Anda di halaman 1dari 30

NAMA : LUCY RINDA MELATI SARI

NIM : 2013451084
KELAS : D3 SANITASI (REGULER 2)
MAPEL : EKOLOGI

1. Buatlah gambar "Food Chainds dan Food Webs dalam : a. Biosfera b. Ekologi c. Ekosistem
d. Komunitas e. Populasi dan f. Organisme
Jawab :

A. BIOSFERA

B. EKOLOGI

FOOD CHAINDS EKOLOGI


FOOD WEBS EKOLOGI

C. EKOSISTEM
D. KOMUNITAS

FOOD CHAINS KOMUNITAS

FOOD WEBS KOMUNITAS


E. POPULASI

FOOD CHAIN POPULASI

FOOD WEBS POPULASI


F. ORGANISME

Sumber : https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://id.pinterest.com/amp/pin/703757879274954874/&ved=2ah
UKEwjtl_SvtqjwAhWVyzgGHTQZA9UQFjAKegQIFBAC&usg=AOvVaw2uONvrpkprSem0D
IxVMsDC&ampcf=1

2. sambungan soal diatas (a-f) aplikasikan gambaran aliran energi dalam tingkat
piramida,setelah itu ceritakan perbedaannya masing-masing (a-f)
Jawab :
A. Biosfer juga dikenal sebagai ekosfer, adalah jumlah seluruh ekosistem di seluruh penjuru Bumi.
Biosfer juga dapat disebut zona kehidupan di Bumi, sistem tertutup, dan sebagian besar mengatur diri
sendiri.

B. Ekologi yaitu ilmu biologi yang mempelajari interaksi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup
lain dan juga dengan lingkungan sekitarnya

C.Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan
antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
D.Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan,
umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama.

E.Populasi adalah keseluruhan, totalitas atau generalisasi dari subjek atau subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang diteliti.

F.Organisasi yaitu tempat berkumpulnya orang dengan 3 sistematis, terpimpin, terkendali, terencana,
rasional dalam memanfaatkan segala sumber daya baik dengan metode, material,dan lingkungan.

SUMBER : https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://m.merdeka.com/pendidikan/komunitas-ekosistem-
dan-biosfer-apa-sih-bedanya-dalam-
biologi.html&ved=2ahUKEwiOma3EsKjwAhV1meYKHYlYDfwQFjAEegQIGRAC&u
sg=AOvVaw1Ww-0UamMv1gDFeiToyLzJ

3. Sambungan soal diatas bagaimana entropi untuk (a-f) dan entropi dengan manusia

Jawab : Entropi adalah ukuran ketidak teraturan suatu sistem atau jumlah energi yang tidak dapat
dimanfaatkan dalam suatu sistem. Entropi yang rendah dapat dicapai oleh suatu sistem dengan cara
memanfaatkannya yang efisien, misalnya energi makanan akan diubah oleh metabolisme tubuh manusia
menjadi energi dengan kegunaan rendah, misalnya panas tubuh yang tidak dapat dimanfaatkan. Akan
tetapi, panas tubuh akan keluar dari ekosistem tubuh menjadi limbah dan pencemar. Ekosistem dapat
terjamin dalam kondisi teratur dan dengan entropi yang rendah melalui proses respirasi oleh komunitas
yang terjadi secara terus-menerus.

4. keanekaragaman makhluk hidup selalu dihubungkan dengan "siklus,bio,gio,kimia" jelaskan :


a.pengertian siklus,bio,geo,kimia ,aliran energi dan siklus materi,b.sebutkan siklus-siklus yang ada
dilingkungan,c.bagaimana skema perbedaan aliran energi dan siklus materi

Jawab :

a. •Daur Biogeokimia merupakan perpindahan unsur-unsur kimia melalui makhluk hidup dan lingkungan
abiotik (tanah dan air). Dalam daur biogeokimia dikenal dua macam daur, diantaranya daur edafik dan
daur atmosferik. Daur edafik merupakan daur yang unsur kimia pada daur tersebut tidak pernah
membentuk gas di udara. Adapun daur atmosferik adalah daur yang unsur kimia pada daur tersebut
mengalami fase berbentuk gas di udara. Daur biogeokimia berfungsi mengatur keseimbangan
ekosistem.
•Aliran energi merupakan rangkaian urutan pemindahan bentuk energi satu ke bentuk energi yang
lain dimulai dari sinar matahari lalu ke produsen, ke konsumen primer, ke konsumen tingkat tinggi,
sampai ke saproba, aliran energi juga dapat diartikan perpindahan energi dari satu tingkatan trofik ke
tingkatan berikutnya

•Siklus materi adalah perputaran energi yang terjadi diantara komponen ekosistem. Siklus


materi diawali dari energi matahari yang ditangkap oleh produsen, kemudian terus berputar tiada henti
pada konsumen dan semua komponen ekosistem.

