Anda di halaman 1dari 3

Nama : Annisa Hanifa

NIM : I0716006
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Pengetahuan
Tugas Merangkum Bab 1 dan 2, Buku “Aku Bertanya maka Aku Ada” karangan
Fahrudin Faiz

Bab 1 “Perkenalkan saya….”


Fahrudin Faiz adalah salah seorang penulis buku, di mana salah satu karyanya adalah tentang
filsafat yang berjudul “Aku Bertanya maka Aku Ada”. Pada bab 1 dalam bukunya tersebut, sang
penulis, Fahrudin Faiz, berpendapat tentang semboyan ‘tak kenal maka tak sayang’. Ia
berpendapat agar semboyan tersebut tidak berlaku lagi saat ini. Ia juga menganggap dirinya
bukanlah seorang yang istimewa, namun hanyalah seorang manusia yang biasa saja, normal, dan
waras. Sekalipun pembaca dan penulis tidak saling kenal, tetapi dalam banyak hal memiliki
kesamaan, karena pembaca dan penulis sama-sama manusia.
Menurut penulis, dunia filsafat sangat jarang dikenal secara benar sehingga memunculkan
banyak salah paham, pro, dan kontra. Tulisan-tulisan di buku tersebut, berdasarkan pengalaman
subjektif sang penulis yang baginya, seperti monumen peringatan yang harusnya dijadikan
pedoman dalam menentukan langkah perjalanan selanjutnya. Oleh karena sifatnya yang
subjektif, maka penulis akan sangat berterima kasih terhadap semua masukan pembaca, baik itu
komentar, kritik, pembenaran, bahkan penghancuran, karena bagi penylis, itu semua adalah
sebuah ekspresi cinta pembaca kepda penulis.

Bab 2 “Apa sih menariknya filsafat?”


