Jurnal Niar Annisa Adiktis
Jurnal Niar Annisa Adiktis
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan; Pembinaan bahasa asing sebagai
peningkatan kapasitas bahasa santri di Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara.
Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif, subyek penelitian ini adalah
ustad/ustazah, santri dan masyarakat sekitar pondok pesantren. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu; penelitian lapangan, metode pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti
merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu dengan pertanyaan
penelitian pedoman wawancara dan dokumentasi. Metode yang digunakan dalam analisis
data adalah analisis induktif, yaitu; reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan.
Kesimpulan dari penelitian adalah kegiatan pembinaan berbahasa asing santri di Dayah
Terpadu Al-muslimun berjalan sesuai dengan metode pembelajaran bahasa asing yaitu:
metode langsung, menulis, dan berbicara. Faktor pendukung kegiatan adalah figur dari
direktur dan pimpinan pondok pesantren, serta ustadz/ustazah pembina dan pengurus OPDM
(Organisai Pengurus Dayah Al-muslimun) bagian bahasa. Faktor penghambat kegiatan adalah
konsistensi pengurus OPDM (Organisai Pengurus Dayah Al-muslimun) bagian bahasa dalam
menjalankan tugas dan adanya beberapa oknum atau kelompok santri yang sembunyi-
sembunyi atau terang-terangan melanggar aturan bagian bahasa.
Abstract: This study aims to describe; Foreign language development as an increase in the
language capacity of students in the Al-Muslimun Integrated Dayah, Lhoksukon, North Aceh.
This research is a qualitative descriptive research, the subject of this research is
ustadz/ustazah, students and the community around the boarding school. The type of
research used in this study, namely; field research, data collection methods were carried out
using observation, interviews and documentation techniques.Researchers are the main
2
1. PENDAHULUAN
Pondok pesantren terdiri dari dua kata, yaitu kata pondok, yang berasal dari kata funduq
(bahasa Arab) yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederhana, karena pondok memang
merupakan tempat penampungan sederhana bagi pelajar yang jauh dari tempat asalnya.
Sedangkan kata pesantren, berasal dari kata santri yang diberi awalan pe- dan akhiran –an
yang berarti menunjukkan tempat, maka pondok pesantren artinya adalah tempat para santri.
Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra
(suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat manusia baik-baik (Manfred
Ziemek, 1986: 98-99).
Menurut Geertz (1960), pengertian pesantren diturunkan dari bahasa India shastri yang
berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis. Maksudnya, pesantren adalah tempat bagi
orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Geertz menganggap bahwa pesantren
dimodifikasi dari para Hindu (Wahjoetomo, 1997: 70).
Definisi lain menurut Manfred Ziemek (1986: 97-101), pengertian pesantren dari segi
istilah menyatakan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang ciri-cirinya
dipengaruhi dan ditentukan oleh pribadi para pendiri dan pimpinannya, dan cenderung untuk
tidak mengikuti suatu pola jenis tertentu.
3
Lingkungan memiliki peran penting dalam memilih bahasa yang diterapkan di kehidupan
sehari - hari, tak jauh berbeda dengan pondok pesantren Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara
yang memilih bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa sehari-hari dalam lingkungan saat
berkomunikasi dengan seluruh ahli family ( keluarga pesanteren ), baik dalam lingkungan
alami maupun tidak alami.
Pesantren merupakan waddah untuk menciptakan lingkungan generasi muda yang
berpotensi cukup besar untuk memperdayaan masyarakat sekitarnya. Salah satunya
merupakan Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara yang telah berhasil
menciptakan generasi muda dalam berbahasa asing ( bahasa Arab dan Inggris ). Sebagai
suatu simbol unggulan yang di kenal tentang pesantren tersebut, dengan di dukung metode
pembelajaran bahasa Arab-Inggris yang variatif, inovatif dan menyenangkan. Dengan kata
lain, lingkunganlah yang banyak memberikan sumbangan pada seseorang (Aziz
Fakhurrazi,2000:36).
Pondok pesantren dapat dijadikan alternatif pembinaan dalam peningkatan akhlak dan
menjadikan kepribadian yang kreatif dan mandiri, memahami dan dapat mengamalkan ajaran
islam dalam bimbingan ustad dan ustazah yang berada di lingkungan asrama pesantren.
