Anda di halaman 1dari 115

EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI

PASIEN DIABETES MELITUS KOMPLIKASI HIPERTENSI


DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH
YOGYAKARTA PERIODE MEI 2008-MEI 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh :
Anastasia Aprilistyawati
NIM : 068114026

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI
PASIEN DIABETES MELITUS KOMPLIKASI HIPERTENSI
DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH
YOGYAKARTA PERIODE MEI 2008-MEI 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh :
Anastasia Aprilistyawati
NIM : 068114026

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA

i
 
ii
 
iii
 
HALAMAN PERSEMBAHAN

Apa yang kita kerjakan dengan tekun menjadi lebih mudah - bukan karena sifat tugas
tersebut berubah, tetapi karena kemampuan kita untuk bekerja telah meningkat.
What we do diligently will be easier - not because of the nature of the task has
changed, but because of our capacity to work has increased (Emerson)

Sukses adalah keberhasilan yang anda capai di dalam menggunakan talenta-talenta yang
telah Tuhan berikan kepada Anda (Rick Devos)

Inilah hasil dari semua perjuangan yang telah kulakukan selama ini,
dan kini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan-Nya
Bapak dan Ibu atas segala dukungan dan doa-doanya
Adek-adekku atas semangat yang selalu menemaniku

iv
 
v
 
INTISARI

Hipertensi adalah komplikasi yang sering ditemui pada pasien Diabetes


Melitus (DM) yang dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler. Penelitian ini
merupakan penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif
evaluatif.
Hasil menunjukkan bahwa pasien yang paling banyak ditangani adalah
pasien dengan umur 60-69 tahun (48%); tahap hipertensi derajat 2 (76%);
komplikasi penyerta yang paling banyak diderita adalah dislipidemia (12%) dan
penyakit penyerta Infeksi Saluran Kemih (20%).
Kelas terapi, golongan dan jenis obat yang paling banyak digunakan adalah
obat kardiovaskuler dan obat yang mempengaruhi sistem hormon (100%),
golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dan antagonis kalsium (56%),
jenis obat kaptopril (32%).
Dari hasil evaluasi Drugs Related Problems (DRPs) didapat 7 kasus dengan
rincian 4 kasus perlu terapi obat tambahan, 2 kasus tidak perlu terapi obat, 2
kasus pilihan obat tidak tepat.
Outcome therapy pasien DM komplikasi hipertensi diperoleh dari lama
tinggal paling banyak 4-6 hari (40%).Pasien pulang dengan keadaan sembuh
(48%).

Kata kunci : Diabetes Melitus, Hipertensi, Drugs Related Problems.

vi
 
ABSTRACT

Hypertension is a common complication in Diabetes Mellitus (DM) that


causes cardiovasculer disease. This non-experimental study was done with
retrospective design.
The result showed that the patient distribution in Panti Rapih Hospital were
60-69 years old (48%);hypertension at stage II (76%); complication other than
hypertension was dyslipidemia (12%) and another disease utikaria (20%).
The highest frequency of drug class therapy; group; and type used by the
patients were cardiovascular and hormonal drug (100%); Angiotensin Receptor
Blocker (ARBs) and Calcium Channel Blocker (56%); drug type Captopril (32%)
respectively.
Based on Drug Related Problems (DRPs) evaluation, it was found that of 4
cases of need for additional drug therapy, 2 cases unnecessary drug therapy and 2
cases of wrong drug.
Length of Stay (LOS) of the patients was 4-6 days (40%). The outcome
theraphy during patient discharge from hospital was recover condition (48%).

Key word: Diabetes Mellitus, Hypertension, Drugs Related Problems.

vii
 
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

berkat, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus

Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Mei 2005-Mei 2009”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

persyaratan dalam penyelesaian studi untuk meraih gelar Sarjana Farmasi di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan perhatian orang-

orang di sekitar Penulis, baik secara materi maupun emosional. Untuk itu pada

kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih pada beberapa pihak

yang telah memberi dukungan didalam penyelesaian skripsi ini antara lain:

1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan

skripsi ini dan sebagai dosen penguji yang telah memberi dukungan, gagasan,

dan kritik dalam proses penyusunan skripsi ini

2. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes. selaku dosen pembimbing utama dan

penguji yang telah sabar membimbing, memberi dukungan, semangat,

gagasan, dan kritik yang sangat berarti dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah

memberi bantuan dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis.

4. Direktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta atas ijin yang diberikan

kepada Penulis untuk melakukan penelitian.

viii
 
5. Kepala beserta Staf Bagian Personalia Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

atas segala bantuan dan dukungannya.

6. Kepala beserta Staf Bagian Pelayanan Rekam Medik Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta yang telah banyak membantu Penulis dalam

mengumpulkan data untuk penelitian ini.

7. Seluruh pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang

secara tidak langsung telah membantu dan mendukung penelitian ini.

8. Kedua orang tuaku Agustinus Sutarjono dan Lucia Tatinah atas segala kasih

sayang, perhatian, perjuangan dan dukungan dalam setiap langkah hidupku.

9. Kedua adekku Vincentia Septi Puspitawati dan Christina Putri Ningsih yang

telah mendukung dengan doa dan keceriaan untuk selalu membantuku.

10. M. Ari Wibowo atas kehadirannya untuk selalu memberi waktu, dukungan,

mendengarkan dan menemani dalam setiap kesempatan hingga terselesainya

skripsi ini.

11. Maria Laksmi Parahita atas dukungan, kebersamaan dan perjuangan yang

menyenangkan, menyedihkan dan mengharukan selama penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

12. Teman-teman kos Pasadena, Arum, Eva, Rara dan Aya atas keceriaan,

kebersamaan dan dukungan yang telah kalian berikan selama ini.

13. Sahabat-sahabat terbaikku, Dotie, Vika, Fani, Dissa, Nee, Lul, Shinta, Adit,

Robi, Boim, Reno atas segala canda tawa, keceriaan dan kebersamaan selama

ini.

ix
 
14. Semua teman-teman angkatan 2006 dan seluruh mahasiswa Farmasi terima

kasih atas kebersamaan dan kenangan indah bersama kalian.

15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak

sempurna, oleh karena itu Penulis akan menerima kritik, koreksi, dan saran dari

berbagai pihak guna menjadikan skripsi ini lebih baik. Pada akhirnya, Penulis

berharap semoga keseluruhan isi skripsi ini dapat berguna bagi banyak pihak.

x
 
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. v

INTISARI ........................................................................................................... vi

ABSTRACT ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix

BAB I. PENGANTAR

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1

1. Permasalahan.............................................................................................. 3

2. Keaslian penelitian...................................................................................... 3

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat Teoritis................................................................................... 5

b. Manfaat Praktis................................................................................... 5

B. Tujuan Penelitian

1. Umum ........................................................................................................ 5

xi
 
2. Khusus ....................................................................................................... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Definisi ...................................................................................................... 7

2. Klasifikasi ................................................................................................. 7

3. Patogenesis ................................................................................................ 8

4. Gejala Klinik ........................................................................................... 11

5. Faktor Risiko............................................................................................ 12

6. Diagnosis ................................................................................................. 12

7. Komplikasi .............................................................................................. 13

B. Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi

1. Definisi .................................................................................................... 14

2. Klasifikasi ............................................................................................... 14

3. Patogenesis .............................................................................................. 16

4. Gejala Klinik ........................................................................................... 18

C. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi............................. 19

D. Drug Related Problems (DRPs)...................................................................... 27

E. Subjective data, Objective data, Assessment and Plan .................................. 28

F. Keterangan Empiris ........................................................................................ 30

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................................... 31

B. Definisi Operasional ....................................................................................... 31

C. Subjek Penelitian ............................................................................................ 34

xii
 
D. Bahan Penelitian ............................................................................................. 34

E. Lokasi Penelitian ............................................................................................ 34

F. Tata Cara Penelitian

1. Persiapan ................................................................................................. 34

2. Pengambilan Data ................................................................................... 35

3. Analisis Data ............................................................................................ 36

G. Kesulitan Penelitian ........................................................................................ 36

H. Analisis Hasil .................................................................................................. 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kasus Diabetes Melitus dengan Komplikasi Hipertensi

1. Berdasar Umur ........................................................................................ 39

2. Berdasar Komplikasi Penyerta ................................................................ 40

3. Berdasar Penyakit Penyerta ..................................................................... 42

4. Gambaran Tingkat Tekanan Darah saat Pasien Masuk Rumah Sakit ...... 43

B. Profil Obat-obat yang Digunakan oleh Pasien Diabetes Mellitus dengan

Komplikasi Hipertensi

1. Kelas Terapi ............................................................................................ 44

2. Golongan Obat

a. Obat Kardiovaskuler ......................................................................... 46

b. Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon ....................................... 48

c. Obat Gizi dan Darah .......................................................................... 51

d. Obat Analgesik .................................................................................. 52

e. Obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Pusat .................................. 53

xiii
 
f. Antibiotik........................................................................................... 54

g. Obat Saluran Cerna ........................................................................... 55

h. Obat Sendi dan Gout ......................................................................... 56

C. Gambaran Kasus Drug Related Problems

1. Membutuhkan Terapi Obat Tambahan .................................................... 58

2. Tidak Perlu Terapi Obat .......................................................................... 59

3. Pemilihan Obat Kurang Tepat .................................................................. 60

D. Gambaran Dampak Terapi Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi

Hipertensi

1. Gambaran Keadaan Pasien Keluar Rumah Sakit Dilihat dari Tingkat

Tekanan Darah ........................................................................................ 61

2. Gambaran Lama Tinggal Pasien ............................................................ 62

E. Rangkuman Pembahasan ............................................................................... 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 65

B. Saran ............................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67

DAFTAR LAMPIRAN

BIOGRAFI PENULIS

xiv
 
DAFTAR TABEL

Tabel I. Faktor Risiko untuk Diabetes Melitus Tipe II

Tabel II. Kategori Status Glukosa Darah

Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa (lebih dari 18 Tahun) Menurut

JNC VII

Tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs)

Tabel V. Persentase Komplikasi Penyerta pada Pasien DM Komplikasi

Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei

2008-Mei 2009

Tabel VI. Persentase Penyakit Penyerta pada Pasien DM Komplikasi

Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei

2008-Mei 2009

Tabel VII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Kardiovaskuler yang

Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel VIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Sistem

Hormon yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel IX. Persentase Golongan dan Jenis Obat Gizi dan Darah yang

Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

xv
 
Tabel X. Persentase Golongan dan Jenis Obat Analgesik yang Digunakan

Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XI. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Sistem

Saraf Pusat yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XII. Persentase Golongan dan Jenis Antibiotik yang Digunakan Pasien

DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Saluran Cerna yang

Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XIV. Persentase Golongan dan Jenis Obat Sendi dan Gout yang

Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XV. Persentase Kasus DRP yang Teridentifikasi pada Pasien DM

Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XVI. Kasus Membutuhkan Terapi Obat Tambahan yang Teridentifikasi

pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

xvi
 
Tabel XVII. Kasus Tidak Perlu Terapi Obat yang Teridentifikasi pada Pasien

DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XVIII. Kasus pemilihan obat kurang tepat yang teridentifikasi pada pasien

DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XIX. Gambaran Tingkat Tekanan Darah dan Kadar Glukosa Darah

Pasien DM Komplikasi Hipertensi saat Keluar Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XX. Persentase Lama Tinggal Pasien DM Komplikasi Hipertensi di

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XXI. Ringkasan Drug Related Problems (DRPs)

xvii
 
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram Persentase Umur Pasien DM Komplikasi Hipertensi di

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Gambar 2 Diagram Persentase Tingkat Tekanan Darah saat Pasien Masuk

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Gambar 3 Diagram Persentase Kelas Terapi Pasien DM Komplikasi

Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei

2008-Mei 2009

xviii
 
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data SOAP Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

xix
 
 
 

BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia World Health

Organization (WHO) menunjukkan bahwa jumlah pasien DM di Indonesia

menempati urutan keempat terbesar di dunia. Tahun 2000 terdapat 8,4 juta

penduduk yang mengidap DM. Tahun 2006 jumlahnya diperkirakan meningkat

tajam menjadi 14 juta orang, di antaranya baru 50% orang yang sadar mengidap

DM dan hanya 30% yang berobat secara teratur. WHO juga memperkirakan,

tahun 2030 akan ada sekitar 21,3 juta penduduk Indonesia yang mengidap DM

(Fitria, 2009).

Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi karena

insulin berpengaruh dalam banyak organ dan berperan dalam penyimpanan

berbagai hasil metabolisme ke dalam jaringan. Hipertensi merupakan salah satu

jenis komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DM. Prevalensi penderita

hipertensi pada orang DM adalah 1,5–3 kali dibandingkan orang tanpa DM dalam

kelompok umur yang sama.

Pada pasien DM kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan masuk ke

dalam ginjal. Saat kadar glukosa yang tertimbun ginjal melebihi ambang batas

maka akan terjadi proses diuretik osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan

berlebih untuk mengeluarkan glukosa melalui urin akibatnya cairan ekstrasel akan

berkurang dan untuk mengkompensasinya cairan intrasel akan keluar dan

menyebabkan cairan tubuh berlebih sehingga terjadi hipertensi.


 

 

Dalam studi klinik menunjukkan orang dengan DM komplikasi

hipertensi mempunyai peluang 2 kali lipat terhadap penyakit kardiovaskuler

daripada orang tanpa DM. Hipertensi dapat menimbulkan risiko terjadinya stroke,

penyakit jantung koroner (PJK), retinopati, nefropati dan dapat meningkatkan

mortalitas sebesar empat sampai lima kali lipat karena komplikasi pada arteri

koroner (PJK) atau stroke.

Penatalaksanaan terapi pada DM komplikasi hipertensi diharapkan

mampu mencegah terjadinya komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler yang

terjadi pada gejala lanjutan DM. Pasien DM dengan komplikasi hipertensi akan

mendapatkan terapi obat antidiabetes dan antihipertensi, serta obat–obatan lain

yang terkait dengan penyakit penyerta lainnya, misalnya infeksi, nefropati, stroke

dan retinopati. Kompleksnya terapi obat yang diterima penderita DM komplikasi

hipertensi memungkinkan timbulnya masalah-masalah yang terkait dengan

penggunaan obat (Drug Related Problems) (Puspitaningtyas, 2008).

Untuk mengetahui adanya kemungkinan timbulnya DRPs selama terapi

maka pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi penatalaksanaan terapi pada

pasien diabetes melitus dengan komplikasi hipertensi. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui profil pasien DM komplikasi hipertensi, profil peresepan

yang digunakan oleh pasien DM komplikasi hipertensi, melihat ada tidaknya

Drug Related Problems (DRPs) dalam proses terapi, mengevaluasi terapi dan

melihat hasil terapi obat yang diberikan pada pasien DM komplikasi hipertensi.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR)

Yogyakarta, karena rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit yang

 

memberikan layanan rawat inap yang dapat memberikan terapi pada pasien

diabetes melitus komplikasi hipertensi. Data diperoleh dari rekam medik pasien

yang menjalani rawat inap karena proses terapi pada pasien yang menjalani rawat

inap lebih terkontrol dan kemajuan terapi dapat teramati dengan baik.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat

diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

a) Bagaimanakah profil pasien DM komplikasi hipertensi meliputi umur,

komplikasi penyerta, penyakit penyerta dan tingkat tekanan darah pasien saat

masuk di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode Mei 2008–Mei

2009?

b) Bagaimanakah profil peresepan obat yang digunakan pada pasien DM

komplikasi hipertensi meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis obat?

c) Bagaimanakah kasus Drug Related Problems (DRPs) yang mungkin terjadi

pada pasien DM komplikasi hipertensi selama menjalani terapi di RSPR?

d) Bagaimanakah outcome terapi pada pasien DM komplikasi hipertensi setelah

menjalani terapi di instalasi rawat inap RSPR meliputi lama tinggal, tekanan

darah dan keadaan pasien saat keluar rumah sakit?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan data yang ditelusuri di Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma, penelitian berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan

Terapi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009” belum

 

pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian mengenai DM telah banyak

dilakukan oleh para peneliti lain, akan tetapi penelitian ini berbeda dalam hal

tujuan penelitian, subjek penelitian, waktu penelitian dan lokasi penelitian.

Beberapa penelitian mengenai diabetes melitus yang pernah dilakukan di

Universitas Sanata Dharma, antara lain:

a) Nadeak (2000) tentang pola penggunaan antidiabetika oral bagi pasien

diabetes melitus rawat jalan di RS Bethesda Yogyakarta Periode 1998.

b) Triastuti (2004) tentang gambaran peresepan obat pada pasien diabetes

melitus tipe-2 di instalasi rawat inap RS dr.Sardjito Yogyakarta Periode 2001-

2002.

c) Novita (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi nefropati

pada kasus diabetes melitus di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta Periode 2005.

d) Astri (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus

komplikasi hipertensi rawat inap periode 2005 RS Panti Rapih Yogyakarta.

e) Fransisca Widyastuti (2007) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien

diabetes melitus dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap RS Panti

Rapih Yogyakarta Periode 2005.

Penelitian ini berfokus pada evaluasi penatalaksanaan terapi pada pasien

diabetes melitus komplikasi hipertensi dengan melihat ada tidaknya DRPs dan

melihat hasil terapi obat yang diberikan pada pasien.



 

3. Manfaat Penelitian

a) Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi

evaluasi penatalaksanaan terapi pada pasien diabetes melitus dengan

komplikasi hipertensi, sehingga dapat digunakan dalam mengembangkan

konsep pelayanan farmasi klinik khususnya pada pasien diabetes melitus

komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap rumah sakit.

b) Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran

pola peresepan obat yang digunakan pada pasien diabetes melitus

komplikasi hipertensi dan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak farmasis

dalam pengelolaan obat kepada pasien diabetes melitus komplikasi

hipertensi di instalasi rawat inap rumah sakit.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi

penatalaksanaan terapi pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di

instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode Mei 2008–Mei 2009.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui profil pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi, yang

meliputi umur, komplikasi dan penyakit penyerta lain serta tingkat tekanan

darah pasien saat masuk di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode

Mei 2008–Mei 2009.



 

b) Mengetahui profil peresepan obat yang digunakan pada pasien diabetes

melitus komplikasi hipertensi yang meliputi kelas terapi, golongan obat

dan jenis obat.

c) Mengetahui Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada

penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus dengan komplikasi

hipertensi, meliputi perlu terapi obat tambahan, tidak perlu terapi obat,

obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, efek obat yang

tidak diinginkan dan ketidaktaatan pasien.

Mengetahui outcome terapi pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi

setelah menjalani terapi yang meliputi lama tinggal pasien, tekanan darah dan

keadaan pasien saat keluar RSPR.


 
 

BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus

1. Definisi

Diabetes Melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan

peningkatan kadar glukosa dalam darah yang dapat disebabkan adanya

gangguan produksi insulin oleh sel–sel β Langerhans kelenjar pankreas dan

insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).

Insulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh sel β pulau

Langerhans. Insulin dalam jaringan akan berfungsi untuk membantu sintesis

dan penyimpanan glikogen serta mencegah pemecahannya. Bila terjadi

kerusakan atau kekurangan insulin di jaringan maka glukosa tidak dapat

masuk dalam jaringan dan akan menumpuk di peredaran darah sehingga

terjadi hiperglikemia yang dapat menyebabkan diabetes melitus.

2. Klasifikasi

Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut ini.

a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) atau DM tipe I.

Diabetes Melitus tipe I disebabkan adanya destruksi sel β pulau

Langerhans di kelenjar pankreas oleh sistem kekebalan tubuh (Triplitt et

al, 2005). Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin secara absolut

sehingga pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. DM

tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk, berusia kurang

dari 40 tahun (Corwin, 2001).


 

 

b. Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) atau DM tipe II.

Diabetes Melitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat

resistensi sel terhadap insulin. Sel–sel β pankreas tetap menghasilkan

insulin, namun mungkin sedikit menurun atau tetap berada dalam

rentang normal sehingga DM tipe II ini dianggap sebagai Diabetes

Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) dan biasanya timbul pada

orang yang berusia lebih dari 40 tahun (Corwin, 2001).

c. Diabetes Melitus pada kehamilan atau DM Gestasional.

Penyakit ini hanya dialami terbatas pada wanita hamil dan

gangguan toleransi glukosa terjadi pertama kali selama kehamilan

(Moningkey, 2000).

d. Diabetes tipe lain yang spesifik atau DM akibat kerusakan genetik.

Tipe DM ini bermacam-macam, antara lain disebabkan terjadinya

mutasi gen yang mengakibatkan resistensi insulin dan gangguan pada

reseptor insulin, atau dapat juga disebabkan adanya gangguan genetik

pada fungsi sel β, penyakit pada pankreas, infeksi bakteri dan berbagai

penyakit kelainan genetik (Triplitt et al, 2005).

3. Patogenesis

a. Diabetes Melitus tipe I

Diabetes Melitus tipe I pada umumnya berkembang pada masa

kanak–kanak atau sebelum dewasa dan disebabkan adanya kerusakan

immune mediated dari sel β pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin

yang mutlak (Triplitt et al, 2005).



 

Banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan atau kelainan

pada sel β pankreas antara lain:

1) faktor lingkungan.

Destruksi otoimun sel β pulau Langerhans diperkirakan dapat

disebabkan oleh lingkungan. Serangan otoimun ini timbul setelah terjadi

infeksi virus, misalnya gondongan (mumps), rubella, sitomegalovirus

kronik, atau setelah pajanan obat atau toksin (misalnya golongan

nitrosamine yang terdapat pada daging awetan) (Corwin, 2001).

2) faktor genetik (keturunan).

Diabetes Melitus Tipe I ini dapat disebabkan adanya pengaruh

genetik. Orang–orang tertentu mungkin memiliki “gen diabetogenik”,

yaitu suatu profil genetik yang menyebabkan mereka rentan terhadap DM

tipe I (atau penyakit otoimun lainnya) (Corwin, 2001).

b. Diabetes Melitus tipe II

Diabetes Melitus tipe II merupakan tipe diabetes yang lebih umum

terjadi dan jumlah penderita mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi

penderita diabetes. Umumnya penderita berusia di atas 40 tahun dan

disebabkan adanya resistensi insulin. Penyakit DM tipe II ini dapat

dipengaruhi oleh faktor genetik maupun lingkungan, antara lain obesitas,

diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurangnya gerak badan

(Muchid,2005).

Pada umumnya penderita DM tipe II yang masih berada pada tahap

awal dapat dideteksi adanya kadar glukosa dalam darah yang terlalu
10 
 

tinggi dan jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya. Jadi, awal

patofisiologis DM tipe II bukan disebabkan kurangnya sekresi insulin

seperti pada DM tipe I, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau

tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut

sebagai “Resistensi Insulin” (Muchid,2005).

Sekresi insulin melalui sel–sel β kelenjar pankreas terjadi dalam dua

fase. Fase pertama yaitu sekresi insulin yang terjadi ketika terdapat

peningkatan kadar glukosa darah, sedangkan fase kedua adalah sekresi

insulin yang terjadi 20 menit sesudah sekresi insulin fase pertama. Pada

awal perkembangan DM tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada

sekresi insulin fase pertama, yaitu sekresi insulin gagal mengkompensasi

resistensi insulin. Bila tidak ditangani dengan baik, maka akan terjadi

kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali

akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita

memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa

pada penderita DM tipe II ini umumnya ditemukan kedua faktor tersebut,

yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Muchid,2005).

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional dapat disebabkan adanya peningkatan

kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang

terus meningkat selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan estrogen

akan merangsang pengeluaran insulin sehingga terjadi sekresi insulin


11 
 

yang berlebih seperti pada diabetes tipe II dan akhirnya menyebabkan

penurunan responsivitas sel (Corwin, 2001).

d. Pra-diabetes

Pra-diabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula seseorang

berada di antara kadar normal dan diabetes, yaitu lebih tinggi dari pada

normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan dalam diabetes tipe

II (Muchid, 2005).

Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu seperti berikut ini.

1) Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu kondisi dimana kadar glukosa

darah puasa antara 100-125 mg/dl (Muchid, 2005).

2) Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu

(TGT), yaitu kondisi dimana kadar glukosa darah saat uji toleransi

glukosa berada di atas normal tapi tidak cukup tinggi untuk

dikategorikan dalam kondisi diabetes (Muchid, 2005).

4. Gejala Klinik

Gejala klasik yang umum timbul pada DM tipe I adalah peningkatan

pengeluaran urin (poliuria), peningkatan rasa lapar (polifagia), penurunan

berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas dan pruritus. Penderita

DM tipe II umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka,

penglihatan makin buruk dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia,

obesitas dan komplikasi pada pembuluh darah dan saraf (Muchid, 2005).
12 
 

5. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko untuk diabetes melitus tipe II dapat dilihat pada tabel II

berikut ini.

Tabel I. Faktor Risiko DM Tipe II


(Muchid, 2005)

Diabetes dalam keluarga


Riwayat Diabetes Gestasional
Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg
Obesitas >120% berat badan ideal
20-59 tahun : 8,7%
Umur
> 65 tahun : 18%
Tekanan Darah >140/90mmHg
Kadar HDL rendah <35mg/dl
Hiperlipidemia
Kadar lipid darah tinggi >250mg/dl
Kurang olah raga
Faktor lain
Pola makan rendah serat

6. Diagnosis

Kriteria diagnosis diabetes melitus menurut American Diabetes

Association (ADA) (cit., Triplitt et al., 2005) adalah sebagai berikut ini.

Tabel II . Kategori Status Glukosa Darah


(Triplitt et al., 2005)

Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa Kadar Glukosa Darah


2 jam Sesudah Makan
Normal < 100mg/dL < 140mg/dL
Pra-diabetes 100 – 125mg/dL 140 – 199mg/dL
Diabetes Melitus ≥ 126mgdL ≥ 200mg/dL

HbA1C adalah suatu produk non-enzim yang dapat menggambarkan

level gula dalam darah. HbA1C ini juga dapat untuk diagnosis kadar gula

darah. Pengukuran HbA1C ini penting karena efektif untuk pengontrolan

glukosa darah dalam 2-4 bulan terakhir (Corwin, 2001).


13 
 

7. Komplikasi

Penderita DM akan mengalami komplikasi akut maupun kronis.

Komplikasi akut yang berbahaya adalah hipoglikemia (kadar gula darah

sangat rendah) yang dapat mengakibatkan koma bahkan kematian. Gejala-

gejala hipoglikemia antara lain pusing, lemas, gemetar, pandangan

berkunang–kunang, keringat dingin dan peningkatan detak jantung sampai

kejang. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe I, yang

dapat dialami 1–2 kali perminggu. (Mucihd, 2001).

Komplikasi kronis pada penderita DM disebabkan oleh tingginya

konsentrasi glukosa darah yang dapat menyebabkan timbulnya komplikasi

mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terjadi di

arteriol, kapiler dan venula. Komplikasi ini disebabkan tingginya kadar

glukosa darah sehingga terjadi penebalan membran basal pembuluh-

pembuluh kecil. Penebalan ini menyebabkan iskemia dan penurunan

penyaluran oksigen dan zat–zat gizi ke jaringan. Selain itu, hemoglobin

terglikosilasi akan memiliki afinitas terhadap oksigen yang tinggi sehingga

oksigen terikat erat ke molekul hemoglobin dan ketersediaan oksigen untuk

jaringan berkurang. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-

komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati

(Corwin, 2001).

Komplikasi makrovaskuler terjadi di arteri besar dan sedang.

Komplikasi ini timbul terutama akibat aterosklerosis. Pada penderita diabetes

terjadi kerusakan endotel arteri karena tingginya kadar glukosa, metabolit


14 
 

glukosa maupun kadar asam lemak. Kerusakan ini menyebabkan

permeabilitas sel endotel meningkat sehingga molekul yang mengandung

lemak masuk ke dalam arteri (Corwin, 2001).

B. Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan

pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi

bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda

(Corwin, 2001). Menurut Joint National Committee (JNC) VII, kriteria

tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg. Seseorang mengalami hipertensi

jika tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik

(TDD) ≥90 mmHg. Hipertensi tidak dapat disembuhkan tapi dapat

dikendalikan (Yusuf, 2008).

Pada penderita DM tipe I, hipertensi biasanya muncul setelah pasien

mengalami nefropati diabetik atau gangguan ginjal. Sedangkan pada

penderita DM tipe II, hipertensi biasanya timbul sebelum penderita

didiagnosa diabetes atau pada saat penderita didiagnosa diabetes (Tandra,

2004).

2. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi JNC VII mengelompokkan kelas hipertensi

dalam batasan di atas umur 18 tahun. Berikut ini ini tabel klasifikasi

hipertensi berdasarkan JNC VII.


15 
 

Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa (≥ 18 tahun)


Menurut JNC VII (Sassen and Carter, 2005)

Klasifikasi Tekanan Sistolik Diastolik


Darah (mmHg) (mmHg)
Normal ≤ 120 ≤ 80
Prehipertensi 120 - 139 80 - 89
Hipertensi derajat 1 140 -159 90 - 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Sistolik adalah tekanan darah yang terukur saat sebelum kontraksi

kardiak dan menunjukkan nilai maksimal tekanan darah, sedangkan tekanan

diastolik adalah tekanan yang diperoleh sesaat setelah kontraksi dan saat

jantung dikosongkan (Sassen and Carter, 2005).

Berdasarkan etiologi, hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai

hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hampir 90 – 95% kasus

hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer

(esensial). Hipertensi primer dapat dipengaruhi oleh faktor genetik yang

menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf

simpatis dan sisten renin-angiotensin yang mempengaruhi keadaan

hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta

obesitas dan faktor endotel (Yusuf, 2008).

Sedangkan sekitar 5–10% kasus hipertensi telah diketahui

penyebabnya atau disebut hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi ini dapat

diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Hipertensi

sekunder sering terjadi sebelum usia 35 tahun atau sesudah usia 55 tahun

(Yusuf, 2008).
16 
 

3. Patogenesis

Tekanan darah adalah hasil dari curah jantung dan resistensi perifer.

BP (Tekanan Darah) = CO (Curah Jantung) X TPR (Tahanan Perifer)

Jika curah jantung mengalami kenaikan dan resistensi pembuluh darah

perifer tetap maka tekanan darah meningkat. Kebanyakan pasien hipertensi

esensial mengalami kenaikan resistensi perifer sedangkan curah jantung tetap

sama. Resistensi perifer dipengaruhi oleh viskositas darah, diameter

pembuluh darah dan elastisitas pembuluh darah. Viskositas darah yang

semakin meningkat membutuhkan tekanan darah yang semakin tinggi pula

agar darah dapat melalui pembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi juga

diperlukan untuk mendorong darah melalui pembuluh darah yang mengalami

penyempitan (Setiawati dan Bustami, 1999).

Pada pasien DM tipe I, hipertensi dapat disebabkan karena adanya

gangguan fungsi ginjal, sedangkan pada pasien DM tipe II, hipertensi dapat

terjadi karena adanya metabolik sindrom yaitu obesitas, hiperglikemi dan

dislipidemia yang dapat meningkatkan faktor risiko kardiovaskuler (Anonim,

2005).

Proses terjadinya DM komplikasi hipertensi dapat disebabkan saat

kadar glukosa darah meningkat dan tidak dapat masuk kedalam sel maka

glukosa tersebut akan masuk ke dalam tubulus ginjal. Nilai ambang ginjal

untuk timbulnya glukosa dalam urin adalah 180 mg/dl, saat keadaan kadar

glukosa bernilai 300–500 mg/dl atau lebih, maka glukosa yang tidak
17 
 

terabsorbsi akan tertimbun di ginjal dan harus dikeluarkan melalui urin

(Guyton and Hall, 1996).

Saat glukosa yang tertimbun dalam ginjal melebihi ambang batas,

maka akan terjadi proses diuresis osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan

berlebih melalui urin untuk mengurangi kadar glukosa darah. Pengeluaran

urin yang berlebih tersebut menyebabkan cairan ekstrasel berkurang dan

tubuh mengalami dehidrasi. Maka untuk kompensasinya volume intrasel

ditarik keluar sehingga cairan tubuh berlebih dan terjadi hipertensi. Dalam

jangka waktu yang lama maka pada penderita DM dapat mengalami

gangguan pada pembuluh darah halus di ginjal, ditemukan juga adanya

penahanan air dan garam di ginjal yang merupakan faktor lain terjadinya

hipertensi (Guyton and Hall, 1996).

Hipertensi pada penderita DM dapat juga disebabkan adanya

pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah (aterosklerosis).

Ateroskerosis ini banyak terjadi pada penderita yang mengalami obesitas.

Hampir 80% penderita diabetes melitus mengalami obesitas. Pada penderita

diabetes melitus terjadi resistensi insulin yang akan menyebabkan glukosa

tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga kadar glukosa dan lemak dalam

darah akan meningkat. Tingginya kadar glukosa dalam darah, metabolit

glukosa atau kadar asam lemak dalam darah dapat menyebabkan kerusakan

pada lapisan endotel arteri. Kerusakan ini menyebabkan permeabilitas sel

endotel terhadap berbagai bahan di plasma meningkat sehingga kolesterol

dan lemak plasma dapat masuk ke dalam arteri (Corwin, 2001).


18 
 

Kerusakan pada sel endotel ini menimbulkan reaksi peradangan dan

imun, sehingga terjadi pelepasan peptida- peptida vasoaktif dan penimbunan

makrofag dan trombosit di dalam maupun di luar arteri. Produk–produk

peradangan tersebut akan merangsang proliferasi sel otot polos sehingga sel-

sel otot polos tumbuh ke dalam tunika intima. Bila kerusakan dan peradangan

berlanjut, maka agregasi trombosit meningkat dan terbentuk bekuan darah

(trombus). Sebagian dinding pembuluh diganti oleh jaringan parut sehingga

struktur dinding berubah dan mengalami penebalan (aterosklerosis). Karena

terjadinya proliferasi sel otot polos, pembentukan trombus dan jaringan parut

tersebut maka lumen arteri berkurang dan resistensi terhadap aliran darah

yang melintasi arteri meningkat. Ventrikel kiri harus memompa secara lebih

kuat untuk menghasilkan cukup gaya yang mendorong darah melewati sistem

vaskuler yang mangalami aterosklerosis sehingga timbul hipertensi (Corwin,

2001).

4. Gejala Klinik

Gejala yang timbul pada penderita hipertensi berbeda–beda

bergantung pada tingginya tekanan darah. Berdasarkan hasil survei hipertensi

di Indonesia, tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi

seperti pusing, cepat marah, dan telinga berdenging merupakan gejala yang

sering dijumpai, selain gejala lain seperti mimisan, sukar tidur, dan sesak

napas. Rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang, palpitasi, dan mudah

lelah juga banyak dijumpai (Yusuf, 2008).


19 
 

C. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi

Tujuan utama terapi penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi adalah

mengontrol tekanan darah, mengurangi risiko komplikasi makrovaskuler dan

mikrovaskuler terutama yang menyangkut ginjal dan kardiovaskuler,

memperbaiki gejala yang sudah muncul, mengurangi angka kematian dan

meningkatkan kualitas hidup pasien (Triplitt et al, 2005).

Penatalaksanaan diabetes yang berhasil membutuhkan kerjasama yang erat

dan terpadu dari penderita dan keluarga dengan para tenaga kesehatan yang

menanganinya, antara lain dokter, apoteker, dan ahli gizi. Kebanyakan pasien

dengan diabetes tidak mendapatkan perawatan optimal, seringkali kadar gula tidak

terkontrol dengan baik. Menurut The National Community Pharmacists

Association’s National Institute for Pharmacist Care Outcome di USA, kontribusi

apoteker berfokus kepada pencegahan dan perbaikan penyakit, termasuk

mengidentifikasi dan menilai kesehatan pasien, memonitor, mengevaluasi,

memberikan pendidikan dan konseling, menyelesaikan terapi yang berhubungan

dengan obat untuk meningkatkan pelayanan ke pasien dan kesehatan secara

keseluruhan (Muchid, 2005).

Sasaran terapi DM komplikasi hipertensi adalah memperlambat proses

berkembangnya risiko kardiovaskuler dengan cara sebagai berikut ini.

1. Menurunkan tekanan darah dibawah angka 130/80 mmHg.

2. Pengaturan kadar glukosa darah mendekati normal yaitu,

(a) kadar gula sesudah makan < 180mg/dl

(b) kadar gula sewaktu 90–130 mg/dl


20 
 

(c) HbA1C < 7%

3. Pengaturan kadar lipid

(a) HDL > 40mg/dl

(b) LDL < 100mg/dl

(c) Trigliserida < 150mg/dl (Anonim, 2005).

Strategi terapi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan terapi non-

farmakologi (tanpa menggunakan obat) dan terapi farmakologi dengan

penggunaan obat antihipertensi oral.

a. Terapi non-farmakologi

Terapi non-farmakologi dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada

pengobatan farmakologi dan dapat diberikan mendahului atau bersama–sama

sejak awal dengan pengobatan farmakologi. Terapi non-farmakologi dapat

dilakukan dengan pengurangan berat badan, pengurangan asupan garam, olahraga

teratur, menghentikan rokok, alkohol dan stres untuk menghindari risiko

hipertensi.

Pengurangan berat badan dapat dilakukan dengan mempertahankan Body

Mass Index antara 18,5-24,9 kg/m2. Pengurangan berat badan merupakan indikasi

pengobatan, baik pada hipertensi maupun diabetes melitus. Pengurangan berat

badan ini dapat dilakukan dengan melakukan olahraga teratur dan pembatasan

kalori. Berdasarkan penelitian, olahraga telah terbukti dapat menurunkan tekanan

darah melalui penurunan tahanan perifer. Selain itu olahraga juga dapat

menimbulkan perasaan santai yang dapat menurunkan tekanan darah.


21 
 

b. Terapi farmakologi

1) Terapi farmakologi untuk hipertensi

Tingginya tekanan darah merupakan salah satu faktor yang menentukan

dimulainya pengobatan farmakologi. Berdasarkan pedoman JNC VII tahun 2003,

penderita hipertensi derajat satu dapat diberikan terapi farmakologi jika terapi

non-farmakologi tidak mencapai target tekanan darah yang ditetapkan. Individu

yang mengalami prehipertensi tidak diberikan terapi farmakologi tetapi dengan

melakukan terapi non-farmakologi untuk mengurangi risiko berkembangnya ke

arah hipertensi dikemudian hari. Namun, individu dengan prehipertensi yang juga

mengalami diabetes melitus atau penyakit ginjal harus diberikan pengobatan

apabila terapi non-farmakologi gagal menurunkan tekanan darah menjadi 130/80

mmHg atau kurang (Yusuf, 2008).

Sasaran utama yang ingin dicapai pada terapi pasien DM komplikasi

hipertensi adalah pencapaian tekanan darah 130/80 mmHg, untuk itu terapi utama

dengan penggunaan antihipertensi yaitu menggunakan Penghambat Angiotensin

Converting Enzyme (ACE) dan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs). Kedua

obat antihipertensi tersebut terbukti mengurangi risiko kardiovaskuler serta

mencegah adanya risiko gagal ginjal. Terapi dapat pula ditambah dengan thiasid

diuretik serta obat antihipertensi lain seperti β-blocker dan Calcium Channel

Blocker (Sassen and Carter, 2005).


22 
 

a) First Line Therapy

Berdasarkan standar yang dikeluarkan American Diabetes Association

(ADA), obat yang digunakan sebagai First Line Therapy pada pasien DM

komplikasi hipertensi meliputi golongan obat yang ada dibawah ini.

