Hova RTH
Hova RTH
THESIS
RADITYA UTOMO
0906647791
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI
JAKARTA
MARET 2014
RADITYA UTOMO
0906647791
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI
JAKARTA
MARET 2014
i Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
NPM : 0906647791
Tandatangan
Tanggal
11 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
HALAMANPENGESAHAN
Peme
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yeng d
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Penguji: dr
Ditetapkan di : Jakarta
lll
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
Puji syukur kepada Allah SWT berkat dan kasih karuniaNya saya dapat
menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Radiologi di Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Saya mensyukuri banyak sekali bantuan dan
dukungan baik moral dan material serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga
penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Saya ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. dr. Tri Kusuma Widiasih, istri saya yang telah banyak memberikan doa,
dukungan dan semangat dalam penulisan tesis ini dan sepanjang proses
pendidikan ini.
2. Papa, Mama, serta keluarga yang telah banyak mendoakan dan
memberikan dukungan selama saya menjalani proses pendidikan ini.
3. dr. Tato Heryanto, Sp.Rad.(K), sebagai pembimbing radiologis yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan
memberikan masukan serta mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.
4. dr. Ramadhan, Sp.B.(K)Onk, sebagai pembimbing klinis yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan
memberikan masukan serta mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.
5. dr. Lenny Sari Sp.PA, sebagai pembimbing klinis yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan masukan
serta mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.
6. DR. dr. Joedo Prihartono, MPH, sebagi pembimbing statistik yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan
memberikan masukan serta mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.
7. dr. Indrati Suroyo, Sp.Rad (K) sebagai penguji pokja yang telah
memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan
tesis ini.
8. dr. Sawitri Darmiati, SpRad(K) sebagai penguji metodologi dan Ketua
Program Studi Departemen Radiologi yang telah memberikan arahan dan
masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.
4 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
9. dr. Vally Wulani, SpRad(K) sebagai moderator dan Ketua Komite
Penelitian yang telah memberikan persetujuan judul tesis, memberikan
semangat dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.
10. dr. Benny Zulkamaien, SpRad(K), sebagai Kepala Departemen Radiologi
yang telah membagi ilmu dan pengalaman yang bermanfaat.
11. Guru-guru saya yang lain di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSPAD
Gatot Subroto, RSUP Fatmawati, RSUP Persahabatan, RS Jantung
Harapan Kita, RSAB Harapan Kita dan RS Kanker Dharmais yang tidak
dapat saya sebutkan namanya satu-persatu yang telah membimbing saya
selama menjalani proses pendidikan.
12. Seluruh radiografer yang bertugas di Departemen Radiologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
13. Seluruh staf dan karyawan departemen Radiologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, RSUP Fatmawati, RSUP
Persahabatan, RS Jantung Harapan Kita, RSAB Harapan Kita dan RS
Kanker Dharmais yang telah bekerjasama dan membantu saya dalam
menjalani pendidikan.
14. Rekan-rekan sejawat PPDS I Radiologi yang telah memberikan perhatian
dan dukungan serta masukan yang bermanfaat dalam menyelesaikan tesis
ini dan selama saya menjalani pendidikan terutama rekan-rekan satu
angkatan Januari 2010, dr. Amelia Putri, dr. Yarmanjyani Miliati Muchtar,
dr. Biddulth Sujana, dr. Flowindy Bonauli Simanjuntak, dr. Bahtiar yahya,
dr. Brian Lucas, dan dr. Finny Nandipinto.
Akhir kata saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu dan mendukung saya. Semoga tesis ini dapat
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan pelayanan masyarakat
Jakarta, 12 Maret 2014
Hormat saya,
tomo)
5 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Hasil: Terdapat hubungan kesesuaian (p=0.065) antara hasil TIRADS dan hasil
histopatologis nodul tiroid. Sistem TIRADS memberikan nilai sensitivitas 96,4%,
nilai spesifisitas 83.0%, nilai prediksi positif 85,7%, dan nilai prediksi negatif
95,7%.
Kesimpulan: Sistem TIRADS dapat diterapkan pada evaluasi dan pelaporan hasil
USG tiroid dengan memiliki nilai diagnostik yang baik.
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar belakang...............................................................................................1
1.2. Rumusan masalah.........................................................................................3
1.3. Hipotesis........................................................................................................3
1.4. Tujuan penelitian...........................................................................................3
1.4.1. Tujuan umum penelitian........................................................................3
1.4.2. Tujuan khusus penelitian.......................................................................3
1.5. Manfaat penelitian.........................................................................................4
1.5.1. Segi pendidikan......................................................................................4
1.5.2. Segi pengembangan penelitian..............................................................4
1.5.3. Segi pelayanan masyarakat dan pasien..................................................4
BAB 5 PEMBAHASAN........................................................................................52
5.1. Karakteristik subjek penelitian....................................................................52
5.2. Hubungan kesesuaian sistem TIRADS dengan diagnosis histopatologis
nodul tiroid.........................................................................................................53
5.3. Morfologis USG dengan diagnosis histopatologis nodul tiroid..................55
5.4. Morfologis USG dengan jenis histopatologis nodul ganas tiroid...............60
5.5. Keterbatasan Penelitian...............................................................................61
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................65
1 Universitas Indonesia
9 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL
xi Universitas Indonesia
Permasalahan yang dihadapi klinisi dalam hal ini dokter spesialis bedah onkologi
adalah diagnosis nodul tiroid jinak atau ganas khususnya nodul kecil, nodul yang
tidak terpalapasi atau nodul yang tidak jelas memberikan gejala keganasan.
Diagnosis nodul tiroid sebelum dilakukan tatalaksana ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, radiologi, dan histopatologis Fine
Needle Aspiration Biopsy (FNAB) yang semua itu harus dilakukan seminimal
mungkin namun dengan kemampuan diagnostik yang tinggi sehingga
meminimalisir biaya dan beban psikis bagi pasien.1 Diagnosis yang tepat akan
mendasari tatalaksana dengan nilai terapi dan prognosis terbaik bagi pasien.2
Pendekatan multimodalitas serupa dilakukan pada tatalaksana kanker payudara
dengan triple diagnosis (pemeriksaan fisik, mamografi dan FNAB) yang dapat
memberikan ketepatan diagnosis mencapai 100%.7
1 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
2
Horvath et al.11 pada tahun 2009 mengajukan sistem penilaian resiko keganasan
nodul tiroid menggunakan modalitas pemeriksaan USG yaitu Thyroid Imaging
Reporting and Data System (TIRADS).11 Sistem TIRADS didasarkan pada
konsep Breast Imaging Reporting and Data System (BIRADS) yang merupakan
standar pelaporan dan kesimpulan pemeriksaan radiologi payudara yang juga
bermanfaat untuk membantu menentukan tatalaksana lesi payudara.11,12 Kwak et
al.9 pada tahun 2011 mengajukan modifikasi sistem TIRADS yang lebih
sederhana berdasarakan lima kriteria morfologis nodul tiroid pada gray-scale
ultrasound yang memiliki hubungan kuat dengan keganasan. Terdapat beragam
variasi sistem TIRADS lain di seluruh dunia yang masing - masing memiliki
keunggulan.
Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
1.2. Rumusan masalah
Permasalahan menegakkan diagnosis nodul tiroid jinak atau ganas harus
dilakukan dengan seminimal mungkin namun memiliki kemampuan diagnostik
yang tinggi. Nodul kecil, nodul yang tidak terpalapasi, atau tidak jelas
memberikan gejala keganasan mempersulit penegakan diagnosis. Pemeriksaan
USG tiroid dapat membantu membedakan nodul jinak atau ganas. Sistem
TIRADS yang dikemukakan oleh Horvath et al. berusaha menyeragamkan
pelaporan dan kesimpulan pemeriksaan, mempermudah komunikasi antara dokter
spesialis radiologi dan dokter klinisi, serta mengarahkan diagnosis dan terapi
secara lebih objektif. Sepengetahuan penulis di indonesia belum terdapat
penelitian resiko keganasan nodul tiroid berdasarkan sistem TIRADS.
Penggunaan sistem TIRADS sebagai standar pelaporan hasil pemeriksaan USG
tiroid di indonesia diharapkan meningkatkan peran USG untuk membedakan
nodul tiroid jinak atau ganas dan membantu menegakkan diagnosis sebelum
dilakukan tatalaksana agar dapat memberikan nilai terapi dan prognosis terbaik
bagi pasien. Maka, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat kesesuaian sistem TIRADS dibandingkan dengan pemeriksaan
histopatologis untuk menilai apakah lesi nodul tiroid jinak atau ganas?
1.3. Hipotesis
Terdapat kesesuaian antara diagnosis lesi berdasarkan sistem TIRADS dengan
hasil pemeriksaan histopatologis pada pasien dengan nodul tiroid.
