Anda di halaman 1dari 127

BUKU AJAR

PENGANTAR TEKNIK GEOFISIKA

Oleh

MUH SARKOWI

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
2010

i
BUKU AJAR

PENGANTAR TEKNIK GEOFISIKA

Dosen

MUH SARKOWI

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

LAMPUNG

2010

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pengantar Teknik Geofisika

Penulis : Muh Sarkowi

Unit Kerja : Program Studi Teknik Geofisika

Bandar Lampung, September 2010

Ketua Program Studi Pembantu Dekan I


Teknik Geofisika Fakultas Teknik

Bagus Sapto Mulyatno, MT Dr. Eng. Helmy Fitriwan, M.Sc


NIP. 19750928 2001121002

Kepala Perpustakaan
Universitas Lampung

Drs. Sugiyanto, S.Sos, M.Pd


NIP. 131106844

3
33
PRAKATA
Buku “Pengantar Teknik Geofisika” ini ditulis untuk memenuhi buku-buku
pegangan dasar bagi mahasiswa Program Studi Teknik Geofiska. Buku ini
digunakan untuk mahasiswa tahun pertama agar mereka mengenal cakupan
kegiatan dibidang Geofisika, prinsip-prinsip kerja dan latar belakang teori,
pendekatan untuk penggunaan dalam rekayasa serta beberapa contoh
penggunaan. Selain buku ini diharapakan mahasiswa juga mencari sumber
referensi yang lain agar mempunyai pemahaman yang lebih baik.

Demikian, mudah-mudahan buku ini akan berguna dan dapat memperkaya


kepustakaan dalam buku ajar kebumian dalam bahasa Indonesia. Kritik dan
saran serta masukan sangat kami perlukan demi perbaikan dan
penyempurnaan buku ini

Penulis,

Dr. Muh Sarkowi

4
4
DAFTAR ISI
hal
Halaman Judul
Prakata
Daftar Isi

BAB I Tinjuan Geofisika Umum Dalam Ilmu Kebumian 1


1.1 Pengertian Geofisika 1
1.2 Geofisika dalam Eksplorasi dan Pengembangan Sumber 4
Daya Hidrokarbon, Mineral dan Lingkungan
1.3 Teknologi Geofisika dan Sumber Daya Hidrokarbon 9
1.4 Teknologi Geofisika dan Sumber Daya Mineral 13
1.5 Teknik Geofisika
1.6 17
BAB II Bumi 19
2.1 Pendahuluan 19
2.2 Asal Terbentuknya Bumi 19
2.3 Sejarah Singkat Bumi dan Kehidupannya 23

BAB III Interior Bumi dan Seismologi 34


3.1 Susunan Interior Bumi 34
3.2 Material dan Susunan Kulit Bumi 36

BAB IV Gayaberat 52
4.1 Pendahuluan 52
4.2 Hukum Gravitasi Universal 54
4.3 Konstanta Gravitasi Universal (G) 55
4.4 Massa Bumi 63
4.5 Percepatan Gravitasi Bumi Teoritik 63
4.6 Pengukuran Gayaberat 67
4.7 Alat-alat Ukur Gayaberat 68
4.8 Jaring Gayaberat di Indonesia 70
4.9 Isostasi 72
4.10 Aplikasi Metode Gayaberat 74

BAB V Kemagnetan Bumi 75


5.1 Bumi Sebagai Medan Magnet 75
5.2 Kutub Magnet Bumi 77
5.3 Dasar Teori Metode Magnetik 78
5.4 Pengukuran Medan Magnet 84
5.5 Pengolahan Data Geomagnet 85
5.6 Aplikasi Metode Magnetik 86
BAB VI Gunung Api 88
6.1 Terbentuknya Gunung Api 88
6.2 Struktur Gunung Api 91
6.3 Tipe Gunung Api 92
6.4 Klasifikasi Gunungapi di Indonesia berdasarkan aktivitasnya 95

5
5
6.5 Manfaat Gunung Api 96
6.6 Bahaya Gunung Api 96

BAB VII Gempa Bumi 102


7.1 Pengertian Gempabumi 102
7.2 Alat Ukur Gempabumi 104
7.3 Menentukan Epicenter Gempabumi 107
7.4 Magnitude Gempabumi 110
7.5 Prediksi Gempabumi 115

Pustaka 119
Pengantar Teknik Geofisika

BAB I
TINJAUAN GEOFISIKA UMUM DALAM
ILMU KEBUMIAN

1.1 PENGERTIAN GEOFISIKA

Geofisika berasal dari kata geo, yang artinya bumi, dan fisika. Dari akar
keilmuannya sendiri, geo berasal dari kata geologi. Jadi, geofisika ialah
ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui dan
memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi, atau dapat pula
diartikan mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika.
Karena perkembangannya yang sangat cepat, batas yang jelas antara
geologi, fisika, dan geofisika menjadi semakin kabur. Sebagian orang
menganggap geofisika sebagian dari geologi, sementara yang lain
menganggapnya sebagai bagian dari ilmu fisika.

Pada dasarnya akar bidang keilmuan ada empat, yaitu kimia, fisika,
geologi, dan biologi (Gambar 1.1).
G e o lo g
i
Paleontologi

F is ik a K im ia F is ik K im ia
a

Gambar 1.1 Akar Keilmuan

1
• Kimia adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk materi.

• Fisika adalah ilmu yang mempelajari semua proses atau gaya yang
bekerja pada materi.

• Geologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai materi yang ada di


kerak bumi.

• Biologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai hal tentang organisme


hidup.

Di samping keempat cabang ilmu dasar tersebut terdapat cabang ilmu


lainnya, yaitu astronomi. Ilmu ini mempelajari alam semesta di luar bumi
dan kadang-kadang juga dipandang sebagai ilmu fisika. Selain itu,
terdapat ilmu matematika, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk dan
angka.

Pada perkembangan selanjutnya, para ilmuwan tidak melihat lagi


tumpang tindih antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya,
sehingga muncul disiplin ilmu baru yang seolah terpisah, padahal
sebenarnya berada di antara dua disiplin ilmu asalnya. Contohnya adalah
penjelasab Sir Isaac Newton, seorang ahli fisika, tentang pembentukan
pegunungan. Dalam kaitan ini ia berbicara tentang ilmu geologi yang
dikaitkan dengan teori kontraksinya. Geofisika adalah satu di antara
sejumlah ilmu yang berkembang dengan cara ini.

Ilmu pengetahuan dimulai dengan observasi atau pengamatan. Di masa


lalu, pengakuan atas percobaan hanya berdasarkan referensi penguasa,
yang berakhir pada Zaman Renaissance. Sekarang ilmu dan teknologi
modern berkembang berdasarkan prinsip observasi yang pada awalnya
memang bersifat deskriptif. Contohnya, Kepler menjelaskan gerak planet
dan Harvey menjelaskan aliran darah. Percobaan di bidang geologi,
karena menangani bahan yang sangat kompleks, tetap bersifat deskriptif.
Sebaliknya, bidang fisika yang mempelajari gaya, proses, serta hubungan
antar-materi tanpa meninjau kejadian di alam, berkembang lebih
kuantitatif dan dapat mengukur berbagai fenomena di laboratorium.
Pemikiran tersebut melahirkan prinsip atau cara kerja pengukuran yang
dapat dilakukan di lapangan, seperti pengukuran gaya berat, magnetik,
geolistrik, elektromagnetik, seismik dan sebagainya.

Pada perkembangan selanjutnya, jika ahli geologi memerlukan pengujian


suatu hipotesis, maka ahli fisika dan ahli kimia telah menyiapkan
teknologi untuk mengukur besarnya. Teknologi ini mempercepat
perkembangan ilmu kebumian. Pada awalnya, ilmu geofisika dibutuhkan
sebagai alat pengukur suatu hipotesis, namun dalam perkembangannya
ilmu ini tumbuh menjadi ilmu mandiri dengan permasalahan yang
spesifik.

Sekumpulan ahli di Amerika Serikat yang berkecimpung dalam masalah


ini kemudian membentuk organisasi profesi yang disebut American
Geophysical Union (AGU). Dalam organisasi ini terdapat divisi
meteorologi, hidrologi, oseanografi, seismologi, vulkanologi,
geomagnetisme, geodesi, tektonofisik, glasiologi, geotermometri,
geokosmogoni dan geokronologi.
1.2 Geofisika dalam Eksplorasi dan Pengembangan Sumber
Daya Hidrokarbon, Mineral dan Lingkungan

Pengambilan sumber energi dan mineral yang berguna dari muka bumi
secara terus-menerus dengan intensitas yang semakin meningkat telah
memacu kemungkinan terjadinya bahaya kekurangan sumber energi
yang dapt berakibat buruk pada perekonomian dan kehidupan penduduk
di seluruh dunia. Peristiwa di sekitar tahun 1970 telah memperlihatkan
bagaimana permasalahan tersebut sangat mungkin terjadi. Sebagaimana
diketahui, minyak bumi, gas bumi dan mineral logam di muka terdapat
dalam jumlah terbatas. Namun, masalah utama yang perlu diselesaikan
sesegera mungkin adalah bagaimana mencari dan menemukan sumber
cadangan energi baru di muka bumi ini yang dapat menggantikan mineral
yang telah digunakan atau dikonsumsi. Pencarian sumber energi dan
mineral ini semakin lama semakin sulit, tidak ‘semudah’ menemukan dan
mengeksploitasi sumber itu.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, para ahli kebumian telah


mengembangkan berbagai teknik eksplorasi yang semakin modern.
Hingga menjelang abad ke-20, pencarian minyak bumi dan mineral pada
penyelidikan langsung di permukaan bumi. Jika semua data di suatu
daerah sudah dapat ditemukan dengan peralatan sederhana, secara tidak
langsung sudah bisa diperkirakan sumber yang terdapat di bawah
permukaan melalui data geologi yang diukur di permukaan. Karena
pendekatan teknologi ini ternyata telah mencapai titik balik, yaitu
pengurangan hasil yang diperoleh, diperlukan metode pembelajaran baru
tentang daerah bawah permukaan. Metode tersebut tidak lagi bertitik
berat pada penelitian geologi, tetapi melibatkan pengukuran sifat fisika
permukaan bumi yang dapat memberikan informasi tentang struktur,
komposisi batuan di bawah permukaan, yang dapat digunakan untuk
menentukan lokasi sumber energi dan mineral.

Antara Geofisika dan Geologi

Telah disinggung bahwa ilmu yang mempelajari bumi dengan


menggunakan pengukuran fisika di permukaan bumi adalah geofisika.
Meskipun demikian, tidak selalu dapat dengan mudah dibedakan secara
pasti antara geologi dan geofisika. Perbedaan utamanya terletak pada
jenis datanya. Di satu pihak, geologi termasuk ilmu yang mempelajari
bumi dengan melakukan penelitian langsung terhadap batuan, baik dari
singkapan maupun dari pengeboran, serta meneliti gambaran tentang
struktur, komposisi atau sejarahnya yang dapat dilakukan dengan
beberapa analisis. Sementara itu, geofisika termasuk ilmu yang
mempelajari bagian-bagian bumi yang tidak dapat terlihat langsung dari
permukaan, melalui pengukuran dari sifat fisiknya dengan peralatan yan
tersedia di atas permukaan bumi. Geofisika juga mencakup interprestasi
pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berguna
tentang struktur dan komposisi lapisan di dalam bumi.

Meskipun demikian, perbedaan kedua ilmu bumi ini tidak benar-benar


nyata sepenuhnya. Well logs, misalnya, digunakan dalam bidang geologi,
namun cara inipun memperlihatkan hasil seperti yang diperoleh dari
penelitian dengan menggunakan peralatan geofisika. Berbagai bentuk
bawah permukaan, seperti lubang pengeboran, sering digunakan untuk
melakukan beberapa pengukuran geofisika.
Sebagaimana telah diketahui, geofisika menyediakan peralatan untuk
mempelajari struktur dan komposisi bagian dalam bumi. Memang
pengetahuan kita tentang bagian dalam bumi, sampai kedalaman
tertentu yang dilakukan melalui pengeboran atau penambnagan ternyata
terbatas, sehingga diperlukan penelitian geofisika. Keadaan dan sifat
mantel bumi, selubung bumi dan inti bumi dapat diperkirakan melalui
berbagai penelitian dengan gelombang seismik dari gempa bumi,
gravitasi, sifat magnetik dan suhu. Peralatan dan teknik yang
dikembangkan dalam sejumlah bidang tertentu telah digunakan dalam
eksplorasi hidrokarbon dan mineral. Pada saat yang sama, metode
geofisika dirancang untuk mengembangkan pemakaiannya atau
aplikasinya dalam berbagai penelitian tentang bagian dalam bumi.
Penekanan aplikasi geofisika secara ekonomi dinamakan teknik geofisika,
namun harus ditekankan juga bahwa geofisika murni dan teknik geofisika
mempunyai banyak ketergantungan satu sama lain.

Tantangan Teknologi Geofisika

Eksplorasi geofisika merupakan teknologi yang relatif baru. Pada tahun


1960-an, mineral logam dicari dengan menggunakan kompas magnetik,
namun cara ini hanya digunakan dalam eksplorasi pertambangan.
Penelitian geofisika untuk minyak dan gas bumi lebih bertumpu pada
sifat-sifat fisikanya. Penemuan sifat minyak bumi dengan menggunakan
metode geofisika yang pertama dilakukan pada tahun 1924.

Berdasarkan sejarah dan peralatannya, teknik eksplorasi geofisika


berkembang semakin baik, baik dalam penampilan maupun harganya.
Kemajuan ini dapat menaggulangi masalah besar dalam mengembangkan
sumber lama setelah dirasakan cukup sulit menemukan sumber baru.
Kecuali di daerah yang benar-benar baru untuk eksplorasi, banyak
pengukuran geofisika dilakukan di daerah yang di masa lalu pernah gagal
pengukurannya karena tidak tepatnya peralatan, teknik pengukuran
lapangan atau interprestasi data. Dengan kata lain, pengumpulan data
yang diperoleh dengan teknologi yang ada adalah satu-satunya
pengetahuan yang dapat ditemukan dengan berjalannya waktu.
Kebutuhan akan data baru tidak dapat dipenuhi sampai ditemukan
teknologi baru dengan pengembangannya, sehingga mempermudah
pengukuran dan pengolahan datanya.

Dengan demikian, sekarang ini para teknokrat geofisika mendapati


dirinya berada dalam situasi seperti orang sedang berlari di dalam kereta
yang sedang berjalan. Mereka harus berlari cepat hanya untuk bertahan
pada tempatnya berada. Masalah ini juga dihadapi oleh para ahli lainnya
yang terlibat dalam proses eksplorasi, seperti ahli geologi dan teknik
pengeboran maupun teknik perminyakan.

Sekarang, marilah kita tinjau lebih lanjut perkembangan teknologi dalam


eksplorasi geofisika yang dibagi dalam beberapa jenis. Dalam beberapa
kasus, teknik-baru dikembangakan untuk menyelesaikan masalah
lingkungan di daerah tempat dilakukannya eksplorasi. Di daerah pantai,
gurun, tundra atau daerah yang mengandung lapisan lava dibutuhkan
pengukuran khusus. Di beberapa daerah lain, bising yang unik dapat
mengacaukan data geofisika, sehingga dibutuhkan teknik khusus untuk
mengatasinya. Pengenalan teknologi komputer analog pada tahun 1950
dan komputer digital pada tahun 1960 telah mendatangkan kemampuan
baru untuk merekam dan memproses berbagai macam data geofisika. Hal
ini membuka kemungkinan untuk memprediksi informasi yang berharga,
meskipun terhambat oleh bising yang tidak diinginkan.

Kemajuan teknoloi setelah Perang Dunia II membawa kemajuan pula di


berbagai bidang ilmu pengetahuan yang memberikan sumbangan besar
dalam eksplorasi geofisika. Komputer elektronik, mikrominiatur elektronik,
informasi-teknik pemrosesan dan satelit navigasi telah diguanakan secara
luas oleh para ahli geofisika dalam mencari dan mengembangkan
lapangan minyak bumi atau sumber daya alam lainnya.

Metode atau teknik Geofisika

Metode geofisika yang secara luas banyak dilakukan dalam eksplorasi


adalah metode seismik, gayaberat, magnetik, listrik dan elektromagnetik.
Semua metode tersebut juga terlibat dalam pengukuran zat radioaktif
dan suhu di dekat bumi atau di udara.

Beberapa metode ini digunakan untuk pencarian hidrokarbon. Metode


lainnya lebih banyak digunakan dalam eksplorasi mineral dan untuk
tujuan lain. Pengukuran seismik, magnetic dan gayaberat adalah
pengukuran utama untuk eksplorasi mineral. Di Uni Soviet, di Sekitar
Perancis dan lebih luas lagi sampai beberapa Negara di Amerika Serikat,
metode elektromagnetik telah banyak digunakan secara kontinu dalam
mencari minyak bumi. Jadi, metode magnetik dan elektromagnetik sudah
digunakan untuk kedua jenis penyidikan tersebut.
1.3 Teknologi Geofisika dan Sumber Daya Hidrokarbon

Teknologi geofisika pada dasarnya adalah teknologi yang dikembangkan


dengan menerapkan sejumlah hukum fisika pada berbagai sifat fisika
bumi agar dapat dimanfaatkan oleh umat manusia. Sehubungan dengan
itu, teknologi ini mempunyai cakupan yang sangat luas, misalnya untuk
keperluan mitigasi bencana gempa bumi dan gunung api. Selain itu,
diperlukan juga untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan, gedung,
jembatan, bendungan dan bangunan sipil lain. Manfaat lainnya adalah
dalam analisis lingkungan untuk menganalisis berbagai bahan beresiko,
buangan limbah dan sebagainya. Yang tidak kalah pentingnya adalah
untuk ekslporasi sumber daya bumi seperti mineral, batuan, batubara,
minyak dan gas bumi, hingga kepentingan teknologi militer untuk galian
atau deteksi adanya percobaan nuklir.

Selanjutnya, teknologi geofisika dalam eksplorasi migas adalah teknologi


seismik. Sejarah menunjukkan bahwa teknologi seismik mendominasi
teknologi eksplorasi migas, namun teknologi ini bukanlah pertama
digunakan. Posisi terhormat ini ternyata ditempati oleh metode
gayaberat. Pada tahun 1915 Lorand von Eotvos yang berasal dari
Hungaria memulai survey gayaberat dengan torsion balance. Kemudian,
geologiwan Everetle DeGolyer menggunakan alat ini di Amerika Serikat
pada tahun 1920-an dan berhasil menemukan Kubah Garam Nash di
Brazoria County, Texas pada tahun 1924. Inilah penemuan ladang
minyak pertama dengan menggunakan teknologi geofisika. Teknologi ini
mulai jarang digunakan secara komersial sekitar tahun 1930-an, namun
secara sporadis masih digunakan di beberapa ladang minyak, misalnya di
Cekungan Sumatera Tengah dan Kampar Kanan yang dikelola oleh PT
Caltex Pacific Indonesia sekitar tahun 1985-1990. Bahkan pada tahun
1997, dalam pertemuan ilmiah tahunan SEG muncul teknologi
gradiometri gayaberat yang mendapat sambutan hangat, diikuti terbitnya
ulasan dalam jurnal profesional dan ada perusahaan yang khusus
didirikan untuk memasarkannya.

Awal penggunaan teknologi seismik untuk eksplorasi mineral ialah


sesudah Perang Dunia I. Para fisikawan Perancis, Jerman, Inggris dan
Amerika Serikat mengembangkan suatu metode berdasarkan teknologi
seismik untuk melokalisir artileri musuh. Setelah perang berakhir, John C.
Karcher dan Mintrop mulai menerapkannya untuk eksplorasi minyak
bumi. Karcher menemukan teknologi seismik refleksi pada April 1979 dan
segera mencari kemungkinan untuk bergerak secara komersial.

Mintrop mematenkan teknologi ini tahun 1919, serta mendirikan


perusahaan Seismos pada tahun 1921 dan memperoleh kontrak dari
perusahaan Marlan Oil (kemudian menjadi Conoco) pada tahun 1923.
pekerjaan ini belum menemukan minyak. Kontrak lain adalah Seismos
dan Gulf berhasil menemukan Kubah Orchard di pantai Texas pada tahun
1924. ladang ini menghasilkan minyak secara komersial, sehingga dicatat
sebagai keberhasilan teknologi seismik untuk eksplorasi minyak bumi.

Pionir teknologi seismik lainnya, Karcher, mengalihkan operasinya ke


Pantai Timur (Oklahoma) dan pada tahun 1921 Geological Engineering
Company berhasil melakukan tes fondasi Kota Oklahoma, sehingga
didirikan monumen oleh Oklahoma City Geological Society. Karena
dianggap sukses menyelesaikan pekerjaan ini, Marland Oil Company
setuju meberikan dana untuk penelitian lebih lanjut. Namun, hasil
penelitian itu buruk. Dan bersamaan dengan itu harga minyak juga

10
10
memburuk, sehingga perusahan itu bangkrut. Pada tahun 1920-an,
DeGolyer, Wakil Presiden Perusahaan Amerada memutuskan untuk
menyiapkan kemungkinan penggunaan teknologi geofisika dalam
ekslporasi minyak bumi. Perusahaan Geophysical Research Corp didirikan
sebagai anak perusahaan Amerada dan Karcher kembali dalam bisnis
minyak. Hasil yang dicatat ialah dikembangkannya instrumen seismik
yang diserahkan ke Houston pada tahun 1926, sehingga Gulf menyewa
dua kelompok refraksi pada tahun yang sama. Satu kelompok berhasil
menemukan dua buah kubah garam dalam waktu 3 bulan. Geologiwan
Kepala, L.P.Garret, mengembangkan teknik ‘penembakan kipas’ dengan
hasil memuaskan. Dalam kurun waktu 1927-1928 GRC berhasil
menemukan 11 kubah garam dalam waktu hanya 4 bulan hanya untuk
satu klien.