Filsafat adalah sebuah tantangan untuk tidak hidup secara mekanis, ikut-ikutan, taklid, dan
‘mengalir’ tanpa tahu ke mana, untu apa, dan mengapa.
Seorang empu filsafat yang bernama Socrates pernah mengatakan satu jargon yang sangat
dikenal di dunia filsafat, yaitu “the unexamined life is not worth living” yang artinya adalah
“hidup yang tidak di uji adalah kehidupan yang tidak berharga”. Hidup tidak boleh dibiarkan
mengalir begitu saja, tidak boleh dibiarkan berjalan apa adanya tanpa tahu harus ke mana, atau
untuk apa, atau mengapa harus demikian. Hidup harus di uji, harus diketahui, direncanakan dan
dipahami, kemudian dijalankan dalam alternative terbaiknya. Cara paling jitu untuk menguji
hidup itulah yang menjadi bidikan utama filsafat. Louis O. Kattsoff dalam Pengantar filsafat-nya
berkata, “filsafat membawa kepada kita kepada tindakan yang lebih layak”.
Ada sebuah gambaran menarik yang diberikan oleh Jostein Garder dalam bukunya yang berjudul
Sophie’s World tentang perbedaan seorang filsuf dan bukan filsuf. Menurut Gaarder, seandainya
misteri-misteri di dunia ini digambarkan sebagai hasil dari pekerjaan seorang tukang sulap (si
tukang sulap ini bisa saja disebut sebagai Tuhan), dan dunia ini digambarkan seperti seekor
kelinci yang keluar dari topi sang pesulap itu, dan seorang filsuf adalah serangga-serangga kecil
itu yang selalu berusaha untuk memanjat helaian-helaian bulu kelinci untuk dapat mengetahui
kelinci, topi, dan tentunya jika mampu mengetahui juga si pesulap itu sendiri.
Sebenarnya, setiap orang memiliki yang namanya curiousity atau rasa ingin tahu; rasa heran, rasa
takjub, dan ingin menyingkap kebenaran sesuatu yang menarik hatinya, tetapi masih misterius.
Anak yang akalnya mulai berjalan dan fisiknya mulai berkembang biasanya sangat eksploratif
dan serba mencoba. Namun, seiring perkembangan usia, perlahan namun pasti ia terjebak-atau
mungkin lebih tepatnya ‘dijebak’-oleh lingkungannya untuk hidup serba mekanis.
Secara umum, harus dikatakan bahwa sebagian besar manusia hidup dalam ‘kemampanan’,
status quo, sungai kehidupan yang airnya tidak mengalir, tidak berkembang secara kualitatif,
tidak mapu memberlakukan semboyan ‘hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus
lebih baik dari hari ini’. Kita seakan mandeg. Kita adalah robot.
Kata Socrates dalam Apology yang ditulis oleh muridnya Plato: “Banyak diantara kita yang tidak
tahu apa itu keindahan atau kebajikan, tetapi menganggap telah tahu, padahal sebenarnya tidak
tahu apa-apa, sementara saya, kalau tidak tahu apa-apa tidak akan pernah merasa sudah tahu.
Maka kelihatnnya saya sedikit lebih bijaksana dibandingkan mereka, sejauh saya tidak pernah
membayangkan bahwa saya sudah tahu tentang sesuatu yang sama sekali tidak saya tahu”.
Jangan takut atau merasa tidak mampu, karena ebenarnya setiap orang mampu melakukannya.
Jangan takut atau minder membaca atau melihat berbagai pandangan yang serba tinggi’, yang
diberikan oleh para filsuf terhadap kehidupan mereka sendiri-sendiri. Jadilah filsuf, seridaknya
filsuf tentang diri anda sendiri. Kenalilah Dirimu, itulah jargon lain dari Socrates.
Harus diakui bahwa hampir semua manusia dalam kehidupannya hanyalah sekedar ‘membebek’
saja terhadap berbagai tradisi yang selama ini sudah berjalan ‘mapan’. Manusia harus digugah
dari ketenggelaman mereka dalam kesibukan duniawi yang membuat mereka tidak lagi peka
terhadap baik buruknya, benar salahnya, dan layak tidak layaknya apa yang mereka pikirkan,
mereka lakukan, dan mereka angankan.
Perbedaan paling esensial antara manusia dan binatang terletak pada kemampuannya memaknai
hidup, mengatur hidupnya agar tidak terjebak dalam kesia-siaan. Seorang tokoh filsafat, Karl
Popper, pernah berkata, ‘saya rasa, kita semuanya mempunyai filsafat dan kebanyakan dari
filsafat itu tidak bernilai terlalu banyak. Dan saya kira bahwa tugas utama dari filsafat adalah
untuk menyelidiki berbagai filsafat itu secara kritis, filsafat mana yang dianut oleh berbagai
orang secara tidak kritis’.
Sebenarnya setiap orang sudah berada diambang pintu dunia fisafat. Hanya kurang dua langkah
lagi kita akan masuk ke dalam dunia filsafat. Langkah pertama, sadarilah segala filosofi hidup
dan realitas hidup anda. Dan langkah ke dua, bernalar atau berpikirlah secara serius, teratur,
terfokus, dan mendalam tentang segala filosofi diri sendiri, baik latar belakangnya, tujuannya,
yang harus atau tidak boleh dilakukan berdasarkan filosofi hidup tadi, dan seterusnya.
Bab 3 “Lahan kerja seorang filsuf”
Filsafat pada awal kemunculannya dipandang sebagai ‘induk segala ilmu’. Dengan posisi ini
sebenarnya mengimplikasikan bahwa berbagai spesifikasi keilmuan yang sekarang kita kenal,
pada dasarnya lahir dari Rahim filsafat. Tidak heran apabila kemudian filsafat yang focus
perhatiannya adalah bagaimana mendayagunakan ‘intelejensi manusia secara optimal dan benar
kemudian dipandang sebagai induk sagala ilmu’. Segala ilmu berawal dari pendayagunaan
intelejensi manusia, sementara bidang yang membahas cara pendayagunaan tersebut adalah
filsafat, maka jadilah filsafat sebagai induk segala ilmu.
Sosiologi sebagai sebuah disiplin keilmuan yang sudah dibakukan asumsi-asumsi dan tata
kerjanya, sementara filsafat social bergerak di wilayah yang lebih mendalam dengan tugas
memperjelas konsep-konsepnya atau merevisi ulang segala yang tidak relevan dari berbagai
aturan baku tersebut. Ketika sosiologi mengalami kebuntuan, maka filsafat social yang akan
turun tangan menanganinya.
Banyak filsuf membagi filsafat dalam empat kelompok, yaitu:
 Ontologi  membicarakan tentang ‘yang ada’. Kajian tentang yang ada yang sifatnya
tidak bisa disentuh oleh indera biasa disebut dengan metafisika, kebalikan dari fisika
yang menggarap wilayah ada yang bisa digarap oleh perangkat inderawi.
 Epistemologi
 Logika
 Aksiologi  etika dan estetika
Ciri paling utama dari kerja kefilsafatan yaitu satu refleksi rasional yang radikal-sistematis dan
bertujuan mencapai kebenaran.
Tugas-tugas yang harus dilakukan seorang filsuf tidak dapat terlepas dari tiga hal berikut:;
1. Clarifying concepts (memperjelas konsep)
Syarat pertama adalah kemampuan untuk memahami segala yang dihadapi dan dilakukannya
sebelum ia mengambil kesimpulan atau keputasan tertentu.
2. Constructing Arguments (menyusun argument-argumen)
Memahami atau memperjelas sesuatu secara tepat dan proporsional, tidak memutuskan atau
melakukan sesuatu tanpa sadar, ketika keputusan sudah diambil dan sang filsuf harus berani
mempertanggung jawabkan apa yang diputuskan dan dilakukannya tersebut.
3. Analyzing (menganalisis)
Kemampuan ini adalah modal paling besar yang harus dimiliki oleh seorang filsuf, karena harus
mahir membaca, memahami dan menempatkan objek permasalahan yang sedang dikajinya
dalam proporsi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai