Anda di halaman 1dari 131

Reza Guritna Hutama

Samudera Inti Para Bidadari


Samudera Inti Para Bidadari

Penulis: Reza Guritna Hutama


Editor: Nama Editor

Tata Letak: Nama Layouter


Sampul: Pembuat Cover

Diterbitkan Oleh:
Guepedia

The First On-Publisher in Indonesia

E-mail: guepedia@gmail.com

Fb. Guepedia
Twitter. @guepedia

Website: www.guepedia.com

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


All right reserved
PRAKATA

Segala puji bagi Allah yang mempunyai semesta


beserta isinya. Pembuka hikmah dari hati orang-orang
yang benar. Dengan demikianlah Tuhan memberikan
pendengaran kepada semua insan sehingga mereka dapat
mendengar. Memberikan cahaya bagi penglihatan semua
hamba-Nya yang berjalan dalam cinta sehingga mereka
semua mampu melihat.

Diri ini memuji Allah dengan segala pujian dari


semua hamba yang mengakui Anugerah-Nya. Bersyukur
kepada-Nya dengan beribu-ribu kecintaan dari hamba
yang mengetahui Kebaikan-Nya. Tidak lupa pun diri ini
memohon Ampunan-Nya atas segala dosa yang terletak di
dalam amal, hingga dalam puncak tertinggi diri ini
memohon pertolongan dan berpasrah keinginan kepada
Rabb yang menjadi asal muasal sesuatu sampai
kepulangan.

Sholawat kepada Nabi dan Kekasih yang Mulia,


Muhammad Rasulullah tercinta. Kepada keluarga, para
sahabat, keturunan dan semua insan yang mencintainya,
diri ini menghaturkan ribuan salam sejahtera dan doa
yang sebaik-baiknya. Tiada apapun lagi disana selain Ia,
dan barangsiapa yang mengetahui-Nya tentulah akan
mendapat kebahagiaan yang seindah-indahnya. Akan
tetapi bagi siapapun yang melupakan-Nya, tentulah pasti
akan mendapat kerugian senyata-nyatanya.

Allah telah menyediakan tempat bagi setiap insan


yang menyeru pada keimanan. Maka kenalilah Tuhan
dalam kesungguhan dan sebagai maksud untuk dijadikan
tujuan, sebagaimana dalam golongan para kekasih
ataupun utusan. Hingga sampailah diri dalam
pemaknaan “Tiada Tuhan selain Allah”.

Terimakasih

Situbondo, Kota Santri

Penulis

Reza Guritna Hutama


Daftar Isi

Prakata ....................................................................
Daftar Isi ..................................................................
Bagian 01 ................................................................
Bagian 02 ................................................................
Bagian 03 ................................................................
Bagian 04 ................................................................
Bagian 05 ................................................................
Bagian 06 ................................................................
Bagian 07 ................................................................
Bagian 08 ................................................................
Bagian 09 ................................................................
Bagian 10 ................................................................
Bagian 11 ................................................................
Bagian 12 ................................................................
Bagian 13 ................................................................
Bagian 14 ................................................................
Bagian 15 ................................................................
Bagian 16 ................................................................
Bagian 17 ................................................................
Bagian 18 ................................................................
Bagian 19 ................................................................
Bagian 20 ................................................................
Bagian 21 ................................................................
Bagian 22 ................................................................
Bagian 23 ................................................................
Bagian 24 ................................................................
Bagian 25 ................................................................
Bagian 26 ................................................................
Bagian 27 ................................................................
Bagian 28 ................................................................
Bagian 29 ................................................................
Bagian 30 ................................................................
Bagian 31 ................................................................
Bagian 32 ................................................................
Bagian 33 ................................................................
Bagian 34 ................................................................
Bagian 35 ................................................................
Bagian 36 ................................................................
Bagian 37 ................................................................
Bagian 39 ................................................................
Bagian 40 ................................................................
Bagian 41 ................................................................
Bagian 42 ................................................................
Bagian 43 ................................................................
Bagian 44 ................................................................

Tentang Penulis .......................................................


PROLOG

Bidadari adalah lambang dari segala bentuk


keindahan yang berada di Surga. Ketika kita semua
berbicara mengenai surga, tentu yang terlintas pertama
adalah Kebahagiaan Abadi di dalamnya. Seseorang yang
mungkin telah berada di dalamnya, tidak akan penah
merasakan penderitaan lagi. Sebab semua yang di dapat
adalah kenikmatan-kenikmatan yang belum pernah ia
temui di Dunia. Kekhawatiran dan ketakutan telah
hancur menjadi kesenangan yang tiada gantinya.

Rahmat Allah Swt menjelma menjadi Anugerah


Cinta dalam wujud Bidadari di surga. Tentulah tiada
sesiapapun yang mau menerima penderitaan dan duka
dalam hidupnya, akan tetapi itu adalah hal yang mustahil
selama kita sebagai seorang hamba masih berdiri di atas
Dunia.

Adapun dalam pemaknaan tasawuf, bahwasanya


Bidadari adalah Ruh dan Jiwanya Surga, yang mana ia
akan selalu hidup dan tumbuh selamanya. Tidak akan
pernah ada rasa gelisah di dalamnya, sebab apapun yang
diinginkan hamba-Nya, tentulah Allah pasti
menghendakinya. Adapun dalam perspektif Hindu
Bidadari mempunyai istilah lain, yakni Warapsari yang
mempunyai makna sebagai Penyampai Wahyu.
Menghilanglah dari Kata dan Tenggelamlah ke
dalam Makna. Itu lah yang mungkin sedikit dapat penulis
sampaikan terkait pemaknaan dari istilah Bidadari.

Semoga senantiasa Kebahagiaan selalu menyertai


penulis maupun pembaca disini. Kebahagiaan yang Sejati
tidak terletak diluar Diri, melainkan ia selalu bersemayam
dalam Hati.

Temukan lah…
Bagian 01

Syahadat Ribuan Umat


Syahadat adalah salah satu hal yang sifat nya
wajib serta mendasar di dalam diri manusia. Dapat
dikatakan, bahwasanya syahadat merupakan syarat
utama bagi seorang umat yang beragama islam.
Esensi syahadat ini sendiri tidak dapat ditelan
secara mentah-mentah. Jika berkenan untuk merenung
sejenak, kira-kira kapan dan dimanakah pertama kali kita
melangsungkan syahadat?
Demikianpun Syahadat itu sendiri yang
mempunyai arti bahwa kita semua bersaksi tiada Tuhan
(yang wajib dan berhak di sembah) selain Allah dan
Muhammad adalah Utusan-Nya. Maka, ilahun yang kita
nafikan melalui ungkapan laa ilaaha bermakna tidak ada
jenis sesembahan apapun selain kepada-Nya. Kalimat
bersaksi yang demikian secara umum dapat dikatakan
sama halnya dengan Melihat. Kapankah kita melihat jika
benar kita telah menyatakan bersaksi?
Tanpa disadari, kita semua pernah menyaksikan
dengan sebenar-benarnya pada saat Allah meniupkan
Ruh ke dalam perut seorang ibu yang tengah mengandung
4 bulan.
Allah seraya bertanya kepada kita pada saat
berada dalam kandungan ibu, "Alastu Birobbikum? yang
berarti apakah Aku adalah Tuhan mu?" Demikianpun kita
menjawab "Qoolu Balaa Syahidna yang maknanya Benar,
bahwa Engkau adalah Tuhan ku dan aku bersaksi atas
itu." (Surah Al-A'raaf Ayat 172)
Dapat disimpulkan bahwa Sejatinya semua
manusia pernah bersaksi dengan yang sebenar-benarnya.
Namun tidak hanya berhenti pada saat itu, sebab
pembuktian yang sesungguhnya adalah ketika makna
syahadat tersebut kita tanamkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Artinya, kita wajib dan harus benar-benar
mengesampingkan segala sesuatu yang kita Tuhankan
selain Allah. Sebab dalam syahadat, kita hanya
memprioritaskan Allah dan menumpahkan segala suka
duka kepada-Nya.
Bagian 02

Sejati nya Amal adalah Jiwa

Keikhlasan adalah Ruh nya


Amal dalam kehidupan sehari-hari selalu kita
maknai sebagai suatu perbuatan yang apabila dilakukan
maka Tuhan akan memberikan ganjaran. Baik dalam
perbutan lahir maupun batin.

Dalam kondisi tertentu, sebut saja ketika bulan


Ramadhan. Bulan yang digadang-gadang menjadi salah
satu moment yang katanya paling dirindukan. Dimana
pada saat berlangsungnya moment tersebut, orang
beramai-ramai untuk melakukan perbuatan yang
berkaitan dengan amal dalam kehidupan. Tidak jarang di
antaranya saling menjatuhkan untuk mencari
keuntungan di hadapan Tuhan.

Dikatakan jika melangsungkan perbuatan amal


ibadah yang sedemikian banyak tolak ukurnya, maka
Tuhan akan memberikan pahala yang dilipat-lipatkan.
Baik shalat, puasa, zakat dan semacamnya. Bilamana
tidak melakukam, dikatakan rugi dihadapan Tuhan sebab
pada moment ramadhan ini lah Tuhan memberikan
pahala yang digandakan.

Sedangkan Ikhlas dalam konsep kehidupan


bermasyarakat adalah suatu perbuatan yang dilakukan
dengan tulus tanpa mengharap imbalan. Dalam konteks
agama, ikhlas dapat dimaknai sebagai suatu perbuatan
yang dilakukan dengan harapan akan mendapat balasan
dari Tuhan.
Contoh kecil dalam peristiwa membantu sesama
tanpa mengharapkan pujian, membantu orangtua tanpa
mengharap imbalan uang jajan, dan tidak mengungkit
kembali kebaikan yang pernah dilakukan. Maka demikian
yang katanya dapat dikatakan sebagai Ikhlas.

Tidak ada yang salah dalam peristiwa tersebut,


sebab semuanya berkaitan dengan Amal dan Keikhlasan.
Namun, mari bersama-sama kita renungkan kembali.
Benarkah hal yang demikian kita lakukan telah sempurna
untuk mencapai istilah Amal dan Keikhlasan yang
sesungguhnya?

Amal dan Keikhlasan adalah dua hal yang saling


berkaitan. Ibarat Amal sebagai Jiwa, dan Keikhlasan
sebagai Ruh di dalamnya. Dapatkah dikatakan ikhlas
bilamana kita melakukan suatu perbuatan yang berkaitan
dengan amal ibadah namun masih mengharapkan
imbalan dari Tuhan?

Mungkin saja dapat dikatakan demikian. Namun


hanya sampai pada batasan ikhlas kepada insan, bukan
kepada Tuhan. Sebab tanpa disadari kita masih
mengkalkulasi banyaknya imbalan-imbalan yang akan
diberikan oleh Tuhan setelah berlangsungnya peristiwa
perbuatan amal ibadah yang kita lakukan.
Ada baiknya bilamana amal perbuatan yang
dilakukan yakni adalah ikhlas sebenar-benarnya tanpa
mengharapkan imbalan apapun saja, baik dari insan
maupun Tuhan. Hal yang demikian kita jadikan
pembelajaran sebagai bentuk dari proses pengabdian dan
kecintaan kita kepada Allah, Tuhan Semesta Alam.

Sempurnanya Ikhlas dalam melakukan Amal


Perbuatan adalah apabila murni kita tanggalkan
keinginan-keinginan untuk mendapatkan imbalan dari
apapun dan siapapun saja, semata-mata hanyalah
sebagai bentuk Kecintaan seorang hamba kepada Tuhan.
Bagian 03

Menanam dan Kehilangan


Sejak awal kita hidup dalam satu ruang yang
bernama dunia, sejatinya tidak pernah sedikitpun kita
sebagai insan ikut campur terkait urusan Tuhan. Sebab
segala peristiwa yang terjadi dan berlangsung didalam
kehidupan adalah murni ketetapan Tuhan.

Demikianlah adanya, hanya Dia yang Maha


Memutuskan segala Ketetapan. Sejenak jika berkenan
untuk merenungkan, dapatkah kita memilih untuk lahir
dalam ruang dan waktu yang kita inginkan? Mungkinkah
kita sebagai insan dapat memilih kendaraan yang akan
digunakan untuk perjalanan pulang (kematian)? Dalam
hal ini, jawabannya adalah tidak.

Tuhan dengan segala firman-Nya telah


memberikan jawaban. Bahwasanya hidup dan mati
seseorang telah ditetapkan dalam suatu kepastian. Hanya
Dia Al-Awwal dan Al-Akhir, Az-Zhahir dan Al-Bhatin.
Sebagai seorang hamba, manusia dan makhluk hidup
yang lainnya hanya bisa menerima segala ketentuan-Nya.
Dunia adalah sebongkah kayu yang terombang ambing di
dalam luas samudera-Nya.

Sejatinya sebagai makhluk ciptaan-Nya kita tidak


pernah menanamkan apa-apa di Dunia, sebab semua
yang terjadi adalah cerminan dari sifat-Nya yang telah ada
dalam 99 Asma’ul Husna.
Demikianpun hakikatnya bahwa kita tidak pernah
kehilangan apa-apa di dunia. Ibarat seorang petani yang
tidak pernah menabur benih, bagaimana mungkin ia
berangan-angan akan untung dan rugi, padahal tak
pernah sedikitpun ia menanamkan padi.

Tidaklah seorang anak dilahirkan melainkan


untuk menghadapi Kematian dan tidaklah bangunan
diperkokoh melainkan untuk menghadapi Keruntuhan.
Hidup yang sedang kita jalankan, sepenuhnya adalah
milik Dia Sang Sumber Kehidupan.
Bagian 04

Keindahan Mutiara

Terselip Dalam Bilik Rahasia


Dalam suatu Kisah, ketika Baginda Nabi
Muhammad melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj dikatakan
bahwa Jibril diutus oleh Tuhan untuk mendampinginya.
Jibril adalah salah satu Malaikat utusan Tuhan yang
selalu mendampingi Kekasih, yakni Nur Muhammad.

Namun dalam proses melangsungkan perjalanan


tersebut, Jibril hanya mampu menemani Baginda
Muhammad hingga langit ke enam, sedangkan Baginda
Muhammad melanjutkan perjalanan Isra’ Mi’raj tersebut
hingga sampai pada langit ke tujuh dan menemui Rabb
nya dalam keadaan sendiri. Dalam suatu tamsil dikatakan
bilamana Jibril tetap mendampingi Rasulullah sampai
pada langit ke tujuh, maka sayapnya akan hangus
terbakar dan dirinya akan hancur berkeping-keping.

Terdapat dua hal yang Tuhan anugerahkan


kepada setiap Insan, tidak dapat dipisahkan namun tidak
dapat disamakan. Ia adalah hati dan akal pikiran. Akal
dan hati adalah dua hal yang saling berkaitan dalam
kehidupan Insan. Jibril dapat diibaratkan dengan akal
yang hanya mampu sampai pada titik tertentu, tidak lebih
dari itu.

Berbeda dengan hati yang sifatnya suci dan pada


dasarnya tidak ada yang dapat membatasi. Demikianpun
sebagaimana yang telah diriwayatkan dalam Hadist
Riwayat Qudsi bahwa “Langit dan bumi tidaklah mampu
menampung-Ku, sebab yang mampu menampung-Ku
hanya Hati seorang Mukmin”.

Langit dan bumi adalah makhluk ciptaan Tuhan


yang paling luas. Di dalam Al-Quran Allah pun
memperumpamakan bahwa luasnya surga adalah seluas
langit dan bumi. Dalam suatu tamsil dikatakan bahwa
luasnya langit dan bumi diperumpamakan sebagai
luasnya ketidak terbatasan Hati.
Bagian 05

Mimpi dan Keterjagaan


Setiap Insan tentu pernah bermimpi. Seoalah diri
sedang berdialog dengan yang lain. Di alam mimpi, ikhtiar
dan kesadaran manusia sedang berada pada tingkatan
yang paling rendah. Manusia tidak sedikitpun menyadari
apa yang sedang di alaminya dalam mimpi. Sebab
ikhtiarnya sedang direnggut.

Dalam kondisi terjaga, satu-satunya yang mampu


merenggut ikhtiar seseorang adalah Cinta. Meskipun
dirinya dalam keadaan sadar, namun ikhtiarnya
direnggut oleh kekasih yang dicinta.

Akal pikiran, kesadaran dan ikhtiar akan hancur


di hadapan cinta. Demikian lah insan terhadap Tuhan,
hanya dengan Cinta, ia akan mampu Bersanding dengan
Tuhan. Dalam hal ini, terdapat dua pilihan. Cinta pada
Kekasih yang Sejati, atau Kekasih selain yang Sejati.
Bagian 06

Hati dan Kesadaran


Di dalam satu ruang yang bernama dunia terdapat
suatu keindahan, yakni adalah hati dan kesadaran.
Keterbukaan dan ketertutupan hati menjadi pembeda
antara manusia sadar dengan manusia lainnya. Tingkat
kesadaran tersebut meliputi tindakan, perkataan dan
pikiran.

Saat manusia mampu memahami peristiwa yang


terjadi pada dirinya, maka itu pertanda bahwa ia telah
memiliki satu tahap kesadaran tertentu atas realitas
dirinya. Saat itulah, ia akan menemukan keajaiban akan
hakikat keindahan dirinya.

Seluruh peristiwa yang terjadi dalam kehidupan


manusia merupakan salah satu bentuk bahasa sindiran
dari Tuhan. Sebab manusia tanpa sadar selalu mencari
sesuatu yang justru jauh sebelumnya secara tersembunyi
telah ada dalam dirinya.

Namun persoalan ini akan mulai di pahami ketika


manusia telah benar-benar menggunakan Hatinya.
Keindahan dan keajabiban dalam hidup yang selalu
menyertai setiap saat, hanya mampu diperoleh
menggunakan penyaksian serta penglihatan hati.

Hanya perlu memandangnya saja tanpa perlu


menambahkan sesuatu yang lainnya. Tidak perlu
beranjak keluar untuk mencari dan memahami keajaiban
tersebut. Sebab semua yang terlihat adalah keindahan
jika hati kita selalu bersanding dengan-Nya. Terlebih,
bahwa sejatinya semua rahasia keindahan terletak
didalam diri setiap insan.

Namun dengan lalainya, kita mencari keluar dan


kesana sini. Jika hati selalu bersanding dengan-Nya,
niscaya kita akan meraih rahasia paling indah perihal
mengabdi pada illahi.
Bagian 07

Rindu dan Keterpisahan


Setiap hati, tentu penuh akan derita keterpisahan.
Sesiapapun insan yang mengalami keterpisahan, niscaya
ia akan mampu untuk menjelaskan tentang derita
kerinduan. Sebab sejatinya hati yang rindu adalah yang
dipisahkan oleh sesuatu.

Demikianpun seorang insan terhadap sesuatu


yang dicintainya, bilamana terpisah oleh jarak maupun
waktu niscaya rindu di dalam hatinya akan menggebu-
gebu hingga timbul suatu harapan untuk segera bertemu.

Air akan mengalir dari hulu hingga ke hilir. Ia


hanya akan mengalir dari tempat yang tinggi kepada
tempat yang lebih rendah. Adapun sama halnya
sebagaimana ruh setiap insan di dunia, tentulah ia akan
merindukan asal usul dan sumber sejatinya.

Bahkan seseorang yang berangkat dari tanah


kelahiran menuju tanah perantauan, dipisahkan oleh
siang dan malam tentu akan sangat rindu kepada kampug
halaman, yakni negeri tanah kelahiran. Hakikatnya,
demikianlah setiap insan kepada Tuhan.

Hati seseorang yang tengah ditempa derita


keterpisahan, akan mampu menjelaskan mengenai derita
kerinduan. Sebab derita keterpisahan akan menghasilkan
derita kerinduan.
Seseorang yang tidak pernah merasakan derita
keterpisahan, tidaklah mungkin akan mampu
menjelaskan perihnya derita kerinduan. Kata-kata dan
penafsiran, mempunyai keterbatasan dalam
menerjemahkan kerinduan insan pada Tuhan.
Bagian 08

Tangga Menuju Keabadian


Satu pembelajaran penting yang harus kita
pahami, bahwasanya kematian adalah tangga menuju
keabadian. Kita harus memahami bahwasanya dunia
hanya sebatas tirai dan hijab yang menutupi diri dengan
Illahi Robbi. Jika yang terlihat hanya penderitaan
dipermukaan, itu semua hanyalah tirai untuk menuju
keindahan. Jika kematian terlihat, sebenarnya itu adalah
tirai dalam kehidupan. Jika kehidupan terlihat, pun
sebenarnya itu adalah tirai bagi kematian. Seseorang yang
paham akan kematiannya dalam kehidupan, maka
keindahannya akan hidup dalam keabadian.

Pahamilah bahwa sejatinya hidup adalah


kematian. Maksudnya, bahwa pada hakikatnya sewaktu
kita mati, sebenarnya kita sedang hidup dalam kehidupan
yang sejati. Akan tetapi fenomena ini begitu
menakjubkan, sehingga kita berfikir bahwa ketika kita
mati maka yang ada hanyalah kematian itu sendiri, tiada
yang lain lagi.

Namun ketika pandangan kita berubah dalam


memaknai, rahasia akan tersingkap dan tentu kita akan
dibuat takjub, mengapa ada sesuatu yang sangat indah
dan selama ini tidak bisa kita Saksikan. Semesta adalah
hijab, oleh sebab itu sebisa mungkin kita harus berikhtiar
menyingkap tirai yang tertutup ini.
Sama halnya seperti permukaan laut yang terlihat,
bahwasanya itu hanyalah sekedar bentuk alam.
Lampauilah permukaan itu. Air bening didalam gelas
tanpa disadari hanya permukaannya saja yang terlihat.
Jika ingin mengetahui makna bening yang sebenarnya
maka kita harus malampaui gelas itu. Jika tidak, maka
yang kita saksikan hanyalah permukaannya saja.
Bagian 09

Jangan Kesana

Yang kalian kenal hanya Aku


Disana manakah yang mesti kita hindari dan tidak
semestinya kita datangi ?

Aku dalam Pemaknaan ini adalah aku sebagai


seorang diri dan aku sebagai Tuhan. Makna aku sebagai
diri adalah kita yang belajar untuk mengenali diri sendiri,
meski belum sepenuhnya sampai saat ini. Sedangkan aku
sebagai Tuhan adalah fitrah dari setiap insan yang selalu
mengingat Tuhan dan mempunyai keinginan untuk
kembali pada-Nya.

Saat manusia melangkah “Kesana”, artinya ia


sedang melangkah untuk keluar dari rumah-Nya. Ia
melangkah menuju suatu tempat.

Di dalam tempat itu ia akan menyibukkan diri


hingga membuatnya terasing dan lupa untuk kembali
pulang ke rumah asalnya. Di luar sana ia justru merasa
nyaman bermain tanpa pernah sadar bahwa didalam
rumah sedang ada Ibu Kehidupan yang menanti
kepulangannya. Bahkan lantaran sibuk oleh
permainannya itu, ia justru lalai dari dirinya hingga lalai
dari illahi-Nya.

Di dunia ini, penuh dengan “Disana” yang


membuat kita lalai. Tempat yang mengantarkan diri pada
kelalaian. Disana bahkan dapat mempunyai makna
manusia itu sendiri, yaitu pada saat kita duduk
bersamanya hanya akan mengantarkan kita pada
kelalaian hingga keterasingan akan realitas diri.

Itulah sebabnya mengapa didunia kita tidak


pernah mampu untuk menemukan kawan sejati. Karena
hakikatnya kawan sejati bagi setiap manusia adalah
Tuhan.

Setiap Manusia mempunyai keterbatasan akan


dirinya sendiri, dan kita tidak mungkin menuntut sesuatu
dari manusia diluar keterbatasan dirinya. Sementara,
makna kawan sejati adalah ketulusan memberi tanpa
pernah mengharapkan imbalan kembali.

Oleh sebab itu “Disana” dalam pemaknaan yang


jauh lebih dalam lagi adalah tempat yang justru akan
membuat kita tidak mampu untuk menemukan “Diri” dan
“Tuhan”. Karena semuanya asing dan terasing.
Bagian 10

Cinta Yusuf dan Zulaikha


Suatu ketika, salah seorang nabi yang tampan
rupawan bernama Yusuf As mengaku telah mencintai
seorang perempuan yang anggun dan menawan, ia
bernama Zulaikha. Dihadapan Tuhan, yusuf berterus
terang bahwasanya hatinya tidak dapat berbohong dan
dirinya tidak dapat mengelak bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh hawa nafsu amarahnya.

Kemudian yusuf mengatakan bahwa cintanya


kepada zulaikha hanyalah sebatas cinta kepada manusia
yang tidak dapat disandingkan dengan cinta illahi
terhadap Tuhannya. Dengan amat sangat khawatir yusuf
memohon ampun kepada Tuhannya lantaran ia tidak
dapat mengendalikan dirinya yang sedang dikuasai oleh
nafsu tirani yang menjadi kecenderungan jahat dalam
diri.

Kemudian Tuhan berkata bahwasanya berkaitan


dengan cinta illahi dari seorang insan terhadap Tuhan
adalah kehendak-Nya. Cinta illahi berkaitan dengan
perkenaan anugerah Tuhan pada insan yang menjadi
pilihan.

Dalam hal ini dapat disimpulkan dan dapat


dijadikan pembelajaran, bahwasanya semua insan
bukanlah apa-apa dan tidaklah menjadi siapa-siapa
kecuali Tuhan yang memberikan persetujuan.
Tuhan memilih sesiapapun yang dikehendaki dan
disetujui untuk selalu bersanding hatinya serta tidak lalai
hingga lupa terhadap keagungan-Nya.
Bagian 11

Tafakkur Diri Dalam Sunyi


Dalam suatu tamsil tertentu dikatakan bahwa
dzikir yang tingkatannya paling tinggi adalah tafakkur.
Tafakkur dalam konteks secara umum adalah merenung.
Pertanyaannya mengapa merenung dikatakan sebagai
salah satu dzikir yang tingkatannya paling tinggi?

Di dalam surah Ali ‘Imran ayat 191 dijelaskan


mengenai apa-apa saja yang diperkenankan oleh Tuhan
untuk setiap insan renungi. Antara lain yakni seperti
merenungi nikmat yang diberikan oleh Tuhan, ayat-ayat
Al-Qur’an, ciptaan yang berada di alam semesta serta
ciptaan didalam diri yang mungkin tanpa pernah disadari.

Merenungi segala bentuk nikmat yang telah


diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan tentu akan
membuat diri merasa selalu bersyukur hingga mendapat
ketentraman hati. Merenungi ayat-ayat Al-Qur’an akan
memberikan petunjuk kepada setiap insan, mempunyai
kelembutan serta sifat saling menyayangi yang tiada
batasnya terhadap seluruh ciptaan Tuhan.

Demikianpun dalam hal bertafakkur atau


merenungi hal-hal yang lainnya, selama dalam batasan-
batasan yang baik dan diperkenankan oleh Tuhan.
Niscaya setiap insan akan menyadari dan selalu
menyadari bahwa tiada sesuatupun yang diciptakan oleh
Tuhan dalam keadaan sia-sia.
Hakikatnya, tafakkur adalah salah satu proses
seorang insan untuk selalu dekat dan bersanding dengan
Tuhan, Merenungi banyak hal yang telah Tuhan berikan
hingga dapat menerapkan seluruh sifat-sifat-Nya dalam
kehidupan. Baik pada tumbuhan, hewan, maupun insan.
Bagian 12

Meniadakan Tuhan
Dalam beragama, mungkin saja Tuhan telah
ditiadakan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peristiwa
yang seolah-olah tanpa sadar tengah menebar kebencian
dan menghilangkan esensi kasih sayang. Bilamana agama
sudah tidak lagi mengajarkan kelembutan dan
menebarkan kasih sayang, mungkin saja Tuhan telah
dimatikan.

Sebab sejatinya Tuhan dalam agama selalu


mengajarkan akan cinta, pemberian dan kelembutan
serta kasih sayang terhadap semua yang diciptakan.
Agama Tuhan adalah agama cinta dan kasih sayang.

Demikianpun melalui kekasih-Nya yang bernama


Muhammad, Tuhan tidak pernah sedikitpun mengajarkan
kebencian. Karena anugerah-Nya yang tiada batas dan
pemberian-Nya tiada henti, maka hakikatnya Tuhan
Mahabbah. Tuhan adalah Cinta. Satu-satunya pemberi
tanpa pamrih. Hanya kesia-siaan belaka jika seorang
insan mengaku bertuhan namun tanpa kecintaan
terhadap semua yang Dia ciptakan.
Bagian 13

Memberi Pada Diri Sendiri


Setiap insan yang kenal akan Tuhannya tentulah
ia ingin selalu bersanding dan dekat dengan-Nya. Dengan
cinta-Nya Tuhan selalu melimpahkan pemberian nikmat
pada setiap insan bahkan pada seluruh makhluk yang Dia
ciptakan. Tanpa pernah peduli makhluk-Nya mensyukuri
atau tidak terhadap semua yang telah Dia beri.

Sebagaimana yang telah Tuhan katakan, bahwa


diri-Nya adalah Tunggal, yakni satu dan tiada yang lain.
Demikianpun Tuhan menjamin pada semua insan yang
selalu bersanding dengan-Nya, niscaya tidak akan pernah
kekurangan apapun. Dengan baiknya, Tuhan selalu
melimpahkan anugerah-Nya dalam setiap tarikan nafas
ini.

Hakikatnya semua adalah Cermin, seolah ketika


seseorang berdiri dihadapan cermin, maka yang akan
terlihat adalah wujud dari dirinya sendiri. Bilamana
seorang insan melakukan suatu pemberian, maka tidak
akan pernah ada sesuatupun yang kurang dan hilang dari
dirinya, sebab tanpa disadari ia justru menambah apa
yang telah dipunyai. Ya, artinya ia sedang memberi pada
dirinya sendiri.
Banyak insan yang berbuat baik dan selalu
berusaha untuk membahagiakan sesamanya, tanpa
disadari ia tengah melakukan kebaikan dan
membahagiakan dirinya sendiri. Pun sebaliknya, yang
membenci dan menyakiti sesama, tanpa sadar yang
dibenci dan disakiti adalah dirinya sendiri.
Bagian 14

Manusia

Adalah Miniatur Jagat Raya


Dikatakan dalam Surah Al-Ahzab bahwa
sesungguhnya Tuhan telah memberikan amanah pada
langit, bumi dan gunung. Namun semuanya enggan
untuk memikul amanah tersebut lantaran mereka
khawatir akan berkhianat. Hingga kemudian Tuhan
berkehendak, bahwa manusialah yang akan mengemban
amanah tersebut.

Dengan seluruh kelebihan dan kekurangan yang


dipunyai oleh setiap manusia, tuhan berkehendak agar
manusia mampu mengendalikan hingga menjadi otak
dalam segala aktivitas peristiwa kehidupan. Demikianpun
petunjuk dan anjuran yang telah Tuhan berikan melalui
perjalanan tauhid.