5 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
6
World Health Organization (WHO) membagi klasifikasi jenis kanker tiroid secara
lebih terperinci menjadi: adenoma tiroid, karsinoma tiroid, serta tumor -tumor
tiroid lain. Adenoma tiroid terbagi lebih lanjut menjadi adenoma folikular dan
hyalinizing trabecular tumor. Karsinoma tiroid terbagi lebih lanjut menjadi
karsinoma papilar, karsinoma folikular, karsinoma anaplastik, karsinoma sel
skuamosa, karsinoma mukoepidermoid, karsinoma mukoepidermoid bersklerosis
dengan eosinophilia, karsinoma musin, karsinoma medular, karsinoma medular
dan folikular campuran, tumor sel spindel berdeferensiasi menyerupai timus dan
karsinoma berdeferensiasi menyerupai timus. Tumor - tumor tiroid lain adalah
teratoma, limfoma tiroid primer dan plasmositoma, timoma ektopik,
angiosarkoma, smooth muscle tumors, peripheral nerve sheath tumor,
paraganglioma, solitary fiborus tumor, follicular dendritic cell tumor, langerhans
cell histiocytosis, dan tumor sekunder dari metastasis tumor diluar tiroid.16
Klasifikasi WHO telah dikonfirmasi validitasnya oleh Thyroid Cancer
Cooperative Group dalam hal gejala klinis, perjalanan penyakit dan prognosis.4,8
2.3. Epidemiologi
Suyatno17 melaporkan hasil pemeriksaan histopatologis di enam rumah sakit di
indonesia mendapatkan sekitar 75% nodul tiroid adalah nodul ganas. Moon et al.18
melaporkan nodul yang ditemukan dengan pemeriksaan check-up klinis memiliki
kemungkinan sekitar 9-14% adalah suatu massa ganas yang dipastikan oleh
pemeriksaan FNAB.
Puncak usia insiden kanker tiroid dilaporkan oleh Suyatno sekitar 41-50 tahun
dengan peningkatan insiden sejalan dengan bertambahnya usia.17 Karsinoma
papilar memiliki prevalensi usia yang luas dengan rerata pada usia 30-40 tahun,
Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
karsinoma folikular sekitar 50 tahun, karsinoma anaplastik pada usia diatas 50
tahun, dan karsinoma medular pada usia dekade ke lima atau enam.8
Jumlah penderita nodul tiroid lebih banyak pada wanita mencapai empat kali lipat
dibandingkan pria.19 Jumlah kanker tiroid berdasarkan jenis kelamin mencapai
empat kali lipat pada wanita dibandingkan pria; karsinoma papilar dan folikular
sekitar sekitar 3-4 kali lipat; karsinoma anaplastik sekitar 1,5 kali lipat; karsinoma
medular sedikit lebih banyak pada wanita dibandingkan pria dan limfoma tiroid
kebanyakan terjadi pada wanita.8 Namun jika diperhitungkan perbandingan
jumlah kanker tiroid dengan total jumlah nodul pada masing - masing jenis
kelamin didapatkan nodul tiroid lebih mungkin suatu nodul ganas jika ditemukan
pada pria, sekitar 27% kemungkinan nodul ganas pada wanita dan 56%
kemungkinan nodul ganas pada pria.20
Pajanan radiasi ionisasi terutama pada usia kanak - kanak meningkatkan resiko
kanker tiroid. Wanita lebih rentan terhadap efek karsinogenik radiasi ionisasi pada
tiroid. Karsinoma papilar tiroid merupakan jenis kanker utama sekitar 85% dari
semua jenis kanker tiroid akibat kecelakaan radiasi atau terapi radiasi pada anak -
anak.8 Anak dengan pajanan radiasi pada usia kurang dari 10 tahun memiliki
peningkatan resiko tertinggi yang dapat bertahan sampai 30-40 tahun. Periode
laten terjadinya kanker tiroid diperkirakan sekitar 10 tahun untuk pajanan terapi
radiasi eksterna atau sekitar 5 tahun untuk kecelakaan radiasi, contohnya musibah
Chernobyl di Ukraina.4
Riwayat keluarga penderita kanker tiroid dan faktor genetis merupakan resiko
kanker tiroid. Karsinoma papilar dapat terkait riwayat keluarga, sindroma -
sindroma tertentu dan terdapat peran aktivasi ret oncogene, mutasi gen BRAF
contohnya BRAFT1799A, BRAFV600E, BRAFV599E.5,8,21 Karsinoma folikular terkait
kelainan dishormonogenetis, riwayat keluarga, sindroma Cowden, serta aktivasi
ras oncogene. Karsinoma medular dapat terjadi secara non-familial atau familial
autosomal dominan yang terkait aktivasi ret oncogene pada kromosom 10.
Karsinoma medular familial terkait dengan sindroma multiple
endocrine neoplasia (MEN) tipe IIa, IIb, dan familial medullary
thyroid carcinoma.8 Pasien dengan riwayat nodul jinak memiliki resiko lebih
tinggi memiliki nodul ganas pada pemeriksaan lanjutan dengan peningkatan
resiko sekitar 15-38% pada cold nodule grave disease atau 17% pada kista
kompleks.4
Lesi jinak tiroid berupa adenoma folikular dapat merupakan prekursor untuk
karsinoma folikular. Goiter menyebabkan predisposisi karsinoma folikular karena
peningkatan proliferasi sel akibat peningkatan rangsangan TSH yang
berkepanjangan sehingga kemungkinan mutasi sel menjadi keganasan meningkat.
Goiter dishormonogenetis akibat kelainan produksi hormon tiroid, kadar TSH
yang tinggi dan hiperplasia tiroid juga dapat menyebabkan karsinoma folikular
tiroid. Mekanisme genetis lesi tiroid jinak dengan karsinoma papilar masih belum
diketahui pasti tetapi nodul jinak soliter tiroid meningkatkan resiko karsinoma
papilar sampai 27 kali lipat dan multinodular goiter sekitar 9 kali lipat. Karsinoma
tiroid berdeferensiasi baik merupakan perkursor langsung karsinoma anaplastik.22
Ukuran normal lobus kanan atau kiri tiroid adalah lebar 13-40 mm, tebal 16-25
mm dan panjang 45-60 mm.26,27 Ukuran tebal ismus sekitar 2-6 mm.26 Volume
lobus tiroid dihitung berdasarkan rumus panjang x lebar x tebal x 0,5. Angka 0,5
adalah faktor koreksi volume bentuk elipsoidal tiroid yang digunakan oleh World
Health Organization (WHO). Volume total tiroid adalah jumlah volume lobus
kanan dan kiri. Volume ismus tidak ikut diperhitungkan jika ketebalan ismus
kurang dari 10 mm. Volume total tiroid normal sekitar 7,7 - 25 cm3 pada laki laki
dan 4,4 - 20 cm3 pada perempuan.26,27
Gambar 2.2. Skema posisi probe dan gambaran USG yang terlihat dengan contoh pengukuran
tiroid.26
Gambar 2.4. Gambaran bentuk nodul: (1) Ovoid-membulat, (2) Lebih tinggi dibandingkan lebar
(3) Bentuk iregular.3
Gambar 2.8. Tumor dengan infiltrasi Gambar 2.9. Pembesaran kelenjar limfe
keluar lobus kanan tiroid.23 cervical level 3 dengan peningkatan
vaskularisasi.23
Gambar 2.13. Gambaran elastografi memperlihatkan nodul hipoekhoik yang pada peta elastografi
terlihat memiliki warna biru, menunjukkan nodul tersebut memiliki konsistensi yang lebih keras
dibandingkan jaringan tiroid normal yang berwarna hijau.3
Gambar 2.14. Morfologis nodul yang berhubungan dengan kegasanan terlihat di pemeriksaan USG
gray scale berdasarkan sistem TIRADS yang diusulkan oleh Kwak et al.9 (1) Lesi padat hipoekoik,
(2) kalsifikasi mikro, (3) Lesi sangat hipoekoik, tepi berlobulasi mikro dan bentuk yang lebih
tinggi dibandingkan lebar, (4) Tepi iregular.