Penelitian berjalan terus dan menghasilkan teknologi seismik refleksi


sebagai teknologi komersial. Karena dalam perusahaan belum
diprioritaskan, DeGolyer bekerjasama dengan Karcher membiayai
Geophysical Sevice Inc. Hasilnya, pada pertengahan tahun 1930-an dasar
eksplorasi geofisika modern telah diletakkan. Seismik refleksi telah mapan
sebagai teknologi penting dalam eksplorasi. Pada saat itu SEG berdiri dan
mulai dengan publikasi dalam majalah Gephysics pada tahun 1935.

Ternyata industri terus berkembang dan sangat mendukung teknologi ini,


misalnya dengan ditemukannya pita megnetik, teknologi pengolahan
sinyal dan akhirnya teknologi informatika atau komputer. Selanjutnya,
pada tahun 1960-an mulailah era digital. Pelopor teknologi seismik dalam
teknologi digital ialah Enders Robinson. Teknologi ini memungkinkan
dibuatnya penampang teknik. Konsekuensi dari perkembangan tersebut
ialah tumbuhnya industri baru pengolahan data yang dengan cepat

11
11
menghubungkan pengambilan data (data aquisition) dan interprestasi
data. Ketiga bagian ini -pengambilan data, interprestasi data dan
pengolahan data- sekarang berkembang pesat dalam teknologi seismik.

Geofisikawan telah terbukti memanfaatkan kemajuan perkembangan


teknologi informatika sejak tahun 1960-an. Perusahaan minyak menjadi
pasar terbesar yang memanfaatkan superkomputer pada tahun 1970-an,
sehingga mampu menolah data seisimik secara lebih banyak dan lebih
cepat. Kemajuan seismik 3D pada tahun 1980-an menjadikan teknologi
geofisika sebagai ‘kader’ dalam perkembangan komputer workstation.
Teknologi seismik 3D ini diyakini sebagai terobosan teknologi di generasi
masa kini. Teknologi ini menjadikan evolasi yang tadinya hanya teknologi
eksplorasi saja menjadi teknologi eksplorasi dan pengembangan
(development) dari ladang migas. Dengan demikian, selain exploration
geophysicist dikenal pula development geophysicist.

Perkembangan kemampuan resolusi menjadikan perbandingan sukses


semakin baik bagi teknologi seismik yang ditunjukkan dengan
keberhasilan sumur-sumur pengembangan di ladang minyak. Kerena
posisi hidrokarbon di reservoir berubah terhadap waktu, mulailah
dipertimbangkan memasukkan dimensi keempat dalam seismik, yaitu
waktu, sehingga dikenal seismik 4D (tiga dimensi ruang ditambah satu
dimensi waktu). Teknologi ini bekerja berdasarkan teknologi seismik 3D
yang dilakukan secara berulang terhadap waktu, sehingga dapat
memantau pengaruh produksi hidrokarbon di permukaan terhadap
penyebarannya di bawah permukaan. Teknologi ini dikenal sebagai
seismik selang waktu (lapse-time seismic.)
Contoh studi mutakhir yang berkaitan dengan metode selang waktu
adalah yang dilakukan di Lapangan Fulmar di Laut Utara (Johnston dkk.,
1998). Hasil studi ini antara lain memberikan data tentang perubahan
kontak fluida di reservoir (berkaitan dengan batas produksi), kenaikan
seismik impedance akibat masuknya air dan penurunan tekanan di
reservoir dan perubahan impedan sesuai dengan sejarah produksi.
Kesimpulan akhir menyebutkan bahwa perubahan sifat seismik dapat
membantu dalam manajemen reservoir.

Contoh lain dilakukan oleh Huang dkk. (1998) yang melakukan integrasi
antara seismik selang waktu dan data produksi untuk manajemen
reservoir untuk memperbaiki production history matching yang dilakukan
di reservoir batupasir, Teluk Meksiko, Lepas Pantai Louisiana. Beberapa
contoh kegunaan lain dilaporkan oleh He dkk. (1998), Anderson dkk.
(1998) dan sejumlah peneliti lain.

Di Indonesia metode ini diterapkan di daerah PT CPI. Secara khusus


konferensi AAPG tahun 2000 memasukkan satu topik tentang
penggunaan Geofisika 4D (Anonim, 1999)

1.4 Teknologi Geofisika dan Sumber Daya Mineral

Hanya Indonesia yang bergantung pada produksi minyak dan gas untuk
memenuhi kebutuhan energinya. Ini sama saja bergantung pada
kandungan mineral untuk membiayai ekonomi industri yang merupakan
dasar peradaban modern. Angka kandungan mineral yang terus digali
menunjukkan permintaan yang terus meningkat sesuai dengan
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan teknologi geofisika dapat
membantu menemukan cadangan migas dan ini harus digunakan dengan
sebaik-baiknya supaya kebutuhan mineral menjadi lebih tercukupi.

Survei yang menakjubkan dari teknik geofisika bisa ditemukan di Perancis


pada tahun 1980-an. Metode teknologi geofisika ini sudah lebih berhasil
dengan ditemukannya dua jenis bijih, yaitu bijih sulfida yang
kandungannya kedua terbesar dan tersebar, dan bijih besi. Mineral
lainnya seperti kromit dan emas juga sudah berhasil ditemukan dengan
survei geofisika.

Bijih sulfida sangat menguntungkan sebagai sumber tenaga dan


molibdenum. Logam penting yang telah ditemukan secara besar-besaran
dalam kandungan bijih sulfida adalah tembaga, nikel, timah dan seng.
Mineral yang biasa ditemukan adalah kalkopirit, bornit, molibdenit, pirit,
pirotit, galena dan sfalerit. Peralatan geofisika yang paling efektif untuk
menemukan bijih besi ini adalah teknik polarisasi terimbas. Kandungan
bijih ini memiliki sifat khas, yaitu konduktivitas dan densitas yang tinggi,
sehingga sering ditemukan. Karena magnetik seringkali hanya terdapat
sebagai ‘tamu’ mineral, kekuatan gaya megnetiknya lemah. Sifat cukup
baik untuk mendeteksi kesatuan anomali kondukivitas yang terkandung.
Sementara itu, pengukuran gayaberat dipakai untuk mengamati anomali
densitas. Survei magnetometer antara lain digunakan untuk
mendiagnosis penyimpangan gaya tarik magnetik akibat perubahan
suseptibilitas.

Bijih besi yang memiliki daya tarik ekonomi besar adalah yang
mengandung magnetit dan hematit. Magnetit memiliki suspitibilitas
magnetik yang paling tinggi dibandingkan dengan mineral lain. Teknik
magnetik sangat sesuai untuk mencari besi dalam bentuk ini. Hematit
tidak banyak mengandung magnetic, tetapi sering dihubungkan secara
genesa atau secara statigrafi sebagai unit litotlogi yang mengandung
mineral magnet. Jadi, magnetometer dapat digunakan dalam eksplorasi
hematit sebagaimana digunakan untuk magnetit. Selain itu, karena
densitas manetit biasanya lebih besar daripada densitas batuan yang
mengandung mineral ini, survei gayaberat dapat digunakan unuk mencari
kedua jenis bijih ini.

Akhir-akhir ini penemuan cadangan polimetalik masif pada bijih sulfida di


dasar lautan memberikan harapan baru. Arti nyata deposit ini masih
harus menunggu perkembangan teknik penambangan, selain terkait
dengan masalah transportasi dan eksploitasi deposit ini. Bagaimanapun,
akan lebih baik menggunkaan kemampuan yang ada sekarang ini, yaitu
teknologi geofisika untuk pemecahan berbagai masalah penambangan di
laut.

Peralatan geofisika sudah digunakan dalam eksplorasi mineral hamper


tiga abad sebelum geofisika digunakan dalam pencarian minyak. Kompas
magnetik digunakan dalam prospek untuk bijih besi pada awal 1640,
tetapi baru 100 tahun yang lalu digunakan sebagai peralatan khusus.
Kompas untuk penambangan di Swedia, yang dikembangkan untuk
penyelidikan, jarum magnetiknya sangat bergantung pada perubahan
rotasi horizontal dan vertikal di Amerika Serikat, kompas ini biasanya
digunakan untuk eksplorasi bijih besi di New Jersey dan Michigan selama
dasawarsa terakhir abad ke-19.

Salah seorang perintis awal eksplorasi geofisika ialah Robert Fox yang
pada tahun 1815 menemukan bahwa mineral dapat berpolarisasi dengan
spontan. Ia mengajukan peralatan yang memakai efek ini untuk
mendapatkan bijih besi. Eksplorasi geofisika dengan menggunakan teknik
ini baru berusia satu abad, namun sebuah penemuan komersial telah
diciptakan berdasarkan teknik ini. Pada tahun 1916 Corad Schlumberger
menggunakannya untuk mencari lokasi deposit sulfida di Bonn. Kira-kira
pada waktu yang sama dia mengembangkan tempat pelatihan teknik
untuk resistivity (tahanan jenis). Teknik yang berbasis pada percobaan
diperkenalkan oleh Osborn dan peneliti lainnya sebelum pergantian abad
di area penambangan ‘The Great Lakes’.

Pada tahun 1915-1920 pelapisan berbagai jenis jarum mulai


diperkenalkan untuk lebih mencerahkan masa depan mineral magnetik.
Sampai saat ini magnetometer Schmidt masih tetap dipakai.
Magnetometer udara yang berdasarkan flux gate di bawah departemen
eksplorasi telah digunakan untuk mrngawasi ‘kapal selam’ selama perang
dunia II dan digunakan dalam jangka pendek setelah perang.
Magnetometer nuklir untuk survei darat dan udara digunakan sekitar
tahun 1955 (cesium dan rubidium). Magnetometer diperkenalkan untuk
kerja eksplorasi sekitar tahun 1961. Airborne magnetic gradiometer
digunakan pada pertengahan tahun eksplorasi minyak.

Pada tahun 1920-an teknik pembuktian sedang dikembangakan untuk


prospek tahanan jenis yang melibatkan perkalian konfigurasi electrode.
Metode elektromagnetik diperkenalkan oleh Hans Lundberg pada
pertengahan tahun 1920-an dan mereka mengadaptasikannnya untuk
survei udara pada sekitar tahun 1947.

Sebelum Perang Dunia II, basis teori untuk eksplorasi bahan tambang
dibatasi dan interprestasinya hanya pada bagian kuantitatif. Sejak perang
telah terjadi banyak perkembangan dalam teori metode interprestasi
yang digunakan dalam geofisika pertambangan, terutama yang
bersangkutan dengan gaya magnetik dan elektromagnetik.

Penggunaan metode teknik geofisika untuk eksplorasi tambang tersebar


luas setelah berakhirnya Perang Dunia II. Dalam tahun 1948 polarisasi
terimbas atau metode over voltage diperkenalkan secara komersial dalam
pencarian bijih sulfida. Metode magnetotelluric dan metode audio
magnetotelluric juga diperkenalkan setelah perang.

1.5 Teknik Geofisika

Secara khusus perkembangan ilmu geofisika serbagian mengarah ke


teknologi. Pada mulanya bidang ini hanya mencoba menyediakan teknik
pengukuran dan perhitungan hipotesis geologi, namun kemudian
berkembang kea rah teknik pemanfaatan sumber daya. Contohnya
adalah teknologi seismik untuk eksplorasi minyak dan gas bumi,
gayaberat dan magnetik untuk eksplorasi mineral bijih, serta geolistrik
dan elektromagnetik untuk sumber daya panas bumi. Akhis-akhir ini juga
berkembang ke arah pengujian bahan konstruksi, struktur konstruksi
dangkal, serta pemantauan lingkungan, misalnya dengan berkembangnya
pengujian yang tidak merusak serta pengukuran polutan dan penggunaan
radar.

Teknik pengolahan data geofisika sering menghasilkan ahli yang sama


sekali sudah tidak mengerti lagi tentang akar kebumiannya sendiri atau
murni teknologi. Hal ini terjadi karena secara filosofis tugasnya sudah
berbeda, yaitu mencari cara mengolah data agar objek yang diinginkan
tergambar dengan jelas, terlihat nyata dibandingkan dengan benda-
benda lain di sekitarnya.
Para ahli yang berkecimpung dalam masalah ini kemudian mendirikan
organisasi profesi yang sangat terkenal, antara lain Society of Exploration
Geophysicist (SEG), sedangkan sesudah tahun 1990-an berdiri organisasi
Enviromental and Engineering Geophysical Society (EEGS). Asosiasi yang
disebut terakhir ini lebih menangani masalah yang berkaitan dengan
eksplorasi dangkal. Tentu saja karena sifatnya dangkal, masalah
lingkungan tercakup di dalamnya.

Teknolkogi geofisika akhir-akhir ini berkembang dengan pesat seiring


dengan perkembangan teknologi informatika. Fenomena ini mudah
dimengerti karena aplikasi informatika memungkinkan dilakukannya
pengambilan dan pengolahan data geofisika secara cepat dalam waktu
yang singkat, namun dengan ketepatan yang tinggi.
BAB II
BUMI

2.1 Pendahuluan

Agar kita dapat lebih menghayati dan mendalami sifat sifat yang
terkandung dalam bumi, maka perlu disimak juga sedikit perihal
bagaimana terjadinya bumi ini. Untuk tujuan itu kita akan
mengawalinya dengan melihat kedudukan bumi ini dari sudut yang
lebih luas dan besar; yakni dengan menempatkan bumi ini sebagai
bagian dari Tata Surya. Kemudian beralih ke bagian-bagian yang lebih
kecil dan rinci, yaitu bahan-bahan pembentuknya, dan dari sini kita
melangkah mengungkapkan bentuk dan bangunnya, proses dan
peristiwa-peristiwa besar yang terjadi dan menimpa bumi seperti
pembentukan batuan, pengikisan permukaan bumi, pembentukan
pegunungan dan lain sebagainya.

2.2 Asal Terbentuknya Bumi


Proses bagaimana terjadinya Bumi dan Tata Surya kita ini telah lama
menjadi bahan perdebatan diantara para ilmuwan. Banyak
pemikiran-pemikiran yang telah dikemukakan untuk menjelaskan
terjadinya planit-planit yang menghuni Tata Surya kita ini. Salah
satu diantaranya yang merupakan gagasan bersama antara tiga
orang ilmuwan yaitu, KANT, LAPLACE Agar kita dapat lebih
menghayati dan memahami sifat-sifat yang terkandung dan
HELMHOLTZ, adalah yang beranggapan adanya suatu bintang yang
berbentuk kabut raksasa dengan suhu yang tidak terlalu panas
karena penyebarannya yang sangat terpencar. Benda tersebut yang
kemudian disebutnya sebagai awal-mula dari MATAHARI.

Gerakan tersebut menyebabkan Matahari ini secara terus-menerus


akan kehilangan daya energinya dan akhirnya mengkerut. Akibat
dari proses pengkerutan tersebut, maka ia akan berputar lebih cepat
lagi. Dalam keadaan seperti ini, maka pada bagian ekuator
kecepatannya akan semakin meningkat dan menimbulkan terjadinya
gaya sentrifugal. Gaya ini akhirnya akan melampaui tarikan dari
gayaberatnya, yang semula mengimbanginya, dan menyebabkan
sebagian dari bahan yang berasal dari Matahari tersebut terlempar.
Bahan-bahan yang terlempar ini kemudian dalam perjalanannya juga
berputar mengikuti induknya, juga akan mengkerut dan membentuk
sejumlah planit-planit.

Karena ternyata masih ada beberapa masalah yang berkaitan


dengan kejadian-kejadian didalam Tata Surya yang tidak berhasil
dijelaskan dengan teori ini, maka muncul teori-teori baru lainnya
yang mencoba untuk memberikan gambaran yang lebih sempurna.
Salah satunya adalah yang disebut dan dikenal sebagai teori
PLANETESIMAL yang dicetuskan oleh CHAMBERLIN dan MOULTON.
Teori ini mengemukakan adanya suatu Bintang yang besar yang
menyusup dan mendekati Matahari. Akibat dari gejala ini, maka
sebagian dari bahan yang membentuk Matahari akan terkoyak dan
direnggut dari peredarannya. Mereka berpendapat bahwa bumi kita
ini terbentuk dari bahan-bahan yang direnggut tersebut yang
kemudian memisahkan diri dari Matahari. Sesudah itu masih ada
bermunculan teori-teori lainnya yang juga mencoba menjelaskan

20
20
terjadinya planit-planit yang mengitari Matahari. Tetapi rupanya
kesemuanya itu lebih memfokuskan terhadap pembentukan planit-
planit itu sendiri saja tanpa mempedulikan bagaimana sebenarnya
Matahari itu sendiri terbentuk.

Astronomi adalah ilmu yang mempelajari keadaan Tata Surya, dan


mungkin merupakan ilmu yang tertua di Bumi. Kaitannya terhadap
bumi hanya terbatas kepada aspek bahwa bumi merupakan bagian
dari Tata Surya. Dari segi ilmu Astronomi, bumi kita ini hanya
merupakan suatu titik yang tidak penting dalam Tata surya
dibandingkan dengan benda-benda lainnya. Hasil pengamatan
manusia mengenai Tata Surya ini yang terpenting adalah
bahwasanya gerak-gerik dari benda yang didalam Tata Surya itu
mempunyai suatu keteraturan sehingga daripadanya dapat
digunakan untuk merekam waktu yang telah berlalu. Sudah sejak
lama orang percaya bahwa ia berada dalam suatu benda yang
merupakan inti daripada segala sesuatu yang diciptakan TUHAN.
Namun sejak 3 ½ abad yang lalu kita baru menyadari bahwa Bumi
ini ternyata hanya merupakan sebagian kecil saja dari KOSMOS, dan
jauh sekali dari anggapan sebagai pusat dari segalanya. Sebenarnya
bahwa sejak 300 tahun terakhir ini kita memang telah banyak
mendapatkan fakta-fakta tentang bagaimana pola Tata Surya kita
ini. Beberapa dari padanya adalah yang berhubungan dengan
ukuran-ukurannya, sedangkan keteraturan yang dapat diamati.

Pemikiran Tentang Asal Mula Jadi Tata


Surya

Dalam perkembangan yang mutakhir para peneliti di bidang


astronomi mulai membatasi diri dengan hanya memikirkan masalah-
masalah yang berkaitan dengan asal mula dari planit-planit saja.
21
21
Sedangkan teka-teki yang berhubungan dengan terjadinya Matahari
nampaknya untuk sementara masih tertinggal dan diabaikan seperti
keadaannya semula. Kurang lebih pada sekitar pertengahan abad
ini, masalah yang berkaitan dengan momentum telah dicoba didekati
melalui penggunaan sifat-sifat arus listrik dan medan kemagnitan.
Pendekatan ini menimbulkan suatu perubahan terhadap hukum yang
berkaitan dengan sifat-sifat dari gas panas sebagai berikut:

a. Pada awalnya gas gas ditafsirkan akan bereaksi langsung


terhadap tarikan gaya berat, perputaran dan tekanan. Tetapi
didalam suatu medan magnit yang dikekalkan oleh arus listrik
(magneto hydrodinamic field), gas yang terionkan akan
mempunyai kekuatan untuk menangkis gaya-gaya tersebut.

b. Disusul oleh FRED HOYLE pada tahun 1960 mengemukakan:

- Magneto hydrodinamic telah mempengaruhi sifat daripada


bahan asal didalam awan debu yang berupa gas yang
terionkan yang berputar dengan cepat. Melalui gas-gas ini
akan didapat garis-garis gaya “magneto hydrodinamic”yang
diumpamakan serupa dengan benang-benang elastis yang
mengikat gas-gas tersebut.
- Gas-gas yang terdapat dibagian luar dari awan akan berputar
lebih lambat dibandingkan dengan yang berada di bagian
dalam sehingga akibatnya benang-benang itu akan
mempunyai kecenderungan untuk melilit dan merentang.
Keadaan seperti ini akan menyebabkan peningkatan terhadap
momentum pada bagian luar, yang kemudian akan
membentuk planit-planit dan akan mengurangi bagian
tengahnya yang kemudian pula akan membentuk Matahari.

2.3 Sejarah Singkat Bumi dan Kehidupannya

Sejarah singkat dari bumi serta kehidupannya diperlukan sebagai awal


untuk menceritakan tentang evolusi. Evolusi adalah sebuah teori ilmiah
tentang perkembangan mahluk hidup. Ketika ada yg bertanya apakah
berarti manusia dari kera ? Banyak orang yang tidak percaya dan
menimbulkan pro dan kontra. Untuk belajar tentang evolusi dari ilmu
geologi lebih baik dimulai dari pengenalan jaman-jalan serta dimensi
waktu geologi.

Bumi tempat segenap makhluk hidup termasuk manusia telah terbentuk


kira-kira 4.600.000.000 tahun lalu bersamaan dengan planet-planet lain
yang membentuk tatasurya dengan matahari sebagai pusatnya. Sejarah
kehidupan di bumi baru dimulai sekitar 3.500.000.000 tahun lalu
dengan munculnya micro-organisma sederhana yaitu bakteri dan
ganggang. Kemudian pada 1.000.000.000 tahun lalu baru muncul
organisme bersel banyak. Pada sekitar 540.000.000 tahun lalu secara
bertahap kehidupan yang lebih komplek mulai berevolusi

Perkembangan perubahan tetumbuhan diawali oleh Pteridofita


(tumbuhan paku), Gimnosperma (tumbuhan berujung) dan terakhir
Angiosperma (tumbuhan berbunga). Sedangkan perkembangan dan
perubahan hewan dimulai dari invertebrata, ikan, amfibia, reptilia, burung
dan terakhir mamalia, kemudian terakhir kali muncul manusia.

Kalau dalam ilmu sejarah kita mengenal jaman-jaman dengan nama-


nama khususnya, misal : Jaman Batu, Jaman Majapahi; Kala dan Massa.
Dalam ilmu geologi juga mirip. Ada yg disebut “jaman“, “kala“, dan
“periode”. Sejarah perkembangan kehidupan di Bumi dan Kalender
Geologi dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Sejarah perkembangan kehidupan di bumi

Gambar 2.2 Kalender Geologi


a. Masa Arkeozoikum (4,5 – 2,5 milyar tahun lalu)

Arkeozpoikum artinya Masa Kehidupan Purba. Masa Arkeozoikum


(Arkean) merupakan masa awal pembentukan batuan kerak bumi
yang kemudian berkembang menjadi protokontinen. Batuan masa ini
ditemukan di beberapa bagian dunia yang lazim disebut kraton/perisai
benua. Coba perhatikan, masa ini adalah masa pembentukan
kerakbumi. Jadi kerakbumi terbentuk setelah pendinginan bagian
tepi dari “balon bumi” (bakal calon bumi). Plate tectonic / Lempeng
tektonik yang menyebabkan gempa itu terbentuk pada masa ini.
Lingkungan hidup mas itu tentunya mirip dengan lingkungan disekitar
mata-air panas.

Pada awal terbentuknya, permukaan bumi masih berbentuk cairan


(semacam Lava yang keluar dari gunungapi yang meletus). Pada
masa ARKEOZOIKUM ini permukaan bumi sudah mendingin dan
mengeras. Andaikan bumi itu sebesar buah apel, maka kerak bumi itu
kira kira setipis kulit apel tersebut. Kerak bumi yang mengeras inilah
cikal bakal benua (protocontinent) yang nantinya akan terpecah-
pecah seperti sekarang. Yang mengalami pembekuan hanya bagian
luar permukaan bumi saja, sedangkan bagian dalam masih cair dan
membentuk “arus”.

Benua yang tadinya hanya satu benua akhirnya terpecah-pecah


menjadi beberapa benua. Karena sampai sekarang terus bergerak,
maka di satu sisi mereka saling menjauh, di sisi lain mereka bertemu
kembali dan bertabrakan. Benua benua itu seperti lempeng-lempeng
yang bergerak saling menjauh dan saling bertabrakan (teori Tektonik
Lempeng). Benua Australia kita sedang bergerak menuju Indonesia
(benua Asia) kira-kira 5-10 cm pertahun. Suatu saat akan bertabrakan
dengan Indonesia. Dulu India pernah terpisah dari Asia, asalnya India
terletak dekat Madagaskar Afrika. Kemudian India terus bergerak
menuju Asia, dan akhirnya bertabrakan, hasilnya adalah terbentuknya
Pegunungan Himalaya.

Batuan tertua tercatat berumur kira-kira 3.800.000.000 tahun. Masa


ini juga merupakan awal terbentuknya Indrosfer dan Atmosfer serta
awal muncul kehidupan primitif di dalam samudera berupa mikro-
organisma (bakteri dan ganggang). Fosil tertua yang telah ditemukan
adalah fosil Stromatolit dan Cyanobacteria dengan umur kira-kira
3.500.000.000 tahun.

b. Masa Proterozoikum (2,5 milyar – 290 juta tahun lalu)

Proterozoikum artinya masa kehidupan awal. Masa Proterozoikum


merupakan awal terbentuknya hidrosfer dan atmosfer. Pada masa ini
kehidupan mulai berkembang dari organisme bersel tunggal menjadi
bersel banyak (enkaryotes dan prokaryotes). Enkaryotes ini bakal
menjadi tumbuhan dan prokaryotes nantinya bakal menjadi binatang.
Menjelang akhir masa ini organisme lebih kompleks, jenis invertebrata
bertubuh lunak seperti ubur-ubur, cacing dan koral mulai muncul di
laut-laut dangkal, yang bukti-buktinya dijumpai sebagai fosil sejati
pertama. Masa Arkeozoikum dan Proterozoikum bersama-sama
dikenal sebagai masa Pra-Kambrium.
c. Jaman Kambrium (590-500 juta tahun lalu)

Kambrium berasal dari kata “Cambria” nama latin untuk daerah Wales
di Inggeris sana, dimana batuan berumur kambrium pertama kali
dipelajari. Banyak hewan invertebrata mulai muncul pada zaman
Kambrium. Hampir seluruh kehidupan berada di lautan. Hewan zaman
ini mempunyai kerangka luar dan cangkang sebagai pelindung.

Fosil yang umum dijumpai dan penyebarannya luas adalah, Alga,


Cacing, Sepon, Koral, Moluska, Ekinodermata, Brakiopoda dan
Artropoda (Trilobit). Sebuah daratan yang disebut Gondwana
(sebelumnya pannotia) merupakan cikal bakal Antartika, Afrika, India,
Australia, sebagian Asia dan Amerika Selatan. Sedangkan Eropa,
Amerika Utara, dan Tanah Hijau masih berupa benua-benua kecil
yang terpisah.

d. Jaman Ordovisium (500 – 440 juta tahun lalu)

Zaman Ordovisium dicirikan oleh munculnya ikan tanpa rahang


(hewan bertulang belakang paling tua) dan beberapa hewan
bertulang belakang yang muncul pertama kali seperti Tetrakoral,
Graptolit, Ekinoid (Landak Laut), Asteroid (Bintang Laut), Krinoid (Lili
Laut) dan Bryozona.

Koral dan Alaga berkembang membentuk karang, dimana trilobit dan


Brakiopoda mencari mangsa. Graptolit dan Trilobit melimpah,
sedangkan Ekinodermata dan Brakiopoda mulai menyebar.
Meluapnya Samudra dari Zaman Es merupakan bagian peristiwa dari
zaman ini. Gondwana dan benua-benua lainnya mulai menutup celah
samudera yang berada di antaranya.

e. Jaman Silur (440 – 410 juta tahun lalu)

Zaman silur merupakan waktu peralihan kehidupan dari air ke


darat. Tumbuhan darat mulai muncul pertama kalinya termasuk
Pteridofita (tumbuhan paku). Sedangkan Kalajengking raksasa
(Eurypterid) hidup berburu di dalam laut. Ikan berahang mulai
muncul pada zaman ini dan banyak ikan mempunyai perisai tulang
sebagai pelindung. Selama zaman Silur, deretan pegunungan mulai
terbentuk melintasi Skandinavia, Skotlandia dan Pantai Amerika
Utara.

f. Jaman Devon (410-360 juta tahun lalu)

Zaman Devon merupakan zaman perkembangan besar-besaran jenis


ikan dan tumbuhan darat. Ikan berahang dan ikan hiu semakin aktif
sebagai pemangsa di dalam lautan. Serbuan ke daratan masih terus
berlanjut selama zaman ini. Hewan Amfibi berkembang dan beranjak
menuju daratan.

Tumbuhan darat semakin umum dan muncul serangga untuk pertama


kalinya. Samudera menyempit sementara, benua Gondwana
menutupi Eropa, Amerika Utara dan Tanah Hijau (Green Land).
Gambar 2.3 Ilustrasi keadaan permukaan bumi pada jaman Devon

g. Jaman Karbon (360 – 290 juta tahun lalu)

Reptilia muncul pertama kalinya dan dapat meletakkan telurnya di


luar air. Serangga raksasa muncul dan ampibi meningkat dalam
jumlahnya. Pohon pertama muncul, jamur Klab, tumbuhan ferm dan
paku ekor kuda tumbuh di rawa-rawa pembentuk batubara.

Pada zaman ini benua-benua di muka bumi menyatu membentuk satu


masa daratan yang disebut Pangea, mengalami perubahan
lingkungan untuk berbagai bentuk kehidupan. Di belahan bumi utara,
iklim tropis menghasilkan secara besar-besaran, rawa-rawa yang
berisi dan sekarang tersimpan sebagai batubara.

Gambar 2.4 Ilustrasi keadaan permukaan bumi pada jaman Devon


h. Jaman Perm (290 -250 juta tahun lalu)

“Perm” adalah nama sebuah propinsi tua di dekat pegunungan Ural,


Rusia. Reptilia meningkat dan serangga modern muncul, begitu juga
tumbuhan konifer dan Grikgo primitif. Hewan Ampibi menjadi kurang
begitu berperan. Zaman perm diakhiri dengan kepunahan micsa
dalam skala besar, Tribolit, banyak koral dan ikan menjadi punah.

Benua Pangea bergabung bersama dan bergerak sebagai satu massa


daratan, Lapisan es menutup Amerika Selatan, Antartika, Australia
dan Afrika, membendung air dan menurunkan muka air laut. Iklim
yang kering dengan kondisi gurun pasir mulai terbentuk di bagian
utara bumi.

i. Jaman Trias (250-210 juta tahun lalu)

Gastropoda dan Bivalvia meningkat jumlahnya, sementara amonit


menjadi umum. Dinosaurus dan reptilia laut berukuran besar mulai
muncul pertama kalinya selama zaman ini. Reptilia menyerupai
mamalia pemakan daging yang disebut Cynodont mulai berkembang.
Mamalia pertamapun mulai muncul saat ini. Dan ada banyak jenis
reptilia yang hidup di air, termasuk penyu dan kura-kura. Tumbuhan
sikada mirip palem berkembang dan Konifer menyebar. Benua
Pangea bergerak ke utara dan gurun terbentuk. Lembaran es di
bagian selatan mencair dan celah-celah mulai terbentuk di Pangea.

30
30
j. Jaman Jura (210-140 juta tahun lalu)

Pada zaman ini, Amonit dan Belemnit sangat umum. Reptilia


meningkat jumlahnya. Dinosaurus menguasai daratan, Ichtiyosaurus
berburu di dalam lautan dan Pterosaurus merajai angkasa. Banyak
dinosaurus tumbuh dalam ukuran yang luar biasa. Burung sejati
pertama (Archeopterya) berevolusi dan banyak jenis buaya
berkembang. Tumbuhan Konifer menjadi umum, sementara Bennefit
dan Sequola melimpah pada waktu ini. Pangea terpecah dimana
Amerika Utara memisahkan diri dari Afrika sedangkan Amerika
Selatan melepaskan diri dari Antartika dan Australia. Jaman ini
merupakan jaman yang paling menarik anak-anak setelah
difilmkannya Jurrasic Park.

Gambar 2.4 Ilustrasi keadaan permukaan bumi pada jaman Jura

k. Jaman Kapur (140-65 juta tahun lalu)

Banyak dinosaurus raksasa dan reptilia terbang hidup pada zaman ini.
Mamalia berari-ari muncul pertama kalinya. Pada akhir zaman ini
Dinosaurus, Ichtiyosaurus, Pterosaurus, Plesiosaurus, Amonit dan
Belemnit punah. Mamalia dan tumbuhan berbunga mulai berkembang
menjadi banyak bentuk yang berlainan. Iklim sedang mulai muncul.
India terlepas jauh dari Afrika menuju Asia. Jaman ini adalah jaman
akhir dari kehidupan biantang-binatang raksasa.

Gambar 2.4 Ilustrasi keadaan permukaan bumi pada jaman Kapur

l. Zaman Tersier (65 – 1,7 juta tahun lalu)

Pada zaman tersier terjadi perkembangan jenis kehidupan seperti


munculnya primata dan burung tak bergigi berukuran besar yang
menyerupai burung unta, sedangkan fauna laut sepert ikan, moluska
dan echinodermata sangat mirip dengan fauna laut yang hidup
sekarang. Tumbuhan berbunga pada zaman Tersier terus berevolusi
menghasilkan banyak variasi tumbuhan, seperti semak belukar,
tumbuhan merambat dan rumput. Pada zaman Tersier – Kuarter,
pemunculan dan kepunahan hewan dan tumbuhan saling berganti
seiring dengan perubahan cuaca secara global.

m. Zaman Kuarter (1,7 juta tahun lalu – sekarang)

Zaman Kuarter terdiri dari kala Plistosen dan Kala Holosen. Kala
Plistosen mulai sekitar 1,8 juta tahun yang lalu dan berakhir pada

32
32
10.000 tahun yang lalu. Kemudian diikuti oleh Kala Holosen yang
berlangsung sampai sekarang. Pada Kala Plistosen paling sedikit
terjadi 5 kali jaman es (jaman glasial). Pada jaman glasial sebagian
besar Eropa, Amerika utara dan Asia bagian utara ditutupi es, begitu
pula Pegunungan Alpen, Pegunungan Cherpatia dan Pegunungan
Himalaya

Di antara 4 jaman es ini terdapat jaman Intra Glasial, dimana iklim


bumi lebih hangat. Manusia purba jawa (Homo erectus yang dulu
disebut Pithecanthropus erectus) muncul pada Kala Plistosen.
Manusia Modern yang mempunyai peradaban baru muncul pada Kala
Holosen.

Flora dan fauna yang hidup pada Kala Plistosen sangat mirip dengan
flora dan fauna yang hidup sekarang, seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Sejarah perkembangan evolusi dan kehidupan bumi. Bumi


terbentuk 4 milyar tahun lalu, tetapi kehidupan baru
muncul semilyar tahun lalu. Bahkan "manusia purba"
adanya baru 2 juta tahun lalu.
BAB III
INTERIOR BUMI DAN SEISMOLOGI

3.1 Susunan Interior Bumi

Susunan interior bumi dapat diketahui berdasarkan dari sifat sifat


fisika bumi (geofisika). Sebagaimana kita ketahui bahwa bumi
mempunyai sifat-sifat fisik seperti misalnya gaya tarik (gravitasi),
kemagnetan, kelistrikan, merambatkan gelombang (seismik), dan
sifat fisika lainnya. Melalui sifat fisika bumi inilah para akhli geofisika
mempelajari susunan bumi, yaitu misalnya dengan metoda
pengukuran gravitasi bumi (gaya tarik bumi), sifat kemagnetan
bumi, sifat penghantarkan arus listrik, dan sifat menghantarkan
gelombang seismik.

Metoda seismik adalah salah satu metoda dalam ilmu geofisika yang
mengukur sifat rambat gelombang seismik yang menjalar di dalam
bumi. Pada dasarnya gelombang seismik dapat diurai menjadi
gelombang Primer (P) atau gelombang Longitudinal dan gelombang
Sekunder (S) atau gelombang Transversal. Sifat rambat kedua jenis
gelombang ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari material yang
dilaluinya. Gelombang P dapat menjalar pada material berfasa padat
maupun cair, sedangkan gelombang S tidak dapat menjalar pada
materi yang berfasa cair. Perpedaan sifat rambat kedua jenis
gelombang inilah yang dipakai untuk mengetahui jenis material dari
interior bumi.
Pada Gambar 3.1 diperlihatkan rambatan gelombang P dan S
didalam interior bumi yang berasal dari suatu sumber gempa.
Sifat/karakter dari rambat gelombang gempa (seismik) di dalam
bumi diperlihatkan oleh gelombang S (warna merah) yang tidak
merambat pada Inti Bumi bagian luar sedangkan gelombang P
(warna hijau) merambat baik pada Inti Bagian Luar maupun Inti
Bagian Dalam. Berdasarkan sifat rambat gelombang P dan S
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Inti Bumi Bagian Luar
berfasa cair. Pada Gambar 3.2 diperlihatkan rambatan gelombang
P dan S kearah interior bumi, terlihat disini bahwa gelombang S
tidak menjalar pada bagian Inti Bumi bagian luar yang berfasa cair
(liquid), sedangkan gelombag P tetap menjalar pada bagian luar Inti
Bumi yang berfasa cair, namun terjadi perubahan kecepatan rambat
gelombang P dari bagian Mantel Bumi ke arah Inti Bumi bagian luar
menjadi lambat.

Gambar 3.1. Rambatan gelombang Primer Gambar 3.2. Sifat rambat gelombang P
(P) dan Sekunder (S) pada interior bumi. dan S pada interior bumi. Terlihat
Gelompang P (garis hijau) merambat pada gelombang P dapat merambat pada interior
semua bagian dari lapisan material bumi bumi baik yang berfasa padat maupun
sedangkan gelombang S (garis merah) berfasa cair, sedangkan gelombang S tidak
hanya merambat pada bagian mantel dari merambat pada Inti Bumi bagian luar yang
interior bumi. berfasa cair.
3.2 Material dan Susunan Kulit Bumi
a. Selaput Batuan (Litosfir)

Litosfir atau bagian yang padat dari Bumi, berada dibawah


Atmosfir dan Samudra. Sebagian besar dari apa yang kita
pelajari dan ketahui tentang bagian yang padat dari Bumi ini,
berasal dari apa yang dapat kita lihat dan raba diatas
permukaan Bumi. Para ilmuwan Ilmu Kebumian, umumnya
berpendapat bahwa Bumi ini lahir pada saat yang bersamaan
dengan lahirnya MATAHARI beserta planit-planit lainnya, berasal
dari awan yang berpusing yang terdiri dari bahan-bahan
berukuran debu, dan terjadi pada kurang lebih 5 hingga 6 milyar
tahun yang lalu. Bahan-bahan tersebut kemudian saling
mengikat diri, menyatu dan membentuk Litosfir. Beberapa saat
setelah Bumi kita ini terbentuk, terjadilah proses pembentukan
lelehan yang menempati bagian intinya. Lelehan tersebut
kemudian mengalami proses pemisahan, dimana unsur-unsur
yang berat yang terutama terdiri dari besi dan nikel akan
mengendap, sedangkan yang ringan akan mengapung diatasnya.
Sebagai akibat dari proses pemisahan tersebut, maka Bumi ini
menjadi tidak bersifat homogen, tetapi terdiri dari beberapa
lapisan konsentris yang mempunyai sifat-sifat fisik yang berbeda.

Bagian-bagian utama dari Bumi yang terlihat pada Gambar 3.3,


adalah :

Inti, yang terdiri dari dua bagian. Inti bagian dalam yang
bersifat padat, dan ditafsirkan sebagai terdiri terutama dari
unsur besi, dengan jari-jari 1216 Km., Inti bagian luar,
berupa lelehan (cair), dengan unsur–unsur metal mempunyai
ketebalan 2270 Km;

Mantel Bumi setebal 2885 Km; terdiri dari batuan padat,

Kerak Bumi, yang relatif ringan dan merupakan “kulit luar”


dari Bumi, dengan ketebalan berkisar antara 5 hingga 40 Km.

Gambar 3.3 Bagian-bagian utama bumi: Inti Bumi, Mantel Bumi, dan
Kerak Bumi

Disamping bagian-bagian utama tersebut diatas, ada suatu zona


terletak didalam mantel-Bumi yang berada antara kedalaman
100 dan 350 Km, bahkan dapat berlanjut hingga 700 Km., dari
permukaan Bumi. Zona ini mempunyai sifat fisik yang khas, yaitu
dapat berubah menjadi bersifat lentur dan mudah mengalir. Oleh
para ahli geologi zona ini dinamakan “Astenosfir”. Adalah suatu
zona yang lemah, panas dan dalam kondisi tertentu dapat
bersifat secara berangsur sebagai aliran. Diatas zona ini,
terdapat lapisan Bumi yang padat disebut “Litosfir” (atau selaput
batuan) yang mencakup bagian atas dari Mantel-Bumi serta
seluruh lapisan Kerak-Bumi (Gambar 3.4).

KERAK BENUA
KERAK BUMI
LITOSFIR ( 0 - 100 KM )

KERAK SAMUDRA
ASTENOSFIR ( 100 - 350 KM )

KERAK SAMUDRA
KERAK
BENUA
LITOSFIR

MANTEL
ATAS
ASTENISFIR
MANTEL ATAS

MANTEL
MANTEL BAWAH
2885 KM

2270 KM
INTI LUAR
INTI

1216 KM
INTI DALAM

Gambar 3.4 Bagian Kerak Bumi (Selaput Batuan / Litosfir)

Berdasarkan temuan-temuan baru di bidang Ilmu Geofisika dan


Ilmu Kelautan selama dasawarsa terakhir, litosfir digambarkan
sebagai terdiri dari beberapa “lempeng” atau “pelat” (karena
luasnya yang lebih besar dari ketebalannya), yang bersifat tegar
dan dapat bergerak dengan bebas diatas Astenosfir yang bersifat
lentur, dan dalam keadaan tertentu dapat berubah secara
berangsur menjadi mudah mengalir. Temuan-temuan baru
tersebut telah menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran lama
tentang teori pemisahan benua (continental drift theory) yang
dilontarkan pada sekitar tahun 1929 yang kemudian
ditinggalkan.