b. B. Sebutkan siklus-siklus yang ada dilingkungan 


-Siklus Air
-Siklus Karbon
 Siklus Nitrogen
-Siklus Oksigen
-siklus Karbon
 Siklus Batuan
 Siklus Fosfor
Siklus Kalsium
Siklus Hidrogen
Siklus Air Raksa (merkuri)
Siklus Selenium
Siklus Sulfur
Siklus Silika
Siklus Polychlorinated Biphenyl (PCB)

c. •Siklus materi

Pada siklus ini lebih ditekankan pada perputaran materi yang terjadi diantara komponen ekosistem.
Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi. Materi yang berupa unsur unsur terdapat
dalam senyawa kimia yang merupakan Materi dasar makhluk hidup dan tak hidup. Materi itu antara lain
siklus air, siklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus sulfur. Secara struktural setiap siklus
materi terdiri dari bagian cadangan dan bagian yang mengalami pertukaran. Di dalam bagian cadangan,
unsur kimia tersebut akan terikat dan sulit bergerak, atau pergerakannya lambat. Di dalam bagian
pertukaran, unsur kimia tersebut aktif bergerak atau mengalami pertukaran. siklus materi dibedakan
atas dua tipe, yaitu tipe gas dan tipe sidimeter.

• Aliran energi

Pada siklus ini lebih ditekankan pada perputaran energi yang terjadi diantara komponen ekosistem.
Siklus energi ini diawali dari energi matahari yang ditangkap oleh produsen, kemudian terus berputar
tiada henti pada konsumen dan semua komponen ekosistem yang. hal ini karena menurut hukum
termodinamika bahwa energi dapat berubah bentuk, tidak dapat dimusnahkan serta diciptakan.
Perubahan bentuk energi inn dikenal dengan istilah transformasi energi Aliran energi di alam atau
ekosistem tunduk kepada hukum-hukum termodinamika tersebut. Dengan proses fotosintesis energi
cahaya matahari ditangkap oleh tumbuhan, dan diubah menjadi energi kimia atau makanan yang
disimpan di dalam tubuh tumbuhan

Sumber:https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/literasi/daur-biogeokimia/%3famp
5 .buatlah gambar siklus n,p,c,o,k,s

B.hubungkan siklus tersebut dengan "bloming ,auttrofikasi diekosistem Air

Jawab :

Gambar siklus N,P,C,O,K,S


6. Hubungan siklus tersebut dengan “blooming,autrofikasidiekosistem air”

Jawab :

Sebelum campur tangan manusia, ini adalah, dan terus berlanjut, proses alami yang sangat lambat di
mana nutrisi, terutama senyawa fosfor, terakumulasi dalam badan air. Nutrisi ini berasal dari degradasi
dan pelarutan mineral dalam batuan dan oleh pengaruh lumut, lumut dan jamur yang secara aktif
mengais nutrisi dari batuan. [2] Eutrofikasi antropogenik sering kali merupakan proses yang jauh lebih
cepat di mana nutrisi ditambahkan ke badan air dari berbagai macam input pencemar termasuk
pengolahan limbah, limbah industri, dan praktik pertanian. Efek eutrofikasi yang terlihat sering kali
adalah pertumbuhan alga yang mengganggu yang dapat menyebabkan degradasi ekologis substansial di
badan air dan di aliran yang mengalir dari badan air itu. [3]Proses ini dapat mengakibatkan penipisan
oksigen di badan air setelah bakteri degradasi pada alga. [4]

7. Proses terjadinya “El nino dan  La nina”

El Nino merupakan suatu fenomena perubahan iklim yang secara global yang diakibatkan karena memasnasnya suhu di
permukaan air laut Pasifik bagian timur. terjadinya El Nino ini dapat diketahui secara kasat mata oleh orang- orang. Orang yang
paling sering melihat peristiwa El Nino ini terjjadi adalah para nelayan dari Peru ataupun Ekuador.Biasanya peristiwa seperti
ini akan berlangsung menjelang bulan Desember.Sedangkan La Nina merupakan peristiwa alam yang dapat dikatakan
seperti opposite atau kebalikan dari El Nino. La Nina sendiri merupakan suatu kondisi dimana suhu permukaan air laut di
kawasan Timur Equador atau di lautan Pasifik mengalami penurunan. Berbeda halnya dengan El Nino, La Nina ini tidak
bisa dilihat secara fisik. Selain itu terjadinya La Nina ini periodenya tidak tetap.

Waktu Terjadinya El Nino dan La Nina

 El Nino dan La Nina merupakan peristiwa alam yang mana dapat diketahui tanda- tanda terjadinya. El Nino dan La Nina
ini hanya terjadi beberapa kali setiap tahun saja. Nama El Nino dan La Nina sendiri diambil dari bahasa Spanyol yang
berarti “anak laki- laki” dan “anak perempuan”.

-El Nino ini akan terjadi jika suhu yang berada di perairan di pasifik tengah dan timur menjadi lebih panas. Biasanya El
Nino ini akan terjadi pada bulan Desember. Rata- rata, El Nino ini akan terjadi sekitar empat tahun satu kali. Hingga saat
ini, El Nino tercatat sudah terjadi selama 23 kali.
-sedangkan La Nina ini terjadi dalam waktu yang sulit untuk diperkirakan, tidak seperti El Nino. Tidak seperti El Nino
yang rata- rata teradi selama empat tahun sekali, La Nina ini masa terjadinya lebih lama yakni antara enam higga tujuh
tahun sekali. Hingga saat ini tercatat La Nina terjadi sebanyak 15 kali.