2.7. Pemeriksaan Patologi anatomi
2.7.1. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
Riansyah melaporkan nilai FNAB untuk mendeteksi keganasan memiliki
sensitivitas 73,9%, spesifisitas 91,5% dan akurasi diagnostik 72,73%.40 FNAB
dengan panduan USG memiliki angka nondiagnostic dan flase-positive spesimen
sitologi yang lebih rendah dan sensitivitas 97,1%, spesifisitas 70,9%, dan akurasi
diagnostik 75,9% yang lebih tinggi dibandingkan dengan FNAB dengan panduan
palpasi yang memiliki sensitivitas 91,8%, spesifisitas 68,8%, dan akurasi
diagnostik 72,6%.41 Hasil FNAB dapat dibagi menjadi non diagnostik, malignant
(resiko keganasan pada pembedahan >95%), dicurigai sebagai keganasan (resiko
keganasan 50-75%), indeterminate (resiko keganasan 15-25%) dan dan benign.2
FNAB tidak sensitif untuk karsinoma papilar karena tidak dapat membedakan
adenoma folikular dan karsinoma papilar. Secara histologis keduanya dibedakan
dengan ada tidaknya invasi kapsular atau pembuluh darah.42
Gambar 2.15. Gambaran histopatologis karsinoma papilar tiroid: (1) Tepi infiltratif dengan
gambaran dominan papilar, .(2) Ukuran inti sel yang lebih besar, inti tumpang tindih dan
chromatin clearing, (3) badan psammoma.22
(1) (2)
Gambar 2.16. Gambaran histopatologiss karsinoma folikular tiroid: (1) Invasi kapsular, .(2) Invasi
ke dalam pembuluh darah kapsul.22
(1) (2)
Gambar 2.18. Gambaran histopatologis karsinoma anaplastik tiroid: (1) infiltrasi otot leher dan
pembuluh darah, (2) Nekrosis intra tumor dan gambaran inti sel atipia.22
2.8. Penatalaksanaan
Evaluasi keganasan nodul tiroid dilakukan jika nodul berukuran lebih dari 1 cm
atau ukuran kurang dari 1 cm tetapi disertai kelainan USG mengarah ke
keganasan, limfadenopati leher, riwayat terapi radiasi daerah leher atau riwayat
kanker tiroid di keluarga dekat sedarah. Evaluasi laboratorium adalah pengukuran
kadar serum thyroid stimulating hormone (TSH). Kadar serum TSH rendah adalah
99m 123 2
indikasi thyroid scan menggunakan Tc pertechnetate atau I. Nodul dengan
kadar serum TSH yang tinggi diasosiasikan dengan peningkatan risiko
keganasan.2,43. Pemeriksaan USG direkomendasikan bagi semua pasien dengan
nodul tiroid.2
Terapi nodul ganas tiroid adalah pembedahan, terapi ablasi dan kemoterapi, serta
radiasi. Terapi pembedahan dilakukan dengan dua pendekatan yaitu tiroidektomi
total atau hampir total, lobektomi unilateral dan ismolobektomi. Subtotal
tiroidektomi untuk nodul ganas tiroid tidak lagi dilakukan karena tingginya angka
komplikasi dan operasi ulang. Tiroidektomi total dilakukan dengan mengangkat
semua jaringan tiroid beserta kapsul tiroid. Tiroidektomi total memiliki angka
rekurensi lokal atau regional yang rendah. Tiroidektomi hampir total dilakukan
dengan mengangkat semua jaringan tiroid tetapi menyisakan kapsul tiroid bagian
posterior di lobus tiroid kontralateral dari nodul ganas tiroid. Tiroidektomi total
dilakukan jika diameter nodul lebih besar dari 1 cm, adanya perluasan ekstra tiroid
atau metastasis dan adanya riwayat pajanan terapi radiasi ionisasi di daerah kepala
dan leher. Terapi lanjutan paska total tiroidektomi adalah terapi ablasi radioiodin
untuk sisa tumor di thyroid bed dan lesi metastasis. Operasi lobektomi unilteral
atau ismolobektomi adalah melakukan pengangkatan seluruh lobus dan ismus
yang mengandung tumor ganas tiroid tanpa melakukan pembedahan pada sisi
leher kontralateral. Operasi tersebut dilakukan jika ukuran diameter nodul kurang
dari 1 cm, atau 3 cm pada pasien dengan resiko rekurensi yang rendah dan nodul
terbatas hanya di satu lobus tiroid, atau pada pasien dengan hasil pemeriksaan
sitologi FNAB dicurigai ganas. Operasi pengangkatan kelenjar limfe regional
dilakukan jika ditemukan bukti klinis metastasis kelenjar limfe cervical atau
mediastinum. Prosedur profilaktif pengangakatan kelenjar limfe regional yang
tidak disertai bukti metastasis tidak terbukti meningkatkan hasil terapi. Fokus
metastasis kecil yang sulit dideteksi di kelenjar limfe regional dapat diatasi
menggunakan terapi ablasi radioiodin setelah pembedahan tiroid.4
Terapi ablasi radioiodin dapat dilakukan pada nodul ganas tiroid berdeferensiasi
baik yang dapat mengkonsentrasikan asupan iodin. Radioiodin (131I) mengalami
proses metabolisme serupa dengan iodin dan diharapkan terakumulasi di sel nodul
ganas. Kematian sel nodul ganas tiroid oleh radioiodin (131I) diakibatkan pancaran
sinar beta yang menyebabkan kematian sel secara akut. Pengumpulan radioiodin
(131I) di jaringan tiroid dinilai dengan mendeteksi sinar gamma yang juga di
pancarkan oleh radioiodin (131I). Terapi ablasi tersebut tidak dapat dilakukan pada
nodul ganas tiroid yang tidak mengkonsentrasikan asupan iodin, seperti kasinoma
medular atau karsinoma anaplastik. Pengumpulan iodin dalam jaringan tiroid
tergantung oleh rangsangan hormon TSH dan akan berkurang jika terdapat iodin
stabil bebas dalam darah, contohnya obat - obatan yang mengandung iodin atau
zat kontras CT scan yang mengandung iodin. Terapi ablasi radioiodin (131I) dapat
menurunkan sekitar 50% angka rekurensi dan mortalitas dalam jangka waktu 30
tahun. Indikasi terapi ablasi adalah metastasis jauh, perluasan tumor ekstra tiroid,
atau ukuran tumor lebih dari 4 cm.4
Kemoterapi dapat digunakan untuk pasien penderita nodul ganas tiroid dengan
gejala progresif yang tidak sesuai untuk dilakukan operasi atau tidak memberikan
respon terhadap terapi ablasi radioiodin atau terapi radiasi eksternal. Tidak ada
regimen pengobatan kemoterapi yang secara konsisten berhasil untuk semua jenis
nodul ganas tiroid.44 Radioterapi untuk nodul ganas tiroid dapat diberikan sebagai
terapi primer, adjuvan atau paliatif. Radioterapi sebagai terapi primer dilakukan
untuk pasien yang tidak sesuai untuk dilakukan operasi. Radioterapi sebagai terapi
adjuvan dilakukan setelah tiroidektomi total untuk mencegah terjadinya rekurensi
atau dilakukan setelah reseksi inkomplit atau rekurensi lokal untuk mendapatkan
regional tumor control. Radioterapi sebagai terapi paliatif digunakan untuk kasus
dengan rekurensi tumor atau untuk mengatasi metastasis jauh. Radioterapi dapat
digunakan untuk semua jenis nodul ganas epitelial tiroid, karsinoma medular
tiroid dan limfoma tiroid, terutama untuk pasien dengan nodul tiroid
berdeferensiasi buruk yang tidak dapat mengkonsentrasikan radioiodin (131I).4
2.9. Prognosis
Terdapat beragam sistem staging tumor untuk memperkirakan prognosis
karsinoma tiroid, sebagian sistem hanya dapat digunakan untuk jenis karsinoma
papilar dan sebagian dapat digunakan untuk semua jenis keganasan tiroid. Sistem
staging untuk prognosis karsinoma papilar tiroid adalah; sistem AGES (age,
tumor grade, extent, and size) dari Mayo Clinic menggunakan usia pasien,
grading histopatologis, ekstensi dan ukuran tumor; sistem MACIS (metastasis,
age, completeness of resection, invasion and size) menggunakan ada tidaknya
metastasis, usia pasien, kelengkapan reseksi operasi, invasi tumor ke jaringan
sekitar tiroid dan ukuran tumor; sistem SAG (sex, age and grade) menggunakan
jenis kelamin dan usia pasien serta grading histopatologis; sistem Universitas
Murcia Spanyol; dan sistem DAMES (DNA ploidy, age, distant metastases,
tumor extension, and size). Sistem clinical class dari Universitas Chicago dapat
digunakan untuk karsinoma papilar dan folikular. Untuk karsinoma tiroid
berdererensiasi baik digunakan sistem AMES (age, distant metastases, tumor
extension, and size) menggunakan usia, metastasis jauh, ekstensi tumor ke
jaringan sekitar dan ukuran tumor; sistem OHIO; sistem Memorial Sloan-
Kettering (MSK); sistem University of Alabama at Birmingham/M.D. Anderson
Cancer Center (UAB-MDACC), dan sistem University of Mu nster. Sistem
staging yang dapat mencakup keempat jenis karsinoma tersering di tiroid (papilar,
folikular, medular dan anaplastik) adalah sistem NTCTCS (National Thyroid
Cancer Treatment Cooperative Study) yang menggunakan ukuran tumor,
deskripsi morfologis makroskopis dan mikroskopis, serta metastasis; sistem
EORTC (European Organization for Research on Treatment of Cancer)
menggunakan usia, jenis kelamin, gambaran histopatologis, deferensiasi sel
tumor, invasi tumor ke jaringan sekitar tiroid dan metastasis jauh45; dan sistem
staging TNM (tumor, node, metastasis) dari Union Internationale Contre le
Cancer (UICC) dan American Joint Committee on Cancer (AJCC). Sistem TNM
adalah sistem tersering digunakan oleh ahli radiologi karena mengikutsertakan
hasil pemeriksaan radiologi selain pemeriksaan klinis dan histopatologis serta
dapat diterapkan untuk hampir semua jenis kanker tiroid.13,46
Sistem staging TNM dari UICC dan AJCC adalah sistem staging tumor yang
mengevaluasi tumor primer (T), kelenjar limfe regional (N) dan metastasis (M)
yang didasari pemeriksaan klinis (pemeriksaan fisik), pemeriksaan radiologi dan
histopatologis.8 Evaluasi tumor primer (T) dibagi menjadi: T0, tidak ditemukan
tumor primer tiroid; T1, tumor berukuran kurang dari 2 cm, terbatas dalam tiroid;
T2, berukuran lebih dari 4 cm, terbatas dalam tiroid; T3, berukuran lebih besar
dari 4 cm, terbatas dalam tiroid atau ekstensi minimal ekstra tiroid
(m.sternothyroid atau jaringan lemak peri-tiroid); T4a, meluas keluar kapsula
tiroid dan menginvasi jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus atau
n.recurrent laryngeus; T4b, invasi fascia pre-vertebral, pembuluh darah
mediastinum atau mengelilingi a.carotis. Penggolongan staging T khusus untuk
jenis karsinoma anaplastik tiroid adalah langsung digolongkan ke dalam T4a-b
dengan T4a jika terbatas dalam tiroid dan T4b jika ada ekstensi keluar tiroid.
