atau mengumpulkan data untuk bahan
diskusi dapat mereka dapatkan dengan cepat dan akurat melalui media yang berbasis
teknologi. Dari kedua hal di atas, pengaruh dalam pembentukan kebudayaan akan dengan
sendirinya muncul di dalam lingkungan masyarakat sebagai masyarakat modern.
Adapun dampak negatifnya seperti penyalahgunaan media teknologi sebagai sarana
pencarian hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Hal itu dapat
membentuk kebudayaan yang rendah akan moral dan sumber daya manusia yang bobrok
tak berkualitas sedikitpun.
Dari 2 dampak di atas, dapat di simpulkan bahwa pengaruh IPTEK pada pembentukan
kebudayaan tergantung dari kemampuan individu dalam menilai dampak yang di
timbulkan pada dirinya sendiri maupun dalam masyarakat. Jika seseorang dapat
mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sebaik-baiknya, maka kebudayaan
yang terbentuk juga akan menjadi kebudayaan yang maju dan berdasarkan aturan dan
moral yang ada.

7. Pertama, langkah pertama dalam suatu penelitian ilmiah adalah mengajukan rumusan
masalah. Secara kronologis dapat kita simpulkan enam kegiatan dalam langkah
pengajuan masalah, yaitu: (a) merumuskan latar belakang masalah; (b) melakukan
identifikasi masalah; (c) melakukan pembatasan masalah; (d) merumuskan masalah; (e)
merumuskan tujuan penelitian; (f) merumuskan kegunaan penelitian, dan (g)
merumuskan keterbatasan hasil penelitian.

Kedua, setelah merumuskan masalah penelitian, peneliti harus menyusun kerangka


teoritis dan pengajuan hipotesis. Secara ringkas langkah-langkah dalam penyusunan
kerangka teoritis dan pengajuan hipotesis adalah: (a) pengkajian mengenai teori-teori
yang akan dipergunakan dalam analisis; (b) pembahasan mengenai penelitian-penelitian
terdahulu yang relevan; (c) penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis
dengan mempergunakan premis-premis sebagai tercantum dalam poin a dan b dengan
menyatakan secara eksplisit (tersurat) postulat, asumsi dan prinsip yang dipergunakan;
dan (d) perumusan hipotesis.

Ketiga, setelah menyusun kerangka teoritis dan pengajuan hipotesis, peneliti melakukan
penyusunan metode penelitian. Sedangkan langkah-langkah penyusunan metode
penelitian adalah: (a) tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk
pernyataan yang mengidentifikasikan variabel-variabel dan karakteristik hubungan yang
akan diteliti; (b) tempat dan waktu penelitian atau setting penelitian, yang menjelaskan
bagaimana kondisi lokasi penelitiannya; (c) metode penelitian yang ditetapkan
berdasarkan tujuan penelitian dan tingkat generalisasi yang diharapkan; (d) teknik
pengambilan contoh yang relevan dengan tujuan penelitian, tingkat keumuman dan
metode penelitian; (e) teknik pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel
yang akan dikumpulkan, sumber data, teknik pengukuran, instrumen dan teknik
mendapatkan data; dan (f) teknik analisis data mencakup langkah-langkah dan teknik
analisis yang dipergunakan ditetapkan berdasarkan pengajuan hipotesis.

Keempat, mengemukakan hasil penelitian, sedangkan kegiatan dalam menyusun hasil


penelitian antara lain: (a) menyatakan variabel-variabel yang diteliti; (b) menyatakan
teknik analisis data; (c) mendeskripsikan hasil analisis data; (d) memberikan penafsiran
terhadap kesimpulan analisis data; (e) menyimpulkan pengujian hipotesis apakah ditolak
atau diterima; dan (f) melakukan pembahasan dari hasil uji hipotesis, dengan
mengkaitkan teori yang menjadi orientasi penelitiannya.
Kelima, menyusun ringkasan dan kesimpulan, sedangkan langkah-langkahnya adalah: (a)
mendeskripsikan secara singkat mengenai masalah, kerangka teoritis, hipotesis,
metodologi dan penemuan penelitian; (b) kesimpulan penelitian yang merupakan sintesis
berdasarkan keseluruhan aspek tersebut di atas; (c) pembahasan kesimpulan penelitian
dengan melakukan perbandingan terhadap penelitian lain dan pengetahuan ilmiah yang
relevan; (d) mengkaji implikasi penelitian, yang meliputi implikasi teoritis dan implikasi
praktis; dan (e) mengajukan saran-saran.

Keenam, mencantumkan daftar pustaka secara benar, kemudian diikuti dengan


penyusunan beberapa lampiran yang berkaitan dengan proses penelitian, misalnya: surat
ijin penelitian, angket atau alat perekaman atau pengumpulan data penelitian, beberapa
data penunjang yang diperlukan dalam proses penelitian sampai daftar riwayat hidup
peneliti.
Tujuan
(1) untuk memperoleh informasi baru tentang pengetahuan tertentu, misalnya: pengetahuan
sejarah, sosiologi, psikhologi, komunikasi, politik, hubungan internasional, ekonomi,
pendidikan, biologi, fisika dan sebagainya;
(2) untuk menjelaskan dan mengembangkan suatu pengetahuan tertentu. Peneliti yang
dalam proses penelitiannya telah bekerja secara baik sesuai dengan prosedur ilmiah akan
mampu menjelaskan fakta-fakta penting dan menolak atau mendukung atau
mengembangkan teori yang ada;
(3) untuk menerangkan, memprediksi dan mengontrol suatu fenomena sosial dan alam
yang ditelitinya. Dengan rancangan penelitian dan prosedur penelitian ilmiah yang ketat,
maka peneliti akan dapat menerangkan secara jelas tentang hubungan antar variabel yang
diteliti atau akan mampu mendeskripsikan secara sistematis, logis tentang objek
penelitiannya, dan akhirnya mampu memprediksi dan mengkontrol apa yang terjadi
diantara variabel yang dikajinya (Sukardi, 2004); dan
(4) untuk memberikan rekomendasi teoritis dan rekomendasi praktis. Setiap penelitian
ilmiah diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
memberi wacana atau masukan pemikiran baru bagi suatu lembaga tertentu serta
mendorong terjadinya penelitian lanjutan. Disamping itu hasil penelitian ilmiah harus
mampu memberikan nilai fungsional bagi aktivitas kehidupan kelompok atau masyarakat
atau bangsa dalam proses pembangunan di berbagai bidang kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai