Anda di halaman 1dari 3

Evidence Based Practice

a. Nyeri Akut

Nyeri adalah bentuk ketidaknyamanan baik sensori maupun emosional yang


berhubungan dengan risiko atau aktualnya kerusakan jaringan tubuh, bisa juga karena suatu
mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak dan menyebabkan
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri [ CITATION And13 \l 1057 ].
Tindakan untuk mengatasi nyeri bisa dilakukan terapi farmakologi dan non farmakologi.
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain teknik distraksi,
relaksasi, dan stimulasi kulit [CITATION Hid13 \l 1057 ].

Semua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif untuk mengatasi nyeri
akut. Hal ini dimungkinkan karena nyeri akut akan mereda atau hilang sejalan dengan laju
proses penyembuhan jaringan yang sakit. Dalam melaksanakan farmakoterapi terdapat
beberapa prinsip umum dalam pengobatan nyeri. Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis
besar stategi farmakologi mengikuti ”WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu :

1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti NSAID atau COX2
spesific inhibitors.

2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-obat
seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.

3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang lebih kuat.
Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri paada proses transduksi dapat diberikan
anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada transmisi inpuls saraf dapat
diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada proses modulasi diberikan kombinasi anestetik
lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau
parasetamol [ CITATION Dip13 \l 1057 ].

b. Bladder Training

Pengaruh dari latihan kandung kemih (bladder training); a) Untuk melatih seseorang
mengembalikan kontrol miksi (kemampuan berkemih) dalam rentang waktu 2-4 jam, b) Agar
klien dapat menahan kencing dalam waktu yang lama, c) Mempertahankan klien tetap dalam
kondisi kering, d) Mencegah inkontinensia urgensi, e) Memberikan rasa nyama. Tujuan akan
tercapai jika pasien mempunyai motivasi untuk melakukan latihan kandung kemih dalam
waktu yang telah ditentukan. Bladder training dapat meningkatkan jumlah yang dapat ditahan
oleh kandung kemih dan dapat mengontrol bila terjadi urgency. Cara memulai latihan
kandung kemih adalah segera pergi ke toilet ketika merasa ingin buang air kecil dan tunggu
lima menit sebelum buang air kecil. Kemungkinan tidak akan mudah saat melakukan untuk
pertama kalinya. Pelan-pelan saja untuk memulainya, tunggu jarak periode antara lima ke
sepuluh menit. Jumlahkan menit sampai tiga puluh menit. Kosongkan kandung kemih ketika
kandung kemih terisi penuh [ CITATION Sul17 \l 1057 ]

Berdasarkan hasil penelitian terdapat pengaruh yang signifikan yaitu sig (p) = 0,006 <
0,05 antara perkembangan pasien sebelum dan setelah diberikan bladder training. Sebelum
diberikan bladder training, yang mengalami perubahan frekuensi berkemih 2 orang , yang
mengalami kelancaran berkemih 13 orang, yang mengalami ketuntasan dalam berkemih 13
orang dan setelah diberikan bladder training perkembangan inkontinensia pada pasien yaitu
yang mengalami perubahan frekuensi berkemih 23 orang, yang mengalami kelancaran
berkemih 20 orang, yang mengalami ketuntasan dalam berkemih 20 orang. Terdapat
peningkatan setelah diberikan bladder training terhadap inkontinensia urin yang dikarenakan
terhadap Inkontinensia Urin. Responden mengikuti langkah-langkah yang diberikan waktu
diberikan latihan bladder training. Pasien melakukan secara rutin di rumah. Penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari (2012) yang berjudul Pegaruh Latihan Bladder Training Terhadap
Penurunan Inkontinensia Pada Lanjut Usia di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta, hasil
penelitian menunjukan, bahwa lanjut usia yang mendapatkan latihan bladder training
mengalami penurunan frekuensi berkemih dari rata-rata 8,25 kali menjadi 4,92 kali per 12
jam. Pemberian bladder training dalam meningkatkan kemampuan menahan kandung kemih
selama mungkin, sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang. Hal tersebut sebagaimana
dikemukakan oleh Burgio (2004) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa pemberian
latihan bladder training sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan menahan kemih
(urge incontinence), sehingga kemampuan tersebut akan mengakibatkan frekuensi berkemih
menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar- Ruzz.
Dipiro, J. T., L, R., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M. (2013).
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 10e. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Hidayat, A. A. (2013). Pengantar Kebtuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Sulasmini, Milwati, S., & Moa, H. M. (2017). Pengaruh Bladder Training Terhadap
Inkontinensia urin Pada Lanjut Usia Di Posyandu Lansia Desa Sumberdem
Kecamatan Wonosari Malang (Vol. (2)). Malang: Nursing News.
Wulandari, S. (2012). Pengaruh Bladder Training Terhadap penurunan Inkontinensia Pada
Lansia. Surakarta: Universitas.

Anda mungkin juga menyukai