Evaluasi kelenjar limfe regional (N) dibagi menjadi: N0, tidak ditemukan
metastasis kelenjar limfe regional; N1a, metastasis kelenjar limfe cervical level IV
(pre-trakhea, para-trakhea, pre-laring); N1b, metastasis kelenjar limfe level lain
(level I, II, III, V) di sisi unilateral, bilateral, kontralateral, retrofaring atau
mediastinum). Evaluasi metastasis jauh (M) dibagi menjadi: M0, tidak ditemukan
metastasis jauh; M1, terdapat metastasis jauh. Staging TNM memiliki kriteria
khusus berdasarkan jenis histopatologis tumor (karsinoma papilar, folikular,
medular, anaplastik dan jenis lain) dan usia (batasan 45 tahun untuk karsinoma
papilar dan folikular). Staging karsinoma papilar dan folikular dibawah 45 tahun
dibagi menjadi stage I (T0-4 N0-1 M0) dan stage II (T0-4 N0-1 M1). Staging
karsinoma papilar dan folikular diatas 45 tahun dibagi menjadi stage I (T1a N0
M0, T1b N0 M0), stage II (T2 N0 M0), stage III (T3 N0 M0 / T1-3 N1a M0),
stage IVA (T1-3 N1b M0, T4a N0-1 M0), stage IVB (T4b N0-1 M0) dan stage
IVC (T0-4 N0-1 M1). Staging karsinoma medular dibagi menjadi stage I (T1a-b
N0 M0), stage II (T2-3 N0 M0), stage III (T1-3 N1a M0), stage IVA (T1-3 N1b
M0, T4a N0-1 M0), stage IVB (T4b N0-1 M0) dan stage IVC (T0-4 N0-1 M1).
Staging karsinoma anaplastik dibagi menjadi stage IVA (T4a N0-1 M0), stage
IVB (T4b N0-1 M0) dan stage IVC (T0-4 N0-1 M1).13,46
Tabel 2.3. Definisi komponen TNM
Tumor primer (T)
T0 Tidak ditemukan tumor primer tiroid
T1 Tumor berukuran kurang dari 2 cm, terbatas dalam tiroid
T1a Tumor berukuran kurang dari 1 cm, terbatas dalam tiroid
T1b Tumor berukuran lebih dari 1 cm, kurang dari 2 cm, terbatas dalam
tiroid
T2 Tumor berukuran lebih dari 4 cm, terbatas dalam tiroid
T3 Tumor berukuran lebih besar dari 4 cm, terbatas dalam tiroid atau
ekstensi minimal ekstra tiroid (m.sternothyroid atau jaringan lemak
peri tiroid)
T4a Tumor meluas keluar kapsula tiroid dan menginvasi jaringan lunak
subkutan, laring, trakhea, esofagus atau n.recurrent laryngeus
T4b Tumor invasi fasia prevertebral, pembuluh darah mediastinum atau
mengelilingi a.carotis
Khusus karsinoma
anaplastik
T4a Karsinoma anapalstik terbatas dalam tiroid
T4b Karsinoma anaplastik dengan ekstensi keluar tiroid
Kategori T ditambahkan (s) untuk tumor tunggal dan (m) untuk tumor multipel (ditentukan dari
tumor dengan dimensi terbesar)
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
36 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
L = kesalahan yang masih dapat diterima yaitu 15%
Berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel:
n = (1,96)2 x 0,8 x 0,2 x 1
0.0225 0,3
n = 90,96 (dibulatkan menjadi 91)
Besar sampel penelitian untuk mendapatkan nilai kesesuaian TIRADS sebesar 91.
Untuk meningkatkan ketajaman hasil penelitian maka jumlah sampel
dilipatgandakan menjadi 182.
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
Ukuran nodul diukur pada diameter terbesar dengan penempatan kaliper
pengukuran di tepi luar lingkaran halo nodul. Ukuran nodul dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kurang dari 2 cm dan lebih dari 2 cm.
Komponen internal nodul ditentukan berdasarkan perbandingan komponen
kistik dan padat: nodul padat dengan komponen kistik berjumlah kurang dari
10%; nodul dominan padat dengan komponen kistik berjumlah antara 10-50%;
dominan kistik jika komponen kistik berjumlah antara 50-90%; dan kistik jika
komponen kistik berjumlah lebih dari 90%. Nodul spongiform adalah nodul
dengan komponen mikro-kistik multipel, bersepta tipis dengan jumlah melebihi
50% volume nodul disertai parenkim tiroid isoekoik diantara komponen kistik
tersebut. Nodul tiroid yang memiliki morfologis komponen internal nodul jenis
kistik (komponen kistik melebihi 90% keseluruhan nodul) tidak dievaluasi
karena jumlah komponen solid yang sedikit sehingga sulit dievaluasi secara
USG.
Bentuk nodul tiroid dibagi menjadi tiga yaitu ovoid membulat (diameter anterio-
posterior sama atau kurang dari diameter medio-lateral atau cranio- caudal),
bentuk lebih tinggi dibandingkan lebar (diameter anterio-posterior lebih
panjang dibandingkan diameter medio-lateral atau cranio-caudal), dan bentuk
iregular jika bentuk nodul tidak dapat digolongkan ke dalam kedua
pembagian diatas.
Tepi nodul tiroid dibagi menjadi berbatas tegas; tepi berspikulasi,
mikrolobulasi atau iregular; dan berbatas tidak tegas. Tepi berbatas tegas
adalah nodul dengan tepi yang dapat dibedakan secara jelas dari parenkim
normal. Tepi berspikulasi, mikrolobulasi atau iregular adalah tepi berbentuk
berbentuk spikula dan bergerigi dengan batas relatif tegas. Tepi berbatas tidak
tegas adalah nodul dengan lebih dari setengah tepinya tidak dapat dibedakan
dari parenkim normal.
Ekogenitas komponen padat nodul dibagi menjadi; sangat hipoekoik yaitu jika
nodul terlihat lebih hipoekoik dibandingkan otot leher; hipoekoik jika nodul
lebih hipoekoik dibandingkan parenkim tiroid normal; isoekoik jika nodul
memiliki ekogenitas sama dengan parenkim tiroid normal; hiperekoik jika
nodul memiliki ekogenitas lebih tinggi dibandingkan parenkim tiroid normal
Kalsifikasi dibagi menjadi kalsifikasi mikro, makro dan tepi, cincin atau
eggshell. Kalsifikasi mikro adalah fokus-fokus ekogenik kecil, punctate
berukuran 1 mm atau kurang, dengan atau tanpa posterior shadowing.
Kalsifikasi makro adalah fokus-fokus ekogenik berukuran lebih dari 1 mm.
Kalsifikasi tepi, cincin atau eggshell adalah kalsifikasi mengikuti bentuk tepi
nodul membentuk cincin atau cangkang telur dengan posterior shadow. Materi
koloid berkalsifikasi dapat dibedakan dengan kalsifikasi mikro sebagai suatu
fokus-fokus ekogenik dengan reverberation artifacts di bagian kistik nodul.