Pembelajaran di pondok pesantren yang melibatkan pengawasan ustad / ustazah serta
pengurus OPDM bagian bahasa dalam 24 jam secara utuh di semua aspek mejadikan santri
memiliki karakter, kepribadian dan kemampuan keterampilan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Berkiprahnya pondok pesantren dalam masalah-masalah kemasyarakatan, bukan
berarti harus mengurangi porsi misi keagamaannya. Karena pelaksanaan integrasi tersebut
dapat berupa penjabaran nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari bagi
kesejahteraan masyarakat luas serta bukan hanya berorientasi pada pengalaman peribadahan
kehidupan ritual semata. Selain sebagai pusat penggalian ilmu keislaman dan
kemasyarakatan, pondok pesantren juga harus mampu menjadi pusat pendidikan calon
pemimpin yang merakyat dan mampu menterjemahkan aspirasi dan membela kepentingan
rakyat bawah dengan dasar keagamaan yang relevan dengan tuntutan jaman. Dalam
pelaksanaannya tentu perlu adanya integrasi antara pondok pesantren dengan masyarakat.
Oleh karena itu, bahasa tidak pernah lepas dari manusia, kegiatan manusia yang tidak di
sertai bahasa akan rumit menentukan parlrole bahasa. Belum pernah ada angka yang pasti
berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini (Crystal Dalam Chaer, 2014:33). Begitu juga
dengan jumlah bahasa yang ada di Indonesia.
4
Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara terkenal sebagai lembaga pendidikan
yang mengintrogasikan sistem berbahasa asing sebagai pola-pola pembiasaan hidup santri
dalam keseharian , pembinaan berbahasa asing menjadi salah satu aspek penting. Dalam
pembinaaan tersebut terdapat dua bahasa asing, yakni; bahasa Inggris dan bahasa Arab dalam
pembiasaan bahasa bagi santri-santri di Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara.
Penggunaan dua bahasa terjadwal sesuai dengan waktu yang telah di tetapkan, seluruh santri
diharuskan menggunakan bahasa tersebut dimanapun dan kapanpun mereka berada, apabila
mereka masih berada di dalam lingkungan pesantren. Selain itu diterapkan beberapa kegiatan
pembinaan bahasa asing yang wajib di ikuti oleh setiap santri agar memiliki keterampilan
berbahasa asing yang baik.
Definisi bahasa dari kridalaksana sejalan dengan pakar-pakar yang lain. Pada dasarnya
berupaya mengungkapkan hakikat bahasa. Berbicara mengenai hakikat bahasa Anderson
(Dalam Tarigan, 2015:2-3) mengemukakan ada delapan prinsip dasar, yaitu; bahasa adalah
suatu sistem, bahasa adalah vokal (bunyi ujaran), bahasa tersusun dari lambang-lambang
(arbitary symbols), setiap bahasa bersifat unik dan bersifat khas, bahasa di bangun dari
kebiasaan-kebiasaan, bahasa adalah alat komunikasi, bahasa berhubungan erat dengan
budaya tempatnya berada dan bahasa itu berubah-ubah (Anderson, 1972:35-6).
Pembinaan berbahasa asing santri di Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara
diterapkan karena keinginan dari pengurus / pimpinan pesantren menjadikan santri yang
dapat memiliki kemampuan berbahasa asing baik secara lisan maupun tulisan. Berbagai
macam kegiatan dan peraturan diterapkan dalam upaya menjalankan pembinaan tersebut.
Program ini melibatkan seluruh komponen di Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh
Utara. Jalannya pembinaan diawasi oleh ustad / ustazah pembina bagian bahasa dibantu
pengurus OPDM bagian bahasa dari kelas XI Aliyah ( MA) sebagai pelaksanaan untuk
memberikan bimbingan berbahasa asing kepada santri sanawityah ( MTSs). Sebagian besar
tugas pembinaan dikerjakan oleh pengurus OPDM bagian bahasa, tugas ustad / ustazah
pembina hanya sebagai mengawasi, mengevaluasi dan mengarahkan pengurus OPDM dalam
pelaksaan tugas.
