Anda di halaman 1dari 5

Beda Tuhan, Ilah, Allah, Rabb dan 

Malik

Tolong disebarkan kepada teman-teman yang mau 28:56

Silahkan bergabung dengan mailing groups bahasaquran digroups.yahoo.com.

“Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.  Raja
manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang
membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia”

Mempelajari Surat An Nas tersebut diatas, Allah membahasakan dirinya dengan menggunakan
kata-kata Rabb (dalam kata Rabbin Nas diterjemahkan sebagai Tuhan manusia), menggunakan
kata-kata Malik (dalam kata Malikin Nas diterjemahkan sebagai Raja manusia) dan
menggunakan kata-kata Ilah (dalam kata Ilahin Nas diterjemahkan sebagai Sembahan manusia).

Menjadi pertanyaan, mengapa Allah menggunakan tiga kata yang berbeda untuk membahasakan
dirinya dan apa kiranya maksud Allah untuk menggunakan kata-kata yang berbeda atas Dirinya?

Ketiga terminologi Rabb, Malik dan Ilah memiliki makna yang berbeda tetapi merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan atau seringkali disebut dalam bahasa Arab sebagai mabadi
tsalasa. Jika ada suatu pepatah Arab yang berbunyi “man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu”
atau siapa yang mengenal dirinya pasti akan mengenal Tuhannya, maka menjadi pertanyaan saat
ini apakah saya sudah mengenal Tuhan saya sendiri dan membedakan antara Tuhan, Ilah, Rabb,
Allah dan Malik adalah dalam rangka mengenal Tuhan saya sendiri.

Tuhan atau Ilah

Tuhan atau dalam bahasa Arab disebut sebagai Ilah adalah segala sesuatu yang dominan di
dalam hati dan pikiran atau jiwa saya.

Jika yang dominan di jiwa saya adalah anak, dimana segala sesuatu yang saya lakukan termasuk
bekerja dan hidup adalah untuk anak, maka anak telah menjadi tuhan saya. Marilah kita
perhatikan Surat 7:189-192, Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari
padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa
ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri)
bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami
anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur.” Tatkala Allah memberi
kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah
terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah
dari apa yang mereka persekutukan.

Jika yang dominan di jiwa saya adalah keluarga dan pekerjaan, maka mereka telah menjadi
berhala atau tuhan selain Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat 9:24, Katakanlah: “jika
bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik.

Sebagaimana disebutkan dalam email sebelumnya bahwa berhala bukanlah patung, tetapi segala
sesuatu yang mendominasi hati dan pikiran kita selain dari Allah, sebagaimana disebutkan dalam
Surat 9:194, Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk
(yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah
mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.

Tidak menjadikan berhala seperti anak, pekerjaan, harta dan sebagainya bukan berarti saya tidak
diperbolehkan untuk mengurus dan mencari semua itu, tetapi setiap saat ketika kita mengurus
semua hal tersebut, yang dominan di hati dan pikiran kita tetaplah mencari keridhoan Allah
semata. Segala kegiatan hidup selayaknya dibungkus dalam mencari keridhoan Allah semata.

Allah

Menuhankan Allah berarti yang dominan di hati dan pikiran saya adalah Allah semata. Makna
Allah atau dalam terminologi lain disebut sebagai Yahwe, Yehova atau Ilohim memiliki arti Dzat
Maha Dahsyat Kasih Sayang. Marilah kita perhatikan:

Surat 6:12, Katakanlah: “Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi.”
Katakanlah: “Kepunyaan Allah.” Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang.
Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan
padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman.

Surat 6:54, Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu,
maka katakanlah: “Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang,
(yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan,
kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  

Sebagaimana telah dibahas dalam email sebelumnya, bahwa Allah yang bersifat Dzat Maha
Dahsyat Kasih Sayang ini memiliki ajaran atau ASMA atau ISME kasih sayang yang selayaknya
dilakukan manusia yang ingin menjadi khalifah atau wakil atau penggantinya di muka
bumi,  sebagaimana disebutkan dalam Surat 17:110, Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah
Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna
(nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.”
Menuhankan Allah Semata

Bukti manusia menuhankan Allah adalah ketika dalam jiwanya dan pada setiap perbuatannya
selalu dibungkus dengan jiwa kasih sayang dengan cara selalu berbuat baik, seperti disebutkan
dalam Surat 19:96,Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah
Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.

Bukti bahwa saya mewujudkan perkataan syahadat dengan benar melalui perbuatan adalah
ketika sifat yang dominan di dalam jiwa saya adalah sifat kasih sayang yang mendasari segala
perbuatan saya. Bukti saya mengucapkan basmalah dengan benar adalah ketika basmalah
tersebut diartikan sebagai “Atas nama Allah yang memiliki ajaran (ismi) yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang” sehingga segala tindak tanduk kita sebenarnya sedang mewakili Allah
yang bersifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Rabb

Rabb memiliki makna sebagai Pengatur. Allah sebagai pengatur alam disebut sebagai Rabbul
Alamiin sebagaimana disebutkan dalam Surat 1:2,Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta
alam.  Allah sebagai pengatur manusia disebut sebagai Rabbin Nas sebagaimana disebutkan
dalam Surat 114:1,Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan
menguasai) manusia.