Tauhid dalam istilah Bahasa arab yakni adalah


menyatukan dan memadukan. Makna dari menyatukan
dan memadukan yakni adalah kehendak insan dengan
kehendak Tuhan. Sesiapapun yang telah mampu
meleburkan keinginan dirinya pada keinginan Tuhan
niscaya ia telah memiliki kemampuan tauhid yang
sebenar-benarnya. Meyakini secara sungguh-sungguh
bahwasanya seluruh peristiwa kehidupan yang terjadi
adalah murni ketentuan Tuhan.

Dalam hal ini, sesiapapun insan yang telah


mampu melakukan maka hakikatnya ia telah menjadi
khalifah dan salah satu dari bagian kekasih Tuhan.
Satu-satunya jalan dan pintu untuk masuk
kedalam pencapaian tauhid adalah dengan meniadakan
diri, yang mana dalam hal ini seorang insan telah
sepenuhnya mampu memaknai keinginan dan ketentuan
Tuhan, hingga mengiyakan segala peristiwa yang telah
Tuhan tetapkan.
Bagian 15

Surga dan Neraka Manusia


Dimana letak surga yang dijanjikan oleh Tuhan?

Dimana letak neraka yang sejatinya tak diinginkan?

Pada dasarnya setiap insan telah Tuhan berikan


kebebasan, akan tetapi berkaitan dengan kepastian,
adalah Tuhan yang menentukan. Di antara hal-hal kecil
yang selalu berlangsung dalam kehidupan adalah cinta
dan kebencian.

Siapapun insan yang memilih jalan untuk hidup


dalam ruang kebencian, niscaya ia akan selalu merasakan
sakitnya kehidupan. Demikianpun sebaliknya, siapapun
insan yang memilih jalan untuk hidup dalam ruang cinta
dan kebaikan, niscaya ia akan selalu berdamai dengan
indahnya kehidupan.

Mungkin saja hidup dalam keikhlasan, cinta dan


perdamaian adalah surga lantaran hati selalu merasa
senang, tentram dan sejahtera. Pun sebaliknya, mungkin
saja hidup dalam pertikaian dan kebencian adalah neraka
lantaran hati tidak pernah merasakan indahnya
kelembutan dan ketenangan.
Bagian 16

Cinta dan Peperangan


Dikatakan dalam suatu tamsil tertentu,
bahwasanya peperangan jauh lebih sederhana akibatnya
daripada cinta dalam hati yang tidak pernah tau kemana
tujuannya. Sudahkah kita sebagai seorang insan
mengetahui kemana cinta dalam hati ini ditujukan dan
dimana letak pelabuan terakhir dari perjalanan panjang
yang selama ini dilakukan?

Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan


bahwasanya hati adalah ruang yang diberikan oleh Tuhan
dan diletakkan sebagai anugerah di dalam diri setiap
insan. Apakah guna hati dalam diri dan mengapa
dikatakan sebagai suatu ruang yang sifatnya privasi
hingga tidak dapat dibatasi serta tidak satupun dapat
mengetahui kecuali Tuhan itu sendiri?

Peristiwa yang dipandang buruk oleh indera


manusia seperti peperangan antar sesama tidaklah
sebanding dengan letak cinta dalam hati yang tidak tau
kemana arah tujuannya.
Bagian 17

Kepingan Cermin
Tuhan ibarat cermin yang jatuh dan pecah
berkeping-keping, diperdebatkan dan direbut mati-matian
dengan cara pertengkaran oleh sesama hingga merasa
bahwa diri sendirilah yang paling benar. Tanpa disadari,
bahwasanya sejarah pertengkaran panjang dalam
kehidupan yang akan berlangsung hingga kematian
disebabkan hanya karena memperebutkan kebenaran.

Seolah diri merasa paling benar padahal hanya


pecahan cermin yang ia dapatkan. Tanpa pernah
menghiraukan bagaimana wujud dari cermin yang utuh
sebenarnya lantas membuat aturan seolah-olah hidup
adalah milik pribadinya.

Menghukum sesamanya yang di anggap salah


dengan cara yang tidak sebagaimana mestinya hingga
mengesampingkan peran Tuhan yang selalu
melimpahkan cinta dan kasih sayang kepada semua yang
diciptakan. Tak sadar ia sedang mempertuhankan
dirinya, meskipun sedebu.
Bagian 18

Pengabdian Rohani
Sejatinya jasad atau yang biasa dikenal dengan
istilah jasmani adalah pakaian sementara seorang insan
dalam satu ruang yang bernama dunia. Suatu saat ketika
Tuhan berkehendak, niscaya pakaian tersebut akan
dirampas kembali dan tidak lagi bernama jasmani. Diberi
atas persetujuan-Nya, dirampaspun atas dasar
ketentuan-Nya, sebab Dia yang menciptakan satu-
satunya.

Tidak ada satupun yang diciptakan melainkan


atas dasar persetujuan dan ketentuan-Nya. Ruang dan
waktu didalam kehidupan adalah perjalanan sementara
untuk kembali pada-Nya. Segala peristiwa yang terjadi
dan ditangkap oleh indera ragawi hanyalah sebatas
halusinasi atas pemahaman diri sendiri. Tuhan sendiri
yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk
bungsu ciptaan-Nya. Mempunyai ciri keterbatasan,
kesempitan dan kedangkalan.

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk rohani.


Adapun jasmani hanyalah tajalli yang sifatnya sementara
dan dipinjami. Tuhan menciptakan seluruh makhluknya
menggunakan bahan mentah yang diambil dari diri-Nya
sendiri. Semua yang berasal dari Tuhan, tentulah
mempunyai sifat abadi. Maka hakikatnya semua insan
dianjurkan untuk melakukan penelitian panjang melalui
alam, peradaban dan pengetahuan yang sejati dalam
proses mengabdi.
Jangan sampai melekat pada sesuatu yang pada
akhirnya harus dibuang dan ditinggalkan. Sebab semua
tidak bisa mengelak, bahwa sejatinya seluruh ciptaan
sedang diperjalankan oleh Tuhan untuk menuju dan
kembali pada keabadian. Dalam waktu yang berlangsung
sangat cepat, semua insan akan jatuh kedalam sepetak
tanah kegelapan, dan kembali pada pangkuan Ibu
Kehidupan.
Bagian 19

Makhluk Yang Melayani


Sejatinya manusia adalah pelayan bagi alam
semesta beserta seluruh isinya. Sebagaimana Tuhan yang
telah memberikan amanah kepada semua insan lantaran
gunung dan lautan tidak sanggup untuk mengembannya.
Tanpa disadari dan yang selalu terjadi dalam kehidupan
sehari-hari adalah demikian.

Dalam aspek kehidupan secara umum dan


berkaitan dengan lingkungan yakni ketika lautan sedang
tidak baik, maka manusialah yang menjadikannya baik
dengan segala ikhtiarnya untuk membuatnya tampak
baik hingga menarik. Bilamana gunung sedang menangis
kekeringan hingga menjerit lantaran kebakaran, pun
manusialah yang dengan segala ikhtiarnya membuatnya
kembali hijau hingga subur agar kembali menjadi baik-
baik saja.

Tanpa disadari, manusia pun berlaku demikian


terhadap sesamanya. Melayani dengan penuh kasih
sayang agar tercipta kerukunan dan mengesampingkan
pertengkaran-pertengkaran. Sejatinya demikianlah
manusia yang diberikan amanah untuk melayani semesta
alam beserta seluruh isinya dengan jalan rahmat dari
Tuhan.

Jika memang belum sanggup berdiri hingga


berjalan untuk menyebarkan rahmat dan kasih sayang
Tuhan kepada seluruh yang diciptakan, paling tidak
manusia mampu menjadi debu yang berkohesi dengan
ribuan debu lainnya hingga seolah-olah menjadi bahan
dasar dari proses pembangunan jalan dan gedung-gedung
kehidupan. Ya, maknanya adalah kebermanfaatan untuk
semuanya.
Bagian 20

Dengan Kelembutan

Tuhan Berkenan Meminjamkan


Pada dasarnya memang tidak akan pernah ada
sesuatu yang sejati hingga sifatnya abadi dalam
kehidupan. Hanya tinggal menunggu waktu untuk roboh
dan dijatuhkan, atau kembali menghadap pada Tuhan.
Kedudukan, kehebatan hingga gelar kemanusiaan dari
aspek seluruh kehidupan tidak lain dan tidak bukan
terjadi lantaran dengan kelembutan Tuhan berkenan
meminjamkan.

Demikianpun pada tatanan senang, sedih hingga


penderitaan dalam diri setiap insan. Tidaklah terjadi
melainkan atas dasar persetujuan dan ketentuan. Dengan
kasih sayang dan cinta-Nya, Tuhan berkenan untuk
meminjamkan kebahagiaan. Sedangkan penderitaan
dalam kehidupan adalah cara Tuhan yang berbeda dalam
menyampaikan pesan dan menebarkan kasih sayang.
Bagian 21

Tidak Mengenal Diri


Dalam aspek kehidupan sehari-hari, dalam ruang
yang bernama dunia ini, tanpa disadari bahwasanya diri
seolah-olah menjadi lukisan yang tidak pernah patuh
pada pelukisnya. Mengambil keputusan sendiri tentang
warna apa yang disukai, guratan dan garis apa yang
disayangi hingga tekstur bagaimana yang dicintai
berdasarkan kehendak nafsu dalam diri.

Seringkali tidak mengenal diri hingga lalai kepada


sumber dari kehidupan yang sejati. Ibarat kucing yang
rela bercuit seperti burung demi mendapatkan
kepentingan pribadi. Ia lupa bahwasanya ia adalah kucing
lucu yang menjadi hewan kesayangan Kekasih, namun ia
lebih memilih menjadi burung demi memuaskan nafsu
dalam diri.

Ampuni kami Robbi…


Bagian 22

Tuhan yang Berpura-pura


Dalam kehidupan sehari-hari seringkali diri seolah
angkuh kepada Tuhan yang Maha Menghendaki. Tanpa
disadari, seringkali kita menyombongkan diri di hadapan
illahi. Merasa bahwasanya dalam setiap peristiwa yang
terjadi adalah hasil jerih paya dan kemampuan sendiri,
hingga mengesampingkan hakikat kasih sayang Tuhan
kepada seluruh ciptaannya dibumi.

