Anda di halaman 1dari 3

KONSEP EKONOMI PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

(ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ, UMAR BIN KHATTAB, UTSMAN BIN AFFAN, ALI BIN ABI THALIB)

Ahmad Mahdi Bunayya (90100118007)


Mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam UIN Alauddin Makassar
Email : mahdibuna@gmail.com

A. Konsep Ekonomi Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq


Setelah Rasulullah meninggal dunia, kaum muslimin membaiat Abu Bakar Ash Shiddiq
menjadi seorang khalifah pertama. Di masa pemerintahannya yang hanya sekitar dua tahun,
beliau menghadapi banyak persoalan, di antaranya yaitu kelompok murtad, munculnya nabi
palsu, serta banyak orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hasil musyawarah beliau
dengan sahabat lainnya, beliau memutuskan untuk segera memerangi kelompok-kelompok ini
yang kemudian dinamakan perang Riddah (Perang Melawan Kemurtadan).1
Di sektor perekonomian, Abu Bakar mengedepankan keakuratan dalam perhitungan
zakat. Prinsip Abu Bakar dalam pendistribusian harta di baitul mal yaitu prinsip kesamarataan
dengan tidak membeda-bedakan sahabat dari sejak kapan mereka masuk islam, atau antara
yang merdeka dengan hamba sahaya, serta antara laki-laki dan perempuan. Pada masa tersebut,
harta di baitul mal tidak pernah mengendap dalam waktu yang lama. Hal itu disebabkan karena
harta di dalam baitul mal langsung didistribusikan ke seluruh umat islam sehingga kaum
muslimin mendapatkan hak mereka dari hasil pendapatan negara tersebut.2
B. Konsep Ekonomi Pada Masa Umar bin Khattab
Umar bin Khattab adalah khalifah yang kedua dalam islam menggantikan Abu Bakar
yang telah wafat. Melalui musyawarah antar pemuka sahabat, umar ditunjuk dan keputusan
tersebut dapat diterima dengan baik oleh umat islam. Umar menjadi khalifah selama sepuluh
tahun dan beliau dijuluki sebagai The Saint Paul of Islam karena keberhasilannya menaklukkan
wilayah diluar jazirah Arabia. Ada banyak kebijakan ekonomi khalifah umar pada masa
pemerintahannya, diantaranya yaitu pembentukan Lembaga Baitul Mal.3
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, fungsi dari Baitul Mal yaitu sebagai
penggerak kebijakan fiskal suatu negara islam dan khalifah disini sebagai pihak yang
mempunyai otoritas penuh terhadap harta di Baitul Mal. Namun harta di Baitul Mal tidak
diperkenankan untuk kepentingan pribadi khalifah, melainkan hanya untuk didistribusikan
kepada kaum muslimin seperti menyediakan makan kepada para janda, anak yatim dan
terlantar, membiayai pemakaman orang miskin, membayar utang orang yang bangkrut, dan
sebagainya.4

1
Kharidatul Mudhiiah, “Analisis Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Klasik,” IQTISHADIA 8, no. 2 (2016):
119.
2
Mudhiiah, 200.
3
Mudhiiah, 201.
4
Mudhiiah, 202.
Kebijakan Umar dalam mengelola zakat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama,
mengenai perluasan objek zakat serta membolehkan pemberian badal atau pengganti pada saat
pembayaran zakat untuk kemudahan muzakki. Kedua, mengenai penarikan zakat diantaranya
syarat seorang muzakki serta fleksibilitas waktu dalam pembayaran zakat. Ketiga, dalam
pendistribusian serta pemberdayaan zakat.5
Kebijakan selanjutnya yaitu Pajak Kepemilikan Tanah (Kharaj). Para Sahabat berbeda
pendapat terkait pajak atas hasil tanah yang telah ditaklukkan pada masa itu, Khalifah Umar
pun mengambil keputusan untuk meberlakukan fai atas tanah tersebut dan kebijakan tersebut
berlaku untuk kasus yang akan datang.6 Kebijakan terakhir yaitu zakat. Pada masa khalifah
Umar mulai diterapkan zakat terhadap hewan yaitu kuda. Karena pada masa itu, kuda mulai di
kembangbiakkan secara besar-besaran bahkan terdapat kuda memiliki nilai jual yang sangat
tinggi, masyarakat pun menanyakan hal tersebut kepada Abu Ubaidah yang merupakan
Gubernur Syiria tentang kewajiban pembayaran zakat terhadap kuda dan budak tetapi
masyarakat tetap bersikeras mau membayar padahal sang Gubernur sudah memberitahukan
bahwa tidak ada zakat untuk keduanya. Kemudian ditulislah surat kepada Khalifah Umar dan
sejak saat itu khalifah memberlakukan zakat terhadap keduanya dan peruntukannya kepada
fakir miskin dan budak.7
C. Konsep Ekonomi Pada Masa Utsman bin Affan
Utsman bin affan adalah khalifah islam ketiga yang diangkat setelah wafatnya Umar
bin Khattab. Khalifah Utsman menjabat sebagai khalifah selama dua belas tahun dan yang
paling menonjol kebijakannya adalah tidak mengambil gaji dari kantornya kemudian
mengalihkannya untuk meringankan beban pemerintah dan menyimpan uang tersebut di
bendahara negara.8 Di periode kedua kepemimpinan khalifah Utsman, pemerintahannya
diwarnai berbagai kekacauan politik karena kebijakan sang khalifah yang terkesan nepotisme
yang menimbulkan kekecewaan yang mendalam kepada sebagian besar umat islam dan
mengakibatkan sang Khalifah Utsman terbunuh.9
D. Konsep Ekonomi Pada Masa Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib adalah khalifah islam keempat menggantikan khalifah Utsman yang
terbunuh. Kebijakan perekonomian khalifah Ali yang paling menonjol yaitu menetapkan pajak
kepada pemilik hutan sebanyak 4000 dirham serta mengizinkan gubernur Kufah yakni Ibnu
Abbas memungut zakat dari sayuran segar yang akan dipakai sebagai bumbu masakan. Selain
itu, Ali juga mengedepankan pemerataan distribusi dari uang rakyat yang sesuai kapasitasnya.10

5
Khaerul Aqbar and Azwar Iskandar, “Kontekstualisasi Ekonomi Zakat Dalam Mengentaskan Kemiskinan: Studi
Kebijakan Zakat Umar Bin Khattab Dan Perzakatan Di Indonesia,” Laa Maisyir: Jurnal Ekonomi Islam 6, no. 2
(2019): 238.
6
Mudhiiah, “Analisis Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Klasik,” 203.
7
Mudhiiah, 204.
8
Mudhiiah, 205.
9
Mudhiiah, 206.
10
Mudhiiah, 207.
DAFTAR PUSTAKA
Aqbar, Khaerul, and Azwar Iskandar. “Kontekstualisasi Ekonomi Zakat Dalam
Mengentaskan Kemiskinan: Studi Kebijakan Zakat Umar Bin Khattab Dan Perzakatan
Di Indonesia.” Laa Maisyir: Jurnal Ekonomi Islam 6, no. 2 (2019): 226–45.
Mudhiiah, Kharidatul. “Analisis Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Klasik.”
IQTISHADIA 8, no. 2 (2016).

Anda mungkin juga menyukai