(1) Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE)

Penghambat ACE terbukti menguntungkan untuk pasien yang

mengalami infark miokardium, gagal jantung dan pasien DM yang

mengalami gangguan ginjal. Berdasarkan ADA, obat ini dianggap lebih

sesuai untuk pasien DM dengan komplikasi hipertensi, karena berdasarkan

penelitian yang mengevaluasi penggunaan penghambat ACE pada pasien

dengan komplikasi hipertensi menunjukkan bahwa penggunaan penghambat

ACE dapat menurunkan 20–30% risiko stroke, jantung koroner dan kelainan

kardiovaskuler mayor. Penghambat ACE juga dapat meningkatkan

sensitivitas insulin (Konzem, 2002).

Mekanisme penghambat ACE sebagai terapi utama DM komplikasi

hipertensi adalah menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin

II yang mengakibatkan dilatasi perifer dan mengurangi resistensi perifer yang

efeknya dapat menurunkan tekanan darah. Angiotensin II merupakan

vasokonstriktor yang mampu meningkatkan ekskresi aldosteron, dengan

aldosteron yang jumlahnya kecil akibatnya terjadi retensi air dan sodium,

sehingga menurunkan tekanan darah.

Penghambat ACE dengan tiazid dapat dipakai saat β-blocker dan

diuretik tidak aktif. Penghambat ACE jika digunakan bersamaan dengan obat
23 
 

kardiovaskuler dapat menyebabkan hipotensi, sedangkan jika dengan β-

blocker menyebabkan keracunan litium. Penggunaan bersama potassium

mengkibatkan hiperkalemia dan jika dipakai dengan Non Steroid Anti

Inflamatory Drug (NSAID) dapat menurunkan efek dari penghambat ACE

(Rudnick, 2001).

Penghambat ACE meliputi kaptopril, enalapril, lisinopril. Kaptopril

cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga

bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik

pada pemberian penghambat ACE. Dosis pertama penghambat ACE harus

diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak

mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar

sodium rendah (Gormer, 2007).

(2) Angiotensin Receptor Blocker (ARBs)

Antagonis angiotensin II menghambat reseptor angiotensin II dan

memiliki potensi yang sama dengan penghambat ACE dalam menurunkan

tekanan darah namun efek sampingnya lebih kecil (Clarke and Hebron,

1999).

Efek ARBs adalah menghambat angiotensin II yang berperan dalam

vasokontriksi, pelepasan aldosteron, aktivitas saraf simpatik, pelepasan

hormon antidiuretik dan konstriksi pada glomerulus. Interaksi obat ARBs

hampir serupa dengan penghambat ACE (Sassen and Carter, 2005).


24 
 

b) Second Line Therapy

(1) Diuretik

Mekanisme kerja diuretik adalah mengekskresikan air dan elektrolit

melalui ginjal sehingga terjadi pengurangan sirkulasi volume darah,

mengurangi cardiac output. Tekanan darah turun karena berkurangnya curah

jantung sedangkan resistensi perifer tidak berubah pada awal terapi. Pada

pemberian kronik, volume plasma kembali normal tetapi masih 5% di bawah

nilai sebelum pengobatan. Tekanan darah tetap turun karena sekarang

resistensi perifer menurun. Vasodilatasi perifer yang terjadi bukan merupakan

efek langsung tetapi karena adanya penyesuaian pembuluh darah perifer

terhadap pengurangan volume plasma yang terus menerus atau dapat juga

karena berkurangnya volume cairan interstisial yang dapat mengurangi

kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya lentur (Setiawati

dan Bustami, 1999).

(2) β-blocker

β-blocker bekerja dengan mengurangi denyut jantung dan

kontraktilitas miokard sehingga curah jantung berkurang. Pada pemberian

kronik resistensi perifer menurun, mungkin sebagai penyesuaian terhadap

pengurangan curah jantung yang kronik (Setiawati dan Bustami, 1999).

Jika obat ini dipakai bersamaan dengan phenitoin dapat meningkatkan

efek antihipertensi, pemakaian dengan verapramil dapat menekan jantung dan

menyebabkan hipotensi, sedangkan jika pemakaian dengan sulfonilurea dapat

mengurangi efek dari sulfonilurea.


25 
 

(3) Calcium Channel Blocker (CCB)

Pada otot jantung dan otot vaskuler, ion kalsium berperan dalam

peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar ion kalsium dalam sitosol akan

meningkatkan kontraksi. Obat antihipertensi golongan antagonis kalsium

bekerja dengan jalan memblok kanal kalsium yang terletak pada otot polos

sehingga mencegah terjadinya vasokonstriksi (Setiawati dan Bustami, 1999).

Obat golongan antagonis kalsium ini akan menangkal kalsium yang

masuk sehingga kalsium tidak dapat masuk dan mengakibatkan terjadi

dilatasi, suplai oksigen terhadap miokardial meningkat dan menurunkan detak

jantung. Golongan obat antihipertensi ini menurunkan tekanan darah secara

efektif dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik serta menekan kejadian

stroke. Indikasi terutama hipertensi sistolik pada lansia.

(4) Obat Simpatolitik

Obat ini bekerja menurunkan tekanan darah dengan menekan saraf

simpatik sehingga mengurangi cardiac output dan mengurangi tekanan darah.

Salah satu jenis obat ini adalah klonidin. Jika klonidin dipakai bersamaan

dengan antidepresan trisiklik dapat meningkatkan tekanan darah dan

penggunaan dengan Central Nervous System (CNS) dapat menurunkan efek

CNS depresan.

(5) Vasodilator

Obat ini bekerja sebagai vasodilator pada arteri, vena ataupun

keduanya untuk menurunkan tekanan sistolik dan diastolik. Obat ini bekerja
26 
 

dengan mengembangkan dinding arteriola sehingga daya tahan pembuluh

perifer berkurang dan tekanan darah menurun.

2) Terapi farmakologi untuk diabetes melitus

a) Insulin

Insulin biasa digunakan pada DM tipe I dan efektif jika diberikan secara

subkutan atau intravena karena jika diberikan secara oral di dalam

gastrointestinal insulin yang berbentuk protein akan pecah dan rusak sebelum

lewat peredaran darah dan didistribusikan.

Insulin juga dapat diberikan pada penderita DM tipe II jika saat terapi

untuk DM tipe II terjadi kegagalan atau kontraindikasi karena masa kehamilan

atau hipersensitif dan saat kadar glukosa naik akibat stress ataupun infeksi serta

akibat pembedahan. Mekanisme kerja insulin mengubah glukosa menjadi

glikogen, meningkatkan sintesis protein dan lemak, memperlambat pemecahan

glikogen, protein dan lemak, menyeimbangkan cairan dan elektrolit dalam tubuh

(Rudnick, 2001).

b) Obat Antidiabetika Oral

Obat antidiabetika oral adalah obat yang digunakan mengatasi keadaan

kadar glukosa darah yang tinggi akibat gangguan kerja insulin, obat ini

mempunyai sistem kerja ganda di dalam dan di luar pankreas, efek di dalam

pankreas adalah mampu menstimulasi pankreas agar mengeluarkan insulin

dengan kerja pankreas yang seminimal mungkin dan efek di luar pankreas

adalah mampu menstabilkan kadar glukosa darah (Rudnick, 2001).


27 
 

D. Drug Related Problems (DRPs)

Drug Related Problems (DRPs) masalah–masalah yang berkaitan dengan

pemakaian obat atau sering disebut Drug Therapy Problems (DTPs)

didefinisikan sebagai permasalahan yang sering muncul didalam farmasi klinis

atau kejadian yang tidak diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi.

Sedangkan potensial DRP yaitu masalah yang diperkirakan akan terjadi

berkaitan dengan terapi yang sedang diberikan pada penderita (Cipolle, 1998).

Dalam Pharmaceutical Care Practice oleh Robert J. Cipolle (1998),

masalah–masalah dalam kajian DRP ditunjukkan oleh kemungkinan penyebab

DRP yang disajikan dalam tabel VI berikut ini.

Tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs)


(Cipolle, 1998)

DRPs Kemungkinan penyebab DRPs


1. Perlu terapi a) Pasien dengan kondisi baru yang membutuhkan obat.
obat tambahan b) Pasien kronis membutuhkan kelanjutan terapi obat.
(Need for c) Pasien dengan kondisi yang membutuhkan kombinasi obat.
additional drug d) Pasien dengan kondisi yang berisiko dan membutuhkan obat untuk
therapy) mencegah.
2. Tidak perlu a) Tidak ada indikasi pada saat itu.
terapi obat b) Pasien mendapat obat dalam jumlah toksis.
(Unnecessary c) Kondisi pasien akibat drug abuse.
drug therapy) d) Pasien lebih baik disembuhkan dengan terapi non farmakologi.
e) Pemakaian multiple drug yang seharusnya cukup dengan single
drug.
f) Pasien minum obat untuk mencegah efek samping obat lain yang
seharusnya dapat dihindarkan.
3. Obat tidak tepat a) Kondisi pasien yang menyebabkan obat bekerja tidak efektif (kurang
(Wrong drug) sesuai dengan indikasinya).
b) Pasien menerima obat yang bukan paling efektif untuk indikasi.
c) Pasien mempunyai alergi terhadap obat tertentu.
d) Obat yang diberikan memiliki faktor risiko kontraindikasi dengan
obat lain yang juga dibutuhkan.
e) Obat yang diberikan efektif namun bukan yang paling murah.
f) Obat yang diberikan efektif namun bukan yang paling aman.
28 
 

Lanjutan tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs)


(Cipolle, 1998)

DRPs Kemungkinan penyebab DRPs


4. Dosis kurang a) Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk memberikan respon.
(Dosage too low) b) Konsentrasi obat di bawah therapeutic range.
c) Obat, dosis, rute atau konversi formula obat tidak cukup
d) Dosis dan interval obat tidak cukup.
e) Pemberian obat terlalu awal.
5. Dosis berlebih a) Dosis yang digunakan pasien terlalu tinggi untuk memberikan
(Dosage too high) respon.
b) Konsentrasi obat di atas therapeutic range.
c) Dosis obat terlalu cepat dinaikkan.
d) Akumulasi obat karena penyakit kronis.
e) Obat, dosis, rute atau konversi formula obat tidak sesuai.
6.Efek obat yang a) Dosis obat yang diberikan kepada pasien terlalu tinggi
tidak diinginkan kecepatannya.
(Adverse Drug b) Adaya reaksi alergi terhadap obat tertentu.
Reaction/ADR) c) Ada faktor risiko yang membahayakan pasien.
d) Interaksi dengan obat – obat atau makanan.
e) Hasil laboratorium pasien berubah akibat obat.
7.Ketidaktaatan a) Pasien tidak menerima obat sesuai regimen karena medication error.
pasien (In b) Pasien tidak taat instruksi.
compliance) c) Pasien tidak mengambil obat karena harga obat mahal.
d) Pasien tidak mengambil obat karena tidak memahami.
e) Pasien tidak mengambil obat karena keyakinan kurang.

E. Subjective data, Objective data, Assessment and Plan

Metode SOAP (Subjective data, Objective data, Assessment and Plan)

merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi

dari medical record. Informasi tersebut dapat digunakan untuk membantu

menyelesaikan masalah maupun situasi yang kompleks (Kimbe and Young,

2005). Metode SOAP terdiri dari:

1. data subyektif.

Data subyektif adalah informasi yang dapat diketahui dari informasi yang

diberikan oleh pasien, anggota keluarga pasien, atau tenaga medis yang merawat

pasien. Informasi yang termasuk dalam data subyektif yaitu:


29 
 

a. keluhan atau gejala yang dirasakan pasien

b. riwayat penyakit

c. riwayat pengobatan

d. alergi

e. riwayat sosial atau keluarga (Jones and Rospond, 2003).

2. data obyektif.

Data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi atau pengukuran oleh

tenaga medis yang merawat pasien (Kimble and Young, 2005). Informasi yang

termasuk dalam data obyektif yaitu:

a. data vital

b. pemeriksaan fisik

c. hasil tes laboratorium

d. konsentrasi obat dalam serum

e. hasil tes diagnosa

f. profil pengobatan (Jones and Rospond, 2003).

3. menentukan assessment.

Setelah diperoleh data subyektif dan obyektif, maka langkah selanjutnya

adalah menegakkan diagnosa pasien. Selain itu perlu dilakukan identifikasi

adanya drug related problems yang mungkin terjadi pada pengobatan sebelumnya

(Kimble and Young, 2005).

4. menentukan plan/rekomendasi.

Dalam tahap penentuan plan/rekomendasi ini dilakukan perencanaan

terhadap terapi yang akan diberikan atau rekomendasi terhadap kasus drug related
30 
 

problems yang telah teridentifikasi. selain itu diberikan pembelajaran kepada

pasien mengenai masalah kesehatan serta pengobatan yang dilakukan untuk dapat

mencapai target penyembuhan penyakit maupun pemeliharaan kondisi pasien

(Kimble and Young, 2005).

F. Keterangan Empiris

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih

periode Mei 2008-Mei 2009. Dari hasil penelitian dapat diketahui mengenai

kemungkinan terjadinya DRPs serta solusi pengobatannya.


 
 

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus

Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009” merupakan jenis penelitian non-

eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif. Data diperoleh dari lembar

rekam medik yang diambil secara retrospektif. Retrospektif adalah penelusuran

data masa lalu pasien dari catatan rekam medis pasien (Kountour,2003).

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental karena subjek uji

tidak diberi perlakukan. Rancangan penelitian deskriptif evaluatif, disebut

deskriptif karena penelitian ini memberikan gambaran atau uraian atas suatu

keadaan dengan sejelas mungkin dengan mengamati fenomena kesehatan yang

terjadi (Kountour, 2003).

B. Definisi Operasional

1. Pasien rawat inap merupakan pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi yang

menjalani perawatan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

periode Mei 2008-Mei 2009.

2. Pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi adalah pasien yang didiagnosa

mengalami diabetes melitus komplikasi hipertensi dengan kadar glukosa darah

puasa ≥ 126mg/dl atau kadar gula darah 2 jam sesudah makan ≥ 200mg/dl.

3. Tekanan darah masuk adalah tekanan saat pengukuran pertama pasien masuk

rawat inap RSPR yang dapat digunakan untuk menentukan derajat hipertensi

31 
 
32 
 

pasien saat masuk instalasi rawat inap RSPR. Menurut JNC VII, kategori derajat

hipertensi pasien terdiri dari prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi

derajat 2.

4. Profil pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi meliputi umur, komplikasi

dan penyakit penyerta lain serta derajat hipertensi pasien saat masuk di instalasi

rawat inap RSPR.

5. Data umur pasien dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok umur 40-

49 tahun, 50-59 tahun, 60-69 tahun, 70-79 tahun, ≥80 tahun.

6. Komplikasi penyerta adalah penyakit yang menyertai DM komplikasi hipertensi

terkait dengan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.

7. Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai perjalanan penyakit DM

komplikasi hipertensi tetapi bukan termasuk dalam komplikasi mikrovaskuler dan

makrovaskuler.

8. Profil Obat meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis obat.

9. Kelas terapi adalah kelompok besar obat yang terdiri beberapa golongan obat

yang memiliki sasaran pengobatan yang sama, misalnya kelas terapi obat sistem

kardiovaskuler, terdiri dari golongan obat antihipertensi, antiangina dan lain–lain.

10. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan efek terapi dari setiap kelas

terapi yang diberikan untuk pasien. Misalnya, golongan obat hipoglikemik,

golongan antipiretik, golongan antihipertensi.

11. Jenis obat adalah nama generik obat pada peresepan pasien rawat inap dalam satu

kali periode pengobatan.


33 
 

12. Outcome terapy adalah hasil terapi atau keadaan pasien setelah menjalani terapi,

yang meliputi lama tinggal, tekanan darah dan keadaan pasien saat keluar RSPR.

13. Data lama tinggal pasien dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu 1-3 hari, 4-6

hari, 7-9 hari, 10-12 hari, 13-15 hari dan ≥16 hari.

14. Tekanan darah keluar adalah tekanan darah saat pengukuran sebelum pasien

keluar dari rawat inap RSPR yang dapat digunakan untuk menentukan keadaan

pasien saat keluar RSPR.

15. Data keadaan pasien dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu sembuh,

membaik dan belum membaik. Keadaan pasien sembuh jika tekanan darah darah

turun sampai ≤130/80mmHg, membaik jika tekanan darah pasien mengalami

penurunan tetapi tidak sampai ≤130/80mmHg, sedangkan belum membaik jika

tekanan darah pasien tidak mengalami penurunan, tetap atau justru mengalami

peningkatan.

16. Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada penatalaksanaan terapi pasien

diabetes melitus dengan komplikasi hipertensi, meliputi perlu terapi obat

tambahan, tidak perlu terapi obat, obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat

berlebih dan efek obat yang tidak diinginkan.

17. Data yang diperoleh dihitung dengan cara jumlah kasus yang ada dibagi jumlah

kasus (n=25) dikalikan seratus persen. Penghitungan ini digunakan dalam

menghitung persentase umur pasien, profil tekanan darah, komplikasi penyerta,

penyakit penyerta, kelas terapi obat, golongan obat, jenis obat dan outcome

therapy.
34 
 

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan adalah 25 pasien DM komplikasi

hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Mei 2008-Mei 2009

yang memenuhi kriteria inklusi penelitian yaitu pasien yang didiagnosa

mengalami diabetes melitus komplikasi hipertensi dengan kadar glukosa darah

puasa ≥ 126mg/dl atau kadar gula darah 2 jam sesudah makan ≥ 200mg/dl.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan berasal dari lembar rekam medik (Medical

Record) pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Panti Rapih periode Mei 2008–Mei 2009.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus

dengan komplikasi hipertensi dilaksanakan di unit rekam medik Rumah Sakit

Panti Rapih yang terletak di Jalan Cik Dik Tiro No. 39 Yogyakarta.

F. Tata Cara Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan 3 tahap, yaitu sebagai berikut ini.

1. Persiapan

Tahap ini merupakan tahap awal, yaitu dengan proses pengumpulan informasi

yang dibutuhkan untuk penelitian. Setelah dilakukan proses tersebut kemudian

diperoleh informasi dari unit rekam medis RS Panti Rapih dangan melihat pola

penyebaran penyakit diabetes melitus komplikasi hipertensi selama Mei 2008–

Mei 2009. Berdasarkan informasi tersebut diketahui jumlah pasien diabetes


35 
 

melitus dengan komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

periode Mei 2008–Mei 2009 sebanyak 144 pasien.

2. Pengambilan Data

Tahap pengambilan data ini terdiri dari 3 proses, yaitu:

a. proses penelusuran data

Berdasarkan informasi dari unit rekam medis RS Panti Rapih diperoleh data

bahwa jumlah penderita DM komplikasi hipertensi pada periode Mei 2008-Mei

2009 sebanyak 144 pasien. Dari 144 pasien DM komplikasi hipertensi

dilakukan pengambilan sampel kasus dengan menggunakan kriteria inklusi

penelitian sehingga diperoleh 25 kasus yang memenuhi kriteria inklusi.

b. proses pengumpulan data

Proses pengumpulan data dimulai dengan melihat medical record

pasien DM komplikasi hipertensi. Data pasien yang diambil meliputi nama,

umur, keluhan utama, riwayat penyakit, diagnosis, jenis obat, dosis obat, cara

pemberian obat, lama tinggal, tekanan darah saat masuk dan keadaan pasien

saat pulang atau outcome therapy.

c. proses pengolahan data

Data yang telah diambil dari medical record pada tahap sebelumnya

kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut berisi profil pasien

(umur, diagnosa masuk, diagnosa keluar, komplikasi dan penyakit penyerta),

data laboratorium (tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam urat, SGOT,

SGPT, kolesterol dan glukosa darah), profil pengobatan (jenis obat, dosis) serta

outcome terapi (lama tinggal pasien dan keadaan pasien saat keluar RSPR)
36 
 

3. Analisis Data

Data dari medical record tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan drug

related problems dengan metode SOAP secara kasus per kasus. Literatur yang

digunakan sebagai acuan adalah American Diabetes Association (ADA) guideline,

MIMS Indonesia (periode 2008/2009), Informatorium Obat Nasional Indonesia

(2000).