Dengan berpura-pura rendah hati dan seolah tidak


mengetahui, Tuhan masih mau untuk selalu mengatakan
“berdoalah kepada-Ku, sampaikan apa yang kalian mau,
dan Aku akan mewujudkan itu”
Bagian 23

Berilah AKU Makan


Suatu ketika beberapa orang dari kaum bani israil
menemui Musa As seraya mengatakan bahwa mereka
ingin mengundang Tuhan Musa As untuk makan malam.
Dengan tegasnya Musa As menolak tawaran kaum bani
israil serta menjawab bahwa Tuhannya tidak makan dan
tidak minum. Seketikapun beberapa orang dari kaum
bani israil menertawakan Musa As sembari berkata bahwa
jika demikian Musa As berbohong atas segala cerita
mengenai Tuhannya.

Kemudian pada suatu malam, Tuhannya bertanya


kepada Musa As mengapa ia tidak menerima undangan
makan malam yang ditawarkan oleh kaum bani israil.
Musa As kemudian bertanya kepada Tuhannya,
“bukankah Engkau tidak makan dan tidak minum Wahai
Tuhanku?”, seketika Tuhannya menegaskan “Terimalah”.
Hingga pada akhirnya Musa As mengatakan pada kaum
bani israil bahwasanya Tuhannya menerima undangan
makan malam yang ditawarkan olehnya.

Pada hari kesekian setelah mendapatkan kabar


bahwa Tuhannya Musa As menerima undangan makan
malam maka kaum bani israil menyiapkan hidangan yang
amat sangat istimewa. Sembari Musa As membantu dan
menunggu kedatangan Tuhannya, datanglah seorang
pengemis meminta sedikit makan untuk mengisi perutnya
yang sedang kelaparan. Namun dengan sangat
angkuhnya Musa As menolak dan mengatakan bahwa
“hidangan makan malam ini sedang kami siapkan untuk
menyambut kedatangan Tuhan” hingga akhirnya
pengemis tersebut pergi.

Akan tetapi Tuhannya tidak datang, sebab pada


faktanya Tuhan tidak akan pernah dapat dilihat melalui
indera penglihatan manusia. Cacian demi cacian
dilontarkan oleh kaum bani israil kepada Musa As hingga
akhirnya Musa As kesal dengan Tuhannya.

“Wahai Tuhanku, mengapa Engkau tidak datang


sehingga aku dibuat malu?”

Seketika Tuhannya menjawab “tidakkah engkau


melihat wahai musa, bahwasanya telah datang seorang
pengemis yang sedang kelaparan. Tanpa pernah engkau
menyadarinya, Aku berada pada diri pengemis yang
sedang kelaparan itu. Mengapa engkau tidak memberi-Ku
makan wahai musa?”

“Ketahuilah bahwasanya Aku senantiasa selalu


berada pada diri orang-orang yang lemah. Jika kau
melihat salah seorang dari hamba-Ku sedang kelaparan,
berilah dia makan. Jika kau melihat salah seorang dari
hamba-Ku yang sedang kedinginan lantaran ia tidak
mengenakan pakaian, berikanlah ia pakaian. Datanglah
pada salah seorang atau sekian banyaknya hamba-Ku
yang sedang sakit. Sebab tanpa kau sadari, disitulah Aku
berada wahai Musa.”
Bagian 24

Dajjal & Imam Mahdi


Mulanya, dikatakan dalam banyak tamsil dan
riwayat bahwasanya Dajjal adalah satu-satunya musuh
terbesar umat manusia yang akan muncul suatu saat
nanti. Kemudian dalam riwayat dan tamsil yang lainnya
pun dikatakan bahwasanya hanyalah sosok Imam Mahdi
yang mampu mengalahkannya.

Sosok Dajjal dalam pemaknaan umum


digambarkan sebagai makhluk yang buruk rupanya dan
amat sangat berbahaya bagi semua manusia. Bilamana
setiap insan menginguti kehendaknya, niscaya Tuhan
akan murka terhadapnya. Demikianpun Imam Mahdi itu
sendiri, dikatakan bahwasanya saat ini ia telah terlahir di
dunia dan hanya tinggal menunggu akan waktu
kemunculannya saja.

Apa dan siapakah Dajjal ini?

Siapa dan apakah Imam Mahdi ini?


Bagian 25

Mekkah dan Madinah


Menyambung pembicaraan dalam bab
sebelumnya, dikatakan dalam beberapa tamsil dan
riwayat bahwasanya terdapat suatu tempat yang mana
Dajjal tidak mungkin dapat memasukinya. Bilamana
semua insan atau umat manusia berada pada batasan
lingkungan tempat ini, niscaya Dajjal tidak akan dapat
memasuki dan mempengaruhinya.

Tempat ini adalah Mekkah dan Madinah, yang


mana apabila dilihat dalam pemaknaan secara geografis
maka Mekkah terletak sekitar 600 km dari kota Madinah
dan terhitung kurang lebih 200 km dari timur laut kota
Jedah. Kedua kota ini merupakan lembah sempit yang
dikelilingi oleh gunung dan berdiri suatu bangunan
bernama Ka’bah sebagai titik pusatnya.

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Mekkah


adalah tempat pertamakali Allah menurunkan wahyu
kepada kekasih-Nya yang bernama Muhammad. Akan
tetapi lantaran kaum yang berada disekitarnya sedang
berada pada pemikiran gelap dan biasa dikenal dengan
istilah jahilliyah maka Muhammad berpindah ke kota
Madinah .

Jika benar demikian, maka bagaimana dengan


nasib segelintir umat manusia dan seluruh insan yang
tidak dapat mendatangi Mekkah Madinah? Apakah akan
terancam untuk dipengaruhi oleh Dajjal dan
mendapatkan murka dari Tuhan?
Alangkah malangnya jika benar demikian adanya,
maka akan banyak sekali umat manusia yang murka
dihadapan Tuhan. Diantaranya adalah orang-orang fakir
yang berada jauh dari Mekkah dan Madinah.

Apa dan dimanakah Mekkah?

Dimana dan apakah Madinah?


Bagian 26

Tidak Disana, Melainkan Disini


Dalam konteks pemaknaan secara umum, mekkah
dan madinah terletak nun jauh diseberang benua yang
sedang kita tinggali saat ini. Akan tetapi dalam
pemaknaan yang jauh lebih mendalam, sejatinya mekkah
dan madinah dapat dimiliki oleh sesiapapun saja,
keduanya terletak di dalam diri setiap insan. Mekkah dan
Madinah yang terletak nun jauh disana adalah tajalli dan
pengejawantahan simbol dari kasih sayang Tuhan yang
Maha memberikan wahyu akan asal-usul hingga tujuan
kepulangan setiap insan.

Maka, setiap insan yang mampu menanamkan


iman dan kebaikan didalam hatinya niscaya ia akan
mampu membangun hakikat mekkah dan madinah yang
sebenar-benarnya, sebab ka’bah itu sendiri adalah kedai
bagi setiap hamba yang berdoa.

Berkaitan dengan dajjal, dalam konteks secara


umum dikatakan bahwa ia adalah perwujudan dari
makhluk ciptaan Tuhan yang dapat menistakan manusia
ketempat paling rendah dihadapan Tuhan. Dikatakan
dalam beberapa tamsil dan riwayat bahwa satu-satunya
yang mampu melawan adalah imam mahdi. Ia adalah
salah satu utusan Tuhan yang berwujud manusia untuk
memimpin kejayaan umat dalam melawan dan
mengalahkan dajjal. Kemudian dikatakan oleh beberapa
insan bahwasanya imam mahdi telah lahir dan hidup di
dunia ini. Hanya tinggal menunggu kemunculannya saja
ketika dajjal telah menistakan manusia.

Dalam pemaknaan yang sifatnya jauh lebih


mendalam, dajjal dan imam mahdi ibarat suatu penyakit
yang hanya mampu disembuhkan oleh satu obat. Dajjal
dengan segala citranya, adalah suatu penyakit yang
letaknya berada di dalam diri setiap insan. Ia meliputi
kebencian, kebohongan dan segala sesuatu yang
membuat insan lalai akan Tuhannya. Sedangkan imam
mahdi adalah satu-satunya obat yang mampu
mengalahkan dajjal dan sejatinya ia adalah kebaikan-
kebaikan yang mengarah kepada iman serta kasih sayang
terhadap seluruh ciptaan Tuhan.
Bagian 27

Barangkali Manusia Abai


Dalam ruang yang bernama kehidupan, Tuhan
selalu menganugerahkan kasih dan sayang-Nya kepada
seluruh apa yang diciptakan-Nya. Terlebih kepada
seluruh anak cucu turunan adam dan hawa di dunia.
Tanpa pernah di sadari, melalui kekasih-Nya Tuhan selalu
memberikan petunjuk dalam hal apa pun.

Dari segala sesuatu yang awalnya tidak pernah


diketahui oleh akal manusia melalui indera, namun
dengan cahaya dan atas dasar persetujuan-Nya
kemudian manusia diperkenankan untuk mengetahui
banyak hal di dunia. Inilah sebab mengapa terjadi banyak
penelitian hingga memunculkan suatu penemuan.

Dalam suatu peristiwa dimasa yang lalu hingga


pada saat ini dan mungkin dikemudian hari, manusia
dengan segala penemuannya berbangga lantaran merasa
bahwa apa yang terjadi maupun yang di dapat adalah
berdasar sebab dirinya sendiri tanpa pernah berfikir siapa
yang mengendalikan akal untuk memberikan perintah
kepada seluruh struktur didalam tubuhnya sehingga
manusia itu dapat melakukan penelitian dan
menghasilkan suatu penemuan.

Barangkali manusia abai dalam menggunakan


akalnya, sehingga Tuhan berkenan untuk menurunkan
Kitab Suci sebagai pedoman dalam kehidupan. Melalui
pedoman inilah manusia diberikan pembelajaran
mengenai banyak hal.
Bahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
tatacara meneliti hingga menghasilkan suatu penemuan.
Terlebih dengan kasih dan sayang-Nya lah, Tuhan sangat
bersabar untuk membimbing manusia agar dapat
berinteraksi dengan-Nya melalui hati.
Bagian 28

Sebelum Menikah dengan yang Disana

Menikah lah dengan yang Disini


Menikah bagi kalangan pemuda dan pemudi
adalah salah satu peristiwa sakral yang didamba-
dambakan. Mempunyai pasangan yang baik dan mampu
berbahagia bersama hingga akhir hayatnya. Demikianlah
yang amat sangat diharapkan oleh segelintir umat
manusia, bahkan dapat dikatakan hampir seluruh yang
ada di dunia.