Berikut adalah beberapa proses terjadinya El Nino dan La Nina :

El Nino

Terjadinya El Nino ini melalui beberapa proses. Inilah penjelasan mengenai proses terjadinya El Nino. Proses terjadinya El Nino:
1. Perairan Pasifik bagian tengah dan timur mengalami pemanasan suhu. 

Awal proses terjadinya El Nino adalah karena adanya peningkatan suhu yang berada di perairan pasifik bagian timur dan tengah.
Dan hal ini akan meningkatkan suhu kelembaban pada atmosfer yang berada di atas perairan tersebut.

2. Pembentukan awan

Setelah terjadinya pemanasan suhu yang berada di perairan pasifik bagian tengah dan timur, serta menimbulkan kelembaban di
atmosfer yang ada di atasnya, maka peristiwa tersebut mendorong terjadinya pembentukan awan dan akanmeningkatkan curah
hujan yang berada di kawasan tersebut.

3. Terhambatnya pertumbuhan awan

Setelah proses pembentukan awan yang dijelaskan di atas, maka di bagian barat samudera pasifik akan mengalami tekanan udara
yang meningkat. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan awan di atas lautan di bagian timur Indonesia. Hal
ini akan mengakibatkan di beberapa wilayah di Indonesia mengalami penurunan curah hujan yang dikatakan jauh dari
normalnya.

Itulah beberapa proses terjadinya El Nino. Dari proses terjadinya El Nino ini akan menyebabkan terjadinya La Nina. Sehingga
dapat dikatakan bahwasannya El Nino dan La Nina ini adalah peristiwa alam yang terjadi secara berturut- turut.

La Nina

Terjadinya La Nina ini juga melewati beberapa proses atau tahapan. Di atas sudah dijelaskan bahwasannya La Nina ini terjadinya
sulit diprediksi. Namun, terjadinya La Nina ini dapat dikatakan sebagai dampak dari terjadinya El Nino.Secara umum, berikut
merupakan proses terjadinya La Nina:

1. Angin di Samudera Pasifik menguat

La Nina dikatakan sebagai penurunan suhu di permukaan perairan Samudera Pasifik bagian Timur. Pada saat yang demikian ini
ada angin pasat timur yang bertiup dan menguat di sepanjang Samudera Pasifik.

2. Massa air hangat terbawa ke arah Pasifik Barat

Karena adanya angin kencang yang bertiup di sepanjang Samudera Pasifik, maka massa air hangat yang akan terbawa ke arah
Pasifik Barat akan lebih banyak.

3. Terjadinya Upwelling

Karena ada massa air hangat yang terbawa ke Pasifik Barat berjumlah lebih banyak, maka hal ini mengakibatkan massa air dingin
di Pasifik Timur bergerak ke atas kemudian menggantikan massa air hangat yang berpindak ke Pasifik Barat tersebut. Kondisi
yang demikian ini disebut upwelling.Karena adanya pergantian massa inilah maka suhu di permukaan air laut mengalami
penurunan bila dibandingkan dengan kondisi normalnya.

Itulah beberapa langkah atau proses terjadinya El Nino dan La Nina. El Nino dan La Nina ini adalah suatu proses yang terjadi
secara beriringan. Meskipun demikian La Nina terjadi lebih jarang terjadi daripada E Nino. proses terjadinya El NIno dan La
Nina dapat diilustrasikan dalam gambar berikut:

Dampak Terjadinya El Nino dan La Nina

 
Terjadinya El Nino dan La Nina ini dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam dampak. Secara umum dampak terjadinya El
Nino adalah sebagai berikut:
1. Angin pasat timur menjadi melemah
2. Melemahnya sirkulasi Moonson
3. Berkuragnya akumulasi curah hujan yang berada di wilayah Indonesia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan di
bagian Utara. Sehingga cuaca di daerah ini cenderung terasa lebih dingin dan juga kering.

4. Menyebabkan cuaca cenderung terasa hangat dan juga lembab di sepanjang daerah Pasifik Ekuatorial Tengah dan
Barat.

Itulah dampak yang ditimbulkan dari terjadinya El Nino dalam kaitannya dengan cuaca global atau menyeluruh.Sedangkan
dampak yang dirasakan di Indonesia sendiri adalah berkurangnya curah hujan yang turun di Indonesia. Hal
ini akan menyebabkan adanya kekeringan panjang di Indonesia.

Sementara terjadinya La Nina mempunyai dampak yang datapat ditimbulkan berupa berikut ini:

1. Menguatnya angin pasat timur


2. Menguatnya sirkulasi Monsoon
3. Di wilayah Pasifik bagian Timur, akumulasi curah hujan menjadi berkurang. Hal ini akan menjadikan cuaca menjadi
lebih dingin dan juga kering.

4. Terjadinya potensi hujan yang turun yang terdapat di sepanjang perairan Pasifik Ekuatorial Barat, yakng meliputi
Indonesia, Malaysia, dan jugabagian utara Australia. Hal ini menyebabkan cuaca menjadi hangat dan juga lembab.

Itulah dampak terjadinya La Nina dalam cuaca global. Selain itu, dampak yang dirasakan oleh negara Indonesia karena adanya
La Nina adalah bertambahnya curah hujan yang ada di Indonesia. Dan hal ini sangat berpotensi menyebabkan banjir.