Data berdasarkan pencatatan medical record dievaluasi mengenai drug

related problems-nya. Dengan melihat drug related problems yang terjadi selama

proses terapi dapat diketahui perlu terapi obat tambahan, tidak perlu terapi obat,

obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih dan efek obat yang tidak

diinginkan. Data yang telah diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar

pengobatan untuk DM komplikasi hipertensi, kemudian data dievaluasi secara

kasus perkasus.

G. Kesulitan Penelitian

Proses pengambilan data pasien DM komplikasi hipertensi di unit rekam

medik RSPR Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009 ini mengalami beberapa

kesulitan. Kesulitan pertama adalah kesulitan dalam membaca beberapa tulisan

yang ada di medical record. Usaha yang dilakukan adalah dengan menanyakan

kepada beberapa pihak yang mengerti. Kesulitan yang kedua adalah kesulitan

dalam mendapatkan dokumen medical record karena seringkali saat peneliti akan

mengambil data, medical record yang akan dipakai sedang digunakan pasien

untuk kontrol atau pasien sedang menjalani rawat inap kembali di rumah sakit.
37 
 

Usaha yang dilakukan adalah dengan menunggu beberapa hari atau beberapa

minggu sampai dokumen medical record tersebut kembali.

H. Analisis Hasil

1. Persentase umur pasien DM komplikasi hipertensi dihitung dengan cara

menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range umur tertentu dibagi jumlah

sampel kemudian dikalikan 100%.

2. Persentase jenis komplikasi penyerta pasien DM komplikasi hipertensi dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis komplikasi penyerta

dibagi jumlah sampel dikalikan 100%.

3. Persentase jenis penyakit penyerta pasien DM komplikasi hipertensi dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis penyakit penyerta

dibagi jumlah sampel dikalikan 100%.

4. Persentase derajat hipertensi pasien saat masuk instalasi rawat inap RSPR

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range derajat

hipertensi tertentu dibagi jumlah sampel kemudian dikalikan 100%.

5. Persentase kelas terapi pasien DM komplikasi hipertensi dihitung dengan cara

menghitung jumlah pasien masing-masing kelas terapi dibagi jumlah sampel

pasien kemudian dikalikan 100%.

6. Persentase lama tinggal perawatan pasien DM komplikasi hipertensi di RSPR

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range lama

tinggal tertentu dibagi jumlah sampel pasien kemudian dikalikan 100%.


38 
 

7. Persentase keadaan pasien DM komplikasi hipertensi saat keluar dari RSPR

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien masing-masing keadaan saat

keluar RSPR dibagi jumlah sampel pasien kemudian dikalikan 100%.

8. Persentase jumlah drug related problems pasien DM komplikasi hipertensi

dihitung dengan cara menghitung jumlah masing-masing kasus drug related

problems dibagi dengan jumlah sampel pasien kemudian dikalikan 100%.


 
 

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tentang Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes

Melitus Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009 ini dilakukan dengan menelusuri data

rekam medis pasien yang terdiagnosa sebagai penderita diabetes melitus dengan

komplikasi hipertensi yang menjalani terapi di Instalasi Rawat Inap RSPR

Yogyakarta pada periode Mei 2008-Mei 2009. Berdasarkan data yang telah

diperoleh dari Instalasi Rekam Medik diperoleh 25 kasus pasien DM dengan

komplikasi hipertensi yang menjalani terapi rawat inap di RSPR Yogyakarta.

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah memperoleh data rekam medis pasien

adalah dengan mencatat seluruh data pasien yang dibutuhkan yang tercantum

dalam lembar rekam medis.

A. Profil Kasus Diabetes Melitus dengan Komplikasi Hipertensi

1) Berdasar Umur

Hipertensi merupakan salah satu jenis komplikasi yang sering dijumpai

pada penderita DM. Hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah hingga

lebih dari 140/90 mmHg. Berdasarkan data yang telah diperoleh dari lembar

rekam medis profil umur pasien DM komplikasi hipertensi dibagi menjadi 5

kelompok. Berdasarkan gambar 1 diperoleh penderita paling banyak terdapat

dalam kategori umur 60-69 tahun. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pada

umur diatas 60 tahun resiko komplikasi hipertensi pada pasien DM lebih tinggi

bila dibandingkan pada umur dibawah 60 tahun.

39 
 
40 
 

8% 4% 8%
40-49 th
32% 50-59 th

48% 60-69 th
70-79 th
≥ 80 th

Gambar 1. Diaggram Perseentase Umuur Pasien DM


D Kompliikasi Hiperrtensi
di Rumah
R Sakkit Panti Rapih
R Yogya
akarta Periode Mei 2008-Mei 20
009

S
Setelah umuur 60-69 tahhun, persen
ntase pasienn DM kompplikasi hiperrtensi

mengalam
mi penurunaan. Hal ini mungkin
m daapat disebabbkan setelahh melewati umur

tersebut pasien tidak mampu meengelola pen


nyakitnya dengan
d baik atau terapi yang

telah dijalani tidak daapat membaantu pasien sehingga paasien tidak m


mampu berrtahan

hidup.

B
Berdasarkan
n teori, padaa pasien DM
M dengan kadar gula ddarah yang tinggi
t

dan teruss meneruss dapat menyebabka


m an timbulnnya berbaggai kompllikasi.

Komplikaasi hipertenssi biasanya terjadi padaa pasien DM


M tipe II. Pasien DM tipe
t II

muncul seetelah umurr 40 tahun dan


d komplik
kasi umumnnya timbul setelah pen
nyakit

berjalan 10-15 tahun.

2) Berdasar Komplikasi Penyertaa

K
Komplikasi penyerta adalah
a peny
yakit yang menyertai DM komplikasi

hipertensi yang terkkait dengann komplikassi mikrovaskuler dan makrovask


kuler.

Terjadinyaa komplikaasi tersebut tergantung


g dari pengendalian seerta keberhaasilan

terapi yanng dijalanii oleh passien. Semaakin rendahh kesadarann pasien untuk
u
41 
 

memperhatikan kondisi kesehatannya terutama dalam menjaga kestabilan glukosa

darahnya, maka semakin tinggi pula resiko pasien tersebut untuk mengidap

komplikasi.

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat 4 jenis komplikasi

penyerta yang diderita pasien antara lain dislipidemia, stroke, nefropati, Chronic

Renal Failure (CRF). Berdasarkan data yang diambil, komplikasi penyerta yang

paling banyak diderita pada pasien DM komplikasi hipertensi adalah dislipidemia.

Tabel V. Persentase komplikasi penyerta pada pasien DM


komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Mei 2008-Mei 2009
No Komplikasi penyerta Jumlah kasus Persentase
(n=8) (%)
1 Dislipidemia 3 12
2 Stroke 2 8
3 Nefropati 2 8
4 Chronic Renal Failure 1 4

Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko utama aterosklerosis.

Dislipidemia ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,

kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Pada penderita DM,

glukosa tidak dapat diproses menjadi energi sehingga energi yang akan digunakan

terpaksa dibuat dari sumber lain seperti lemak dan protein. Akibatnya kadar

kolesterol terutama kadar LDL akan meningkat dalam darah. Partikel LDL yang

berada dalam darah akan terjebak dalam pembuluh darah dan mengalami oksidasi

sehingga mengakibatkan terjadinya luka endotel dan perlekatan trombosit yang

akan memacu timbulnya aterosklerosis. Hal tersebut mengakibatkan jantung

bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tekanan

darah pun dapat mengalami peningkatan.


42 
 

Diabetes melitus merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke. Pada

penderita DM, semakin tinggi kadar kolesterol dalam darah maka akan semakin

memicu terbentuknya aterosklerosis yang akan mengakibatkan gangguan pada

pembuluh darah yang menuju ke otak dan dapat menimbulkan terjadinya stroke

yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.

Gangguan ginjal yang terjadi pada penderita DM dapat terjadi karena

kadar gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol dengan baik. Tingginya kadar

glukosa darah tersebut akan menyebabkan kerusakan sistem penyaringan, berupa

pembuluh darah halus ginjal.

3) Berdasar Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai perjalanan penyakit

DM komplikasi hipertensi tetapi bukan termasuk dalam komplikasi

makrovaskuler dan mikrovaskuler. Penyakit penyerta ini dapat disebabkan oleh

virus luar ataupun efek samping obat yang dipakai selama perawatan. Pada

penelitian ini terdapat 4 jenis penyakit penyerta yang dialami pasien, yaitu Infeksi

Saluran Kencing (ISK), dispepsia, radices dentis dan anemia.

Berdasarkan tabel VI dapat diketahui bahwa penyakit penyerta yang

paling banyak diderita oleh pasien DM komplikasi hipertensi adalah Infeksi

Saluran Kemih (ISK). Pada pasien DM yang memiliki kadar glukosa darah tinggi

sangat mungkin mengalami infeksi karena mikroorganisme penyebab infeksi akan

mudah berkembang dalam lingkungan tersebut. Dalam penelitian ini infeksi yang

paling banyak dialami pasien adalah infeksi saluran kemih yang ditandai dengan

seringnya pasien buang air kecil atau rasa sakit pada punggung. Pasien DM sering
43 
 

mengeluarkan urin sehingga kemungkinan untuk mengalami infeksi saluran

kencing lebih tinggi.

Tabel VI. Persentase penyakit penyerta pada pasien DM komplikasi


hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Mei 2008-Mei 2009
No Penyakit penyerta Jumlah Kasus Persentase
(n=8) (%)
1. Infeksi saluran kencing 5 20
2. Dispepsia 1 4
3. Radices dentis 1 4
4. Anemia 1 4

4) Gambaran Tingkat Tekanan Darah saat Pasien Masuk Rumah Sakit

Tingginya tekanan darah merupakan salah satu faktor yang menentukan

dimulainya pengobatan farmakologi. Gambaran tekanan darah pasien saat masuk

perawatan di Rumah Sakit Panti Rapih dapat dilihat dalam gambar 2. Berdasarkan

diagram tersebut diketahui bahwa tekanan darah pasien saat masuk RSPR adalah

hipertensi derajat 2.

Berdasarkan teori pasien DM dengan komplikasi hipertensi mulai diberi

terapi antihipertensi oral saat memasuki tahap pre-hipertensi. Terapi yang

diberikan pada pasien DM komplikasi hipertensi bertujuan untuk menurunkan

tekanan darah menjadi ≤130/80 mmHg.

4% 4%
Normal
16% Prehipertensi
Derajat 1
76% Derajat 2

Gambar 2. Diagram Persentase Tingkat Tekanan Darah saat Pasien


Masuk Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
44 
 

B. Profil Obat-obat yang digunakan oleh Pasien Diabetes Melitus


dengan Komplikasi Hipertensi
1) Kelas Terapi

Kelas terapi obat adalah jenis obat yang diterima oleh pasien selama

periode pengobatannya, baik obat antidiabetika oral maupun obat lain yang

digunakan bersamaan untuk mengobati komplikasi ataupun penyakit penyerta

yang dialami pasien. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pasien DM

komplikasi hipertensi yang menjalani terapi di RSPR tidak hanya diberi obat-obat

untuk mengatasi diabetes melitus dan hipertensi saja. Akan tetapi pasien juga

diberi obat-obat lain yang digunakan untuk membantu pemulihan kondisi pasien

selama menjalani proses terapi di rumah sakit.

Dari gambar 3 dapat dilihat 8 kelas terapi obat yang digunakan oleh

pasien DM komplikasi hipertensi yang menjalani terapi di Rumah Sakit Panti

Rapih. Kelas terapi obat tersebut meliputi obat kardiovaskuler, obat yang

mempengaruhi sistem hormon, gizi dan darah, analgesik, sistem saraf pusat,

antibiotik, saluran cerna, sendi dan gout.

Obat kardiovaskuler dan obat yang mempengaruhi sistem hormon adalah

kelas terapi obat yang paling banyak digunakan pasien yaitu sebanyak 25 kasus

atau 100%. Pasien yang mengalami hipertensi dapat disebabkan karena

ketidaknormalan tekanan darah maupun kadar lemak dalam darah sehingga pasien

membutuhkan obat kardiovaskuler untuk mengendalikan tekanan darah, kadar

lemak darah dan mencegah timbulnya penyakit jantung yang lebih serius.
45 
 

100% 100% Obat kardiovaskuler


100%
%
Obat yan
ng Mempenga aruhi
80%
%
76% Sistem Hoormon
Obat Gizii dan Darah

60%
% %44%
48% Obat Anaalgesik

40%
% 32% Obat yanng Mempenga aruhi
24% Sistem Saaraf Pusat
Obat Anttibiotik
20%
% 20%
Obat Salu
uran Cerna
0%
%
Obat Sendi dan Gout

Gam
mbar 3. Diaagram Perssentase Kellas Terapi Pasien DM
M Komplika
asi
Hiperrtensi di Ru
umah Sakitt Panti Rappih Yogyakkarta
Periiode Mei 20
008-Mei 20009

O
Obat yang mempengar
m ruhi sistem hormon teerdiri dari oobat antidiaabetes

baik insuulin maupuun obat antidiabetes


a s oral. Obbat ini diigunakan untuk
u

mengendaalikan kadarr glukosa darah


d pasien
n. Pasien diiabetes mellitus harus dapat

mengontrool kadar gllukosa daraah baik den


ngan menggatur pola makan maaupun

dengan meenggunakann obat-obat antidiabetes. Sedangkaan urutan keetiga adalah


h obat

gizi dan darah.


d Pasieen diabetes melitus membutuhka
m an gizi seim
mbang dan kadar
k

glukosa darah
d yangg terkontrool. Obat gizi dan daarah ini ddigunakan untuk
u

pemeliharraan kesehaatan pasien selama meenjalani teraapi dan sebbagai pendu


ukung

terapi obatt lain yang sedang dijaalani pasien..

2) Golongan
n Obat

a)) Obat kard


diovaskuler

O kardiovvaskuler diggunakan unttuk terapi komplikasi


Obat k ppada pasien
n DM.

Pasien DM
M komplikaasi hipertenssi jika tidak ditangani dengan
d baikk dapat mengarah
46 
 

pada Coronary Vascular Disease (CVD). Pada penderita DM komplikasi

hipertensi tingginya kadar gula dalam darah akan menyebabkan darah menjadi

lebih kental sehingga semakin membutuhkan tekanan darah yang semakin tinggi

pula agar darah dapat melalui pembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi

tersebut juga diperlukan untuk mendorong darah melalui pembuluh darah yang

mengalami penyempitan sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk

memompa darah. Akibatnya otot jantung akan lemah, penderita akan mengalami

iskemia sehingga sebagian otot jantung mati karena kekurangan oksigen yang

dapat memacu timbulnya angina.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa obat kardiovaskuler yang

digunakan meliputi golongan obat antihipertensi, obat antiangina, obat diuretik,

obat untuk gangguan sirkulasi darah, obat antihiperlipidemik dan obat sistem

koagulasi darah. Berdasarkan tabel VII dibawah ini diketahui obat kardiovaskuler

yang paling banyak digunakan adalah sub-golongan Angiotensin Receptor

Blocker (ARBs) dan obat antagonis kalsium dengan presentase penggunaan sama

yaitu 56%. Sedangkan jenis obat kardiovaskuler yang paling banyak digunakan

adalah kaptopril dan amlodipin besilat sebanyak 8 kasus (32%).

Penggunaan antihipertensi pada pasien DM komplikasi hipertensi

berfungsi untuk menurunkan tekanan darah dan bahaya metabolit sindrom yang

dapat mengakibatkan terjadinya penyakit kardiovaskuler jika tidak tertangani

dengan baik. Berdasarkan rekomendasi American Diabetes Association (ADA)

pengobatan DM komplikasi hipertensi rekomendasi pengobatan yang utama


47 
 

adalah penggunaan obat penghambat ACE dan ARBs untuk menurunkan tekanan

darah sampai 130/80 mmHg.

Obat antagonis kalsium bekerja dengan menghambat masuknya ion

kalsium ke dalam sel otot jantung dan pembuluh darah sehingga menyebabkan

vasodilatasi dan dapat menurunkan tekanan darah pasien dengan menurunkan

detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada jantung. Obat vasodilator

perifer dapat mengurangi resiko terjadinya penyumbatan arteri terutama

aterosklerosis yang bekerja dengan mengembangkan dinding arteriola sehingga

daya tahan pembuluh darah perifer berkurang dan tekanan darah menurun.

Diuretik sebagai obat tambahan pada pasien DM komplikasi hipertensi yang dapat

diberikan secara intravena untuk mengurangi sesak nafas yang dialami pasien

dengan cepat. Obat antiangina digunakan untuk mencegah serangan akut angina

pectoris dan mencegah nyeri dada yang dialami pasien saat istirahat.

Obat anti koagulasi darah yang digunakan adalah kelompok hemostatik

dan antiplatelet. Pada pasien DM komplikasi hipertensi, semakin tinggi kadar gula

dalam darah akan menyebabkan darah lebih kental dan sukar membeku sehingga

proses pembekuan darah akan berlangsung lama. Obat ini dapat digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler karena antiplatelet bekerja dengan

cara mengurangi agregasi platelet sehingga menghambat terjadinya pembentukan

trombus pada sirkulasi arteri.


48 
 

Tabel VII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Kardiovaskuler yang


Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

N GOLONGAN SUB- JENIS OBAT NAMA JUM PERS


o OBAT GOLONGAN DAGANG LAH ENTA
OBAT SE
(%)
ACE Inhibitor Kaptopril Kaptopril 8 32
(ACEI)
Angiotensin Irbesartan Aprovel® 4 16
Receptor Blocker
1 Antihipertensi Valsartan Blopress 3 12
(ARBs)
Amlodipin Exforge® 7 28
besylat&valsartan
Obat yang bekerja Klonidin Catapress® 5 20
sentral
Gol. Nitrat Isosorbitdinitrat Cedocard® 1 4
Diltiazem HCL Herbesser® 3 12
Antagonis Diltiazem 2 8
Calsium Nifedipin Adalat® 1 4
2 Antiangina Divask® 3 12
Amlodipin besylat Tensivask® 1 4
Norvask® 4 16
Propanolol Propanolol 1 4
β-blocker Carvedilol Dilbloc® 1 4

3 Diuretik Diuretik kuat Furosemid Lasix® 5 20


Citicoline Brainact® 2 8
4 Gangguan Vasodilator Cinnarizine Stugeron® 2 8
sirkulasi darah perifer Nicergolin Serolin® 1 4
Pentoksifilin Trental® 1 4
Flunarizine Unalium® 4 16
Gemfibrozil Hypofil® 3 12
Klofibrat Fenofibrate Lipanthyl® 1 4
5 Antihiperlipid Simvastatin Simvastatin 1 4
emik Statin Ezetimibe Ezetrol® 1 4
Simvastatin&ezeti Vytorin® 1 4
mibe
6 Obat sistem Hemostatik Asam tranexamic Kalnex® 1 4
koagulasi Antiplatelet Cilostazol Pletaal® 2 8
darah Citaz® 1 4
Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat
kardiovaskuler.

b) Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon

Obat yang mempengaruhi sistem hormon yang digunakan dalam

penelitian ini adalah golongan obat antidiabetik. Antidiabetik digunakan dalam


49 
 

pengobatan penyakit diabetes melitus yang dibedakan menjadi antidiabetik

parenteral dan antidiabetik oral. Tujuan pengobatan diabetes melitus ini adalah

menjaga agar kadar glukosa darah berada dalam batas normal. Pengontrolan kadar

glukosa darah dapat dilakukan dengan mengatur pola makan, mengatur aktifitas

fisik dan pemberian obat antidiabetik. Obat antidiabetik diberikan jika terapi non

farmakologis tidak dapat mengontrol kadar glukosa darah.

