Anda di halaman 1dari 7

NAMA : M.

Azmi Fahrullazi
NIM : L1A119108
MATA KULIAH : PENGELOHAN HASIL HUTAN
DOSEN PEMBIMBING : Riana Anggraini, S.Hut., M.Si

PENGAWETAN TANPA TEKANAN DAN PENGAWETAN MEMAKAI TEKANAN

Ada 2 macam metode pengawetan yang pokok:

I. Pengawetan metode sederhana (tanpa tekanan/non pressure process) :


1. Metode rendaman
2. Metode pencelupan
3. Metode pemulasan
4. Metode penyemprotan
5. Metode pembalutan
II. Pengawetan metode khusus (cara tekanan /pressure process) :
1. Metode proses sel penuh
2. Metode proses sel kosong

Berikut ini penjelasan lebih detail mengenai metode-metode pengawetan kayu diatas:

1. Metode Rendaman

Kayu direndam di dalam bak larutan baha pengawet yang telah ditentukan
konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau
beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam,
jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada
beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman
panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat
dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara
rendaman panas atau rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari
logam. Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan dua
bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk membuat larutan
bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan
beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu
tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau
rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak
masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil
lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses
difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di
bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak hebat.

Keuntungan :

• Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih banyak


• Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama
• Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila
berkurang)

Kerugian :

• Waktu agak lama, terlebih dengan rendaman dingin


• Peralatan mudah terkena karat
• Pada proses panas, bila tidak hati – hati kayu bisa terbakar
• Kayu basah agak sulit diawetkan

2. Metode Pencelupan

Kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet dengan


konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit bahkan detik.
Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak memuaskan. Hanya
melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara penyemprotan dan
pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di industri-industri
penggergajian untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan pengawet yang
dipakai Natrium Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan lebih baik baila kayu
yang akan diawetkan dalam keadaan kering dan bahan pengawetnya dipanaskan lebih
dahulu.Metode

Keuntungan :

• Proses sangat cepat


• Bahan pengawet dapat dipakai berulang kali (hemat)
• Peralatan cukup sederhana

Kerugian :

• Penetrasi dan retensi kecil sekali, terlebih pada kayu basah


• Mudah luntur, karena bahan pengawet melapisi permukaan kayu sangat tipis

3. Metode Pemulasan dan Penyemprotan

Cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan alat yang sederhana. Bahan
pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu sangat tipis. Bila dalam kayu terdapat
retak-retak, penembusan bahan pengawet tentu lebih dalam. Cara pengawetan ini
hanya dipakai untuk maksut tertentu, yaitu : a. Pengawetan sementara (prophylactic
treatment) di daerah ekploatasi atau kayu-kayu gergajian untuk mencegah serangan
jamur atau bubuk kayu basah. b. Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang
belum banyak dan belum merusak kayu (represif). c. Untuk pengawetan kayu yang
sudah terpasang. Cara pengawetan ini hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu
tempat kayu akan dipakai tidak hebat (ganas).

Keuntungan :

• Alat sederhana, mudah penggunaannya


• Biaya relatif murah

Kerugian :

• Penetrasi dan retensi bahan pengawet kecil


• Mudah luntur

4. Pembalutan

Cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan tiang-tiang


dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream (cairan) pekat, yang
dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya dibalut
sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu.

Keuntungan :
• Peralatan sederhana
• Penetrasi lebih baik, hanya waktu agak lama
• Digunakan untuk tiang-tiang kering ataupun basah

Kerugian :

• Pemakaian bahan pengawet boros


• Jumlah kayu yang diawetkan terbatas, waktu membalut lama
• Membahayakan mahluk hidup sekitarnya (hewan dan tanaman)

5. Proses vakum dan tekanan (cara modern) :

Proses ini ada 2 macam menurut kerjanya :

1. Proses Sel Penuh, dimana pada proses ini bahan pengawet mengisi seluruh
lumen sel kayu. Metode sel penuh ada 2 cara yaitu metode bethel dan Bernett.
2. Proses Sel Kosong, yaitu bahan pengawet hanya mengisi ruang antar sel kayu.
Ada dua cara yaitu cara Rueping, menggunakan tekanan awal 4 atmosphere
dinaikkan sampai dengan 8 atm. Cara kedua yaitu cara Lawry menggunakan
tekanan awal 7 atm

Keduanya berbeda pada pelaksanaan permulaan. Proses Rueping langsung


memasukkan bahan pengawet dengan tekanan sampai ± 4 atmosfer, kemudian
dinaikkan sampai sekitar 7-8 atmosfer. Sedangkan pada proses lowry tidak digunakan
tekanan awal, tapi tekanan langsung sampai 7 atmosfer. Beberapa jam kemudian
tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan dan dilakukan vakum selama 10
menit untuk membersihkan permukaan kayu dari larutan bahan pengawet.

5.1. Urutan kerja pada proses pengawetan sel penuh :

1. Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat agar jangan
terjadi kebocoran.
2. Dilakukan pengisapan udara (vakum) dalam tangki sampai 60 cm/Hg, selama
kira-kira 90 menit, agar udara dapat keluar dari dalam kayu.
3. Sambil vakum dipertahankan, larutan pengawet kayu dimasukkan ke dalam
tangki pengawet hingga penuh.
4. Setelah penuh, proses vakum dihentikan kemudian diganti dengan proses
tekanan sampai sekitar 8 – 15 atmosfer selama kurang lebih 2 jam.
5. Proses penekanan dihentikan dan bahan pengawet kayu dikeluarkan dari
tangki kembali ke tangki persediaan.
6. Dilakukan vakum terakhir sampai 40 cm/Hg, selama 10 – 15 menit, dengan
maksud untuk membersihkan permukaan kayu dari bahan pengawet.