1. Proses terjadinya fenomena El Nino, yaitu: Angin pasat timur melemah, sehingga arus
panas bergerak dari barat menuju timur.
Tejadi peningkatan suhu muka laut di Pasifik Equatorial bagian tengah dantimur.
Jika anomali suhu ini berlangsung selama enam bulan berturut-turut maka kondisi ini
disebut El Nino.
 terjadi La Nina angin pasat timur yang bertiup di sepanjang Samudra Pasifik
menguat Sirkulasi Walker bergeser ke arah Barat ). Sehingga massa air hangat
yang terbawa semakin banyak ke arah Pasifik Barat. La Nina umumnya terjadi
pada musim dingin di Belahan Bumi Utara Khatulistiwa
Sumber : https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://amp.kompas.com/skola/read/2020/09/04/071500669/prose
s-terjadinya-el-nino-jawaban-soal-tvri-4-september&ved=2ahUKEwjP6-
2tuKjwAhWDqksFHaXiBDYQFjABegQIAxAG&usg=AOvVaw1phl26IRj8QDXSPucFtb60&a
mpcf=1

Proses terjadinya homoesistem dalam ekologi

8. Bagaimana peran bakteri aerob dan an aerob dalam siklus N di udara di air dan
ditanah,sebutkan prodak hasil bahan kimia dari bakteri aerob dan an aerob dikaitkan dengan
pencemaran polusi dan polutan

Jawab :

peranan penting sebagai penyumbang nutrien kelompok bakteri anaerob lebih tinggi dari bakteri
aerob.

Siklus N di perairan mangrove tidak terlepas

dari peran mikroorganisme yang hidup di

dalamnya. Analisis terhadap kelimpahan

kelompok bakteri nitrifikasi, denitrifikasi, DNRA,

dan amonifikasi di air dan sedimen mangrove

dapat mewakili dugaan keberadaan dan keterkaitan

perannya dalam siklus N


teri perombak bahan organik

Bakteri perombak bahan organik dapat ditemukan di tempat yang

mengandung senyawa organik berasal dari sisa-sisa tanaman yang telah

mati, baik di laut maupun di darat. Berbagai bentuk bakteri dari bentuk yang
sederhana (bulat, batang, koma, dan lengkung), tunggal sampai bentuk

koloni seperti filamen/spiral mendekomposisi sisa tumbuhan maupun

hewan. Sebagian bakteri hidup secara aerob dan sebagian lagi anaerob, sel

berukuran 1 µm -  1.000 µm. Dalam merombak bahan organik, biasanya

bakteri hidup bebas di luar organisme lain,

sumber : https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publications/83094-ID-
fluks-bentik-dan-potensi-aktivitas-bakte.pdf&ved=2ahUKEwjs0c-
DsqjwAhUDeysKHY3qBZkQFjAAegQIBBAC&usg=AOvVaw2P_E5-
4vkUknewVyIqn7Ys

Fungi perombak bahan organik

Fungi terdapat di setiap tempat terutama di darat dalam berbagai

bentuk, ukuran, dan warna. Pada umumnya mempunyai kemampuan yang

lebih baik dibanding bakteri dalam mengurai sisa-sisa tanaman

(hemiselulosa, selulosa, dan lignin). Umumnya mikroba yang mampu

mendegradasi selulosa juga mampu mendegradasi hemiselulosa

(Alexander, 1977).

Sebagian besar fungi bersifat mikroskopis (hanya bisa dilihat

dengan memakai mikroskop); hanya kumpulan miselium atau spora yang

dapat dilihat dengan mata. Tetapi fungi dari kelas Basidiomycetes dapat

diamati dengan mata telanjang sehingga disebut makrofungi.

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/earthworm =benefit

http://tolweb.org/tree?group=collembola&contgroup=hexapoda

9. Pililhlah 1 jurnal nasional dan internasional yang menceritakan bahwa mucobacterium tu erculosis
diudara yang menempel dengan polutan di aerosol akan menempel pada tanaman "batang,pemukaan
daun dll

Jawab :
Peran Aerosol M. tuberculosis pada Penyebaran

Infeksi Tuberkulosis

Gina Amanda

Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I,

Departemen Pulmonologi dan Kesehatan Respirasi,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUP Persahabatan, Jakarta, Indonesia.

ABSTRAK

Tuberkulosis merupakan penyakit yang penyebarannya melalui udara; droplet yang dibatukkan
penderita tuberkulosis dapat menginfeksi individu

lain di sekitarnya. Pemeriksaan apusan basil tahan asam sputum belum dapat menggambarkan derajat
penularan seseorang. Pemeriksaan

biakan M. tuberculosis berasal dari aerosol yang dibatukkan dapat menunjukkan derajat infeksius
individu.

Kata kunci : Aerosol, basil tahan asam, droplet nuclei, tuberkulosis.

ABSTRACT

Tuberculosis is an airborne transmitted disease. Droplet coughed by tuberculosis patients may infect
other individuals. Examination for acid-fast

bacilli from sputum smear has not been able to assess the M. tuberculosis transmissibility. Cough
aerosol test for M. tuberculosis may be used to

assess the transmission potential of tuberculosis patients to their contacts. Gina Amanda. The Role of
Aerosol M. tuberculosis in Tuberculosis

Transmission

Keywords : Acid fast bacilli, aerosol, droplet nuclei, tuberculosis.

