Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Sistem Pertanian dan Peternakan Terpadu

PRODUKSI PUPUK KOMPOS

Oleh:

NAMA : RIPALDI
NIM : L1A1 18 102
KELAS :C
AST PEMBIMBING : NANANG HARDIANA

LABORATORIUM UNIT ILMU TERNAK POTONG,


KERJA, DAN SATWA HARAPAN
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN KONSULTASI

No. Hari/tanggal Keterangan Paraf

3
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

 Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campurab

bahan-bahan organik yang dapat dipercepat dengan secara artifial oleh populasi

berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan

aerobik atau anaerobik. Pengomposan adalah proses dimana bahan organik

mengalami penguraian secara biologis, khususnya oelh mikroba-mikroba yang

memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah

mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk agar

kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi pembuatan campuran,

mengatur aerasi, dan penambahan activator pengomposan.

Proses pongomposan limbah peternakan dan pertanian, bila tidak

dimanfaatkan akan menimbulkan dampak bagi lingkungan berupa pencemaran

udara, air dan tanah, menjadi sumber penyakit, dapat memacu peningkatan gas

metan dan juga gangguan pada estetika dan kenyamanan. Limbah peternakan

selamai ini maasih belum termafaatkan dengan baik sehingga menimbulkan bau

yang dapat menggannggu kesehatan masyarakat. Daur ulang limbah ternak

mempunyai peranan penting dalam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

Limbah ternak sebagai hasil akhir dari usaha peternakan memiliki potensi untuk

dikelola menjadi pupuk organik seperti kompos yang dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan daya dukung lingkungan, meningkatkan produksi tanaman,

meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi dampak pencemaran terhadap

lingkungan.
Masyarakat biasanya langsung menggunakan kotoran padat

kambingsebagai pupuk untuk tanaman tanpa melalui pengolahan terlebih

dahulu,sehingga tanaman yang dipupuk dengan kotoran padat kambing tidak

dapattumbuh dengan maksimal karena kotoran padat kambing memiliki struktur

yangcukup keras dan lama diuraikan oleh tanah. Unsur hara dalam kotoran

kambing N 2,10%, P2O50,66%, K2O 1,97%, Ca 1,64%, Mg 0,60%, Mn 233 ppm

dan Zn90,8 ppm. Effective Microorganism (EM4) akan mempercepat fermentasi

bahan organik sehingga unsur hara yang terkandung akan cepat terserap dan

tersedia bagi tanaman Penggunaan mikrobia terpilih EM4 dapat mempercepat

dekomposisi bahan organikdari 3 bulan menjadi 7 – 14 hari. Oleh karena itu

penggunaan EM4 bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi dalam

pengomposan.

Dalam pembuatan pupuk kompos masalah yang sering terjadi adalah

tingkat kematangan pupuk yang belum sempurna. Hal ini disebabkan oleh tingkat

kelembaban dan suhu dalam proses pembuatan tidak stabil. Penggunaan pupuk

kompos yang belum matang secara keseluruhan dapat menghambat pertumbuhan

tanaman dikarenakan kekurangan nitrogen tersedia. Sehingga diperlukannya suatu

sistem yang dapat mengatur proses pembuatan pupuk kompos. Berdasarkan uraian

latar belakang diatas maka perlu dilakukan praktikum mengenai pembuatan pupuk

kompos.
1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum pembuatan pupuk kompos adalah untuk

mengetahui bagaimana proses pembuatan pupuk kompos.

Adapun manfaat dari praktikum pembuatan pupuk kompos adalah agar

dapat mengetahui proses pembuatan pupuk kompos


II. METODE PRAKTIKUM

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Pembuatan Pupuk Kompos dilaksanakan pada Hari Jumat, 2

Juli 2021, Pukul 13.00 WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Unit

Ternak Potong, Kerja dan Satwa harapan, Fakultas Peternakan, Universitas Halu

Oleo, Kendari.

2.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam Praktikum Pembuatan Pupuk Kompos dapat

dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Alat dan Kegunaan


N Nama Alat Kegunaan
o
1 Termometer Untuk mengukur suhu kompos
.
2 Sekopang Untuk mencampur bahan bahan pupuk
. Ember Untuk menyimpan air
3 Tarpal Untuk menutup pupuk kompos
.
4
.