Tidak ada yang salah dalam pernyataan demikian,


sebab inilah fakta yang ada. Namun apabila dikaji dalam
konteks dan konsep spiritual, alangkah lebih indahnya
jika sebelum menikah dengan yang terletak diluar, justru
kita menikah dengan yang di dalam.

Dalam proses untuk menuju suatu pernikahan,


tentunya manusia diperkenankan untuk saling mengenal
satu sama lain agar semakin memahami dan saling
mengerti hingga timbul rasa saling mengasihi diantara
keduanya.

Dalam proses mengenal inilah yang dalam konteks


maupun konsep spiritual ada kaitannya dengan kalimat
“sebelum menikah dengan yang terletak diluar, alangkah
lebih baiknya jika menikah terlebih dahulu dengan yang
terletak didalam”.

Mengenal sesuatu yang letaknya didalam dan


jarang kita sadari ini tentunya amat sangat berkaitan
dengan diri sendiri. Terdapaat hal-hal yang perlu kita
kenali terlebih dahulu dalam diri kita sendiri sebelum
mengenali segala sesuatu yang letaknya diluar sana.

Seringkali kita sebagai manusia mempunyai rasa


takut yang amat tinggi, khawatir, senang, sedih, serta
kebencian dan sebagainya. Mungkin, hal-hal seperti ini
muncul lantaran kita belum sepenuhnya mengenali diri
sendiri.

Ada batasan dalam proses mengenal yang letaknya


diluar, sebut saja dalam hal mengenali orang lain yang
ingin kita nikahi. Namun dalam proses mengenali diri
sendiri, tiada siapapun yang dapat membatasi, tiada
mengenal waktu dan tiada mengenal hari serta hanya diri
yang mengetahui hingga sampai pada makna kehidupan
abadi.

Seandainya kita telah mampu sepenuhnya dalam


hal mengenali diri sendiri, niscaya kita tidak akan pernah
merasakan hal-hal yang demikian, sebab yang ada
hanyalah keindahan dan yang akan selalu kita berikan
adalah kebahagiaan serta kasih sayang kepada sesama
insan.
Bagian 29

Anjing Yang Mulia


Suatu ketika terdapat salah seorang santri yang
selalu dipanggil oleh gurunya dengan sebutan Asu
(Anjing). Atas dasar rasa hormat terhadap gurunya, santri
tersebut menerima tanpa pernah sedikitpun mengeluh.
Guru tersebut adalah salah satu ulama masyhur yang
dimuliakan oleh para santri dan seluruh masyarakat
disekitarnya.

Waktu demi waktu berjalan dan dalam setiap


harinya santri tersebut selalu diejek oleh santri yang
lainnya dengan sebutan Asu (Anjing). Peristiwa ini terjadi
lantaran seluruh santri yang ada beranggapan bahwa
gurunya memberikan panggilan tersebut kepada salah
satu santrinya sebagai bahan ejekan.

Sedikit timbul rasa kecewa lantaran panggilan dari


seorang gurunya justru dijadikan bahan ejekan oleh
santri yang lainnya. Kemudian setelah beranjak dewasa,
santri tersebut mendatangi gurunya sembari menanyakan
hingga mengutarakan keluh kesahnya terkait panggilan
yang diberikan kepadanya.

Singkat cerita kemudian gurunya bertanya apakah


anjing adalah salah satu hewan yang hina baginya?.
Santri tersebut hanya tertunduk diam tanpa sedikitpun
menjawab pertanyaan sekaligus pernyataan dari sang
guru yang dihormatinya.
Dengan lembutnya sang guru kemudian
mejelaskan beberapa kemuliaan anjing yang telah
difirmankan dalam Al-Quran. Bahwasanya anjing adalah
salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang amat sangat
cerdas, sesiapapun yang mendengar gonggongannya
tentulah ia akan merasa sangat ketakutan hingga
kemudian sang guru mengatakan bahwa anjing adalah
hewan yang amat sangat patuh terhadap tuannya.

Semakin merasa malu santri yang berada di depan


gurunya, tertunduk diam dengan memikul rasa bersalah
serta beranggapan bahwa dirinya telah menghilangkan
rasa hormat terhadap guru yang berdiri tepat
dihadapannya.

Kemudian guru tersebut menyentuh bahu seorang


santri yang berada tepat di depannya sembari
mengatakan “ketahuilah bahwasanya seluruh kemuliaan-
kemuliaan itu hanya terletak didalam dirimu wahai
santriku ”.
Bagian 30

Berwudhu Cinta & Kasih Sayang


Salah satu cara Tuhan untuk menyambut tamu
dari seorang hamba-Nya adalah dengan menyebarkan
undangan sebanyak lima kali dalam sehari. Niscaya Ia
akan selalu mendengarkan keluh kesah dari setiap insan
yang bertamu kepada-Nya dengan salah satu cara-Nya ini.

Ya, salah satu cara yang dimaksudkan adalah


melakukan ibadah shalat sebanyak lima kali dalam
sehari. Namun, dalam proses untuk bertamu kepada
Tuhan menggunakan cara ini tentulah harus melalui
beberapa ketentuan yang telah Tuhan perkenankan.

Setiap insan yang ingin menemui-Nya melalui cara


ini, harus berwudhu terlebih dahulu dengan tatacara
sebagaimana yang telah ditentukan dan diajarkan.
Membasuh sebagian daripada raga dengan air agar
terhindar oleh najis dan hal-hal yang dianggap tidak
sopan.

Secara dzohir, shalat tidak diperkenankan bagi


setiap insan yang belum membasuh sebagian raganya
menggunakan air atau yang biasa dikenal dengan istilah
berwudhu. Namun secara bathin, meski berpuluh-puluh
kali raga dibasuh menggunakan air niscaya tidak lah
membuat singgahsana Tuhan terbuka.

Hakikat wudhu yang sebenarnya adalah


menanggalkan kebencian yang ada di dalam diri setiap
insan, memaafkan dan melupakan kesalahan-kesalahan
yang mungkin dirasa menyakitkan.

Satu-satunya air yang dapat digunakan untuk


membersihkan najis demikian, adalah air kasih sayang
dan cinta terhadap sesama insan, memaafkan serta
melupakan seluruh kebencian daripada kesalahan-
kesalahan yang melekat di dalam hati ketika bertamu ke
hadapan Tuhan.

Oleh sebab itu, sebisa mungkin ketika bertamu


untuk menyambut seruan undangan dari Tuhan,
senantiasa hati haruslah bersih daripada najis kebencian
terhadap seluruh apa yang Dia ciptakan.

Shalat tidak diperkenankan bagi insan yang di


dalam hatinya masih terdapat kebencian pada sesama.
Bagian 31

Mati Di Dalam Hidup


Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita
terpengaruh oleh banyak hal yang tanpa di sadari justru
membuat kita lalai dan menjauh dari pemilik semesta
sejati. Seolah-olah diri ini berjalan menjauh dari-Nya
namun berlari untuk mendekat kepada sesuatu yang
hakiatnya adalah fana.

Ada baiknya jika perlahan-lahan kita belajar


untuk membatasi hingga mampu dalam menanggalkan
sesuatu yang sejatinya selalu membuat jiwa dan raga
berkelahi. Ia adalah segala sifat maupun sikap yang
dipengaruhi oleh nafsu dan ego dalam diri.

Tanpa disadari dalam segala aspek gerakan


jasmani, diri kita dikendalikan oleh nafsu dan ego hingga
menenggelamkan hakikat hati yang sejatinya adalah
persemayaman illahi. Demikianlah sebab mengapa
Kekasih Tuhan senantiasa selalu mengajarkan umatnya
untuk mati di dalam hidup.

Rasulullah senantiasa selalu mengajarkan


umatnya untuk dapat menghidupkan cinta dalam hati.
Adapun maksud darinya adalah agar dimudahkan
langkah demi langkah umatnya untuk mendekat kepada
pemilik semesta sejati hingga bertemu kelak di dalam
samudera inti.
Ketika kita mampu untuk menghidupkan cinta di
dalam hati, niscaya kita diberikan kemudahan untuk
menuju jalan yang utama, yakni jalan yang tiada
pengganti untuk menggapai kebahagiaan ketika berjumpa
dengan-Nya di dalam samudera inti.
Bagian 32

Mencintai Pemilik Keduanya


Segelintir hamba dan umat manusia bertengkar
dalam konteks surga dan neraka. Tanpa di sadari, semua
berkhayal dan menerka-nerka. Beribu-ribu kali puja dan
puji di haturkan kepada-Nya. Pagi hingga petang semua
ibadah di lakukan dengan alasan hanya untuk-Nya.

Ungkapan aku benar dan kalian yang salah selalu


dilontarkan nya. Surga untukku dan neraka bagimu
adalah keyakinan yang tertanam dalam egonya. Lantas
benarkah memang demikian suatu saat adanya?

Kekasih Tuhan senantiasa selalu mengatakan,


bahwa lidah insan yang bijaksana terletak di belakang
hatinya. Seluas-luasnya ilmu seorang hamba adalah
ketika ia tidak mudah untuk menyalah sesama meski
tampak berbeda dengan dirinya.

Hakikat sebaik-baiknya seorang insan adalah ia


yang tidak pernah memperdebatkan keduanya, yakni
surga ataupun neraka. Namun ia adalah orang yang
patuh lagi pasrah apapun kehendak dari pemilik
keduanya.

Tidak menuntut lagi menolak bagaimana


pemberian nantinya, sebab yang ada hanyalah kerinduan
untuk berjumpa dengan yang menciptakan keduanya.
Kelak di dalam kehidupan abadi, yakni adalah
Tuhan itu sendiri. Semoga senantiasa kita mampu untuk
selalu mengikis diri dari segala sesuatu yang hakikatnya
tidaklah sejati.
Bagian 33

Negeri Indah Dibalik Lelangit


Semenjak lahir menjadi anak kehidupan, manusia
seringkali terpengaruh oleh segala sesuatu yang
membuatnya lupa mengenai asal muasal rumah yang
sebenarnya. Kesibukan akan permainan yang sejatinya
tidaklah abadi di dalam ruang yang bernama dunia begitu
halus dan cepat untuk membuat manusia lalai.

Bahkan seringkali manusia menumpahkan segala


bentuk cinta dan kenyaman di atas permukaan tanah ini.
Tanpa disadari, demikianlah yang membuat diri ini lupa
akan negeri tempat kelahiran dan asal muasal
penciptaan.