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah

kesehatan global dengan angka kejadian kasus

baru sebesar 8,6 juta dan angka kematian

sebesar 1,3 juta setiap tahun.1

Di dunia

diperkirakan 2 milyar orang telah terinfeksi M.

tuberculosis (M. tb), namun hanya 5-10% yang


menderita penyakit TB.2

Penyebaran kuman

TB dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

keadaan lingkungan termasuk kelembapan

udara, ventilasi, pajanan sinar ultraviolet, dan

kecepatan ventilasi paru pada individu yang

berkontak dengan penderita TB. Faktor risiko

lain adalah konsentrasi kuman dalam sputum

dan frekuensi batuk penderita TB, serta durasi

pajanan penderita TB dengan individu lain.3

Sampai saat ini, konsentrasi kuman M. tb

pasien TB dilihat melalui apusan bakteri tahan

asam (BTA) yang diperoleh dari sputum.

Namun, pemeriksaan ini belum maksimal

untuk menilai potensi penyebaran kuman

M. tb oleh pasien ke individu di sekitarnya.

Pemeriksaan aerosol batuk yang menilai

colony forming unit (CFU) kuman M. tb

merupakan salah satu pemeriksaan yang

dapat memprediksi infeksi baru pada individu

yang kontak dengan penderita TB.3

Pasien

TB yang menghasilkan aerosol dalam jumlah

tinggi (≥10 CFU) memiliki kemungkinan 6-9

kali lipat untuk menyebabkan konversi hasil

uji tuberkulin pada kontaknya dibandingkan

dengan penderita TB dengan aerosol negatif.2

Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas

tentang peran aerosol M. tb terhadap kejadian


infeksi TB.

TUBERKULOSIS

Mycobacterium tuberculosis merupakan

basil tahan asam berukuran 0,5-3 μm.

Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui

droplet udara yang disebut sebagai droplet

nuclei yang dihasilkan oleh penderita TB paru

ataupun TB laring pada saat batuk, bersin,

berbicara, ataupun menyanyi.4,5 Droplet ini

akan tetap berada di udara selama beberapa

menit sampai jam setelah proses ekspektorasi.4

Pada tahun 2012, insidens kasus TB

diperkirakan sebesar 8,6 juta di dunia atau

122 kasus per 100.000 populasi.5,6 Angka ini

meningkat menjadi 10,4 juta atau 142 kasus

per 100.000 populasi pada tahun 2015.7 Angka

kematian akibat TB pada tahun 2012 adalah 1,3

juta yang terdiri atas 940.000 kematian pada

pasien status infeksi human immunodeficiency

virus (HIV) negatif dan 320.000 kematian pada

pasien status HIV positif.5

Pada tahun 2015,

angka kematian akibat TB pada pasien HIV

negatif sebesar 1,4 juta dan pada pasien HIV

sebesar 0,39 juta.Di Indonesia, angka insidens

TB pada tahun 2015 adalah 1,02 juta jiwa dan

pada pasien HIV sebesar 78.000 kasus. Angka

kematian akibat TB pada pasien HIV negatif

adalah 100.000 (67.000-150.000) dan pada HIV


positif adalah 26.000 (20-34.000).7

PATOFISIOLOGI

Infeksi M. tb dimulai dengan terinhalasinya

droplet yang mengandung kuman M. tb

ke saluran napas. Sebagian besar kuman

biasanya akan terperangkap di saluran napas

atas melalui mukus yang dihasilkan oleh

sel goblet dan dengan gerakan silia akan

menyebabkan mukus yang mengandung

kuman tersebut keluar dari saluran napas.

Droplet mengandung M. tb yang berhasil

melewati sistem mukosilier akan mencapai

alveoli dan kemudian akan dikelilingi dan

ditelan oleh makrofag yang merupakan

sistem imunitas innate di alveoli. Sistem

komplemen juga berperan pada proses

fagositosis M. tuberculosis. Protein komplemen

C3 akan berikatan pada dinding sel bakteri

dan pada makrofag, kemudian menyebabkan

opsonisasi.4

Bakteri M. tb yang telah ditelan oleh makrofag

dapat bermultiplikasi lambat melalui proses

pembelahan yang terjadi 25-32 jam. Sementara

itu, tubuh akan membentuk respons imun

seluler yang diinisiasi melalui produksi enzim

proteolitik dan sitokin oleh makrofag. Sitokin

akan menarik sel limfosit T ke fokus infeksi.

Respons imun seluler ini tetap akan terbentuk

meskipun infeksi M. tb telah teratasi dengan


sistem imun innate sebelumnya. Makrofag

kemudian akan mempresentasikan antigen M.

tb pada permukaan sel T. Proses imunitas ini

akan berlangsung 2-12 minggu, dan selama itu

kuman M. tb akan terus tumbuh sampai sistem

imunitas seluler cukup untuk mengatasi infeksi

kuman. Pada individu dengan imunitas seluler

yang kompeten, akan terbentuk granuloma di

sekitar M. tuberculosis. Lesi noduler ini terdiri

dari akumulasi sel limfosit T dan makrofag yang

menghambat replikasi dan penyebaran M.

tuberculosis. Kondisi ini akan menghancurkan

makrofag sehingga terbentuk nekrosis

pada bagian tengah lesi. Namun demikian,

kuman M. tb masih dapat bertahan hidup

dengan cara mengubah ekspresi fenotipnya

seperti regulasi protein. Setelah 2-3 minggu,

nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa yang

bersifat rendah kadar oksigen, rendah nilai

pH, dan kadar nutrisi yang terbatas. Kondisi

nekrosis kaseosa menghambat pertumbuhan

kuman dan menimbulkan infeksi laten.