Dalam penelitian ini antidiabetik parenteral yang digunakan adalah

insulin sedangkan antidiabetik oral yang digunakan adalah sulfonilurea,

biguanida, tiazolidindion dan penghambat α-glukosidase. Golongan insulin

diperlukan bagi pasien yang benar-benar membutuhkan insulin karena ada

gangguan dalam sekresi insulinnya. Berdasarkan hasil penelitian, insulin yang

digunakan dalam pengobatan pasien DM komplikasi hipertensi terdiri dari insulin

tunggal dan insulin campuran. Insulin tunggal merupakan jenis insulin yang

paling banyak digunakan. Insulin tunggal ini memiliki onset yang cukup singkat

yaitu 0,5 jam dan durasi berkisar antara 6-8 jam. Setelah melewati masa durasi

kadar insulin akan berkurang secara perlahan dan dapat menyeimbangkan dengan

kadar glukosa darah sehingga dapat mencukupi pasokan insulin sesuai dengan

kebutuhan pasien dan tidak terjadi hipoglikemi.

Antidiabetika oral yang paling banyak digunakan dalam penelitian ini

adalah sulfonilurea dan biguanida dengan persentase penggunaan yang sama

sebanyak 36%. Sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin di

pankreas sehingga hanya efektif bila sel β-pankreas masih dapat berproduksi.

Jenis obat golongan sulfonilurea yang paling banyak digunakan adalah glikuidon.
50 
 

Glikuidon dapat digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal dan dapat

digunakan dengan dosis awal yang kecil yaitu 15-60mg/hr.

Tabel VIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang


Mempengaruhi Sistem Hormon yang digunakan Pasien DM Komplikasi
Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei
2009

N GOLONGA SUB- JENIS OBAT NAMA JUM PERSE


o N OBAT GOLONGAN DAGANG LAH NTASE
OBAT (%)
1 Antidiabetik Tunggal Insulin RI 7 28
Parenteral Insulin
Campuran Humulin 1 4

2 Antidiabetik Gliquidone Glurenorm 4 16


Oral Sulfonilurea
Glimepiride Gluvas® 2 8
Glimepiride 2 8
Glibenklamid Glibenklamid 1 4
Biguanida Metformin Glumin XR® 4 16
Glucophag® 1 4
Metformin 4 16
Tiazolidindion Rosiglitazone Avandia 1 4
maleat
Penghambat α- Glucobay Acarbose 1 4
glukosidase
Glimepiride& Amaryl M 1 4
Kombinasi metformin
Glibenklamid Glucovance® 1 4
&metformin

Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat yang
mempengaruhi hormon.

Jenis obat golongan biguanida yang banyak digunakan adalah metformin.

Obat ini bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan menurunkan produksi

glukosa hati dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Obat ini tidak

merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Metformin digunakan pada

pasien yang memiliki berat badan berlebih dan dapat menurunkan nafsu makan

sehingga berat badan pasien dapat menurun. Metformin tidak boleh digunakan

oleh pasien yang mengalami gangguan ginjal karena dapat terakumulasi pada
51 
 

pasien dengan gangguan ginjal dan hati sehingga dapat meningkatkan resiko

asidosis laktat. Berdasarkan teori, pasien dinyatakan mengalami gangguan ginjal

jika kadar kreatinin lebih dari 1,4mg/dL pada wanita dan lebih dari 1,5mg/dL

pada laki-laki. Kombinasi antara metformin dengan golongan sulfonilurea dapat

meningkatkan efek hipoglikemi dan dapat digunakan pada pasien yang tidak

cukup menerima hanya terapi antidiabetik oral secara tunggal.

Tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin.

Jenis obat golongan tiazolidindion yang digunakan adalah rosiglitazone maleat.

Efek hipoglikemik obat ini cukup baik jika dikombinasikan dengan metformin.

Penghambat α-glukosidase bekerja dengan menghambat kerja enzim-enzim

pencernaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa

ke dalam darah. Obat ini diminum bersama suapan pertama setiap makan. Jenis

obat golongan penghambat α-glukosidase adalah acarbose dan dapat dikombinasi

dengan sulfonilurea, metformin, atau insulin.

c) Obat Gizi dan Darah

Pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi yang menjalani rawat inap

memerlukan gizi yang seimbang. Obat gizi dan darah digunakan untuk menambah

kondisi kesehatan pasien sehingga mempercepat proses penyembuhan, menjaga

organ agar tetap berfungsi secara optimal, menambah tenaga dan mengatasi gejala

kekurangan nutrisi. Gangguan nutrisi pada pasien dapat memperparah penyakit

yang sedang dideritanya, sehingga asupan gizi sangat diperlukan terutama jika

nafsu makan pasien menurun. Pasien diabetes melitus seringkali menjalani terapi
52 
 

dengan diit, oleh karena itu perlu diperhatikan pemberian nutrisi dan vitamin

supaya tidak terkena malnutrisi dan dehidrasi.

Tabel IX. Persentase Golongan dan Jenis Obat Gizi dan Darah
yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hhipertensi di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

N GOLON SUB- JENIS NAMA DAGANG JUM PERSEN


o GAN GOLONGAN OBAT LAH TASE
OBAT OBAT (%)
Vitamin B Vitamin B Neurobion® 2 8
kompleks
Folic acid Folavit® 2 8
1 Vitamin
Vitamin A Glucobion 2 8
Elektrolit oral K-I aspartate Aspar-K® 3 12
NaCl NaCl 0,9% 1 4
NaCl 3% 2 8
Mineral Elektrolit Asering NaCl 5 20
2 dan intravena Glukosa Dekstrosa 5% 1 4
elektrolit Dekstrosa 10% 1 4

3 Nutrisi Nutrisi enteral Asam amino Ketosteril® 2 8


oral esensial

Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat gizi
dan darah.

Dalam penelitian ini obat gizi dan darah yang banyak digunakan adalah

mineral dan elektrolit yang diindikasikan untuk menyeimbangkan ion tubuh

sehingga organ-organ dalam tubuh dapat bekerja secara optimal. Obat mineral

juga digunakan untuk mengatasi efek samping obat antihipertensi diuretik yaitu

hipokalemia sehingga tambahan obat mineral digunakan untuk menjaga

keseimbangan mineral dalam tubuh pasien.

d) Obat Analgesik

Obat analgesik digunakan untuk mengatasi penyakit penyerta yang

menyertai pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi. Dalam penelitian ini obat

analgesik yang digunakan adalah analgesik non-opioid. Analgesik non-opioid


53 
 

dapat digunakan untuk nyeri ringan seperti sakit kepala. Pasien sering mengeluh

pusing, nyeri atau suhu tubuh diatas normal. Nyeri dapat timbul akibat terlalu

lama berbaring sehingga tubuh yang biasa beraktivitas harus terdiam atau

berbaring dan lama kelamaan mengakibatkan timbulnya nyeri.

Tabel X. Persentase Golongan dan Jenis Obat Analgesik yang


Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

GOLONGAN SUB- JENIS OBAT NAMA JUM PERSEN


OBAT GOLONGA DAGANG LAH TASE (%)
N
OBAT
Parasetamol Sanmol® 6 24
- Asam Mefinal® 1 4
mefenamat
Analgesik Tioridinas HCL Non flamin® 2 8
non-opioid Kombinasi Methampyron& Analsik® 4 16
diazepam
Cetalgin® 1 4
Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat analgesik.

Berdasarkan hasil penelitian parasetamol paling banyak digunakan untuk

mengobati nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol ini hanya digunakan jika

diperlukan saja dan bukan merupakan pengobatan utama.

e) Obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Pusat

Obat yang mempengaruhi sistem saraf pusat yang digunakan adalah

antiemetik dan vertigo, nootropik dan neurotronik, antikonvulsan dan ansiolitik.

Dari golongan tersebut, obat golongan antiemetik dan vertigo merupakan

golongan yang paling banyak digunakan. Obat ini digunakan untuk mengatasi

mual yang dirasakan oleh pasien baik karena penyakit penyerta yang mereka

alami maupun karena efek samping dari penggunaan metformin. Dari tabel XI

dapat dilihat bahwa obat antiemetik yang paling banyak digunakan adalah

metoklopramid yang bekerja di sistem saraf sentral dan perifer.


54 
 

Tabel XI. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang Mempengaruhi


Sistem Saraf Pusat yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

N GOLONGAN SUB- JENIS OBAT NAMA JUM PERS


o OBAT GOLONGA DAGANG LAH ENTA
N SE (%)
OBAT
Antiemetik Metokloprami Primperan 3 12
d HCL
1 Antiemetik Domperidon Motilium 1 4
dan vertigo
Antivertigo Betahistin Merislon® 4 16
Maleat Mertigo® 1 4
2 Nootropik dan Mecobalamin Methycobalt® 2 8
Neurotonik
3 Antikonvulsan Pregabalin Lyrica® 3 12
4 Ansiolitik Alprazolam Xanax® 1 4
Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis obat sistem
saraf pusat.

Obat golongan ansiolitik berfungsi untuk membantu pasien tidur dan

mengatasi kecemasan akibat kondisi stress saat menjalani terapi. Obat ini bekerja

dengan mekanisme meningkatkan neurotransmisi GABA (Gamma Amino Butyric

Acid), suatu neurotransmitter penghambat yang penting di sistem saraf pusat.

f) Antibiotik

Antibiotik digunakan sebagai antibakteri dalam proses terapi pasien DM

komplikasi hipertensi terutama dalam terapi lanjutan terhadap infeksi yang sering

terjadi pada penderita DM. Tingginya kadar glukosa darah pada pasien DM akan

mempermudah terjadinya ganggren dan ulkus karena semakin tinggi kadar

glukosa darah pasien maka luka yang ada akan lebih sukar sembuh sebab bakteri

akan mampu bertahan dalam lingkungan dengan kadar glukosa tinggi. Selain itu

antibiotik juga digunakan untuk mengatasi infeksi yang dialami oleh pasien

seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK).


55 
 

Tabel XII. Persentase Golongan dan Jenis Antibiotik yang


Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

GOLONGAN SUB- JENIS OBAT NAMA JUM PERSE


OBAT GOLONGAN DAGANG LAH NTASE
OBAT (%)
Amoksisilin& Claneksi® 1 4
Penicillin clavunic acid Aclam® 1 4
Ciprofloxacin Ciproxin 2 8
Antibiotika Kuinolon Pefloxacin Dexaflox® 2 8
Sefalosporin Ceftriaxone Ceftriaxone 3 12
disodium
Sefotiam Ceradolan® 2 8
Cefuroxime Kalcef 1 4
Keterangan : 1 pasien ada yang menerima lebih dari satu jenis antibiotik.

g) Obat Saluran Cerna

Obat saluran cerna yang digunakan dalam terapi adalah obat antitukak.

Penggunaan antitukak khususnya sub-golongan penghambat pompa proton

memiliki persentase penggunaan paling tinggi. Obat ini menghambat sekresi asam

lambung dengan cara menghambat H+/K+-ATPase dalam sel parietal lambung

yang dapat menimbulkan efek anti sekresi yang kuat dan lama sehingga efek

samping mual yang ditimbulkan karena penggunaan sulfonilurea atau metfomin

dapat teratasi dengan baik.

Tabel XIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Saluran Cerna


yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

GOLONGAN SUB- JENIS OBAT NAMA JUM PERSE


OBAT GOLONGAN DAGANG LAH NTASE
OBAT (%)
Antagonis Ranitidine HCL Rantin® 2 8
reseptos H2
Antitukak Penghambat Pantoprazole Pantozol® 3 12
pompa proton
Pelindung mukosa Sukralfat Inpepsa® 1 4
56 
 

h) Obat Sendi dan Gout

Obat penyakit otot skelet atau sendi yang digunakan adalah obat untuk

reumatik dan gout. Jenis obat yang yang paling banyak digunakan adalah obat

untuk gout yaitu allopurinol dengan persentase penggunaan 16%. Pada penelitian

ini allopurinol digunakan oleh pasien yang memiliki kadar asam urat tinggi. Obat

antigout digunakan untuk mengendalikan keadaan yang berhubungan dengan

kelebihan garan urat serta untuk pengobatan dan pencegahan batu ginjal Ca pada

penderita dengan kadar asam urat dalam serum dan urin yang tinggi.

Tabel XIV. Persentase golongan dan jenis obat sendi dan gout
yang digunakan pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

GOLONGAN SUB- JENIS NAMA JUM PERSEN


OBAT GOLONGAN OBAT DAGANG LAH TASE %
OBAT
Obat Antiinflamasi Meloxicam Mobiflex® 3 12
reumatik&gout nonsteroid
Obat untuk gout Allopurinol 2 8

Obat antiinflamasi non steroid (OAINS) digunakan untuk gangguan otot

skelet, nyeri dan radang pada penyakit reumatik. Obat ini digunakan oleh pasien

karena pasien DM yang menjalani rawat inap umumnya telah berusia lanjut

sehingga ototnya sudah mulai melemah dan ditambah lagi pasien harus selalu

berbaring ditempat tidur sehingga banyak otot yang tidak bekerja sebagaimana

mestinya yang menyebabkan nyeri, encok ataupun keluhan otot yang lain.

C. Gambaran Kasus Drug Related Problems

Pasien DM dengan komplikasi hipertensi yang menjalani rawat inap di

Rumah Sakit Panti Rapih mendapatkan obat-obat antidiabetik dan antihipertensi


57 
 

yang diindikasikan untuk mengatasi gula darah dan tekanan darah yang tinggi.

Selain itu, pasien DM dengan komplikasi hipertensi juga diberi obat-obat lain

yang digunakan untuk mengatasi komplikasi maupun penyakit penyerta yang lain.

Kompleksnya terapi obat yang diterima penderita DM komplikasi hipertensi

memungkinkan timbulnya masalah-masalah yang terkait dengan penggunaan obat

(Drug Related Problems) sehingga perlu dilakukan evaluasi DRPs pada masing-

masing pasien DM komplikasi hipertensi yang menjalani rawat inap di Rumah

Sakit Panti Rapih.

Evaluasi DRPs ini dikhususkan untuk kejadian yang terkait hipertensi

yang dialami pasien diabetes melitus. Evaluasi DRPs ini dilakukan dengan

membandingkan terapi obat setiap kasus dengan standar acuan dari American

Diabetes Association (ADA) guideline tahun 2005, MIMS Indonesia (periode

2008/2009), Informatorium Obat Nasional Indonesia (2000).

Berdasarkan hasil penelitian dari 25 kasus yang dievaluasi terdapat 7

kasus atau 28% yang teridentifikasi terdapat DRPs. Dari tabel XV diketahui

bahwa DRPs yang paling banyak ditemukan adalah memerlukan obat tambahan

dan obat tidak tepat dengan jumlah kasus sama yaitu 4 kasus atau 16%.

Tabel XV. Persentase Kasus DRPs yang Teridentifikasi pada Pasien


DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
Mei 2008-Mei 2009

No Jenis DRPs yang teridentifikasi Jumlah kasus Persentase (%)


(n=8)
1 Membutuhkan terapi obat tambahan 4 16
2 Tidak perlu terapi obat 2 8
3 Pemilihan obat kurang tepat 2 8
58 
 

1) Membutuhkan Terapi Obat Tambahan

Terapi obat tambahan diperlukan pada beberapa kasus terutama pada

terapi antidiabetes dan antihiperlipidemik. Pasien yang mengalami penurunan

kadar HDL ini dapat diatasi dengan menurunkan berat badan, olahraga dan

berhenti merokok sedangkan peningkatan trigliserida dapat diatasi dengan

pemberian obat antihiperlipidemik kepada pasien.

Tabel XVI. Kasus Membutuhkan Terapi Obat Tambahan yang


Teridentifikasi pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

N Jenis DRPs No Kasus Alasan DRPs Rekomendasi


o
1 Membutuhkan Kasus 1. Pasien mengalami Pasien diberi obat
obat untuk Kadar GD Puasa : 161 peningkatan kadar antidiabetes
menurunkan mg/dl meningkat jadi glukosa darah sehingga metformin dengan
kadar glukosa. 175 mg/dl membutuhkan terapi obat dosis
Kadar GD 2 Jam PP : tambahan untuk 3x500mg/hr.
192 meningkat jadi 225 menurunkan kadar
mg/dl glukosa darah.

Membutuhkan Kasus 6. Pasien mengalami Pasien diberi obat


obat tambahan Kadar trigliserida : 259 peningkatan kadar antihiperlipidemik
2 untuk mg/dl. trigliserida sampai di atas sub-golongan
menurunkan 200mg/dL dan belum klofibrat, seperti
kadar trigliserida Kasus 9. mendapatkan obat gemfibrozil
Kadar trigliserida : 500 antihiperlipidemik dengan dosis
mg/dl. sehingga pasien 2x600mg/hr.
membutuhkan obat untuk
Kasus 15. menurunkan kadar
Kadar trigliserida : 409 trigliserida.
mg/dl.

Terdapat 1 pasien yang mengalami peningkatan kadar glukosa darah di

atas normal tetapi belum mendapatkan obat antidiabetes sehingga pasien perlu

diberi antidiabetes metformin dengan dosis 500mg 3x1tab/hr. Pasien yang

mengalami penurunan kadar HDL ini dapat diatasi dengan menurunkan berat
59 
 

badan, olahraga dan berhenti merokok sedangkan peningkatan trigliserida dapat

diatasi dengan pemberian obat antihiperlipidemik kepada pasien. Berdasarkan

hasil penelitian terdapat 3 pasien yang mengalami peningkatan kadar trigliserida

tetapi belum mendapatkan obat untuk menurunkan kadar trigliserida sehingga

pasien dapat diberi obat sub-golongan klofibrat seperti gemfibrozil dengan dosis

2x600mg/hr.

2) Tidak Perlu Terapi Obat

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 2 kasus yang tidak membutuhkan

terapi obat allopurinol sebagi antigout. Berdasarkan Pharmacotherapy: A

Pathophysiologic Approach (2005) kadar asam urat normal <6,0 mg/dL untuk

wanita dan <7,0 mg/dL untuk laki-laki dan pasien dapat diberi obat untuk

menurunkan asam urat jika kadar asam urat >10mg/dL. Terdapat 2 kasus dengan

kadar asam urat <10mg/dL diberi obat allopurinol, seharusnya pasien tersebut

tidak perlu diberi terapi obat dan cukup mengatur pola makan agar kadar asam

urat dapat menurun.

Tabel XVII. Kasus Tidak Perlu Terapi Obat yang Teridentifikasi


pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Jenis DRPs No Kasus Alasan DRPs Rekomendasi


Tidak perlu Kasus 8. Pasien mengalami Penggunaan antigout
terapi obat Kadar asam urat : 7,5 peningkatan kadar asam dihentikan dan pasien
antigout mg/dL. urat tapi masih dibawah disarankan mengatur
(allopurinol) 10mg/dL sehingga tidak pola makan untuk
Kasus 17. membutuhkan terapi obat menurunkan kadar
Kadara asam urat : 6,9 antigout. asam urat.
mg/dL.
60 
 

3) Pemilihan Obat Kurang Tepat

Pemilihan obat kurang tepat yang ditemui terutama pada pemilihan obat

antidiabetes karena terapi yang diterima pasien ternyata dikontraindikasikan

terhadap pasien. Masalah tersebut dapat diatasi dengan mengganti obat yang

diberikan kepada pasien dengan obat yang lebih efektif untuk pasien dan

disesuaikan dengan kondisi pasien.

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 2 kasus menerima obat yang kurang

tepat karena mendapatkan antidiabetes glumin. Glumin merupakan obat

antidiabetes yang mengandung metformin. Obat ini tidak tepat untuk pasien

karena tidak sesuai dengan keadaan pasien yang mengalami gangguan fungsi

ginjal. Metformin dapat terakumulasi pada pasien yang mengalami ganggguan

ginjal dan hati sehingga dapat meningkatkan resiko asidosis laktat. Metformin

dapat menurunkan konversi laktat menjadi glukosa (menurunkan

glukoneogenesis) dan meningkatkan produksi laktat pada intestinal dan hati.

Parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui pasien mengalami gangguan

ginjal adalah dengan mengukur kadar kreatinin yang melebihi normal, yaitu >1,4

mg/dL pada pasien wanita dan >1,5 mg/dL pada pasien pria. Pasien yang

mengalami gangguan ginjal dapat diberi obat antidiabetes glikuidon karena obat

ini tidak dikontraindikasikan pada pasien gangguan fungsi ginjal dan dapat

diberikan dengan dosis awal yang rendah yaitu 15mg/hr sehingga aman untuk

pasien dengan gangguan fungsi ginjal.


61 
 

Tabel XVIII. Kasus pemilihan obat kurang tepat yang


teridentifikasi pada pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Jenis DRPs No Kasus Penyebab DRPs Rekomendasi


Pemilihan obat Kasus 10. Pasien mengalami Penggunaan
Glumin® Kadar kreatinin : 1,6 gangguan fungsi ginjal Glumin®
(metformin) mg/dl. karena terdapat (metformin)
kurang tepat peningkatan kadar dihentikan dan
Kasus 17. kreatinin melebihi diganti dengan
Kadar kreatinin : 2,5 normal sehingg glikuidon dengan
mg/dl. penggunaan metformin dosis 15-60mg/hr.
tidak tepat.

D. Gambaran Dampak Terapi Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi


Hipertensi

1. Gambaran Keadaan Pasien Keluar Rumah Sakit Dilihat dari Tingkat


Tekanan Darah

Sasaran terapi DM komplikasi hipertensi adalah pencapaian tekanan darah

sampai dibawah 130/80 mmHg dan pasien dapat dinyatakan sembuh jika tekanan

darah telah mengalami penurunan sampai dibawah 130/80 mmHg.

Tabel XIX. Gambaran Tingkat Tekanan Darah dan Kadar


Glukosa Darah Pasien DM Komplikasi Hipertensi saat Keluar Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tekanan Darah (mmHg) Kadar Glukosa Darah (mg/dL)


(n=25) (n=7)

Masuk Keluar GD Puasa GD 2 jam setelah


makan
Masuk Keluar Masuk Keluar
Sistolik : 159±21 Sistolik : 138 ± 13 210±70 140±71 247±104 185±54
Diastolik : 94±11 Diastolik : 85 ± 9

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jika dilihat dari rata-rata

tekanan darah dari 25 kasus, pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan

membaik karena tekanan darah pasien mengalami penurunan. Dari 25 kasus


62 
 

terdapat 7 kasus menunjukkan kadar glukosa darah pasien saat keluar.

Berdasarkan rata-rata kadar glukosa darah puasa dan 2 jam PP saat keluar

menunjukkan pasien keluar dengan keadaan membaik karena kadar glukosa darah

menurun. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa penanganan yang dilakukan oleh

RSPR terhadap pasien DM komplikasi hipertensi telah dilakukan dengan baik.

2) Gambaran Lama Tinggal Pasien

Lama tinggal atau lama perawatan adalah jangka waktu pasien tinggal di

rumah sakit dalam mendapatkan perawatan hipertensi. Lama perawatan ini dinilai

dari lama tinggal yang diukur dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

Tabel XX. Persentase lama tinggal pasien DM komplikasi


hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Periode Mei 2008-Mei 2009

Lama tinggal Kondisi pasien Jumlah kasus Persentase


(hari) (n=25) (%)
1-3 hari Sembuh : 2 4 16
Membaik : 2
4-6 hari Sembuh : 6 10 40
Membaik : 2
Belum membaik : 2
7-9 hari Sembuh : 3 6 24
Membaik : 3
10-12 hari Sembuh : 1 2 8
Membaik : 1
13-15 hari Membaik : 2 2 8
≥ 16 hari Membaik : 1 1 4

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebesar 40% pasien

tinggal selama 4-6 hari, dimana 6 pasien pulang dalam kondisi sembuh, 2 pasien

dalam kondisi membaik dan 2 pasien dalam kondisi belum membaik. Berdasarkan

penelitian juga menunjukkan 12 pasien sembuh, 11 pasien membaik dan 2 pasien

belum membaik. Pasien belum membaik karena selama menjalani rawat inap

tekanan darah justru meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena pasien
63 
 

mengalami stres selama di rumah sakit dan untuk mengatasinya pasien diberi obat

antihipertensi saat keluar dari rumah sakit. Dilihat dari lama tinggal yang relatif

singkat dan keadaan pasien yang membaik maka dapat dilihat bahwa penanganan

yang dilakukan sudah baik.

E. Rangkuman Pembahasan

Penelitian tentang evaluasi penatalaksanaan pasien DM komplikasi

hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Mei 2008-Mei 2009

ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif

evaluatif. Data diperoleh dari lembar rekam medik yang diambil secara

retrospektif. Acuan standar yang digunakan adalah American Diabetes

Association (ADA) guideline tahun 2005, MIMS Indonesia (periode 2008/2009),

Informatorium Obat Nasional Indonesia (2000).

Hasil yang diperoleh dari penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi

bahwa pasien yang paling banyak ditangani adalah pasien dengan umur 60-69

tahun sebanyak 12 kasus (48%). Komplikasi penyerta yang paling banyak diderita

adalah dislipidemia sebanyak 3 kasus (12%) dan penyakit penyerta paling banyak

adalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) sebanyak 5 kasus (20%). Tahap hipertensi

pasien masuk rumah sakit paling banyak hipertensi derajat 2 sebanyak 19 kasus

(76%).

Kelas terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat

kardiovaskuler dan obat yang mempengaruhi hormon sebanyak 25 kasus (100%).

Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah golongan Angiotensin

Receptor Blocker (ARBs) dan antagonis kalsium sebanyak 14 kasus (56%). Jenis
64 
 

obat yang paling banyak digunakan kaptopril sebanyak 8 kasus (32%), kombinasi

amlodipin besilat dan valsartan sebanyak 7 kasus (28%).

Dari hasil evaluasi Drugs Related Problems (DRPs), berikut ini adalah

ringkasan dari DRPs di atas :

Tabel XXI. Ringkasan Drug Related Problems (DRPs)

Jenis DRPs Nomor Kasus


Perlu terapi obat tambahan 1,6,9,15
Tidak perlu terapi obat 8,17
Pemilihan obat tidak tepat 10,17

Outcome therapy pasien DM komplikasi hipertensi diperoleh dari lama

tinggal paling banyak 4-6 hari dengan jumlah 10 kasus (40%). Pasien pulang

dengan keadaan sembuh karena tekanan darahnya berhasil diturunkan ≥130/80

mmHg adalah 12 kasus dari 25 kasus. Dilihat dari rata-rata tekanan darah dari 25

kasus, pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan membaik karena pasien

mengalami penurunan tekanan darah.


 
 

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Dari data yang diperoleh dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut ini.

1. Profil pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta, dari penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi diperoleh darat

bahwa pasien yang paling banyak ditangani adalah pasien dengan umur 60-69

tahun sebanyak 12 kasus (48%). Komplikasi penyerta yang paling banyak

diderita pasien DM komplikasi hipertensi adalah dislipidemia sebanyak3

kasus (12%) dan penyakit penyerta paling banyak adalah Infeksi Saluran

Kemih (ISK) sebanyak 5 kasus (20%). Tahap hipertensi pasien masuk rumah

sakit paling banyak hipertensi derajat 2 sebanyak 19 kasus (76%).

2. Kelas terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat kardiovaskuler

dan obat hormonal sebanyak 25 kasus (100%). Golongan obat yang paling

banyak digunakan adalah Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dan

antagonis kalsium sebanyak 14 kasus (56%). Jenis obat yang paling banyak

digunakan kaptopril sebanyak 8 kasus (32%), kombinasi amlodipin besilat

dan valsartan sebanyak 7 kasus (28%).

3. Dari hasil evaluasi Drugs Related Problems (DRPs) didapat 7 kasus dengan

rincian 4 kasus perlu terapi obat tambahan, 2 kasus tidak perlu terapi obat dan

2 kasus pilihan obat tidak tepat.

65 
 
66 
 

4. Outcome therapy pasien DM komplikasi hipertensi diperoleh dari lama

tinggal paling banyak 4-6 hari dengan jumlah 10 kasus (40%). Dilihat dari

rata-rata tekanan darah dari 25 kasus, pasien keluar dari rumah sakit dalam

keadaan membaik karena pasien mengalami penurunan tekanan darah.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah penderita DM

komplikasi hipertensi masih tinggi maka saran yang dapat disampaikan oleh

peneliti yaitu :

1. perlu dilakukan penelitian mengenai kasus diabetes melitus komplikasi

hipertensi dengan rumah sakit dan periode yang berbeda sebagai bahan

perbandingan terhadap hasil yang telah didapatkan dan dasar evaluasi yang

diberikan dapat lebih mendalam.

2. dari hasil penelitian yang didapatkan dapat disarankan agar Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta mempunyai standar acuan pengobatan DM

komplikasi hipertensi, sehingga memudahkan pelayanan terhadap pasien.


67 

DAFTAR PUSTAKA

Adam, J.MF., 2000, Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis DM yang Baru, Cermin
Dunia Kedokteran, (127), 37

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, C.V. Agung Seto,


Jakarta

Anonim, 2002, Treatment of Hypertension in Adult With Diabetes,


http://www.care.diabetes journals.org/cgi, diakses tanggal 12 Mei 2009

Anonim, 2005, Standards of Medical Care In Diabetes,


http://care.diabetesjournal.Org/cgi/content/full/28/suppl. diakses 12 Mei
2009

Cipolle, R., J., Strand, L. M., and Morley P.C., 1998, Pharmaceutical Care
Practice, Chapter 3, McGraw-Hill, New York, 75- 83

Corwin, E.J., 2001, Buku Saku Patofisiologi, Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 542.

Fitria, A., 2009, Diabetes Tips Pencegahan Preventif dan Penanganan, Penerbit
Venus, Yogyakarta

Gormer, B., 2007, Farmakologi Hipertensi, http://lyrawati.files.wordpress.com/


2008/11/hypertensionhosppharm.pdf, diakses tanggal 25 Mei 2009.

Graham-Clarke, E., M., dan Hebron, B., S., 1999, Hypertension, dalam Clinical
Pharmacy and Therapeutics, Harcourt Publisher, London, 247 - 258

Guyton, A. C. and Hall, J. E., 1996, Textbook of Medical Physiology,


diterjemahkan oleh Irawati Setiawan, LMA. Ken Ariata Tengadi, Alek
Santoso, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Jones, R.M. and Rospond, R.M., 2003, Patient Assessment in Pharmacy Practise,
1-6, Lippincott Williams and Wilkins Company, USA

Kimble, M.A.K. and Young, L.Y., 2005, Applied Therapeutic, 1-1s/d 1-11, 17-1
s/d 17-6, gth edition, A Wolter Kluwer Company, USA

Konzem, 2002, Controlling Hypertension in Patients with Diabetes,http : //


farmasi/Pharmaceutical/ Controlling Hypertension in Patients with
Diabetes.pdf. Diakses tanggal 10 September 2009

Kountour, R., 2003, Metode Penulisan untuk Penelitian Skripsi dan Tesis, Seri
Umum, Nomor 5, Penerbit PPM, Jakarta, 105
 

 
68 

Moningkey, S. I., 2000, Epidemiologi Diabetes Mellitus dan Pengendaliannya,


Medika, 3, XXVI, 167.

Muchid, A., Umar, F.,Ginting, M.,Basri, C.,Wahyuni, R., Helmi, R., dkk., 2005,
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Muchid, A., Umar, F.,Chusun, Masrul, C.,Wurjati, R., Ratih N., dkk., 2006,
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Puspitaningtyas, Arum, 2008, Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes


Mellitus Tipe 2 Dengan Hipertensi: Penelitian Dilakukan Di Irna I RSU
DR. Saiful Anwar Malang, http://www.library@unair.ac.id/, diakses
tanggal 14 Mei 2009

Rudnick, G., 2001, Clinical Pharmacology Made Incredibly Easy, Springhouse


Corporation, Pennysilvania, 101 - 134, 283 - 287

Saseen. J. J., and Carter. L. B., 2005, Hypertension, dalam Pharmacotherapy: A


Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, edited by J.T. Dipiro,
McGraw-Hill Companie, Inc, 185-217

Setiawati, A., dan Bustami, Z., S., 1999, Antihipertensi, dalam Ganiswara, S. G.
(Editor), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia, Jakarta, 315 - 342

Sukandar, E., Andrajati, R., dan Sigit, J., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI
Penerbitan, Jakarta, 26, 119.

Tandra, Hans, 2004, Hypertension in Diabetes, http://www.domeclinic.com


/artikel/hypertension-in-diabetes.pdf. diakses tanggal 14 Mei 2009.

Triplitt, C.L., Reasner, C.A., dan Isley, W.L., 2005, Diabetes Mellitus, in
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, (Eds)
J.T. Dipiro, McGraw-Hill Company, Inc., 1333.

Widmann, F.K., 1995, Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium,


Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta, 467.

Yusup, Ismail, 2008, Hipertensi Sekunder, Medicenus vol. 21, No.3, Edisi Juli-
September 2008.

 
LAMPIRAN
KASUS 1
a. DATA PASIEN
No. RM: 247300
Jenis kelamin/Umur: L/56
Diagnosa masuk: DM dengan hipertensi
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi
Lama dirawat: 5 hari (3-7/05/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: badan lemas, keringat dingin
Riwayat penyakit: DM dan hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 3/05/08 tgl 7/05/08 Rujukan


Tanda vital: 160/100 mmHg 130/90 mmHg ≤ 130/80 mmHg
Tekanan darah
Hati: SGOT 31,2 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 36,2 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 34mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 1,42 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 7,00 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total 155 mg/dL - < 200mg/dL
LDL 102 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 35 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 103 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa 161 mg/dL 175 mg/dL 70,00-110,00mg/dL
2 jam PP 192 mg/dL 223 mg/dL 100,00-140,00mg/dL
HbA1C 6,3 4,5-6,5
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGPT, kreatinin,
asam urat, glukosa dan penurunan kadar HDL.
Pasien diberi: Exforge 5/80 1x1tab/hr, Lasix 1x2amp/hr, Mobiflex 1x15mg/hr, Aspar K 1x1tab/hr,
injeksi insulin RI 3x10u/hr.
e. PENILAIAN
1) Exforge 5/80 mengandung amlodipin besylate 5mg dan valsartan 80mg merupakan
antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dengan dosis pemberian 1x1tab/hr.
Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin dan SGPT sehingga perlu dilakukan monitoring
fungsi ginjal dan hati selama menjalani terapi.
2) Insulin sebagai antidiabetes yang diberikan dengan injeksi. Efek samping yang ditimbulkan
hipoglikemia dan reaksi alergi.

f. DRP
Perlu terapi obat tambahan : pasien mengalami peningkatan kadar glukosa darah sehingga
membutuhkan terapi obat untuk menurunkan kadar glukosa darah.

g. REKOMENDASI
1) Pasien dapat diberi obat antidiabetes metformin dengan dosis 500mg 3x1tab/hr.
2) Dilakukan monitoring fungsi ginjal selama terapi menggunakan antihipertensi ARB dan
metformin.
3) Pasien mengalami penurunan HDL sehingga disarankan untuk menurunkan berat badan,
olahraga dan berhenti merokok agar kadar HDL meningkat.
KASUS 2
a. DATA PASIEN
No. RM: 326277
Jenis kelamin/Umur: P/60
Diagnosa masuk: DM dengan hipertensi dan CRF (Chronic Renal Failure)
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi dan CRF (Chronic Renal Failure)
Lama dirawat: 8 hari (24/05-1/06/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: pusing dan pandangan kabur
Riwayat penyakit: DM, hipertensi dan gangguan ginjal

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 24/05/08 tgl 1/06/08 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 220/100mmHg 160/90mmHg ≤ 130/80 mmHg
Suhu 36,70C 360–380C
Nadi 64x/mnt 70 – 80x/mnt
Frek, nafas 20x/mnt 20x/mnt
Hati: SGOT 18,1 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 15,5 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 148 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 7,48 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Kolesterol: Total 396 mg/dL - < 200mg/dL
LDL 282 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 46 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 316 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa:2 jam PP 264 mg/dL - 100,00-140,00mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin,
kolesterol total, LDL, trigliserida dan glukosa.
Pasien diberi: Glurenorm 30mg 1x1tab/hr, Aprovel 300mg 1x1tab/hr, Lasix 3x1amp/hr, Vytorin
10/10 0-0-1/hari (malam).

e. PENILAIAN
1) Aprovel mengandung irbesartan merupakan antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker
(ARBs), dengan dosis yang diberikan 300mg 1x1tab/hr. Pasien mengalami CRF sehingga
penggunaan ARB dikombinasi dengan lasix sebagai diuretik yang mengandung furosemid
dengan dosis pemberian 3x1amp/hr.
2) Glurenorm mengandung glikuidon merupakan antidiabetes golongan sulfonilurea. Pasien
memiliki riwayat DM dan telah menjalani terapi sehingga dosis glurenorm yang diberikan
30mg 1x1tab/hr. Glikuidon dapat digunakan oleh pasien karena obat ini aman digunakan untuk
pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal.

f. DRP
Tidak terindentifikasi adanya DRP.

g. REKOMENDASI
Dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, kadar lemak dan glukosa darah untuk mengetahui hasil
terapi pasien.
 

KASUS 3
a. DATA PASIEN
No. RM: 179856
Jenis kelamin/Umur: L/60
Diagnosa masuk: DM dengan hipertensi, radices dentis multiple caries
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi, radices dentis, dislipidemia
Lama dirawat: 4 hari (6-10/07/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: berat badan turun.
Riwayat penyakit: DM dan hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 6/07/08 tgl 9/07/08 tgl 10/07/08 Rujukan


Tanda vital: 160/100 130/90 170/100
Tekanan darah mmHg mmHg mmHg ≤ 130/80 mmHg
Hati: SGPT 29,9 u/L - - 0,00-31,00 u/L
Ginjal: ureum 56 mg/dL - - 10,00-50,00 mg/dL

Glukosa: -
2 Jam PP 201 mg/dL - 100,00-140,00mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan ureum.
Pasien diberi:
Glimepiride 1x2mg/hr, Kaptopril 3x25mg/hr, Exforge 1x1tab/hr, Gemfibrozil 1x300mg/hr.
e. PENILAIAN
1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Selama terapi dengan penghambat ACE
perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk
menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Glimepiride merupakan obat antidiabetes golongan sulfonilurea, diberikan dengan dosis
1x2mg/hr (pagi). Obat ini dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal. Pasien tidak
mempunyai hasil pemeriksaan kreatinin sehingga selama terapi dengan glimepiride perlu
dilakukan monitoring.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.

g. REKOMENDASI
1) Pada saat keluar rumah masih memiliki tekanan darah yang tinggi sehingga perlu diberi obat
antihipertensi saat pulang.
2) Dilakukan monitoring fungsi ginjal dan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui
hasil terapi pasien.

 
 
 
KASUS 4
a. DATA PASIEN
No. RM: 625949
Jenis kelamin/Umur: L/70
Diagnosa masuk: DM dan hipertensi
Diagnosa keluar: DM dan hipertensi
Lama dirawat: 3 hari (4-7/08/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: kepala pusing, tekanan darah tidak stabil
Riwayat penyakit: DM dengan hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 4/08/08 tgl 7/08/08 Rujukan


Tanda vital: 170/80 mmHg 150/90 ≤ 130/80 mmHg
Tekanan darah mmHg
Hati: SGOT 12,5 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 7,6 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 67 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 1,65 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 7,8 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
tgl 5/08/08 tgl 7/08/08
Glukosa: Puasa 144 mg/dL - 70,00-110,00mg/dL
2 jam PP 257 mg/dL 100,00-140,00mg/dL
HbA1C 11,1 4,5-6,5
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam
urat dan glukosa.
Pasien diberi: Coaprovel 300/12,5 1x1tab/hr, Norvask 1x1tab/hr, Glurenorm 1x1tab/hr, Avandia
1x4mg/hr.

e. PENILAIAN
1) Coaprovel 300/12,5 antihipertensi golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) yang
mengandung irbesartan 300mg dan hydrochlorothiazide 12,5mg dengan dosis pemberian 1 tab 1x/hr.
Selam terapi dengan ARBs perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal pada pasien.
2) Glurenorm antidiabetes golongan sulfonilurea yang mengandung glikuidon, diberikan dengan dosis
awal 15mg. Dikombinasi dengan avandia golongan tiazolidindion yang mengandung rosiglitazone
maleate, dengan dosis 4mg 1x/hr.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.

g. REKOMENDASI
1) Dilakukan monitoring fungsi ginjal selama terapi menggunakan antihipertensi ARB.
2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.