Sebagai peraturan yang telah ditetapkan di Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh
Utara mewajibkan mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan berbahasa asing dan
penggunaan bahasa asing (Arab dan Inggris) dalam kegiatan selama di pesantren, akan tetapi
dalam kenyataannya masih ada beberapa santri yang belum mentaati peraturan berbahasa.
5
Banyak diantara santri yang melanggar aturan berbahasa, bahkan sebagian santri
menjalankan peraturan ini dengan keterpaksaan. Perilaku seperti ini mengakibatkan
pengembangan bahasa terganggu. Sebagai imbalan bagi setiap santri yang ketahuan
menggunakan bahasa selain yang ditetapkan, maka akan diberikan hukuman yang mendidik
bagi para pelanggar peraturan. Jenis hukuman bertingkat sesuai berapa sering santri
melanggar peraturan. Dari permasalahan di atas, penulis menemui berbagai permasalahan
terkait kedisiplinan santri tentang tata tertib peraturan berbahasa asing di Dayah Terpadu Al-
muslimun Lhoksukon Aceh Utara. Banyaknya santri yang belum sadar dalam menjalankan
peraturan berbahasa Arab dan Inggris menjadikan beberapa kegitan di Dayah Terpadu Al-
muslimun Lhoksukon Aceh Utara belum berjalan maksimal sesuai harapan. Berdasarkan
permasalahan tersebut yang menjadikan rumusan masalah adalah bagaimana pembinaan
berbahasa asing sebagai peningkatan kapasitas bahasa santri di Dayah Terpadu Al-muslimun
Lhoksukon Aceh Utara dan apa faktor pendukung dan penghambat kegiatan pembinaan
berbahasa asing sebagai peningkatan kapasitas bahasa santri di Dayah Terpadu Al-muslimun
Lhoksukon Aceh Utara. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mendeskrepsikan kegiatan pembinaan berbahasa asing sebagai peningkatan
kapasitas bahasa santri di Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara dan
mengidentifikasi apa saja faktor pendukung dan penghambat kegiatan pembinaan berbahasa
asing sebagai peningkatan kapasitas bahasa santri di Dayah Terpadu Al-muslimun
Lhoksukon Aceh Utara.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan
kualitatif dan metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian deskriptif
kualitatif. Sifat data yang dikumpulkan adalah berupa data kualitatif. Adapun yang dimaksud
dengan pendekatan deskriptif kualitatif adalah pendekatan yang informasinya atau data yang
terkumpul, terbentuk dari kata-kata, gambar bukan angka-angka. Kalau ada angka-angka,
sifatnya hanya sebagai penunjang (Sudarwan Danim, 2002: 51).
Disamping itu, berkaitan dengan pendeskripsian secara kualitatif ini, Nasution (1992:5)
mengatakan bahwa penelitian kualitatif pada dasarnya bertujuan untuk mengungkapkan
masalah secara komprehensif dan mendalam, melalui kegiatan memaknai orang dalam
6
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran
mereka tentang dunia sekitarnya. Penelitian dilakukan dalam situasi yang wajar (natural
setting), peneliti harus turun ke lapangan dan berada di sana dalam jangka waktu yang cukup
lama agar dapat mengumpulkan data dengan cermat dan teliti.
Dalam penelitian ini teknik sampling ya adalah purposif yang di pilih atas tujuan dan
alasan tertentu. Untuk Menganalisa program pembinaan bahasa asing sebagai peningkatan
kapasitas bahasa santri di Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara. Peneliti
menggunakan beberapa sumber data dari ustad / ustazah pembina bagian bahasa, pengurus
OPDM bagian bahasa dan santri Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara serta
masyarakat sekitar pondok pesantren. Metode analisis data menggunakan induktif yaitu;
reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.
Pembinaan bahasa asing santri di Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara
menggunakan metode pembelajaran yang berbeda-beda, yaitu;
Untuk lebih efektif mendisiplinkan berbahasa Arab dan Inggris, Unit Pengembangan
Bahasa Dayah Terpadu Al-Muslimun Lhoksukon ini memiliki program Week to week. Week
to week merupakan program berbahasa Arab dan Inggris yang secara rutin digulirkan dari
pekan ke pekan. Misalnya, dalam 2 minggu santri dan santriwati diwajib menggunakan
bahasa Arab dalam berkomunikasi. Maka pada minggu ke 3 s/d ke 4 otomatis langsung akan
bergulir menjadi bahasa Inggris dalam berkomunikasi. .