Pada individu yang imunokompeten, lesi

ini akan membentuk fibrosis dan kalsifikasi.

Pada pasien immunocompromised, lesi

ini akan menyebabkan penyakit primer

progresif. Jaringan nekrosis pada pasien

immunocompromised akan mengalami proses

liquefaction dan dinding jaringan fibrosa


akan kehilangan integritasnya, sehingga

dapat menyebabkan bahan nekrotik keluar

mencapai bronkus atau pembuluh darah.

Hal ini menyebabkan pada parenkim paru

terbentuk kavitas. Pada kondisi ini, droplet

yang mengandung kuman M. tb dapat

dibatukkan dari bronkus dan menyebar pada

orang lain. Jika masuk ke pembuluh darah

akan menyebabkan infeksi ekstra-paru. Basil

M. tb juga dapat masuk ke pembuluh limfe

dan membentuk granuloma kaseosa yang

baru.4

Berdasarkan mekanisme pertahanan tubuh

terhadap kuman M. tb maka infeksi TB

dapat berupa infeksi TB laten, penyakit TB

primer, penyakit TB primer progresif, dan

penyakit TB ekstra paru. Infeksi TB laten

terjadi apabila sistem imun dapat mengatasi

infeksi M. tuberculosis, namun belum dapat

mengeliminasi kuman secara keseluruhan.

Pasien infeksi TB laten tidak memiliki gejala

penyakit dan tidak infeksius, namun kuman

M. tb dapat menetap pada jaringan nekrotik.

Jika sistem imunnya memburuk, maka dapat

terjadi reaktivasi. Penyakit TB primer sering

bersifat asimptomatik dan penemuan M. tb

melalui uji diagnostik merupakan satu-satunya

bukti terjadinya penyakit. Penyakit ini dapat

sembuh sendiri, namun dapat juga ditemukan


penyebaran lesi primer ke pleura sehingga

menimbulkan efusi pleura. Penyakit TB primer

progresif terjadi pada 5-10% individu yang

terpajan kuman M. tuberculosis. Pada pasien TB

aktif akan ditemukan gejala nonspesifik seperti

fatigue¸ malaise, penurunan berat badan,

demam, dan keringat malam. Gejala batuk

dapat diawali dengan batuk nonproduktif,

dan pada keadaan lanjut dapat disertai

ekspektoransi sputum purulen dan hemoptisis.

Penyakit TB ekstra-paru dapat terjadi pada

20% pasien imunokompeten dan lebih

banyak pada pasien immunocompromised.

Infeksi pada sistem saraf yang sering fatal

antara lain meningitis dan tuberkuloma.

Selain itu, infeksi M. tb pada aliran darah dapat

menyebabkan TB milier yang bersifat sistemik

melibatkan multiorgan, progresif dengan

gejala nonspesifik.4

Infeksi TB ekstra-paru lain

adalah limfadenitis TB terutama pada kelenjar

limfe servikal, osteomielitis, infeksi pada sendi,

pleura, dan sistem genitourinarius.4

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko infeksi tuberkulosis antara lain

faktor yang berhubungan dengan kondisi

individual seperti status HIV, penderita

diabetes melitus, usia anak, malnutrisi dan

pekerjaan sebagai petugas kesehatan.


Faktor lain adalah faktor kebiasaan hidup

dan sosioekonomi seperti merokok, alkohol,

dan polusi lingkungan. Faktor indeks kasus,

yakni faktor bacterial load dan faktor kontak,

merupakan faktor risiko penting. Faktor

kontak yaitu anggota keluarga yang tinggal

bersama penderita TB dalam satu rumah

atau petugas kesehatan memiliki risiko tinggi

untuk menderita TB.8 Studi di Chennai, India

pada 544 individu yang berkontak dengan

280 pasien TB mendapatkan 5,3% individu

tersebut menderita TB.9

Suatu studi systematic

review mendapatkan bahwa penyakit TB

akibat kontak sebanyak 4,5% dan infeksi TB

laten sebesar 51,4%.10

Penilaian derajat infeksius kuman M. tb

berdasarkan apusan BTA positif sampel

sputum tidak memuaskan. Hal ini karena

hanya <30% apusan BTA positif yang dapat

menyebarkan kuman M. tb ke individu di

sekitarnya; sedangkan 13-17% pasien dengan

apusan BTA negatif dapat menyebarkan

kuman M. tb 3

PERAN AEROSOL M. TUBERCULOSIS

Aerosol terutama yang mengandung droplet

infeksius berperan pada penyebaran penyakit

melalui udara (airborne transmission) dari

sumber infeksi ke individu lain yang dapat


terinfeksi dengan atau tanpa menimbulkan

penyakit. Aerosol adalah suspensi partikel

padat ataupun cair pada medium gas yang

berukuran 0,001-100 μm dan disebut infeksius

apabila mengandung patogen. Droplet

nucleus adalah residu udara setelah aerosol

infeksius mengalami penguapan. Berdasarkan

ukurannya, droplet terbagi menjadi tiga yaitu

large droplet yang berukuran >60 μm, small

droplet berukuran ≤60 μm, dan droplet nuclei

yang berukuran <10 μm. Kuman TB termasuk

berukuran droplet nuclei.