5.2. Urutan kerja pada proses pengawetan sel kosong :

1. Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat.


2. Tanpa vakum, langsung pemberian tekanan udara sampai 4 atmosfer, selama
10 – 20 menit.
3. Sementara tekanan udara dipertahankan, larutan bahan pengawet dimasukkan
ke dalam tangki pengawet hingga penuh.
4. Kemudian tekanan ditingkatkan sampai 7 – 8 atmosfer selama beberapa jam
5. Tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan.
6. Dilakukan vakum 60 cm/Hg, selama 10 menit untuk membersihkan
permukaan kayu dari kelebihan bahan pengawet.

Perbedaan proses sel penuh dan sel kosong ialah sebagai berikut : pada proses
sel penuh bahan pengawet dapat mengisi seluruh lumen sel, sedangkan pada sel
kosong hanya mengisi ruang antar sel.

Keuntungan :

• Penetrasi dan retensi tinggi sekali (memuaskan)


• Waktunya relatif singkat sekali
• Dapat mengawetkan kayu basah dan kering

Kerugian :

• Modal yang diperlukan besar


• Perlu ketelitian dan pengerjaan yang tinggi
• Cara ini hanya sesuai untuk perusahaan yang komersial

Peningkatan ketahanan kayu terhadap organisme perusak kayu dan pencegahan


kerugian ekonomis yang ditimbulkannya banyak dilakukan dengan usaha pengawetan.
Pengawetan kayu pada prinsipnya adalah memasukkan bahan kimia yang bersifat racun ke
dalam kayu untuk melindungi kayu dari serangan organisme perusak. Metode pengawetan
yang umum digunakan adalah pengawetan metode sederhana atau tanpa tekanan
(perendaman, pencelupan, pemulasan, penyemprotan dan pembalutan) dan pengawetan
menggunakan tekanan (metode proses sel penuh dan metode proses sel kosong).

Metode pengawetan menggunakan tekanan menjadi pilihan dan lebih komersial


dibanding metode tanpa tekanan karena keunggulannya dalam memasukkan bahan kimia ke
dalam kayu dan menghasilkan kayu-kayu yang awet. Metode-metode tersebut dilakukan
dengan menggunakan media pelarut berupa air atau minyak. Penggunaan bahan pelarut ini
potensial menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan karena limbah cair yang
dihasilkannya. Metode pengawetan tersebut juga dapat menyebabkan perubahan sifat fisik
dan mekanis kayu sebagai akibat proses pengeringan ulang dari kayu yang diawetkan.

PENILAIAN HASIL PENGAWETAN

1. ABSORSI
Absorbsi adalah jumlah larutan bahan pengawet beserta pelarutnya yang meresap ke
dalam kayu. Nilai ini diperoleh dengan mengurangi berat basah setelah pengawetan
dengan berat kayu sebelum pengawetan dan membaginya dengan volume kayu.
Retensi aktual merupakan jumlah bahan pengawet yang meresap ke dalam contoh uji.
Nilai ini dapat dihitung dengan menimbang contoh uji dalam keadaan kering udara
baik sebelum pengawetan dan sesudah pengawetan dan membaginya dengan volume
kayu.
Rumus Absorbsi :

Absorbsi = Berat basah setelah diawetkan – Berat sebelum diawetkan


volume contoh uji

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), semakin rendah berat jenis


(kerapatan) kayu, proporsi volume rongga sel (pembuluh) semakin
tinggi.Pembuluh berfungsi sebagai pengangkut cairan termasuk bahan pengawet
dalam arah longitudinal. Dengan demikian semakin banyak proporsi pembuluh
(semakin rendah berat jenis kayu), semakin mudah kayu tersebut menyerap bahan
pengawet sehingga menghasilkan absorbsi bahan pengawet yang lebih tinggi.
2. RETENSI
Retensi merupakan salah satu parameter keberhasilan proses pengawetan,
besaran retensi yang didapat dibandingkan dengan besar retensi minimum yang harus
dicapai. Retensi bahan pengawet asam borat yang dianjurkan sebesar 8 kg/m3 dan
telah dapat mencegah serangan rayap, serangga lain dan jamur untuk daerah beriklim
tropis seperti Indonesia (Badan Standarisasi Nasional, 1999). Untuk parameter
penetrasi, syarat yang ditetapkan untuk penggunaan dalam ruangan dan luar ruangan
yaitu sedalam 5 mm (Badan Standarisasi Nasional, 1999; Barly & Abdurrohim,
1996).
Retensi merupakan salah satu parameter keberhasilan proses pengawetan. Retensi
adalah banyaknya bahan pengawet yang tertinggal di dalam kayu, dinyatakan dalam
kg m-3 (Djauhari 2012).
Rumus Rtensi :

Retensi = Berat Kering Udara setelah diawetkan – Berat sebelum diawetkan


Volume contoh uji

3. PENETRASI
Penetrasi adalah dalamnya penembusan bahan pengawet ke dalam kayu yang
dinyatakan dalam mm dan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pengawetan
Kayu untuk Perumahan dan Gedung tahun 1999, rata-rata penetrasi yang disyaratkan
adalah 5 mm. Penetrasi dipengaruhi oleh struktur anatomi kayu dan kandungan zat
ekstraktif yang mengisi pori-pori kayu yang dapat menghambat masuknya bahan
pengawet ke dalam kayu (Krisdianto et al. 2015).

Anda mungkin juga menyukai