Program muhadatsah atau conversition dapat dibedakan berdasarkan tingkatan dari kelas
masing-masing. Pada saat kegiatan muhadatsah atau conversition akan berlangsung santri
diwajibkan untuk menulis mufradat (kosa kata) pada kertas yang akan digunakan saat
muhadatsah atau conversition berlangsung, kertas yang digunakan itu ada yang berwarna biru
dan merah. Dari warna-warna kertas tersebutlah kita dapat membedakan santri dari tingkatan
kelasnya masing-masing. Kertas berwarna biru untuk digunakan santri dari kelas 1
tsanawiyah s/d santri kelas 3 tsanawiyah, sedangkan kertas berwarna merah untuk digunakan
santri dari kelas 1 Aliyah s/d santri kelas 3 Aliyah.
Penulisan kertas mufradat (kosa kata) ini setiap minggunya berganti. Setelah selesai
menggunakan kertas yang berisi mufradat (kosan kata) yang digunakan saat muhadatsah atau
conversition percakapan minggu tersebut, maka kertas mufradat (kosa kata) yang digunakan
itu langsung diberikan stempel oleh pengurus OPDM bagian bahasa setelah selesai kegiatan.
Sebagai bukti bahwa mufradat (kosa kata) tersebut sudah digunakan, dan agar dapat
mencegah santri untuk menggunakan mufradat (kosa kata) itu kembali pada saat muhadatsah
atau conversition berikutnya.
Pada awalnya, kegiatan ini dilakukan pada malam jum’at. Namun karena libur sekolah
pada hari jum’at banyak santri dan santriwati yang meminnta izin pada hari kamis untuk
pulang kampung atau berlibur. Bahkan, sebagian wali santri dan santriwati ada yang
menganggap kegiatan speech atau muhadharah tidak penting, lalu mereka berinisiatif
mengajak anak-anak mereka untuk pulang kampung atau berlibur bersama keluarga.
9
Sehingga banyak santri dan santriwati yang meninggalkan kegiatan speech tersebut.
Akhirnya, berdasarkan hasil evaluasi Koordinator Pengembangan Bahasa Dayah Terpadu Al-
Muslimun beserta Ustadz dan Ustadzah lainnya, kemudian kegiatan speech di jadwalkan
menjadi setiap malam kecuali malam sabtu. Muhadharah terjadwal ;
Dengan begini santtri dan santriwati pun dapat mengikuti kegiatan speech tersebut dengan
baik. ( Wawancara dengan Mira Setia Wati pengurus OPDM bagian bahasa putri : 02-10-
2021)
Kegiatan majalah dinding dua bahasa asing menerapakan metode menulis. Metode
menulis diterapkan untuk mengekspresikan isi pikiran dalam bentuk tulisan yang teratur,
sistematis dan dapat dimengerti pembaca. Yaitu setiap kamar membuat hasil karya berupa
tulisan yang bermaterikan kisah nabawi, tokoh inspiratif, kabar terbaru, kosa kata yang di
tempelkan disetiap sudut dayah dan informasi lain bertuliskan menggunakan bahasa Arab,
Inggris dan Indonesia untuk dijadikan mading.
Kegiatan ini dilakukan hanya oleh santri-santri yang terpilih dalam ke unggulan bahasa
mereka untuk dijakan satu tim. Kegiatan ini baru berjalan hanya berapa bulan saja.
10
2. Pondok Pesantren
A. Sejarah Singkat Pendirian Lembaga Dayah Terpadu Al-muslimun
Era globalisasi ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam
bidang informasi. Kemajuan ini tentunya akan memberikan dampak secara langsung terhadap
pola kehidupan masyarakat, baik positif maupun negatif. Khususnya bagi masyarakat di
kabupaten Aceh Utara yang berkembang menjadi zona industri sejak tahun 1980. Perubahan
pola hidup dan perekonomian masyarakat terlihat jelas, dari agraris menjadi industrialis dan
kewiraswastaan.