11

Ukuran droplet menentukan penyebaran

patogen. Droplet berukuran besar dapat

menyebabkan penyebaran patogen jarak

dekat. Pasien dengan infeksi saluran napas,

dapat menyebarkan kuman saat ekshalasi

sehingga kuman sampai ke udara dan

menginfeksi orang di dekatnya. Penggunaan

alat nebulisasi ataupun masker oksigen juga

dapat menyebabkan penyebaran patogen

jarak dekat. Penyebaran patogen jarak jauh

terjadi pada droplet berukuran kecil ataupun

droplet nuclei. Meskipun demikian, droplet

berukuran besar dapat mengalami proses

evaporasi di udara menjadi droplet nuclei

sehingga jarak penyebarannya menjadi lebih

jauh.
Proses penyebaran aerosol dapat terjadi pada

proses batuk, bersin, bicara, dan ekshalasi saat

bernapas. Pada saat bersin dapat dihasilkan

40.000 droplet yang dapat mengalami

evaporasi sehingga ukuran diameternya

mencapai 0,5-12 μm. Batuk dapat

menghasilkan 3.000 droplet nuclei, demikian

juga berbicara selama 5 menit. Proses ekshalasi

dapat menyebabkan penyebaran droplet

sejauh 1 meter, sedangkan bersin dapat

menyebarkan patogen sampai beberapa

meter. Keduanya dapat menyebabkan

penularan patogen pada orang di sekitarnya.11

METODE COUGH AEROSOL SAMPLING

SYSTEM (CASS)

Pemeriksaan lain yang dikembangkan untuk

menilai penyebaran kuman M. tb dari pasien

ke kontak di sekitarnya adalah dengan menilai

jumlah CFU kuman M. tb yang berasal dari

aerosol yang dibatukkan oleh pasien TB paru.

Metode yang digunakan adalah metode

cough aerosol sampling system (CASS) (Gambar

1). Alat terdiri atas chamber silinder terbuat

dari bahan stainless steel dan terhubung ke

mouthpiece melalui noncompressible tubing.

Pada chamber terdapat dua buah Anderson

cascade yang menahan 6 plastik mengandung

agar 7H11 sebagai media sampling (Gambar

2). Dengan metode CASS, subjek batuk


melalui mouthpiece selama 5 menit, kemudian

istirahat selama 5 menit, setelah itu kembali

batuk selama 5 menit melalui mouthpiece.

Setelah pemeriksaan, sampel aerosol dibawa

ke laboratorium dan diinkubasi pada suhu

37o

C, kemudian dinilai pada minggu ke-1, ke-

3, dan ke-6. Hasil akan dinilai sebagai aerosol

negatif jika tidak ditemukan koloni kuman M.

tb, aerosol rendah jika terdapat koloni M. tb 1-9

cfu, dan aerosol tinggi jika ditemukan koloni

M. tb ≥10 cfu.12

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk

menilai aerosol batuk pada pasien TB paru.

Studi pertama di Denver, Colorado pada 16

subjek dengan apusan BTA sputum positif dan

12 di antaranya hasil biakan M. tb positif. Dari

pemeriksaan aerosol batuk 16 subjek tersebut

didapatkan 25% aerosol positif M. tb. Pada

subjek positif pemeriksaan aerosol didapatkan

koloni kuman M. tb masing-masing 3, 4, 84,

dan 633 cfu.13

Studi lain oleh Fennelly, dkk. di Kampala,

Uganda, pada penderita TB paru dengan

apusan sputum BTA positif. Dari 112

subjek, 101 menunjukkan hasil biakan M.

tb positif, dan 28 dari 101 subjek tersebut

hasil aerosolnya positif. Dari hasil aerosol

positif tersebut didapatkan ukuran partikel


infeksius adalah 0,65-4.7 μm. Hasil aerosol

positif juga berhubungan dengan nilai

Karnofsky performance status yang tinggi,

nilai apusan BTA yang tinggi, dan waktu

yang singkat untuk mendapatkan hasil positif

pada pemeriksaan biakan. Pada analisis

multivariat didapatkan bahwa hasil aerosol

positif berhubungan dengan sputum berisi

saliva atau mukosaliva dibandingkan sputum

purulen atau mukopurulen.12

Di tempat yang sama, pada tahun 2009-2011

Jones-Lopez, dkk. melakukan studi untuk

menilai kemampuan pemeriksaan aerosol

M. tb dalam memprediksi infeksi baru pada

anggota satu rumah yang berkontak dengan

pasien TB paru. Pada penelitian ini diambil

sampel penderita TB paru dewasa dengan

hasil apusan BTA sputum ≥1+. Pada tiap

sampel, akan dinilai pemeriksaan aerosol batuk

dan pada kontak dinilai uji tuberkulin dan

kadar interferon gamma released assay (IGRA).