Sistem TIRADS yang digunakan adalah sistem TIRADS yang diusulkan oleh
Kwak et al. Sistem tersebut digunakan karena penilaian morfologis nodul
berdasarkan pemeriksaan USG gray-scale yang lebih mudah dilakukan dan
tidak bergantung pada teknik pemeriksaan lanjut seperti USG Doppler atau
USG elastografi.
Penggolongan nodul jinak pada adaptasi sistem TIRADS Kwak et al. adalah
nodul dengan morfologis nodul ke arah jinak (ekogenitas hiperekoik, nodul
spongiform) atau nodul tanpa morfologis nodul ke arah ganas.
Penggolongan nodul ganas pada adaptasi sistem TIRADS Kwak et al. adalah
nodul dengan setidaknya satu morfologis nodul ke arah ganas (nodul padat
hipoekoik, ekogenitas sangat hipoekoik pada bagian padat nodul, adanya
kalsifikasi mikro, bentuk nodul lebih tinggi dibandingkan lebar, tepi
mikrolobulasi atau iregular).
Hasil histopatologis pasca operasi nodul tiroid dibagi menjadi dua kelompok
jinak dan ganas berdasarakan klasifikasi histopatologis WHO,
mengesampingkan jenis lesi indeterminate atau perilaku tidak pasti jinak atau
ganas. Hasil histopatologis ganas dibagi lebih terinci berdasarkan jenis
histopatologis yang tersering ditemukan yaitu karsinoma papilar tiroid,
karsinoma folikular tiroid, karsinoma anaplastik, karsinoma medular. Hasil
histopatologis ganas selain jenis tersebut diatas dikelompokkan ke dalam
kelompok nodul ganas yang berasal dari sel - sel tiroid lain.
3.10. Analisis data
Data penelitian yang diperoleh akan dicatat pada lembar penelitian yang telah
dipersiapkan. Setelah dilakukan proses editing dan coding, data penelitian
direkam ke dalam cakram magnetik komputer dan dilakukan proses validasi untuk
pembersihan data. Pada data yang telah bersih dilakukan tabulasi ke dalam tabel
tunggal sesuai dengan tujuan penelitian. Pada data kuantitatif dilakukan
perhitungan nilai rerata dan simpang baku serta kisarannya berdasarkan interval
kepercayaan 95%. Semua pengolahan statistik dilakukan menggunakan software
statistik SPSS versi 18 dan untuk batasan kemaknaan digunakan alpha sebesar
5%.
Dibuat tabel 2 x 2 kemudian dilakukan penghitungan sensitivitas, spesifisitas,
nilai prediksi postif dan nilai prediksi negatif. Uji kesesuian penilaian resiko
TIRADS dengan diagnosis histopatologis dilakukan menggunakan uji McNemar.
3.12. Pendanaan
Sumber dana ditanggung sendiri oleh peneliti termasuk dana untuk biaya
pengadaan literatur, alat tulis, pembuatan makalah, perizinan dan ethical
clearance dan pencarian data dan pengumpulan data rekam medis, operasi, USG
dan histopatologis.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
44 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
45
16
14
12
10
0 N = 109.00
USIA
SD
Usia Mean 47 tahun 14,4 tahun
Median 48 tahun Min 10 tahun Max 80 tahun
Jumlah Persen
Jenis kelamin laki - laki 24 22%
perempuan 85 78%
109 100%
Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
Karakteristik morfologis USG tiroid Jumlah Persentase
Kalsifikasi
Mikro 65 59.6%
Tidak ada 44 40.4%
Atas dasar diagnosis histopatologis pasca operasi, subjek penelitian dengan jenis
kelamin laki - laki yang memiliki nodul jinak berjumlah 9 (8,3%) subjek dan
nodul ganas berjumlah 14 (13,8%) subjek. Subjek penelitian dengan jenis kelamin
perempuan yang memiliki nodul jinak berjumlah 44 (40,4%) subjek dan nodul
ganas berjumlah 41 (37,6%) subjek.
2% 13%
27%
29%
Gambar 4.2.
Persentase
Tabel.4.5. Keseuaian hasil TIRADS dan Histopatologis
Histopatologis Jumlah
Jinak Ganas
TIRADS Jinak 44 2 46
Ganas 9 54 63
Jumlah 53 56 109
Dari hasil pemeriksaan USG nodul tiroid pre operasi yang dievaluasi berdasarkan
sistem TIRADS didapatkan: Hasil evaluasi sistem TIRADS dibagi menjadi 6
kelompok berdasarkan jumlah morfologis jinak dan ganas dengan hasil; TIRADS
2 berjumlah 14 (13%), TIRADS 3 berjumlah 32 (29,4%), TIRADS 4a berjumlah
17 (15,6%), TIRADS 4b berjumlah 15 (13,8%), TIRADS 4c berjumlah 29
(25,6%), dan TIRADS 5 berjumlah 2 (1,8%). Hasil kelompok tersebut
digabungkan berdasarkan kemungkinan keganasan sebagai diagnosis TIRADS
dengan mengelompokan TIRADS 2 dan 3 menjadi diagnosis jinak dan TIRADS
4a, 4b, 4c dan 5 menjadi diagnosis ganas.
Tabel 4.10. Ekogenitas komponen padat nodul dengan diagnosis histopatologis nodul tiroid
Histopatologis Jumlah
Jinak Ganas
Ekogenitas Sangat hipoekoik 0 16 (14,7%) 16 (14,7%)
komponen padat Hipoekoik 17 (15,6%) 37 (33,9%) 54 (49,5%)
nodul
Isoekoik 23 (21,1%) 3 (2,8%) 26 (23,9%)
Hiperekoik 13 (11,9%) 0 13 (11,9%)
Jumlah 53 (48,6%) 56 (51,3%) 109 (100%)
Histopatologis Jumlah
Jinak Ganas
Kalsifikasi nodul Mikro 4 (3,7%) 40 (36,7%) 44 (40,4%)
Makro 0 0 0
Tepi, cincin atau eggshell 0 0 0
Tidak ada 49 (45%) 16 (14,7%) 65 (59,6%)
Jumlah 53 (48,6%) 56 (51,3%) 109 (100%)
Histopatologis Jumlah
Papilar Folikular Anaplastik Medular Jenis
lain
Komponen Nodul padat 37 2 2 0 1 42
internal Dominan 6 1 1 0 0 8
nodul padat
Dominan 6 0 0 0 0 6
kistik
Spongiform 0 0 0 0 0 0
Jumlah 49 3 3 0 1 56
Nodul ganas terbanyak memiliki jenis komponen internal padat (42 nodul) dengan
jenis histopatologis terbanyak pada nodul padat adalah karsinoma papilar (37
nodul). Nodul ganas dengan jenis komponen internal dominan padat dan dominan
kistik hanya berjumlah sedikit, dan tidak ada nodul ganas dengan komponen
internal jenis spongiform.
Tabel 4.13. Bentuk nodul dengan diagnosis jenis histopatologis nodul ganas tiroid
Histopatologis Jumlah
Papilar Folikular Anaplastik Medular Jenis
lain
Bentuk Ovoid membulat 35 2 2 0 0 39
nodul Lebih tinggi 4 0 0 0 0 4
dibandingkan
lebar
Iregular 10 1 1 0 1 13
Jumlah 49 3 3 0 1 56
Tabel 4.14. Tepi nodul dengan diagnosis jenis histopatologis nodul ganas tiroid
Histopatologis Jumlah
Papilar Folikular Anaplastik Medular Jenis
lain
Tepi Tegas 10 2 0 0 0 12
nodul Spikulasi, 37 0 1 0 0 38
mikrolobulasi
atau iregular
Tidak tegas 2 1 2 0 1 6
Jumlah 49 3 3 0 1 56
Tabel 4.15. Ekogenitas komponen padat dengan diagnosis jenis histopatologis nodul ganas
tiroid
Histopatologis Jumlah
Papilar Folikular Anaplastik Medular Jenis
lain
Ekogenitas Sangat 14 0 2 0 0 16
komponen hipoekoik
padat Hipoekoik 32 3 1 0 1 37
Isoekoik 3 0 0 0 0 3
Hiperekoik 0 0 0 0 0 0
Jumlah 49 3 3 0 1 56
Tabel 4.16. Kalsifikasi nodul dengan diagnosis jenis histopatologis nodul ganas tiroid
Histopatologis Jumlah
Papilar Folikular Anaplastik Medular Jenis
lain
Kalsifikasi Mikro 14 1 0 0 1 16
nodul Makro 0 0 0 0 0 0
Tepi, cincin 0 0 0 0 0 0
atau eggshell
Tidak ada 35 2 3 0 0 40
Jumlah 49 3 3 0 1 56
Terdapat sejumlah 24 (22%) pasien laki - laki dan 85 (78%) pasien perempuan
yang berobat untuk nodul tiroid di RS kanker Dharmais, dari jumlah tersebut
pasien dengan nodul jinak berjumlah 53 (48,6%), dengan jenis kelamin laki - laki
berjumlah 9 (8,3%) dan perempuan berjumlah 44 (40,4%). Pasien dengan nodul
ganas berjumlah 56 (51,4%) dengan jenis kelamin laki - laki berjumlah 15
(13,8%) dan perempuan berjumlah 41 (37,6%). Prevalensi nodul ganas pada
penelitian ini tidak sesuai dengan kepustakaan dari Brahma et al.5 dan Suyatno17
yang melaporkan sekitar 70-75% kasus nodul tiroid di rumah sakit rujukan di
Indonesia merupakan nodul ganas. Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan
data dari telusur rekam medis, data operasi, USG dan histopatologis pasien
dengan nodul tiroid di RS Kanker Dharmais. Sampel pada penelitian ini pasien
harus memiliki data operasi, USG dan histopatologis di RS kanker dharmais, yang
sebagian tidak terpenuhi sehingga pada evaluasi sampel didapatkan angka nodul
jinak dan ganas yang hampir serupa. Sebagian pasien tidak memiliki data USG di
RS Kanker Dharmais, sebagian dilakukan pemeriksaan modalitas radiologi selain
USG, seperti CT-scan, PET/CT dan skintigrafi nuklir, dan sebagian dilakukan
operasi atas dasar completion thyroidectomy sehingga tidak masuk ke kriteria
inklusi penelitian ini. Selain hal tersebut institusi tempat dilakukan penelitian
adalah rumah sakit rujukan yang merupakan tujuan rujukan penatalaksanaan
kemungkinan keganasan sehingga mungkin tidak mencerminkan prevalensi nodul
tiroid ganas sebenarnya di masyarakat. Prevalensi nodul ganas tiroid pada
52 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
53
pemeriksaan klinis check-up dilaporkan oleh Moon et al.18 adalah sekitar 9-14%.
