Anda di halaman 1dari 3

Nama : Joddy Ridho Subagja

NIM : 1854211063
Program studi : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
Mata Kuliah : Ekonomi Pertanian

Untuk menunjang keberhasilan program peningkatan produksi pangan guna mencapai


swasembada, pemerintah mengantisipasi melalui kebijakan-kebijakan sebagai berikut :

1. Kebijakan bidang perkreditan


Pemerintah turut andil dalam peningkatan produksi pangan dengan berbagai
kebijakan perkreditan, salah satunya adalah mempermudah penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR) bagi sektor pertanian. Hal ini dilakukan agar tidak menyulitkan para petani
dalam membayar pinjaman dan menimbulkan kredit macet. Plafon KUR disesuaikan
dengan musim tanam, dengan adanya skema baru ini petani tidak perlu lagi menyicil
pinjaman sejak awal masa panen, petani baru membayar setelah masa panen tersebut usai.
Pemerintah perlu menyiapkan skema KUR khusus baru untuk untuk meningkatkan
produktivitas sektor perkebunan rakyat, peternakan rakyat, serta perikanan rakyat dan
akan bersinergi dengan skema KUR konvensional yang sudah ada. KUR khusus ini
merupakan skema KUR bagi kelompok usaha yang dikelola secara bersama dalam bentuk
klaster dengan mitra usaha untuk komoditas perkebunan, peternakan dan perikanan. Untuk
kelompok usaha bersama komoditas perkebunan, KUR yang akan diberikan dengan bunga
tujuh persen per tahun dan diharapkan bisa mendorong produktivitas kelapa sawit, karet
dan kelapa yang menjadi produk unggulan Indonesia. Sedangkan untuk kelompok usaha
bersama komoditas peternakan, bantuan pinjaman khusus ini diharapkan bisa membantu
usaya penggemukan sapi serta ayam dan menjadi jawaban atas persoalan ketahanan
pangan.

2. Kebijakan bidang perairan


Dalam mendukung swasembada pangan, pemerintah juga menetapkan berbagai
kebijakan yang berhubungan dengan perairan, khususnya kelautan yaitu pemberantasan
illegal fishing. Untuk mencapainya, maka sejumlah arah kebijakan strategis yang
dikeluarkan, antara lain : Penguatan Lembaga Pengawasan Laut, dengan cara
Pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai satu lembaga yang
mengintegrasikan pengawasan kegiatan di laut, termasuk illegal fishing dan
pengembangan SOP pengawasan di laut; Penguatan dan integrasi sistem pengawasan
berjenjang (Lembaga-Pemda-Masyarakat) Penguatan kelembagaan pengawas di tingkat
daerah (provinsi, kabupaten, desa); Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengawas
laut dan perikanan termasuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan (PPNS);
Pengembangan sistem penindakan cepat dan terpadu.
Penguatan Sarana Sistem Pengawasan Perikanan melalui: Optimalisasi pelaksanaan
MCS (Monitoring, Control, Surveillance) dalam pengelolaan perikanan, dan
menyelenggarakan pengawasan di laut dalam satu sistem pengawasan yang terpadu;
Meningkatkan dan menambah stasiun pengawas (radar) dan/atau sistem lain, yang
terintegrasi dengan VMS (Vessel monitoring system) terutama di titik-titik pintu
masuknya kapal-kapal perikanan asing ke Indonesia (seperti Selat Malaka, Laut Natuna);
Mewajibkan pemasangan transmitter VMS bagi kapal berukuran 30 GT ke atas serta
menjadikan data VMS sebagai alat bukti dalam penegakan hukum; Peningkatan frekuensi
pengawasan dengan menambah jumlah kapal patroli (penjagaan laut dan pantai) serta
koordinasi antar negara; Memperkuat sarana dan prasarana/instrumen pengawasan
masyarakat (Pokmas), dengan melengkapi sarana dan prasarana pengawasannya.
Kebijakan lainnya meliputi, Peningkatan Koordinasi Dalam Penanganan Pelanggaran
Tindak Pidana dan Peningkatan Penertiban Ketaatan Kapal di Pelabuhan Perikanan.
Mengingat cukup luasnya wilayah laut dan juga tantangan yang dihadapi di sektor
maritim, pemerintah membuka diri terhadap masukan berbagai pemangku kepentingan
untuk terlibat dalam pembangunan sektor ini. Salah satunya adalah partisipasi masyarakat
sipil dalam pembuatan rencana strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Partisipasi seperti ini tidak akan terbatas hanya pada perencanaan, tapi juga pada saat
implementasi dan pengawasan.
Sementara untuk memberikan efek jera, KKP telah melakukan beberapa tindakan
tegas. Seperti penenggelaman kapal pelaku illegal fishing dengan bantuan TNI Angkatan
Laut. Ada ratusan kapal asing yang ditangkap dan ditenggelamkan karena tidak berijin.
Dampaknya sudah mulai dirasakan nelayan. Pada bulan Januari 2015 saja, KPP
mengklaim telah menyelamatkan satu juta ton ikan dari illegal fishing. Dampaknya,
nelayan di perairan Laut Arafuru lebih mudah mendapatkan ikan. Bahkan nelayan di
Muncar, Jawa Timur bisa mencetak surplus tangkapan hingga 300.000 ton. Langkah tegas
ini barulah awal. Langkah berikutnya adalah bagaimana kita memelihara dan sekaligus
mengoptimalkan sumber daya laut kita yang kaya. Salah satunya, melalui proses hilirisasi
produk-produk hasil laut yang selain memberi nilai tambah ekonomi yang tinggi, juga
sejalan dengan cita-cita kita untuk membangun negara maritim yang berdaulat.

3. Kebijakan diseversifikasi usaha tani


Di Indonesia, diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memvariasikan konsumsi
masyarakat Indonesia agar tidak terfokus pada nasi. Indonesia memiliki beragam hasil
pertanian yang sebenarnya bisa difungsikan sebagai makanan pokok seperti sukun, ubi,
talas, jagung, kentang dan sebagainya yang dapat menjadi faktor pendukung utama
diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan pada pemerintahan Indonesia menjadi salah
satu cara untuk menuju swasembada beras dengan minimalisasi konsumsi beras sehingga
total konsumsi tidak melebihi produksi. Pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga
lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan,
diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan. Keppres No. 68
tentang Ketahanan Pangan pasal 9 disebutkan bahwa diversifikasi pangan diselenggarakan
untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan
dan budaya lokal. Diversifikasi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras
yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non-beras diiringi dengan
ditambahnya makanan pendamping. Diversifikasi konsumsi pangan juga dapat
didefinisikan sebagai jumlah jenis makanan yang dikonsumsi, sehingga semakin banyak
jenis makanan yang dikonsumsi akan semakin beranekaragam. Dimensi diversifikasi
konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada pangan pokok tetapi juga pangan jenis lainnya,
karena konteks diversifikasi tersebut adalah meningkatkan mutu gizi masyarakat secara
kualitas dan kuantitas, sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
4. Kebijakan bidang penyuluhan
5. Kebijakan harga input dan output
6. Kebijakan penanganan pasca panen

Kebijakan melalui lingkup politik :


1. Kebijakan Produksi (Production Policy)
2. Kebijakan Subsidi (Subsidy Policy)
3. Kebijakan Investasi (Investment Policy)
4. Kebijakan Harga (Price Policy)
5. Kebijakan Pemasaran (Marketing Policy)
6. Kebijakan Konsumsi (Consumption Policy)

Anda mungkin juga menyukai