Padahal sejatinya, kita mempunyai sebuah negeri


yang indah dan abadi di balik lelangit. Namun alangkah
malangnya, lantaran kepada tanah di atas permukaan
bumi ini kita menghujamkan hati dan cinta dalam diri.

Kebahagiaan yang sejati dan tiada batas telah


Tuhan siapkan disana. Niscaya tiada kesedihan ataupun
kekhawatiran, sebab diri akan berjumpa dengan kekasih
dan hakikat sumber dari segala sumber yang dirindu
selama ini. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Bagian 34

Merengkuh Hari Raya


Pada dasarnya, ramadhan adalah momentum
yang sangat dinanti-nantikan oleh segelintir umat
beragama, terlebih dan terutama adalah umat muslim di
seluruh dunia. Ia adalah tamu kehormatan bagi hampir
seluruh umat manusia meski terdapat perbedaan agama
di dalamnya.

Tuhanpun seolah memberikan banyak bingkisan


hadiah kepada siapapun saja yang amat sangat senang
menyambut kedatangan momentum Ramadhan ini.
Imbalan berupa pahala yang dilipat-lipatkan dan sebidang
tanah surga yang di janji-janjikan. Alangkah bahagianya
bilamana seorang insan mendapatkan itu semua.

Namun sangat disayangkan ketika tiba hari raya


dan ramadhan telah berpulang, semua seolah kembali
pada peradaban purba dan situasi sebagaimana
sebelumnya. Pertangkaran disana dan perdebatan disini
seolah menjadi suatu hal yang lumrah.

Bingkisan demi bingkisn cinta maupun kasih


sayang telah dibuang ke dasar jurang. Telah hilang segala
bentuk keistimewaan yang ada pada bulan Ramadhan. Iri
dengki merajalela, virus kesombongan menyebar dimana-
mana.
Padahal sejatinya tanpa pernah kita sadari, Hari
Raya amatlah mudah untuk direngkuh oleh siapapun
saja. Asalkan setiap diri mampu untuk bertani dan
menanam kasih sayang di dalam hatinya, lalu dengan
ikhlas saling berbagi kepada apa dan siapapun yang
Tuhan ciptakan dalam semesta-Nya ini.
Bagian 35

Keadilan Hujan
Para petani di desa-desa amat berbahagia jika
Tuhan dengan kasih sayang-Nya berkenan untuk
menurunkan hujan. Disambut oleh senyum dan tangis
haru para petani lantaran tanaman mendapatkan air suci
yang diturunkan melalui awan.

Namun adapun segelintir insan yang merasa


dirugikan lantaran aktivitasnya terganggu ketika Tuhan
menyebarkan kasih sayang-Nya melalui hujan. Seolah
awan menangis lantaran kasihnya tidak pernah sampai
kepada tanah dimuka bumi, lalu melalui hujan justru
awan di persekusi.

Mendung yang ranum tidak pernah bersalah,


sebab dengan amat sangat tegarnya ia berkenan untuk
menjadi perantara kepada alam semesta raya. Dengan
adilnya dan tanpa pernah memilih, ia menurunkan hujan
kepada atap rumah yang dikehendaki oleh Tuhan nya.

Manusia dalam lalainya selalu melihat dengan


matanya, namun amat jarang sekali ia melihat dengan
hatinya. Diantara banyaknya celah tetesan hujan yang
turun ke bumi, seharusnya manusia berterimakasih.

Belajar dan merenung sejenak untuk melihat


dengan hati kepada apa yang ditumbuhkan oleh hujan,
tidak melulu kepada apa yang dijatuhkan.
Sebab air dan tanah sejatinya adalah unsur yang
tidak dapat dipisahkan, berkesinambungan dalam
merajut kasih sayang dan menebarkannya kepada
seluruh alam.

Seandainya awan tidak menurunkan hujan,


niscaya hijau tidak akan pernah ada pada tanaman.
Bagian 36

Sumber Penderitaan
Di dalam tubuh manusia, terdapat 4 unsur yang
saling berbenturan jika seandainya ia tidak mampu dalam
hal mengendalikan. Bahkan tidak menutup kemungkinan
untuk dikatakan bahwa tubuh manusia sejatinya adalah
sumber penderitaan.

Di jelaskan dalam beberapa tamsil bahwasanya


Tuhan telah menempatkan 4 unsur ini sejak manusia
belum terlahir sebagai anak kehidupan. Ia adalah air,
angin, api dan tanah.

Salah satu diantara bukti yang dapat dicerna oleh


teori, yakni adalah ketika kita mampu untuk bernafas,
mampu untuk menghasilkan keringat dari adanya panas
dalam tubuh. Telah menjadi pengetahuan umum juga
bahwasanya manusia dalam ajaran umat muslim
diciptakan dari tanah.

Setelah terlahir menjadi anak kehidupan,


alangkah malangnya ketika diri tidak mampu untuk
mengendalikan unsur yang terketak dalam tubuh. Hingga
pada akhirnya timbul rasa khawatir dan ketakutan yang
tanpa disadari justru mengarahkan hati pada kesedihan.

Hendaknya diri ini senantiasa selalu belajar untuk


memahami proses ada dan tiadanya sesuatu, hingga
berlangsung kepada ataupun tenggelamnya sesuatu itu.
Semua hal yang dimaksud tentunya berkaitan dengan
satu ruang yang bernama dunia, berdiri kokoh dan
terhampar luas diatas tanah namun alangkah mudahnya
membuat manusia lalai kepada yang menciptakan tanah.

Seandainya kita mampu untuk selalu berlatih agar


tidak melekat kepada sesuatu selain-Nya, niscaya yang
ada dan selalu ada hanyalah kebahagiaan yang tiada
gantinya. Sebab ia telah menyadari bahwasanya dunia
bagaikan sebutir debu di atas sepatu, hilang ditiup angin
dan tenggelam digulung sucinya air.
Bagian 37

Mereka yang Belajar kepada Tanah


Bertempat dalam petakan-petakan ruang dan
dinamakan sebagai sebuah ladang pertanian. Terdapat
pembicaraan antara salah seorang insan pilihan, dengan
beberapa orang di hadapannya.

Bertanya seorang pemuda kepada seorang insan


pilihan Tuhan, mengenai asal muasal tumbuhnya suatu
tanaman. Kemudian dengan singkatnya dijawab bahwa
asal muasal tumbuhnya suatu tanaman adalah tanah,
tepat di bawah alas kaki yang mereka kenakan.

Kembali pemuda tersebut bertanya, bagaimana


caranya agar dapat menjadi seorang insan yang istimewa
di hadapan Tuhan. Singkatnya kemudian di jawab, yakni
dengan belajar kepada tanah, terlebih jika mampu
menumbuhkan hati seperti tanah.

Tanpa pernah mengeluh sekalipun di anggap


kotor, tanpa pernah menjerit kesakitan sekalipun di injak-
injak oleh sesama ciptaan Tuhan. Bersedia
menumbuhkan kasih sayang terhadap apa dan siapapun,
tanpa pernah membeda-bedakan.
Bagian 38

Sang Guru Setangkai Mawar


Setangkai mawar merupakan salah satu wujud
keindahan dari segelintir banyaknya ciptaan Tuhan,
untuk meluapkan kasih sayang terhadap siapa saja yang
di cinta. Warnanya mempesona bagi banyaknya mata
manusia dan aroma wewanginya sangat menggoda bagi
segelintir indera penciuman raga.

Mungkin secara tidak langsung manusia dapat


berguru dan menuai banyak ilmu darinya. Ia menunggu
firman Tuhan untuk mekar pada suatu pagi, kemudian
dengan sabarnya ia menunggu perintah untuk kuncup
kembali. Tanpa pernah menuntut ia pun berkenan untuk
menguning layu, hingga pada akhirnya tanggal dan
menyatu dengan debu.

Semestinya, insanpun demikian patuh tanpa


pernah mengeluh. Sebab raga bukanlah apa-apa tanpa
ada yang berkenan untuk meminjamkan Ruh.
Bagian 39

Menyambut Datangnya Kebahagiaan


Setiap manusia, niscaya pernah merasakan sakit
yang di titipkan oleh Tuhan. Kapan, dimana, dan
bagaimanapun keadaannya. Namun alangkah malangnya
ketika Tuhan sedang menitipkan nikmat tersebut, banyak
sekali di antara para hamba-Nya mengeluh hingga tidak
luput dari prasangka yang amat sangat tidak baik pada-
Nya.

Padahal Tuhan tidak semerta-merta dalam


memilih kepada siapa nikmat sakit tersebut akan
dititipkan. Adapun janji kasih dari-Nya bahwa ketika
terdapat salah seorang hamba yang dititipkan nikmat
sakit, niscaya Tuhan akan memberikan sebingkis
permintaan yang amat sangat indah pada hamba-Nya
yang terpilih.

Sejatinya sakit merupakan salah satu cara dalam


menyiapkan datangnya tamu kebahagiaan pada hidup
yang merasakannya. Adapun ia hanya meminjam raga,
tidak sampai pada merampas jiwa.

Ibarat menggugurkan daun-daun yang layu dari


cabang dinding hati, lalu menumbuhkan segenap daun
segar yang amat sangat indah dari sumber kebahagiaan
yang sejati.

Hakikat sakit ialah merampas dan mencabut akar


tua kesenangan manusia, lalu digantikan oleh keriangan
baru dari sumber ketiadaan yang abadi.
Bersyukurlah para insan yang di pilih oleh Tuhan
untuk meminjamkan raganya sementara dalam menjamu
titipan sakit dari-Nya, sebab setelah kepulihan niscaya
akan diberikan kebahagiaan yang tiada gantinya.
Bagian 40

Tidak Bersebab
Melainkan Karena-Nya
Dikutip dalam suatu tamsil, bahwasanya terdapat
salah seorang hamba yang dipanggil Sayyid oleh Pemilik
Semesta Alam. Adapun keistimewaan diantaranya yang
membuat Tuhan memberikan panggilan kasih sayang
tersebut kepadanya. Hamba tersebut adalah seorang nabi
yang bernama Yahya.

Ia mampu dalam hal menguasai hawa nafsunya,


adapun ia mampu dalam menguasai lisan serta amarah
dalam dirinya hingga mampu dalam hal menguasai iblis
beserta para jajarannya. Adapun yang dapat dijadikan
pembelajaran dan renungan dalam kehidupan manusia
setelahnya.

Suatu ketika terdapat sealah seorang suami yang


beribu-ribu kali memanjatkan permohonan kepada Tuhan
pemilik semesta raya. Ia adalah seorang nabi yang
bernama Zakaria. Menangis bertekuk lutut memohon
lantaran belum jua diberikan seorang anak, padahal isteri
dan dirinya sudah tidak lagi muda.

