Anda di halaman 1dari 6

Beda Tuhan, Ilah, Allah, Rabb dan Malik

“Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia.
Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia”

Mempelajari Surat An Nas tersebut diatas, Allah membahasakan dirinya dengan menggunakan kata-kata
Rabb (dalam kata Rabbin Nas diterjemahkan sebagai Tuhan manusia), menggunakan kata-kata Malik
(dalam kata Malikin Nas diterjemahkan sebagai Raja manusia) dan menggunakan kata-kata Ilah (dalam
kata Ilahin Nas diterjemahkan sebagai Sembahan manusia).

Menjadi pertanyaan, mengapa Allah menggunakan tiga kata yang berbeda untuk membahasakan dirinya
dan apa kiranya maksud Allah untuk menggunakan kata-kata yang berbeda atas Dirinya?

Ketiga terminologi Rabb, Malik dan Ilah memiliki makna yang berbeda tetapi merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan atau seringkali disebut dalam bahasa Arab sebagai mabadi tsalasa. Jika ada
suatu pepatah Arab yang berbunyi “man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu” atau siapa yang mengenal
dirinya pasti akan mengenal Tuhannya, maka menjadi pertanyaan saat ini apakah saya sudah mengenal
Tuhan saya sendiri dan membedakan antara Tuhan, Ilah, Rabb, Allah dan Malik adalah dalam rangka
mengenal Tuhan saya sendiri.
Tuhan atau Ilah

Tuhan atau dalam bahasa Arab disebut sebagai Ilah adalah segala sesuatu yang dominan di dalam hati
dan pikiran atau jiwa saya.

Jika yang dominan di jiwa saya adalah anak, dimana segala sesuatu yang saya lakukan termasuk
bekerja dan hidup adalah untuk anak, maka anak telah menjadi tuhan saya. Marilah kita perhatikan Surat
7:189-192, Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan
isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung
kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa
berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika
Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur.” Tatkala
Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi
Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari
apa yang mereka persekutukan.
Jika yang dominan di jiwa saya adalah keluarga dan pekerjaan, maka mereka telah menjadi berhala atau
tuhan selain Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat 9:24, Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan
Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.”
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Sebagaimana disebutkan dalam email sebelumnya bahwa berhala bukanlah patung, tetapi segala
sesuatu yang mendominasi hati dan pikiran kita selain dari Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat
9:194, Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah)
yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka
mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.

Tidak menjadikan berhala seperti anak, pekerjaan, harta dan sebagainya bukan berarti saya tidak
diperbolehkan untuk mengurus dan mencari semua itu, tetapi setiap saat ketika kita mengurus semua hal
tersebut, yang dominan di hati dan pikiran kita tetaplah mencari keridhoan Allah semata. Segala kegiatan
hidup selayaknya dibungkus dalam mencari keridhoan Allah semata.

Allah

Menuhankan Allah berarti yang dominan di hati dan pikiran saya adalah Allah semata. Makna Allah atau
dalam terminologi lain disebut sebagai Yahwe, Yehova atau Ilohim memiliki arti Dzat Maha Dahsyat
Kasih Sayang. Marilah kita perhatikan:

Katakanlah: “Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di


Surat 6:12,
bumi.” Katakanlah: “Kepunyaan Allah.” Dia telah menetapkan atas Diri-Nya
kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang
tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka
itu tidak beriman.
Surat 6:54, Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka
katakanlah: “Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu)
bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia
bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sebagaimana telah dibahas dalam email sebelumnya, bahwa Allah yang bersifat Dzat Maha Dahsyat
Kasih Sayang ini memiliki ajaran atau ASMA atau ISME kasih sayang yang selayaknya dilakukan
manusia yang ingin menjadi khalifah atau wakil atau penggantinya di muka bumi, sebagaimana
disebutkan dalam Surat 17:110, Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang
mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu
mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di
antara kedua itu.”
Menuhankan Allah Semata
Bukti manusia menuhankan Allah adalah ketika dalam jiwanya dan pada setiap perbuatannya selalu
dibungkus dengan jiwa kasih sayang dengan cara selalu berbuat baik, seperti disebutkan dalam Surat
19:96,Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah
akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.

Bukti bahwa saya mewujudkan perkataan syahadat dengan benar melalui perbuatan adalah ketika sifat
yang dominan di dalam jiwa saya adalah sifat kasih sayang yang mendasari segala perbuatan saya. Bukti
saya mengucapkan basmalah dengan benar adalah ketika basmalah tersebut diartikan sebagai “Atas
nama Allah yang memiliki ajaran (ismi) yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang” sehingga segala
tindak tanduk kita sebenarnya sedang mewakili Allah yang bersifat Maha Pengasih dan Maha
Penyayang.

Rabb
Rabb memiliki makna sebagai Pengatur. Allah sebagai pengatur alam disebut sebagai Rabbul Alamiin
sebagaimana disebutkan dalam Surat 1:2,Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Allah sebagai
pengatur manusia disebut sebagai Rabbin Nas sebagaimana disebutkan dalam Surat 114:1, Katakanlah:
“Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.

