Di Susun Oleh
Suli Widyastuti
NIM P1337424821003
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmatnya serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami biasa menyelesaikan tugas
makalah dalam mata kuliah fetomaternal. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Erna Widyastuti, S.SiT, M.Kes selaku pembimbing mata kuliah
fetomaternal dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
Suli Widyastuti
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin untuk tumbuh,
bergerak dan berkembang. Tanpa cairan omnion uterus akan berkontraksi dan menekan janin.
Jika terjadi pengurangan volume cairan amnion pada awal kehamilan, janin akan mengalami
berbagai kelainan seperti gangguan perkembangan anggota gerak, cacat dinding perut dan
sindroma potter, suatu sindrom dengan gambaran wajah berupa kedua mata terpisah jauh,
terdapat lipatam epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang
tertarik ke belakang.
Pada pertengahan usia kehamilan, cairan amnion menjadi sangat penting bagi
perkembangan paru janin. Tidak cukupnya cairan amnion pada pertengahan usia kehamilan
akan menyebabkan terjadinya hipoplasia paru yang dapat menyebabkan kematian.
Selain itu cairan ini juga mepunyai peran protektif pada janin, cairan ini mempunyai
agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi
patogen. Selama proses persalinan dan kelahiran, cairan amnion terus bertindak sebagai
medium protektif pada janin untuk memantau dilatasi serviks. Selain itu cairan amnion juga
berperan sebagai sarana komunikasi antara ibu dan janin. Kematangan dan kesiapan janin
untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan ke dalam cairan
amnion.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amnioinfusi
B. Indikasi Amnioinfusi
C. Kontraindikasi Amnioinfusi
1. Plasenta previa
2. Uterus hipertonik
5. Kehamilan kembar
8. Polihidramnion
D. Keuntungan Amnioinfusi
Amnioinfusi dapat bertujuan untuk tindakan diagnostik dan terapi. (Cameron A,
2011)
1. Amnioinfusi Transabdominal
2. Amnioinfusi Transcervikal
- jika terjadi KPD sebelum usia kehamilan 35 minggu, pH arteri umbilikalis lebih
tinggi pada wanita yang menjalani amnioinfusi
- jika terdapat mekonium yang kental, pH arteri umbilikalis lebih tinggi secara
bermakna pada kelompok yang mendapatkan amnioinfusi
- menurunkan insiden mekonium dibawah pita suara, misalnya 4,2% pada
kelompok yang mendapat amnioinfusi versus 2,1%, jika tidak dilakukan
amnioinfusi
- lebih sedikit bayi yang menderita MAS misalnya 2,1% versus 13,8%
- pada wanita dengan oligohidrmnion, lama hari perawatan lebih pendek baik bagi
ibu maupun bayi
E. Teknik Amnioinfusi
Cairan NACl fisiologis atau ringer Laktat dimasukkan melalui jarum spinal yang
ditusukkan ke dalam kantong amnion yang terlihat dengan USG. Pada cara transcervikal,
cairan dimasukkan melalui kateter yang dipasang ke dalam cavum uteri melalui serviks
uteri. Lebih dipilih RL daripada NaCL 0,9% karena Nacl 0.9 % kemungkinan bisa
menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit fetus. Walau bagaimanapun, untuk
mendapatkan konsentrasi elektrolit dalam batas normal dapat dipilih NaCl 0,9 % sebagai
alternatif.
Mula-mula dimasukkan 250 ml bolus cairan NaCL atau RL selama 20-30 menit.
Kemudian dilanjutkan dengan infml cairan yang dimasukkan tidak menghilkaus 10-20
ml/jam sebanyak 600 ml. Jumlah tetesan infus disesuaikan dengan perubahan pada
gambaran KTG. Apabila deselerasi variabel menghilang, infus dilanjutkan sampai 250
ml, kemudian tindakan diberikan kecuali bila deselerasi variabel timbul kembali. Jumlah
maksimal cairan yang dimasukkan adalah 800-1000 ml. Apabila setelah 800-1000ml
cairan yang dimasukkan tidak menghilangkan deselersi variabel, maka tindakan dianggap
gagal.
Selama amnioinfusi dilakukan monitoring DJJ dan tonus uterus. Bila tonus
meningkat, infusi dihentikan sampai tonus kembali normal dalam waktu 5 menit. Bila
tonus uterus terus meningkat sampai 15-30 mm/Hg di atas tonus basal, maka tindakan
harus dihentikan.
F. Komplikasi Amnioinfusi
1. Korioamnionitis
2. Hipertonus uterus
Distress maternal bisa terjadi sebagai akibat peningkatan volume intrauterin. Uterus
yang terlalu membesar dapat memberikan tekanan pada diafragma. Kenyamanan ibu
harus dinilai selama amnioinfusi. Keluhan seperti sesak nafas, hipotensi atau takikardi
harus dittindaklanjuti dengan menggunakan amnioinfusi dan menilai denyut nadi ibu,
tekanan darah dan frekuensi nafas.
5. Bradikardi janin
Bradikardi janin dapat terjadi pada pemberian infus terlalu cepat dengan cairan
bersuhu dingin atau bersuhu ruangan. Bradikardi juga bisa terjadi karena distress pada
ibu seperti contoh hipertonus uterus dengan tonus istirahat lebih dari 50 mmHg,
terjadi jika lebih dari 4300 cairan diinfuskan ke dalam uterus. Denyut jantung janin
dapat turun hingga 70 dpm. Denyut jantung janin dapat pulih setelah 900 ml cairan
dikeluarkan dari uterus.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Saran yang dapat penulis ajukan melalui makalah singkat ini adalah agar proses
pembelajaran dapat berjalan lancar. Mahasiswa dapat memahami dan mengerti tentang
fetomaternal amnioinfusi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gebbe SG, et al. Umbilical cord compression associated with amniotomy : Laboratory
observation. Am J Obstet Gynecol 1976;126 : 353-5.
4. M.Boulvain. Amniofusion for meconium stained amniotic Fluid. RHL the WHO
Reproductive Health Library. Geneva : 2002.