Menyadari perubahan pola hidup tersebut serta dampak negatif yang ditimbulkannya maka
seorang putera Lhoksukon yaitu Bapak H. Rusli Puteh (alm.) berinisiatif mendirikan sebuah
lembaga pendidikan Islam yang dapat mendidik dan membina putera-puteri bangsa yang
memiliki keseimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan wawasan keimanan dan
ketakwaan. Inisiatif tersebut mendapat sambutan baik dan dukungan dari masyarakat
Lhoksukon pada waktu itu.
Setelah mendapatkan lokasi yang strategis, baik dari segi letak maupun kondisi tanahnya,
yaitu sebidang tanah dengan luas areal ± 13 (tiga belas) hektar. Maka beliau mulai melakukan
pembangunan ruang belajar berupa gedung berlantai 2 dan asrama yang dilengkapi kamar
mandi dan toilet. Pembangunan ini selesai dilaksanakan pada tahun 1991 dan penerimaan
santri baru untuk pertama kali pada tahun ajaran 1991-1992 mampu merekrut sebanyak 500
orang santri.
Pada saat itu, santri hanya berkewajiban membayar uang makan, sedangkan biaya
pemondokan dan biaya pendidikan lainnyadisubsidi langsung oleh H. Rusli Puteh.
Namun akibat merosot usaha ekonomi maka kemampuan beliau untuk mensubsidi kegiatan
pendidikan mulai menurun,
sehingga berdampak pada penurunan jumlah santri. Pada tahun 1994 sampai dengan tahun
1996, jumlah santri berkurang mencapai 250-200 orang. Angka ini pun terus menurun pada
tahun ajaran 1996-1997, santri hanya tinggal 116 orang saja.
Selanjutnya dalam upaya perbaikan sektor manajemen, Badan Pengurus memandang perlu
membentuk sebuah yayasan yang dapat diberikan tanggung jawab pengelolaan asset dan
Dayah Terpadu Al-Muslimun. Maka dengan Akte Notaris Bukhari Muhammad SH. No. 35
11
tanggal 18 September 1998 terbentuklah secara resmi Yayasan Pendidikan Islam Al-Ma’had
Al-Ashry Al-Muslimun. Maka sejak itu, Dayah Terpadu Al-Muslimun resmi dibawah
pengelolaan Yayasan Pendidikan Islam Al-Ma’had Al-Ashry Al-Muslimun sampai dengan
sekarang.
Pada masa perjuangan menuju kemerdekaan, pondok pesantren tampil sebagai simbol
perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Pondok pesantren yang muncul pada
periode ini merupakan respon atas hegemoni kolonial yang tidak memberi kesempatan
kepada masyarakat untuk mendapatkan hak-hak dasarnya, antara lain, pendidikan.
Antikolonialisme ini membangkitkan pertumbuhan pendidikan agama di bawah
kepemimpinan dan bimbingan pondok pesantren. Setelah bangsa Indonesia merdeka, fokus
perhatian pondok pesantren sudah beralih pada isu bagaimana menyelenggarakan pendidikan
yang terjangkau oleh rakyat banyak karena pemerintah masih sibuk dengan urusan
manajemen Negara dan mempertahankan bangsa dari serangan musuh. Pada periode
selanjutnya (1960-1970) pondok pesantren menempatkan diri sebagai wilayah netral yang
bersih dari efek pergesekan politik. Beberapa pondok pesantren tumbuh sebagai identitas ke-
Islaman yang berbeda dengan suara pemerintah. Pada dekade 1980-an, mulai muncul pondok
pesantren yang berorientasi pada peranan sosial, yaitu pemberdayaan masyarakat. Dalam
12
perkembangannya, dinamika pondok pesantren mengalami pasang surut- surut seiring dengan
perubahan lokal, nasional maupun global (Said Abdullah, 2007:10-12).
Hingga saat ini, pondok pesantren sudah terpola menjadi tiga yaitu pesantren tardisional
(salaf), modern (khalaf) dan kombinasi keduanya. Namun, apapun bentuk dan namanya,
peran dan kedudukan pondok pesantren menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sejarah
pertumbuhan masyarakat di Indonesia. Tujuan penyelenggaraannya adalah membentuk
masyarakat Rabbani yang sesuai dengan tuntutan Islam serta bersifat rahmatan lil’alamin,
membentuk manusia Indonesia yang berkualitas dalam segala bidang kehidupan, dan
terlaksananya tujuan pembangunan masyarakat demi terwujudnya keadilan dan kemakmuran
yang merata.