Dalam menjalankan fungsi Allah sebagai pengatur, Allah tidaklah bersifat otoriter tetapi menggunakan
aturan hukum yang disebut sebagai sunnatullah. Dalam mengatur alam semesta, Allah menggunakan
aturan yang konsisten dan tidak berubah-ubah, sebagaimana disebutkan dalam

Surat 38:87, Al Quran ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.
Surat 81:27, Al Qur’aan itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam,
Dalam mengatur manusia, Allah pun menggunakan aturan yang baku yang disebut al Kitab,
sebagaimana disebutkan dalam Surat 45:20, Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini.
Pertemuan dengan Rabb

Di dalam al Quran, Allah memberikan kesempatan bagi saya untuk dapat bertemu dengannya dalam
wujud Rabb atau Pengatur, sebagaimana disebutkan dalam
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu,
Surat 18:110,
yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”
Surat 84:6, Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu,
maka pasti kamu akan menemui-Nya.
Kesempatan untuk melakukan pertemuan dengan Tuhan sewaktu kita masih hidup ini adalah dalam
wujud Rabb yaitu bertemu dengan aturan-Nya sehingga Tuhan mulai berkomunikasi dengan saya
dengan tiga macam jalur komunikasi sebagaimana disebutkan dalam Surat 42:51-52, Dan tidak mungkin
bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau
dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Dan
demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu
tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami
menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Malik

Malik memiliki arti raja atau yang berkuasa. Allah memiliki fungsi sebagai Malik dalam diri saya adalah
ketika saya telah berhasil untuk berjihad mengendalikan hawa nafsu untuk kemudian menyerahkan Allah
untuk memimpin diri saya.

Saya pada dasarnya dipimpin oleh nafsu keinginannya (harap dibaca kembali email saya sebelumnya
mengenai Jiwa). Nafsu keinginan manusia ini selalu cenderung kepada kesesatan atau dalam bahasa
Arab disebut sebagai amaratu bis su’ (cenderung kepada yang buruk). Marilah kita perhatikan Surat
12:53, Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
Ketika saya berhasil untuk mengendalikan hawa nafsu dengan pertama kali mengalahkannya, maka
sebenarnya inilah jihad yang paripurna dalam diri saya. Marilah kita perhatikan Surat 30:1-3, Alif Laam
Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu
akan menang.
Ar-Rum dapat diartikan sebagai bangsa Rumawi, tetapi hakikat arti yang sebenarnya dari ar-Rum adalah hawa
nafsu. Di dalam ayat pembuka dari Surat Ar-Rum tersebut diatas yang telah dikalahkan adalah hawa nafsu di tempat
yang terdekat yaitu di dalam jiwa kita sendiri, tetapi setelah kalah mereka akan menang jika tidak dikendalikan terus
menerus.
Menjadikan Allah Sebagai Malik
Menjadikan Allah sebagai Malik atau raja atau pemimpin adalah ketika saya berhasil menjadikan al
Quran atau firman Allah sebagai pemimpin di dalam jiwa saya, sebagaimana disebutkan dalam Surat
7:3, Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selain-Nya[528]. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).
Ketika Allah sudah menduduki kursi pengemudi (driver seat) dalam diri saya, maka saat itu barulah kita
memfungsikan Allah sebagai Malikin Nas dan segala perilaku yang saya lakukan, segala ucapan yang
saya, segala pikiran yang saya pikirkan adalah berdasarkan petunjuk dari Allah, sebagaimana disebutkan
dalam Surat 54:1-4, Demi bintang ketika terbenam. kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula
keliru. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Inilah manusia yang disebut sebagai mukhlis
yang selalu dijaga Allah dari bisikan, godaan atau kedatangan syaithan, sebagaimana disebutkan dalam
Surat 15:39, Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti
aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan
Penutup
mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.”
Setelah saya mengetahui tentang apa itu Tuhan? Apa itu Ilah? Apa itu Allah? Apa itu Rabb? Dan apa itu Malik ?
maka timbul beberapa pertanyaan saya sebagai berikut:

Sudahkah saya menuhankan Allah semata dengan menjadikan sifat kasih sayang sebagai sifat yang
dominan di hati dan pikiran saya dengan terus menerus berbuat kebajikan? Sudah syahadat saya
sempurna dengan perbuatan?

Sudahkah basmalah yang saya ucapkan diikuti dengan ajaran Allah dan dalam rangka mewakili Allah
yang Maha Pengasih dan Penyayang?

Sudahkah saya menjadikan Allah sebagai Rabb atau pengatur saya dengan berserah diri kepada aturan-
Nya dan sudahkah saya menjadikan Allah sebagai Malik dengan selalu mengendalikan hawa nafsu
dengan wahyu?

Jangan-jangan selama ini syahadat, basmalah dan pengetahuan saya tentang Tuhan, Ilah, Allah, Rabb
dan Malik sebatas pengetahuan semata. Jangan-jangan membedakan kelima terminologi inipun belum
bisa.

Catatan:

1. Angka diatas berarti rujukan ayat al Quran, 28:56 berarti surat ke-28 ayat ke-56, mohon dibaca
langsung al Qurannya sebagai sumber kebenaran.

2. Mohon dicek kalau ada kesalahan dalam nomor ayat al Quran nya dan mohon ditambahkan untuk
kesempurnaan.

Anda mungkin juga menyukai