38
38
Teori yang pada saat itu dianggap sangat radikal karena
bertentangan dengan anggapan yang berkembang pada waktu
itu, bahwa benua dan samudra merupakan bagian dari bumi
yang permanen, maka teori tersebut tidak mendapatkan tempat
diantara para ilmuwan Kebumian. Gambaran tentang struktur
interior bumi yang dikemukakan 50 tahun kemudian sebagai
hasil kerja keras para peneliti dengan cara mengumpulkan data
lebih banyak lagi, baik di daratan maupun di samudra, telah
melahirkan pandangan yang sangat maju dalam Ilmu Kebumian,
sehingga dianggap sebagai suatu revolusi dalam pemikiran di
bidang Ilmu ini.

Susunan dan komposisi litosfir (Kerak Benua dan Kerak


Samudra) dapat diketahui dengan cara menganalisa batuan-
batuan yang tersingkap di permukaan bumi, atau hasil pemboran
inti, maupun produk aktivitas gunungapi. Berdasarkan analisa
kimia dari sampel batuan yang diambil di berbagai tempat di
bumi, secara umum unsur kimia yang paling dominan sebagai
penyusun litosfir adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Unsur Kimia Penyusun Litosfir (Kerak Bumi)

Unsur Persen Berat

Oxygen (O) Silicon (Si) 46.6


Alumunium (Al) Iron (Fe) Calcium (Ca) 27.7
Sodium (Na) 8.1
Pottasium (K) Magnesium, (Mg) Lain-nya 5.0
3.6
2.8
2.6
2.1
1.5

Total 100
b. Selaput udara (atmosfir)

Selaput atau lapisan udara ini sepintas nampaknya tidak


mempunyai peranan yang berarti terhadap lingkungan geologi.
Sebenarnya fungsi dari Atmosfera adalah:

1. Merupakan media perantara untuk memindahkan air dari


lautan melalui proses penguapan ke daratan yang kemudian
jatuh kembali sebagai hujan dan salju;

2. Merupakan salah satu gaya utama dalam proses pelapukan,

3. Bertindak sebagai pengatur khasanah kehidupan dan suhu di


atas permukaan bumi.

4. Sebagai pelindung dari permukaan bumi terhadap pancaran


sinar ultra-violet yang tiba di atas permukaan bumi dalam
jumlah yang berlebihan.

Dapat dikatakan bahwa sebagian besar dari udara, atau ± 78%,


terdiri dari unsur nitrogen dan hampir 21% adalah Oxigen.
Sedang sisanya adalah Argon (< dari 1%), CO2 hanya 0,33%
saja. Adapaun gas-gas lainnya seperti Hidrogen dan Helium
jumlahnya tidak berarti. Nitrogen sendiri tidak mudah untuk
bersenyawa dengan unsur-unsur lain, tetapi ada proses-proses
dimana gas-gas ini dapat bergabung menjadi senyawa nitrogen
yang kemudian menjadi sangat penting artinya untuk proses-
proses organik dalam lingkungan kehidupan atau apa yang kita
kenali sebagai biosfera. Sebaliknya unsur oxigen adalah unsur
yang sangat aktip untuk bersenyawa dan segera akan menyatu

40
40
dengan unsur-unsur lainnya didalam suatu proses yang lazim
kita kenal sebagai oxidasi.

Disamping unsur-unsur tersebut diatas, udara juga mengandung


sejumlah uap-air, debu berasal dari letusan gunung-berapi dan
partikel-partikel lainnya yang berasal dari kosmos. Gas-gas dan
uap-air didalam udara ini akan terlibat dalam persenyawaan
kimiawi dengan bahan-bahan yang membentuk permukaan Bumi
dan air laut. 99% dari atmosfera berada di daerah hingga
ketinggian ± 29 Km. Sisanya tersebar merata sampai di
ketinggian 10.000 Km. Bagian atmosfera dari ketinggian 0
sampai 15 Km disebut troposfer atau selaput udara, dimana
didalamnya dijumpai adanya perubahan-perubahan iklim, angin,
hujan dan salju (perubahan cuaca). Gerak-gerak udara yang
berlangsung diatas permukaan bumi seperti angin, ini akan
berfungsi sebagai gaya pengikis dan pengangkut.

c. Selaput air (hidrosfir)

Menempati ruang mulai dari bagian atas atmosfir hingga


menembus ke kedalaman 10 Km dibawah permukaan Bumi,
yang terdiri dari samudra, gletser, sungai dan danau, uap air
dalam atmosfir dan air-tanah. Termasuk kedalam selaput ini
adalah semua bentuk air yang berada diatas dan didekat
permukaan bumi, 97,2% air di bumi berada di laut dan samudra.
Tetapi mereka ini mudah untuk menguap dalam jumlah yang
cukup besar utnuk selanjutnya masuk kedalam atmosfera dan
kemudian dijatuhkan kembali ke Bumi sebagai hujan dan salju.
Apabila kita memperhatikan keadaan seluruh permukaan bumi,
maka ciri yang paling menonjol adalah suatu warna biru yang
ditimbulkan oleh hadirnya lautan. Meskipun planit-planit MARS,
VENUS dan juga BUMI diselimuti oleh awan, tetapi ternyata
hanya planit BUMI saja yang mendapat julukan “the blue
planets”. Daratan, ternyata hanya menempati luas sekitar 29%
saja dari seluruh permukaan bumi ini. Sisanya adalah laut dan
air. Bumi ini bahkan diduga jumlah luas daratan yang ada itu
lebih kecil lagi dari yang diperkirakan.

Kedalaman rata-rata laut kita adalah hampir 4 Km. Angka ini


sangat tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan
panjangnya jari-jari Bumi yang berkisar sekitar 6400 Km.
Namun demikian, laut tetap merupakan tempat penampungan
air terbesar di Bumi ini. Gambar 3.5 memperlihatkan secara
grafis perbandingan antara jumlah air yang terdapat diatas dan
didekat permukaan bumi, sedangkan Gambar 3.6
memperlihatkan peredaran siklus dunia air atau “daur hidrologi”.
2.15 % dari jumlah air di bumi ditempati oleh tumpukan es dan
gletser, dan sisanya 0.65% terbagi kedalam air di danau-danau,
air permukaan, air bawah permukaan (tanah) dan yang berada
di dalam atmosfir. Mengingat fungsi dari air yang sangat vital
dalam tata kehidupan, maka Ilmu pengetahuan yang khusus
diperuntukan bagi sifat-sifat air ini berkembang menjadi suatu
ilmu yang merupakan cabang dari Ilmu Geologi, yaitu
“Geohidrologi”. Daur hidrologi pada Gambar 3.6, adalah
merupakan salah satu perwujudan dari hasil perkembangan ilmu
tersebut.

42
42
SEBARAN AIR DARAT

VOL %

2.15
2.5

1.5

0.62
1

0.1
0.5

0
GLETSER AIR TANAH LAIN-2 Series 1

Gambar 3.5 Prosentase air di daratan

Energi yang berupa panas yang berasal dari Matahari akan


menyebabkan terjadinya penguapan air-laut dan air-air yang ada
di permukaan Bumi. Uap air akan memasuki peredaran
ATMOSFIR dan bergerak mengikuti gerak dari perpindahan
udara. Sebagian daripadanya akan mengumpul dan kemudian
akan jatuh kembali keatas permukaan bumi sebagai hujan dan
salju untuk kemudian menuju kelaut. Dalam perjalanannya
menuju laut, sebagian daripadanya akan tertinggal di daratan,
mengumpul sebagai kantong-kantong air di danau atau rawa-
3
rawa. Setiap tahun ± terjadi 380.000 Km air berasal dari lautan
menguap dengan bantuan energi Matahari, sedangkan dari
3 3
daratan ± 60.000 Km . Dari jumlah ini, 284.000 Km akan
3
kembali jatuh ke laut dan sekitar 96.000 Km akan jatuh kembali
3
ke darat sebagai hujan dan salju. Sebanyak 36.000 Km
merupakan air yang mengalir diatas permukaan yang kemudian
bekerja sebagai pengikis, pengangkut dan mengendapkan
bahan.

PENGUAPAN
380.000 KM3
JATUH KEDARAT; HUJAN
96000 KM3
SALJU
JATUH KEMBALI
KE LAUT 284000KM3

ALUR PERMUKAAN
36000KM3

DANAU

LAUT

INFILTRASI

Gambar 3.6 Daur Hidrologi

Air yang jatuh dipermukaan (daratan) akan meresap kedalam


tanah, bergerak kebawah (disebut infiltrasi), kemudian secara
lateral mengisi danau-danau, mengalir melalui sungai, atau
bergerak langsung menuju samudra. Didalam hidrosfir ini kita
juga mengenal apa yang dinamakan “water balance”. Hal ini
disebabkan jumlah air yang ada di Bumi ini rupanya jumlahnya
tidak berubah. Pengamatan dan pengukuran-pengukuran
menunjukan bahwa permukaan air laut tidak memperlihatkan
adanya penurunan. Ini berarti bahwa air yang mengalir diatas
permukaan yang menuju kelaut akan mengisi adanya defisit air
yang disebabkan karena penguapan yang besar yang
berlangsung diatas samudra. Apabila dijumlahkan dari seluruh
daratan, banyaknya air yang jatuh kedarat ternyata lebih banyak
dari yang menguap dari darat ke atmosfir. Sebaliknya, diatas
permukaan laut, air yang menguap lebih banyak dari yang jatuh
diatas permukaan laut.

1. Air permukaan (Surface Water)

Apabila air jatuh keatas permukaan bumi, maka beberapa


kemungkinan dapat terjadi. Air akan terkumpul sebagai
tumpukan salju didaerah-daerah puncak pegunungan yang tinggi
atau sebagai gletser. Ada pula yang terkumpul didanau-danau.
Yang jatuh menimpa tumbuh-tumbuhan dan tanah, akan
menguap kembali kedalam atmosfir atau diserap oleh tanah
melalui akar-akar tanaman, atau mengalir melalui sistim sungai
atau aliran bawah tanah.

Diatas permukaan Bumi, air akan mengalir melalui jaringan pola


aliran sungai menuju bagian-bagian yang rendah. Setiap pola
aliran mempunyai daerah pengumpulan air yang dikenal sebagai
“daerah aliran sungai” atau disingkat sebagai DAS atau “drainage
basin” . Setiap DAS dibatasi dari DAS disebelahnya oleh suatu
tinggian topografi yang dinamakan pemisah aliran (drainage
divide). Dengan digerakkan oleh gayaberat, air hujan yang jatuh
dimulai dari daerah pemisah aliran akan mengalir melalui lereng
sebagai lapisan lebar berupa air-bebas dengan ketebalan hanya
beberapa Cm saja yang membentuk alur-alur kecil. Dari sini air
akan bergabung dengan sungai baik melalui permukaan atau
sistim air bawah permukaan.

Dalam perjalanannya melalui cabang-cabangnya menuju ke


sungai utama dan kemudian bermuara di laut, air yang mengalir
dipermukaan melakukan kegiatan-kegiatan mengikis,
mengangkut dan mengendapkan bahan-bahan yang dibawanya.
Meskipun sungai-sungai yang ada dimuka bumi ini hanya
mengangkut kira-kira 1/1000.000 dari jumlah air yang ada di
Bumi, namun ia merupakan “gaya geologi” yang sangat ampuh
yang menyebabkan perubahan pada permukaan bumi. Hasil
utama yang sangat menonjol yang dapat diamati adalah
terbentuknya lembah-lembah yang dalam yang sangat
menakjubkan diatas muka bumi ini.

a. Pengikisan sungai

Cara sungai mengikis dan menoreh lembahnya adalah dengan


cara (1) abrasi, (2) merenggut dan mengangkat bahan-bahan
yang lepas, (3) dengan pelarutan. Cara yang pertama atau
abrasi merupakan kerja pengikisan oleh air yang paling menonjol
yang dilakukannya dengan menggunakan bahan-bahan yang
diangkutnya, seperti pasir, kerikil dan kerakal.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan “hydrolic lifting”,


yang terjadi sebagai akibat tekanan oleh air, khususnya pada
arus turbelensi. Batuan yang sudah retak-retak atau menjadi
lunak karena proses pelapukan, akan direnggut oleh air. Dalam
keadaan tertentu air dapat ditekan dan masuk kedalam rekahan-
rekahan batuan dengan kekuatan yang dahsyat yang
mempunyai kemampuan yang dahsyat untuk menghancurkan
batuan yang membentuk saluran atau lembah. Air juga dapat
menoreh lembahnya melalui proses pelarutan, terutama apabila
sungai itu mengalir melalui batuan yang mudah larut seperti
batukapur.

b. Pengangkutan oleh sungai

Sungai juga ternyata merupakan media yang mampu


mengangkut sejumlah besar bahan yang terbentuk sebagai
akibat proses pelapukan batuan. Banyaknya bahan yang
diangkut ditentukan oleh faktor iklim dan tatanan geologi dari
suatu wilayah. Meskipun bahan-bahan yang diangkut oleh sungai
berasal antara lain dari hasil penorehan yang dilakukan sungai
itu sendiri, tetapi ternyata yang jumlahnya paling besar adalah
yang berasal dari hasil proses pelapukan batuan. Proses
pelapukan ternyata menghasilkan sejumlah besar bahan yang
siap untuk diangkut baik oleh sungai maupun oleh cara lain
seperti gerak tanah, dan atau air-tanah.

Bagaimana cara air mengalir mengangkut bahan-bahannya akan


diuraikan sebagai berikut: Dengan cara melarutkan. Jadi dalam
hal ini air pengangkut berfungsi sebagai media larutan. Dengan
suspensi, atau dalam keadaan bahan-bahan itu terapung
didalam air. Kebanyakan sungai-sungai (meskipun tidak
semuanya) mengangkut sebahagian besar bebannya melalui
cara ini, terutama sekali bahan-bahan berukuran pasir dan
lempung. Tetapi pada saat banjir, bahan-bahan berukuran yang
lebih besar dari itu juga dapat diangkut dengan cara demikian.
Dengan cara didorong melalui dasar sungai (bed load). Agak
berbeda dengan cara sebelumnya, cara ini berlangsung kadang-
kadang saja, yaitu pada saat kekuatan airnya cukup besar untuk
menggerakkan bahan-bahan yang terdapat di dasar sungai.

2. Air-Tanah (Groundwater)

Semua air yang ada dibawah permukaan Bumi (tanah),


dikelompokan sebagai air-tanah. Dalam daur hidrologi , nampak
bahwa air-tanah hanya menempati 0.6% saja dari seluruh air
tawar yang ada. Namun demikian, di Amerika, air tanah telah
memberikan 50% dari kebutuhan air minum, 40% dimanfaatkan
untuk irigasi dan 20% digunakan untuk Industri. Air-tanah
menerima pemasukan air (recharge) air dari air yang jatuh
diatas permukaan Bumi melalui proses infiltrasi yang kemudian
bergerak mengalir memasuki batuan dan lapisan tanah, sampai
keluar lagi sebagai sumber-sumber air (discharge), dan kembali
ke permukaan sebagai sungai, atau tertahan sementara sebagai
danau atau dirawa-rawa.

Banyaknya air yang masuk kedalam tanah sangat ditentukan


oleh sifat, keadaan dan jenis batuan setempat, jumlah vegetasi
di daerah tangkapan (catchment area), bentuk bentang alam
dan tentu saja banyaknya air yang jatuh (hujan, salju dsb.). Di
daerah dengan vegetasi yang lebat infiltrasi akan dipercepat oleh
akar tumbuh-tumbuhan yang membuka jalan untuk dilalui air.
Air akan mengalir lebih cepat pada permukaan lereng yang
curam dan menuju ke sungai dibanding dengan permukaan yang
landai. Dengan demikian peresapan air akan lebih banyak terjadi
di topografi yang landai. Sifat batuan atau tanah yang dapat
meneruskan air, ditentukan oleh kadar kesarangan (porositas)
seperti tanah lepas, pasir dan kerikil atau kerakal. Batuan dasar
yang tersingkap yang retak-retak akan merupakan tempat
infiltrasi yang potensial.

Gambar 3.7 memperlihatkan bagian-bagian dan istilah-istilah


yang terdapat pada air-tanah. Muka air-tanah merupakan batas
paling atas dari zona jenuh, yang merupakan sifat yang paling
menonjol dalam sistim air-tanah. Danau, rawa dan sungai

48
48
permanen, adalah tempat-tempat dimana muka air-tanah
muncul ke permukaan. Di tempat-tempat kering dimana air sulit
diperoleh di permukaan, diperkirakan bahwa muka air-tanah
letaknya dalam. Kedalaman dari muka air-tanah sangat beragam
dan ditentukan oleh bentuk bentang alam dan keadaan iklim.
Mengetahui kedalaman muka air-tanah adalah sangat penting
dalam upaya untuk menentukan keberhasilan melakukan
pemboran air-tanah. Berdasarkan data dari sejumlah bor air,
danau, rawa, dan sumber-air, muka air tanah dapat diketahui
dan dipetakan. Kedudukan muka air-tanah dapat berada dalam
keadaan yang tetap apabila terjadi keseimbangan antara
pengisian (recharge) dan yang keluar (discharge). Suatu bentuk
atau lapisan massa batuan yang mampu meloloskan dan secara
nyata dapat menyimpan air-tanah, dinamakan aquifer. Pada
bagian ini kita dapat mengambil dan memanfaatkan air-tanah
untuk keperluan rumah-tangga, pertanian dan industri. Aquifer
yang paling baik adalah yang terdiri dari pasir dan kerakal yang
lepas, batupasir yang tidak tersemenkan dengan baik atau
batuan yang retak-retak.

Gambar 3.7 Aquiclude yang berada diatas muka air tanah akan terbentuk
pengumpulan air tanah setempat.
Kita mengenal adanya dua jenis aquifer:

a. Aquifer bebas atau (unconfined), yaitu aquifer yang letaknya


dekat sekali dengan muka air-tanah, dengan sedikit atau
sama sekali tidak ada tanah atau lapisan penutup diatasnya.
Aquifer ini berada dalam tekanan atmosfir. Kebanyakan air-
tanah setempat itu diperoleh dari aquifer jenis ini yang
terutama berupa pasir dan kerakal lepas dan endapan banjir.

b. Aquifer tertekan atau (confined). Aquifer ini letaknya berada


diantara 2 lapisan yang tak lulusair. Berbeda dengan aquifer
bebas, aquifer ini disamping sebarannya lebih luas, juga
letaknya lebih dalam dari permukaan (gambar 2.7). Aquifer
yang berada diatas muka air-tanah utama, disebut aquiclude.

Dalam kondisi tertentu, air-tanah yang terperangkap dalam


aquifer tertekan, dapat naik keatas melawan tarikan gayaberat
dan bahkan dapat menyembur. Keadaan seperti ini dapat terjadi
apabila aquifer tersebut kedudukannya miring dan ujungnya
tersingkap diatas permukaan di wilayah pegunungan seperti
terlihat pada Gambar 3.8. Pemboran air pada “A” dan “B”, air-
tanah akan naik sendiri keatas tanpa dipompa. Jenis aquifer
seperti ini dinamakan “artesis” (berasal dari nama kota di
Perancis “Artois”, dekat Calais). Permukaan dimana air-tanah
dapat naik tanpa hambatan, dinamakan “bidang pizometrik”.
Sedangkan pada “C” air-tanah baru mungkin dapat dikeluarkan
dengan bantuan pompa.

50
50
Gambar 3.8 Lapisan batuan lulus air/permeable (aquifer tertekan) dan lapisan
impermeable (aquiclude)
BAB IV
GAYABERAT (GRAVITY)

4.1 Pendahuluan

Ilmu gravity merupakan ilmu yang mempelajari perilaku percepatan


gravitasi bumi (gravitational acceleration) yang didasarkan pada hukum
Gravitasi Newton. Sedangkan metoda gayaberat merupakan suatu metoda
eksplorasi geofisika yang didasarkan atas adanya anomali medan
gravitasi bumi, yang diakibatkan adanya variasi densitas batuan ke
arah lateral maupun vertikal dibawah titik ukur.

Metode gayaberat dilakukan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan


berdasarkan perbedaan rapat masa penomena geologi seperti cebakan
mineral, cekungan sedimen, intrusi dari daerah sekeliling (∆ρ =
3
gram/cm ). Metode ini adalah metode geofisika yang sensitive terhadap
perubahan kearah lateral, oleh karena itu metode ini disukai untuk
mempelajari kontak intrusi, batuan dasar, struktur geologi, cekungan
sedimen, endapan sungai purba, lubang di dalam masa batuan, shaff
terpendam dan lain-lain.