Sedangkan prevalensi nodul tiroid secara keseluruhan pada berbagai populasi
sekitar 4-76%.3,4
Menurut kepustakaan nodul tiroid lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin
perempuan dibandingkan laki - laki.8,19 Menurut laporan Soeparni20 terdapat
kecenderungan lebih besar suatu nodul tiroid adalah nodul ganas pada laki - laki
(56%) dibandingkan pada perempuan (27%). Hasil penelitian ini menemukan
lebih banyak nodul ditemukan pada jenis kelamin perempuan sesuai dengan
kepustakaan yang ada, namun jumlah nodul ganas pada masing masing jenis
kelamin hampir sama antara laki laki dan perempuan, berbeda dengan
kepustakaan yang dilaporkan Soeparni20 yang kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan lokasi, waktu dan jumlah sampel dengan penelitian tersebut.
Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
berlangsung selama 8 tahun dengan tiga tahap penelitian; tahap pertama untuk
menentukan pola USG yang tersering ditemukan oleh peneliti; tahap kedua untuk
menggolongkan pola - pola tersebut ke dalam sistem TIRADS beserta persentase
kemungkinan risiko keganasan; tahap ketiga dilakukan dengan jumlah sampel
1097 untuk evaluasi penggunaan sistem tersebut dan mendapatkan sensitifitas
88%, spesifisitas 49%, nilai prediksi positif 49%, nilai prediksi negatif 88% dan
akurasi 94%. Penelitian lain oleh Cheng et al.48 melaporkan penggunaan TIRADS
memiliki sensitifitas 94%, spesifisitas 43%, nilai prediksi positif 60% dan nilai
prediksi negatif 96%. Penelitian ini mencoba mendapatkan hubungan kesesuaian
antara pemeriksaan USG pre operasi menggunakan sistem TIRADS dengan
diagnosis histopatologis pasca operasi yang merupakan diagnosis pasti nodul
tiroid. Tidak dilakukannya perbandingan pemeriksaan FNAB adalah karena
FNAB tidak rutin dilakukan untuk semua nodul tiroid pada institusi kami.
Sistem TIRADS yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai sensitivitas
96,4%, nilai spesifisitas 83.0%, nilai prediksi positif 85,7%, dan nilai prediksi
negatif 95,7%. Hasil tersebut serupa dengan hasil yang didapatkan pada penelitian
Horvath et al.11 atau Cheng et al.48 Dengan hasil nilai diagnostik yang cukup baik
pada penelitian ini maka diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar pendekatan
multi modalitas alat diagnostik pre operasi nodul tiroid seperti pendekatan triple
diagnosis yang digunakan dalam diagnosis kanker payudara. Pendekatan triple
diagnosis yang menggunakan pemeriksaan fisik, mammografi dan FNAB yang
dilaporkan oleh Erhan et al.7 memiliki ketepatan diagnosis pre operasi mencapai
100% untuk kanker payudara. Pendekatan multimodalitas diagnosis menggunakan
data klinis usia, hasil grading proliferasi sitologi FNAB, ukuran dan morfologis
USG nodul tiroid, dan hasil laboratorium serum tiroglobulin dilaporkan Rorive et
al.49 dapat memberikan stratifikasi kemungkinan keganasan nodul tiroid yang
lebih tepat dibandingkan tidak menggunakan pendekatan multimodalitas
diagnosis.
Nodul dengan komponen internal padat lebih banyak ditemukan pada nodul ganas
42 (72,4%) daripada namun nodul jinak 16 (27,6%) dari 58 nodul padat. Jumlah
nodul dengan komponen internal dominan padat memiliki jumlah yang sama pada
nodul jinak dan ganas, sedangkan nodul dominan kistik memiliki jumlah yang
lebih banyak pada nodul jinak. Temuan penelitian ini serupa dengan kepustakaan
oleh Kim et al.28 yang melaporkan nodul padat memiliki kemungkinan nodul
ganas lebih besar dibandingkan nodul yang memiliki komponen kistik dengan
sensitivitas sebesar 93,1% dan spesifisitas sebesar 51,2%. Semua nodul yang
memiliki komponen internal spongiform yang berjumlah 5 nodul merupakan
nodul jinak pada penelitian ini. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dari Moon et
al.3 dan Virmarni et al.52 yang menyatakan bahwa komponen internal jenis
spongiform memiliki nilai prediksi diagnosis jinak yang tinggi dengan spesifisitas
sebesar 99,7-100%.
Bentuk nodul ovoid membulat ditemukan dengan jumlah yang sedikit lebih
banyak pada nodul jinak (52 dari 91 nodul ovoid) namun untuk bentuk iregular
lebih banyak ditemukan pada nodul ganas (13 dari 14 nodul iregular).
Keseluruhan nodul yang berbentuk lebih tinggi dibandingkan lebar berjumlah 4
nodul merupakan nodul ganas, sesuai dengan kepustakaan Moon et al.18 dan Kim
et al.31 melaporkan bentuk lebih tinggi dibanding lebar memiliki spesifisitas 89-
93% dan positive predictive value 86% untuk mendiagnosis nodul ganas.
Nodul jinak sebagian besar memiliki morfologis tepi tegas (40 nodul dari 52
nodul berbatas tegas) dan nodul dengan tepi tidak tegas (11 dari 17 nodul tepi
tidak tegas). Nodul dengan tepi berspikulasi, mikrolobulasi, atau iregular
berjumlah terbanyak ditemukan pada nodul ganas (38 nodul dari 40 nodul tepi
berspikulasi, mikrolobulasi, atau iregular). Nodul dengan tepi tegas yang lebih
banyak ditemukan pada nodul jinak sesuai dengan kepustakaan yang dilaporkan
Kim et al.28 bahwa tepi tegas adalah tanda nodul jinak, juga dengan laporan Lu et
al.36 bahwa nodul dengan tepi tegas dan lingkaran halo lengkap memiliki
spesifisitas jinak mencapai 95%. Batas nodul tidak tegas ditemukan pada nodul
jinak dan ganas dipenelitian ini sesuai dengan kepustakaan dari Reading et al.33
yang menyatakan batas tidak tegas adalah tanda tidak spesifik untuk nodul jinak
maupun ganas. Tepi spikulasi, mikrolobulasi atau iregular adalah salah satu tanda
ganas yang dominan ditemukan pada nodul ganas di penelitian ini sesuai dengan
kepustakaan dari Moon et al.18 yang melaporkan tepi berspikulasi, mikrolobulasi
atau iregular memiliki spesifisitas 92% dan positive predictive value 81% untuk
mediagnosis nodul ganas.
Sebagian besar nodul yang dievaluasi pada penelitian ini tidak memiliki
kalsifikasi (65 dari 109 nodul). Pada 44 nodul yang memiliki kalsifikasi semuanya
memiliki kalsifikasi mikro, tidak ditemukan kalsifikasi makro atau kalsifikasi tepi,
cincin, atau eggshell pada penelitian ini. Sebanyak 40 nodul berkalsifikasi mikro
merupakan nodul ganas dibandingkan 4 nodul berkalsifikasi mikro yang jinak.