Timbul keraguan dalam doanya, lalu seketika


turun suatu jawaban yang berkata bahwa “Aku teramat
sangat sering menunjukkan padamu wahai zakaria,
bahwasanya setiap peristiwa tidak bersebab melainkan
karena Aku.”
Penyeasalan atas keraguan di dalam hati nabi
zakaria berpuluh-puluh kali menyakitinya, lalu datang
kembali suatu jawaban “bahwasanya tidaklah mustahil
bagi-Ku wahai zakaria. Jikapun saat ini Aku
berkehendak, niscaya tidak mustahil bagi-Ku untuk
memberimu seribu anak. Bahkan tanpa sebab perantara
seorang isteri yang mengandung sekalipun. Mengapa kau
melupakan itu wahai zakaria?“

Seketika, lahirlah seorang anak yang mempunyai


keistimewaan sebagaimana telah dimaksud pada bait
diatas. Ia adalah Yahya dengan segala keistimewaan yang
diberikan oleh Tuhan yang diragukan oleh ayahnya.

Ketahuilah, bahwasanya tiada sesuatu yang tidak


mungkin bagi Tuhan untuk seluruh hamba-Nya. Selalu
diberikan oleh-Nya kebahagiaan yang tiada pernah dikira.
Namun alangkah sayangnya, terkadang manusia lalai dan
berprasangka buruk kepada-Nya.

Tuhan telah menjamin atas semua kecukupan dan


kebehagiaan dalam hidup. Bahkan dalam setiap
hembusan nafas para hamba-Nya. Tidak ada permintaan
yang tidak baik. Pun sebaliknya tidak ada pengabulan
yang tidak baik.
Bagian 41

Laut yang Berjiwa Luas


Mendung yang ranum, menggugurkan kawanan
hujan kepada tanah yang dirindukan. Demikianpun
hujan dengan riang gembiranya jatuh kepada atap-atap
rumah para hamba tanpa pernah memilih. Membersihkan
sekian panjang jalanan dari kotoran tanpa pernah merasa
direndahkan.

Berdzikir sembari mengalir kedalam lubang-


lubang selokan ciptaan para makhluk Tuhan. Memimpin
seluruh kotoran untuk menuju kepada sungai yang
tenang. Demikianpun sungai dengan jiwa yang amat
sangat tegar menerima tanpa pernah sedikitpun merasa
marah. Sebagaimana aturan yang telah ditetapkan, lalu
sungai menumpahkan seluruh yang ada kepada lautan.

Dengan rendah diri setetes lautpun tidak pernah


menolak apa saja yang diberikan sekalipun ia adalah
sekawan kotoran yang dialirkan oleh sungai dan hujan.
Disucikan dan dibersihkan sehingga yang ada hanyalah
keindahan. Ikan-ikan berlarian dan seluruh yang ada di
dalamnya berbagi keriangan.

Tanpa penolakan ikanpun sedia berkurban untuk


para nelayan yang melaut demi mencukupi kebutuhan
keluarga di kediaman. Alangkah indahnya ketentuan
Tuhan yang demikian.
Berbahagialah seluruh insan yang berkenan untuk
belajar kepada laut yang berjiwa besar. Tidak pernah
mengeluh sekalipun yang diberi hanyalah kotoran.
Kemudian dengan amat sangat baiknya ia berkenan
untuk mengubah semuanya menjadi keindahan dan
kebermanfaatan kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan.
Bagian 42

Mengikis Diri
Kekasih Tuhan yang amat sangat kita semua
rindukan pernah menuturkan bahwasanya puasa tidak
selalu berkaitan dengan halnya minum ataupun makan.
Adapun beliau pernah mengatakan bahwa sejatinya
puasa berlangsung sejak kita terlahir menjadi anak
kehidupan hingga nanti kembali menghadap kepulangan.

Sejatinya ramadhan hanyalah sebatas madrasah


yang Tuhan perkenankan untuk seluruh ciptaan-Nya di
dalam kehidupan. Amat sangat banyak para hamba yang
berpuasa tentang makan dan minumnya, namun
seringkali ia lalai dalam hal berpuasa menjaga lisan dan
hatinya.

Hakikat puasa yang sebenarnya ialah belajar


dalam mengikis diri secara utuh, sehingga sifat yang
bernama hawa nafsu dalam diri akan bersikap luluh.
Lisan wajib berpuasa untuk tidak menyakiti sesama.
Adapun mata dan telinga wajib berpuasa agar tidak
melihat serta mendengar sesuatu yang tidak Tuhan
perkenankan.

Wajib bagi seluruh insan untuk mensucikan hati


dan selalu mengingat Tuhan dalam kehidupan. Sebab jika
berpuasa hanya berbicara mengenai kalkulasi pahala
dengan Tuhan, niscaya ia bukanlah suatu ketulusan.
Melainkan ia adalah hawa nafsu yang menjelma sebagai
wujud keserakahan.
Bagian 43

Menciptakan Kiamat
Istilah kiamat dalam kehidupan sehari-hari di
kenal sebagai suatu peristiwa yang amat sangat
mengerikan. Dalam perspektif agama, kiamat dikenal
dengan istilah yaumul qiyamah yang artinya adalah hari
kebangkitan.

Adapun istilah yang dikenal oleh hampir seluruh


para hamba-hamba Tuhan, kiamat merupakan suatu
peristiwa keadaan hari dan waktu dimana hidup
mengalami kehancuran. Tiada yang salah dalam hal ini,
sebab kebenaran yang sejati hanyalah milik Tuhan.

Adapun segelintir para hamba-hamba Tuhan yang


menafsirkan bahwasanya kiamat dapat berlangsung
kapanpun saja dan oleh siapapun saja. Ketika di dalam
hati dan jiwanya tersimpan kebencian terhadap sesama
makhluk ciptaan Tuhan, niscaya jiwa dan hatinya di
hancurkan berkeping-keping oleh sifat demikian.

Tertutup mata penglihatan kasih sayang dalam


dirinya, lantaran ia telah menciptakan kiamat di dalam
hatinya. Tiada kebahagiaan apapun yang ia dapatkan,
karena yang ada hanyalah dendam dan kedengkian. Sama
halnya dengan surga yang di dalamnya telah Tuhan
siapkan banyak kebahagiaan, niscaya ia akan mudah
direngkuh oleh siapapun saja yang ikhlas berbagi kasih
sayang kepada sesamanya.
Sedangkan siapapun yang menyimpan iri dengki
di dalam hatinya, akan sangat mudah untuk
ditenggelamkan kedalam jurang penderitaan
sebagaimana neraka yang telah dijanjikan oleh Tuhan.
Dengan cinta dan kasih sayang-Nya, Tuhan telah
memberikan kemudahan bagi siapapun saja yang
berkenan untuk merengkuh nikmatnya surga.
Bagian 44

Jangan ada siapa-siapa


Ketika Berhubungan dengan Tuhan
Suatu pagi di bawah terik indahnya matahari dan
bertempat dalam sebuah gubuk kumuh tua, terdapat
pembicaraan istimewa antara seorang anak laki-laki
dengan ayahnya yang dicintai. Pakaian sederhana dengan
ungkapan-ungkapan indah dari seorang ayah tersebut
dengan mudahnya mampu mencipakan ribuan kerinduan
ketika sang anak laki-laki tengah kembali ke tanah
perantauan demi mengenyam pendidikan.

Cinta dan kasih sayang serta pembelajaran akhlak


mulia selalu ia contohkan kepada anak laki-lakinya.
Sesekali ia berkata agar sang anak tidak lalai dalam
bersikap, baik kepada insan maupun terhadap Tuhan.
Sholawat pada kekasih Tuhan yang mulia pun tidak
pernah lalai ia lakukan.

Ia berpesan agar senantiasa sang anak selalu


menjaga akhlak kesopanannya, baik terhadap makhluk
ketika berhadapan dan terlebih kepada Tuhan yang selalu
memberikan kebahagiaan.

“Ketika berbicara dengan siapapun saja, jangan


pernah menempatkan orang lain di tengah-tengahnya”

Baginya situasi demikian adalah suatu sikap yang


mencerminkan ketidaksopanan terhadap kawan bicara di
hadapannya.

“Terlebih ketika ada hal yang sangat rahasia dan


mencakup persoalan cinta, cukup bicarakan berdua saja.”
Di dalam suatu hubungan rumah tanggapun
istilah orang ketiga amat sangat di anggap tidak baik.
Sebab dengan adanya pihak ketiga niscaya akan dapat
menghancurkan kokohnya bangunan rumah tangga.

Seketika, dengan nada yang amat sangat lembut ia


pun berkata “agar senantiasa demikian lah seharusnya
kita ketika berhadapan dengan Tuhan. Terlebih ketika
kita sedang mengungkapkan cinta dan kasih sayang.”

“Cukup berdua dan jangan ada siapa-siapa ketika


sedang berhubungan dengan Tuhan”, ungkapnya.
Tentang Penulis

Reza Guritna Hutama, lahir di Kabupaten


Situbondo pada tanggal 2 November 1997. Mengenyam
pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Kota Malang. Saat ini bekerja di Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) – Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Surabaya Perwakilan Malang.

Selain menulis juga aktif dalam beberapa kegiatan


sosial seperti mengajar di salah satu Yayasan Panti
Asuhan Kota Malang, melakukan riset tentang Kekerasan
Seksual di Kabupaten & Kota Malang, melakukan riset
tentang Sejarah Peradaban Kebudayaan di Kabupaten &
Kota Malang, menjadi Wakil Ketua Umum Organisasi
Mahasiswa Daerah Kabupaten Situbondo di Kota Malang,
menjadi Dewan Pembina & Penasihat Organisasi
Mahasiswa Daerah Kabupaten Situbondo di Kota Malang
serta beberapa kegiatan sosial lain yang berkaitan dengan
agama dan lingkungan di Kabupaten Situbondo & Kota
Malang. Organisasi yang pernah di ikuti seperti Forum
Kajian Penelitian Hukum, Forum Study Agama Islam,
Himpunan Mahasiswa Islam, Forum Kepenulisan Artikel,
Komunitas Sastra & Puisi, Home Band, Teater dan
Organisasi Mahasiswa Daerah Kabupaten Situbondo.

Penulis tidak mempunyai sosial media dan hanya


dapat di hubungi melalui Email RHutama68@gmail.com .

Anda mungkin juga menyukai