Sejalan dengan peningkatan teknologi digital yang sangat cepat pada


akhir 1980, masalah ketelitian pembacaan dapat ditingkatkan dengan
digunakannya sistem pembacaan digital. GWR Instrument Inc tahun 1994
mengeluarkan superconducting gravimeter yang merupakan gravimeter
yang paling teliti dengan akurasi 0,001 µGal (Richter dan Warburton,
1998). Kelemahan dari alat ini adalah bentuknya yang besar ( tinggi 1
meter, diameter 0,7 m) dan berat 100 kg sehingga sulit digunakan di
lapangan. Pada akhir tahun 2000, LaCoste & Romberg mengeluarkan
gravimeter digital secara penuh yang disebut ‘graviton’ dengan akurasi 1
µGal dan gravimeter semi-digital yang merupakan pengembangan LaCoste
& Romberg tipe G yang dilengkapi dengan sistem pembacaan digital
dengan akurasi 1-5 µGal. Awal tahun 2002 Scintrex mengeluarkan
gravimeter digital secara penuh yang disebut Scintrex Autograv CG5
dengan akurasi 1 µGal. Dengan sistem gravimeter digital secara penuh
maupun semi-digital maka kendala pembacaan yang berhubungan dengan
alat untuk mengamati perubahan gayaberat dalam orde µGal dapat
dihilangkan.

Dengan adanya peningkatan akurasi gravimeter dan pengembangan


sistem digital, penerapan metode gayaberat untuk sumber anomali dekat
permukaan dan yang berhubungan dengan lingkungan serta untuk tujuan
pemantauan semakin banyak digunakan.

Unit percepatan gravitasi atau gayaberat dinyatakan dalam gal (untuk


menghormati Galelei Galelio, orang yang mula mengusulkan adanya gaya
gravitasi dari percobaan menjatuhkan benda dari Menara Pisa di Italia).

Gambar 4-1. Satuan gayaberat Gambar 4-2. Nilai Gayaberat di


permukaan bumi dan variasinya
4.2 Hukum Gravitasi Universal

Pada saat ini semua orang tahu bahwa benda jatuh ke bumi diakibatkan
oleh gaya tarik-menarik antara benda tersebut dengan bumi. Gaya tarik-
menarik tersebut, secara teori gravitasi ditemukan oleh seorang ahli ilmu
pengetahuan dari abad 17, yaitu Sir Isaac Newton (1642 - 1727), yang
dituangkan dalam bukunya “Principia Matematica”. Sudah menjadi
dongeng selama ini, seolah Newton menemukan hukum gravitasi pada
saat dia berjalan-jalan di taman lalu tertimpa buah apel. Sesungguhnya
penemuan hukum Newton ini dilakukan melalui banyak sekali tahapan dari
hasil pengamatan tentang pergerakan Bumi dan Matahari. Teori gravitasi
Newton didasarkan atas hasil penelitian Kepler tentang pergerakan planet-
planet. Dari hasil pengamatan Kepler (1753) membuat hukum pergerakan
planet yang berbentuk elips.
Hukum Kepler I :

( x + 2aε ) yh
2
(4-1)
h = 1
2 + b2
a

dimana a,b adalah jarak terpanjang dan terpendek dari revolusi bumi
terhadap Matahari
Hukum kepler II adalah :

dS (4-2)
=C
dt

dimana S adalah luas waktu daerah sapuan persatuan.

Hukum Kepler III adalah :

2 3
T =a (4-3)

dimana T, adalah waktu revolusi , a = jari-jari sapuan ellips.


Dari ketiga persamaan Kepler tersebut Newton dapat menemukan Hukum
yang menyatakan bahwa ”gaya tarik-menarik dari dua buah benda yang
bermassa m1 dan m2 berbanding lurus dengan perkalian massanya, serta
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak massa tersebut ” sebagai
berikut:
m1 . m 2 (4-4)
F ≈ 2
r

Bila kesebandingan digantikan dengan konstanta G, maka ≈ dapat


digantikan menjadi persamaan :
m1 . m2 (4-5)
F = G
2
r
G biasa disebut konstanta gravitasi universal, dinotasikan sebagai G.

4.3 Konstanta Gravitasi Universal (G)

Dari hukum garavitasi pada persamaan (4-5) di atas dapat diturunkan


percepatan gayaberat bumi. Bila bumi dianggap sebagai bola sempurna
dan m1 adalah massa bumi Me, r diganti dengan jari-jari bumi R. maka
kita akan mendapatkan persamaan percepatan gaya berat dipermukaan
bumi.
Me (4-6)
g=a=G 2
R

Karena dianggap bola sempurna maka massa bumi : M e = 4 π3Re .ρe ,


3
dimana ρ m = rapat massa rata-rata. Persamaan gayaberat dipermukaan

bumi dapat dituliskan menjadi :


4π (4-7)
g= R GR ρ
3 e e
m

Pengukuran Konstanta Gravitasi Universal (G)

Hukum gravitasi Newton, untuk beberapa saat belum merupakan hukum


yang dapat digunakan secara operasionil karena hanya merupakan
kesebandingan saja, karena konstanta G belum diketahui.

Penentuan konstanta gravitasi universal juga merupakan penentuan yang


mendasar (fundamental), karena dari harga tersebut dapat ditentukan
parameter-parameter lain. Penentuan konstanta tersebut tidak dapat
dilakukan melalui penentuan seperti penurunan Hukum Newton,
penentuan tersebut harus dilakukan melalui percobaan di laboratorium.

Orang pertama yang mengukur konstanta gravitasi universal (Universal


gravitational constant) secara langsung di laboratorium adalah Henry
Cavendish di Cambridge, Inggris pada tahun 1798, menggunakan
“torsion balance” yang disebut “percobaan Cavendish”. Pengukuran G
pada percobaan ini didasarkan atas penyimpangan cahaya pantulan dari
dua buah massa yang digantung akibat didekati oleh dua massa lainnya.
-8
Cavendish menemukan harga G agak terlalu besar, yaitu 7.54 x 10 cgs
unit, kemudian dari percobaan Cavendish diulang dan dicoba dengan
metoda-metoda lain seperti getaran, pendulum, dan benda jatuh. Harga
yang dipakai oleh internasional adalah harga hasil percobaan Heyl dan
-8
Chrzannowski 1942, yaitu G = 6.673 x 10 cgs unit.

Cavendish menentukan harga G melalui torsion balance yang dirancang


John Mitchell. Pada prinsipnya, metoda yang digunakan adalah
menggunakan perbedaan defleksi akibat massa yang didekatkan dengan
torsion balance tersebut. Perbedaan defleksi itu diamati dari hasil
pantulan sinar oleh cermin yang diletakkan pada gantungan fiber glass
(Gambar 4-3). Dari perbedaan tersebut, dihitung besarnya gaya tarik
menarik antara massa m1 dengan massa m2 yang selanjutnya dapat
dihitung pula harga G dan ρm secara akurat.

Gambar 4-3 : Percobaan Cavendish untuk menentukan rapat massa bumi


dengan φ m1 = 5 cm dan φ m2 = 30 cm (terbuat dari timah
hitam).

Pada posisi 1 , gaya tarik menarik antara m1 dan m2 diimbangi oleh


momen torsi dari tali gantungan. Dalam bentuk persamaan adalah sebagai
berikut :
m m (4-8)
τθ = 2 h F = 2 h G 1 2
1 2
dc

Pada posisi 2 adalah sama tetapi arahnya berbeda, sehingga :


τ (θ 2 - θ1 ) = 2 h F - (2 h)(-F) = 4 h (4-9)
F

Dengan demikian :
4 h G m1 m
τ θc = (4-10)
2
2
dc

Untuk dapat menetukan harga τ, torsion balance tadi (Gambar 4-4)


digetarkan pada bidang horizontal, sehingga diperoleh persamaan :
2 (4-11)
dh θ τθ
+ =0
2 I
dt

Gambar 4-4. Torsion balance yang digetarkan.

Melalui modifikasi persamaan gelombang :


T = 2π (I/τ)1 / (4-12)
2

maka harga G dapat ditentukan sebagai berikut :


2 2
π I θ c dc (4-13)
G= 2
Tc h m1m2

Akhirnya dengan mengukur semua parameter diatas, Cavendish dapat


menghitung harga G dan rapat massa rata-rata bumi (ρm) di laboratorium.
Harga G yang dihasilkan adalah :

-8
G = 6.754 x 10 cgs unit (4-14)

Hasil percobaan Cavendish digunakan untuk menghitung rapat massa


rata-rata bumi, menggunakan persamaan :
M (4-15)
g = G 2e
R
3
4/3 π R ρ m (4-16)
g=G 2
R

g = G ρ m 4/3 π R (4-17)

dengan Me = massa bumi, dan R = jari-jari bumi.


Dengan menggunakan harga gaya berat (g) yang telah ditentukan

sebelumnya oleh Huygens (1629-1695) dan Kates (1797-1835), maka

harga rapat massa bumi rata-rata yang dihitung adalah :

3
ρm = 5.448 gr/cm

Sampai saat ini, metoda pengukuran Henry Cavendish ini menjadi acuan

untuk penelitian-penelitian berikutnya. Namun ada beberapa hal yang

menjadi masalah khususnya mengenai akurasi yaitu :

a. Tali penggantung yang digunakan dalam percobaan harus sehalus


mungkin, akan tetapi tidak boleh melengkung sebab akan
berpengaruh terhadap harga I, θ.
b. Batang yang digunakan juga harus kuat tidak boleh terbengkokkan.
c. Percobaan ini belum dilibatkan koreksi akibat tekanan udara .

Selanjutnya C.U. Boys (1895) memperbaiki cara pengukuran diatas dan


mendapatkan harga :

-8 3
G= 6.658 x 10 cgs unit dan ρm = 5.5270 gr/cm

Pada tahun 1896, P. Braun menghitung ulang percobaan Boys.


Berdasarkan hasil perhitungannya, dia memperoleh :
-8 3
G = 6.6579 x 10 cgs unit dan ρm = 5.527 gr/cm

Hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa bumi bukan berbentuk
bola sempurna, akan tetapi bumi mengalami pepatan, atau rotational
ellipsoid. Dengan demikian, harga Me dalam persamaan (4-16) adalah :

2
Me = 4/3 ρm π a b ( a dan b menunjukkan jari-jari bumi dari sumbu
mayor dan minor), R adalah Rp dan Re.
2
Rφ = Re (1- e sin φ) , dengan e = 1/298.247 (4-18)

Dalam hal ini, persamaan menjadi :


E (4-19)
g =γ + corr + corr
R
Sedangkan pada tahun 1948 , Jeffreys memperoleh harga ρm = 5.5145
3
gr/cm . Tabel 4.1, menunjukkan bahwa harga ρm yang diperoleh dari hasil
perhitungan, nilainya semakin menuju harga rapat massa bumi
3
sebenarnya; yaitu 5.514 gr/ cm .

Beberapa ketetapan dan harga yang disetujui secara internasional adalah


sebagai berikut :

2 2 2
Rφ = a (1- e sin φ + 5/8 e sin 2φ) m (4-20)

2 2
gφ = ge (1+ β sin φ - β’ sin 2φ) mgal (4-21)

dimana harga a, e, ge, β, β’ terus berubah sesuai dengan semakin


tingginya tingkat akurasi pengukuran.

Tabel 4.1 Nilai konstanta bumi hasil pengukuran

EUGG (1924) di Spanyol Ahli geodesi IGA, 1967


-8
G= 6.658 x 10 cgs unit e = 1/298.247 ≈ 1/298.25
3 β = 0.0053024
ρm = 5.527 gr/cm
β’ = 0.0000059
e = 1/297
ge = 9.780.318 mgal Re =
β = 0.0052884
6378.160 km Rp = 6356.775
β’ = 0.0000059 km

Re = 6.378,388 km

Modifikasi persamaan (4-17) menjadi :

60
60
2
4/3 π a b ρ m
g=G 2
R
(4-22)

4/3 π Re 2 Rp ρm
g=G4 42
R (4-23)

atau :
2
3/4 g Rh 3
(4-24)
ρm = 2 gr/cm
G π Re Rp

Gamba r 4-4. Pe rband ingan Ha rga G da ri massa ke massa

Gambar 4.5 Hasil pengukuran nilai G (konstanta universial gravitasi) dari waktu
ke waktu
Tabel 4.2. Daftar nilai pengukuran G dan ρm

Dengan mensubstitusikan harga :


2
G=g(45)=978,031.85(1+0.0053024sinφ-0.00000587sin 2φ)
2
=980,629394 cm/sec ,
Re= 6.378,160 km,
Rp = 6.357,775 km,
R = 6.367,466 km
ke dalam persamaan (25) maka diperoleh :
3
ρm = 5.50044 gr/cm
4.4 Massa Bumi

Massa bumi ( Me) dapat dihitung melalui persamaan :


Me (4-25)
g=γ
R e2
0
Jika harga g diambil dari derajat lintang 45 adalah :
o o 2 o
g45 = 978.031,85 (1 + 0.0053029 sin 45 – 0.00000587 sin 90 )
= 980.629.394 gal,
G = 6.6732 x 10-8 cgs,
Re = 6.378.160 km,
maka Me dapat dihitung. Berikut ini harga Me yang telah dihitung oleh
berbagai peneiti :
27
• Me = 5.965 x 10 gram (Heyl & Chreamoski)
27
• Me = 5.975 x 10 gram (Guttenberg, 1945)
27
• Me = 5.977 x 10 gram (Bott, 1970)
27
• Me = 5.977 x 10 gram (Jeffreys, 1952)

4.5 Percepatan Gravitasi Bumi Teoritik


Hasil pengukuran percepatan gravitasi bumi atau gayaberat di atas
permukaan secara lateral menunjukkan harga yang bervariasi (harga
2 2
rata-rata = 9,81 m/s = 981 gal, dimana 1 gal = 1 cm/s ). Oleh karena
itu, dari hasil pengukuran di atas diketahui bahwa bumi tidak bulat
sempurna dan bumi berotasi. Bentuk rata-rata bumi yang sebenarnya
didekati oleh geoid / mean sea level. Sedangkan bentuk
pendekatan bumi teoritik saat ini adalah oblate spheroid (sudah
memperhitungkan sifat rotasi bumi). Adapun persamaan percepatan
gravitasi bumi teoritik yang dikenal sebagai formula gayaberat
bumi referensi (dari
International Association of Geodesy, 1967), adalah :
λ1++βαsin
sin λ
g(λ ) = g e () 2 4 (4-31)
dimana :

λ : sudut lintang
-2
ge : g di ekuator = 9.7803185 ms
-3
α : 5.278895 x 10
-5
β : 2.3462 x 10

Parameter α dan β berhubungan dengan frekuensi sudut rotasi dan

flattening kutub.

Kenyataannya, bentuk bumi yang sebenarnya juga bukan oblate


spheroid sempurna. Walaupun demikian, bentuk oblate spheroid ini
merupakan pendekatan terhadap bentuk permukaan bumi (geoid).
Deviasi geoid terhadap oblate spheroid ditunjukkan pada Gambar 4.6.a
Sedangkan Gambar 4.6.b menunjukan perbandingan antara bentuk
bumi rata-rata (geoid) dengan bentuk oblate spheroid

Gambar 4-6 : (a) Deviasi tinggi geoid terhadap oblate spheroid.

(b) Perbandingan antara bentuk bumi rata-rata (garis tegas)


dengan bentuk oblate spheroid (garis putus-putus) (King-
Hele, 1969 op cit. Fowler, 1990)

Nilai Gayaberat Referensi


Anomali gayaberat didapatkan dengan mengurangi nilai gayaberat
terukur terhadap nilai gaya teoritis dari benda ideal yang dihitung
dengan pendekatan bentuk bumi. Persamaan gayaberat teoritis untuk
elipsoid putaran untuk setiap lintang diturunkan oleh Clairaut (1734, op
cit Sazhina dan Grushinsky, 1971) dan mulai dikembangkan oleh Helmert
(1901), Bowie (1917), Cassinis (1930), Rapp (1974). Secara umum
persamaan hubungan gayaberat terhadap lintang dapat diturunkan
sebagai berikut :

2 2
g = ge (1 + β Sin φ - β‘ Sin 2φ) (4-32)

dimana :

β‘ = Pepatan gayaberat bumi,

Ω = Percepatan sudut bumi

φ = Lintang pengamatan,

ge = gayaberat pada khatulistiwa

Dengan menggunakan persamaan hubungan gayaberat dengan lintang


dari Teori Clairaut, Helmert (1901), dan yang lain-lainnya menurunkan
persamaan "gayaberat normal" tadi untuk elipsoid putaran. Persamaan
tersebut dapat dilihat di bawah ini :

1. Persamaan Helmert (1901) dibuat dari 1603 pengamatan pada 9


(sembilan) macam lintang untuk elipsoid putaran :
(
gφ = 978.030 1 + 0.005.302Sin2 φ − 2
2φ ) (4-34)
0.000007Sin

dimana:

φ = Lintang yang diukur,

a = 6.378.200 m,

b = 6.358.818 m,
1
f = 298,2 m
Harga ge diambil dari harga umum untuk khatulistiwa 978,038 dari

Sistem Potsdam. Persamaan ini digunakan pada peta penyelidikan-


penyelidikan gayaberat lama sebelum tahun 1930.

2. Persamaan Bowie (1917) :

(
gφ = 978.039 1 + 5.529410−3 Sin 2φ − 710 −6 Sin 2 2φ ) (4-35)

dimana : 1
f = 297.4

3. Pada pertemuan tahunan (1924) "International Union of Geodesy


and Geophysics” disetujui penggunaan persamaan “International
Gravity Formula” baru :

(
gφ = 978.049 1 + 0.0052884Sin φ −
2
2φ ) (4-36)
2
0.0000059Sin

dimana : 1
f = 297,

ge = 978.049 mgal (diambil dari harga rata-rata di khatulistiwa)

4. P
ada pertemuan tahunan (1930) "General Assembly of the
International Association of Geodesy" diusulkan penggunaan
persamaan baru, persamaan tersebut adalah :

(
gφ = 978.0490 1 + 0.0052884Sin 2φ − 2φ ) (4-37)

0.0000059Sin 2

dimana : a = 6.278.338 m,

b = 6.356.909 m dan

1/f = 297
5. Jeffreys (1952), seorang ahli falsafah dan matematika Inggris,
melahirkan harga :
(
gφ = 978.037,3 1 + 5.289110−3 Sin 2φ − 5.9x10−6Sin 2 2φ ) (4-38)

6. Pada tahun 1967, “International Union of Geodesy and


Geophysics” menyetujui penggunaan persamaan :
( )
gφ = 978.031,85 1 + 5.3024.10−3 Sinφ − 5.87.10 −6Sin 2 2φ mGal (4-39)

7. Pada tahun 1980, Moritz menurunkan persamaan “International Gravity

Formula” sebagai berikut :

g φ = 978.032,7(1 + 5.3024 10-3 Sin 2φ − 5,8 10 Sin 2ϕ ) mGal (4-40)


-6 2

dengan (1/f = 298,257)

4.5 Pengukuran Gayaberat

Data gayaberat digunakan untuk bermacam keperluan seperti: keilmuan,


eksplorasi dan sebagainya. Dilihat dari cara pelaksanaannya, pengukuran
percepatan gravitasi dapat dilakukan dengan : Pengukuran secara absolut,
Pengukuran secara relatif.

Pengukuran absolut biasanya dilakukan di laboratorium-laboratorium,


sukar untuk mendapatkan harga gayaberat absolut yang akurat, karena
banyak kendala-kendala yang sangat mempengaruhi hasil pengukuran.
Oleh karena itu, pengukuran secara absolut jarang sekali dilakukan karena
terlalu sukar dan melibatkan banyak faktor maupun alat. Contoh
pengukuran-pengukuran secara absolut yang pernah dilakukan adalah :

1) Postdam : pendulum
2) Viena : pendulum
3) Paris : pendulum
4) Roma : pendulum
5) Teddington : jatuh bebas
6) Washington : jatuh bebas
7) Ottawa : jatuh bebas
Cara pengukuran absolut : pendulum, jatuh bebas, dan gravimeter.

Pengukuran relatif lebih umum dan mudah dilakukan, pada penelitian


gayaberat. Pengukuran relatif dilakukan dengan membandingkan hasil
pengukuran titik yang tidak diketahui nilai gayaberatnya dengan titik yang
sudah diketahui yang telah diikat kepada titik-titik referensi (Postdam,
IGSN dsb).

4.6 Alat-alat Pengukur Gayaberat

Gravimeter adalah alat pengukur Gaya berat relatif yang prinsip kerjanya
didasarkan atas memanjangnya pegas akibat perbedaan gaya tarik yang
berlaku pada beban, bila sebuah Gravimeter dibawa kedua tempat yang
berbeda harga gaya beratnya,pergeseran tersebut dibaca pada mistar
sekala. Ada dua macam alat gravimeter yaitu tipe stabil dan unstabil,tipe
yang unstabil saat ini lebih banyak digunkan karena tinggi harga ketelitian
dan akurasinya,contoh dari tipe ini adalah Worden, Scintrex Autograv
dan Lacoste Ramberg Gravimeter.

Pada saat gravimeter Worden menerima beban (Gambar 4.7), maka


Gaya akan mengalami kesetimbangan yang terjadi pada saat menerima
beban sebagai berikut :
mg = kx
(4-41)
dimana : k : konstanta pegas,
m : massa pemberat dalam alat
Bila alat tersebut dibawa dari titik A ke titik B, dimana titik A yang telah di
ketahui gravitasinya gA, maka harga gB dapat ditentukan sebagai berikut :
mg A = kx A , mg B = kx (4.42)
B

maka
m(gA-gB) = k(xA-xB) (4.43)
dengan demikian :

m(g A - g B ) = k (x A − x B )
k
gA −gB = (x A − x B )
m
k
∆g = ∆x
m (4.44)
atau bila x dinyatakan dalam skala pembacaan S maka :
∆g = K (S1 − S 2 )
= K (S1 − S 2 ) (4.45)
dimana K adalah harga sekala alat, S adalah nilai pembacaan.