Kepustakaan yang dilaporkan Hoang et al.23 bahwa hanya sekitar 59% nodul
tiroid yang memiliki kalsifikasi mikro dan adanya kalsifikasi mikro memiliki
spesifisitas mencapai 95% dan nilai prediksi positif value mencapai 94% untuk
mendiagnosis nodul ganas. Tidak ditemukannya jenis kalsifikasi lain pada
penelitian ini mungkin disebabkan perbedaan jumlah dan jenis data penelitian
yang tersedia pada institusi kami.
Pada penelitian ini didapatkan dua morfologis USG tiroid yang hanya terdapat
pada nodul jinak yaitu jenis komponen internal spongiform dan nodul hiperekoik.
Morfologis lain yang hanya ditemukan pada nodul ganas berupa bentuk lebih
tinggi dibandingkan lebar serta ekogenitas komponen padat sangat hipoekoik.
Beberapa morfologis lebih banyak ditemukan pada nodul jinak berupa nodul
dominan kistik, batas nodul tegas, ekogenitas lesi isoekoik, dan tidak ada
kalsifikasi. Sebagian morfologis ditemukan lebih banyak ditemukan pada nodul
ganas berupa nodul dominan padat, bentuk iregular, tepi spikulasi dan
mikrolobulasi atau iregular, ekogenitas komponen padat hipoekoik, kalsifikasi
mikro. Morfologis lainnya ditemukan hampir merata pada nodul jinak atau ganas
berupa ukuran nodul, nodul dominan padat, dan tepi nodul tidak tegas.
Keseluruhan morfologis nodul tersebut tidak dapat berdiri sendiri untuk
mediagnosis nodul tiroid jinak atau ganas, namun seiiring bertambahnya suatu
morfologis nodul yang memiliki kedcenderungan ke arah jinak atau ganas dapat
meningkatkan akurasi diagnostik radiologi suatu nodul tiroid. Sistem TIRADS
dengan berbagai variasinya mencoba membantu diagnosis radiologi secara khusus
dan diagnosis pre operatif secara umum untuk penatalaksanaan pasien yang lebih
baik. USG gray scale tanpa atau dengan menggunakan sistem TIRADS akan
dihadapkan pada kesulitan diagnosis jika hanya ditemukan nodul dnegan
morfologis yang tidak khas dan tumpang tindih antara morfologis jinak atau
ganas. Sedangkan kepastian atau arahan diagnosis tersebut diperlukan dalam
tatalaksana nodul tiroid khususnya jika menggunakan diagnosis pre operatif
multimodalitas dan multi disiplin yang bertujuan perencanaan tatalaksana terbaik,
sesuai dengan diagnosis jinak atau ganas suatu nodul tiroid, khususnya penentuan
tatalaksana operasi hemi- atau total tiroidectomy.4,54 Pada kepustakaan adanya
suatu nodul yang meragukan jinak atau ganas dengan tidak adanya morfologis
gray scale yang khas, maka diagnosis radiologi dapat dibantu dengan
menggunakan pemeriksaan khusus seperti Doppler atau elastografi untuk lebih
mengarahkan diagnosis jinak atau ganas.54–56
Papini et al.37 melaporkan hipervaskularisasi intra nodul secara Color Doppler jika
digabungkan dengan morfologis gray scale dapat meningkatkan diagnosis ke arah
nodul ganas. Namun Moon et al.57 melaporkan vaskularisasi intranodul
menggunakan power Doppler tidak membantu diagnosis nodul ganas dan lebih
banyak ditemukan tidak adanya vaskularisasi pada nodul ganas. Penelitian Moon
et al.57 dilakukan secara retrospektif berbeda dengan Papini et al.37 yang
prospektif sehingga kepastian hasil evaluasi Doppler pada penelitian Moon et al
tersebut dapat mengalami bias. Informasi tersebut menjadi pertimbangan
penelitian ini yang dilakukan secara retrospektif untuk tidak memasukkan evaluasi
Doppler, selain tidak semua pemeriksaan USG tiroid pada institusi kami
dilengkapi dengan pemeriksaan Doppler. Rago et al.55 melaporkan derajat
elastisitas nodul dengan elasticity score yang berbanding lurus dengan
kemungkinan keganasan, yaitu dengan semakin tidak elastis maka semakin
mungkin suatu nodul ganas, mencapai sensitivitas 97%, spesifisitas 100%, nilai
prediksi positif 100%, dan nilai prediksi negatif 98%. Capelli et al.54 melaporkan
penggunaan USG gray scale ditambah dengan elastografi dapat membantu
menetukan kemungkinan nodul ganas dengan hasil sitologi FNAB yang non-
diagnostik. Penggunaan elastografi dengan teknik dan piranti lunak terbaru yang
secara otomatis menetukan elastisitas jaringan memiliki interobserver agreement
yang baik mencapai nilai kappa 0.82-0,83.58,59 Moon et al.56 melaporkan
penggunaan elastografi lebih membantu diagnosis pada nodul tiroid tanpa
morfologis gray scale khas dengan ukuran kecil dibawah 1 cm, sedangkan untuk
nodul diatas 1 cm peranan elastografi berkurang bahkan dapat menurunkan nilai
diagnostik USG jika digabungkan dengan morfologis gray scale. Pada penelitian
ini tidak dapat dilakukan evaluasi secara elastografi karena tidak rutinnya
dilakukannya elastografi pada pemeriksaan nodul tiroid, walau perlengkapan USG
yang tersedia di institusi kami memiliki kemampuan elastografi. Oleh karena itu
potensi Doppler dan elastografi dalam membantu diagnosis radiologi nodul tiroid
yang tidak memiliki morfologis USG mengarah ke jinak atau ganas perlu
dikembangkan dengan penelitian lebih lanjut di Indonesia khususnya dalam
penerapannya dalam praktek ahli radiologi di Indonesia sehingga diharapkan
menjadi standar pemeriksaan USG.
6.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini, dilakukan evaluasi USG tiroid menggunakan sistem TIRADS
berdasarkan morfologis USG gray scale untuk membedakan nodul jinak atau
ganas. Evaluasi USG tiroid berdasarkan sistem TIRADS untuk membedakan
nodul jinak atau ganas yang dilakukan pada penelitian ini tidak memiliki
perbedaan bermakna dengan hasil histopatologis (p=0,065). Terdapat kesamaan
hasil evaluasi ulang USG tiroid menggunakan sistem TIRADS antara peneliti dan
pembimbing radiologi yang baik (R=0.80 dengan p=0.000). Sistem TIRADS
memiliki sensitivitas 96,4%, nilai spesifisitas 83%, nilai prediksi positif 85,7%,
dan nilai prediksi negatif 95,7% untuk membedakan nodul jinak atau ganas.
Dapat disimpulkan pada penelitian ini bahwa penerapan sistem TIRADS
menggunakan morfologis gray scale memiliki nilai diagnostik pre operasi yang
baik dan mudah diterapkan.
Pada penelitian ini, nodul dengan ekogenitas hiperekoik atau nodul spongiform
seluruhnya adalah nodul jinak sehingga disimpulkan jika nodul memiliki
morfologis tersebut dapat didiagnosis sebagai nodul jinak. Morfologis sangat
hipoekoik, dan taller than wide hanya terdapat pada nodul ganas, sedangkan
terdapat kecenderungan semakin padat nodul dan semakin hipoekoik komponen
padat nodul maka kemungkinan keganasan meningkat.
Dengan hasil nilai diagnostik sistem TIRADS yang baik pada penelitian ini maka
diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar penerapan sistem TIRADS sebagai
standar pelaporan USG tiroid oleh dokter spesialis radiologi di Indonesia untuk
membantu dan meningkatkan ketepatan diagnosis pre operasi nodul tiroid untuk
mencapai tatalaksana yang terbaik bagi pasien.
63 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
64
6.2. Saran
Potensi pemeriksaan USG Doppler dan elastografi dalam membantu diagnosis
radiologi nodul tiroid dengan morfologis USG gray scale masih meragukan
mengarah ke jinak atau ganas perlu dikembangkan dengan penelitian lebih lanjut
di Indonesia agar dapat menjadi standar pemeriksaan USG tiroid yang lebih baik.
Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
65 Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
66
Universitas Indonesia
Kesesuaian sistem ..., Raditya Utomo, FK UI, 2014
30. Lee S, Shin JH, Han B-K, Ko EY. Medullary Thyroid Carcinoma:
Comparison With Papillary Thyroid Carcinoma and Application of Current
Sonographic Criteria. Am J Roentgenol 2010;194:1090–4.
31. Kim E-K, Park CS, Chung WY, Oh KK, Kim DI, Lee JT, et al. New
sonographic criteria for recommending fine-needle aspiration biopsy of
nonpalpable solid nodules of the thyroid. Am J Roentgenol 2002;178:687–
91.