Menurut data dari Direktori Pondok Pesantren Departemen Agama tahun 2006/2007
jumlah pondok pesantren di Indonesia mencapai kurang lebih 14.520 dengan jumlah santri
1.893.727 orang. Pondok pesantren tersebut dapat dikategorikan dalam tiga model, yaitu:
Kedua, model pesantren yang sudah melebur dengan modernisasi. Ada pelajaran atau
kurikulum salafiyah dan ada pula kurikulum umum. Tetapi karena tuntutan populisme sosial
terlalu dituruti akhirnya karakteristik pesantrennya hilang begitu saja. Karena sistem
kurikulum aslinya hilang, hanya karena menuruti kurikulum Departemen Agama atau
Departemen Pendidikan Nasional.
Ketiga, model pondok pesantren yang mengikuti proses perubahan modernitas, tanpa
menghilangkan kurikulum lama yang salafi. Ada pendidikan umum, tetapi tidak sepenuhnya
sama dengan kurikulum Departemen Agama. Sebab, kurikulum Departemen Agama yang
diterima melalui SKB tiga menteri 1977, dianggap sebagai biang keladi runtuhnya “dinasti
pendidikan” pondok pesantren (Zubaedi, 2006: 143).
13
Pada saat pesantren-pesantren lain di Aceh “kehilangan” ciri khas kebanggaan dari sisi ke
unggulan bahasa. Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara justru dikenal dengan
ke unggulan bahasanya yang disiplin tanpa menerapkan hukum berupa fisik bagi santri yang
melanggar peraturan berbahasa asing, khususnya 11 tahun terakhir 2010-2021 (sekarang).
Bahkan, disiplin berbahasa Arab dan Inggris tidak hanya berlaku bagi santriwan dan
santriwati, namun juga bagi para tenaga pendidikan di lingkungan Dayah Terpadu Al-
muslimun Lhoksukon Aceh Utara.
Namun dari perkembangan kemampuan santri dalam berbahasa Arab dan Inggris banyak
hal yang sudah dan sedang dilakukan Dayah Terpadu Al-Muslimun Lhoksukon Aceh Utara
dalam upaya terus menjadikan dan memposisikan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar
pendidikan agama.
1. Visi dan Misi Dayah Terpadu Al-muslimun Lhoksukon Aceh Utara
14
l Visi
Menjadi dayah terpadu unggul dalam mencetak cendikiawan muslim yang
memiliki kemantapan aqidah, kedalaman spritual, keluhuran akhlak dan keluasan
ilmu melalui proses pendidikan yang integratif dan komprehensif.
⚫ Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan tingkat madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan
Aliyah berlandaskan konsep pendidikan islam.
2. Mengaplikasikan kurikulum kementrian agama dan dayah modern dan salafi
berorientasikan lulusan:
3. Beriman dan beramal dengan islam secara kaffah
4. Berwawasan dan berpengetahuan luas
5. Menguasai ilmu-ilmu agama, khususnya dalam hafalan Al-Quran dan Hadits serta
penguasaan kitab kuning / turast
6. Mampu berkomunikasi dengan bahasa Arab dan Inggris. Menguasai keterampilan
teknologi dan berorganisasi
7. Beretika dengan akhlak islami.
4. Program beladiri
F. Ektra Kulikuler
16
Sistem pendidikan yang dilaksanakan pada Madrasah Aliyah Swasta Al-Muslimun adalah
konsep pendidikan terpadu. Yang dimaksud dengan konsep pendidikan terpadu di sini adalah:
d. Memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah, dan jasadiyah. Artinya berupaya mendidik siswa
menjadi anak yang berkembang kemampuan akal dan intelektualnya, meningkatkan kualitas
keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT, terbina akhlak mulia, dan juga memiliki
kesehatan dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan belajar, yaitu: madrasah, rumah
dan masyarakat.