Gam bar 4.7a. Prinsip penguku ran Gambar 4. 7. b. Alat pengukur


gayaberat relatif gravimeter beban gayaberat relatif gravimeter beban
gravimeter Worden

Selain itu masih ada alat gravimeter yang lain yaitu Gravimeter La Coste
Romberg dan Scintrex Autograv untuk mendapatkan ketidak stabilan dengan
mengikatkan pegas kedinding alat lihat Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan
Gambar 4.10..
8a. Pri nsi p pengukuran Gambar 4.8b. Al at pengukur
Gambar 4. l i i l i imeter beban
gayaberat re at f grav meter beban
gravimeter Lacoste & Romberg gayaberat re
gravimeter at f & Romberg
Lacoste
grav

Gambar 4.9. Alat pengukur Gambar 4.10. Alat pengukur


gayaberat relatif Graviton-EG gayaberat relatif Scintrex Autograv
CG5

4.7 Jaringan Gaya Berat di Indonesia

Menurut sejarahnya Di Indonesia, sebelum Perang Dunia ke II, telah


pengukuran titik ikat ke Sistem Potsdam telah dilakukan oleh pemerintah
Hindia Belanda melalui Singapura, yang diletakkan mungkin di Pelud
Kemayoran.Akan tetapi data,dan letak titik itu tidak jelas, besar
kemungkinan di Bandara Kemayoran. Apalagi pada tahun 1930, saat
Vening Meinesz melakukan pengukuran Gayaberat di seluruh kelautan
Indonesia,yang membuktikan bahwa mustahil tidak ada stasiun referensi
untuk pengamatan Gaya berat di Indonesia saat itu. Akan tetapi akibat
Perang Dunia ke II data pengukuran tersebut hilang sehingga sukar untuk

70
70
diluruskan kembali. Pada masa pendudukan Jepang pendirian Sistem
Potsdam di Indonesia juga telah dilakukan melalui Singapura dan Tokyo,
hasil pengukuran tersebut juga hilang (Higasinaka, 1967).

Pada saat Vening Meinesz melakukan pengukuran gayaberat lautan di


Indonesia, dia mengukur beberapa titik bantu di pelabuhan Tanjung Priok
(Jakarta), Surabaya, Padang, Makasar, dan juga di ruang Boscha
Technische Hooge School, Bandung. Akan tetapi titik-titik stasiun tersebut
belum dapat dianggap Sistem Potsdam karena pengukurannya tidak
dilakukan menurut persyaratan prosedur pendirian “Base Station” (Veining
Meinesz, 1930).

Gambar 4.11. Map of Indonesia showing principal gravity station locations and
base lines used in 1976 and 1977

Pada tahun 1970-an Direktorat Geologi (pada saat itu) melakukan


pengikatan ke London (Postdam System). Akan tetapi hasilnya hanya
digunakan untuk kalangan terbatas saja. Sedangkan pada tahun 1976-
1977 Direktorat Geologi mengikat lagi ke Australia ke Universitas New
England untuk data-data dasar :
71
71
D0 = 977976.38 ; H = 718.0 meter

0 0
X = 06 53’ 90.5’’ S ; Y = 107 37’ 90’’ E

Dari titik ini pengukuran dibawa ke seluruh Indonesia

4.9 ISOSTASI

Isostasi merupakan aplikasi Asas Archimedes di atas lapisan Bumi. Benua


mengapung di atas suatu struktur kerak yang padat. Seperti gunung es
terapung, suatu yang menggumpal besar di atas permukaan Bumi (
rangkaian pegunungan utama) sesuai dengan hubungan lokal yang
terdapat dalam kerak bumi dan kulit bumi (Gambar 4.12).

Gambar 4.12 Fenomena adanya isostasi di permukaan bumi. Continental


memiliki kerak yang tebal dibandingkan lautan.

Hipotesa Airy tentang Isostasy

Airy berasumsi bahwa lapisan paling atas dari Bumi mempunyai suatu
kepadatan seragam, dengan masing-masing kolom yang mengapung
dalam suatu lapisan kulit bumi yang mempunyai kepadatan ρs, dalamnya
apungan ini sesuai dengan teori apungan Archimedes. Akhirnya terjadi
berbagai variasi dalam ketebalan menyangkut kepadatan yang seragam
lapisan kerakbumi, daerah tinggi memperlihatkan suatu yang lebih tebal
dibanding kerak normal ( Gambar 4.13 ).

Gambar 4.13. Hipotesa teori Airy tentang Isostasy.

Hipotesa Pratt tentang Isostasy

Pratt berasumsi bahwa kepadatan di dalam berbagai kolom di dalam kerak


bagian atas, terdapat berbagai variasi ketinggian tergantung pada
topografi (hal ini disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam bumi)
(Gambar 4.14).

Gambar 4.14. Teori Isostasy berdasarkan hipotesa Pratt


4.10 Aplikasi Metode Gayaberat

Metoda gayaberat merupakan suatu metoda eksplorasi geofisika yang


didasarkan atas adanya anomali medan gravitasi bumi, yang
diakibatkan adanya variasi densitas batuan ke arah lateral maupun
vertikal dibawah titik ukur. Pemodelan pada metoda ini dilakukan
berdasarkan atas fungsi variasi densitas ρ (density) dan kedalaman z.
Seperti metoda geofisika lainnya, metoda ini mempunyai kelemahan dan
kelebihan antara lain adanya sifat ambiguitas (tidak unik) seperti dibahas
pada bab terdahulu. Oleh karena itu dalam melakukan interpretasi pada
data hasil pengukuran metoda geofisik perlu didukung oleh data yang lain
(misalnya, data geologi, data sumur ).

Seperti dijelaskan diatas Metode eksplorasi gayaberat dilakukan untuk


menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat
masa penomena geologi seperti cebakan mineral, cekungan sedimen,
3
intrusi dsb dari daerah sekeliling (兟 ρ = gram/cm ). Metode ini adalah
metode geofisika yang sensitive terhadap perubahan kearah lateral, oleh
karena itu metode ini disukai untuk mempelajari kontak intrusi, batuan
dasar, struktur geologi, cekungan sedimen, endapan sungai purba, lubang
di dalam masa batuan, shaff terpendam dan lain-lain.

Disamping untuk mempelajari struktur, metode gayaberat sekarang sudah


berkembang pula untuk pemantauan proses produksi panasbumi,
pemantauan produksi hydrocarbon, pemantauan lingkungan (subsidence,
dinamika air tanah), pemantauan aktivitas gunung api, dan pemantauan
gempabumi.
BAB V
KEMAGNETAN BUMI

5.1 BUMI SEBAGAI MEDAN MAGNET


Medan magnet utama secara teoritis disebabkan oleh sumber dalam
bumi, magnetisasi permanen oleh aliran arus listrik atau arus listrik yang
keluar dan masuk bumi. Beberapa teori menganggap inti bumi tersusun
oleh besi dan nikel, dua materi yang dikenal sebagai konduktor yang
sangat baik. Adapun penyusun inti bumi, sumber magnetik merupakan
dinamo berkonduktivitas tinggi dan bergerak dengan mekanisme yang
kompleks, seperti arus atau senyawa kimia dan variasi thermal beserta
alirannya. Kombinasi gerak dan arus tersebut disebabkan terjadinya
medan magnet. (Telford,1982).

Medan magnet bumi adalah salah satu besaran vektor yang mempunai
besaran (magnitude) dan arah, besaran ini dapat diuraikan menjadi
komponen–komponennya. Medan magnet utama timbul karena adanya
arus listrik yang mengalir berputar di dalam inti luar yang membentang
dari jari–jari 1.300 km hingga 1.500 km. Medan utama ini tidak konstan
terhadap waktu, dan perubahannya relatif lamban.

Penelitian mengenai sumber medan magnet utama bumi yaitu sumber


dari luar dan dari dalam bumi dilakukan oleh Gauss pada tahun 1838 yang
menyimpulkan bahwa medan magnet utama bumi yang terukur
dipermukaan bumi hampir seluruhnya disebabkan oleh sumber dari dalam
bumi. Sedangkan sumber dari luar bumi pengaruhnya sangat kecil
(Blakely, 1995).
Beberapa teori klasik menyatakan bahwa medan magnet bumi timbul
sebagai akibat adanya aliran listrik pada kerak bumi. Dalam perputaran
bumi secara keseluruhan dapat dimisalkan sebagai layaknya sebuah
dinamo raksasa. Suatu medan magnet timbul sebagai hasil kombinasi
gerak dan aliran listrik. Didalam inti bumi ada suatu aksi dinamo oleh
dirinya sendiri yang lebih dikenal dengan self-exciting dynamo actions
yang mana teori ini dikemukakan oleh Elsasser, 1950 (Clark, 1971).

Magnet bumi memiliki dua kutub, yaitu kutub utara dan selatan. Kutub
utara magnet bumi terletak di sekitar kutub selatan bumi. Adapun kutub
selatan magnet bumi terletak di sekitar kutub utara bumi. Magnet bumi
memiliki medan magnet yang dapat memengaruhi jarum kompas dan
magnet batang yang tergantung bebas. Medan magnet bumi
digambarkan dengan garis-garis lengkung yang berasal dari kutub
selatan bumi menuju kutub utara bumi. Magnet bumi tidak tepat
menunjuk arah utara-selatan geografis. Penyimpangan magnet bumi
ini akan menghasilkan garis-garis gaya magnet bumi yang
menyimpang terhadap arah utara-selatan geografis (Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Letak Kutub magnet bumi yang menyimpang dari arah kutub utara
Selatan
5.2 Kutub Magnet Bumi

Jika kita perhatikan, kutub utara jarum kompas dalam keadaan


setimbang tidak tepat menunjuk arah utara dengan tepat.
Penyimpangan jarum kompas itu terjadi karena letak kutub-kutub
magnet bumi tidak tepat berada di kutub-kutub bumi, tetapi
menyimpang terhadap letak kutub bumi. Hal ini menyebabkan garis-
garis gaya magnet bumi mengal ami penyi mpangan te rhadap a rah
utara-selatan bumi. Akibatnya peny impangan ku tub u ta ra aj ru m
kompas akan membentuk sudut t er hadap a rah u ta ra -se la tan bu mi
(geografis). Sudut yang dibentuk o leh ku tub u ta ra j rum komp as
a
dengan arah utara-selatan geografis di sebut Sudut Dekli nas i ( Gamb ar
5.2) .

Penyimpangan kutub utara jarum kompas akan memben tuk sud ut


terhadap bidang datar permukaan bum i. Sudu t yang d iben tuk o leh
kutub utara jarum kompas dengan bi dang da ta r d isebu t Sudu t Ink lina si
(Gambar 5.3). Alat yang digunakan unt uk menen tukan besa r ink lina si
disebut inklinator.

Gambar 5.2 Sudut Deklinasi Gambar 5.3 Sudut Inklinasi Magnet


magnet bumi Bumi
5.3 Dasar Teori Metode Magnetik
Metode magnetik didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan
magnetik di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi
distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Variasi yang
terukur (anomali) berada dalam latar belakang medan yang relatif besar.
Variasi intensitas medan magnetik yang terukur kemudian ditafsirkan dalam
bentuk distribusi bahan magnetik di bawah permukaan, yang kemudian
dijadikan dasar bagi pendugaan keadaan geologi yang mungkin. Metode
magnetik memiliki kesamaan latar belakang fisika dengan metode gravitasi,
kedua metode sama-sama berdasarkan kepada teori potensial, sehngga
keduanya sering disebut sebagai metoda potensial. Namun demikian,
ditinjau dari segi besaran fisika yang terlibat, keduanya mempunyai
perbedaan yang mendasar.

Geomagnetic Methods (metode magnetik) merupakan salah satu metode


geofisika yang sering digunakan sebagai survei pendahuluan pada
eksplorasi batuan mineral diantaranya mineral emas. Akurasi pengukuran
metode magnetik ini relatif tinggi dan pengoperasian di lapangan relatif
sederhana, mudah dan cepat

Pada umumnya peta anomali medan magnetik bersifat agak kompleks,


variasi medan lebih tak menentu dan terlokalisir sebagai akibat dari medan
magnetik dipole yang merupakan besaran vektor. Peta anomali magnetik
menunjukkan sejumlah besar anomali residu yang merupakan hasil variasi
mineral magnetik yang terkandung di dalam batuan dekat permukaan.

Gaya Magnetik

Dasar dari metode magnetik adalah gaya Coulomb antara dua kutub
magnetik m1 dan m2 (e.m.u) yang berjarak r (cm) dalam bentuk
m1 m2
F= (dyne) (3.1)
r
µ 0r 2
Konstanta µo adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa, tidak
berdimensi dan berharga satu (Telford, 1976), yang besarnya dalam SI
-7 2
adalah 4π x 10 newton/ampere

Kuat Medan Magnet


Kuat medan magnet ( H ) pada suatu titik yang berjarak r dari m1

didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan


sebagai:
v
v F m v
H= = 1 2r (oersted) (3.3)
m2 µ 0r

dengan r adalah jarak titik pengukuran dari m. H mempunyai satuan A/m


dalam SI sedangkan dalam cgs H mempunyai satuan oersted.

Intensitas Kemagnetan

Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan


benda magnetik. Apabila benda magnet tersebut diletakkan dalam medan
luar, benda tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Dengan
demikian, intensitas kemagnetan dapat didefinisikan sebagai tingkat
kemampuan menyearahkan momen-momen magnetik dalam medan
magnetik luar dapat juga dinyatakan sebagai momen magnetik persatuan
volume.
v
r mlrˆ
I = =
M V (3.4)
V
-3
Satuan magnetisasi dalam cgs adalah gauss atau emu. Cm dan dalam
-1
SI adalah Am .
Suseptibilitas Kemagnetan

Tingkat suatu benda magnetik untuk mampu dimagnetisasi ditentukan


oleh suseptibilitas kemagnetan k, yang dituliskan sebagai
I = kH (3.5)

Besaran ini adalah parameter dasar yang dipergunakan dalam metode


magnetik. Harga k pada batuan semakin besar apabila dalam batuan
tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetic.
Setiap batuan yang terdiri dari bermacam-macam mineral, yang memiliki
sifat magnetik dan susceptibilitas yang berbeda dan dikelompokkan pada
3 bagian yaitu :

a. Diamagnetisme

Batuan ini mempunyai susceptibilitas negatif dan nilainya kecil serta


susceptibilitas tidak bergantung pada temperatur dan magnet luar H.
Mineral ini mempunyai harga susceptibilitas (-8<310)x10-6 emu,
contoh:bismut, gipsum, marmer, dan lain-lain.

b. Paramagnetisme

Sifat ini material ini adalah nilai susceptibilitas positif dan sedikit lebih
besar dari satu serta nilai susceptibilitas tergantung pada temperatur.
Mineral ini mempuunyai susceptibilitas (4<36000)x10-6 emu, contoh:
pyroxene, fayalite, amphiboles, biotite, garnet. Efek paramagnetik
merupakan suatu efek orientasi, mirip dengan efek orientasi dari
molekul-molekul polar yaitu dalam hal sifatnya yang bergantung pada
temperatur, membesar jika temperatur menurun karena agitasi termis
dari atom-atom atau melekul-molekul cenderung untuk mencegah
orientasi.
Dalam benda-benda paramagnetik, medan yang dihasilkan oleh
momen-momen magnet atomik permanen, cenderung untuk

80
80
membantu medan magnet luar, sedangkan untuk dielektrik medan
dari dipol-dipol cenderung untuk melawan medan luar.

c. Ferromagnetik

Sifat yang dimiliki oleh material ini adalah susceptibilitas positif dan
jauh lebih besar dari satu, serta nilai susceptibilitasnya bergantung
pada temperatur. Nilai susceptibilitas mineral ini adalah
(100<(1.6x106))x10-6 em, contoh: besi, nikel, dan kobal. Bahan-
bahan feromagnetik intensitas magnetisasi besarnya sejuta kali lebih
besar dari pada bahan-bahan diamagnetik dan paramagnetic
(Santoso, 2002).

Secara lebih spesifik batuan terbagi menjadi tiga macam, yaitu batuan
sedimen, batuan beku, batuan metamorf yang memiliki susceptibilitas
yang berbeda, berikut nilai susceptibilitas masing-masing batuan :

a. Batuan sedimen, biasanya mempunyai jangkauan susceptibilitas (0-


4000)x10-6 emu dengan rata-rata (10-75)x10-6 emu, contoh:
dotomine, limestone, sandstone dan shales.
b. Batuan beku, biasanya mempunyai jangkauan susceptibilitas (0-
97)x10-6 emu dengan rata-rata (200-13500) emu, contoh
granite,rhyolite, basalt, dan andesit.
c. Batuan metamorf, biasanya mempunyai jangkauan susceptibilitas(0-
5800)x10-6 emu dengan rata-rata(60-350)x10-6 emu, contoh
amphibolite, shist,phyllite, gneiss, quartzite, serpentine dan slate
(Solihin, 2005).
Induksi Magnetik

Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar H akan


menghasilkan medan tersendiri H ' yang menigkatkan nilai total medan
magnetik bahan tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai
medan total bahan ditulis sebagai:
B=H +H' (3.6)

Hubungan medan sekunder H ' = 4πM , satuan B dalam cgs adalah


gauss, sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma
(g) dan dalam SI adalah tesla (T) atau nanoTesla (nT)

5.4 Pengukuran Medan Magnet

Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut


juga elemen medan magnet bumi (Gambar 5.4), yang dapat diukur yaitu
meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut
meliputi :

a. Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen


horizontal yang dihitung dari utara menuju timur
b. Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang
horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal
ke bawah.
c. Intensitas Horizontal ( BH ), yaitu besar dari medan magnetik total pada
bidang horizontal.
d. Medan magnetik total (B), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.
Gambar 5.4 Elemen Medan magnet bumi

Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk


menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai
yang disebut International Geomagnetics Reference Field (IGRF) yang
diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari
2
hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km yang
dilakukan dalam waktu satu tahun. Medan magnet bumi terdiri dari 3
bagian :

1. Medan magnet utama (main field)


Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata
hasil pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup
daerah dengan luas lebih dari 106 km2..

2. Medan magnet luar (external field)


Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang
merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar
ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan
dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di
atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.

3. Medan magnet anomali


Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal
(crustal field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang
mengandung mineral bermagnet seperti magnetite ( Fe 7 S 8

), titanomagnetite ( Fe 2Ti O4 ) dan lain-lain yang berada di kerak bumi.

Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari


pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan
(anomali magnetik). Secara garis besar anomali medan magnetik
disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnetik induksi.
Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar terhadap
magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetiknya serta
berkaitan dengan peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga sangat rumit
untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil
gabungan medan magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnet
remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya
bertambah besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek
medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang
dari 25 % medan magnet utama bumi (Telford, 1976), sehingga dalam
pengukuran medan magnet berlaku :

HT =HM +HL +HA

dengan : H T : medan magnet total bumi

H M : medan magnet utama bumi

H L : medan magnet luar

H A : medan magnet anomali

Dalam melakukan pengukuran geomagnetik, peralatan paling utama yang


digunakan adalah magnetometer. Peralatan ini digunakan untuk mengukur
kuat medan magnetik di lokasi survei. Salah satu jenisnya adalah Proton
Precission Magnetometer (PPM) yang digunakan untuk mengukur nilai kuat
medan magnetik total. Peralatan lain yang bersifat pendukung di dalam
survei magnetik adalah Global Positioning System (GPS). Peralatan ini
digunaka untuk mengukur posisi titik pengukuran yang meliputi bujur,
lintang, ketinggian, dan waktu. GPS ini dalam penentuan posisi suatu titik
lokasi menggunakan bantuan satelit. Penggunaan sinyal satelit karena
sinyal satelit menjangkau daerah yang sangat luas dan tidak terganggu
oleh gunung, bukit, lembah dan jurang.
Beberapa peralatan penunjang lain yang sering digunakan di dalam survei
magnetik, antara lain (Sehan, 2001) :
a. Kompas geologi, untuk mengetahui arah utara dan selatan dari
medan magnet bumi.
b. Peta topografi, untuk menentukan rute perjalanan dan letak titik
pengukuran pada saat survei magnetik di lokasi
c. Sarana transportasi
d. Buku kerja, untuk mencatat data-data selama pengambilan data
e. PC atau laptop dengan software seperti Surfer, Matlab, Mag2DC,
dan lain-lain.