Pada penelitian ini didapatkan 96 subjek dan

442 kontak. Dari 96 subjek, 25 memiliki indeks

aerosol tinggi, 18 indeks aerosol rendah, dan

53 indeks aerosol negatif. Pada pasien dengan

indeks aerosol tinggi didapatkan 3 pasien

dengan hasil BTA sputum 1+, 1 pasien BTA 2+,

dan 21 pasien BTA 3+. Pada anggota serumah

yang berkontak dengan indeks aerosol tinggi


didapatkan hasil bermakna konversi uji

tuberkulin dan nilai positif IGRA dibandingkan

kontak dengan pasien indeks aerosol rendah

ataupun negatif. Dari studi ini didapatkan

juga bahwa pemeriksaan aerosol M. tb lebih

baik dalam menilai infeksi baru pada kontak

dibandingkan pemeriksaan apusan BTA

sputum.3

Jones-Lopez, dkk. menilai pemeriksaan aerosol

batuk terhadap insidens penyakit TB pada

anggota serumah yang berkontak dengan

pasien TB paru dewasa pada 85 pasien TB

paru dengan apusan BTA sputum ≥+1 dan

369 kontak di Kampala, Uganda; 47 pasien

dengan indeks aerosol negatif, 17 pasien

indeks aerosol rendah, dan 21 pasien indeks

aerosol tinggi. Setelah 3,9 tahun (3,5-4,3

tahun) didapatkan 8 kontak (2,2%) menderita

TB paru dengan apusan BTA sputum positif; 4

kontak dengan pasien indeks aerosol tinggi,

1 kontak pasien indeks aerosol rendah, dan 3

kontak pasien indeks aerosol negatif.2

SIMPULAN

1. Pasien TB paru dapat menginfeksi individu

di sekitarnya yang berkontak. melalui

aerosol mengandung kuman M. tb

2. Pemeriksaan apusan BTA sputum dapat

digunakan untuk mendiagnosis TB paru,

namun tidak optimal untuk menilai


derajat infeksius pasien TB paru.

3. Pemeriksaan aerosol batuk pada

penderita TB paru dapat digunakan

untuk memprediksi infeksi baru ataupun

penyakit TB pada individu yang berkontak

dengan pasien TB paru.

DAFTAR PUSTAKA

1. Warner D, Koch A, Mizrahi V. Diversity and disease pathogenesis in Mycobacterium tuberculosis.


Trends in Microbiology 2014;23(1):14–21.

2. Jones-Lopez EC, Acuna-Villaorduna C, Ssebidandi M, Gaeddert M, Kubiak RW, Ayakaka I, et al. Cough
aerosols of Mycobacterium tuberculosis in the prediction of

incident tuberculosis disease in household contacts. Clin Infect Dis. 2016;63(1):10-20.

3. Jones-Lopez EC, Namugga O, Mumbowa F, Ssebidandi M, Mbabazi O, Moine S, et al. Cough aerosols
of Mycobacterium tuberculosis predict new infection: A

household contact study. Am J Respir Crit Care Med. 2013;187(9):1007-15.

4. Knechel NA. Tuberculosis: Pathophysiology, clinical features, and diagnosis. Crit Care Nurse.
2009;29(2):34-43.

5. Glaziou P, Sismanidis C, Floyd K, Raviglione M. Global epidemiology of tuberculosis. Cold Spring Harb
Perspect Med. 2014;5(2):a017798.

6. Sulis G, Roggi A, Matteelli A, Raviglione MC. Tuberculosis: Epidemiology and control. Mediterr J
Hematol Infect Dis. 2014;6(1):e2014070

7. World Health Organization. Global tuberculosis report 2016. Geneva: World Health Organization;
2016. p.15-53.

8. Narasimhan P, Wood J, Macintyre CR, Mathai D. Risk factors for tuberculosis. Pulm Med.
2013;2013:828939.

9. Nair D, Rajshekhar N, Klinton JS, Watson B, Velayutham B, Tripathy JP, et al. Household contact
screening and yield of tuberculosis cases-a clinic based study in

Chennai, South India. PLoS One. 2016;11(9):e0162090.

10. Morrison J, Pai M, Hopewell PC. Tuberculosis and latent tuberculosis infection in close contacts of
people with pulmonary tuberculosis in low-income and middle-

income countries: A systematic review and meta-analysis. Lancet Infect Dis. 2008;8(6):359-68.

11. Tang JW, Li Y, Eames I, Chan PK, Ridgway GL. Factors involved in the aerosol transmission of infection
and control of ventilation in healthcare premises. J Hosp Infect.
2006;64(2):100-14.

12. Fennelly KP, Jones-Lopez EC, Ayakaka I, Kim S, Menyha H, Kirenga B, et al. Variability of infectious
aerosols produced during coughing by patients with pulmonary

tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med. 2012;186(5):450-7.

13. Fennelly KP, Martyny JW, Fulton KE, Orme IM, Cave DM, Heifets LB. Cough-generated aerosols of
Mycobacterium tuberculosis: A new method to study infectiousness.

Am J Respir Crit Care Med. 2004;169(5):604-9.

Anda mungkin juga menyukai