 
 

KASUS 5
a. DATA PASIEN
No. RM: 154897
Jenis kelamin/Umur: P/50
Diagnosa masuk: DM, hipertensi dengan riwayat stroke
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi dan stroke
Lama dirawat: 11 hari (26/08-6/09/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Riwayat penyakit: stroke, DM

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 26/08/08 tgl 6/09/08 Rujukan


Tanda vital: 150/100 130/70 ≤ 130/80 mmHg
Tekanan darah mmHg mmHg
Hati:SGPT 19,6 u/L - 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 26mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,59mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 5,0mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: LDL 163mg/dL - < 150 mg/dL
HDL 50mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 88 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa 140 mg/dL 70,00-110,00mg/dL
2 jam PP 215 mg/dL 100,00-140,00mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan kolesterol total.
Pasien diberi: Glimepiride 1x1mg/hr ditingkatkan menjadi 1x2mg/hr, Adalat oros 1x30mg/hr, Neurobion
5000 1x1tab/hr.

e. PENILAIAN
1) Adalat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB) yang mengandung nifedipine
dengan dosis awal 30mg 1x/hr. Efek samping yang ditimbulkan sakit kepala, edema, konstipasi,
pusing dan vasodilatasi. Pemberian CCB dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada jantung.
2) Glimepiride merupakan obat antidiabetes golongan sulfonilurea, diberikan dengan dosis 1x2mg/hr
(pagi). Obat ini dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal.

f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.

g. REKOMENDASI
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.

 
 
KASUS 6
a. DATA PASIEN
No. RM: 230666
Jenis kelamin/Umur: L/60
Diagnosa masuk: DM, hipertensi.
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi.
Lama dirawat: 10 hari (1-11/09/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: badan lemas, pusing dan muntah, nafsu makan berkurang
Riwayat penyakit: DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 1/09/08 tgl 11/09/08 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 150/90 mmHg 150/100 mmHg ≤ 130/80 mmHg
Suhu 36,30C - 360C-380C
Nadi 100x/mnt - 70-80x/mnt
Frekuensi nafas 22x/mnt - 20x/mnt
Hati: SGOT 11,7 u/L - 0,00-32,00 u/L

Ginjal: Ureum 65 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL


Kreatinin 1,42 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 9,9 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total 185 mg/dL - < 200mg/dL
Trigliserida 259 mg/dL < 150 mg/dL
Pemeriksaan tgl 2/09/08 tgl 6/09/08 Rujukan
Glukosa: Puasa 170 mg/dL - 70,00-110,00mg/dL
2 jam PP 161mg/dL 100,00-140,00mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam
urat, trigliserida dan glukosa.
Pasien diberi: Diltiazem 3x10mg/hr, Glucovance 2,5/500 2x1tab/hr, infus asering.
e. PENILAIAN
1) Diltiazem merupakan obat golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Dosis untuk hipertensi 30mg
3x1tab/hr. Diltiazem bekerja dengan menurunkan tekanan darah dan mengurangi kebutuhan oksigen
miokardial. Diltiazem dapat menurunkan kejadian coronary. Pasien mengalami peningkatan kadar
kreatinin sehingga perlu dilakukan monitoring selama terapi.
2) Glucovance 2,5/500 antidiabetes yang mengandung glibenclamide 2,5mg dan metformin HCL
500mg. Dosis awal yang diberikan 2,5mg/500mg 2x/hr. Efek samping yang ditimbulkan infeksi
saluran nafas, diare, sakit kepala, mual, sakit perut dan pusing.
3) Pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida sehingga membutuhkan obat tambahan.

f. DRP
Perlu terapi obat tambahan: pasien memerlukan terapi obat tambahan untuk menurunkan kadar
trigliserida.

g. REKOMENDASI
1) Pasien dapat diberi antihiperlipidemik golongan klofibrat seperti Gemfibrozil dengan dosis 600mg
2x1tab/hr untuk menurunkan kadar trigliserida.
2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui kadar hasil terapi pasien.
 
KASUS 7
a. DATA PASIEN
No. RM: 338442
Jenis kelamin/Umur: P/47
Diagnosa masuk: DM dan hipertensi
Diagnosa keluar: DM dan hipertensi
Lama dirawat: 8 hari (16-24/09/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: mual, muntah dan pusing
Riwayat penyakit: DM, hipertensi
c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 16/09/08 tgl 24/09/08 Rujukan


Tanda vital: 140/100
Tekanan darah 150/100 mmHg mmHg ≤ 130/80 mmHg
Suhu 370C 360C-380C
Nadi 78x/mnt 70-80x/mnt
Frekuensi nafas 20x/mnt 20x/mnt
Hati: SGOT 33,5 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 65,4 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 24 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,9 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

Glukosa: 2 Jam 326 mg/dL 100,00-140,00mg/dL


PP
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGOT, SGPT dan
glukosa.
Pasien diberi: Bloopres 16mg 1-0-0/hr (pagi), Amaryl M 0-0-1/hr (malam), Injeksi Insulin 3x8u/hr.
e. PENILAIAN
1) Blopress golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) yang mengandung valsartan dengan dosis
1x16mg/hr yang diberikan pada pagi hari.
2) Amaryl M mengandung glimepiride 2mg dan metformin HCL 500mg merupakan antidiabetes yang
dapat diberikan dengan dosis 2mg 1-2x/hr. Kombinasi glimepiride golongan sulfonilurea dengan
metformin lebih efektif menurunkan glukosa darah daripada digunakan tunggal. Pasien mengalami
peningkatan kadar SGPT sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi hati selama menjalani terapi.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.

g. REKOMENDASI
1) Pasien mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT sehingga perlu dilakukan monitoring selama
terapi menggunakan amaryl M.
2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.

 
KASUS 8
a. DATA PASIEN
No. RM: 103189
Jenis kelamin/Umur: P/68
Diagnosa masuk: DM, hipertensi dan ISK
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi, nefropati, ISK dan dislipidemia
Lama dirawat: 3 hari (4-7/10/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: badan sakit, lidah pahit, pinggang sakit, perut kembung
Riwayat penyakit : DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 4/10/08 tgl 7/10/08 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 170/100 mmHg 140/80 ≤ 130/80 mmHg
Suhu 360C mmHg 360C-380C
Nadi 84x/mnt 70-80x/mnt
Frekuensi nafas 20x/mnt 20x/mnt

Ginjal: Ureum 104 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL


Kreatinin 1,97 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 7,5 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total 173 mg/dL - < 200mg/dL
Trigliserida 548 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa:2 jam PP 243 mg/dL - 70,00-110,00mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam
urat, trigliserida dan glukosa.
Pasien diberi:Norvask 5mg 1x1tab/hr, Glucobay 50 3x1tab/hr, Glurenorm 30mg 1-0-1, Ezetrol
1x1tab/hr, Zyloric 1x100mg/hr.

e. PENILAIAN
1) Norvask antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Norvask mengandung amlodipin
besylat dengan dosis untuk hipertensi dan angina 1x5mg/hr. Pemberian CCB dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah dengan menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada
jantung.
2) Glucobay antidiabetes golongan penghambat α-glukosidase dengan dosis pemberian 50mg dapat
ditingkatkan sampai 100-200mg 3x/hr. Diberikan bersama suapan pertama makanan utama.
Dikombinasi dengan Glurenorm yang mengandung glikuidon dengan dosis 30mg 2x1tab/hr.
3) Zyloric mengandung allopurinol diindikasikan untuk menurunkan kadar asam urat yang tinggi
dengan dosis pemberian 1x100mg/hr. berdasarkan guideline pasien membutuhkan terapi obat jika
kadar asam urat lebih dari 10mg/dL.
f. DRP
Tidak perlu terapi obat : pasien tidak membutuhkan terapi obat untuk menurunkan kadar asam urat.

g. REKOMENDASI
1) Penggunaan Zyloric dihentikan dan pasien disarankan mengatur pola makan untuk menurunkan
kadar asam urat.
2) Dilakukan monitoring fungsi ginjal, pemeriksaan kadar lemak darah dan glukosa darah untuk
mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 9

a. DATA PASIEN
No. RM: 446537
Jenis kelamin/Umur: P/66
Diagnosa masuk: Hipertensi pada DM
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi
Lama dirawat: 9 hari (21-30/10/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: badan lemas
Riwayat Penyakit: DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 21/10/08 tgl 22/10/08 tgl 30/10/08 Rujukan


Tanda vital: 130/80 mmHg 140/90 130/70 ≤ 130/80 mmHg
Tekanan darah mmHg mmHg
Hati: SGOT 25,8 u/L - - 0,00-32,00 u/L
SGPT 34,1 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 28 mg/dL - - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,53 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 4,1 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total 134 mg/dL - - < 200mg/dL
Trigliserida 500 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa 190 mg/dL - - 70,00-110,00mg/dL
2 jam PP 210mg/dL 100,00-140,00mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan kadar SGPT dan trigliserida.
Pasien diberi: Divask 5mg 1x1tab/hr, Lasix 1x1tab/hr, Metformin 3x1tab/hr, Gluvas 1mg 1-0-0/hr,
Injeksi Insulin RI 1x10u/hr ditingkatkan 3x10u/hr.

e. PENILAIAN
1) Divask antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Divask mengandung amlodipin
besylat dengan dosis untuk hipertensi dan angina 1x5mg/hr. Pemberian CCB dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah dengan menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada
jantung.
2) Metformin golongan biguanida diberikan dengan dosis awal 3x500mg/hr dan dikombinasikan
dengan Gluvas antidiabetes golongan sulfonilurea yang mengandung glimepiride dengan dosis
pemberian 1-2mg 1x/hr diberikan pada saat makan pagi.
3) Pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida sehingga membutuhkan terapi obat.
f. DRP
1) Perlu terapi obat tambahan: pasien memerlukan terapi obat tambahan untuk menurunkan kadar
trigliserida.
g. REKOMENDASI
1) Pasien dapat diberi antihiperlipidemik golongan klofibrat seperti Gemfibrozil dengan dosis 600mg
2x1tab/hr untuk menurunkan kadar trigliserida.
2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 10

a. DATA PASIEN
No. RM: 635184
Jenis kelamin/Umur: L/80
Diagnosa masuk: DM, hipertensi
Diagnosa keluar: DM, hipertensi dan dislipidemia
Lama dirawat: 4 hari (19-23/10/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: badan lemas dan nggliyer
Riwayat penyakit: DM dan hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 19/10/08 tgl 23/10/08 Rujukan


Tanda vital: 130/90
Tekanan darah 160/90 mmHg mmHg ≤ 130/80 mmHg
Suhu 36,30C 360C-380C
Nadi 88x/mnt 70-80x/mnt
Ginjal: Ureum 58 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 1,59 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 5,9 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total 201 mg/dL - < 200mg/dL
LDL 137 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 36 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 241 mg/dL < 150 mg/dL
tgl 20/10/08 tgl 22/10/08 Rujukan
Glukosa: Puasa 137 mg/dL 144 mg/dL 70,00-110,00mg/dL
2 jam PP 217 mg/dL 149 mg/dL 100,00-140,00mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam
urat, kolesterol total, trigliserida, glukosa dan penurunan kadar HDL.
Pasien diberi: Glumin 3x1kaps/hr, Herbesser 90 SR 1x1kaps/hr, Hypofil 3x1tab/hr, Merislon 3x1tab/hr.

e. PENILAIAN
1) Herbesser 90 SR antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB) yang mengandung
diltiazem HCL. Dosis untuk hipertensi 2x1kaps/hr, telan utuh jangan dikunyah. Efek samping yang
ditimbulkan mengantuk, kelelahan, sakit kepala, wajah kemerahan, gangguan GI dan hipotensi. Obat
ini aman digunakan untuk pasien gangguan fungsi ginjal dan dapat menurunkan kejadian coronary.
2) Glumin antidiabetes yang mengandung metformin HCL. Dosis awal yang diberikan 500 mg 3x/hr.
Efek samping yang ditimbulkan gangguan GI minor, asidosis laktat. Obat ini dikontraindikasikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
f. DRP
Obat tidak tepat : pemilihan glumin sebagai antidiabetes tidak tepat karena pasien mengalami
gangguan ginjal sedangkan glumin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan ginjal.

g. REKOMENDASI
Pasien mengalami gangguan fungsi ginjal sehingga dapat diberi antidiabetes golongan sulfonilurea
seperti glikuidon dengan dosis awal 15-60mg/hr.
 
 
 
KASUS 11
a. DATA PASIEN
No. RM: 640790
Jenis kelamin/Umur: P/62
Diagnosa masuk: Febris, vomitus, hipertensi
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi
Lama dirawat: 4 hari (1-5/12/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: badan panas, pusing dan mual
Riwayat penyakit: DM, gejala stroke

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 1/12/08 tgl 5/125/08 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 150/100 mmHg 150/90 ≤ 130/80 mmHg
Suhu 38 0C mmHg 360–380C

Hati: SGOT 54,3 u/L - 0,00-32,00 u/L


SGPT 52,8 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 24 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,75 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 4,6 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total 146 mg/dL - < 200mg/dL
LDL 80 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 55 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 55 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: 2 Jam 201 mg/dL - 100-140 mg/dL
PP
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGOT dan SGPT.
Pasien diberi: Sanmol 3x1tab/hr, Divask 5mg 1x1tab/hr, Myoviton 2x1tab/hr, Motillium 10mg
3x1tab/hr, injeksi insulin RI 3x10u/hr.
e. PENILAIAN
1) Divask antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Divask mengandung amlodipin
besylat dengan dosis untuk hipertensi dan angina 1x5mg/hr. Pemberian CCB dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah dengan menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada
jantung.
2) Insulin sebagai antidiabetes yang diberikan dengan injeksi. Efek samping yang ditimbulkan
hipoglikemia dan reaksi alergi.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
1) Pasien mengalami peningkatan kadar SGOT, SGPT sehingga selama terapi dengan CCB perlu
dilakukan monitorning.
2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
 

 
KASUS 12
a. DATA PASIEN
No. RM: 518171
Jenis kelamin/Umur: P/56
Diagnosa masuk: hipertensi
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi
Lama dirawat: 15 hari (23/12/08-7/01/09)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: kepala pusing dan perut sakit
Riwayat penyakit: DM

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 23/12/08 tgl 7/01/09 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 160/110mmHg 140/90 ≤ 130/80 mmHg
mmHg
Hati: SGOT 24,2 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 23,8 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 20 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,75 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 5,8 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Glukosa: Puasa 149mg/dL - 70,00-100,00 mg/dL
tgl 23/12/08 tgl 24/12/08
Kolesterol: Total 307 mg/dL 269 mg/dL < 200mg/dL
LDL - 190 mg/dL < 150 mg/dL
HDL - 36 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 354 mg/dL 252 mg/dL < 150 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami tekanan darah, kadar asam urat, glukosa, kolesterol total,
LDL, trigliserida dan penurunan kadar HDL.
Pasien diberi: Kaptopril 3x12,5mg/hr, Divask 1x5mg/hr, Lipantil M 1x200mg/hr, Gluvas 1-0-0/hr (pagi),
Pantozol 1x40mg/hr, Injeksi Insulin.
e. PENILAIAN
1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg
2x1tab/hr dapat ditingkatkan menjadi 50mg 2x/hr pada hipertensi berat. Obat ini sesuai digunakan
oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Gluvas antidiabetes golongan sulfonilurea yang mengandung glimepiride dengan dosis pemberian 1-
2mg 1x/hr diberikan pada saat makan pagi.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
 
KASUS 13
a. DATA PASIEN
No. RM: 646537
Jenis kelamin/Umur: L/59
Diagnosa masuk: DM, hipertensi
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi, vertigo
Lama dirawat: 6 hari (11-17/01/09)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: kepala pusing, mual, muntah dan badan lemas
Riwayat penyakit: DM

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 11/01/09 tgl 17/01/09 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 169/102 mmHg 130/80 ≤ 130/80 mmHg
mmHg

Glukosa: Puasa 171 mg/dL - 70-110 mg/dL


2 Jam PP 241 mg/dL 100-140 mg/dL
HbA1C 10,1 4,5-6,5
tgl 12/01/09
Hati: SGOT 27,6 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 23,2 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 35 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 1,30 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 6,0 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total 140 mg/dL - < 200mg/dL
LDL 84 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 45 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 58 mg/dL < 150 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar kreatinin, asam
urat,glukosa dan HbA1C.
Pasien diberi: Kaptopril 2x25mg/hr, Glibenklamid 1-0-0/hr (pagi), Glucobion 1x1tab/hr, Stugeron
3x1tab/hr, Unalium 5mg 2x1tab/hr.

e. PENILAIAN
1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg
2x1tab/hr. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin sehingga selama terapi menggunakan antihipertensi
penghambat ACE perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal.
2) Glibenklamid merupakan antidiabetes golongan sulfonilurea dengan dosis pemberian 1x5mg/hr.
pasien mengalami gangguan GI sehingga selama menggunakan glibenklamid perlu dilakukan
monitoring.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
Dilakukan pemantauan fungsi ginjal selama pasien menggunakan antihipertensi penghambat ACE
dan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
 

 
 
KASUS 14
a. DATA PASIEN
No. RM: 637229
Jenis kelamin/Umur: L/55
Diagnosa masuk: DM, hipertensi, insomnia
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi, vertigo, ISK
Lama dirawat: 2 hari (12-14/01/09)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: kepala pusing
Riwayat penyakit: DM

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 12/01/09 tgl 14/01/09 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 150/90 mmHg 126/80 ≤ 130/80 mmHg
Suhu 36,4 0C mmHg 360–380C
Nadi 100x/mnt 70 – 80x/mnt
Frek, nafas 22x/mnt 20x/mnt
Hati: SGOT 17,4 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 40,1 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 23mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 1,13 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 3,5 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total 170 mg/dL - < 200mg/dL
LDL 114 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 36 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 173 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa 168 mg/dL - 70-110 mg/dL
Sewaktu 203 mg/dL 100-140 mg/dL
HbA1C 9,7 4,5-6,5
tgl 13/01/09
Urinalisa:
Leukosit esterase 250 - -
Sedimen urin:
Leukosit 15-20 0-6
Bakteri + -
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGPT, kreatinin,
trigliserida, glukosa,HbA1C, terdapat leukosit pada pemeriksaan urin dan penurunan kadar HDL.
Pasien diberi: Avandia 4mg 0-0-1/hr, Herbesser CD 200mg 1-0-0/hr, Alprazolam 0,5mg 0-0-1, Unalium
2x5mg/hr, Strugeron 3x1/hr, Spectrem 2x100mg/hr.

e. PENILAIAN
1) Herbesser 90 SR antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB) yang mengandung
diltiazem HCL. Dosis untuk hipertensi 180-240mg/hr. Obat ini aman digunakan untuk pasien
gangguan fungsi ginjal dan dapat menurunkan kejadian coronary.
2) Avandia merupakan obat antidiabet golongan tiazolidindion. Dosis pemberian 4mg 1x/hr atau 2mg
2x/hr.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
Dilakukan monitoring fungsi hati dan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil
terapi pasien.
 