5.5. Pengolahan Data Geomagnetik


Untuk memperoleh nilai anomali medan magnetik yang diinginkan, maka
dilakukan koreksi terhadap data medan magnetik total hasil pengukuran
pada setiap titik lokasi atau stasiun pengukuran, yang mencakup koreksi
harian, IGRF dan topografi.
1. Koreksi Harian
Koreksi harian (diurnal correction) merupakan penyimpangan nilai
medan magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek
radiasi matahari dalam satu hari. Waktu yang dimaksudkan harus
mengacu atau sesuai dengan waktu pengukuran data medan
magnetik di setiap titik lokasi (stasiun pengukuran) yang akan
dikoreksi. Apabila nilai variasi harian negatif, maka koreksi harian
dilakukan dengan cara menambahkan nilai variasi harian yang

85
85
terekan pada waktu tertentu terhadap data medan magnetik yang
akan dikoreksi. Sebaliknya apabila variasi harian bernilai positif, maka
koreksinya dilakukan dengan cara mengurangkan nilai variasi harian
yang terekan pada waktu tertentu terhadap data medan magnetik
yang akan dikoreksi, datap dituliskan dalam persamaan
∆H = Htotal ± ∆Hharian

2. Koreksi IGRF
Data hasil pengukuran medan magnetik pada dasarnya adalah
konstribusi dari tiga komponen dasar, yaitu medan magnetik utama
bumi, medan magnetik luar dan medan anomali. Nilai medan magnetik
utama tidak lain adalah niali IGRF. Jika nilai medan magnetik utama
dihilangkan dengan koreksi harian, maka kontribusi medan magnetik
utama dihilangkan dengan koreksi IGRF. Koreksi IGRFdapat
dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap nilai
medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik
pengukuran pada posisi geografis yang sesuai. Persamaan
koreksinya (setelah dikoreksi harian) dapat dituliskan sebagai berikut :
∆H = Htotal ± ∆Hharian ± H0
dimana H0 = IGRF

5.6 Aplikasi Metode Magnetik


Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak
bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta serta bisa diterapkan pada
pencarian prospeksi benda-benda arkeologi.

a. Eksplorasi Minyak Bumi


Survei magnetik dan gravitasi biasanya dilakukan di wilayah yang luas
seperti misalnya suatu cekungan (basin). Dalam eksplorasi migas
metoda gravity dan magnetik memang hanya dipergunakan untuk tahap
awal, terutama guna tujuan regional untuk mengetahui konfigurasi
basement (batuan dasar). Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui

86
86
ketebalan sedimen, makin tebal makin bagus dan potensial untuk
source rock.

b. Eksplorasi Panasbumi

Eksplorasi panas bumi dengan metode magnetik dilakukan dengan


menafsir secara kuantitatif terhadap tubuh intrusi. Biasanya panasbumi
terletak di daerah vulkanik. Kerentanan magnet panasbumi sangat
bergantung pada variasi batuan di lapangan yang telah terpengaruh
panas. Dengan mengetahui kerentanan (k) magnetik batuan, dapat
diketahui informasi jenis batuan dan struktur bawah permukaan.

c. Eksplorasi Mineral dan Biji Besi

Metoda magnetik berguna untuk memetakan dan menghitung potensi


bijih besi dibawah permukaan. Interpretasi kuantitatif dilakukan untuk
menggambarkan bentuk tubuh ’iron ore’ di bawah permukaan
berdasarkan anomali magnetik dan geologi.

d. Eksplorasi Arkeologi (Candi)

Metode magnetik berguna untuk memetakan keberadaan bangunan


arkeologi (candi) disuatu wilayah. Bangunan candi yang terbuat dari
batuan andesit pada umumnya akan mempunyai nilai kemagnetan
yang tinggi dibandingkan endapan lumpur atau pasir yang menutup
bangunan arkeologi tersebut.
BAB VI
GUNUNG API

6.1 Terbentuknya Gunungapi

Gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi


tempat keluarnya cairanmagma atau gas atau cairan lainnya ke
permukaan bumi. Matrial yang dierupsikan kepermukaan bumi umumnya
membentuk kerucut terpancung.

Gunungapi terbentuk karena adanya gerakan magma sebagai arus


konveksi, dimana arus tersebut menyebabkan gerakan dari kerak bumi
yaitu : kerak benua (coninen plate) dan kerak samudra (oceanic plate).
Gerak kerak bumi tersebut disebut pergerakan antar lempeng (teori
tektonik lempeng), terbagi menjadi 3 bentuk gerakan (Gambar 6.1):

a. Gerak saling menjauh (divergent), menyebabkan terjadinya pemekaran


kerak benua, magma keluar melalui rekahan tersebut dan membentuk
busur gunung apai tengah samudera (mid-ocean ridge)
b. Gerak saling bertumbukan (convergent), kerak samudera menumbuk
dan menunjam dibawah kerak benua, membentuk zona subduksi
(subduction zone) dan terjadi peleburan batuan di zona tersebut,
magma bergerak dan menerobos sehingga membentuk busur gunung
api tepi benua (volcanic arc)
c. Gerak saling bergeser sejajar berlawanan arah (transform) antar kerak
benua yang menyebabkan timbulnya rekahan, sesar mendatar (contoh
Sesar Sun Andreas)

Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan


kesempatan bagimagma menerobos ke dasar samudera, terobosan
magma ini merupakan banjir lava yangmembentuk deretan gunungapi
perisai (Gambar 6.2).

Gambar 6.1. Pergerakan kerak benua dan kerak samudera

Gambar 6.2 Penampang diagram yang memper lihatkan bagaimana gunungapi ter
bentuk di permukaan melalui kerak benua dan kerak samudera serta mekanisme
peleburan batuan yangmenghasilkan busur gunungapi, busur gunungapi tengah
samudera, busur gunungapi tengahbenua dan busur gunungapi dasar samudera.
(Modifikasi dari Sigurdsson, 2000).

Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunungapi terjadi akibat


tumbukan kerakSamudera Hindia dengan kerak Benua Asia (Gambar
6.3). Di Sumatra penunjaman lebih kuat dan dalamsehingga bagian akresi
muncul ke permukaan membentuk pulau-pulau, seperti Nias, Mentawai,
dll. (Modifikasi dari Katili, 1974).
Gambar 6.3 Pembentukan gunung api di Indonesia

Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang.


Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan
manusia purba yang mempunyai hubungan dekat dengan gunungapi. Hal
tersebut diketahui dari penemuan fosil manusia di dalam endapan
vulkanik dan sebagian besar penemuan fosil itu ditemukan di Afrika dan
Indonesia berupa tulang belulangmanusia yang terkubur oleh endapan
vulkanik.
Sebagai contoh banyak ditemukan kerangka manusia di kota Pompeii dan
Herculanum yangterkubur oleh endapan letusan G. Vesuvius pada 79
Masehi. Fosil yang terawetkan baik padaabu vulkanik berupa tapak kaki
manusia Australopithecus berumur 3,7 juta tahun di daerahLaetoli, Afrika
Timur. Penanggalan fosil dari kerangka manusia tertua, Homo babilis
berdasarkan potassium-argon (K-Ar) didapat umur 1,75 juta tahun di
daerah Olduvai. Penemuan fosil yang diduga sebagai manusia pemula
Australopithecus afarensis berumur 3,5juta tahun di Hadar, Ethiopia, dan
penanggalan umur benda purbakala tertua yang terbuat dari lava
berumur 2,5 juta tahun ditemukan di Danau Turkana, Afrika Timur.
Perkembangan benda-benda purba dari yang sederhana kemudian
meningkat menjadi benda-benda yang disesuaikan dengan kebutuhan
sehari-hari, seperti pemotong, kapak tangan dan lainnya, terbuat dari
obsidian yang berumur Paleolitik Atas.

90
90
6.2 Struktur Gunungapi

Struktur gunung api terdiri atas beberapa bagian (Gambar 6.4), yaitu :
a. Struktur kawah adalah bentuk morfologi negatif ataudepresi akibat
kegiatan suatu gunungapi, bentuknya relatif bundar;
b. Kaldera, bentukmorfologinya seperti kawah tetapi garis tengahnya lebih
dari 2 km. Kaldera terdiri atas : kalderaletusan, terjadi akibat letusan
besar yang melontarkan sebagian besar tubuhnya; kalderaruntuhan,
terjadi karena runtuhnya sebagian tubuh gunungapi akibat pengeluaran
material yangsangat banyak dari dapur magma; kaldera resurgent,
terjadi akibat runtuhnya sebagian tubuhgunungapi diikuti dengan
runtuhnya blok bagian tengah; kaldera erosi, terjadi akibat erosi
terusmenerus pada dinding kawah sehingga melebar menjadi kaldera;
c. Rekahan dan graben, retaka-retakan atau patahan pada tubuh
gunungapi yang memanjang mencapai puluhankilometer dan dalamnya
ribuan meter. Rekahan parallel yang mengakibatkan amblasnya blok
diantara rekahan disebut graben;
d. Depresi volkano-tektonik, pembentukannya ditandai dengan deretan
pegunungan yang berasosiasi dengan pemebentukan gunungapi akibat
ekspansi volumebesar magma asam ke permukaan yang berasal dari
kerak bumi. Depresi ini dapat mencapai ukuran puluhan kilometer
dengan kedalaman ribuan meter.
Gambar 6.4 Penampang suatu gunungapi dan bagian-bagiannya

Bagian bagian dari gunungapi adalah sebagai berikut (Gambar 6.5):


1. Dapur Magma
2. Batuan dasar
3. Pipa kawah
4. Permukaan dasar
5. Retas (Siil)
6. Pipa kawah
7. Lapisan abu gunungapi
8. Sayap/sisi gunungapi
9. Lapisan Lava
10. Kepundan
11. Kerucut parasit gunungapi
12. Aliran lava
13. Kawah
14. Bibir kawah
15. Abu gunungapi
Gambar 6.5 . Bagian bagian gunungapi

6.3 Tipe Gunung Api

a. Tipe Gunung Api berdasarkan bentuknya

Beberapa tipe/bentuk gunung api yang dikenal adalah :


1. Tipe Perisai (Shield Vulcanoes type)/Tipe Hawai. Gunungapi yang
mengeluarkan lava bersifat encer dan membentuk gunung tersebut,
lereng landai (Gambar 6.6).
2. Tipe Kerucut Piroklastik (Cinder Cone type), gunungapi yang tersusun
oleh material piroklastik berupa bom, lapili, abu, kerikil, pasir (Gambar
6.7)
3. Tipe Maar, gunungapi ‘terpancung’ membentuk kawah seperti mangkuk
dengan lebar kawah relative besar dari tinggi dinding kawah, lereng
landai, sifat lava kental
4. Tipe Kaldera (caldera type), terbentuk akibat letusan yang sangat besar
sehingga bagian atas terpancung dan membentuk kawah yang lebar lebih
dari 2 km (Gambar 6.8)
5. Tipe Strato (Strato type, composite volcano type), terbentuk oleh
muntahan material gunung api berupa piroklastik yang berselingan
dengan lava (Gambar 6.9).
6. Tipe Kubah Lava (lava dome type), material yang dikeluarkan berupa lava
bersifat kental yang membentuk badan gunung tersebut, kelerengan
umumnya simetri (Gambar 6.10).

Gambar 6.6. Gunung api tipe perisai (G. Gambar 6.7. Gunungapi tipe Piroclastik.
Manua Loa Hawai) Gunung Paricutin Mexico
Gambar 6.8 Gunungapi tipe Kaldera (G. Gambar 6.9 Tipe Strato (Strato type,
Krakatau) composite volcano type),

Gambar 6.10 Tipe Kubah Lava (lava dome type)

b. Tipe Letusan gunungapi

Berdasarkan letusannya gunung api dibagi menjadi beberapa tipe (Gambar


6.11), yaitu :
a. Tipe Hawai, erupsi eksplosif dari magma basaltic atau mendekati basalt,
umumnya berupa semburanlava pijar, dan sering diikuti leleran lava
secara simultan, terjadi pada celah atau kepundansederhana; contoh :
G. Maunaloa Hawai
b. Tipe Stromboli, erupsinya hampir sama dengan Hawaiian berupa
semburanlava pijar dari magma yang dangkal, umumnya terjadi pada
gunungapi sering aktif di tepi benuaatau di tengah benua; contoh : G.
Anak Krakatau
c. Tipe Merapi, contoh: G. Merapi
d. Tipe Volkano, erupsi magmatis berkomposisi andesit basaltic
sampaidasit, umumnya melontarkan bom-bom vulkanik atau bongkahan
di sekitar kawah dan seringdisertai bom kerak-roti atau permukaannya
retak-retak. Material yang dierupsikan tidak melulu berasal dari magma
tetapi bercampur dengan batuan samping berupa litik; contoh : G.
Bromo, G. Semeru
e. Tipe St. Vincent, contoh G. Kelut
f. Tipe Pelle
g. Tipe Plinian, merupakan erupsi yang sangat ekslposif dari
magmaberviskositas tinggi atau magma asam, komposisi magma
bersifat andesitik sampai riolitik. contoh : G. Galunggung

Gambar 6.11 Tipe-tipe letusan gunungapi

6.4 Klasifikasi Gunungapi di Indonesia berdasarkan


aktivitasnya

Tipe A gunungapi yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-


kurangnya satu kali sesudah tahun 1600

TipeB gunungapi yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan


erupsimagmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti
kegiatan solfatara

Tipe C gunungapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia,namun


masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan
solfatara/fumarola pada tingkah lemah
6.5 Manfaat Gunungapi

Selain menimbulkan bencana, gunungapi juga menimbulkan banyak manfaat


bagi manusia, diantaraya :
a. Hasil letusan dapat membentuk daratan
baru, sebagai contoh Kepulauan Hawai terbentuk oleh hasil letusan
gunung api
b. Ditemukaanya mineral logam dan
batumulia pada bom volkanik dan lava yang telah membeku seperti
tembaga, perak dan emas. Beberapa intan terbesan didunia ditemukan
pada batuan gunungapi, contoh di Afrika Selatan, Rusia terisi oleh
zircon, turmalin, topaz, aquamarine, moonstone, dan beryl.
c. Kegiatan aktivitas gunungapi juga menghasilkan energy panasbumi,
mata air panas mengandung belerang yang digunakan untuk mengobati
penyakit, pasir gunung api digunakan sebagai bahan bangunan, batu
apung untuk industry, obsidian digunakan sebagai mata anak panah
d. Kawasan gunungapi kuarter hasil pelapukkan material gunungapi akan
menghasilkan tanah yang subur yang kaya unsure hara yang dibutuhkan
oleh pertanian.

6.6 Bahaya Gunung Api

Bahaya letusan gunungapi dapat berpengaruh secara langsung (primer)


dan tidak langsung (sekunder) yang menjadi bencana bagi kehidupan
manusia. Bahaya yang langsung oleh letusan gunungapi adalah :
1. Leleran Lava
Leleran lava merupakan cairan lava yang pekat dan panas dapat
merusaksegala infrastruktur yang dilaluinya. Kecepatan aliran lava
tergantung darikekentalan magmanya, makin rendah kekentalannya,
maka makin jauhjangkauan alirannya. Suhu lava pada saat
o o
dierupsikan berkisar antara 800 - 1200 C. Pada umumnya di
Indonesia, leleran lava yang dierupsikangunungapi, komposisi
magmanya menengah sehingga pergerakannya cukuplamban
sehingga manusia dapat menghindarkan diri dari terjangannya
(Gambar 6.12).

Gambar 6.12 Contoh foto aliran lava letusan gunung Merapi Jawa Tengah

2. Aliran Piroklastik (Awan Panas/Wedus Gembel)

Aliran piroklastik dapat terjadi akibat runtuhan tiang asap erupsi


plinian,letusan langsung ke satu arah, guguran kubah lava atau lidah lava
dan aliran pada permukaan tanah (surge). Aliran piroklastik sangat
dikontrol oleh gravitasi dan cenderung mengalir melalui daerah rendah
atau lembah.Mobilitas tinggi aliran piroklastik dipengaruhi oleh pelepasan
gas darimagma atau lava atau dari udara yang terpanaskan pada saat
mengalir. Kecepatan aliran dapat mencapai 150 - 250 km/jam dan
jangkauan alirandapat mencapai puluhan kilometer walaupun bergerak di
atas air/laut (Gambar 6.13).
Gambar 6.13 Awan panas mempunyai mobilitas dan suhu tinggi sangat
berbahaya bagipenduduk sekitar gunungapi.
3. Jatuhan piroklastik

Jatuhan piroklastik terjadi dari letusan yang membentuk tiang asap


cukup tinggi, pada saat energinya habis, abu akan menyebar sesuai
arah anginkemudian jatuh lagi ke muka bumi. Hujan abu ini bukan
merupakan bahaya langsung bagi manusia, tetapi endapan abunya akan
merontokkan daun-daun dan pepohonan kecil sehingga merusak agro
dan pada ketebalantertentu dapat merobohkan atap rumah. Sebaran abu
di udara dapatmenggelapkan bumi beberapa saat serta mengancam
bahaya bagi jalur penerbangan. Hujan abu dapat merusak tanaman,
merobohkan rumah, mengganggupernafasan dan membahayakan jalur
penerbangan pesawat (Gambar 6.14).
Gambar 6.14 Abu vulkanik dan awan panas yang merusak tanaman dan
pemukiman

4. Lahar letusan
Lahar letusan terjadi pada gunungapi yang mempunyai danau kawah.
Apabila volume air alam kawah cukup besar akan menjadi
ancamanlangsung saat terjadi letusan dengan menumpahkan lumpur
panas.

5. Gas vulkanikberacun
Gas beracun umumnya muncul pada gunungapi aktif berupa CO,
CO2,HCN, H2S, SO2 dll, pada konsentrasi di atas ambang batas dapat
membunuh.

Bahaya sekunder, terjadi setelah atau saat gunung api aktif :

1. Lahar Hujan
Lahar hujan terjadi apabila endapan material lepas hasil erupsi
gunungapi yang diendapkan pada puncak dan lereng, terangkut
olehhujan atau air permukaan. Aliran lahar ini berupa aliran lumpur
yang sangat pekat sehingga dapat mengangkut material berbagai
ukuran. Bongkahan batu besar berdiameter lebih dari 5 m dapat
mengapung pada aliran lumpur ini. Lahar juga dapat merubah
topografi sungai yang dilaluinya dan merusak infrastruktur.

2. Banjir bandang
Banjir bandang terjadi akibat longsoran material vulkanik lama pada
lereng gunungapi karena jenuh air atau curah hujan cukup tinggi.
Aliran Lumpur disini tidak begitu pekat seperti lahar, tapi cukup
membahayakan bagi penduduk yang bekerja di sungai dengan tiba-
tiba terjadi aliran lumpur.
3. Longsoran vulkanik

Longsoran vulkanik dapat terjadi akibat letusan gunungapi, eksplosi


uap air, alterasi batuan pada tubuh gunungapi sehingga menjadi
rapuh, atau terkena gempabumi berintensitas kuat. Longsoran
vulkanik ini jarang terjadi di gunungapi secara umum sehingga dalam
peta kawasan rawan bencana tidak mencantumkan bahaya akibat
Longsoran vulkanik.

100
1001
Pengantar Teknik
Geofisika

6.7 Penanggulangan Bencana Gunungapi

Dalam penanggulangan bencana letusan gunungapi dibagi menjadi tiga


bagian, yaitu persiapansebelum terjadi letusan, saat terjadi letusan dan
sesudah terjadi letusan.
1. Sebelum terjadi letusan dilakukan :
a. Pemantaun dan pengamatan kegiatan pada semua gunungapi
aktif,
b. Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan
Peta Zona Resiko Bahaya Gunungapi yang didukung dengan
dengan Peta Geologi Gunungapi,
c. Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan
gunungapi, Melakukan pembimbingan dan pemeberian informasi
gunungapi,
d. Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan
geokimia di gunungapi,
e. Melakukan peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya
seperti peningkatan sarana dan prasarananya.

2. Setelah terjadi letusan :


a. Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil
letusan,
b. Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya,
c. Memberikan saran penanggulangan bahaya,
d. Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka
panjang,
e. Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak,
f. Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun,
g. Melanjutkan memantauan rutin.
BAB VII
GEMPABUMI

7.1 Pengertian Gempabumi

Gempabumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan


antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunungapi, dan runtuhan
batuan. Arus konveksi memindahkan panas melalui zat cair atau gas.
Para ilmuwan menduga arus konveksi dalam bumi membuat lempeng-
lempeng bergerak. Karena suhu selubung amat panas, bagian-bagian di
selubung bisa mengalir seperti cairan yang tipis. Lempeng-lempeng itu
bergerak seperti ban berjalan berukuran besar.

Proses Terjadinya Gempabumi

Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar ketika


bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan
menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan
akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan
penumpukkan energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di
zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas
elastisitas lempeng terlampaui, maka terjadilah patahan batuan yang
diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbukan
getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempabumi
(Gambar 7.1).
Gambar 7.1 Tumbukkan lempeng samudera dengan lempeng benua yang dapat
menyebabkan gempabumi

Penyebab Gempabumi

1. Gempabumi vulkanik; Gempabumi ini terjadi akibat adanya


aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus.
Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan
timbulnya letusan yang akan menyebabkan terjadinya gempabumi.
Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
2. Gempabumi tektonik ; Gempabumi ini disebabkan oleh adanya
aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara
mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga
yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan
atau bencana alam di bumi, getaran gempabumi yang kuat mampu
menjalar keseluruh bagian bumi. Gempabumi tektonik disebabkan
oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan
tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan
tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal
sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tectonic plate (lempeng
tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan
batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan
mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak
perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama
lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.
3. Gempabumi tumbukan ; Gempabumi ini diakibatkan oleh tumbukan
meteor atau asteroid yang jatuh ke bumi, jenis gempabumi ini jarang
terjadi
4. Gempa bumiruntuhan ; Gempabumi ini biasanya terjadi pada
daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini
jarang terjadi dan bersifat lokal.
5. Gempabumi buatan ; Gempabumi buatan adalah gempabumi yang
disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit
dan nuklir.