Bahan yang digunakan dalam Praktikum Kapasitas Tampung dan

Komposisi Botani dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Bahan dan Kegunaan


No Nama Bahan Kegunaan
1 Feses kambing Sebagai objek pengamatan
2 Sekam kayu Sebagai objek pengamatan
3 Dedak padi Sebagai objek pengamatan
4 Gula pasir Sebagai objek pengamatan
5 EM4 Sebagai objek pengamatan
6 Air Sebagai objek pengamatan
2.3. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahaan yang digunakann dalam pembuatan kompos

2. Mencampur bahan berupa feses kambing, sekam kayu, dedak padi menjadi

satu

3. Menyiramkan air yang mengandung EM4 dan air gula ke dalam bahan

hingga bahan menjadi lembab

4. Membolak-balik bahan hingga merata

5. Menutup bahan dengan mengunakan tarpal agar proses penghancuran oleh

mikroba dapat terjadi secara cepat.

6. Selanjutnya dilakukan pencampuran hingga homogeny,

7. Kemudian mengecek kandungan air dari pupuk tersebut,

8. Memadatkan pupuk kompos dan tutup menggunakan terpa,

9. Pupuk siap di fermentasi dengan cara anaerob.


2.4. Diagram Alir

Secara singkat prosedur kerja dalam praktikum pembuatan pupuk kompos

dapat dilihat pada diagram alir 1.

Diagram Alir 1.

Menyiapkan Alat dan Bahan

Menyiapkan larutan EM4 dan gula

Mencampurkan semua
bahan menjadi satu

Mengaduk bahan hingga homogen

Menutupi dengan terpal

Pembuatan laporan

Gambar 1. Diagram Alir Prosedur Kerja Praktikum


III. PEMBAHASAN

3.1. Pembahasan

Kompos merupakan suatu bahan organik yang telah mengalami proses

dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai yang terjadi secara aerob atau

anaerob, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan

untuk meningkatkan produktifitas tanaman. Pembuatan kompos dilakukan selama

14 hari dengan cara melakukan pengukuran suhu kompos yang dilakukan dua

kali.

Berdasarkan hasil praktikum pembuatan pupuk kompos dengan melakukan

pencampuran bahan sebanyak 50 kg dengan campuran bahan antara feses

kambing dan sekam kayu dengan perbandingan 80:20 % dimana 80% untuk feses

kambing dan 20% untuk sekam kayu lalu penambahan 10% dedak padi berfungsi

sebagai fungsi energi. lakukan menggunakan bahan yang terdiri dari feses

kambing, sekam kayu, dedak padi, air secukupnya,air gula dan EM4 sebagai

decomposes yang membantu proses penguraian bahan. EM4 merupakam activator

kompos yang mengandung mikroorganisme yang dapat meningkatkan keragaman

mikroorganisme tanah dan dapat mempercepat proses pengomposan. Menurut

(Murni, 2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan penambahan EM4

dengan konsentrasi yang tinggi dapat mempercepat proses pengomposan karena

semakin banyak bakteri yang bekerja dalam proses penguraian bahan sehingga

terjadi penurunan rasio C dalam bahan dan C/N dalam bahan dikarenakan dalam

proses pengomposan terjadi fermentasi terjadi reaksi C menjadi CO2 dan CH4
menjadi gas. Sehingga pengomposan yang membutuhkan waktu sampai berbulan-

bulan dapat dipercepat menjadi 14 hari dengan penambahan EM4.

Menurut Novitasari (2021), bahan baku percampuran untuk pengomposan

rata – rata menggunakan campuran sampah coklat (sekam, Dedak, serbuk gergaji)

serta sampah hijau (daun) dan mikroorganisme sebagai tambahan untuk proses

pengomposan peran mikroorganisme yaitu melakukan dekomposisi terhadap

senyawa – senyawa organik resisten yang tidak dapat atau sulit dirombak oleh

cacing tanah, serta menyediakan bahan makan bagi cacing tanah.

Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah

dicampur. Secara sederhana proses pengomposan dapat dibagi menjadi dua tahap,

yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Menurut Sulistyorini (2015), selama

tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi

akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan

meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH

kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50-700 C selama waktu tertentu.

Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba

yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan

organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan

menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air

dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-

angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat

lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan

terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan.


Selain itu adapun metode lain pembuatan pupuk kompos menurut

Sebastiao Massa ( 2016), menyatakan proses pengomposan jerami dicampur

dengan kotoran sapi dengan perbandingan 3:1, 2:1 dan 1:1 berlangsung secara

baik sampai pengamatan minggu ke enambelas. Suhu pengomposan antara 30 –

45oC dengan pH antara 7 – 8.0 dan kadar air biomassa turun dari 49 – 15 % w.b.

Jumlah kandungan kotoran sapi pada perlakuan pengomposan berpengaruh pada

kecepatan proses pengomposan dan kualitas hasil proses pengomposan.

Linda (2017) pembuatan kompos dilakukan dengan sistem anaerob.

Kotoran kambing yang sudah matang dihancurkan terlebih dahulu dengan alat

penghancur. Kotoran kambing yang sudah hancur dicampur dengan debu sabut

dengan perbandingan 1:1 (total bahan organik 10 kg), kemudian tumpukan

bahanbahan organik tersebut diberi perlakuan bioaktivator yang berbeda Promi (1

kg dilarutkan dalam 200 l air), dan Orgadec (1 kg dilarutkan dalam 200 l air)

secara merata. Tumpukan bahan-bahan organik ditutup dengan plastik terpal.

Proses pembalikan dilakukan setiap 3 hari sekali sampai proses pengomposan

selesai.
IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kompos merupakan suatu bahan organik yang telah mengalami proses

dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai yang terjadi secara aerob atau

anaerob, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan

untuk meningkatkan produktifitas tanaman. Pembuatan kompos dilakukan selama

14 hari dengan cara melakukan pengukuran suhu kompos yang dilakukan dua

kali.

4.2. Saran

Sebaiknya dalam praktikum pembuatan pupuk kompos melibatkan

praktikan agar lebih memahami cara pembuatannya serta metode yang digunakan

sebaiknya dilakukan dengan berbagai metode


DAFTAR PUSTAKA

Linda T., Adhitya Y. P., Alfred P. M. 2017. Optimalisasi Waktu Pengomposan


Pupuk Kandang Dari Kotoran Kambing Dan Debu Sabut Kelapa
Dengan Bioaktivator Em4. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan.
Vol. 9 (1).

Murni, I K. M, Tika, W, dan Wijaya, A.S. 2012. Pengaruh Perbandingan


Komposisi Bahan Baku terhadap Kualitas Kompos dan Lama Waktu
Pengomposan. JURNAL BETA (Biosistem Dan Teknik
Pertanian).12(3).Hal 12-13.
Sulistyorini. 2015. Kompos. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia. Muhammad T. A, Badruz Zaman, dan Purwono. 2007.
Pengaruh Penambahan Pupuk Kotoran Kambing Terhadap Hasil
Pengomposan Daun Kering Di TPST UNDIP. Jurnal Teknik Lingkungan.
6(3). Hal 10-11.
Novitasari. D , Jenny Caroline. 2021. Kajian Efektivitas Pupuk Dari Berbagai
Kotoran Sapi, Kambing Dan Ayam. FTSP ITATS.4(2).11-12.
Sebastião Massa, Yohanes Setiyo, I. W. W. (2016). Pengaruh Perbandingan
Jerami dan Kotoran Sapi Terhadap Profil Suhu dan Karakteristik Pupuk
Kompos yang Dihasilkan. Journal of Chemical Information and
Modeling. 01(01), 1689–1699.
Widarti, B.N., Wardhini, W.K., Sarwono, E. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan
Baku Pada Pembuatan Kompos Dari Kubis Dan Kulit Pisang. Jurnal
Integrasi Proses. Vol. 5 (2): 75-80.

Anda mungkin juga menyukai