Dalam menjalankan fungsi Allah sebagai pengatur, Allah tidaklah bersifat otoriter tetapi
menggunakan aturan hukum yang disebut sebagai sunnatullah. Dalam mengatur alam semesta,
Allah menggunakan aturan yang konsisten dan tidak berubah-ubah, sebagaimana disebutkan
dalam

Surat 38:87, Al Quran ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.

Surat 81:27, Al Qur’aan itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam,

Dalam mengatur manusia, Allah pun menggunakan aturan yang baku yang disebut al Kitab,
sebagaimana disebutkan dalam Surat 45:20, Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia,
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.

Pertemuan dengan Rabb

Di dalam al Quran, Allah memberikan kesempatan bagi saya untuk dapat bertemu dengannya
dalam wujud Rabb atau Pengatur, sebagaimana disebutkan dalam

Surat 18:110, Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang
Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya.”
Surat 84:6, Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju
Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.

Kesempatan untuk melakukan pertemuan dengan Tuhan sewaktu kita masih hidup ini adalah
dalam wujud Rabb yaitu bertemu dengan aturan-Nya sehingga Tuhan mulai berkomunikasi
dengan saya dengan tiga macam jalur komunikasi sebagaimana disebutkan dalam Surat 42:51-
52, Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali
dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami wahyukan
kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami
menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di
antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus.

Malik

Malik memiliki arti raja atau yang berkuasa. Allah memiliki fungsi sebagai Malik dalam diri
saya adalah ketika saya telah berhasil untuk berjihad mengendalikan hawa nafsu untuk kemudian
menyerahkan Allah untuk memimpin diri saya.

Saya pada dasarnya dipimpin oleh nafsu keinginannya (harap dibaca kembali email saya
sebelumnya mengenai Jiwa). Nafsu keinginan manusia ini selalu cenderung kepada kesesatan
atau dalam bahasa Arab disebut sebagai amaratu bis su’ (cenderung kepada yang buruk). Marilah
kita perhatikan Surat 12:53, Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat
oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.

Ketika saya berhasil untuk mengendalikan hawa nafsu dengan pertama kali mengalahkannya,
maka sebenarnya inilah jihad yang paripurna dalam diri saya. Marilah kita perhatikan Surat 30:1-
3, Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang.

Ar-Rum dapat diartikan sebagai bangsa Rumawi, tetapi hakikat arti yang sebenarnya dari ar-
Rum adalah hawa nafsu. Di dalam ayat pembuka dari Surat Ar-Rum tersebut diatas yang telah
dikalahkan adalah hawa nafsu di tempat yang terdekat yaitu di dalam jiwa kita sendiri, tetapi
setelah kalah mereka akan menang jika tidak dikendalikan terus menerus.
Menjadikan Allah Sebagai Malik

Menjadikan Allah sebagai Malik atau raja atau pemimpin adalah ketika saya berhasil menjadikan
al Quran atau firman Allah sebagai pemimpin di dalam jiwa saya, sebagaimana disebutkan dalam
Surat 7:3, Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya[528]. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(daripadanya).
Ketika Allah sudah menduduki kursi pengemudi (driver seat) dalam diri saya, maka saat itu
barulah kita memfungsikan Allah sebagai Malikin Nas dan segala perilaku yang saya lakukan,
segala ucapan yang saya, segala pikiran yang saya pikirkan adalah berdasarkan petunjuk dari
Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat 54:1-4, Demi bintang ketika terbenam.  kawanmu
(Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). Inilah manusia yang disebut sebagai mukhlis yang selalu dijaga Allah dari bisikan,
godaan atau kedatangan syaithan, sebagaimana disebutkan dalam Surat 15:39, Iblis berkata: “Ya
Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan
mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis  di antara mereka.”

Penutup
Setelah saya mengetahui tentang apa itu Tuhan? Apa itu Ilah? Apa itu Allah? Apa itu Rabb? Dan
apa itu Malik ? maka timbul beberapa pertanyaan saya sebagai berikut:

Sudahkah saya menuhankan Allah semata dengan menjadikan sifat kasih sayang sebagai sifat
yang dominan di hati dan pikiran saya dengan terus menerus berbuat kebajikan? Sudah syahadat
saya sempurna dengan perbuatan?

Sudahkah basmalah yang saya ucapkan diikuti dengan ajaran Allah dan dalam rangka mewakili
Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang?

Sudahkah saya menjadikan Allah sebagai Rabb atau pengatur saya dengan berserah diri kepada
aturan-Nya dan sudahkah saya menjadikan Allah sebagai Malik dengan selalu mengendalikan
hawa nafsu dengan wahyu?

Jangan-jangan selama ini syahadat, basmalah dan pengetahuan saya tentang Tuhan, Ilah, Allah,
Rabb dan Malik sebatas pengetahuan semata. Jangan-jangan membedakan kelima terminologi
inipun belum bisa.

Catatan:

1.  Angka diatas berarti rujukan ayat al Quran, 28:56 berarti surat ke-28 ayat ke-56, mohon
dibaca langsung al Qurannya sebagai sumber kebenaran.

2.  Mohon dicek kalau ada kesalahan dalam nomor ayat al Quran nya dan mohon ditambahkan
untuk kesempurnaan.

Anda mungkin juga menyukai