7.2 Alat Ukur Gempabumi

Alat untuk mengukur gempabumi disebut dengan seismograf. Sebelum


ditemukan seismograf bangsa china sejak 2000 tahun yang lalu telah
menggunakan alat untuk mendeteksi adanya gempabumi (Gambar 7.2).

Gambar 7.2 Alat pendeteksi gempabumi pertama yang digunakan oleh bangsa
China.

Seismograf mencatat gelombang gempabumi baik gelombang vertical


atau horizontal. Seismograf vertical berguna untuk mengukur getaran arah
vertical seperti ditunjukkan pada Gambar 7.3, sedangkan seismograf
horisontalk mengukur getaran gempa arah horizontal (Gambar 7.4).
Rekaman seismograf akibat getaran gempabumi pada awalnya dicatat
pada kertas yang berputar secara terus menerus (Gambar 7.5), tetapi
pada saat ini rekaman getaran gelombang gempabumi pada umunya telah
dicatat atau disimpan pada format digital sehingga mudah untuk dianalisa
dalam menentukan episenter dan magnitude dari gempabumi.

Gambar 7.3 Seismograf yang mengukur getaran gelombang vertical.

Gambar 7.4 Seismograf yang mengukur getaran gelombang horisontal.

Gambar 7.5 Contoh rekaman seismograf


Dari rekaman seismograf kita akan dapat mengetahui getaran gelombang,
amplitude gelombang, gelombang primer dan gelombang sekunder dari
gelombang gempabumi. Dari gelombang tersebut selanjutnya akan dapat
diketahui episenter, hiposenter dan magnitude dari gempabumi (Gambar 7.6).

Gambar 7.6 Episenter dan hypocenter dari gelombang gempabumi

Gambar 7.7 Perjalanan gelombang gempabumi melewati kerak dengan


kecepatan 6 km/s dan mantle dengan kecepatan 7–8 km/s
7.3 Menentukan Episenter Gempabumi

Untuk menentukan lokasi sumber gempabumi diperlukan data waktu tiba


gelombang seismik. Sedangkan penentuan magnitude gempa
memerlukan pengukuran amplitude, dan periode atau lamanya gelombang
tersebut tercatat di suatu stasiun . Selain itu juga diperlukan data posisi
stasiun yang digunakan dan model kecepatan gelombang seismik.
Episenter gempa dapat ditentukan secara manual. Metode-metode
tersebut adalah :

a. Metoda Lingkaran Dengan Tiga Stasiun.


b. Metode Hiperbola
c. Metode Titik Berat
d. Metode Gerak Partikel

Salah satu contoh procedure untuk menentukan episentrum dari suatu


gempabumi adalah sebagai berikut:

1. Memisahkan dan mengindentifikasi gelombang P, gelombang S, dan


gelombang permukaan yang terbaca di seismograf (Gambar 7.6)

Gambar 7.6 Rekaman gelombang gempabumi dan komponen gelombang P,


gelombang S dan gelombang permukaan.

2. Menghitung beda waktu antara gelombang P dan gelombang S pada


tiap-tiap stasiun seismograf (Gambar 7.7).
Gambar 7.7 Beda waktu antara gelombang P dan gelombang S pada tiap
stasiun seismograf.

3. Membandingkan beda waktu kedatangan gelombang P dan


gelombang S pada tiap-tiap stasiun seismograf dengan waktu yang
dicatat dalam kurva waktu rambat (Gambar 7.8)

Gambar 7.8. Kurva Konversi beda waktu gelombang P dan gelombang S ke


jarak
4. Membuat lingkaran berdasarkan penghitungan jarak dari tiap-tiap
stasiun seismograf sebagai jari – jari. Pertemuan dari ketiga lingkaran
inilah yang merupakan tempat episenter gempa (Gambar 7.9).

Gambar 7.9 Membuat lingkaran berdasarkan penghitungan jarak dari tiap-tiap


stasiun seismograf sebagai jari – jari. Pertemuan dari ketiga
lingkaran inilah yang merupakan tempat episenter gempa
7.4 Magnitude Gempabumi

Bentuk energi yang dilepaskan saat terjadinya gempabumi antara lain


adalah energi deformasi gelombang. Energi deformasi dapat dilihat pada
perubahan bentuk volume sesudah terjadinya gempa bumi, seperti
misalnya tanah naik, tanah turun, pergeseran batuan, dan lain-lain.
Sedangkan energi gelombang akan menggetarkan medium elastis
disekitarnya dan akan menjalar ke segala arah.

Pemancaran energi gempa bumi dapat besar ataupun kecil, hal ini
tergantung dari karakteristik batuan yang ada dan besarnya stress yang
dikandung oleh suatu batuan pada suatu daerah. Pada suatu batuan yang
rapuh ( batuan yang heterogen ), stress yang dikandung tidak besar
karena langsung dilepaskan melalui terjadinya gempa gempa-gempa kecil
yang banyak. Sedangkan untuk batuan yang lebih kuat ( batuan yang
homogen ), gempa kecil tidak terjadi ( jarang terjadi ) sehingga stress
yang dikandung sangat besar dan pada suatu saat batuannya tidak
mampu lagi menahan stress, maka akan terjadi gempa dengan magnitude
yang besar.

Dengan kata lain untuk batuan yang lebih rapuh ( heterogen ), energi yang
dikumpulkan tidak terlalu besar karena langsung dilepaskan dalam bentuk
gelombang seismik, sedangkan untuk batuan yang lebih kuat, energinya
akan dikumpulkan dalam waktu relatif lebih lama sehingga pada saat
dilepaskan (karena batuan sudah tidak mampu lagi menahan stress),
energinya sudah terkumpul banyak dan gempabumi yang terjadi akan
lebih besar.

Energi gempa bumi dapat ditaksir dari pengamatan makroseismik, tetapi


biasanya tidak diperoleh hasil yang memadai. Gelombang seismik
merupakan bentuk energi yang paling mudah dideteksi yaitu dengan cara
pencatatan pada alat. Dengan menggunakan data ini kita dapat menaksir
energi gempabumi yang memadai. Ukuran besarnya energi gempabumi
110
1101
ditentukan dengan hasil catatan amplitudo gelombang seismik yang
dinyatakan dengan istilah Magnitude gempabumi.

Magnitudo gempa adalah parameter gempa yang berhubungan dengan


besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Jadi pengukuran magnitudo
yang dilakukan di tempat yang berbeda, harus menghasilkan harga yang
sama walaupun gempa yang dirasakan di tempat-tempat tersebut tentu
berbeda. Richter pada tahun 30-an memperkenalkan konsep magnitudo
untuk ukuran kekuatan gempa di sumbernya. Satuan yang dipakai adalah
skala Richter (Richter Scale), yang bersifat logaritmik. Pada umumnya
magnitudo diukur berdasarkan amplitudo dan periode fase gelombang
tertentu.

a. Skala Modified Mercalli Intensity (MMI)

Sebelumnya, satuan gempa dinyatakan dengan skala Mercalli


(ditemukan tahun 1902 oleh orang Italia, bernama G.Mercalli), terbagi
menjadi 12 skala berdasarkan informasi dari orang-orang yang
selamat dari gempa bumi. Artinya skala Mercalli ini amat Subjektif.
Skala ini dimodifikasi pada tahun 1931 oleh ahli gempa H. Wood dan
F Neumann. Skala MMI (Mercalli Modify Intensity) hingga kini masih
digunakan terutama jika tidak ada peralatan seismograf yang
digunakan (Tabel 7.1). Contoh peta intensitas gempabumi dalam
scala MMI ditunjukkan pada Gambar 7.10.

Gambar 7.10 Peta intensitas gempa bumi


Tabel 7.1 Tabel intensitas gempabumi Skala Modified Mercalli Intensity (MMI)

Skala Keterangan
MMI
I Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan hening oleh beberapa orang.

II Getaran dirasakan oleh beberapa orang yang tinggal diam, lebih-lebih di rumah
tingkat atas. Benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
III Getaran dirasakan nyata dalam rumah tingkat atas. Terasa getaran seakan ada
truk lewat, lamanya getaran dapat ditentukan
IV Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa
orang. Pada malam hari orang terbangun, piring dan gelas dapat pecah, jendela
dan pintu berbunyi, dinding berderik karena pecah-pecah. Kacau seakan-akan
truk besar melanggar rumah, kendaraan yang sedang berhenti bergerak dengan
jelas.
V Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun.
Jendela kaca dan plester dinding pecah, barang-barang terpelanting, pohon- pohon
tinggi dan barang-barang besar tampak bergoyang. Bandul lonceng dapat berhenti.

VI Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan terkejut dan lari keluar,
kadang-kadang meja kursi bergerak, plester dinding dan cerobong asap pabrik
rusak. Kerusakan ringan.
VII Semua orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan
dan konstruksi yang baik. Cerobong asap pecah atau retak-retak. Goncangan terasa
oleh orang yang naik kendaraan.
VIII Kerusakan ringan pada bangunan-bangunan dengan konstruksi yang kuat. Retak-
retak pada bangunan yang kuat. Banyak kerusakan pada bangunan yang tidak
kuat. Dinding dapat lepas dari kerangka rumah, cerobong asap pabrik-pabrik dan
monumen-monumen roboh. Meja kursi terlempar, air menjadi keruh, orang naik
sepeda motor terasa terganggu.
IX Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus,
banyak lubang-lubang karena retak-retak pada bangunan yang kuat. Rumah
tampak bergeser dari pondasinya, pipa-pipa dalam tanah putus.
X Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka-rangka rumah lepas dari pondasinya,
tanah terbelah, rel melengkung. Tanah longsor di sekitar sungai dan tempat-tempat
yang curam serta terjadi air bah.
XI Bangunan-bangunan kayu sedikit yang tetap berdiri, jembatan rusak, terjadi lembah.
Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung
sekali.
XII Hancur sama sekali. Gelombang tampak pada permukaan tanah,
pemandangan menjadi gelap, benda-benda terlempar ke udara.
b. Skala Richter

Skala yang diukur oleh alat seismograf umumnya adalah Richter.


Skala Richter ditemukan oleh Charles Richter pada tahun 1935. Skala
Richter mengukur kuatnya gelombang kejut yang ditimbulkan gempa
bumi. Untuk mendapatkan nilai intensitas gempabumi dalam skala
Richter ditunjukkan pada Gambar 7.11

Gambar 7.11 Procedure penentuan nilai intensitas gempabumi skala Richter


Pada tahun 1979 pakar gempa yang lain yaitu Hiroo Kanamori dan
Tom Hanks mencoba mencari jenis skala lain yang dapat
mengambarkan kekuatan dan tingkat kerusakan sebuah gempa.
Lahirlah skala gempa yang disebut MMS (Moment Magnitude Scale)

MMS menyatakan besarnya energi yang dilepaskan oleh sebuah


gempa, dan jika di bandingkan dengan skala Richter, maka skala
MMS cocok digunakan untuk gempa diatas 3,5 Skala Richter.

Banyak satuan untuk mengukur gempa bumi yang lainnya,namun


percayalah, kesemuanya menyatakan berapa kekuatan yang
ditimbulkan, dan yang terpenting adalah, apa upaya kita untuk
menolong korban gempa bumi tersebut

Tabel 7.2 Ekivalen Magnitude gempabumi dan Energy


6.5 Prediksi Gempabumi

Prediksi gempabumi merupakan kegiatan yang sangat mengandung


resiko sosial dibanding dengan prakiraan cuaca. Secara teoritis
gempabumi merupakan gejala alam biasa oleh sebab itu sebelum
peristiwa alam itu terjadi semestinya akan terdapat perubahan parameter
fisis yang mendahuluinya atau yang disebut sebagai precursor. Yang
menjadi masalah adalah secara operasional untuk melakukan
pengamatan precursor ini memerlukan usaha dan dana yang tidak sedikit.

Dari banyak precursor itu diantaranya adalah hasil eksperimen di


laboratorium menunjukkan bahwa sebelum terjadi gempabumi maka
batuan di sekitarnya akan mengalami perubahan parameter-parameter
seperti : tahanan listrik akan menurun, adanya perubahan stress dan
strain, adanya fluktuasi unsur radon, perubahan permukaan air bawah
tanah, perubahan suhu air bawah tanah, dan lain-lain.

Kegiatan prediksi gempabumi, mencakup tiga hal yaitu, kapan gempabumi


akan terjadi, dimana terjadinya dan seberapa besar kekuatannya. Di
Jepang kegiatan ini mulai dilakukan sejak tahun 1965 dimana dalam
perencanaannya terdapat empat bagian, yaitu pengamatan untuk kegiatan
prediksi jangka panjang, pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka
pendek, penelitian dasar, dan kerjasama dengan institusi luar.

Pada prediksi jangka panjang pengamatan yang dilakukan adalah


pengamatan geodesi, geomagnet, geologi, seismologi, seismic velocity,
statistik dan lain-lain. Sedangkan untuk jangka pendek melakukan
pengamatan geodesi (survei ulang pengamatan ground movement,
temporal variation dan gravity), geochemical (ground water level, ground
water quality, dan unsur-unsur radio aktif), dan pengamatan geomagnet.
Sedang penelitian dasar meliputi percobaan-percobaan di laboratorium
dan di lapangan yang meliputi experiment fracture dari sample batuan,
pengukuran stress, dan lain-lain.

Di Amerika Serikat, kegiatan prediksi gempabumi diprioritaskan pada studi


dasar mengenai crustal strain dan seismic monitoring yang dititik beratkan
pada understanding of the seismic rupture process, serta eksperimen
lapangan yang dilakukan untuk meramal gempa di areal South California
dengan pengamatan strain meter, ground water level.

Di Cina kegiatan ramalan gempabumi dilakukan dengan intensif dan


dikonsentrasikan pada pengamatan precursor. Di negara itu telah dibagun
jaringan pengamatan precursor yang terdiri dari ratusan stasiun
pengamatan crustal deformation, hydro chemestry, ground water level,
magnet bumi, dan ground resistivity, serta banyak stasiun pengamatan
yang lain seperti gravity, stress-strain dan electromagnetic.

Kegiatan prediksi gempabumi di Cina dilakukan dengan empat metode,


yaitu: seismo-geological method, statistic analisys of seismicity
(Gutenberg Richter Law), Corelation analisys ( position of / solar activity,
gravity) dan precursor method. Diantara 4 metode tersebut yang menjadi
andalan adalah metode pengamatan precursor. Pada metode ini
prinsipnya adalah sebelum terjadi gempabumi akan didahului oleh
anomali parameter-parameter fisis seperti perubahan yang menyolok dari
parameter stress-strain, temperatur air bawah tanah, unsur radioaktif,
geomagnit, resistivity, gravity, dan lain-lain bahkan akan ada perubahan
dari tingkah laku binatang. Metode pengamatan precursor dipakai untuk
prediksi jangka sedang dan pendek sedangkan metode yang lain dipakai
untuk jangka panjang.

Dalam seismologi kita kenal precursory seismisity yang dibedakan


menjadi tiga yaitu seismicity patern (seismic gap,variasi b value, dan lain-
lain), source and medium parameters (stress drop, q value, variasi
kecepatan gelombang, dan lain-lain), dan pembedaan urutan gempa (fore
shock dan precursory swarm).

Secara teoritis gempabumi memang dapat diprediksi, namun para peneliti


mengalami kesulitan karena beberapa hal, diantaranya: terbatasnya
kondisi pengamatan terutama peralatannya, tidak periodiknya aktivitas
gempabumi, ketidak tentuannya proses gempabumi, dan luasnya daerah
jangkauan.

Selain dengan metode observasi precursor terdapat banyak metode


dalam prediksi gempabumi, diantarnya: seismicity gap, seismicity band,
increased seismicity, preseismic squance, variation of b value, source and
medium parameters, wave velocity variations, fore shocks squance.

Salah satu contoh kegiatan prediksi gempa di Cina yang sangat sukses
adalah peristiwa gempabumi Menglian yang terjadi pada 12 Juli 1995
dengan Magnitude Ms = 7,3 satu hari sebelum gempa utama terjadi
diumumkan kepada masyarakat sehingga korban jiwa dapat dihindarkan.

Di Indonesia kegiatan prediksi gempabumi dilakukan melalui penelitian


secara individual oleh personil BMG, ITB dan beberapa instansi lain yang
umumnya dilakukan dengan metode statistik menggunakan perhitungan
periode ulang gempabumi.

Periode ulang gempa bumi maksudnya adalah bahwa gempa bumi


dengan skala tertentu (misalnya M=8) akan terulang kembali di daerah
yang sama pada kurun waktu tertentu. Perhitungan periode ulang ini
memerlukan data paling tidak satu periode, lebih panjang lebih baik.
Namun catatan gempa bumi dengan peralatan, baru dimulai pada awal
abad 20. Karena itu untuk memperpanjang periode pengamatan, dibantu
dengan catatan intensitas gempa yang sudah dimulai sejak awal abad
masehi. Selain itu penelitian paleoseismik juga bisa membantu
memperpanjang periode pengamatan.
Gempa yang sama kekuatannya dengan gempa pada 4 Juni 2000 di
Bengkulu pernah terjadi dua kali pada 1833, 1914. Sehingga banyak yang
setuju dengan teori prediksi gempabumi memakai metode periode ulang
berkisar 80 tahun. Disamping itu terdapat juga gempa yang ukurannya
lebih kecil dengan periode ulang lebih pendek.

Perhitungan matematis periode ulang gempa bumi di Sumatra oleh


peneliti BMG (Rasyidi Sulaiman dan Robert Pasaribu, 2000) menunjukkan
bahwa periode ulang di Sumatra Selatan berkisar antara 8-34 tahun
dengan nilai tengah 21 tahun. Gempa pada tahun 1979 di Bengkulu yang
cukup besar dengan M=5.8, MMI=VIII, sedangkan gempa berikutnya
adalah Juni 2000 (1979+21tahun).

Gempabumi di lautan Indonesia sebelah selatan Jawa Barat dengan


magnitude 8,1 SR terjadi pada tahun 1903 telah dihitung periode ulangnya
dengan metode Weibul (Subardjo, 1990) kurang lebih 125 tahun atau
dalam jangka waktu antara 108 – 122 tahun
PUSTAKA

Aki, K., and P. G. Richards. Quantitative Seismology. Cranbury, NJ: W. H.


Freeman and Co., (1980).

Bemmelen, R.W.V. (1941) : The Geology of Indonesia vol IA, Government


Printing Office, The Hague.

Butler, R.F., Paleomagnetism: Magnetic Domains to Geologic Terranes,


Blackwell Scientific, 1992.

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2006, Gunung Api

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2006, Gempabumi dan


Tsunami

Fowler, C.M.R., The Solid Earth. Cambridge University Press, 1990.

Grant, F.S., dan West, G.F. (1965) : Interpretation theory in applied geophysics,
McGraw-Hill Book Company, 210-232.

Kahar, J. (1990) : Potensial gayaberat dalam penentuan bentuk dan besar


bumi. Kontribusi Fisika ITB, 1/ 2A.

Kearey, P., dan F.J. Vine, Global Tectonics. Blackwell Scientific Publications,
1990.

Kearey, P., Brooks, M. and Hill, I. (2002) An Introduction to Geophysical


Exploration (Third Edition), Blackwell Science, Oxford, 262 pp.

Ludman, A., dan N.K. Coch, Physical Geology, McGraw-Hill, Inc., 1982

Mussett, A.E. and Khan, M.A. (2000) Looking into the Earth: An Introduction to
Geological Geophysics, Cambridge University Press, Cambridge, 470
pp.

Nettleton, L.L. (1976) Gravity and Magnetics in Oil Prospecting, McGraw- Hill,
New York, 464 pp.

Parasnis, D.S. (1996) Principles of Applied Geophysics (Fifth Edition),


Chapman & Hall, London, 456 pp.

Plummer, C.C., D. McGeary, dan D.H. Carlson, Physical Geology, McGraw-Hill,


Inc., 2001.
Reynolds, J.M. (1997) An Introduction to Applied and Environmental
Geophysics, Wiley, Chichester, 796 pp.

Schon, J.H. (1996) : Physical properties of rocks : Fundamental theory and


principle of petrophysics, Permagnon, 59-76.

Sharma, P.V. (1997) Environmental and Engineering Geophysics,


CambridgeUniversity Press, Cambridge, 475 pp.

Skinner, B.J., dan S.C. Porter, The Dynamic Earth : an Introduction to Physical
Geology, John Willey & Sons, Inc., 2000.

Smiths , D.G. "The Cambridge Encyclopedia of Earth Sciences", D.G. Smiths,


Cambridge University Press, 1981.

Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E. and Keys, D.A. (1990) Applied
Geophysics (Second Edition), Cambridge University Press,
Cambridge, 770 pp.

Torge, W. (1989) : Gravimetry. Walter de Gruyter Berlin – New York,.

Yokoyama I., (1970) : Volcanological Survey of Indonesia Volcanoes, Part 4. A


gravity survey in Central Java, Buletin of The Earthquake Research
Institute, 48, 303-315

120
1201

Anda mungkin juga menyukai