KASUS 15

a. DATA PASIEN
No. RM: 513273
Jenis kelamin/Umur: P/71
Diagnosa masuk: hipertensi, stroke
Diagnosa keluar: DM, hipertensi, stroke
Lama dirawat: 16 hari (2-18/02/09)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: pusing, tubuh bagian kanan terasa tebal.
Riwayat penyakit: jantung, hipertensi, gout

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 2/02/09 tgl 18/02/09 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 190/100 mmHg 110/70 ≤ 130/80 mmHg
Suhu 36,7 0C mmHg 360–380C
Nadi 64 x/mnt 70 – 80x/mnt
Frek, nafas 24 x/mnt 20x/mnt
Hati: SGOT 13,2 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 18,7 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 29 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,72 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

Kolesterol: Total 182 mg/dL - < 200mg/dL


LDL 85 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 33 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 409 mg/dL < 150 mg/dL
tgl 10/02/09 Rujukan
Glukosa: Puasa 150 mg/dL - 70-110 mg/dL
Sewaktu 154 mg/dL 100-140 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, trigliserida, glukosa dan
penurunan kadar HDL.
Pasien diberi: Trental 400 2x1/hr, Blopres 80mg 1x1/hr, Diamicron 30mg 1x1tab/hr.
e. PENILAIAN
1) Blopress golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) yang mengandung valsartan dengan dosis
1x16mg/hr yang diberikan pada pagi hari.
2) Diamicron antidiabetes yang mengandung glikazide dengan dosis pemberian 30mg 1-4tab/hr dengan
dosis tunggal.
3) Pasien mengalami peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL sehingga membutuhkan
terapi obat.
f. DRP
Perlu terapi tambahan: pasien memerlukan terapi obat tambahan untuk menurunkan kadar
trigliserida, menaikkan kadar HDL.
g. REKOMENDASI
1) Pasien dapat diberi antihiperlipidemik golongan klofibrat seperti Gemfibrozil dengan dosis 600mg
2x1tab/hr untuk menurunkan kadar trigliserida.
2) Untuk mengatasi penurunan kadar HDL pasien disarankan untuk menurunkan berat badan, olahraga
dan berhenti merokok.
3) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
KASUS 16
a. DATA PASIEN
No. RM: 596328
Jenis kelamin/Umur: P/61
Diagnosa masuk: febris, DM, hipertensi
Diagnosa keluar: DM, hipertensi, ISK, dispepsia
Lama dirawat: 4 hari (6-10/02/09)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: mual, muntah, sakit kepala
Riwayat penyakit: DM

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 6/02/09 tgl 10/02/09 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 140/70mmHg 130/70 ≤ 130/80 mmHg
mmHg
Hati: SGOT 10,9 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 32,3 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 34 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,71 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

tgl 9/02/09
Glukosa: 2jam PP 225 mg/dL - 100-140 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, dan kadar SGPT.
Pasien diberi: Kaptopril 2x12,5mg/hr, Sanmol 3x1/hr, Metformin 500 0-0-1hr (malam), injeksi Zantac
1amp/12jam, Ceftriaxone 2x1gr/hr.
e. PENILAIAN
1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg
2x1tab/hr dapat ditingkatkan menjadi 50mg 2x1tab/hr pada hipertensi berat. Obat ini sesuai
digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Metformin antidiabetes dengan dosis awal 3x500mg/hr. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal.
3) Penggunaan kombinasi penghambat ACE dan metformin dapat menimbulkan interaksi yang
menyebabkan peningkatan efek hipoglikemik dan penurunan tekanan darah yang signifikan.
f. DRP
Tidak teridentifikasi DRPs.
g. REKOMENDASI
1) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien dan menghindari
efek hipoglikemik karena penggunaan metformin pada malam hari.
2) Dilakukan pemantauan tekanan darah dan kadar glukosa darah selama pasien menggunakan terapi
kombinasi dengan penghambat ACE dan metformin.
 

 
KASUS 17
a. DATA PASIEN
No. RM: 649889
Jenis kelamin/Umur: P/60
Diagnosa masuk: DM. hipertensi
Diagnosa keluar: DM dengan hipertensi
Lama dirawat: 14 hari (12-26/02/09)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: badan lemas dan tidak sadarkan diri
Riwayat penyakit: DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 12/02/09 tgl 26/02/09 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 170/100 mmHg 140/80 ≤ 130/80 mmHg
Suhu 360C mmHg 360–380C
Nadi 92x/mnt 70 – 80x/mnt
Frek, nafas 24x/mnt 20x/mnt
Hati: SGOT 17,6 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 14,6 u/L 0,00-31,00 u/L
Kolesterol: Total 155 mg/dL - < 200mg/dL
LDL 93 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 62 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 69 mg/dL < 150 mg/dL
tgl 12/02/09 tgl 16/02/09 Rujukan
Ginjal: Ureum 75 mg/dL 64 mg/dL 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 2,4 mg/dL 2,21 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 6,9 mg/dL - 2,40-5,70 mg/dL
tgl 15/02/09 tgl 24/02/09 Rujukan
Glukosa: Puasa 299 mg/dL 84 mg/dL 70-110 mg/dL
Sewaktu 382 mg/dL 194 mg/dL 100-140 mg/dL
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam urat dan
glukosa.
Pasien diberi: Aprovel 150mg 1x1/hr, Lasix 1x2amp/hr, Exforge 5/80 1x1tab/hr, Aspar K 1x1/hr, Glumin XR
3x1/hr, Glimepirid 1x1mg/hr, Allopurinol 1x100mg/hr.

e. PENILAIAN
1) Aprovel mengandung irbesartan merupakan antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker (ARBs), dengan
dosis yang diberikan 300mg 1x1tab/hr. Pasien mengalami gangguan fungsi ginjal dan selama penggunaan
ARB perlu dilakukan monitoring.
2) Glumin antidiabetes yang mengandung metformin HCL diberikan dengan dosis 3x1tab/hr. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
f. DRP
1) Obat tidak tepat : pemilihan Glumin sebagai antidiabetes tidak tepat untuk pasien karena pasien mengalami
gangguan ginjal.
2) Tidak perlu terapi obat : pasien tidak memerlukan allopurinol karena kadar asam urat masih dibawah
10mg/dL.
g. REKOMENDASI
1) Pasien mengalami gangguan ginjal sehingga diberi obat antidiabetes golongan sulfonilurea seperti glikuidon
dengan dosis 15-60mg/hr.
2) Penggunaan Allopurinol dihentikan dan pasien disarankan untuk mengatur pola makan untuk menurunkan
kadar asam urat.
KASUS 18
a. DATA PASIEN
No. RM: 652812
Jenis kelamin/Umur: L/51
Diagnosa masuk : DM
Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi, nefropati
Lama dirawat : 7 hari (9-13/03/09)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien: mual dan perut sebah
Riwayat penyakit: DM

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 09/03/09 tgl 10/03/09 tgl 13/03/09 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 110/70 mmHg 140/80 130/90 ≤ 130/80 mmHg
mmHg mmHg
Ginjal: Ureum 161 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 3,02 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Asam urat 6,2 mg/dL 2,40-5,70 mg/dL
Kolesterol: Total 82 mg/dL - < 200mg/dL
Trigliserida 169 mg/dL < 150 mg/dL
tgl 10/03/09 tgl 14/03/09 Rujukan
Glukosa: Puasa 150 mg/dL 75 mg/dL 70,00-110,00mg/dL
2 jam PP 86 mg/dL 94 mg/dL 100,00-140,00mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan kadar ureum, kreatinin, asam urat, trigliserida
dan glukosa.
Pasien diberi: Aprovel 150mg 1x½tab/hr, Glurenorm 2x30mg/hr diturunkan menjadi 2x½tab/hr.

e. PENILAIAN
1) Aprovel mengandung irbesartan merupakan antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker (ARBs),
dengan dosis yang diberikan 300mg 1x1tab/hr. Penggunaan ARB pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal perlu dilakukan monitoring.
2) Glurenorm mengandung glikuidon merupakan antidiabetes golongan sulfonilurea. Dosis glurenorm
yang diberikan 30mg 2x1tab/hr dan dapat disesuaikan dengan keadaan pasien. Glikuidon dapat
digunakan oleh pasien karena obat ini aman digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan
fungsi ginjal.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
Dilakukan monitoring fungsi ginjal pasien selama menggunakan ARB.
 
KASUS 19
a. DATA PASIEN
No. RM: 327409
Jenis kelamin/Umur: L/53
Diagnosa masuk : anemia
Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi dan anemia
Lama dirawat : 7 hari (23-30/03/09)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien : badan lemas
Riwayat penyakit: DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 25/05/08 tgl 7/05/08 Rujukan


Tanda vital: 130/90
Tekanan darah 160/90 mmHg mmHg ≤ 130/80 mmHg

Hati: SGOT 13,2 u/L - 0,00-32,00 u/L


SGPT 10,3 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 46 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 1,57 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

Glukosa: Puasa 152 mg/dL - 70-110 mg/dL

tgl 23/03/09 tgl 29/03/09 Rujukan


Darah: Hb 7,1 gr/dL 9,6 gr/dL 13-18 gr/dL
d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar kreatinin dan glukosa.
Pasien diberi: Norvask 1x5mg/hr, Amaryl M 1x1/pagi, infus NaCl 0,9 dan infus darah.
e. PENILAIAN
1) Norvask antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Norvask mengandung amlodipin
besylat dengan dosis untuk hipertensi dan angina 1x5mg/hr. Pemberian CCB dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah dengan menurunkan detak jantung dan memberikan suplai oksigen pada
jantung. Obat ini aman digunakan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
2) Amaryl M mengandung glimepiride 2mg dan metformin HCL 500mg merupakan antidiabetes yang
dapat diberikan dengan dosis 2mg 3x1tab/hr. Kombinasi glimepiride golongan sulfonilurea dengan
metformin lebih efektif menurunkan glukosa darah daripada digunakan tunggal.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
Dilakukan monitoring kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
 

 
KASUS 20
a. DATA PASIEN
No. RM: 552820
Jenis kelamin/Umur: L/56
Diagnosa masuk : DM, hipertensi.
Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi
Lama dirawat : 3 hari (25-27/06/09)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien : badan lemas
Riwayat penyakit: DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 25/06/09 tgl 27/06/09 Rujukan


Tanda vital: 130/90
Tekanan darah 160/90 mmHg mmHg ≤ 130/80 mmHg

Hati: SGOT 31,2 u/L - 0,00-32,00 u/L


SGPT 36,2 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 34 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 1,42 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

Glukosa: Puasa 314 mg/dL - 70,00-110,00 mg/dL


2 Jam PP 320 mg/dL 100,00-140,00 mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar SGPT, kreatinin dan
glukosa.
Pasien diberi: Kaptopril 2x12,5mg/hr, Glurenorm 30mg 1-0-1/hr, injeksi insulin 3x6u/hr.
e. PENILAIAN
1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg 2x/hr.
Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal.
Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Glurenorm mengandung glikuidon merupakan antidiabetes golongan sulfonilurea. Pasien memiliki
riwayat DM dan telah menjalani terapi sehingga dosis glurenorm yang diberikan 30mg 2x1tab/hr.
Glikuidon dapat digunakan oleh pasien karena obat ini aman digunakan untuk pasien yang
mengalami gangguan fungsi ginjal.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
Dilakukan monitoring fungsi ginjal selama terapi dengan kaptopril dan pemeriksaan kadar glukosa
darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
 

 
KASUS 21
a. DATA PASIEN
No. RM: 337881
Jenis kelamin/Umur: L/65
Diagnosa masuk : DM, hipertensi.
Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi
Lama dirawat : 8 hari (5-11/05/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien : badan lemas
Riwayat penyakit: DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 5/05/08 tgl 11/05/08 Rujukan


Tanda vital: 150/80
Tekanan darah 160/90 mmHg mmHg ≤ 130/80 mmHg

Hati: SGOT 30,2 u/L - 0,00-32,00 u/L


SGPT 20,3 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 46 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,90 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

Glukosa: Puasa 264 mg/dL 225 mg/dL 70,00-110,00 mg/dL


2 Jam PP 351 mg/dL 100,00-140,00 mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar glukosa.
Pasien diberi: Kaptopril 2x12,5mg/hr, Metformin 3x500mg/hr, injeksi insulin.
e. PENILAIAN
1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg 2x/hr.
Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Dilakukan
monitoring fungsi ginjal selama terapi.
2) Metformin golongan biguanida diberikan dengan dosis awal 3x500mg/hr dan dikombinasikan
dengan insulin untuk mendapatkan hasil yang optimal.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI

 
KASUS 22
a. DATA PASIEN
No. RM: 564207
Jenis kelamin/Umur: L/62
Diagnosa masuk : DM, hipertensi,vertigo
Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi
Lama dirawat : 4 hari (20-24/05/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien : kepala pusing
Riwayat penyakit: DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 20/05/08 tgl 24/05/08 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 170/100mmHg 130/80mmHg ≤ 130/80 mmHg
Suhu 360C 360–380C
Nadi 80x/mnt 70 – 80x/mnt
Frek, nafas 16x/mnt 20x/mnt
Hati: SGOT 9,8 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 9,4 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 52 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 1,8 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

Kolesterol: Total 175 mg/dL - < 200mg/dL


LDL 122 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 35 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 91 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa:
2 Jam PP 237 mg/dL - 100,00-140,00 mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah, kadar ureum, kreatinin dan
glukosa.
Pasien diberi: Kaptopril 3x25mg/hr, norvask 10mg 1x1tab/hr, injeksi insulin 3x6u/hr, unalium 5mg/hr.
e. PENILAIAN
1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg 2x/hr.
Pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi ginjal
selama terapi. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien untuk menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler.
2) Insulin sebagai antidiabetes yang diberikan dengan injeksi. Efek samping yang ditimbulkan
hipoglikemia dan reaksi alergi.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
 

 
KASUS 23
a. DATA PASIEN
No. RM: 562795
Jenis kelamin/Umur: P/69
Diagnosa masuk : DM, hipertensi,vertigo
Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi
Lama dirawat : 4 hari (20-24/05/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien : lemas, dada sesak nafas
Riwayat penyakit: DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 20/05/08 tgl 22/05/08 tgl 24/05/08 Rujukan


Tanda vital: 130/90
Tekanan darah 140/90mmHg mmHg 160/90mmHg ≤ 130/80 mmHg

Hati: SGOT 12,7 u/L - 0,00-32,00 u/L


SGPT 17,3 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 28 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

Glukosa: Puasa 143 mg/dL - 70,00-110,00 mg/dL


2 Jam PP 177 mg/dL 100,00-140,00 mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan glukosa.
Pasien diberi: Exforge 5/80 1x1tab/hr, Glumin XR 500mg 1x1tab/hr, insulin 3x4u/hr.
e. PENILAIAN
1) Exforge 5/80 mengandung amlodipin besylate 5mg dan valsartan 80mg merupakan antihipertensi
Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dengan dosis pemberian 1x1tab/hr. Efek samping yang
timbul mual, muka merah, pusing, dan edema.
2) Glumin XR antidiabetes yang mengandung metformin HCL. Dosis awal yang diberikan 500 mg
1x/hr bersama makan malam. Dikombinasikan dengan insulin untuk mendapatkan hasil optimal.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
1) Saat keluar dari rumah sakit pasien mengalami peningkatan tekanan darah sehingga saat pulang
harus diberi obat untuk rawat jalan.
2) Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
3) Dilakukan pemeriksaan kadar lemak darah agar pasien dapat diberi obat antihiperlipid yang sesuai
dengan keadaan pasien jika membutuhkan.
 

   
KASUS 24
a. DATA PASIEN
No. RM: 404892
Jenis kelamin/Umur: P/61
Diagnosa masuk : DM, hipertensi, vertigo
Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi, ISK
Lama dirawat : 5 hari (30/05-4/06/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien : pusing, panas.
Riwayat penyakit: DM, hipertensi

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl30/05/08 tgl 4/06/08 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 180/100mmHg 130/80mmHg ≤ 130/80 mmHg
Suhu 380C 360–380C
Nadi 88x/mnt 70 – 80x/mnt
Frek, nafas 24x/mnt 20x/mnt
Hati: SGOT 22,9 u/L - 0,00-32,00 u/L
SGPT 27,8 u/L 0,00-31,00 u/L
Ginjal: Ureum 21 mg/dL - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,71 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

Glukosa:
2 Jam PP 257 mg/dL - 100,00-140,00 mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan glukosa.
Pasien diberi: Kaptopril 2x25mg/hr, exforge 5/80 1x1tab/hr, injeksi insulin 3x6u/hr, sanmol 3x1tab/hr.
e. PENILAIAN
1) Kaptopril antihipertensi golongan penghambat ACE. Dosis awal untuk hipertensi 12,5-25mg 2x/hr,
dapat ditingkatkan menjadi 50mg 2x/hr pada hipertensi berat. Obat ini sesuai digunakan oleh pasien
untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
2) Insulin sebagai antidiabetes yang diberikan dengan injeksi. Efek samping yang ditimbulkan
hipoglikemia dan reaksi alergi.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mengetahui hasil terapi pasien.
 

   
KASUS 25
a. DATA PASIEN
No. RM: 598829
Jenis kelamin/Umur: P/47
Diagnosa masuk : DM, hipertensi,vertigo
Diagnosa keluar : DM dengan hipertensi, ISK
Lama dirawat : 4 hari (20-24/05/08)

b. DATA SUBJEKTIF
Keluhan pasien : kepala pusing, panas, mual

c. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan tgl 15/06/08 tgl 16/06/08 tgl 26/06/08 Rujukan


Tanda vital:
Tekanan darah 150/110mmHg - 130/90mmHg ≤ 130/80 mmHg
Suhu 370C 360–380C
Nadi 88x/mnt 70 – 80x/mnt
Frek, nafas 20x/mnt 20x/mnt
Ginjal: Ureum 25 mg/dL - - 10,00-50,00 mg/dL
Kreatinin 0,95 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL

Kolesterol: Total 166 mg/dL - - < 200mg/dL


LDL 102 mg/dL < 150 mg/dL
HDL 47 mg/dL > 40 mg/dL
Trigliserida 172 mg/dL < 150 mg/dL
Glukosa: Puasa 287 mg/dL 225 mg/dL 70,00-110,00 mg/dL
2 Jam PP 306 mg/dL 223 mg/dL - 100,00-140,00 mg/dL

d. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan pemeriksaan pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan glukosa.
Pasien diberi: Exforge 5/80 1x1tab/hr, Gluvas 1x1 mg/hr ditingkatkan 1x2mg/hr, dexaflox 2x400mg/hr,
mertigo 3x1tab/hr, Vometa FT 3x1tab/hr.
e. PENILAIAN
1) Exforge 5/80 mengandung amlodipin besylate 5mg dan valsartan 80mg merupakan antihipertensi
Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dengan dosis pemberian 1x1tab/hr. Pasien mengalami
peningkatan kadar kreatinin sehingga selama terapi menggunakan ARBs perlu dilakukan monitoring
fungsi ginjal. Efek samping yang timbul mual, muka merah, pusing, dan edema.
2) Gluvas antidiabetes golongan sulfonilurea yang mengandung glimepiride dengan dosis pemberian 1-
2mg 1x/hr diberikan pada saat makan pagi.
f. DRP
Tidak teridentifikasi adanya DRP.
g. REKOMENDASI

 
BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Anastasia Aprilistyawati merupakan

putri pertama dari pasangan Drs. Agustinus Sutarjono

dan Lucia Tatinah, yang lahir di Muntilan pada

tanggal 29 April 1988. Penulis tamat dari TK Bentara

Wacana Muntilan tahun 1994. Pada tahun 2000

berhasil menamatkan pendidikan di SD Marsudirini

Mater Dei Muntilan dan melanjutkan pendidikan di

SMP Negeri 2 Muntilan sampai tahun 2003. Pada tahun 2006 menamatkan

pendidikan di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta dan melanjutkan pendidikan di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tahun 2006.

Anda mungkin juga menyukai