17
2. Program Kepesantrenan
Materi pendidikan kepesantrenan ini diberikan dalam bentuk pengayaan ilmu-ilmu agama
dan kegiatan ekstrakurikuler. Adapun target yang harus dicapai oleh siswa adalah sebagai
berikut:
b. Menguasai bahasa Arab dan Inggris dengan baik sebagai alat komunikasi.
d. Mampu menulis karya ilmiah (bahtsul ilmi) dalam bahasa Arab atau bahasa Inggris.
3. Festival Internasional Budaya Melayu Serumpun di Riau tahun 2013 (Dayah Terpadu Al-
Muslimun mempersembahkan Tari Saman)
18
4. Juara 3 Pertandingan Silat Tapak Suci tingkat Remaja se-Aceh di Lhokseumawe Tahun
2013
5. Juara 1 Fahmil Quran MTQ Tingkat Kabupaten Aceh Utara tahun 2014
Dalam rangka menunjang proses pendidikan dan pengelolaan Madrasah Aliyah Swasta Al-
Muslimun yang optimal, didukung oleh sejumlah tenaga pendidik dan kependidikan, baik
dari lulusan dalam maupun luar negeri.
Adapun jumlah tenaga pendidik dan kependidikan Madrasah Aliyah Swasta Al-Muslimun
pada Tahun Pelajaran 2021-2022 dilihat dari status kepegawaian dan jenjang pendidikan
adalah sebagai berikut:
19
Jumlah lulusan MAS Al-Muslimun setiap tahun mengalami peningkatan seiring dengan
meningkat jumlah peminat yang mendaftar menjadi santri.
Setiap tahunnya, santri kelas akhir MAS Al-Muslimun lulus Ujian Nasional dengan
pencapaian 100 % (seratus persen). Umumnya melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya
pada universitas atau sekolah tinggi dengan berbagai jurusan, baik di dalam maupun luar
negeri.
Berikut jumlah santri yang tamat pendidikan sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2021:
Sarana dan prasarana yang dimiliki Yayasan Pendidikan Islam Al-Ma’had Al-Ashry dalam
rangka menunjang proses pendidikan pada Madrasah Aliyah Swasta Al-Muslimun adalah
sebagai berikut:
1. Tanah / Lahan
3. PENUTUP
22
Kegiatan pemberian mufrodat atau vocabulary menerapkan metode langsung dan menulis
dalam pembelajaran. Kegiatan rutin dilaksanakan setiap hari kecuali pagi jum’at di ruang
kelas masing-masing. Santri menulis materi yang diberikan oleh pemateri di papan tulis
kemudian menghafal dan hafalan sebelum keluar kelas.
Kegiatan majalah dinding dua bahasa asing menerapkan metode menulis dalam
pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan bagi santri yang ingin membuat mading.
a. Faktor pendukung
23
1)Figur dari direktur dan pimpinan pondok pesantren sebagai tauladan bagi santri-santrinya.
2)Kualitas ustadz/ustazah pembina dan pengurus OPDM bagian bahasa asing. 3)Lingkungan
pondok pesantren yang mendukung. 4)Semangat belajar dari diri santri.
b. Faktor Penghambat
antara lain konsistensi pengurus OPDM bagian bahasa dalam menjalankan tugas dan
adanya beberapa oknum atau kelompok santri secara sembunyi atau terang-terangan
melanggar peraturan bagian bahasa.
4. DAFTAR PUSTAKA
Nurdin, Mulyadi. “Sejarah Baru Dayah”. Majalah Santunan, Ed. 6, Juli 2010.
Marzuki, M. (2011). Sejarah Dan Perubahan Pesantren Di Aceh. Millah: Jurnal Studi Agama,
11(1),
Haidar Putra Daulay. (2007). Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia Jakarta: Kencana.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Pendidikan Daerah Istimewa Aceh. T.t.:
t.p., 1984.
Mukhlisuddin, (2012). Pendidikan Dayah di Aceh Mulai Hilang Identitas, Yogyakarta, 2012
Mashuri. “Dinamika Sistem Pendidikan Islam di Dayah”, Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Vol.
13, No. 2, 2013.
Azyumardi Azra, Masalah dan Kebijakan Pendidikan Islam di Era Otonomi Daerah.
Disampaikan pada Konferensi Nasional Manajemen Pendidikan, Jakarta 8-10
Agustus 2002
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Rineka Cipta,
2009