32. Yoon SJ, Yoon DY, Chang SK, Seo YL, Yun EJ, Choi CS, et al. “Taller-
Than-Wide Sign” of Thyroid Malignancy: Comparison Between Ultrasound
and CT. Am J Roentgenol 2010;194:W420–W424.
33. Reading CC, Charboneau JW, Hay ID, Sebo TJ. Sonography of thyroid
nodules: a“ classic pattern” diagnostic approach. Ultrasound Q 2005;21:157–
65.
34. Yoon DY, Lee JW, Chang SK, Choi CS, Yun EJ, Seo YL, et al. Peripheral
Calcification in Thyroid Nodules Ultrasonographic Features and Prediction
of Malignancy. J Ultrasound Med 2007;26:1349–55.
35. Kim BM, Kim MJ, Kim E-K, Kwak JY, Hong SW, Son EJ, et al.
Sonographic differentiation of thyroid nodules with eggshell calcifications. J
Ultrasound Med 2008;27:1425–30.
36. Lu C, Chang T, Hsiao Y, Kuo M. Ultrasonographic findings of papillary
thyroid carcinoma and their relation to pathologic changes. J Formos Med
Assoc 1994;93:933–8.
37. Papini E, Guglielmi R, Bianchini A, Crescenzi A, Taccogna S, Nardi F, et al.
Risk of malignancy in nonpalpable thyroid nodules: predictive value of
ultrasound and color-Doppler features. J Clin Endocrinol Metab
2002;87:1941–6.
38. Chan BK, Desser TS, McDougall IR, Weigel RJ, Jeffrey RB. Common and
uncommon sonographic features of papillary thyroid carcinoma. J
Ultrasound Med 2003;22:1083–90.
39. Park J, Lee H, Jang H. A proposal for a thyroid imaging reporting and data
system for ultrasound features of thyroid carcinoma. Thyroid 2009;19:1257–
64.
40. Damanik R. Akurasi pemeriksaan klinis, ultrasonografi dan biopsi aspirasi
jarum halus pada nodul tiroid. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Sub bagian Bedah Onkologi / HNB - Bagian Ilmu Bedah; 2003.
41. Danese D, Sciacchitano S, Farsetti A, Andreoli M. Diagnostic accuracy of
conventional versus sonography-guided fine-needle aspiration biopsy of
thyroid nodules. Thyroid 1998;8:15–21.
42. Grant L, Griffin, editors. Grainger and Allison’s dignostic radiology
essentials. Edinburgh: Churchill Livingstone; 2013.
43. Dlidir D. Pemeriksaan T3, T4, dan TSH prabedah pada penderita struma
nodosa yang secara klinis non toksik. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Sub bagian Bedah Onkologi / HNB - Bagian Ilmu
Bedah; 1996.
44. Williams S, Birch R, Einhorn L. Phase II evaluation of doxorubicin plus
cisplatin in advanced thyroid cncer: a southeastern cancer study group trial.
Cancer Treat Rep 1986;70:405–7.
45. Passler C, Prager G, Scheuba C, Kaserer K, Zettinig G, Niederle B.
Application of staging systems for differentiated thyroid carcinoma in an
endemic goiter region with iodine substitution. Ann Surg 2003;237:227.
46. Sobin L, Gospodarowicz M, Wittekind C, editors. TNM Classification of
Malignant Tumours. 7th ed. Oxford: Blackwell Publishing; 2010.
47. Khan N, Perzi K. Follicular carcinoma of the thyroid: an evaluation of the
histologic criteria used for diagnosis. Pahol Ann 1983;1:221–53.
48. Cheng S-P, Lee J-J, Lin J-L, Chuang S-M, Chien M-N, Liu C-L.
Characterization of thyroid nodules using the proposed thyroid imaging
reporting and data system (TI-RADS). Head Neck 2013;35:541–7.
49. Rorive S, D’Haene N, Fossion C, Delpierre I, Abarguia N, Avni F, et al.
Ultrasound-guided fine-needle aspiration of thyroid nodules: stratification of
malignancy risk using follicular proliferation grading, clinical and
ultrasonographic features. Eur J Endocrinol 2010;162:1107–15.
50. Kwak JY, Jung I, Baek JH, Baek SM, Choi N, Choi YJ, et al. Image
Reporting and Characterization System for Ultrasound Features of Thyroid
Nodules: Multicentric Korean Retrospective Study. Korean J Radiol
2013;14:110.
51. Russ G, Royer B, Bigorgne C, Rouxel A, Bienvenu-Perrard M, Leenhardt L.
Prospective evaluation of thyroid imaging reporting and data system on 4550
nodules with and without elastography. Eur J Endocrinol 2013;168:649–55.
52. Virmani V, Hammond I. Sonographic Patterns of Benign Thyroid Nodules:
Verification at Our Institution. Am J Roentgenol 2011;196:891–5.
53. Bonavita JA, Mayo J, Babb J, Bennett G, Oweity T, Macari M, et al. Pattern
Recognition of Benign Nodules at Ultrasound of the Thyroid: Which
Nodules Can Be Left Alone? Am J Roentgenol 2009;193:207–13.
54. Cappelli C, Pirola I, Gandossi E, Agosti B, Cimino E, Casella C, et al. Real-
time Elastography A Useful Tool for Predicting Malignancy in Thyroid
Nodules With Nondiagnostic Cytologic Findings. J Ultrasound Med
2012;31:1777–82.
55. Rago T, Santini F, Scutari M, Pinchera A, Vitti P. Elastography: New
Developments in Ultrasound for Predicting Malignancy in Thyroid Nodules.
J Clin Endocrinol Metab 2007;92:2917–22.
56. Moon HJ, Sung JM, Kim E-K, Yoon JH, Youk JH, Kwak JY. Diagnostic
performance of gray-scale US and elastography in solid thyroid nodules.
Radiology 2012;262:1002–13.
57. Moon HJ, Kwak JY, Kim MJ, Son EJ, Kim E-K. Can Vascularity at Power
Doppler US Help Predict Thyroid Malignancy? Radiology 2010;255:260–9.
58. Merino S, Arrazola J, Cardenas A, Mendoza M, De Miguel P, Fernandez C,
et al. Utility and Interobserver Agreement of Ultrasound Elastography in the
Detection of Malignant Thyroid Nodules in Clinical Care. Am J Neuroradiol
2011;32:2142–8.
59. Calvete AC, Rodríguez JM, de Dios Berná-Mestre J, Ríos A, Abellán-Rivero
D, Reus M. Interobserver Agreement for Thyroid Elastography Value of the
Quality Factor. J Ultrasound Med 2013;32:495–504.
60. Hwang J, Hee Shin J, Han B-K, Ko EY, Kang SS, Kim J-W, et al. Papillary
Thyroid Carcinoma With BRAF-V600E Mutation: Sonographic Prediction.
Am J Roentgenol 2010;194:W425–W430.
61. Al-Tamami M, Al-Khawari H, Al-Sayer H, Jumaa T. Sonographic Diagnosis
of Papillary Thyroid Carcinoma. Med Prine Pract 2000;9:25-34.
LAMPIRANl
Nomor: 00 IH2.Fl/ETIK/2013
ETHICAL APPROVAL
Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam upaya
melindungi hak asasi dan kesejahteraan subyek penelitian kedokteran, telah mengkaji
dengan teliti protokol berjudul:
The Ethics Committee of the Faculty of Medicine, University of Indonesia, with regards of
the Protection of human rights and welfare in medical research, has carefully reviewed the
research protocol entitled:
Peneliti Utama
Principal Investigators : dr. Raditya Utomo
Nama Institusi
Name of the Institution : Radiologi FKUI/RSCM
KEMENTERIAN KESEHATAN Rl
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
RUMAH SAKIT KANKER "DHARMAIS"
PUSAT KANKER NASIONAL
Jl. Let. Jend. S. Parman Kav. 84-86, Slipi , Jakarta Barat 11420
Telepon: (021) :5681570 Faksimile: (021)- 5681579
Se
Untuk melakukan pengambilan data dan penelitian di Rumah Sakit Kanker "Dharmais" dalam rangka memenuhi tugas Penyusunan
Selanjutnya perlu kami beritahukan bahwa tidak ada ketetapan waktu yang diberikan kepada peneliti tersebut untuk melakukan ke
Plh.Kepala Bagian
Peneliti dan Pengembangan RS.Ke Dharmai
1 I fi i18001o 2007Cortm.d
Ukuran nodul
Lebar ..... cm Tinggi ..... cm < 2cm > 2cm
Bentuk nodul
Ovoid membulat Taller than wide Iregular
Tepi nodul
Batas tegas Spikulasi, mikrolobulasi atau iregular Batas tidak tegas
Kalsifikasi
Mikro Makro Tepi, cincin atau eggshell Tidak ada
no sampel
MR:
Inisial nama:
Usia:
Jenis kelamin:
Diagnosis histopatologis
Jinak Ganas